BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hyaline Membrane Disease (HMD) atau Penyakit Membran Hialin (PMH) disebut juga Sindrom Gangguan Pernapasan (SGP), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Penyebab terbanyak dari angka morbiditas dan mortalitas pada bayi prematur adalah HMD. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat badan lahir 501-1500 gram (Lemons et al,2001). HMD merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi selama periode baru lahir (Nur, 2011). Penyakit ini terjadi pada bayi kurang bulan karena pematangan parunya yang belum sempurna. Pada HMD tingkat pematangan paru lebih berperan terhadap timbulnya penyakit bila dibandingkan dengan masalah kurang bulan sehingga dengan pengelolaan yang baik bayi dengan HMD dapat diselamatkan sehingga angka kematian dapat ditekan. Keberhasilan ini dapat dicapai dengan memperbaiki keadaan surfaktan paru yang belum sempurna dengan ventilasi mekanik, pemberian surfaktan dari luar tubuh, asuhan antenatal yang baik serta pemberian steroid pada ibu kehamilan kurang bulan dengan janin yang mengalami stres pernapasan. Hyaline Membrane Disease (HMD) biasanya muncul dalam beberapa menit setelah bayi lahir yang ditandai dengan pernapasan cepat , frekuensi lebih dari 60x/menit, pernapasan cuping hidung, retraksi interkostal, suprasternal, dan epigastrium. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram (Rasad, 2010). 1.2 Tujuan Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, factor predisposisi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD. 1.3 Manfaat Penulisan Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan pengelolaan HMD.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Embriologi Sistem Pernapasan Saat mudigah berumur 4 minggu, terbentuk divertikulum respiratorium (lung bud, tunas/bakal paru) sebagai suatu benjolan dari dinding ventral usus depan. Epitel lapisan dalam laring, trakea dan bronkus, serta paru, seluruhnya berasal dari endoderm. Komponen tulang rawan, otot dan jaringan ikat trakeal dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang mengelilingi usus depan. Pada awalnya tunas paru mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan. Namun, ketika divertikulum membesar ke arah kaudal, terbentuk dua hubungan longitudinal, tracheosophageal ridge yang memisahkannya dari usus depan. Selanjutnya saat kedua bubungan tersebut menyatu untuk membentuk septum trakeoesofageale, usus depan dibagi menjadi bagian dorsal, esofagus, dan bagian ventral, trakea dan tunas paru. Primordium respiratorik mempertahankan hubungan terbukanya dengan faring melalui aditus laringitis. 2.1.1 Hidung Selama minggu keenam. Fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim di bawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitif. Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum primer. Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut rongga hidung primitif, terbentuk koana definitif di taut antara rongga hidung dan faring. Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung lateral dan meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah definitif.
2
2.1.2
Laring
Lapisan dalam laring berasal dari endoderm, tetapi kartilago dan otot berasal dari mesenkim arkus faring (pharyngeal arches) keempat dan keenam. Akibat proliferasi yang cepat mesenkim ini, penampakan aditus laringis berubah dari celah sagital menjadi lubang berbentuk T. Selanjutnya, bentuk aditus laringis seperti orang dewasa sudah dapat dikenali ketika mesenkim dari kedua arkus berubah menjadi kartilago tiroidea, krikoidea dan aritenoidea. Pada saat kartilago terbentuk, epitel laring juga berproliferasi dengan cepat sehingga terjadi oklusi lumen untuk sementara. Kemudian terjadi vakuolisasi dan rekanalisasi yang menghasilkan sepasang resesus lateral, ventrikulus laringis. Cekungan ini dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang berdiferensiasi menjadi pita suara sejati dan palsu. Karena perototan laring berasal dari mesenkim arkus faring keempat dan keenam, semua otot laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf kranial ke sepuluh, nervus vagus. Nervus laringeus superiormenyarafi turunan arkus faring keempat, dan nervus laringeus rekurens menyarafi turunan arkus faring keenam.
3
2.1.3
Trakea, Bronkhus, dan Paru
Sewaktu terpisah dari usus depan, tunas paru membentuk trakea dan dua kantong luar lateral, tunas bronkus. Pada awal minggu kelima, masing-masing tunas ini membesar untuk membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Tunas sebelah kanan kemudian membentuk 3 bronkus sekunder, sedangkan kiri 2 bronkus, 3 lobus di sisi kanan dan 2 di sisi kiri.
4
Seiring dengan perkembangan selanjutnya dalam arah kaudal dan lateral, tunas paru kemudian berkembang ke dalam rongga tubuh. Ruang untuk paru, kanalis perikardioperitonealis, cukup sempit. Saluran-saluran ini terletak di kedua sisi usus depan dan secara bertahap diisi oleh tunas paru yang terus membesar. Akhirnya lipatan pleuroperitoneum dan pleuroperikardium memisahkan kanalis perikardioperitonealis masing-masing dari rongga peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya membentuk rongga pleura primitif. Mesoderm yang menutupi bagian luar paru, berkembang menjadi pleura viseralis. Lapisan mesoderm somatik, yang menutupi dinding tubuh dari bagian dalam menjadi pleura parietalis Ruang antara pleura parietalis dan viseralis adalah rongga pleura.
5
Selama perkembangan selanjutnya, bronkus sekunder membelah berulang-ulang secara dikotomis, membentuk sepuluh bronkus tersier (segmentalis) di paru kanan dan delapan di kiri, menciptakan segmentum bronkopulmonale pada paru dewasa. Pada akhir bulan keenam telah terbentuk sekitar 17 generasi anak cabang. Namun, sebelum percabangan bronkus mencapai bentuk akhirnya, terbentuk enam cabang tambahan selama masa pascanatal. Pembentukan cabang-cabang diatur oleh interaksi epitel-mesenkim antara endoderm tunas paru dan mesoderm spalnknik yang mengelilinginya.
