PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO PADA WADUK SIDODADI GLENMORE BANYUWANGI
SKRIPSI
oleh MIFTAH LUTHFI NIM 121910301108
PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2016
PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO PADA WADUK SIDODADI GLENMORE BANYUWANGI
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Teknik Sipil (S1) dan mencapai gelar Sarjana Teknik
Oleh: MIFTAH LUTHFI NIM 121910301108
PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2016
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) adalah alternatif sumber energi listrik bagi masyarakat. Disaat sumber energi lain mulai menipis dan memberikan dampak negatif, maka air menjadi sumber energi yang penting karena dapat dijadikan sumber energi pembangkit listrik yang murah dan tidak menimbulkan polusi. Selain itu, Indonesia kaya sumber daya air sehingga sangat berpotensi untuk memproduksi energi listrik yang banyak. Di Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi dibangun embung Sidodadi pada Perkebunan Kalirejo untuk menampung air hujan dan air sungai Manggis untuk mengairi kebun tebu yang ada di wilayah Glenmore dengan luas 240,621 ha. Selain itu, waduk Sidodadi dibangun untuk tempat wisata alam yang membutuhkan energi listrik untuk kebutuhan operasional. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari instalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Dengan melihat keadaan Perkebunan Kalirejo yang membutuhkan energi listrik, merupakan alasan mendasar untuk memanfaatkan potensi air sungai Manggis menjadi sumber pembangkit listrik yang diharapkan dapat menyuplai energi listrik untuk area perkebunan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah Aji Saka Dwi Ramdhani dengan judul “Studi Perencanaan PLTMH 1x12 kW sebagai Desa Mandiri Energi di Desa Karangsewu, Cisewu, Garut, Jawa Barat”, Ramli Kadir dengan judul “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ”, Dody Andri Setyawan dengan judul “Kajian Potensi Sungai Curuk Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Di Padukuhan Gorolangu, Kab. Kulon Progo, Yogyakarta”.Untuk itulah dalam tugas akhir ini penulis akan membahas tentang Perencanaan Bangunan Sipil Pembangkit Listrik Tenaga M ikro
Hidro (PLTMH) di Embung Sidodadi Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangiz.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penulisan ini adalah : 1. Berapa debit yang dihasilkan dari aliran sungai Manggis yang bisa digunakan untuk PLTMH? 2. Bagaimana desain saluran pengambilan,saluran pembawa, bak pengendap, bak penenang, pipa pesat, rumah pembangkit, saluran pembuang untuk PLTMH?
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pada penulisan ini ada lah : 1. Mengetahui debit yang dihasilkan dari aliran sungai Manggis yang bisa digunakan untuk PLTMH. 2. Mengetahui desain saluran pengambilan,saluran pembawa, bak pengendap, bak penenang, pipa pesat, rumah pembangkit, saluran pembuang untuk PLTMH.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan : 1. Mampu mendesain bangunan sipil berupa saluran pengambilan,saluran pembawa, bak pengendap, bak penenang, pipa pesat, rumah pembangkit, saluran pembuang pada PLTMH. 2. Sebagai bahan acuan pembelajaran ilmu tentang perencanaan bangunan sipil PLTMH.
1.5 Batasan masalah
Lingkup penelitian ini hanya meliputi : 1. Perencanaan hanya sebatas bangunan sipil PLTMH (saluran pengambilan, bak pengendap, bak penenang, pipa pesat, rumah pembangkit dan saluran pembuang). 2. Tidak membahas terkait AMDAL dan Analisis Ekonomi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA`
2.1 Umum
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), mempunyai kelebihan dalam hal biaya operasi yang rendah jika dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), karena minihidro memanfaatkan energi sumber daya alam yang dapat diperbarui, yaitu sumber daya air (Endardjo dkk, 1998). Dengan ukurannya yang kecil penerapan mikro hidro relatif mudah dan tidak merusak lingkungan. Rentang penggunaannya cukup luas, terutama untuk menggerakkan peralatan atau mesin-mesin yang tidak memerlukan persyaratan stabilitas tegangan yang akurat (Endardjo dkk, 1998). Analisa hidrologi sangat diperlukan dalam merencanakan pembangkit listrik mikrohidro, yaitu untuk menentukan debit andalan dan debit pembangkit yang diperlukan untuk menentukan kapasitas dan energi yang dihasilkan oleh PLTMH tersebut.
