0
KAJIAN TEKNIS ALAT BONGKAR, MUAT, DAN ANGKUT PADA PENAMBANGAN BATUGAMPING DI PT. SEMEN KUPANG ( PERSERO ) NUSA TENGGARA TIMUR
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
ELISABETH N R NIM. 112980047
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JOGJAKARTA 2002
1
A. JUDUL KAJIAN TEKNIS ALAT BONGKAR, MUAT, DAN ANGKUT PADA PENAMBAGAN BATUGAMPING DI PT.SEMEN KUPANG (PERSERO) NUSA TENGGARA TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Cadangan
batugamping di PT. SEMEN KUPANG (PERSERO) Nusa
Tenggara Timur ditambang dengan sistem tambang terbuka (Quarry) guna memen,uhi kebutuhan bahan baku pembuatan semen. Kegiatan utama pada penambangan tersebut terdiri dari pengupasan lapisan tanah penutup, pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan dari lokasi penambangan ke lokasi peremukan (crushing plant). Metode pembongkaran di kuari batugamping PT. SEMEN KUPANG (PERSERO) adalah metode ripping-dozing, yaitu pembongkaran material dengan bantuan ripper (digaru) dan selanjutnya digusur dengan alat buldozer. Penggunaan ripper hanyalah pada penanganan batuan yang agak keras. Masalah yang sering timbul pada kegitan penambangan adalah kesediaan alat mekanis yang tidak bekerja secara optimal. Masalah ini terjadi karena perawatan terhadap alat mekanis yang sangat minim dan tidak terjadwal dengan baik sehingga komponen-komponen alat yang semestinya harus diganti karena rusak tidak langsung diganti, penggunaan waktu yang tidak effisien karena adanya hambatan-hambatan termasuk hambatan waktu saat perbaikan alat. Maka untuk mengetahui sejauh mana masalah diatas dapat teratasi, pengkajian masalah dengan adanya rencana peremajaan alat yaitu tindakan perbaikan dan penggantian komponen-komponen alat dengan tujuan mengembalikan kondisi alat agar mendekati kondisi ketika pertama kali digunakan, diupayakan untuk dapat mencapai target yang menjadi tujan perusahaan.
2
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data masukan guna mengetahui kondisi kerja dan kondisi pengelolaan alat bongkar, muat dan angkut sehingga dapat menilai kesediaan kerja alat mekanis guna tindakan peremajaan alat. D. IDENTIFIKASI MASALAH Permasalahan yang terjadi adalah kondisi alat mekanis yang tidak lagi berproduksi dengan baik atau effisiensi kerjanya menjadi menurun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenyataan produksi yang tidak lagi mencapai target yang diharapkan. Cara pendekatan masalah adalah dengan mengevaluasi kemampuan kesediaan mekanis daripada alat bongkar,muat dan angkut atau disebut dengan penataan manajemen alat. Penataan manajemen alat bertujuan agar alat dapat berproduksi baik dengan jam rusak serendah mungkin dan biaya operasi alat seminimal mungkin, meliputi penyediaan alat sesuai jumlah yang dibutuhkan, penetuan jadwal kerja, perawatan, perbaikan, dan peremajaan alat. E. PENYELESAIAN MASALAH I. Pendekatan Dasar Teori Langkah-langkah dalam pemilihan alat-alat mekanis adalah : 1. Analisa tempat kerja Medan kerja sangat berpengaruh sekali, karena apabila medan kerja buruk akan mengakibatkan peralatan mekanis sulit untuk dapat dioperasikan secara optimal. Kondisi suatu medan kerja tercipta oleh keadaan alam dan jenis material yang ada didalamnya seperti ketinggian tempat kerja serta sifat fisik dari material itu sendiri. Sifat fisik material berpengaruh besar terhadap pengoperasian alat-alat, terutama dalam menentukan jenis alat yang akan digunakan dan taksiran kapasitas produksinya serta perhitungan volume pekerjaan. Beberapa sifat fisik material yang perlu diperhatikan dalam pemilihan peralatan adalah :
3
a. Pengembangan dan penyusutan ( swell factor ) Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan yang berupa penambahan atau pengurangan volume material, apabila material tersebut diganggu dari bentuk aslinya ( dibongkar, diangkut atau dipadatkan ). Untuk menghitung swell faktor digunakan rumus 4) : - Faktor pengembangan (Swell Factor) SF
Volume bank 100 0 0 Volume loose
pengembangan volume suatu material perlu diketahui, karena yang diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada ‘bank volume’ sedangkan material yang ditangani (dimuat dan diangkut) adalah material yang sudah mengembang ( loose volume ). - Faktor penyusutan (Shrinkage factor) Volume compact Sh 1 Volume loose
100 0 0
dimana : V bank
: volume material dalam keadaan asli ( BCM )
V loose
: volume material dalam keadaan lepas ( LCM )
V compact
: volume material dalam keadaan padat ( CCM )
4)
Angka menunjukkan daftar urut pustaka
b. Jenis Material Jenis material akan menentukan besarnya produksi alat dan cara pengoperasiannya,
karena
hal
ini
berhubungan
dengan
factor
pengembangan material dan factor pengisian mangkuk (bucket) atau bilah (blade). Berikut jenis material dapat dilihat pada tabel 1berdasarkan bobot isi dan faktor pengembangannya.
