REFERAT HEPATITIS A
Pembimbing: dr. Santi Sumihar, Sp.PD
Disusun oleh: Karis Amalia Derina Rahmanandhika Swadari
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam marilah senantiasa kita junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya ucapkan terima kasih kepada para pengajar, fasilitator, dan narasumber SMF Ilmu Penyakit Dalam, terutama dr. Santi Sumihar, Sp. PD selaku pembimbing kami. Kami sadari Referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi yang membacanya. “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka bila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al Insyirah:6-7)”
Jakarta, Oktober 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................
2
Daftar Isi .....................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN Definisi .......................................................................................................
5
Epidemiologi ..............................................................................................
5
Etiologi .......................................................................................................
6
Patogenesis .................................................................................................
8
Manifestasi .................................................................................................
9
Diagnosis ....................................................................................................
11
Diagnosis Banding .....................................................................................
14
Penatalaksanaan .........................................................................................
15
Komplikasi .................................................................................................
19
Prognosis ....................................................................................................
20
Pencegahan .................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
22
3
BAB I PENDAHULUAN
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebakan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita, ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurukan produktivitas kerja.1 Jawa dan Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) yaitu 0,95% pada tahun 2005, menurun menjadi 0,19% pada tahun 2006, dan menurun lagi menjadi 0,16% pada tahun 2008.1 Jumlah penderita positif malaria di luar Jawa dan Bali diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI) menurun dari 24,75% pada tahun 2005 menjadi 23,98% pada tahun 2006 dan menjadi 17,7% pada tahun 2008.1 Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, serveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.1 Sejak tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Dari penelitian-penelitian telah ditemukan adanya resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah di Indonesia (Bangka, Papua). Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria.1 Oleh sebab itu, upaya untuk menanggulangi resistensi beberapa obat anti malaria, pemerintah telah merekomendasikan Artemisinin Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi artemisinin.1
4
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Hepatitis Infeksiosa merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Distribusi virus hepatitis A terdapat di seluruh dunia: endemisitas tinggi di negara berkembang. Transmisi enterik (fekal-oral) predominan diantara anggota keluarga. Kejadian luar biasa dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama seperti makanan terkontaminasi dan sumber air. Faktor risiko lain, meliputi prilaku seks oral-anal, pemakaian IVDU dan berpergian ke negara berkembang. Prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi dan ukuran rumah tinggal.
II. ETIOLOGI
Hepatitis A akut disebabkan oleh virus hepatitis A. Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi hepatovirus dengan diameter 27-28 nm, bentuk kubus simetrik, untai tunggal ( single stranded ), molekul RNA linier, 7,5 kb.
Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe. Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal. Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer. Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata adanya replikasi di usus. Menyebar pada primata non manusia dan galus sel manusia. Virus Hepatitis A diekskresikan di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit.
III. PATOGENESIS
Secara patologi infeksi hepatitis akut terdiri atas infiltrasi panlobuler dengan sel mononukleus, nekrosis sel hati, hiperplasia sel kupffer, dan berbagai macam derajat kolestatis. Terdapat regenerasi sel hati, seperti yang dibuktikan oleh banyaknya gambaran 5
mitosis, sel multinukleus, dan pembentukan “rosette”/“pseudoasiner”. In filtrasi mononukleus terutama terdiri atas limfosit kecil, meskipun sel plasma dan eosinofil kadang-kadang tampak. Infeksi virus hepatitis A memiliki masa inkubasi 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari. Saat fase inkubasi virus belum menyebabkan gejala. Kemudian fase prodromal, merupakan manifestasi dari viremia. Kemudian fase ikterik, merupakan manifestasi dari inflamasi pada hepar yang menyebabkan kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktus empedu intrahepatik. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan gangguan konjugasi bilirubin. Peningkatan bilirubin direk yang kemudian dapat menyebabkan keluhan ikterik dan jika larut dalam air menyebabkan urin gelap.
IV. GAMBARAN KLINIS
6
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat, yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut t erbagi dalam 4 tahap, yaitu: 1. Fase Inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. Masa inkubasi virus hepatitis A 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari. 2. Fase Proodormal (Pra Ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan demam, malaise umum, mudah lelah, mialgia, atralgia, gejala flu, faringitis, batuk, sakit kepala. Terdapat juga keluhan gastrointerstinal anoreksia, mual dan muntah. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas. 3. Fase Ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala prodromal. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Gambar 2.1. Sklera ikterik 4. Fase Konvalesen (Penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu.