2.2 Debit Andalan
Guna mendapatkam kapasitas PLTMH, tidak terlepas dari perhitungan berapa banyak air yang dapat diandalakan untuk membangkitkan PLTMH. Debit anadalan adalah debit minimum (terkecil) yang masih dimungkinkan untuk keamanan operasional suatu bangunan air, dalam hal ini adalah PLTMH. Debit minimum sungai dianalisis atas dasar debit hujan sungai. Dalam perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ini, dikarenakan minimalnya data maka metode perhitungan debit andalan menggunakan metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J.Mock (KP.01,1936). Dengan data masukan dari curah hujan di Daerah Aliran Sungai, evapotranspirasi, vegetas i dan karakteristik geologi daerah aliran. Metode ini menganggap bahwa air hujan yang jatuh pada daerah aliran(DAS) sebagian akan menjadi limpasan langsung dan sebagian akan masuk
tanah sebagai air infiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah sudah terlampaui, maka air akan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi. Debit andalan untuk Perencanaan PLTMH ini didapat dari hasil per hitungan yang dilakukan oleh Abdul Kholiq Abrori pada skripsinya dengan judul “Pemodelan Hujan Aliran Menggunakan Metode MOCK pada S ub DAS Kali Manggis Banyuwangi” yang dilanjutkan dengan perhitun gan menggunakan FDC.
2.3 Kurva Durasi Aliran (Flow Duration Curve)
Flow Duration Curve (FDC) adalah suatu grafik yang memperlihatkan debit sungai selama beberapa waktu tertentu dalam satu tahun. Duration Curve digambarkan dari data-data debit sekurang-kurangnya 10 tahun agar dapat memberikan informasi yang bisa digunakan. Dari 10 data debit diurutkan dari terkecil ke terbesar kemudian dicari probabilitasnya untuk mengetahui tahun kering, normal, dan basah. Setelah diketahui tahun kering fdilanjutkan dengan pengurutan bulan di tahun tersebut dari debit terkecil ke terbesar juga dan dicari probabilitasnya untuk mendapatkan kurva debit prediksi . Data probabilitas menghasilkan data debit prediksi yang nantinya untuk menentukan debit rencana PLTMH yang berbentuk kurva yang parameternya berupa debit dan prosentase probabilitas.
2.4 Tinjauan Teknis 2.4.1 Pengertian dan prinsip PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah suatu bentuk perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya (power) yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut (Arismunandar dan Kuwahara, 1991) : P = 9,8 x Heff x Q (kW) Dimana : P
= Tenaga yang dikeluarkan secara teoritis
H
= Tinggi air jatuh efektif (m)
(2.1)
Q
= Debit Pembangkit (m3/det)
9,8
= Percepatan gravitasi = 9,81m/s2
Sebagaimana dapat dipahami dari rumus tersebut di atas, daya yang dihasilkan adalah hasil kali dari tinggi jatuh dan debit air, oleh karena itu berhasilnya pembangkitan tenaga air tergantung dari pada usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. Pada umumnya debit yang besar membutuhkan fasilitas dengan ukuran yang besar misalnya, bangunan ambil air (intake), saluran air dan turbin (Arismunandar dan Kuwahara, 1991).
2.4.2 Penentuan Tinggi jatuh Efektif
1. Jenis saluran air Tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari permukaan air pada pengambilan sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan tinggi pada saluran air (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Tinggi jatuh penuh (Full head) adalah tinggi air yang bekerja efektif pada turbin yang sedang berjalan. Untuk jenis saluran air, bila d iketahui permukaan air pada bangunan pengambilan dan saluran bawah serta debit air, maka tinggi jatuh efektif kemudian dapat ditentukan, dengan dasar pertimbangan ekonomis. Misalnya, bila kehilangan tinggi jatuh air dapat dikurangi dengan memperbesar penampang saluran air atau memperkecil kemiringannya, maka tinggi jatuh dapat digunakan dengan efektif (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). 2. Jenis waduk atau waduk pengatur Jika naik turunnya permukaan air waduk sudah dapat ditentukan, maka tinggi jatuh efektif maksimum dan minimum dapat ditentukan seperti diuraikan diatas, sesuai dengan permukaan air waduk dalam keadaan maksimum dan minimum. Namun apabila naik turunnya permukaan air yang ada sangat besar, perlu dip erhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Tinggi jatuh normal Ini adalah tinggi jatuh efektif yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan tenaga yang dihasilkan atau efisiensi dari turbin. Pada umumnya turbin dapat bekerja dengan efisiensi maksimal pada tinggi jatuh ini. b) Perubahan tinggi jatuh Kapasitas efektif waduk dan naik turunnya permukaan air waduk ditentukan berdasarkan atas daya puncak yang dihasilkan dan lamanya hal ini berlangsung ; hal ini disesuaikan dengan hubungan antara penyediaan dan kebutuhan tenaga, rencana penyediaan tenaga pada musim kemarau, pemanfaatan air banjir, dan lain-lain.
