Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Bahan
REBUNG
Oleh:
Kelas G
Sun Shine M. S. (6103012047)
Litarasmi P. (6103012112)
Ingrid Tertiana I. (6103012098)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2013
BAB I
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia lebih mengenal nama Rebung sebagai sayur untuk masakan di rumah. Rebung memiliki rasa yang lezat dan diketahui bisa membuat selera makan bertambah. Di samping memiliki rasa yang lezat, ternyata Rebung diketahui memiliki banyak kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
Dalam bahasa Inggris, Rebung dikenal dengan nama bamboo shoot, yang merupakan tunas bambu yang masih muda. Pengolahan rebung yang dalam bahasa orang Jawa disebut dengan "bung" ini, biasanya dengan dibuang kelopaknya, diiris-iris lalu diolah dengan cara dikukus atau direbus.
Sebenarnya pemanfaatan rebung sebagai bahan masakan sudah dilakukan sejak jaman dahulu dimana rebung bisa dipanen sepanjang tahun atau tanpa mengenal musim.
Namun untuk panen raya biasanya terjadi antara bulan Desember hingga Februari atau pada musim hujan. Rebung bisa dipanen pada saat sudah mencapai ketinggian 20 cm dengan diameter sekitar 7 cm. Yang harus diperhatikan adalah rebung tidak boleh terlambat untuk dipanen karena jika terlambat selama sekitar 2 bulan maka rebung akan berubah menjadi pohon bambu sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan masakan
Saat ini rebung sudah dapat diolah untuk berbagai bahan makanan awetan. Dengan teknologi yang kami miliki kami telah berhasil membuat makanan olahan berbahan dasar rebung seperti : Tepung rebung, dengan kandungan pati yang tinggi tepung jenis ini baik untuk dibuat bahan kue ; Cuka rebung, sangat baik untuk digunakan sebagai cuka makan karena dapat juga berfungsi sebagai healthy food ; Keripik rebung, rasa dan tekstur yag ada jauh lebih baik dibandingkan dengan potato chip ; Rebung beku, sebagai bahan untuk sayuran ; Asinan rebung, yang sangat enak dijadikan sebagai kudapan.
Rebung memiliki kandungan, karbohidrat, protein dan 12 asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Dengan mengkonsumsi rebung secara teratur merupakan satu tindakan preventif untuk menghambat berbagai jenis penyakit termasuk kanker.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Taksonomi Bambu Betung
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus asper Backer.
Bambu merupakan salah satu famili dari tanaman rumput-rumputan (gramineae) sehingga masih satu keluarga dengan padi, jagung dan gandum. Tanaman ini tumbuh tersebar di daerah tropis, sub tropis dan daerah beriklim sedang. Menurut Othman dan Maler (2003), bambu dapat tumbuh pada iklim kering sampai tropika basah, pada kondisi tanah subur dan kurang subur serta dari dataran rendah sampai 4000 m diatas permukaan laut, dan dari tempat datar sampai lereng-lereng gunung atau tebing-tebing sungai.
Berdasarkan sistem percabangan rimpang, secara garis besar bambu dibedakan menjadi dua tipe yaitu, rimpang berbentuk simpodial dan rimpang monopodial. Tipe rimpang monopodial, banyak tumbuh di daerah beriklim sedang, dengan bentuk rimpang panjang, ramping dan tumbuh horizontal, bercabang secara lateral untuk menghasilkan rumpun dengan letak batang tersebar. Contoh yang tergolong ke dalam tipe ini adalah marga Phyllostachys dan Arundinaria. Tipe kedua berakar rimpang yang tumbuh secara simpodial, tumbuh secara berkelompok berbentuk rumpun, banyak berkembang di daerah Asia Tropik, termasuk Indonesia. Contoh marga yang tergolong ke dalam tipe ini adalah Bambusa, Gigantochloa, Dendrocalamus dan Schizostachyum (Anon.,1996).