Tabel 1 Klasifikasi Material Menurut Bobot Isi dan Faktor Pengembangan
4
Macam Material Tanah Liat Kering Tanah Liat Basah Tanah Biasa Kering Tanah Biasa Basah Tanah Biasa Bercampur Pasir dan Kerikil Kerikil Kering (Gravel) Kerikil Basah (Gravel) Andesit Hasil Peledakan Lumpur PasirKering Pasir Basah
Bobot Isi (Ton/BCM) 1,50 1,80 – 2 1,80 2,20 2,03
Faktor Pengembangan (%) 0,85 0,82 – 0,80 0,85 0,85 0,9
2,10 2,40 2,71 1,40 – 1,90 1,40 – 2,10 2,10 – 2,40
0,89 0,88 0,63 0,83 0,89 0,88
c. Berat material Berat adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap material. Kemampuan alat mekanis untuk melakukan pekerjaan seperti mendorong, mengangkat, menarik, mengangkut dan lainnya sangat dipengaruhi oleh berat material tersebut. Pada umumnya setiap alat berat mempunyai batasan kapasitas, volume tertentu. Berat material akan berpengaruh terhadap volume yang diangkat atau didorong dan biasanya dihitung dalam keadaan asli atau lepas. d. Kohesivitas material Kohesivitas material adalah daya lekat atau kemampuan saling mengikat diantara butir-butir material itu sendiri. Material dengan kohesivitas tinggi akan mudah menggunung. Jadi apabila material ini berada pada suatu tempat, akan munjung. Volume material yang menempati ruangan ini akan ada kemungkinan bisa melebihi volume ruangan. Kohesivitas ini berhubungan dengan daya dukung tanah, dimana semakin tinggi kohesivtas semakin tinggi pula daya dukung tanah. e. Daya dukung tanah Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung alat yang berada diatasnya. Apabila suatu alat berada diatas tanah, maka alat tersebut akan memberikan “Ground Pressure”, sedangkan perlawanan yang akan
5
diberikan tanah adalah “Daya Dukung”. Jika daya dukung relatif lebih kecil maka alat tersebut akan terbenam. Daya dukung tanah dapat dirumuskan sebagai berikut 7) : q = c Nc + DNq + 1/2 BN dimana : q : daya dukung keseimbangan B : lebar jejak ban luar alat D : dalamnya jejak ban terhadap tanah : berat isi tanah c : kohesi f.Kekuatan material Material yang keras akan lebih sukar untuk dikoyak, digali atau dikupas oleh alat mekanis. Hal ini akan menurunkan produktivitas alat. Material yang umumnya keras adalah batu-batuan (beku, sedimen atau metamorf ) Karena perbedaan kekarasan dari material yang akan digali sangat bervariasi, maka sering dilakukan penggolongan berdasarkan mudah sukarnya digali. Berikut pada tabel 2 pengklasifikasian material berdasarkan skala kekerasan dan kuat tekan material Tabel 2 Klasifikasi Material Menurut Skala Kekerasan dan Kuat Tekan Klasifikasi Material Sangat Keras (Very hard digging) Keras (Hard digging) Agak Keras (Medium hard digging) Lunak (Easy digging)
Skala Kekerasan Moh’s +7 6–7 4,5 - 6 1 – 4,5
Kuat Tekan (Mpa) + 200 120 -200 60 – 120 10 – 60
g. Keadaan jalan angkut Pemilihan alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh jarak yang dilalui. Fungsi jalan adalah untuk menunjang operasi tambang terutama dalam kegiatan pengangkutan. Secara geometri yang perlu diperhatikan dan dipenuhi dalam penggunaan jalan angkut 6) : -
Lebar jalan angkut
6
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau lebih menurut “Asho Manual Rural High-Way” pada jalan lurus adalah : L(m) = N . Wt + (N+ 1)(1/2 . Wt) dimana :
-
L(m)
: lebar minimum jalan angkut (meter)
N
: jumlah jalur
W(t)
: lebar alat angkut (meter)
Lebar jalan angkut pada belokan Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada jalur lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung dengan mendasarkan pada : i. Lebar jejak ban Lebar juntai atau tonjolan alat angkut bagian depan dan belakang saat membelok. W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C Z