2.4.3 Penentuan Debit Turbin
1. Debit maksimum Debit maksimum turbin ditentukan sedemikian rupa sehingga biaya konstruksinya menjadi minimum berdasarkan lengkung debit sepuluh tahu n terakhir atau lebih. Nilainya pada umumnya dua kali debit dalam musim kemarau (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). 2. Jumlah air pasti Jumlah air pasti (firm water quantity) adalah jumlah air yang pasti dapat dimanfaatkan sepanjang tahun. Ini diperoleh dari jumlah air dalam musim kering dikurangi dengan jumlah air yang dialirkan dibagian hilir untuk
keperluan
pengairan,
perikanan,
(Arismunandar dan Kuwahara, 1991).
pariwisata,
dan
lain-lain
2.5 Klasifikasi PLTA 2.5.1 Penggolongan Berdasarkan Tinggi Terjunan (Arismunandar dan Kuwahara, 1997).
Pusat listrik jenis terusan air (water way) adalah pusat listrik yang mempunyai tempat ambil air (intake) di hulu sungai, dan mengalirkan air ke hilir melalui terusan air dengan kemiringan (gradient) yang agak kecil. Tenaga listrik dibangkitkan dengan memanfaatkan tinggi terjun dengan kemiringan sungai tersebut. Jenis bendungan (dam) adalah jenis pusat listrik dengan bendungan yang melintang sungai guna menaikan permukaan air dibagian hulu bendungan dan membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan tinggi terjun yang diperoleh antara disebelah hulu dan hilir sungai. Pusat listrik jenis bendungan dan terusan air merupakan jenis gabungan dari kedua jenis tersebut diatas. Jenis ini membengkitkan tenaga listrik dengan menggunakan tinggi terjun yang didapat dari bendung dan terusan.
2.5.2 Penggolongan Menurut Aliran Air
Pusat listrik jenis aliran sungai langsung (run of river) kerap kali dipakai pada pusat listrik jenis saluran air. Jenis ini membangkitkan tenaga listrik dengan memanfatkan aliran air sungai itu sendiri secara alamiah. Pusat listrik dengan kolam pengatur (regulating pond) mengatur aliran sungai setiap hari atau setiap minggu dengan menggunakan kolam pengatur yang dibangun melintang sungai dan membangkitkan tenaga listrik sesuai dengan perubahan beban. Pusat listrik jenis waduk (reservoir) mempunyai sebuah bendungan besar yang dibangun melintang. Dengan demikian terjadi sebuah danau buatan, kadang-kadang sebuah danau asli dipakai sebagai waduk. Air yang dihimpun dalam musim hujan dikeluarkan pada musim kemarau, jadi pusat listrik jenis ini sangat berguna untuk pemakaian sepanjang tahun. Pusat listrik jenis pompa (pumped storage) adalah jenis PLTA yang memanfaatkan tenaga listrik yang berlebihan pada musim hujan atau pada saat pemakaian tenaga listrik berkurang pada tengah malam. Pada waktu itu air dipompa ke atas dan disimpan dalam waduk. Jadi pusat listrik jenis ini memanfaatkan
kembali air yang didapat untuk membangkitkan tenaga listrik pada beban puncak pada siang hari.