Menurut Widjaja (2001), bambu mudah sekali dibedakan dengan tumbuhan yang lain karena tumbuhannya merumpun, batangnya bulat, berlubang dan beruas-ruas, percabangannya kompleks, setiap daun bertangkai,namun dalam mengenal bambu orang sering mengalami kesulitan, karena kemiripan ciri-ciri morfologi yang ada. Buluh bambu bersekat-sekat. Umumnya buluh berbentuk silinder dan berongga, berdinding keras, tebal atau tipis dan terdapat tunas. Sifat mekanis tersebut membuat buluh bambu menjadi sangat kuat. Diameter buluh bambu bervariasi antara 0,5 – 20 cm, tergantung dari jenis dan lingkungannya.
Di dunia diketahui sekitar lebih kurang 1300 jenis bambu (Kleinhenz et al., 2000; Widjaja, 2001). Jenis-jenis bambu tersebut sekitar 145 merupakan asli Indonesia dan beberapa dari rebungnya dikonsumsi dan bernilai ekonomis yang tinggi yaitu, bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu legi (Gigantochloa atter), bambu mayan (Gigantochloa robusta) yang banyak di jumpai di Sumatera dan bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata) banyak dijumpai di Pupuan, Bali dan beberapa tumbuh di Sukabumi Jawa Barat.
Rebung merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di permukaan dasar rumpun. Tunas bambu muda tersebut sangat enak untuk dikonsumsi, sehingga digolongkan dalam kelompok sayuran. Rebung tumbuh di bagian pangkal rumpun bambu dan biasanya ditumbuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal.
Morfologi rebung berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung daun bambu tetapi warnanya coklat. Tunas bambu muda yang bisa dimanfaatkan sebagai makanan adalah yang baru berusia kurang dari dua bulan. Lebih dari itu, tunas sudah mengeras dan menjadi bambu.Rebung biasanya muncul di lapisan bawah dari rumpun bambu dan berupa kerucut yang berlapis-lapis.
Meskipun semua bambu menghasilkan rebung, akan tetapi tidak semua bambu menghasilkan rebung yang enak untuk dikonsumsi. Semua rebung bambu mengandung HCN (asam sianida) yang merupakan senyawa beracun dengan tingkat beragam. Rebung bambu yang memiliki kandungan HCN yang tinggi, selain rasanya pahit, juga tidak aman untuk dikonsumsi.
Rebung bambu yang mengandung HCN dibawah ambang bahaya dapat dimakan sebagai sayuran atau campuran bahan makanan lain. Bambu yang menghasilkan rebung dengan kandungan HCN rendah dan dapat dimakan tidak sampai 10% dari seluruh spesies yang ada. Bambu yang menghasilkan rebung dengan kandungan HCN rendah dan enak untuk dikonsumsi.
2.1. Klasifikasi dan Morfologi
Bambu yang menghasilkan rebung dengan kandungan HCN rendah dan enak untuk dikonsumsi diantaranya adalah bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu temen (Gigantochloa verticillata), bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata) dan bambu hijau (Bambusa aldhami).
Bambu betung dan bambu temen merupakan bambu local yang banyak dikenal di masyarakat Indonesia. Sementara bambu kuning dan bambu hijau berasal dari Taiwan. Sehingga disebut bambu Taiwan.
Bambu betung di beberapa daerah disebut awi bitung, pring petung, dan deling betung. Jenis bambu ini hidup mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2.000 m diatas permukaan laut (dpl.), memiliki rumpun yang agak sedikit rapat dan pertumbuhannya sangat lambat. Tinggi batang (buluh) mencapai 20 m dengan garis tengah 20 cm sehingga termasuk jenis bambu berukuran besar. Bambu betung banyak digunakan untuk bahan bangunan bilik rumah dan furniture. Rebungnya bertekstur agak kasar dan beratnya dapat mencapai 15 kg/rebung.
Bambu temen sering disebut juga dengan bambu gombong atau bambu ater. Jenis bambu ini tumbuh sangat merumpun dengan tinggi batang (buluh) mencapai 26 m dengan lingkar tengah 12 cm sehingga tergolong jenis bambu ukuran medium. Penyebaran jenis bambu ini mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan lau (dpl.). rebungnya bertekstur halus dan rasanya manis dengan berat sekitar 5 kg/rebung.