U Fa Fb 2
dimana : W
: lebar jalan angkut pada tikungan (meter)
U
: jarak jejak roda (meter)
Fa
: lebar juntai depan (meter)
Fb
: lebar juntai belakang (meter)
Z
: lebar bagian tepi jalan (meter)
C
: total lateral clearance (meter)
ii. Jari-jari tikungan Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi kendaraan atau alat angkut yang digunakan, dimana jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan sudut sama terhadap sudut penyimpangan roda depan, persamaannya sebagai berikut :
7
R
W sin
dimana : R
: jari-jari tikungan jalan angkut (meter)
W
: jarak antara poros depan dan belakang (meter)
: sudut penyimpangan roda depan (derajat)
h. Curah hujan dan waktu yang tersedia Dalam memilih alat-alat mekanis harus diperhatikan pula adalah iklim dan curah hujan, hal ini perlu untuk mengetahui sampai batasan mana landasan kerja bila terkena air hujan akan rusak atau tidak, dan untuk mengetahui jumlah hari kerja yang benar-benar tersedia didaerah bersangkutan. 2. Penambangan Penambangan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi yang ada, misalnya letak endapan, lebar jenjang, tinggi jenjang. 3. Jenis alat dan sistem kerja yang digunakan Sistem kerja dan jenis alat yang digunakan disesuaikan dengan kondisi kerja yang ada, karena jika tidak sesuai akan menyebabkan berkurangnya produktivitas. 4. Memeperkirakan kapasitas produksi alat bongkar, muat dan angkut a. Kemampuan nyata -
Alat bongkar (bulldozer) Qi
-
KB x 60 xFK LCM / jam Ct
Alat garu (ripper) Qi
LK x KP x j x 60 x FK LCM / jam Ct
8
Produksi gabungan alat garu dan alat bongkar Q gab
-
Q gr x Q bk LCM / jam Q gr Q bk
Alat muat Qi
-
KM x 60 x FK LCM / jam Ct
Alat angkut ( Dump truck ) Qi
KM x 60 x FK LCM / jam Ct
dimana : Qi : kemampuan produksi ( m3/jam ) Qgab : produksi gabungan ( m3/jam ) Qgr : produksi alat garu /ripper ( m3/jam ) Qbk : produksi alat bongkar / bulldozer ( m3/jam ) Ct
: waktu edar (menit) =jarak kerja / kecepatan maju + jarak kerja/kecepatan mundur + waktu tetap
KB : kapasitas bilah ( m3 ) = lebar x (tinggi)2 x faktor bilah KM : kapasitas mangkuk ( m3 ) = lebar x (tinggi)2 x faktor mangkuk FK : Faktor Koreksi = Eff. Waktu x Eff. Kerja x Eff. Operator LK : lebar permuka kerja (meter) KP : kedalaman penetrasi gigi-gigi ripper (meter) j
: jarak penggaruan (meter)
b. Effesiensi Kerja (E) Produktivitas dari suatu alat yang diperlukan adalah produktivitas standart dari alat tersebut dalam kondisi ideal dikalikan dengan suatu faktor. Faktor ini dinamakan effisiensi kerja. Effisiensi kerja alat adalah
9
perbandingan antara waktu produktif dengan waktu kerja yang tersedia. Berikut berdasarkan pengalaman dapat ditentukan effisiensi kerja yang mendekati kenyataan pada table 3, (Rochmanhadi, Dept. Pekerjaan Umum). Tabel 3 Effisiensi kerja Kondisi Operasi Alat
Pemeliharaan Mesin Baik sekali
Baik sekali Baik Sedang Buruk Buruk sekali
Baik
0,83 0,76 0,72 0,63 0,52
Sedang
Buruk
Buruk sekali
0,76 0,71 0,65 0,57 0,47
0,70 0,65 0,60 0,52 0,42
0,63 0,60 0,54 0,45 0,32
0,81 0,75 0,69 0,61 0,50
5. Estimasi jumlah alat yang diperlukan Untuk dapat mengestimasikan jumlah alat yang diperlukan, maka harus diketahui terlebih dahulu : a. volume pekerjaan, dinyatakan dalam m3/ton b. waktu penyelesaian pekerjaan, dinyatakan dalam jam kerja c. taksiran kapasitas produksi alat yang digunakan, dinyatakan dalam m3/jam atau ton/jam. Dari ketiga data tersebut maka dapat dihitung jumlah alat yang diperlukan, dengan memasukkan kepersamaan 2) : N