2.2 Pematangan Paru Sampai bulan ketujuh pranatal, bronkiolus terus bercabang-cabang menjadi saluran yang semakin banyak dan semakin kecil (periode kanalikular), dan jumlah pembuluh darah terus meningkat. Pernapasan sudah dapat berlangsung ketika sebagian dari sel bronkiolus respiratorius yang berbentuk kuboid berubah menjadi sel gepeng tipis. Sel-sel ini menempel erat dengan sejumlah besar kapiler darah dan limfe, dan ruang di sekitarnya sekarang dikenal sebagai sakus terminalis atau alveolus primitif. Selama bulan ketujuh, jumlah kapiler sudah memadai untuk menjamin pertukaran gas yang adekuat, dan bayi prematur sudah dapat bertahan hidup. Selama 2 bulan terakhir kehidupan pranatal dan selama beberapa tahun selanjutnya, jumlah sakus terminalis terus meningkat. Selain itu, sel-sel yang melapisi sakus yang dikenal dengan sel epitel alveolus tipe I, menjadi lebih tipis sehingga kapiler di sekitarnya menonjol ke dalam sakulus alveolaris. Hubungan erat antara sel epitel dan endotel ini membentuk sawar darah-udara. Alveolus matur belum ada sebelum lahir. Selain sel endotel dan epitel gepeng alveolus, pada akhir bulan keenam terbentuk jenis sel lain. Sel ini, sel epitel alveolus tipe II menghasilkan surfaktan, suatu cairan kaya fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan permukaan dipertemuan udara-alveolus. Sebelum lahir, paru dipenuhi oleh cairan yang banyak mengandung klorida, sedikit protein, sebagian mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel epitel alveolus tipe II. Jumlah surfaktan dalam cairan meningkat, terutama selama 2 minggu terakhir sebelum lahir. Gerakan bernapas janin dimulai sebelum lahir dan menyebabkan aspirasi cairan amnion. Gerakan ini penting untuk merangsang perkembangan paru-paru dan mengkondisikan otot pernapasan. Ketika pernapasan mulai saat lahir, sebagian besar cairan paru cepat diserap oleh 6
kapiler darah dan limfe, dan sejumlah kecil mungkin dikeluarkan melalui trakea dan bronkus selama proses kelahiran. Ketika cairan diserap dari sakulus alveolaris, surfaktan tetap mengendap sebagai lapisan fosfolipid tipis di membaran sel alveolus. Saat udara masuk ke alveolus ketika bayi pertama kali bernapas, lapisan surfaktan mencegah terbentuknya pertemuan antara udara dan air (darah) yang memiliki tegangan permukaan tinggi. Tanpa lapisan surfaktan yang mengandung lemak ini alveolus akan kolaps sewaktu ekspirasi (atelektasis). Gerakan bernapas setelah lahir mambawa udara masuk ke dalam paru yang mengembangkan dan mengisi rongga pleura. Meskipun ukuran alveolus agak bertambah, pertumbuhan paru setelah lahir terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah bronkiolus respiratorius dan alveolus. Diperkirakan bahwa saat lahir terdapat hanya 1/6 dari jumlah alveolus dewasa. Alveolus sisanya terbentuk selama 10 tahun pertama kehidupan paskanatal melalui pembentukan alveolus primitif baru yang berlangsung terus menerus.
2.3 Definisi Hyaline Membran Disease Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa Inggeris. Ini adalah gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi premature akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli (Rasad, 2010). 2.4 Epidemiologi Kejadian HMD ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat lahir. Di Amerika Serikat, HMD telah diperkirakan terjadi pada 20,000-30,000 bayi baru lahir setiap tahun dan merupakan komplikasi pada sekitar 1% kehamilan. Sekitar 50% dari neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu terjadi HMD, sedangkan kurang dari 30% dari neonatus prematur lahir pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut.8 Dalam satu laporan, tingkat kejadian HMD adalah 42% pada bayi dengan berat 5011500 g, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat 501-750 g, 54% dilaporkan pada bayi dengan berat 751-1000 g, 36% dilaporkan pada bayi dengan berat 1001 - 1250g, dan 22% dilaporkan pada bayi dengan berat 1251-1500g, di antara 12 rumah sakit universitas yang berpartisipasi dalam National Institute of Child Health and Human Development (NICHD)
7
Neonatal Research Network. HMD terjadi pada ~ 50% dari bayi dengan berat lahir antara 501 dan 1500 g (Lemon et al, 2001).2,8 Hyaline membrane disease (HMD) kurang ditemukan di negara berkembang dibandingkan di tempat lain, terutama karena sebagian besar bayi prematur yang kecil untuk usia kehamilan mereka telah mengalami stres di dalam rahim karena kekurangan gizi atau hipertensi yang diinduksi kehamilan. Selain itu, karena sebagian besar persalinan di negara berkembang terjadi di rumah, catatan yang akurat di wilayah ini tidak tersedia untuk menentukan frekuensi HMD. HMD telah dilaporkan dalam semua ras, terjadi paling sering pada bayi prematur berkulit putih.1,2,4 Resiko terjadi HMD meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran kembar, persalinan secara sectio caesar, asfiksia, stres dingin, dan riwayat bayi prematur sebelumnya. Di sisi lain, risiko HMD berkurang pada ibu dengan hipertensi kronis atau terkait-kehamilan dan rupture membran yang berkepanjangan, dan profilaksis kortikosteroid antenatal. Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya surfaktan eksogen (Malloy & Freeman, 2000) dan sekarang angka kelangsungan hidup menjadi > 90%. Saat ini, HMD menyumbang <6% dari semua kematian neonatus.
Tabel 1. Faktor Resiko yang meningkatkan dan menurunkan HMD 2.5 Etiologi Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari HMD.