V. LABORATORIUM 7
Berikut merupakan cara untuk mendiagnosis hepatitis virus akut:
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan:
IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. AntiHAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau.
Gambaran biokimia yang utama adalah peningkatan konsentrasi serum alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase dengan puncak yang bervariasi dari 500 – 5000 UI
Konsentrasi serum bilirubin jarang melebihi 10 mg/dl
Konsentrasi serum alkali fosfatase dapat normal atau meningkat sedikit
Masa protrombin normal atau meningkat 1-3 detik
Konsentrasi serum albumin normal atau menurun sedikit
Hapusan darah tepi normal atau leukopenia ringan dengan atau tanpa limfositosis ringan
VI. KOMPLIKASI
Terdapat tiga komplikasi dari infeksi virus hepatitis akut. 1. Gagal hati akut ( Acute Liver Failure) Ditemukan adanya perubahan status mental atau ensefalopati berupa letargi, mengantuk, koma, perubahan pola tidur, perubahan kepribadian; edema serebral (biasanya tanpa edema papil); koagulopati (pemanjangan masa protrombin); gagal organ multipel (ARD, aritmia
jantung,
sindrom
hepatorenal,
asidosis
metabolik,
sepsis,
perdarahan
gastrointestinal, hipotensi); asites (dapat anasarka); pemeriksaan fisik serial didapatkan hati yang mengecil. 8
2. Hepatitis dengan Kolestasis Kunins sangat menonjol dan menetap selama beberapa bulan sebelum terjadinya perbaikan yang komplit. Pruritus mononjol dan pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang presisten. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan konsentrasi bilirubin serum total melebihi 20 mg/dl. Kadar aminotransaminase dapat kembali normal walaupun kolestasis masih menetap. Konsentrasi alkasi fosfatase serum meningkat secara bervariasi. 3. Hepatitis Relaps Kemunculan kembali gejala dan peningkatan enzim hati setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah perbaikan. Mungkin didapatkan artritis , vaskulitis dan krioglobulinemia. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan meningkatan konsentrasi aminotransferase dan bilirubin. Konsentrasi puncak dapat melebihi konsentrasi pada saat infeksi awal.
VII.DIAGNOSIS BANDING
Penyakit hati akibat obat atau toksin
Hepatitis iskemik
Hepatitis autoimun
Hepatitis alkoholik
Obstruksi akut traktus biliaris
VIII. TATALAKSANA
Tatalaksana untuk hepatitis virus akut dapat dilakukan dalam rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam t atalaksana: 1.
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik ditoleransi
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
2.
Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
3.
Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
9
Jika terjadi komplikasi gagal hati akut makan perlu diperlu dilakukan perawatan di Rumah sakit yang menyediakan program transplantasi hati, segera setelah diagnosis ditegakkan. Belum ada terapi yang efektif untuk gagal hati akut. Tujuan perawatan adalah:
Monitoring kontinu dan terapi suportif
Mempertahankan fungsi vital
Pempersiapkan transplantasi hati bila tidak terdapat perbaikan Jika terjadi komplikasi hepatitis kolestasis, progesivitas penyakit dapat dipersingkat
dengan pemberian prednison jangka pendet atau asam ursodioksikolat. Gejala pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin.
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan pada virus hepatitis A dengan imunoprofilaksis, dibedakan menjadi dua jenis: 1. Imunoprofilaksis sebelum paparan a. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (hampir 100% pada subyek sehat)
Antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek
Aman, toleransi baik
Efektifitas protektif selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
Usia > 19 tahun 2 dosis 1440 Unit Elisa, dengan interval 6-12 bulan
Usia < 2 tahun
3
dosis 360 Unit Elisa, dengan waktu 0, 1 dan 6-12 bulan atau 2
dosis 720 Unit Elisa, dengan waktu 0 dan 6-12 bulan c. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah risiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar biasa
Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerjaan laboratorium yang menangani HAV 10
Pramusaji
Pekerja pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid segera setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut 2. Sanityoso Andri. Hepatitis Virus Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2007. Hal 427-32. 3. Ismail Dasnan, Alwi Idrus, dkk. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 319. 4. Rusmi. Hepatologi: Hepatitis A. Dalam Panduan praktis ilmu penyakit dalam. Halim M. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 368. 5. Sabatine MS. Pocket notebook, pocket medicine. Edisi 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. Hal 3-16.
11