Vp Wp Kp
Tvp
atau N Kp
dimana : Vp
: volume pekerjaan
Wp
: waktu penyelesaian
Tvp
: target volume pekerjaan ( Tvp = Vp/Wp )
Kp
: kapasitas produksi alat
10
6. Keserasian kerja alat bongkar, muat dan alat angkut Untuk menilai keserasian kerja alat muat dan alat angkut digunakan penilaian meliputi 1): - Penyesuaian berdasarkan spesifikasi teknik alat, yaitu tinggi penumpahan alat muat harus lebih tinggi dari alat angkut dan perbandingan volume ideal alat muat sekitar 1/4 sampai 1/5 dari volume alat angkut. - Penyesuaian berdasarkan nilai faktor keserasian ( Macth Factor ), faktor keserasian merupakan persamaan matematis yang dguanakan untuk menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat gali, muat dan alat angkut. Faktor keserasian dihitung dengan menggunakan rumus : MF
Jumlah alat angkut x Waktu satu kali pengisian Jumlah alat muat x Waktu edar alat angkut
Adapun cara menilainya adalah : a. MF < 1 , artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena menunggu alat angkut yang belum datang. b. MF = 1 , artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehigga tidak terjadi waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut. c. MF > 1 , artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut. Dengan keserasian kerja alat bongkar, muat dan angkut maka dapat menekan waktu tunggu daripada alat angkut yang berpangaruh langsung terhadap pencapaian produksi. 7. Kesediaan Alat Salah satu hal yang terpenting dalam pengaturan peralatan mekanis dalam pengoperasiannya adalah mengenai kesediaan mekanis dari alat tersebut. Beberapa pengertian yang menunjukkan tingkat kesediaan alat mekanis sebagai berikut 3): a. Kesediaan Mekanik (Mechanical Avaibility, MA).
11
Kesediaan mekanik (MA) ini menunjukkan secara nyata kesediaan alat karena adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari kesediaan mekanik (MA) sebagai berikut : MA
W x 100% W R
dimana : W : jumlah jam kerja alat, yaitu waktu dibebankan kepada seorang operator suatu alat yang dalam kondisi dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap waktu hambatan yang ada, seperti waktu untuk pulang pergi ke permuka kerja, waktu pelumasan dan pengisian bahan bakar, dan waktu hambatan akibat cuaca. R : jumlah jam perbaikan, yaitu waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan pencegahan. b. Kesediaan Fisik ( Physical Availability, PA ) Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan dalam beroperasi. Faktor ini meliputi adanya pengaruh dari segala waktu akibat permasalahan yang ada. Persamaan dari keadaan fisik (PA), sebagai berikut : PA
W S x 100% W RS
dimana : S : jumlah jam menunggu alat, yaitu jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal alat baik dan dalam keadaan siap beroperasi. T:W+R+S
12
Adalah jumlah jam yang tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi. Kesediaan fisik (PA) pada umumnya selalu lebih besar daripada kesediaan mekanik (MA). Tingkat effesiensi dari sebuah alat mekanis baik, jika angka kesediaan fisik (PA) mendekati angka kesediaan mekanik (MA) c. Kesediaan Pemakaian ( Use of Availability ) Menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan. Persamaan dari kesediaan pemakaian (UA), sebagai berikut : UA
W x 100% W S
Angka dari kesediaan pemakaian (UA) biasanya dapat memperhatikan seberapa efektif suatu alat yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan peralatan yang dipergunakan. d. Penggunaan Efektif (Effective Utilization, EU) Menunjukkan beberapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk
bekerja
produktif.