Bambu kuning belum terlalu dikenal di Indonesia. Jenis bamboo ini memiliki rumpun sedang dan tinggi batang (buluh) sekitar 10 m dan diameter 10 cm. sehingga termasuk bambu ukuran kecil. Di Taiwan yang merupakan Negara asalnya, bambu kuning dibudidayakan khusus untuk diambil rebungnya.
Bambu kuning tumbuh di dataran hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl.). bambu ini memiliki rebung dengan tekstur halus, renyah dan berwarna kekuning-kuningan. Dengan tekstur halus dan berat rata-rata 1 kg/rebung.
Bambu hijau memiliki diameter batang (buluh) sekitar 8-9 cm. ukuran bambu hijau lebih kecil jika dibandingkan dengan bambu kuning. Berat rebung hijau sekitar 200 gram/rebung. Namun, rebung bambu hijau nyaris tidak berserat dan lebih manis dibandingkan dengan rebung bambu kuning.
Menurut klasifikasi botani bambu tabah termasuk kelas Monocotyledoneae, ordo Graminales, famili Gramineae, sub family Bambusoideae, genus Gigantochloa, spesies Gigantochloa nigrociliata (Buese) Kurz (Cronquist, 1988; dalam American Bamboo Society, 2004).
Bambu yang tergolong genera Gigantochloa ini berasal dari Asia tropis, sebagian besar terbatas pada kawasan dari Burma, Indocina sampai semenanjung Malaya dan Indonesia. Jenis bambu ini pula umumnya sudah tumbuh liar dan banyak terdapat di daerah tepi sungai dan lereng gunung di Pupuan Bali. Perawakan bambu tabah disajikan pada Gambar 1.
Menurut Widjaja (2001) bambu tabah mempunyai batang yang sifatnya simpodial atau berumpun. Panjang buluh dapat mencapai sekitar 10 m dan ujungnya melengkung, dengan garis tengahnya sekitar 3 – 6 cm. Tebal buluhnya mencapai 6 mm, dengan warna buluh hijau sampai hijau tua, ruas batang mencapai 30 – 50 cm dengan pelepah buluh panjangnya 11 – 18 cm yang tetap melekat pada buluhnya, pelepah buluh bagian luar ditumbuhi oleh miang (bulubulu halus) yang melekat berwarna coklat hitam, pelepah mudah luruh.
Gambar 1. Perawakan bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Kurz)
Bambu tabah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai di tempat-tempat pada ketinggian 600 m diatas permukaan laut (Sastrapradja et al., 1977), sedangkan Widjaja (2001) berpendapat bahwa bambu tabah dapat tumbuh pada daerah tropis yang lembap disepanjang sungai dengan ketinggian ± 1000 m diatas permukaan laut. Bambu ini juga dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah latosol dengan curah hujan hingga 3,000 mm.
Di Indonesia nama jenis bambu ini tergantung dari daerah tempat tumbuhnya, di Jawa disebut dengan bambu lengka, dan beberapa tumbuh di daerah Sukabumi sedangkan di Bali disebut bambu tabah. Masyarakat Bali menyebut tabah karena rebungnya rasa hambar tidak pahit, tidak seperti rebung jenis lainnya terutama betung yang rasanya pahit dengan kadar HCN cukup tinggi (Kencana, 1992). Rebung dipanen pada saat musim hujan, maksud dari pemanenan rebung disamping dapat digunakan untuk konsumsi, juga bermaksud untuk penjarangan rumpun, agar rumpun bambu dapat dijaga, sehingga kualitas buluhnya maksimal (Widjaja, 1998).
