BAB I PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. dari angka tersebut 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut semakin meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas dan letak luka. selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi mem pengaruhi prognosis. 1
1
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. 2 Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44°C dengan kontak sekurang-kurangnya 5-6 jam. Suhu 65°C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47°C, air panas yang mempunyai suhu 60°C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan kulit dan diatas 70°C akan menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36°C-42°C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35°C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53°C- 57°C selama kontak 30-120 detik .3
2.2
Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan rentang luas 0,25 m 2 pada anak baru lahir sampai 1,8 m 2 pada orang dewasa. Kulit terbagi dua lapisan pokok yaitu epidermis dan dermis. Lapisan terluar epidermis merupakan sel lapisan tanduk yang berfungsi sebagai barrier yang melindungi dari lingkungan luar termasuk invasi bakteri dan pajanan bahan kimia. Sel-sel pada lapisan dalam epidermis aktif secara metabolik, memproduksi senyawa seperti faktor pertumbuhan, yang membantu proses replikasi yang berlangsung setiap 2 minggu. Lapisan kedua yang lebih tebal yaitu dermis, terdiri terutama dari jaringan ikat fibrosa. Dermis mengandung pembuluh darah, saraf, kelenjar, serta folikel rambut. Folikel rambut, selain menumbuhkan rambut juga mengandung sel pluripoten yang dapat bermigrasi bila terjadi perlukaan dan menjadi epitel yang menutupi kulit. Jika terjadi perlukaan, sel epitel pada kelenjar sebaseus, folikel rambut dan kelenjar keringat akan bermitosis dan menutupi permukaan luka. Ujung saraf yang memediasi nyeri juga ditemukan di dermis. Dermis adalah penghalang yang mencegah hilangnya cairan tubuh dengan penguapan dan hilangnya 2
kelebihan panas tubuh. Kelenjar keringat membantu mempertahankan suhu tubuh dengan mengontrol jumlah air yang menguap. Dermis ini juga terjalin dengan ujungujung saraf sensorik yang memediasi sensasi sentuhan, tekanan, rasa sakit, panas, dan dingin. Ini adalah mekanisme pelindung yang memungkinkan seorang individu untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan fisik tertentu. 1,4
2.3
Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Kedalaman Luka Bakar Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. Klasifikasi
lama
yang
diperkenalkan
oleh
Dupuytren
adalah
pembagian derajat luka bakar dalam 6 derajat, kini klasifikasi kerusakan jaringan berdasarkan kedalaman luka bakar disederhanakan menjadi tiga derajat1,2,4,5 : i.
Luka bakar derajat I. Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan biasanya terjadi 5-7 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
ii.
Luka bakar derajat II. Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dasar luka dapat berwarna merah atau pucat. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Dibedakan atas dua : A. Derajat II dangkal / superfisial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan superfisial dari dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebesea dan kelenjar keringat masih banyak ditemukan. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari apabila tidak terjadi infeksi. 3
B. Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai epidermis dan hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat sebagian masih ditemukan. Penyembuhannya dapat lebih lama yaitu sekitar 4-8 minggu, tergantung sel epitel yang tersisa dan menimbulkan jaringan parut hipertrofi. iii.
Luka bakar derajat III. Kerusakan meliputi seluruh dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu pucat atau hitam, terletak lebih rendah disbanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal dengan eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. Penyembuhan terjadi lebih lama dan diperlukan skin grafting .
2.
Luas Luka Bakar Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus “rules of nine”, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan 4
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 1015-20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri masingmasing 15%. 1
Pengukuran terhadap luas luka bakar yang lebih teliti dapat dilakukan dengan rumus yang dikaitkan dengan usia pertumbuhan oleh Land dan Browder.4
3. Beratnya Luka Bakar Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh 5
kedalaman luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya juga akan mempengaruhi prognosis. Angka kematian lebih tinggi didapatkan pada pasien dengan usia dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun. Beratnya luka bakar menurut American Burn Association dibagi atas1: I. Luka Bakar Ringan - Luka bakar derajat 2, <15% pada orang dewasa - Luka bakar derajat 2, <10% pada anak-anak - Luka bakar derajat 3, <2% II. Luka Bakar Sedang - Luka bakar derajat 2, 15% - 25% pada orang dewasa - Luka bakar derajat 2, 10% - 20% pada anak-anak - Luka bakar derajat 3, <10% III. Luka Bakar Berat - Luka bakar derajat 2, > 25% pada orang dewasa - Luka bakar derajat 2, > 20% pada anak-anak - Luka bakar derajat 3, >10% - Luka bakar mengenai wajah, tangan, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum - Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain
4. Penyebab Luka Bakar Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi1,4,5 :
Scald Burns Air panas menjadi penyebab tersering terjadinya luka bakar. Air mendidih biasanya menyebabkan luka bakar yang dalam. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Pada anak, kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, namun dapat juga mengenai seluruh 6
lapisan kulit.
Flame Burns Kontak langsung dengan api merupakan penyebab kedua yang biasa menyebabkan luka bakar. Terbakar api langsung dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari lubang pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa kontak.