Penggunaan
efektif
(EU)
sebenarnya sama dengan pengertian effisiensi kerja. Persamaan dari penggunaan effektif (EU) sebagai berikut : EU
W x 100% W RS
8. Manajemen Alat Manajemen alat adalah suatu penataan yang bertujuan agar alat dapat berproduksi baik dengan jam rusak serendah mungkin dan biaya operasi alat seminimal mungkin. Manajeman alat meliputi penyediaan alat sesuai jumlah yang dibutuhkan, penetuan jadwal kerja, perawatan, perbaikan, dan peremajaan alat.
13
a). Perawatan Perawatan adalah usaha untuk menjaga kemampuan alat yang dilakukan pada saat alat masih dapat bekerja dengan baik. Perawatan (maintenance) itu sendiri terbagi menjadi 3, yaitu 5) : 1.
Perawatan Terjadwal Perawatan yang harus dilakukan berdasarkan jadwal yang ditentukan . Ada dua sistem pengaturan jadwal perawatan terhadap alat, yaitu : -
Sistem Kalender Dilakukan dengan interval mingguan, bulanan, ataupun tahunan,. Metode ini tepat untuk operasi dengan jam operasi alat rata-rata yang tetap dan kurang tepat diterpkan pada kegiatan yang memiliki jam operasi alat yang tidak tetap.
-
Sistem Pedoman Hourmeter Penentuan dengan hourmeter biasanya berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh pabrik pembuat alat. Pedoaman ini tepat diterapkan pada kegiatan dengan jam operasi ala tang tetap maupun tidak tetap. Namun jika unit yang dimiliki cukup banyak maka akan kesulitan dalam pelaksanaannya karena banyak waktu yang terbuang jika harus melaksanakan perawatan untuk beberapa unit sekaligus yang kebetulan telah mncapai nilai hourmeter yang sama. Perlakuan terhadap alat yang dilakukan dalam perawatan terjadwal antara lain adalah pelumasan bagian-bagian mesin, penggantian komponenkomponen sekunder.
2. Perawatan Koreksi Perawatan yang bersifat memantau kondisi alat setiap kali alat akan ataupun selesai digunakan. Perawatan koreksi merupakan perawatan harian yang harus dilakukan bersama-sama antara operator dengan ahli mesin. Perawatan ini bertujuan, agar apabila ditentukan kelainan pada unit dapat segera dicegah sedini
14
mungkin sehingga tidak berkembang menjadi kerusakan yang parah. 3. Perawatan Pencegahan Serangkaian uji dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap alat yang beroperasi berdasarkan hasil laporan operator mengenai kelainan pada alat, ketika bersama-sama ahli mesin melakukan perawatan koreksi sewaktu alat selesai digunakan. Perawatan pencegahan juga dilakukan menyesuaikan kondisi alat maupun kondisi cuaca, misalnya : -
pada musim kemarau mesin harus lebih sering mengalami pelumasan meskipun belum jatuh tempo perawatan terjadwal.
-
tekanan ban harus lebih sering diperiksa agar kenaikannya dapat terkontrol dan lain-lain.
Penanganan yang dilakukan antara lain : -
pengambilan sampel oli untuk mengukur tingkat keausan,
-
pengukuran kekuatan tekanan hidrolik,
-
pemeriksaan under carriege (alat angkut),
-
pelumasan di luar perawatan terjadwal dan lain-lain tanpa melakukan penggantian baik terhadap komponen utama maupun komponen sekunder alat.
b). Perbaikan Perbaikan adalah penanganan yang dilakukan terhadap alat yang rusak dan tidak dapat digunakan. Dimana kerusakan yang terjadi pada alat bersifat mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Secara garis besar, perbaikan dibagi atas dua yaitu : -
Perbaikan ringan pelaksanaan perbaikan terhadap masalah-masalah yang ringan dan memrlukan waktu cepat untuk penganannya.