2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 2.6.1 Perkembangan Pusat Listrik Tenaga Air
Akhir-akhir ini di dunia termasuk negara-negara maju, memperhatikan pembangunan PLTA berkapasitas kecil. Pembagian PLTA dengan kapasitas kecil pada umumnya adalah sebagai berikut (Patty, 1995): 1. PLTA mikro < 100 kW 2. PLTA mini 100 - 999 kW 3. PLTA kecil 1000 - 10000 kW Dengan kemajuan teknis, tinggi = 1 – 1,5 m dapat digunakan dan kapasitas turbin dapat dibuat 4 – 5 kW. Salah satu sebab bagi negara-negara maju membangun PLTA berkapasitas kecil ini adalah harga minyak OPEC yang terus meningkat sekarang ini, di samping berta mbahnya kebutuhan listrik (Patty, 1995). Di Indonesia salah satu program pemerintah adalah listrik masuk desa terpencil di daerah pegunungan, pembangunan PLTA menghubungkan desa ini dengan hantaran tegangan tinggi tidaklah ekonomis. Berdasarkan pertimbangan diambil langkah-langkah berikut dalam perencanaan PLTA mikro hidro untuk suatu daerah pedesaan (Patty, 1995) : 1. Mempelajari bangunan air irigasi (irigasi, drainase dan lain- lain) yang sudah ada di desa tersebut. 2. Meneliti bahan bangunan yang terdapat di tempat serta pendidikan masyarakat desa. 3. Meneliti mesin yang hendak dipakai, lebih baik digunakan mesin yang lebih mahal tetapi memerlukan biaya yang lebih sedikit dan waktu yang lebih singkat untuk reparasi.
2.6.2 Penerapan Teknologi Mikro Hidro
Sekarang ini masih menghadapi berbagai kendala, sehingga baru sebagian kecil dari potensi tenaga air yang ada di daerah irigasi dan sungai-sungai kecil
diseluruh Indonesia yang sudah dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga mikro hidro. Kendala utama yang perlu diatasi dengan sebaik-baiknya adalah bahwa sampai sekarang teknologi mikro hidro belum dapat mencapai nilai komersial yang baik. Mikro hidro masih disebut secara pesanan, sehingga mikro hidro dengan kehandalan tinggi yang disebut dengan teknologi maju membutuhkan biaya investasi awal yang besar. Sebaliknya, mikro hidro yang dibuat dengan menggunakan teknologi sederhana, walaupun tidak membutuhkan biaya investasi awal yang besar, pada umumnya mempunyai kehandalan rendah dan masih memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi untuk menjamin kelangsungan operasinya. Selain itu, mikro hidro yang kehandalannya rendah sering mengalami gangguan pengoperasian yang dapat merugikan konsumen (Endardjo dkk, 1998). Pengembangan rancang bangun mikro hidro standar PU dimaksudkan sebagai upaya standarisasi untuk mengembangkan mikro hidro standar yang mempunyai kehandalan tinggi dengan biaya investasi awal yang layak (Endardjo dkk, 1998).
2.6.3 Rancangan Konsep Rancang Bangun Mikrohidro
Dari hasil studi awal telah dapat disiapkan rancangan konsep rancang standar PU yang masih bersifat sementara dan akan t erus disempurnakan (Endardjo dkk,1998) 1. Konstruksi bangunan sipil
Saluran kolam tandon dan bagian-bagiannya dibuat dari komponenkomponen modular saluran terbuka (U-Ditch) beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi.
Pipa pesat dan bagian-bagiannya dibuat dari komponen- komponen modular
pipa beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi.
Bak penampung belakang, untuk menampung aliran air dari turbin, dibuat dari komponen modular beton pracetak yang diproduksi secara pabrikasi.
Rumah pembangkit merupakan rumah sederhana dengan dinding dari
pasangan bata/batako atau papan dan atap dari seng gelombang yang secara keseluruhan dibangun ditempat.
2. Konstruksi peralatan elektro-mekanik a. Turbin cross flow berikut adaptor pipa pesat dan bagian- bagian lainnya dibuat dari konstruksi besi plat, besi profil dan besi cor secar a pabrikasi. b. Generator
lengkap
dengan
pengatur
tegangan
otomatis
(AVR)
menggunakan produk yang tersedia di pasar. c. Penyelaras daya (kontrol beban) sedang dikaji apakah akan menggunakan sistem pengontrol kecepatan turbin atau sistem pembuang kelebihan daya. d. Panel kontrol (panel daya) menggunakan produk yang tersedia dipasar. Berikut ini dikemukakam beberapa hal pokok yang menjadi fokus perhatian dalam pengembangan rancang bangun mikrohidro standar PU (Endardjo dkk, 1998): 1. Sistem Konstruksi Pemilihan sistem konstruksi dengan komponen- komponen modular yang dibuat secara pabrikasi didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya konstruksi akan dapat ditekan serendah mungkin apabila sebagian besar elemen bangunan/peralatan dibuat secara massal. 2. Kapasitas Daya Mikrohidro Penetapan kapasitas daya maksimum mikrohidro sebesar 50 kW didasarkan pada perkiraan sementara (belum dilakukan studi) bahwa harga komersial mikrohidro yang dapat diterima oleh pasar tidak lebih dari Rp 150.000.000,- dan harga per kW mikrohidro untuk kapasitas daya 50 kW maksimum Rp 3.000.000,- perkiraan kasar harga per kW mikrohidro bersifat sangat sementara karena dalam komponen mikrohidro masih ada kandungan impor.