Menurut Othman (2003) panen rebung dilakukan setelah rumpun berumur 3 tahun, kemudian dilakukan pemanenan 2 x seminggu pada saat musim hujan. Rebung dipanen 3 hari setelah ujung rebung muncul diatas permukaan tanah atau rebung mencapai tinggi 30 – 50 cm, untuk jenis Dendrocalamus asper. Menurut Widjaja (1998) rebung yang dipanen pada rumpun bambu yang telah berumur 2 – 3 tahun, yaitu rebung yang tumbuh melebihi 10 rebung setiap musim. Shi (1992) menyatakan rebung dipanen pada umur 12 – 14 hari setelah muncul diatas permukaan tanah. Sementara itu menurut Maoyi (1993) rebung dipanen pada umur 7 - 10 hari, sedangkan menurut Lien (1995) tinggi rebung dipanen biasanya 20 – 30 cm dari atas tanah. Menurut Linton (2000) rebung dipanen ketika mencapai tinggi 15 cm. Rebung yang dipanen diatas permukaan
tanah akan berbeda apabila di panen pada saat masih di dalam tanah.
2.2. Sifat Fisik dan Kimia Rebung Bambu Tabah
Bambu tabah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai di tempat-tempat pada ketinggian 600 m diatas permukaan laut (Sastrapradja et al., 1977), sedangkan menurut Widjaja (1997) bambu tabah dapat tumbuh pada daerah tropis yang lembab di sepanjang sungai dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Bambu ini juga dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah latosol dengan curah hujan hingga 3,000 mm.
Pelepah rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Kurz) berwarna coklat muda sampai hijau keabu-abuan, tertutup miang berwarna hitam tersebar tidak merata. Warna daun pelepah buluh pada ujung rebung berwarna coklat muda sampai hijau. Perbedaan warna pelepah tersebut tergantung dari pertumbuhan dan cara panen rebung tersebut. Apabila rebung dipanen pada saat masih di dalam tanah, warna pelepah coklat muda, serta daging rebung berwarna putih.
Rebung sangat digemari di samping rasanya enak, mengandung nilai nutrisi tinggi (Tabel 1) untuk jenis Dendrocalamus asper dan jenis Gigantochloa nigrociliata (Tabel 2) serta baik untuk kesehatan (Shi danYang, 1992).
Tabel 1. Nutrisi Rebung Bambu Dendrocalamus asper (100 g rebung segar)
No.
Parameter
Komposisi
1
Air *
89-93%
2
Protein *
1,3-2,3%
3
Karbohidrat *
4,2-6,1%
4
Serat *
0,5-0,77%
5
Kalori *
22 kkal
6
Abu *
0,8-1,3%
7
Vitamin B2 **
0,06 mg
8
Vitamin B6 **
0,07 mg
9
Vitamin C **
3,2-5,7 mg
10
Kalsium **
12 mg
11
Potasium **
340 mg
12
HCN **
44-283 mg
Sumber: *Anonimous (1996), ** Shi dan Yang (1992).
Keunggulan dari rebung tabah memiliki kandungan protein, serat lebih tinggi dari pada rebung bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kandungan HCN juga lebih rendah.
Tabel 2. Nutrisi Rebung Bambu Gigantochloa nigrociliata (100 g rebung segar)
No.
Parameter
Komposisi
1
Kadar air (%)
92,38
2
Karbohidrat (%)
1,53
3
Lemak (%)
0,22
4
Protein (%)
2,29
5
Serat kasar (%)
3.14
6
Vitamin C (mg)
4,65
7
HCN (mg)
0,073
Rebung sebagai sayuran segar tidak jauh berbeda dengan sayur-sayuran lainnya, yaitu mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan-kerusakan yang terjadi terutama dimulai dari kerusakan mekanis baik sewaktu di panen maupun dalam transportasi.
Menurut Kleinhenz dan Midmore (2002) hasil penelitian yang dilakukan pada rebung bambu jenis Bambusa oldhamii, ada empat poin utama masalah-masalah yang menyebabkan menurunnya kualitas rebung bambu segar setelah dipanen yaitu, terjadinya kerusakan fisiologis, fisik, kimia dan mikrobiologis. Kerusakan karena fisiologis seperti terjadinya respirasi dan transpirasi sehingga salah satunya terjadi penurunan bobot. Kerusakan fisik pada rebung bambu terjadi pada saat panen yaitu luka karena pemotongan dan pengupasan. Kerusakan karena kimia yang dapat terjadi pada rebung bambu adalah reaksi pencoklatan karena browning enzymatic, serta kerusakan karena mikrobiologis adanya pertumbuhan mikroba dan diikuti oleh pelunakan serta bau yang menyengat.
