LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI
REAKSI RADIKAL BEBAS PADA ALKENA
Oleh : MUH. NAJMA QOLBY J. 13/351622/PA/15644
Jum’at, 15 Mei 2015 (Sore) Asisten Pembimbing : Niko Prasetyo
DEPARTEMEN KIMIA LABORATORIUM KIMIA KOMPUTASI (AIC) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
REAKSI RADIKAL BEBAS PADA ALKENA I. TUJUAN PERCOBAAN
Mendapatkan informasi tentang regioselektif dari reaksi subtitusi radikal bebas dalam hal stabilisasi zat antara radikal bebas dengan menguji distribusi kerapatan spin dari radikal bebas II. LANDASAN TEORI
Radikal bebas dihasilkan dari reaksi pemutusan ikatan secara homolitik, sehingga elektron ikatan dibebankan oleh masing-masing spesies radikal bebas. Reaksi ini paling banyak terjadi dalam fase gas. Ciri reaksi yang melibatkan radikal bebas adalah menyukai pelarut yang bersifat non-polar, terkatalis cahaya atau adanya senyawa peroksida, tidak bersifat selektif, dan reaksinya berjalan sangat cepat. Reaksi cepat dari radikal ini dapat dihambat dengan senyawa yang bersifat radikal scavenger atau inhibitor. Radikal dapat terbentuk dari reaksi fotolisis, termolisis dan reaksi redoks yang melibatkan perpindahan satu elektron misalnya oleh ion anorganik, logam ataupun elektrolisis. Dalam menentukan radikal bebas, metode yang tepat untuk mendeteksi adalah resonansi spin elektron (ESR) yang memanfaatkan momen magnet permanen suatu radikal akibat spin elektron tak berpasangan yang bersifat paramagnetik. Stabilitas relatif radikal alkil mengikuti urutan sebagai berikut : •CH3 < •CH2R < •CHR 2 < •CR 3 Hal ini menunjukkan kemudahan terjadinya pemutusan homolitik pada alkana prekursornya. Penyetabilan hiperkonjugasi juga memberikan manfaat dalam menstabilkan radikal yang terbentuk. Kemudahan alkil halida tersier dalam membentuk radikal juga dipengaruhi oleh efek pelonggaran tegangan akibat lepasnya satu subtituen. Perbedaan relative kestabilan memang tidak sebesarpada terjadinya karbokation. (Pranowo, 2007) Bila suatu atom saling terikat membentuk molekul, maka melepaskan energi. Sehingga untuk molekul agar terdisosiasi menjadi atom-atomnya harus diberikan energi. Energi disosiasi ikatan adalah suatu energi yang dibutuhkan atau diberikan untuk pemaksapisahan atom hidrogen pada suatu atom karbon. Energi disosiasi ikatan memungkinkaan untuk menghitung kestabilan relatif dari senyawa dan meramalkan sebab-sebab reaksi kimia. Ada dua cara agar ikatan dapat terdisosiasi yakni pemaksapisahan heterolitik dan pemaksapisahan homolitik. Pemaksapisahan heterolitik menghasilkan sepasang ion, sedangkan pemaksapisahan homolitik menghasilkan
atom netral dan gugus atom H yang mengandung elektron tak berpasangan disebut radikal bebas. Radikal bebas biasanya netral secara listrik, karena itu tidak ada tarikan elektrostatik antara radikal bebas, seperti antara ion. Kebanyakan radikal bebas berenergi tinggi, akibatnya radikal bebas tak stabil dan sangat reaktif. (Fessenden, 1982)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nomor Radikal Bebas
Panas Pembentukan (kkal/mol)
Energi Disosiasi (kkal/mol)
1
45.29747157
14348.08390694
2
45.29709411
14348.08390693
3
40.70867702
14348.08391287
4
18.90506224
14348.08394106
5
33.13792102
14348.08392267
Analisis reaksi radikal bebas pada alkena ini mendapatkan bahwa radikal posisi nomor 1 dan 2 memiliki nilai panas pembentukan yang hampir sama. Dengan kesamaan nilai panas pembentukan ini, dapat juga dikatakan bahwa kedua spesies ini dapat dipertukarkan (distinguishable). Nilai yang terbentuk memiliki perbedaan yang sangat kecil sehingga tidak terlalu signifikan dan keadaan atom radikal pada posisi 1 dan 2. Pembentukan radikal memiliki panas pembentukan yang berbeda. Setiap radikal yang terbentuk dengan suatu panas pembentukan dapat dinyatakan sulit atau tidaknya. Semakin kecil nilai panas pembentukan, maka semakin besar kemungkinan terbentuk radikal. Karena radikal dapat terbentuk dari ikatan C-H yang paling lemah. Kemudian dari analisis yang telah dilakukan, diperoleh data dengan panas pembentukan yang terkecil adalah pada radikal posisi nomor 4 dan nilai panas pembentukan yang paling besar adalah pada posisi nomor 1. Hal ini menunjukkan bahwa radikal posisi nomor 4 lebih mudah dan mungkin terbentuk karena hanya membutuhkan sedikit energi panas untuk pemaksapisahan atom H dibanding dengan atom H pada posisi lain. Kemudian jika ditinjau dari energi disosiasinya, semakin besar energi disosiasi yang dimiliki suatu ikatan senyawa, maka semakin sulit terbentuk radikal. Energi disosiasi ini dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut : !"#
!!"#$%"& !
!!!"#$%"& ! ! !!"#$%"& !
! !!"#$%&
Resonansi pada suatu senyawa khususnya senyawa yang dapat melakukan resonansi, dapat terjadi pembentukan radikal yang memanfaatkan momen magnet akibat suatu spin elektron yang tidak berpasangan. Adanya proses resonansi tersebut mengakibatkan delokalisasi elektron yang kemudian dapat menyetabilkan radikal bebas. Jika suatu radikal yang terbentuk memiliki waktu paruh yang kecil, maka teknik resonansi spin elektron ini dapat digunakan untuk mereaksikan radikal. Semakin banyaknya kemungkinan resonansi yang terjadi, maka semakin besar kestabilan suatu radikal bebas. Kestabilan suatu radikal bebas tergantung pada bentuk struktur dan energi dari panas pembentukannya. Dari hasil yaitu pada rantai lurus suatu alkena yang bentuk atom karbonnya menyebidang, sehingga kestabilan dapat juga dipengaruhi oleh delokalisasi 4lectron.
Gambar pada posisi 1
Gambar pada posisi 2
Gambar pada posisi 3
Gambar pada posisi 4
Gambar posisi 5
Gambar tersebut menunjukkan kerapatan spin suatu radikal yang menyatakan terbentuknya isomer pada radikal akibat kerapatan spin elektron di atom C yang akan mengakibatkan resonansi sehingga radikal bebas terstabilkan. Analisis ini juga dimaksudkan untuk mengetahui tentang regioselektif pada radikal bebas sehingga diperoleh bahwa subtitusi yang dapat terbentuk pada radikal bebas ini adalah posisi dimana terjadinya delokalisasi elektron yang paling lemah atau pada posisi paling tidak stabil. IV. KESIMPULAN
Dari hasil yang telah diperoleh pada percobaan, subtitusi regioselektif terjadi pada keadaan yang paling tidak stabil. Kemudian untuk kestabilan radikal dipengaruhi oleh resonansi electron yang berhubungan juga degan panas pembentukan dan energi disosiasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. R. J & Fessenden. J. S, 1982, Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Satu, Erlangga, Jakarta. Pranowo H. D, 2007, Bahan Ajar Kimia Organik Fisik, Kimia UGM, Yogyakarta.