3. Kapasitas Tinggi Terjun dan Debit Mikrohidro Kapasitas tinggi terjun mikrohidro ditetapkan maksimum 50 m didasarkan pada kemampuan memikul beban tekanan dari komponenkomponen mikrohidro yang sedang dikembangkan. Sedangkan kapasitas tinggi terjun minimum ditetapkan 4 m dimaksudkan untuk membatasi besar
debit mikrohidro agar pada kapasitas daya minimum 10 kW debit mikrohidro tidak lebih dari 500 liter/det.
2.6.4 Komponen Pokok Mikro Hidro
Merupakan komponen yang paling dominan di dalam pembanguan PLTMH. Komponen ini mempengaruhi besarnya biaya pembangunan dan perlu diketahui di setiap daerah Indonesia biaya yang diperlukan sangatlah bervariasi. Skema dari sistem PLTMH dapat dilihat pada gambar d i bawah ini :
Gambar 3.1 Komponen Utama Mikro Hidro (Sumber: Google) Dari gambar di atas, suatu rangkaian PLTMH memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut :
1. Dam/Bendungan Pengalih dan Intake (Diversion Weir and Intake)
Bendung berfungsi untuk menaikkan/mengontrol tinggi air dalam sungai secara signifikan sehingga memiliki jumlah air yang cukup untuk dialihkan ke dalam intake pembangkit mikro hidro di bagian sisi sungai ke dalam sebuah bak pengendap (Settling Basin). Sebuah bendung dilengkapi dengan pintu air untuk membuang kotoran/lumpur yang mengendap. Perlengkapan lainnya adalah penjebak/saringan sampah. PLTMH umumnya merupakan pembangklit tipe run off river sehingga bangunan bendung dan intake dibangun berdekatan. Dengan
pertimbangan dasar stabilitas sungai dan aman terhadap banjir, dapat dipilih lokasi untuk bendung (Weir) dan intake.
Tujuan dari intake adalah untuk memisahkan
air dari sungai atau kolam untuk dialirkan ke dalam saluran, penstock atau bak penampungan. Tantangan utama dari bangunan intake adalah ketersediaan debit air yang penuh dari kondisi debit rendah sampai banjir. Juga sering kali adanya lumpur, pasir dan kerikil atau puing-puing dedaunan pohon sekitar sungai yang terbawa aliran sungai. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi Bendung (Weir) dan Intake, antara lain : a. Jalur daerah aliran sungai Lokasi bendung (Weir) dan intake dipilih pada daerah aliran sungai dimana terjamin ketersediaan airnya, alirannya stabil, terhindar banjir dan pengikisan air sungai. b.Stabilitas lereng yang curam Oleh karena pemilihan lokasi PLTMH sangat mempertimbangkan head, sudah tentu pada lokasi lereng at au bukit yang curam. Dalam mempertimbangkan lokasi bangunan Bendung (Weir) dan Intake hendaknya mempertimbangkan stabilitas sedimen atau struktur tanahnya yang stabil. c. Memanfaatkan fasilitas saluran irigasi yang ada di pedesaan Pemanfaatan ini dapat dipertimbangkan untuk efisiensi biaya konstruksi, karena sudah banyak sungai di pedesaan telah dibangun konstruksi sipil untuk saluran irigasi.