Makanan yang bisa dibuat dari bahan dasar rebung antara lain acar, asinan, tepung, cuka, serta kerupuk. Rebung mempunyai khasiat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Pada pengobatan tradisional, rebung kuning diyakini dapat digunakan untuk mengobati penyakit sirosis hati. Rebung juga telah digunakan untuk mengobati penyakit batuk berdahak dan demam. Rebung dapat dimakan sebagai sayuran tunggal atau digunakan sebagai bahan pencampur sayuran dalam masakan lainnya. Kandungan senyawa utama di dalam rebung mentah adalah air, yaitu sekitar 85,63 %. Di samping itu, rebung mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, thiamin, riboflavin, vitamin C, serta mineral lain seperti kalsium, fosfor, besi dan kalium.
Bila dibandingkan dengan sayuran lainnya, kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada rebung, tidak berbeda jauh. Rebung juga mempunyai kandungan kalium serta serat yang cukup tinggi. Kadar kalium per 100 gram rebung adalah 533 mg. Makanan yang sarat kalium minimalnya 400 mg sudah dapat mengurangi resiko stroke.
Kandungan serat pangan pada rebung adalah 2,56 % lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran tropis lainnya, seperti kecambah kedelai 1,27 %, ketimun 0,61 % dan sawi 1,01 %. Secara tradisional, Rebung bambu / buluh kuning biasa digunakan sebagai ubat penyakit kuning (Hepatitis A). Rebung bambu / buluh kuning mengandungi hidroksi bemsaldehid, yaitu sejenis fenol yang mirip dengan rantaian silimarin dan kurkumin. Kedua bahan ini berkhasiat sebagai anti racun hati. Gabungan silimarin telah lama dipasarkan sebagai ubat hati. Dari penelitian di Jerman, sari rebung bambu / buluh boleh memperbaiki kerosakan sel hati binatang uji kaji, yang sebelum itu sengaja dirosak dengan racun hati.
2.3. Manfaat Rebung
Pada dasarnya manusia yang mengalami kekurangan serat pada tubuhnya tidak akan mengalami gejala yang spesifik, tidak seperti kekurangan zat-zat lainnya. Namun, tetap saja ketercukupan serat harus terpenuhi dengan baik untuk meningkatkan kinerja metabolisme tubuh.
Bahkan, dalam beberapa penelitian yang dilakukan, telah ditemukan bahwa kekurangan serat ternyata bisa menimbulkan berbagai jenis penyakit. Kekurangan serat bisa menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan pembuluh darah, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, jantung koroner, kanker usus besar (kolon), dan sebagainya.
Serat pangan merupakan senyawa yang berbentuk karbohidrat kompleks dan biasanya banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan, termasuk Rebung. Serat makanan memang tidak bisa dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan, namun diketahui memiliki fungsi yang sangat penting untuk memelihara tingkat kesehatan manusia untuk mencegah ancaman serangan berbagai jenis penyakit dan merupakan komponen penting dalam terapi gizi. Bagaimana dengan konsumsi serat penduduk kita? Hanya sekitar 10,5 gram per harinya. Jelas masih kurang karena kebutuhan ideal yang mesti dicukupi ialah sebanyak 30 gram serat setiap harinya. Rebung bisa Anda jadikan sebagai solusi untuk memenuhi ketercukupan serat setiap hari.
Kandungan Kalium dalam Rebung Kurangi Resiko Stroke
Di dalam Rebung terdapat banyak kandungan senyawa mulai dari air (paling banyak sampai 91%), thiamin, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalium, fosfor, besi, dan lainya. Kandungan protein, karbohidrat, dan lemak tidaklah berbeda jauh jika dibandingkan dengan sayuran lainnya. Begitu juga dengan kandungan kalium yang cukup tinggi yakni 533 mg per 10 gramnya. Makanan yang kaya akan kalium, minimal 400 mg, sangat bermanfaat untuk mengurangi resiko stroke. Penderita stroke seringkali didapati mengalami defisiensi mineral ini. Selain itu, orang yang menderita kekurangan kalium, biasanya akan menderita pelunakan otot.