Contact Burns Terjadi kontak langsung dengan benda panas, misalnya yang terbuat dari logam, plastik atau kaca. Luka bakar yang dihasilkan biasanya terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak, tapi bisa menghasilkan luka yang dalam.
Aliran Listrik Cedera yang timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh, umumnya mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
Zat Kimia Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat yang menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri hebat. Asam hidrofluida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching ), berbagai cairan pembersih dan lain-lain. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam dan lebih kuat daripada asam. kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
7
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat sedangkan kerusakan jaringan sudah meluas.
Radiasi Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe cedera ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industru atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi
2.4
Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Respon inflamasi lokal dan sistemik terhadap luka bakar sangat kompleks, sehingga baik kerusakan jaringan terbakar secara lokal dan efek sistemik terjadi pada semua sistem organ lain yang jauh dari daerah terbakar itu sendiri. Sebagian besar perubahan lokal dan tentu saja mayoritas perubahan luas disebabkan oleh mediator inflamasi. Luka bakar yang menginisiasi reaksi inflamasi sistemik memproduksi racun dan radikal oksigen dan akhirnya menyebabkan peroksidasi. Jaringan terluka menginisiasi suatu inflammation-induced hyperdynamic, hypermetabolic yang dapat menyebabkan kegagalan organ progresif yang parah. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kura ng dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan arah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang 8
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri. Respon luka bakar juga akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian t erjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan luka jaringan. Selain itu, kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun
lainnya.
Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan yaitu lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila l ebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruangan interstitial ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa system pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang 9
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal san gat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi yang membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasive (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasive ditandai dengan keropeng yang kering dan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbkaar dan menimbulkan trombosis. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena. Fase
permulaan
luka
bakar
merupakan
fase
katabolisme
sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita 10
menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin menglami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia postburn. 1,4,5
2.5
Fase Luka Bakar Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya
dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.4
a.
Fase Akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b.
Fase Sub-Akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
Proses inflamasi dan infeksi
Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional
c.
Keadaan hipermetabolisme
Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 11
Pembagian zona kerusakan jaringan: 5 1. Zona koagulasi atau zona nekrosis Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis. 2. Zona statis Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. 3. Zona hiperemi Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.
2.6
1,4,5,6
Tatalaksana Luka Bakar
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin, atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurangkurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Oleh karena itu, merendam b agian yang 12
terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan labih dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu, atau luka yang kan menjadi tingkat tiga dihentikan pada tingkat dua atau satu. Pencelupan tau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril. Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah pendinginan, mencegah
infeksi
dam
memberikan
kesempatan
sisa-sisa
sel
epitel
untuk
berproliferasi. Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Pemberian oksigen 100% dan intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi. Intubasi harus dilakukan segera. Apabila sudah terjadi keadaan edema pada faring atau cedera pada saluran nafas bagian atas akibat cedera inhalasi, maka intubasi tidak dapat dilakukan, dan dilakukan trakeostomi emergensi. Setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal. Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
a. Resusitasi Cairan Luka Bakar
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival dari seluruh sel, serta 13
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
Cara Evans 4. Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 1cc (elektrolit/NaCl) per 24 jam 5. Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 1cc plasma per 24 jam 6. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter (Parkland) Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu ringer-laktat. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan syok, atau jika diuresis berkurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal luka. Status hidrasi penderita luka bakar harus dipantau terus-menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 10001500mL/24 jam atau 1mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam pada anak. Untuk memonitor resusitasi cairan ini dapat dilakukan pemasangan kateter urin dan Central Venous Pressure. Dilakukan pula monitoring berkala terhadap tensi, nadi, pengisian vena, pengisian kapiler, kesadaran, diurese, CVP, kadar Hb dan kadar Ht.
b. Obat-obatan
Antibiotik sistemik sprektum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. 14
Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman. Obat suportif seperti vitamin A, vitamin B komplek, dapat diberikan secara rutin. Keadaan ulserasi stress (ulkus Curling) pada mukosa gastroduodenum penderita luka bakar dapat diatasi dengan memberikan antacid atau antagonis H 2 melalui sonde nasogaster. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiate melalu intravena dalam dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid sesuai indikasinya.
c. Nutrisi pada Luka Bakar
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 30kal/kgBB sehari dengan kadar protein tinggi yaitu 1,5g/kgBB untuk protein. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT) yang sekaligus berfungsi untuk mendekompresi lambung. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status hipermetabolisme yang terjadi pada fase akut luka bakar.
d. Penanganan Lokal Luka Bakar
Bersama dengan terapi untuk menghindari komplikasi perpindahan cairan, perawatan harus diarahkan untuk mempertahankan luka bakar dalam keadaan optimum. Idealnya, luka bakar dipersiapkan untuk ditutup dan menghindarkan sepsis luka. Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi. Pada luka lebih dalam diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topical yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan yang mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup. Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topical, tetapi yang penting obat topical tersebut membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa 15
menembus eskar dan mempercepat epitelisasi. Beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO ( moist exposure burn ointment ). Obat topical yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras argenti 0,5%. Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfide atau klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver
sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat
bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari. Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor dan luka tampak kotor. Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi dan terlindun, namum diperlukan tenaga dan dana yang lebih banyak karena dipakainya pembalut dan antiseptic. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri. Sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptic.
e. Tindak Bedah Luka Bakar
Pada pasien luka bakar melingkari dada atau anggota gerak, mungkin diperlukan eskarotomi. Luka bakar seluruh ketebalan kulit yang kaku dapat bertindak sebagai penghalang terhadap gerak dada normal sehingga mengganggu fungsi paru-paru. Juga, pada luka bakar anggota gerak, edema pada masa pasca-luka akan dapat menghentikan aliran arteri akibat bertambahnya tekanan dalam eskar tidak elastik di sekitarnya. Denyut perifer harus dipantau setiap jam pada penderita luka bakar anggota gerak, terutama bila melingkar. Dengan berkurangnya gerak dada atau 16
adanya tanda berkurangnya denyut perifer, eskarotomi harus segera dilakukan. Eskarotomi dilakukan tanpa anestesi karena eskar tidak sensitive. Insisi dibuat pada dada di line axillaris anterior bilateral dan pada garis mediomedial anggota gerak. Insisi hanya cukup dalam untuk memisahkan tepi-tepi eskar.
Gambar : Garis insisi eskaratomi
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “ skin graft ”. Eksisi jenis lain yaitu eksisi fasial. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang mengenai keseluruhan anggota gerak atau permukaan badan. Fasia yang tidak terinfeksi menawarkan daerah yang terbaik untuk penerimaan cangkokan, dan bila diperlukan penutupan luka besar yang cepat, maka teknik ini merupakan pengganti 17
yang memuaskan. Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting dengan tujuan agar penyembuhan terjadi sesuai waktu dan untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft . Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Bila daerah luka bakar yang kecil akan tutup, maka cangkokan harus diambil dari daerah yang akan mencegah deformitas kosmetik lebih lanjut seperti paha atas dan bokong. Cangkokan yang lebih tipis mempunyai kemungkinan lebih baik diterima daripada cangkokan yang tebal; tetapi lebih cenderung berkontraksi ketika sembuh. Pada pasien dengan kebutuhan donor yang luas, kulit dapat diambil lagi dari daerah yang sama setelah terjadi reepitelisasi, biasanya kulit diambil dalam rentang tipis untuk mempercepat penyembuhan daerah donor. Sebelum kulit dipasang pada luka bakar, biasanya ia diperluas dengan alat pembuat
lubang
sehingga
dapat
memperluas
kulit
hingga
rasio
9:1
dan
memungkinkan keluarnya serum melalui kulit dan menutup daerah resipien yang luas dengan daerah donor yang terbatas. Celah terbuka pada cangkokan kulit berlubanglubang, yang akan diepitelisasi dari cangkokan kulit utuh disekitarnya. Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin substitute) yang dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin substitute ini antara lain integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemenelemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil pembiakan fibroblast neonatus yang digabung dengan membran silic on, kolagen babi, dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu, membrane silicon dikelupas dan digantikan dengan STSG ( split thickness skin graft ). Integra merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagendan kondroitin ditambah lapisan silicon tipis.
2.7
Komplikasi Luka Bakar
1,4,5,6
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi kontraktur. Kontraktur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh proses kontraksi luka. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi 18
dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali, terutama apabila parut tersebut berupa keloid. Kontraktur dapat dicegah dengan melakukan pembidaian pada daerah luka sekitar persendian, atau dengan sikap/posisi perawatan tertentu pada pasien. Pembidaian dihentikan setelah luka menjadi matang, yaitu dimana luka sudah lemas dan pucat.
Infeksi juga masih menjadi salah satu masalah utama luka bakar yang nantinya dapat berkembang menjadi sindroma sepsis dan kemudian menjadi disfungsi multiorgan. Bila luka bakar merusak jalan napas akibat inhalasi, dapat terjadi atelectasis, pneumonia atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma.
19
2.8
Prognosis
4
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, sindroma sepsis, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
20
BAB III KESIMPULAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para
dokter. Luka
bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Berat lukanya bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Penanganan secara cepat dan tepat dapat megrurangi tingkat mortalitas pasien luka bakar.
21
DAFTAR PUSTAKA 1. Hasibuan L, Soedjana H, Bisono. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, Rudiman, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010; 103- 10. 2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003 3. Keren B. Kematian dalam Luka Bakar. [Internet] 2004. [Cited 2014 July 25]. Available from : http://deathduetofire.blogspot.com/2004/10/definisi_15.html 4. Demling RH. Burns and Other Thermal Injuries. Doherty G, ed. Current Diagnosis and Treatment. 13 th Ed. USA : The McGraw-Hill Companies; 2010. 5. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz‟s principal surgery. 8 th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007. 6. Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18 th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.
22