d. Memanfaatkan topografi alami seperti kolam dan lain-lain Penggunaan kealamian kolam untuk intake air dapat memberikan keefektifan yang cukup tinggi untuk mengurangi biaya, disamping itu juga membantu menjaga kelestarian alam, tata ruang sungai dan ekosistem sungai. Yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan kolam dan pergerakan sedimen. e. Level volume yang diambil (Tinggi Dam) dan level banjir
Karena pembangunan bendung/dam inatek pada bagian yang sempit dekat sungai, maka level banjir pada daerah itu lebih tinggi sehingga diperlukan daerah bagian melintang dam yang diperbesar untuk kestabilan. f. Perletakan Intake selalu pada posisi terluar dari lengkungan sungai. Pertimbangan ini dilakukan untuk memperkecil sedimen didalam saluran pembawa. Dan sering kali dibuat pintu air intake untuk melakukan pembilasan sedimen yang terendap dari intake. g. Keberadaan penggunaan air sungai yang mempengaruhi keluaran/debit air. Jika intake untuk pertanian atau tujuan lain yang mengambil air maka akan mempengaruhi debit sungai.
2. Bak Pengendap (Settling Basin)
Fungsi bangunan ini adalah untuk : a. Penyalur yang menghubungkan intake dengan bak pengendap sehingga panjangnya harus dibatasi. b. Mengatur aliran air dari saluran penyalur sehingga harus mencegah terjadinya kolam pusaran dan aliran turbulen serta mengurangi kecepatan aliran masuk ke bak pengendap sehingga perlu bagian melebar. c. Sebagai bak pengendap adalah untuk mengendapkan sedimen dimana untuk detil desainnya perlu dihitung dengan formulasi hubungan panjang bak, kedalaman bak, antara kecepatan pengendap, dan kecepatan aliran. d. Sebagai penimbunan sedimen, sehingga harus didesain mudah dalam pembuangan sedimen. e. Sebagai spillway yang mengalirkan aliran masuk ke bagian bawah dimana mengalir dari intake.
3. Saluran Pembawa (Channel/headrace)
Saluran pembawa mengikuti kontur permukaan bukit untuk menjaga energi dari aliran air yang disalurkan.
4. Bak Penenang (Headtank)
Fungsi dari bak penenang adalah sebagai penyaring terakhir sepert i settling basin untuk menyaring benda-benda yang masih tersisa dalam aliran air, dan merupakan tempat permulaan pipa pesat (penstock) yang mengendalikan aliran menjadi minimum sebagai antisipasi aliran yang cepat pada turbin tanpa menurunkan elevasi muka air yang berlebihan dan menyebabkan arus baik pada saluran. Pemilihan lokasi bak penenang untuk pembangkit listrik skala kecil seringkali berada pada punggung yang lebih tinggi, beberapa yang dapat dipertimbangkan antara lain : a. Keadaan topografi dan geologi sungai. Sedapat mungkin dipilih lokasi dimana bagian tanahnya relatif stabil. Dan jika umumnya terdiri dari batuan keras maka sedapat mungkin dapat mengurangi jumlah pekerjaan penggalian. b. Walaupun ditempatkan pada punggung gunung, dipilih tempat yang relatif datar. c. Mengurangi hubungan dengan muka air tanah yang le bih tinggi.
5. Pipa Pesat (Penstock)
Penstock dihubungkan pada sebuah elevasi yang lebih rendah ke sebuah turbin air. Kondisi topografi dan pemilihan skema PLTMH mempengaruhi tipe pipa pesat (penstock). Umumnya sebagai saluran ini harus didesain/dirancang secara benar sesuai kemiringan (head) sistem PLTMH. Pipa penstock merupakan salah satu komponen yang mahal dalam pekerjaan PLTMH, oleh karena itu desainnya perlu dipertimbangkan terhadap keseimbangan antara kehilangan energi dan biaya yang diperlukan. Parameter yang penting dalam desain pipa penstock terdiri dari material yang digunakan, diameter dan ketebalan pipa serta jenis sambungan yang digunakan. Berdasarkan kondisi topografi yang ada pada lokasi skema sistem PLTMH, beberapa pertimbangan pemilihan lokasi pipa pesat (penstock) antara lain adalah :
a. Topografi yang dilewati memiliki tingkat kemiringan yang memenuhi persyaratan dimana rute pipa pesat harus berada di bawah minimum garis kemiringan hidraulik. b. Stabilitas tanah dari daerah yang dilewati. c. Pemanfaatan jalan yang telah ada atau tersedia.