-
Perbaikan berat Pelaksanaan perbaikan terhadap masalah-masalah berat yang memerlukan waktu pengerjaan yang lama, penyediaan suku
15
cadang yang sulit dijumpai di pasaran, serta membutuhkan peralatan dan mekanik khusus. c). Peremajaan ( Overhaul ) Peremajaan adalah penanganan yang meliputi perbaikan, dan penggantian yang dilakukan terhadap komponen alat (baik komponen utama, komponen sekunder maupun perangkat kerja) yang dinilai kemampuannya telah menurun atau di bawah standart yang ditentukan. Peremajaan biasanya diawali dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap seluruh komponen alat. Penanganan ini dilakukan meskipun komponen-komponen tersebut masih berfungsi atau unit masih dapat menjalankan fungsinya (tidak rusak). Peremajaan yang biasanya dilkukan adalah peremajaan standart, yaitu penggantian yang dilakukan terhadap suatu komponen setelah komponen ini bekerja untuk suatu jumlah jam operasi tertentu. Jumlah jam operasi tersebut biasanya ditentukan oleh pabrik pembuat. Tujuan dilakukannya peremajaan standart secara tepat sesuai dengan ketentuan pabrik pembuat adalah : -
Menghindari jam rusak yang tinggi
-
Persiapan pengadaan suku cadang terutama suku cadang yang langka
-
Persiapan peralatan mekanik
-
Alokasi dana sesuai dengan jadwal.
II. Pencatatan Data Dalam pencatatan data disini meliputi antara lain : a. Data lokasi /daerah penambangan - iklim dan curah hujan - litologi dan stratigrafi - kondisi medan kerja
16
b. Data untuk perhitungan - jumlah hari kerja dan jam kerja - target produksi - volume batugamping yang digali - spesifikasi alat - kapasitas produksi alat - waktu penyelesaian pekerjaan c. Data pendukung Data-data yang dapat mendukung data-data lapangan guna menganalisa permasalahan yang ada untuk mencari alternatif penyelesaian masalah. Data pendukung dapat diambil antara lain dari laporan eksplorasi, brosur-brosur dari perusahaan, data dari instansi terkait dan dari literatur-literatur. d. Analisa data Data-data yang telah diperoleh selanjutnya diolah atau diterapkan dengan menggunakan rumus-rumus, tabel, grafik.
F. JADWAL KEGIATAN
Waktu No Kegiatan 1 Studi Pustaka
Agustus September Oktober November 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2 Pengamatan 3 Pengambilan Data 4 Pengolahan Data 5 Pembuatan Draft G. RANCANGAN DAFTAR ISI RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR
17
DAFTAR TABEL Bab I.
PENDAHULUAN
II.
TINJAUAN UMUM 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
III.
Lokasi dan kesampaian daerah Iklim dan Curah Hujan Keadaan Geologi Karakteristik Batugamping Target Produksi Kegiatan Penambangan
DASAR TEORI
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan Alat Mekanis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Alat Managemen Alat IV.
KONDISI TEMPAT KERJA KUARI BATUGAMPING 4.1 4.2 4.3
V.
PEMBAHASAN 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6
VI.
Kondisi tempat kerja Produksi alat bongkar, muat, angkut Manajemen Alat
Target produksi Analisis Tingkat Penggunaan Alat Analisis Kesediaan Alat Analisi Kesediaan Mekanik Alat Jumlah Alat yang Diremajakan Peremajaan Alat
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 6.2
Kesimpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
18
H. DAFTAR PUSTAKA 1. Kenedy Bruce A. (1990), Surface Mining, SMNE, Lettleton, Colorado, 724-728, 746-747. 2. Prodjosumarto P.(1986), Tambang Terbuka, Jurusan Teknik Fakultas Teknologi Mineral, ITB, Bandung,.
Pertambangan,
19
3. Prodjosumarto P. (1994), Jalan Angkut Tambang, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Direktorat Pembinaan Pengusaha Pertambangan, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan. 4. Rochmanhadi (1992), Alat-alat Berat dan Penggunaannya, Cetakan IV, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 5. Ronald M Hayes and Association Coal Age (1987), Engineering Journal’s Seminar, Modern Mine Material Handling, Mc-Graw Hill Publication, 97-102, 321-326. 6. Suyono (1993), Beberapa Geometri Penting Yang Akan Mempengaruhi Keadaan Jalan Angkut pada Tambang Terbuka, Edisi November, BTM No.79. 7. Wesley LD (1977), Mekanika Tanah, Cetakan IV, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta,.