Konstituen
utama
surfaktan
adalah
dipalmitoyl
fosfatidilkolin
(lesitin),
phosphatidylglycerol, apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan kolesterol. Dengan pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan 8
dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.1 Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi untuk terjadinya gangguan pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen bertanggung jawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan. Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.1,8
2.6 Patofisiologi Kegagalan untuk mencapai kapasitas residu fungsional (Fungsional Residual Capacity [FRC]) yang memadai dan kecenderungan paru-paru yang terkena untuk menjadi atelektatik berkorelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan tidak adanya surfaktan paru. Atelektasis alveolar, pembentukan membran hialin, dan edema interstisial membuat paruparu kurang komplians, sehingga tekanan lebih besar diperlukan untuk mengembangkan alveoli dan saluran-saluran napas yang kecil. Pada bayi yang sudah terkena HMD, bagian bawah dinding dada ditarik ke dalam apabila diafragma menurun, dan tekanan intratoraks menjadi negatif, sehingga membatasi jumlah tekanan intratoraks yang dapat diproduksi, hasilnya akan terjadi atelektasis. Dinding dada yang sangat komplians pada bayi prematur memberikan ketahanan lebih rendah dari bayi yang matur dengan kecenderungan paru-paru untuk kolaps. Dengan demikian, pada akhir ekspirasi, volume toraks dan paru-paru cenderung
untuk
mendekati
volume
residu,
dan
atelektasis
dapat
terjadi.1,2,4,8
9
Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan, bersama-sama dengan unit pernapasan kecil dan dinding dada yang komplians, menghasilkan atelektasis dan menghasilkan alveoli yang diperfusi tetapi tidak berventilasi, yang menyebabkan hipoksia. Penurunan komplians paru-paru, volume tidal yang kecil, peningkatan ruang mati fisiologis, peningkatan kerja pernapasan, dan ventilasi alveolar yang tidak memadai pada akhirnya menyebabkan hiperkapnia. Kombinasi hiperkapnia, hipoksia, dan asidosis mengakibatkan vasokonstriksi arteri pulmonari dengan peningkatan shunting kanan-ke-kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan cedera iskemik pada sel-sel yang memproduksi surfaktan dan pembuluh darah yang akan mengakibatkan terjadi efusi bahan protein ke dalam ruang alveolar dan terjadi pembentukan membran hialin (Gambar 1).1,2,4,8
Hipoksia, asidosis, hipotermia, dan hipotensi dapat mengganggu produksi dan/atau sekresi surfaktan. Pada sebagian neonatus, toksisitas oksigen dengan barotrauma dan volutrauma pada paru-paru mereka yang belum matang secara struktural menyebabkan influks sel inflamasi, yang memperburuk cedera vaskular, menyebabkan displasia bronkopulmonal (Bronchopulmonary Dysplasia [BPD]). Kekurangan antioksidan dan cedera 10
radikal bebas memperburuk kecederaan. Pada evaluasi makroskopik, paru-paru bayi baru lahir yang terkena tampak pengap dan kemerahan (yaitu, seperti hepar). Oleh karena itu, paru-paru memerlukan peningkatan tekanan pembukaan yang penting untuk mengembang. Atelektasis difus rongga udara distal bersama dengan distensi saluran napas distal dan daerah perilimfatik dapat diamati secara mikroskopis. Atelektasis progresif, barotrauma atau volutrauma, dan toksisitas oksigen merusak sel-sel endotel dan epitel pada lapisan saluran udara distal ini, mengakibatkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hialin yang melapisi alveoli (lihat gambar di bawah) dapat membentuk dalam waktu setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi prematur lebih besar, epitel mulai menyembuh dalam waktu 36-72 jam setelah lahir, dan sintesis surfaktan endogen dimulai. Fase pemulihan ditandai dengan regenerasi sel-sel alveolar, termasuk sel tipe II, dengan peningkatan dalam aktivitas surfaktan. Proses penyembuhan ini
adalah kompleks.
Sebuah proses kronis sering terjadi kemudian pada bayi yang sangat immatur dan sakit berat dan pada bayi lahir dari ibu dengan korioamnionitis, sehingga menyebabkan BPD. Pada bayi yang sangat prematur, penghentian dalam pengembangan paru-paru sering terjadi selama tahap sakular, mengakibatkan penyakit paru-paru kronis yang disebut BPD “baru”. 8
2.7 Manifestasi klinis Temuan fisik konsisten dengan maturitas bayi yang dinilai dengan menggunakan pemeriksaan Dubowitz atau modifikasi dengan Ballard. Tanda-tanda gangguan pernafasan progresif dicatat segera setelah lahir dan termasuk yang berikut8:
Takipnea Ekspirasi merintih (dari penutupan sebagian glotis) Retraksi subcostal dan interkostal Sianosis Napas cuping hidung Pada neonatus yang sangat immatur dapat terjadi apnea dan/atau hipotermia.
Tanda-tanda HMD biasanya muncul dalam beberapa menit selepas lahir, meskipun mereka mungkin tidak disadari untuk beberapa jam pada bayi prematur lebih besar sampai pernapasan yang cepat dan dangkal telah meningkat menjadi 60 kali/menit atau lebih. Sebuah onset terlambat dari takipnea harus menunjukkan kondisi lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau gangguan pernapasan yang parah terdahulu(terutama dengan berat lahir 1.000 g <). Secara karakteristik, takipnea, menonjol (sering terdengar) merintih, retraksi interkostalis dan subcostal, napas 11
cuping hidung, dan kepucatan dicatat. Sianosis meningkat dan relatif sering tidak responsif terhadap pemberian oksigen. Bunyi nafas mungkin normal atau berkurang dengan kualitas tubular yang keras dan, pada inspirasi dalam, ronki halus dapat didengar, terutama pada bagian posterior basal paru-paru.1 Perjalanan alami HMD yang tidak diobati ditandai dengan memburuknya sianosis secara progresif dan dyspnea. Jika kondisi ini tidak diobati, tekanan darah bisa turun, kelelahan, sianosis, dan kepucatan meningkat, dan rintihan berkurang atau hilang seiring dengan kondisi yang memburuk. Apnea dan respirasi tidak teratur terjadi karena bayi kelelahan dan merupakan tanda buruk yang memerlukan intervensi segera. Pasien juga mungkin memiliki asidosis metabolik-respiratorik campuran, edema, ileus, dan oliguria. Kegagalan pernapasan dapat terjadi pada bayi dengan perkembangan penyakit yang cepat. Dalam kebanyakan kasus, gejala dan tanda-tanda mencapai puncaknya dalam waktu 3 hari, setelah itu membaik secara bertahap. Perbaikan sering dikatakan oleh diuresis spontan dan kemampuan untuk mengoksigenisasi bayi pada kadar oksigen inspirasi yang rendah atau ventilator dengan tekanan rendah. Kematian jarang pada hari pertama penyakit, biasanya terjadi antara hari ke 2 dan 7, dan berhubungan dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru, atau intraventricular hemorrhage (IVH). Kematian mungkin tertunda beberapa minggu atau bulan jika BPD berkembang pada bayi dengan HMD yang parah yang dipasang ventilasi mekanik.1 2.8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium2: 1. Pengambilan sampel gas darah penting dalam pengelolaan HMD. Biasanya, pengambilan sampel arteri secara intermiten dilakukan. Meskipun tidak ada konsensus, sebagian besar ahli neonatologi setuju bahwa tekanan oksigen arteri 50-70 mm Hg dan tekanan karbon dioksida arteri 45-60 mm Hg dapat diterima. Sebagian besar akan mempertahankan pH pada atau di atas 7,25 dan saturasi oksigen arteri pada 88 - 95%. Selain itu, oksigen transkutaneus secara kontinu dan pemantauan karbon dioksida atau pemantauan saturasi oksigen, atau keduanya, yang membuktikan sangat membantu dalam pemantauan menitke-menit bayi-bayi ini. 2. Pemeriksaan Sepsis. Sebuah pemeriksaan sepsis parsial, termasuk hitung sel darah lengkap dan kultur darah, harus dipertimbangkan untuk setiap bayi dengan diagnosis
12
PMH, karena sepsis yang berlangsung awal (Misalnya, infeksi streptokokus grup B atau Haemophilus influenzae) sudah dapat dibedakan dari HMD atas dasar klinis saja. 3. Kadar glukosa serum dapat menjadi tinggi atau rendah pada awalnya dan harus dipantau secara ketat untuk menilai kecukupan infus dekstrosa. Hipoglikemia saja dapat menyebabkan takipnea dan gangguan pernapasan. 4. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-24 jam untuk pengelolaan cairan parenteral. Hipokalsemia dapat berkontribusi lebih banyak pada gejala pernafasan dan sering pada bayi sakit, asupan gizi kurang, bayi prematur, atau bayi yang asfiksia. Pemeriksaan Radiologi 2,8 Sebuah foto rontgen dada AP harus diperoleh untuk semua bayi dengan gangguan pernapasan dengan durasi apa pun. Temuan radiografi khas pada HMD adalah pola retikulogranular yang seragam, disebut sebagai gambaran ground-glass, disertai dengan bronkogram udara perifer. Selama perjalanan klinis penyakit, gambaran foto dada sekuensial dapat mengungkapkan kebocoran udara sekunder yang disebabkan intervensi ventilasi mekanik serta timbulnya perubahan yang sesuai dengan BPD. Dalam HMD, temuan radiografi dada klasik terdiri dari hypoaerasi yang jelas, opasitas reticulogranular yang menyebar secara bilateral pada parenkim paru, dan bronkogram udara yang meluas ke perifer. Retikulogranularitas ini terjadi karena superimposisi beberapa nodul asinar yang disebabkan oleh alveoli yang atelektatik. Perkembangan bronkogram udara tergantung pada koalesensi daerah atelektasis asinar sekitar bronkus dan bronkiolus yang teraerasi. Pada bayi yang tidak diintubasi, didapatkan kubah sefalika dari diafragma dan hypoekspansi. Fitur radiografi klasik HMD terlihat pada gambar 2.
13
Klasik Hyaline Membrane Disease (HMD). Dada berbentuk lonceng adalah karena kurang aerasi umum. Volume paru-paru berkurang, parenkim paru-paru memiliki pola retikulogranular menyebar, dan terdapat bronkogram udara perifer memperluas.
Hyaline Membrane Disease (HMD) sedang-berat. Pola retikulogranular lebih menonjol dan distribusinya lebih seragam dari biasanya. Paru-paru hipoaerasi. Air bronchogram yang meningkat diamati.
Hyaline Membrane Disease (HMD) berat. Kekeruhan reticulogranular didapatkan sepanjang kedua lapang paru-paru, dengan air bronchogram menonjol dan mengaburkan bayang jantung secara total. Daerah kistik di paru-paru kanan dapat mewakili alveoli yang melebar atau emfisema paru interstisial(PIE) awal. Spektrum radiologis dari HMD berkisar dari ringan sampai berat (seperti terlihat pada gambar 3 dan gambar 4) dan biasanya berkorelasi dengan keparahan dari temuan klinis. Pada tahap awal penyakit ini, bronkogram udara kurang menonjol, karena bronkus utama terletak pada bagian yang lebih anterior dari paru-paru dan karena atelektasis alveolus cenderung untuk melibatkan daerah paru-paru yang dependen, di mana merupakan bagian posterior pada bayi yang terlentang. Namun, gambaran gelembung, yang mewakili distensi berlebihan dari bronkiolus dan saluran alveolar dapat diamati. 14
Sewaktu HMD berlangsung, pola retikulogranular menjadi menonjol karena koalesensi daerah atelektatik yang kecil. Koalesensi ini mengarah kepada peningkatan opasitas daerah paru-paru yang lebih besar. Sewaktu bagian anterior dari paru-paru terjadi microatelectasis, distribusi granularitas menjadi merata, dan bronkogram udara dapat dilihat. Dengan peningkatan keparahan penyakit, opasifikasi yang progresif dari bagian anterior paru-paru menyebabkan bayang-bayang jantung tidak kelihatan dan pembentukan bronkogram udara menjadi lebih menonjol. Pada penyakit yang lebih berat, paru-paru muncul opak dan bronkograms udara menjadi jelas, dengan bayang-bayang cardiomediastinal tidak kelihatan sama sekali. Pada bayi dengan HMD ringan sampai sedang, hipoaerasi dan opasitas retikulogranular menetap selama 3-5 hari. Penurunan opasitas terjadi dari perifer ke daerah medial dan dari lobus superior ke lobus inferior dimulai pada akhir minggu pertama. Bayi dengan HMD berat tmengalami hipoaerasi progresif dan opasitas bilateral yang difus. Perdarahan parenkim yang jelas juga didapatkan. Jenis HMD yang parah dan progresif sering menyebabkan kematian, biasanya dalam waktu 72 jam. Temuan radiografi dari HMD tergantung waktu pemberian surfaktan. Jika awal, meskipun pencegahan dengan surfaktan, paru-paru sudah mengalami hipoaerasi dan memiliki pola retikulogranular karena cairan interstital dan alveoli yang atelectatik. Administrasi surfaktan biasanya menghasilkan sedikit perbaikan, yang mungkin simetris atau asimetris; yang asimetri biasanya menghilang dalam 2-5 hari. Bayi yang sedang diberikan ventilasi dengan tekanan positif intermiten dengan tekanan akhir-ekspirasi positif mungkin memiliki paru-paru yang mempunyai aerasi baik tanpa
bronkogram
udara.
Bayi
dengan
penyakit
yang
berat
mungkin
tidak
dapatmengembangkan paru-paru mereka, mereka memiliki radiograf yang opak total. Pada akhir perjalanan penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru dapat mempengaruhi gambaran radiografik. Dengan ventilasi tekanan-positif, opasitas paru-paru menurun, dan timbul perbaik secara radiografik. Namun, tekanan positif diperlukan untuk mengaerasi paru-paru dapat mengganggu epitelium, menghasilkan edema interstisial dan alveolar. Hal ini juga dapat menyebabkan diseksi udara ke septae interlobar dan saluran limfatik, menghasilkan emfisema interstisial opasitas (pulmonary interstitial emphysema [PIE]), yang memiliki gambaran berliku-liku, 1 - untuk 4-mm linier lusen yang berukuran relatif seragam. Ini memancar keluar dari daerah hilus.Setelah mendapat dukungan ventilasi selama berhari-hari, fibrosis interstisial terjadi akibat dari efek kumulatif dari beban terapeutik pada parenkim paru. Fibrosis ini sering disertai dengan nekrosis eksudatif dan 15
gambaran sarang lebah dari paru-paru pada radiografi dada. Kondisi ini disebut sebagai displasia bronkopulmonalis (bronchopulmonary dysplasia [BPD]). Penampilan sarang lebah menunjukkan kelompok alveolar yang mengalami distensi secara fokal pada paru-paru terluka dan immatur. Pada bayi dengan HMD biasanya mengalami hipoksia karena duktus arteriosus mungkin masih tetap paten. Pada peringkat awal penyakit, shunting adalah dari kanan ke kiri. Pada akhir minggu pertama, shunting menjadi kiri ke kanan disebabkan tekanan arteri pulmonalis yang menurun karena peningkatan komplians dari paru-paru sedang dalam fase penyembuhan. Edema paru interstisial dapat berkembang. Karena itu, ketika pola granular dari penyakit membran hialin berubah ke gambaran opak yang homogen, edema paru terjadi akibat duktus arteriosus yang paten (patent ductus arteriosus [PDA]) atau awal dari perubahan paru kronis harus dicurigai. Jika foto dada pada bayi prematur menunjukkan opasitas retikulogranular, HMD boleh didiagnosa dengan keyakinan sehingga 90%. Ultrasonografi8 Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena konsolidasi lobus inferior yang boleh dilihat pada ultrasonografi abdominal bagian atas. Selain itu, ultrasonografi sangat berguna dalam mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura yang timbul bersamaan atau sebagai komplikasi. Ekokardiografi Merupakan alat diagnostik yang berharga dalam evaluasi bayi dengan hipoksemia dan gangguan pernapasan. Hal ini digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis PDA serta merekod respon terhadap terapi. Penyakit jantung kongenital yang signifikan dapat disingkirkan dengan teknik ini juga.
2.9 Penegakkan Diagnosis 2.9.1 Anamnesis
Keluhan Utama
Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin)
Riwayat kelahiran saudara kandun dengan penyakit membrane hialin 16
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan
Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala: Takipnea (frekuensi nafas >60 x/menit), grunting atau nafas merintih, retraksi dinding dada, kadang dijumpai sianosis (pada udara ruangan)
Perhatikan tanda prematuritas
Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi
Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman-Anderson score atau Downes score
Silverman-Anderson score
17
Downes Score 2.9.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium a. Analisis gas darah (AGD): b. Elektrolit: c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena hipoksemia kronik. 2. Pemeriksaan radiologik Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan HMD, menunjukkan gambaran retikulogranular yang difus bilateral atau gambaran bronkogram udara (air
bronchogram) dan paru tidak berkembang. Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjukkan bronkious yang menutup
latar belakang alveoli yang kolaps. Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau membesar. Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal, maternal diabetes, PDA, berhubungan dengan kelainan jantung bawaan atau pengambangan paru yang buruk. Gambaran ini mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini
atau terapi indometasin dengan ventilator mekanik. Gambaran radiologik HMD ini kadang tidak dapat dibedakan secara nyata dengan
pneumonia. Pemeriksaan transiluminasi toraks dilakukan dengan cara memberi iluminasi atau sinar yang terang menembus dinding dada untuk mendeteksi adanya penumpukan abnormal misalnya pneumotoraks. Pemeriksaan radiologik toraks ini berguna untuk membantu konfirmasi ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti
pneumonia atau HMD. Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk:
18
Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera misalnya: malposisi
pipa endotrakeal, adanya pneumotoraks. Mengetahui adanya hal-hal yang berhubungan dengan gangguan atau gagl napas seperti berikut: Penyakit fokal atau difus (misal: pneumonia, acute respiratory distress syndrome (ARDS), hiperinflasi bilateral, pengambangan paru asimetris. Efusi pleura, kardiomegali) Bila terjadi hipoksemia tetapi pemeriksaan foto toraks normal, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit jantung bawaaan tipe sianotik, hipertensi pulmonal atau emboli paru.
Derajat Berat/ringan I Ringan
Temuan pada pemeriksan radiologik toraks Kadang normal atau gambaran granuler, homogen, tidak ada
II
Ringan-Sedang
air bronchogram Seperti tersebut di atas ditambah gambaran air bronchogram
III
Sedang-Berat
Seperti di atas ditambah batas jantung menjadi tidak jelas
IV
Berat
“white lung” : paru putih menyeluruh
Tabel 2. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH menurut kriteria Bomsel terdiri dari 4 stadium.
Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada HMD menurut kriteria Bomsel. 19
2.10 Diagnosis Banding Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB) Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk “streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea yang parah (RR sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.7
Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura transversalis dan hiperekspansi paru.
Meconium aspiration syndrome Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak – bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang didapatkan dengan intubasi trakea. 7
20
Pneumotoraks Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32 – 34 minggu menghasilkan paru – paru yang kurang compliance, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks yang kecil umumnya dapat sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan pneumotoraks yang kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan tehnik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest tubes. 7
Pneumotoraks pada paru sisi kanan dan penggunaan kateter pigtail.
21
2.11 Komplikasi8 Komplikasi akut dari penyakit membran hialin termasuk sebagai berikut:
Ruptur alveolar Infeksi Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular Patent ductus arteriosus (PDA) dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan Perdarahan paru-paru Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi gastrointestinal (GI) Apnea pada bayi prematur
Komplikasi kronis penyakit membran hialin meliputi:
Bronchopulmonary dysplasia (BPD) Retinopati pada bayi prematur (RBP) Gangguan neurologis
Ruptur alveolar Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba memburuk dengan hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik menjadi persisten. Infeksi Infeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin dan dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki, pemburukan secara tiba-tiba, atau perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga, prosedur invasif (misalnya, venipuncture, insersi kateter, penggunaan peralatan pernapasan) dan penggunaan steroid pasca kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan kekebalan tubuh yang sudah terkompromi.Dengan munculnya terapi surfaktan, bayi kecil dan sakit dapat bertahan, dengan peningkatan insiden terjadi septikemia sekunder bagi staphylococcal epidermidis dan / atau infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai, dapatkan kultur darah dari 2 lokasi dan mulakan pemberian antibiotik yang tepat sampai hasil kultur diperoleh. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular Perdarahan intraventricular diamati pada 20-40% bayi prematur, dengan frekuensi yang lebih besar pada bayi dengan penyakit membrane hialin yang membutuhkan ventilasi mekanik. 22
Ultrasonografi kranial dilakukan pada minggu pertama dan selanjutnya seperti yang diindikasikan pada neonatus prematur yang lebih muda dari usia kehamilan 32 minggu. Profilaksis terapi indometasin dan steroid antenatal telah menurunkan frekuensi perdarahan intrakranial pada pasien dengan PMH. Hypokarbia dan korioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan leukomalacia periventrikular. Patent ductus arteriosus dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan Pirau ini dapat mempersulit perjalanan penyakit membrane hialin, terutama pada bayi yang disapih cepat setelah terapi surfaktan. Bayi diduga mempunyai patent ductus arteriosus (PDA) pada setiap bayi yang mengalami perburukan setelah perbaikan awal atau mempunyai sekret trakeal yang berdarah. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA, murmur jantung dan tekanan nadi yang lebar tidak selalu jelas pada bayi yang kritis. Ekokardiogram memungkinkan dokter untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tatalaksana PDA dengan ibuprofen atau indometasin, yang dapat diulang selama 2 minggu pertama jika PDA membuka kembali. Dalam insiden penyakit membrane hialin yang refraktori atau pada bayi yang
memiliki
kontraindikasi
terapi
medis,
dilakukan
operasi
penutupan
PDA.
Perdarahan paru Kejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil, terutama setelah terapi surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator dan berikan epinefrin intratrakeal untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan paru mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu tersebut harus segera mengobati. Necrotizing enterocolitis dan / atau perforasi GI Pada setiap bayi dengan temuan abdominal abnormal pada pemeriksaan fisik dicurigai menderita NEC dan / atau perforasi gastrointestinal. Radiografi perut membantu dalam mengkonfirmasikan adanya penyakit tersebut. Perforasi spontan (tidak harus sebagai bagian dari NEC) kadang terjadi pada bayi prematur yang sakit kritis dan telah dikaitkan dengan penggunaan steroid dan / atau indometasin. Apnea prematuritas Apnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan insiden telah meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas 23
dengan metilxantin (kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal (CPAP) atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang refraktori. Septikemia, kejang, refluks gastroesophageal, dan penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi prematur dengan apnea. Bronkopulmonary displasia BPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada usia kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi dan / atau tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola infeksi, peradangan, dan kekurangan vitamin A. Insiden BPD meningkat pada usia kehamilan yang semakin rendah. Penggunaan terapi surfaktan postnatal, ventilasi yang tidak berlebihan, vitamin A, steroid dosis rendah, dan inhalasi oksida nitrat dapat mengurangi keparahan BPD.
Retinopati pada bayi prematur (RBP) Bayi dengan penyakit membran hialin yang memiliki nilai tekanan parsial oksigen (PaO2) lebih dari 100mm Hg mempunyai resiko tinggi untuk menderita RBP. Oleh karena itu, harus dipantau ketat PaO2 dan dijaga agar nilai PaO2 tetap pada 50-70mm Hg. Meskipun oksimetri nadi digunakan pada semua bayi prematur, ia tidak membantu dalam mencegah RBP. Gangguan neurologis Gangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan berhubungan dengan usia kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi. Cacat pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada bayi yang menderita penyakit tersebut. Pasien dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar yang spesifik dan perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti secara berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan neurologis, dan dapat dilakukan intervensi yang tepat. 2.11 Penatalaksanaan Pencegahan 1. Kortikosteroid antenatal. National Institutes of Health Consensus Development Conference pada tahun 1994 tentang efek kortikosteroid untuk pematangan janin pada 24
hasil perinatal menyimpulkan bahwa kortikosteroid antenatal mengurangi risiko kematian, PMH, dan intraventricular hemorrhage (IVH). Penggunaan betametason antenatal untuk meningkatkan kematangan paru janin sekarang telah dilaksanakan dan umumnya dianggap sebagai standar perawatan. Regimen glukokortikoid yang direkomendasikan terdiri dari pemberian dua dosis betametason 12 mg yang diberikan intramuskuler 24 jam secara terpisah kepada ibu. Deksametason tidak lagi dianjurkan karena peningkatan risiko leukomalacia periventrikular kistik pada bayi yang sangat prematur
yang
mengalami
efek
obat
sebelum
lahir
(Baud
et
al,
1999).
2. Beberapa tindakan pencegahan dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi beresiko untuk HMD dan termasuk ultrasonografi antenatal untuk penilaian lebih akurat usia kehamilan dan kesejahteraan janin, pemantauan janin secara berterusan untuk mendokumen kesejahteraan janin selama persalinan atau tanda-tanda perlunya intervensi saat gawat janin ditemukan, agen tokolitik yang mencegah dan mengobati persalinan prematur, dan penilaian kematangan paru janin sebelum persalinan (rasio
lesitin-
sphingomyelin [LS] dan phosphatidylglycerol) untuk mencegah prematuritas iatrogenik. Terapi Pengganti Surfaktan Terapi pengganti surfaktan sekarang dianggap sebagai standar perawatan pada pengobatan bayi diintubasi dengan HMD. Sejak akhir 1980-an, lebih dari 30 percobaan klinis telah dilakukan secara acak yang melibatkan >6000 bayi telah dilakukan. Tinjauan sistematis terhadap uji coba ini (Soll & Andruscavage, 1999) menunjukkan surfaktan ini, apakah digunakan secara profilaksis dalam ruang persalinan untuk mencegah HMD atau dalam pengobatan penyakit yang telah terjadi, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam risiko pneumotoraks dan risiko kematian. Manfaat ini diamati baik di uji coba surfaktan ekstrak
alami
atau
surfaktan
sintetik.
Surfaktan
pengganti,
meskipun
terbukti
segera efektif dalam mengurangi keparahan HMD, tiada bukti jelas ia dapat menurunkan kebutuhan oksigen jangka panjang atau perkembangan perubahan kronis paru-paru. Saat ini, penelitian tindak lanjut jangka panjang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pasien yang diobati surfaktan dan kelompok kontrol yang tidak diobati sehubungan dengan PDA, IVH, RBP, NEC, dan BPD. Ada bukti menunjukkan bahwa lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan
ventilator total telah berkurang dengan
penggunaan surfaktan pada semua tingkat usia kehamilan, walaupun dengan peningkatan 25
bayi berat badan lahir sangat rendah. Sebuah kejatuhan dramatis pada kematian akibat PMH dimulai pada tahun 1991. Ini mungkin mencerminkan pengenalan terapi surfaktan pengganti di negara-negara tentang. Dalam tindak lanjut studi jangka panjang, tidak ada efek samping disebabkan terapi surfaktan telah diidentifikasi. Dukungan Pernapasan 1. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan HMD yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik yang berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit dan rasio inspirasi-ekspirasi 1:2. Sebuah PIP awal 18-30 cm H2O digunakan, tergantung pada ukuran bayi dan keparahan penyakit. Sebuah PEEP dengan 4-5 cm H2O menunjukkan hasil oksigenasi yang meningkat, mungkin karena membantu dalam pemeliharaan dari FRC yang efektif. Tekanan terendah yang memungkinkan dan konsentrasi oksigen inspirasi diselenggarakan dalam upaya untuk meminimalkan kerusakan pada jaringan parenkim. Ventilator dengan kapasitas untuk menyinkronkan upaya pernafasan dapat mengurangi barotrauma. Penggunaan awal HFOV telah menjadi semakin populer dan merupakan modus ventilator yang sering digunakan untuk bayi berat badan lahir rendah (Gerstmann et al, 1996; Plavka et al, 1999). 2. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP (NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paruparu berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati HMD bahkan pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD (Aly, 2001; De Klerk & De Klerk, 2001; Van Marter et al, 2000). Selain itu, pengobatan dini dengan surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan pada bayi prematur usia kehamilan <30 minggu kehamilan dan secara signifikan mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik selanjutnya (Kamper, 1999; Verder et al, 1999). NCPAP dan NPCPAP dapat digunakan pada ekstubasi dan dapat mengurangi kemungkinan diintubasi lagi.
26
Dukungan cairan dan nutrisi Pada bayi yang sangat sakit, sekarang memungkinkan untuk mempertahankan dukungan gizi dengan nutrisi parenteral untuk periode yang diperpanjang. Kebutuhan spesifik prematur dan bayi cukup bulan telah dipahami dengan baik, dan persiapan nutrisi yang tersedia mencerminkan pemahaman ini. Terapi antibiotik Antibiotik
yang
mencakup
infeksi
neonatal
yang
paling
sering
biasanya
dimulai secara awal. Dosis interval aminoglikosida ditingkatkan untuk bayi prematur. Sedasi Sedasi umumnya digunakan untuk mengontrol ventilasi pada bayi yang sakit. Fenobarbital sering digunakan untuk menurunkan tingkat aktivitas bayi. Morfin, fentanil, atau lorazepam dapat digunakan untuk analgesik serta obat penenang. Kelumpuhan otot dengan pankuronium untuk bayi dengan HMD tetap menjadi kontroversial. Sedasi mungkin diindikasikan untuk bayi yang "melawan" ventilator dan menghembuskan napas selama inspirasi siklus ventilasi mekanis. Pola pernapasan dapat meningkat kemungkinan karena komplikasi seperti kebocoran udara dan seharus dihindari. Sedasi bayi dengan fluktuasi kecepatan aliran darah otak secara teoritis menurunkn resiko IVH. 2.12 Prognosis Persediaan awal mulai dari pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang berisiko tinggi secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan HMD dan penyakit neonatal akut yang lain. Steroid antenatal, penggunaan surfaktan postnatal, peningkatan modus ventilasi, dan perawatan sesuai perkembangan penyakit telah menurunkan mortalitas dari HMD (≈ 10%). Hasil yang optimal tergantung pada ketersediaan personil yang berpengalaman dan terampil, unit rumah sakit daerah khusus dirancang dan diselenggarakan, peralatan yang tepat, dan kurangnya komplikasi seperti asfiksia berat, perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital. Terapi surfaktan telah mengurangi angka kematian dari HMD sekitar 40%; kejadian BPD yang mempengaruhi belum terukur. Prognosis untuk bertahan hidup dengan atau tanpa gejala sisa neurologis pernapasan dan sangat tergantung pada berat badan lahir dan usia 27
kehamilan. Kematian meningkat dengan menurunnya usia kehamilan. Meskipun 85-90% dari semua bayi dengan HMD yang masih hidup setelah membutuhkan dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, prognosis jauh lebih baik bagi mereka dengan berat lebih dari 1.500 g. Prognosis jangka panjang untuk fungsi paru yang normal pada bayi yang masih hidup dengan HMD sangat baik. Korban kegagalan pernafasan neonatal yang parah mungkin memiliki gangguan paru-paru dan perkembangan saraf yang signifikan. Morbiditas utama (BPD, NEC, dan IVH berat) dan pertumbuhan postnatal yang kurang tetap tinggi untuk bayi yang terkecil. Bayi dengan HMD, 80 sampai 90% bertahan hidup, dan sebagian besar korban memiliki paru-paru normal pada usia 1 bulan. Beberapa terjadi gangguan pernapasan yang menetap, bagaimanapun mungkin memerlukan konsentrasi oksigen inspirasi tinggi selama berminggu-minggu. Mereka dengan perjalanan penyakit yang berkepanjangan memiliki insiden tinggi untuk memiliki penyakit pernafasan dengan mengi pada tahun-tahun pertama kehidupan. Meskipun sebagian bayi fungsi paru-paru menjadi normal, mereka cenderung mengalami laju aliran ekspirasi yang berkurang dan di masa kanak-kanak akhir sering memiliki bronkospasme yang diinduksi aktifitas atau metakolin. Bayi prematur dengan gangguan pernapasan neonatal lebih cenderung memiliki gangguan perkembangan dibandingkan bayi yang lahir prematur tanpa gangguan pernapasan neonatal.
28
BAB III KESIMPULAN Penyebab paling umum dari gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah hyaline membrane disease. Insiden meningkat dari 5% bayi lahir di 35-36 minggu usia kehamilan kepada lebih dari 50% dari bayi yang lahir pada 26-28 minggu kehamilan. Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan di alveolus selama ekspirasi, yang memungkinkan alveolus untuk tetap sebagian diperluas dan dengan cara itu mempertahankan kapasitas residual fungsional. Tidak adanya surfaktan menyebabkab dalam komplians paru-paru yang rendah dan atelektasis. Bayi harus mengeluarkan banyak upaya untuk memperluas paru-paru dengan setiap napas, dan kemudian akan terjadi gangguan pernafasan. Bayi dengan hyaline membrane disease menunjukkan semua tanda-tanda klinis gangguan pernapasan seperti takipnea, sianosis, dan ekspirasi yang disertai rintihan. Pada auskultasi, didapatkan gerakan udara berkurang meskipun usaha napas bayi kuat. Foto rontgen dada menunjukkan atelektasis difus bilateral, menyebabkan gambaran ground-glass. Saluran udara utama yang yang ditandai oleh kantung udara atelectatic, menghasilkan air
29
bronchogram. Pada anak yang tidak diintubasi, pengkubahan dari diafragma dan hipoekspansi terjadi. Oksigen tambahan, penggunaan CPAP hidung, intubasi dini untuk administrasi surfaktan dan ventilasi, dan penempatan selang arteri umbilikalis dan vena adalah intervensi awal yang diperlukan. Sebuah ventilator yang dapat memberikan napas yang disinkronkan dengan upaya pernapasan bayi (disinkronkan ventilasi wajib intermiten) harus digunakan. Frekuensi tinggi ventilator juga tersedia untuk penyelamatan bayi melakukan buruk pada ventilasi konvensional atau yang memiliki masalah kebocoran udara. Terapi pengganti surfaktan, digunakan baik di ruang bersalin sebagai profilaksis dan bayi yang sudah dengan penyakit membran hialin sebagai penyelamatan, menurunkan tingkat kematian baik pada bayi prematur dan bayi dengan komplikasi kebocoran udara dari penyakit tersebut. Selama perjalanan awal penyakit, pengaturan dan persyaratan ventilator oksigen secara signifikan lebih rendah pada bayi yang dirawat surfaktan dibanding subjek kontrol. Persediaan awal mulai dari pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang berisiko tinggi secara signifikan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan HMD dan penyakit neonatal akut yang lain. Steroid antenatal, penggunaan surfaktan postnatal, peningkatan modus ventilasi, dan perawatan sesuai dengan tahapan perkembangan telah menurunkan mortalitas dari HMD (≈ 10%). Hasil yang optimal tergantung pada ketersediaan personil yang berpengalaman dan terampil, unit rumah sakit daerah khusus dirancang dan diselenggarakan, peralatan yang tepat, dan kurangnya komplikasi seperti asfiksia berat, perdarahan intrakranial, atau malformasi kongenital.
30
DAFTAR PUSTAKA 1. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2007. 2. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Dalam: Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors. Neonatology: Management, Procedures, OnCall Problems, Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill Companies; 2004. 3. Thilo EH. The Newborn Infant. Dalam: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-18. Colorado: The McGraw-Hill Companies; 2007. 4. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter, MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill Companies; 2003. 5. Bhakta KY. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenweld EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 323-30. 6. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h. 126-45. 7. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome. Available from: www.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.doc. Accessed Dis 30th,2011.
31
8. Pramanik AK, dkk. Respiratory Distress Syndrome. Updated: Oct 10th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview . Accessed Dis 31th,2011. 9. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Updated: May 25th, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview. Accessed Dis 31th,2011 10. Lubis HNU. Penyakit Membran Hialin. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyakitMembranHialin121.pdf/08Penyakit MembranHialin121.html. Accessed Dis 30th,2011.
32