6. Rumah Pembangkit (Power House)
Sesuai posisinya, rumah pembangkit ini dapat diklasifikasikan kedalam tipe di atas tanah, semi di bawah tanah, di bawah tanah. Sebagian besar rumah pembangkit PLTMH adalah di atas tanah. Untuk pertimbangan desain rumah pembangkit, perlu dipertimbangkan : a. Lantai rumah pembangkit dimana peralatan PLTMH ditempatkan, perlu memperhatikan kenyamanan selama operasi, mengelola, melakukan perawatan dimana terjadi pekerjaan pembongkaran dan pemasangan peralatan. b. Memiliki cukup cahaya masuk untuk penerangan di siang hari dan adanya ventilasi udara. c. Kenyamanan jika operator berada didalamnya seperti untuk melakukan pengendalian ataupun pencatatan secara manual. Konstruksi untuk desain rumah pembangkit PLTMH juga tidak terlepas dari skema sistem PLTMH yang bergantung pada jenis dan tipe turbin yang digunakan, dan sirkulasi air yang dikeluarkan sete lah menggerakkan turbin. Karena itu ada beberapa pertimbangan tipe desain rumah pembangkit sesuai jenis turbin yang digunakan, sebagai berikut : a. Rumah pembangkit menggunakan turbin jenis “Turbin Implus” Desain konstruksi rumah pembangkit ini perlu mempertimbangkan jarak bebas antara dasar rumah pembangkit dengan permukaan air buangan turbin (afterbay). Pada kasus turbin implus (turbin pelton, turgo dan crossflow), air yang dilepas oleh runner turbin secara langsung dikeluarkan kedalam udara di tailrace. Permukaan air di bawah turbin akan bergelombang. Oleh karena itu jarak bebas antara rumah pembangkit dengan permukaan air afterbay harus dijaga paling tidak 30-50 cm. kedalaman air di afterbay harus
dihitung berdasarkan suatu formulasi antara desain debit dan lebar saluran d i tailrace. Kemudian air di afterbay harus ditentukan lebih tinggi dari pada estimasi air banjir. Juga head antara pusat turbin dan level air pada outlet harus menjadi headloss. b. Rumah turbin menggunakan turbin jenis “Turbin Reaction” Hal yang sama dalam desain konstruksi rumah turbin menggunakan jenis reaction (Francais, Propeller), adalah prilaku air afterbay. Pada kasus menggunakan turbin tipe reaction, air dikeluarkan kedalam afterbay melalui turbin. Head antara turbin dan level air dapat digunakan untuk membangkitkan
tenaga.
Dengan
demikan
desain
konstruksinya
memperbolehkan posisi tempat pemasangan turbin berada di bawah level air banjir, dan pada desain konstruksinya perlu disediakan tempat untuk menempatkan peralatan seperti pintu ta ilrace, dan pompa.
7. Saluran Pembuang Akhir (Tail Race)
Saluran pembuang akhir (tail race) direncanakan berbentuk persegi empat dari pasangan batu. A=bxh
(2.2)
V=Q/A
(2.3)
P = b + 2h
(2.4)
R=A/P
(2.5)
Rumus Manning : V = 1
S = [ (n x V) / R2/3 ]2
x S1/2 x R2/3
(2.6) (2.7)
2.7. Perencanaan Daya Listrik
Pada prinsipnya pembangkit tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya (power) teoritis yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan empiris berikut (Arismunandar dan Kuwahara, 1991) : P = 9,8 x Q x H eff (kW)
(2.8)
Dimana : P
= Tenaga yang dihasilkan secara teoritis (kW)
Q
= Debit pembangkit (m³/det)
Heff
= Tinggi jatuh efektif (m)
9,8
= Percepatan gravitasi (m/s2)
Seperti telah dijelaskan bahwa daya yang keluar merupakan hasil perkalian dari tinggi jatuh dan debit, sehingga berhasilnya suatu usaha pembangkitan tergantung dari usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. Selain itu pembangkitan tenaga air juga tergantung pada kondisi geografis, keadaan curah hujan dan area pengaliran (catchment area) (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Penentuan tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari permukaan air sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan tinggi pada saluran air. Tinggi jatuh penuh adalah tinggi air yang kerja efektif saat turbin air berjalan (Arismunandar dan Kuwahara, 1991). Adapun debit yang digunakan dalam pembangkit adalah debit a ndalan yang terletak tepat setinggi mercu yaitu debit minimum. Karena pembangkit ini direncanakan beroperasi selama 24 jam sehari semalam (Arismunandar dan Kuwahara, 1991).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mendapatkan sebuah hasil kesimpulan dari suatu permasalahan, maka diperlukan data-data untuk menunjang penelitian. Data-data tersebut kemudian diolah dengan tahapan pengolahan yang telah ditentukan. Metodologi penelitian adalah suatu pembahasan yang berisi tentang penjelasan mengenai langkah-langkah sistematika penelitian yang dimulai dari pengolahan data hingga penyelesaian. 3.1
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian (Gambar 3.1) dalam penelitian ini adalah di Kebun Kalirejo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 8° 18' 0" Selatan, 114° 3' 0" Timur. Kecamatan Glenmore sendiri berada di antara Kecamatan Kalibaru dan Kecamatan Genteng.