Kandungan Serat dalam Rebung Cegah Berbagai Penyakit
Selain kalium, Rebung juga sangat kaya dengan serat pangan sebanyak 2,56 persen. Kandungan seratnya sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran tropis lainnya seperti Ketimun (0,61%), Sawi (1,01%), Kedelai (1,27%), Pecay (1,58%), dan lainnya.
BAB II
Pembahasan
Rebung selama ini banyak digunakan sebagai sumber pangan bagi manusia. Tetapi masyarakat awam mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa rebung memiliki kandungan senyawa sianida yang cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan dampak yang berbahaya jika tidak diolah dengan benar.
Selain kandungan senyawa sianida, senyawa lain yang memiliki kadar yang cukup tinggi dalam rebung adalah vitamin, mineral, dan serat pangan. Adanya kandungan senyawa-senyawa tersebut memberi nilai plus untuk rebung.
Disamping kandungan senyawa kimiawi yang telah disebutkan diatas, rebung juga dapat berfungsi sebagai appetizer karena rebung memiliki rasa yang manis dan unik serta renyah ketika dimakan.
Dalam industri pangan, rebung biasanya digunakan dalam bentuk tepung. Rebung dapat memberikan keuntungan yang cukup banyak, seperti yang tertera dalam tabel berikut :
Makanan
Keuntungan
Produk bakeri.
Contoh : Pretzel, cone es krim, kue, roti, wafer, tortila.
Meningkatkan hasil adonan dan konsistensi adonan karena kapasitas pengikatan air.
Penurunan kerusakan produk akibat remuk karena berperan dalam mengontrol hilangnya kelembaban dalam makanan berkadar air sedang atau tinggi.
Produk Susu
Contoh : Susu, yoghurt, es krim, keju parut
Perbaikan viskositas dan konsistensi
Stabilizer
Memberi creamy mouthfeel
Produk Daging dan Ikan
Kapasitas retensi air yang baik.
Perbaikan tekstur dan binding.
Kesegaran lebih lama dan lebih sedikit penyerapan lemak dalam produk selama pengolahan.
Minuman Kesehatan
Memperkaya serat
Perbaikan viskositas dan konsistensi
Memberi creamy mouthfeel
Daftar Pustaka
Achmad, Hiskia. 1986. Materi Pokok Kimia II. Jakarta: Karunia.
Anonymous. 2001. Pengaruh Berbagai Cara Pengolahan untuk Mengurangi Sifat Goitrogenik Tiosianat pada Berbagai Bahan Makanan di Daerah Endemik. 1.(online). File://A:\xml_php.htm (Diakses 7 Juli 2004).
Andoko, Agus. 2003. Budi Daya Rebung Bambu. Yogyakarta: Kanisius.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia.
Budiyanto, M.A.K. 2001. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Budiyanto, M.A.K. 2002. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Diah, Kencana. 2001. Perendaman Sebagai Upaya Detoksifikasi HCN pada Rebung Bambu. (online). http://www2.bonet.co.id/dephut/isibek3.htm (Diakses 3 September 2004).
Chongtham, Nirmala, dkk. 2011. Nutritional Properties of Bamboo Shoots : Potential and Prospects for Utilization as a Health Food. Food Science and Food Safety.
Donatus, Imono Argo. 1990. Toksin Pangan. Yogyakarta: Pusata Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gajah Mada. .
Harini, Noor, dkk. 2003. Petunjuk Pratikum Hortikultura. Malang: Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.
Krisdianto. 2001. Jenis Bambu di Indonesia. 1-2. (online). http://morfinet.cbm.net.id/informasi/litbang/teliti/bambu.htm (Diakses 9 September 2004).
Makfoeld, Djarir. 1983. Toksikan Nabati Dalam Bahan Makanan. Yogyakarta: Liberty.