Gambar 3.1 Peta Lokasi sumber google map
3.2
Data dan Alat
3.2.1
Data
Data merupakan komponen penting dalam melakukan suatu penelitian maupun kajian. Data didapatkan dari survey lapangan dan pihak-pihak maupun instansi-instansi terkait. Berikut ini adalah data-data yang di perlukan dalam penelitian ini : 1. Layout Perkebunan Data layout Perkebunan, kontur diperoleh dari hasil survey lapangan pada lokasi penelitian. Selain layout Perkebunan, data lain yang di perlukan adalah data long section dan cross section. Data survey ini didapat dengan menggunakan GPS dan Total Station. 2. Data debit Data curah hujan didaptakan dari hasil rekam stasiun hujan yang berada pada wilayah lokasi penelitian. Data ini diperoleh dari instansi terkait yakni Dinas Pengairan Kabupaten Banyuwangi. Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian yang terjadi selama 10 tahun terakhir yaitu tahun 2005-2014. 3. Peta Topografi Peta topografi diambil dari google map dan google earth, kemudian di gambarkan pada program AutoCAD sesuai skala yang sebenarnya.
3.2.2
Alat
Penelitian ini menggunakan beberapa alat bantu untuk mendapatkan datadata yang diinginkan. Adapun alat yang diperlukan meliputi : 1. Total Station Total Station adalah instrumen optik/elektronik yang digunakan dalam pemetaan dan konstruksi. Alat ini digunakan untuk mengukur beda tinggi dan elevasi pada titik yang ditentukan. Pengukuran ini dilakukan dengan profil memanjang (long section) dan melintang (cross section).
2. Rol meter Alat ini digunakan untuk mengukur jarak atau panjang bentang pada saluran yang ditinjau. Rol meter yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter yang terbuat dari fiberglass dengan panjang 50 meter dan 100 meter. 3. GPS GPS adalah alat yang digunakan untuk menentukan koordinat titik awal dalam penelitian ini. Titik koordinat tersebut digunakan sebagai datum atau referensi local dan untuk mengetahui koordinat (x,y).
3.3 Metodologi Pelaksanaan
1.Pengumpulan data: a. Data layout daerah perkebunan Sidodadi diperoleh langsung dari hasil survei. Didapatkan dengan melakukan pengukuran long section (profil memanjang) dan cross section (profil melintang), menjadikan titik pertama (ujung) sebagai datum atau referensi lokal jika ternyata di lokasi penelitian tidak ada BM yang terdekat. b. Data debit c. Mengukur tinggi muka air, kecepatan dan luas penampang sungai. d. Merencanakan Site Plan. e. Menentukan letak/posisi Intake saluran pengambil air pada Sungai Manggis. f. Menentukan bak pengendap. g. Menentukan dimensi saluran pembawa dan bak penenang. h. Menentukan bahan dan dimensi pipa yang akan digunakan. i. Mengukur tinggi terjunan dan jarak lintasan pipa dari bak penenang sampai ke power house. j. Menentukan saluran pembuang dari rumah pembangkit menuju waduk. 2. Persamaaan Menggunakan Flow Duration Curve (FDC) dan persamaan daya yang akan digunakan dalam perhitungan.
3. Perhitungan Menghitung debit andalan dan daya yang dihasilkan o leh PLTMH. 4. Pembahasan Data yang telah diolah kemudian dibahas untuk mendapatkan hasil dari penulisan penelitian ini.
Mulai
Data sungai (Debit dan penampang)
Data Klimatologi dan Curah Hujan Peta (topografi,DAS)
Peta Kontur
Perhitungan Debit Rencana PLTMH (FDC)
Perencanaan Bangunan Sipil
Desain Bangunan Sipil
Selesai
Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian