MEMBANGUN “AWARENESS SODAQOH SAMPAH” SEBAGAI MODEL
PEMBERDAYAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DUSUN BARONGAN DESA SUMBERAGUNG JETIS BANTUL YOGYAKARTA
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Persoalan lingkungan yang selalu menjadi isu besar di hampir seluruh wilayah perkotaan adalah masalah sampah.1 Sebelumnya Kompas 13 Agustus 2003 mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di kota dimungkinkan menjadi daya tarik luar biasa bagi penduduk untuk hijrah ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah penduduk semakin membengkak, konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, yang pada akhirnya akan mengakibatkan jumlah jumlah sampah juga meningkat. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia setidaknya butuh tempat penampungan sampah sekitar 122 buah sebesar Gelora Bung Karno (GBK) setiap tahun untuk menampung sampah yang tidak terangkut. Dan setidaknya lagi, volum sampah di Indonesia sekitar 1 juta meter kubik setiap harinya. Namun, baru 42% di antaranya yang terangkut dan diolah dengan baik. Jadi, sampah yang tidak diangkut setiap harinya sekitar 300.000 ton. 2 Pertumbuhan jumlah sampah di kota-kota di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan secara tajam. Misalnya di Kota Bandung, pada tahun 2005 volume sampahnya sebanyak 7.400 m3 per hari dan pada ta hun 2006 telah mencapai 7.900 m3 per hari. Selain itu, di Jakarta, pada tahun 2005 volume sampah yang dihasilkan sebanyak 25.659 m3 per hari dan pada tahun 2006 telah mencapai 26,880 m3 per hari. (Kompas, 30 Nopember 2006). Sedangkan kemampuan Pemerintah untuk mengelola sampah hanya mencapai 40,09% di perkotaan dan 1.02% di perdesaan. 3 Sehingga diperlukan kebijakan yang tepat agar sampah tidak menjadi bom waktu di masa mendatang. Yogyakarta masih menjadi penyumbang sampah terbesar yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan. Sebanyak 70 persen dari kapasitas TPA Piyungan diisi sampah dari Yogyakarta, dan 30 persen sisanya berasal dari Bantul dan Sleman. Volume sampah di Yogyakarta mencapai 300 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sebagian berasal dari sampah rumah tangga dan sisanya aktivitas ekonomi, 1 2
Kompas 10 Januari 2004. http://forgiftbai.blogspot.com, diunduh 5 Mei 2013 jam 14.50 WIB.
3
Tuti Kustiah (2005), Kajian (2005), Kajian Kebijakan Pengelolaan Sanitasi Sanitasi Berbasis Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Bandung. 1
seperti pasar. Selain sampah menjadi masalah Lingkungan yang serius, ada konsekuensi lain yang harus ditanggung Pemerintah Kota (Pemkot) dari besarnya sampah yang ada. Setiap tahun Pemkot harus menyediakan dana Rp 2,2 miliar untuk membayar retribusi pengolahan sampah, dari Rp 2,7 yang diperlukan di Piyungan. Padahal, berdasar prakiraan sampah TPA itu penuh tahun 2012. 4 Karena itu, sejumlah upaya terus dicoba untuk mengantisipasi masalah ini, salah satunya melalui pengolahan sampah secara mandiri oleh masyarakat. Saat ini, ada sekitar 10 persen masyarakat Yogyakarta yang mulai mengolah sampah dan menjadikannya barang bermanfaat, seperti produk daur ulang dan kompos. Tahun 2011 diharapkan sudah ada 40-50 persen warga Yogyakarta mengolah dan mengelola sampah secara mandiri, katanya5. Tetapi hingga saat ini mengubah budaya masyarakat dari membuang sampah menjadi meletakkan sampah di tempat masih menjadi kendala. Padahal, ciri masyarakat modern adalah mampu mengolah sampahnya secara mandiri. Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pasal 16 mengamanatkan bahwa masyarakat bertanggungjawab sebagai produsen timbulan sampah. Diharapkan masyarakat sebagai sumber timbulan yang beresiko sebagai sumber pencemar, untuk ikut serta dalam sistem pengelolaan sampah. 6 Upaya strategis yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah D.I.Yogyakarta dalam mengatasi persoalan sampah adalah dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan melakukan reduksi sampah di sumbernya (rumah tangga). Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut, Pemerintah D.I.Yogyakarta hendaknya memperbanyak pembentukan pilot project pengelolaan project pengelolaan sampah berbasis masyarakat/ pengelolaan sampah mandiri seperti yang ada di Dusun Sukunan, Banyuraden, Gamping Sleman. Tujuan memperbanyak pembentukan pilot project pengelolaan sampah berbasis masyarakat/ pengelolaan sampah mandiri adalah untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) karena sampah rumah tangga dikelola secara mandiri oleh masyarakat di tingkat sumber, sehingga dapat mengurangi jumlah timbulan sampah yang harus dikelola di TPSA.
4
http://sains.kompas.com diunduh tanggal 10 Mei 2013 jam 15.40 WIB. http://sains.kompas.com diunduh tanggal 12 Mei 2013 jam 08.48 WIB. 6 Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pasal 16. 5
2
Selain Dusun Sukunan yang terkenal mengelola sampah berbasis masyarakat, dusun Badegan Bantul telah mengelola sampah dan menjadi contoh dari lingkungan sekitarnya dalam pembentukan lembaga Bank Sampah, setiap masyarakat akan mendapatkan rekening yang berisi besaran tabungan sampah yang dibawa ke Bank sampah tersebut. Model ini bisa diterapkan pada masyarakat Badegan. Lain halnya dengan Dusun Pakem Tamanmartani Kalasan Sleman, daerah ini menerapkan cara pengelolaan sampah dengan konsep sodaqoh sampah, yakni semua masyarakat akan terlibat dalam pengelolaan sampah dengan prinsip sodaqoh, memberikan sampah tanpa mengharapkan rekening seperti yang ada di Dusun Badegan. 7 Permasalahan yang muncul yakni pengelolaan sampah yang kurang baik dan kesadaran masyarakat/lingkungan untuk terlibat dalam pengelolaan sampah agar lebih bermanfaat. Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan pola hidup masyarakat mas yarakat masih mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah yang sangat membebani pengelola kebersihan, keterbatasan sumber daya, anggaran, kendaraan personil sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan. 8 Berangkat dari permasalahan di atas, tim peneliti mengajukan tema membangun kesadaran Sodaqoh Sampah sebagai model pemberdayaan masyarakat di Dusun Barongan Sumberagung Jetis Bantul Yogyakarta. Oleh karena itu, perlu dilakukan (1) pencarian model pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat Dusun Barongan, (2) menyusun model pemberdayaan masyarakat bagi orang-orang kunci di Dusun Barongan agar bisa menyadarkan masyarakat untuk terlibat dalam mengelola sampah, juga (3) membuat arahan bagi pendamping masyarakat/pekerja
sosial
dalam
membantu
mendampingi
masyarakat
dusun
Barongan. Penelitian ini akan mengacu pada kondisi nyata masyarakat dusun Barongan namun tetap dalam koridor ilmiah, untuk itu dipilih pendekatan Participatory Research Action (PAR).
7
Observasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, UIN Sunan Kalijaga, tanggal 25 Juli
2012. 8
Michael Mainake, Kinerja Mainake, Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Ambon, Tesis Studi Magister perencanaan Kota dan Daerah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Tahun 2012 . 3
B. RUMUSAN MASALAH
Dari permasalahan di atas penelitian ini mencoba mencari model awareness atau penyadaran masyarakat melalui konsep sodaqoh sampah, maka penlitian PAR ini akan menggali masalah: 1. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat yang yang partisipatif dalam membangun awareness/ kesadaran kesadaran masyarakat melalui “Sodaqoh Sampah” pada masyarakat Dusun Barongan ? 2. Apa saja problem problem dan tantangan membangun awareness/ kesadaran kesadaran masyarakat melalui “Sodaqoh Sampah” pada masyarakat Dusun Barongan ? 3. Bagaimana solusi dalam menghadapi problem dan tantangan membangun awareness/ kesadaran kesadaran masyarakat melalui “Sodaqoh Sampah” pada masyarakat Dusun Barongan ?
C. MANFAAT DAN TUJUAN TUJUAN PENELITIAN PENELITIAN
Manfaat dan tujuan dari penelitian ini adalah melakukan modeling the ideal (mencari gambaran ideal) berkaitan dengan praktek membangun
awareness
masyarakat dalam mengenal potensi yang ada pada sampah sehingga sampahpun bisa menjadi media masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sampah bisa dikelola dengan baik dan secara partisipatif atas dukungan dari semua elemen masyarakat, melalui konsep sodaqoh sampah ini diharapkan bisa menular pada lingkungan lainnya sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Dari gambaran ini diharapkan akan didapatkan bahan kajian ilmiah maupun bahan rekomendasi para pembuat kebijakan, stakeholders dan aktivis Pemberdayaan Masyarakat berkaitan dengan masalah pengelolaan sampah baik di Daerah Bantul Yogyakarta maupun di Daerah lainnya, seluruh masyarakat Indonesia.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai isu yang diangkat dalam penelitian dengan tema Sampah telah dilakukan oleh peneliti lain, diantaranya ; Pertama, Febry Kautsar meneliti dengan judul Pengelolaan sampah di bank sampah studi kasus Bank sampah gemah ripah pedukuhan badegan Kabupaten Bantul, Tesis Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2011. Dalam penelitiannya mendapat temuan bahwa Bank sampah telah berhasil memberikan banyak manfaat. Berdasarkan penilaian nasabah, Bank sampah ini termasuk dalam tingkat pengelolaan yang baik. 4
Faktor yang mendukung keberhasilannya adalah faktor sosialisasi/penyuluhan, faktor sosial dan budaya, serta faktor komunitas atau organisasi Bank sampah. Kedua, Michael Mainake, Kinerja Mainake, Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Ambon, Tesis Studi Magister perencanaan Kota dan Daerah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Yogyakarta, Tahun 2012. Menemukan hasil bahwa kinerja pengelolaan sampah di kota Ambon menurut standar normative sudah cukup baik. Dilihat dari priotitas pelayanan sampah juga sudah tepat yakni komersial, pasar, dan pemukiman penduduk yang berkepadatan 50 sampai 100 jiwa/ha. Jumlah sampah yang terangkut ke TPA, luas dan jumlah penduduk yang terlayani
yakni diatas 50%. Hasil kinerja pengelolaan sampah
berdasarkan persepsi masyarakat sudah baik, tetapi belum sepenuhnya sesuai s esuai dengan kepuasan atau harapan masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang optimal adalah pendapatan dari retribusi rendah sehingga perlu subsidi untuk operasional, biaya operasional sangat terbatas, masayarakat belum sepenuhnya mendukung pengelolaan sampah dan masih kurangnya penindakan terhadap pelanggaran peraturan tentang persampahan. pers ampahan. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pemerintah perlu menambah jangkauan pelayanan sampah, personil, peralatan serta memberikan sosialisasi mengenai pengelolaan sampah kepada masyarakat. Ketiga, Walyono dengan dengan judul penelitiannya “ Kajian “ Kajian pola angkut dan Kelola sampah dari Sumber sampah hingga tempat pembuangan akhir (studi kasus di Universitas Gadjah Mada) , Program Pasca sarjana Fakultas Teknik UGm ”
Yogyakarta, Tahun 2011. Diantara hasil penelitian ini adalah sampah di UGM berdasarkan jenisnya lebih didominasi oleh sampah organik vegetasi/tanaman dari sapuan jalan dan ruang terbuka yang yang besarnya
mencapai 60%, 60%, sampah organik
populasinya sekitar 16% dan sampah non organik sebesar 14%. Dengan semakin banyak dan lebatnya tanaman pada jalan dan ruang terbuka, sehingga untuk mengurangi beban pengangkutan perlu dilalakukan pengolahan sampah organik di tempat.
E. LANDASAN TEORI
1. Konsep Konsep “Shodaqoh Sampah” Menurut terminology syari‟at, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hokum dan ketentuan-ketentuanya, hanya saja kalau infaq berkaitan dngan materi, sedangkan shodaqah mempunyai arti lebih luas, yaitu
5
menyangkut hal-hal yang bersifat non materiil (Hafifuddin, 1998) 9. Senada dengan pendapat tersebut, menurut Ali Yafie, (1994)10, shadaqah adalah sebutan nama bagi suatu harta benda yang dibeikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak dengan tidak mengaharpkan imbalan apapun, kecuali ridla Allah dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Menurut Rasjid (2004) 11, shadaqah adalah memberikan barang engan tidak ada tukarannya. Perbedaan dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab sebagaimana zakat dan dikeluarkan, baik oleh orang dengan penghasilan tinggi maupun rendah. Selain itu zakat harus dierikan kepada mustahik tertentu (8 asnaf), sedangkan infaq dapat dikeluarkan kepada siapapun misalnya orang tua anak yatim, dan lain sebagainya. Menurut Hafifuddin (1998), Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Menurut terminology syari‟at, sedekah sama dengan infaq, termasuk juga hokum dan ketentuan-ketentuannya. Namun infaq lebih berkaitan dengan materi, sedangkan sedekah memiliki cakupan lebih luas termasuk hal-hal non materi. Kerangka teori system pengelolaan ZIS seperti di bawah ini: Proses sosialisasi penghimpunan ZIS pendistribusian pengontrolan dan laporan evaluasi
2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Kemudian Mc Clelland (1961)dan Freire (1992) 12 memandang bahwa proses-proses pemberdayaan sebagai metode yang mengubah persepsi sehingga memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk menumbuhkan kesadaran atau dorongan dalam diri tersebut diperlukan adanya intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar, sebab keinginan seseorang untuk berkembang atau mengubah keadaan tidak terlepas dari kemampuan individual yang ditentukan oeh tingkat pendidikan, keterampilan yng dimiliki, lingkungan serta konteks kebudayaan. Dalam konsep Islam maka pemberdayaan secara sederhana dapat diartikan mengubah seseorang yang semula berstatus mustahik (orang yang berhak menerima zakat) menadi muzakki (orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat). 9
Didin Hafifudin, Zakat Hafifudin, Zakat Dalam Perekonomin Modern, (Jakarta: Gema Insani), 1998 Ali Yafie, Menggagas Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung: Zamakhsayari- al-faiq,) al-faiq, ) jilid I, 1994 11 Sulaiman Rasjid, Fiqh Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar baru Algensindo), 2004. 10
12
Mulyadi, Drs. MPP dalam “ Corporate Social Responsibility “ pada Dra. Agnes sunartiningsih, MS: Strategi Pemberdayaan Masyarakat , Adiya Media, Yogyakarta, 2004 6
Definisi ini memberikan adanya mobilitas sosial menuju pada meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Indikator program pemberdayaan (community ( community development ) menurut Sanders (1970) 13: a. Community Development sebagai Development sebagai proses Community Development merupakan suatu siklus maupun paradigma yangberkesinambungan yaitu perubahan dari suatu tahap atau kondisi kepada tahap atau kondisi berikutnya menuju suatu kemandirian masyarakat yang mampu menentukan nasibnya sendiri dan mampu menempuh berbagai upaya bersama untuk mencapainya. Hal ini seperti pembangunan cakupan dari satu atau dua orang atau sebagian elit kecil yang memiliki otoritas membuat keputusan masyarakat kepada semua warga masyarakat itu sendiri membuat kepengurusan akan masala-masalah yang menjadi perhatian mereka, perubahan dari sedikitnya partisipasi
menjadi
partisipasi
penuh
dalam
kegiatan
perubahan,
dari
menggantungkan pada bantuan dari luar kepada penggunaan secara maksimal berbagai sumber untuk kepentingan kepentingan bersama. b. Community Development sebagai Development sebagai suatu metode Fokus dari suatu metode adalah pada cara kerjanya, yaitu dengan memanfaatkan 2 faktor antara lain partisipasi masyarakat dan pengorganisasian. Metode community development ini dapat diterapkan pada proses apa saja. Ini merupakan landasan teoritis bagi eksistensi organisasi masyarakat dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka. Juga berfungsi untuk menggali potensi sumber daya manusia dengan cara memberikan bimbingan dan latihan atau keahlian serta bantuan teknis lainnya. c. Community Development sebagai Development sebagai program Jika telah ada proses dan metode serta ditambah dengan cara-cara tertentu, maka community development telah dapat dilihat sebagai program yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Titik beratnya adalah pada
13
Moeljarto Tjokrowinoto; Pembangunan dilema dan tantangan; tantangan ; Pustaka Pelajar; 2002
7
pencapaian tujuan organisasi dan penyelesaian dari serangkaian kegiatan yang hisa diukur hasilnya secara kuantitas dan dilaporkan. d. Community Development sebagai Development sebagai gerakan / movement Community Development merupakan kegiatan-kegiatan yang terorganisasi untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dan harapan yang dikehendaki oleh masyarakat, juga merupakan media pelembagaan struktur organisasi. Community Development dirancang untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik bagi semua anggota masyarakat, merangsang partisipasi aktifmereka, jika memungkinkan atas dasar prakarsa sendiri, namun jika prakarsa itu tidak muncul spontan maka dapat dilakukan berbagai teknik untuk menimbulkan dan memacu tanggapan yang aktif dan positif terhadap gerakan itu.
F. RUANG LINGKUP
Penelitian
ini
dibatasi
pada
membangun
awareness/kesadaran
untuk
melakukan shodaqoh sampah dengan memperhatikan partisipasi masyarakat setempat sesuai potensi sampah yang ada di tempat penelitian dan model pengelolaan sampah yang partisipatif. Penelitian ini tidak akan meneliti masalah kebijakan atau peranan pemerintah dalam menyadarkan masyarakat dalam mengelola sampah. Selain itu, lokasi penelitian yang akan dilakukan di Daerah Bantul Yogyakarta yakni di Dusun Barongan karena berdasarkan pengetahuan dan pengalaman tim peneliti, provinsi DIY ini memiliki potensi yang harus diperjuangkan yakni telah merebaknya modeling terhadap daerah Sukunan dan Badegan dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan berbasis Bank sampah. Tetapi konsep “Shodaqoh Sampah” yang diterapkan di dusun Pakem Tamanmartani yang berbeda dengan konsep Dusun Sukunan dan Badegan belum disosialisasikan pada masyarakat Yogyakarta, sehingga penting sekali Dusun Barongan dilibatkan dalam penyadaran terhadap lingkungannya
untuk mengelola
sampah dengan memakai konsep “Sodaqoh Sampah” yang telah mulai diperkenalkan oleh tokoh-tokoh masyarakat dari Dusun Pakem. Sehingga lembaga mitra penelitian ini adalah Tokoh pengelola Sampah di Dusun Pakem dan jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam Praktek Pengembangan Masyarakat (PPM). Ruang lingkup masalah penelitian ini adalah mengkaji bagaimana proses pemberdayaan masyarakat
yang partisipatif
memalui
assessment
awal yang 8
melibatkan masyarakat mengenai kondisi sampah dan potensi yang ada di tempat penelitian, observasi-observasi ke daerah yang telah berhasil mengelola sampah, sehingga masyarakat bisa mempraktekannya dan sadar akan potensi dirinya. Selain itu, partisipasi peneliti dalam dalam menyadarkan masyarakat terhadap pengelolaan sampah melalui “Sodaqoh Sampah” yang bisa dilakukan oleh siapapun. Selanjutnya, akan diformulasikan model penyadaran masyarakat yakni rekomendasi dari hasil-hasil temuan penelitian yang ditujukan baik kepada pemerintah dan sektor swasta, LSM dan masyarakat pada umumnya. Tinjauan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif merupakan tinjauan yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu upaya mencapai masyarakat yang berdaya harus dengan pelibatan masyarakat dalam memahami kebutuhannya, masalahnya, serta potensi yang ada dalam dirinya diri nya dan lingkungannya serta bersama-sama bersama -sama mencari solusi yang sesuai dengan kemampuan masyarakat. Konsep “Sodaqoh Sampah” sebagai media untuk menyadarkan masyarakat dalam pemanfaatan sampah secara mandiri. Dengan demikian, masyarakat yang berpartisipasi berarti masyarakat ini telah sadar untuk bisa mencapai kesejahteraan hidupnya dengan tidak mengotori lingkunganya dengan sampah dan bisa bekerjasama dalam mengolah sampah.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan PAR atau Participatory Action Research. PAR adalah metode penelitian aksi partisipatoris, yang bertujuan untuk mengidentifikasi rumusan masalah penelitian berdasarkan kebutuhan dari subyek yang akan diteliti.14 Hasil akhir dari penelitian ini adalah adanya perubahan bagi subyek sendiri, adanya aksi yang dilakukan sebagai bentuk rekomendasi penelitian PAR. Penelitian ini menarik, mengingat penelitian lainnya tidak berfokus pada subyek penelitian, melainkan pada keinginan di peneliti sendiri. Pada penelitian PAR, peneliti adalah fasilitator yang menggali bersama-sama subyek yang akan diteliti mengenai isu apa yang penting untuk diteliti berkaitan dengan subyek. Penelitian ini diyakini sangat bermanfaat sekaligus sangat manusiawi. Sangat bermanfaat karena masyarakat subyek lah yang lebih mengetahui problem apa yang ada di sekitar mereka, problem apa yang penting untuk di gali dan didalami serta 14
Robin MC Taggard, Action Taggard, Action Research: A Short Modern History, (Victoria: Deakin University, 1991).
9
dicari solusinya. solusinya. Sedangkan peneliti „hanya‟ lah outsider yang belum tentu mengetahui dengan baik dan akurat mengenai problem di sekitar subyek penelitian. Penelitian PAR dianggap lebih manusiawi, karena subyek dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia, bukan sekedar informan dan responden yang diambil datanya untuk dimanfaatkan sebagai data yang „mati‟. Subyek adalah agen yang aktif yang dilibatkan dalam
proses
penelitian
bahkan
dilibatkan
dalam
membawa
perubahan
di
Masyarakatnya setelah penelitian selesai dilakukan.
2. Mengapa Penelitian ini Menggunakan Menggunakan Pendekatan PAR
PAR berbeda dengan teknik problem-solving sebagaimana yang dilakukan orang sehari-hari karena PAR mengandung unsur penelitian. Pendekatan ini dipilih karena sesuai dengan karakteristik subyek dampingan yaitu masyarakat Dusun Barongan, Desa Sumberagung, Jetis, Bantul yang perlu dilatih dan di dampingi dalam mengatur dan memanajemen sampah dengan langkah awal yaitu membangun kesadaran masyarakat tersebut.
3. Pengumpulan Data dan Validasi Temuan
Dalam penelitian PAR, peneliti bertindak sebagai seorang interventionist , fasilitator, dan aktivis. Pengumpulan data tidak ada teknik yang baku, melainkan diciptakan secara kreatif dan partisipatif.15 Umumnya menggunakan qualitative interviewing, catatan harian lapangan ( field field notes), notes), process material dan laporanlaporan. Dalam penelitian PAR ini setiap peneliti didampingi oleh dua orang asisten yang berperan sebagai notulis yang bertugas membuat catatan harian lapangan. Sedangkan wawancara kualitatif dan laporan dikerjakan oleh peneliti. Validasi data temuan dari proses siklus menciptakan keterkaitan atau link antara link antara teori, praktik, dan transformasi sosial.
4. Proses PAR
PAR merupakan proses di mana kelompok sosial berusaha melakukan studi secara ilmiah terhadap masalah yang dihadapi dalam suatu komunitas dalam rangka mengarahkan, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan tindakan mereka.
15
Don K Marut, Riset Marut, Riset Aksi Partisipatoris: Riset Pemberdayaan dan Pembebasan. (Yogyakarta: Insist Press, 2004). 10
Proses spiral yang meliputi diagnosa-rencana aksi-aksi-evaluasi-refleksi-diagnosa-dan seterusnya. Bahwa proses yang dilakukan tidak sekadar mendeskripsikan, menganalisis, dan menyimpulkan, tetapi juga melakukan tindakan “resistimasi sosial” dan “penyadaran situasi”, sehingga perubahan sosial so sial terjadi.16 Bahwa keseluruhan proses merupakan partisipasi yang murni (autentik) yang terus menerus membentuk sebuah spiral yang berkesinambungan terjadi dalam ini berupa interaksi antara dosenmahasiswa difabel-relawan.
5. Peran Utama Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti berperan dalam:
Mendorong munculnya pemimpin komunitas yang secara langsung ambil bagian tanggung jawab dalam proses PAR. Pimpinan komunitas ini adalah mereka yang paham
dan mampu
menjalankan proses
PAR
ketika
peneliti
dari
luar
meninggalkannya. Dalam hal ini munculnya pemimpin diupayakan secara natural.
Mendorong munculnya kesadaran kritis dan kerjasama antara semua komponen yang terlibat yaitu dosen-relawan-mahasiswa difabel untuk melakukan perubahan dan pengembangan dalam proses pembelajaran.
Memfasilitasi dialog, membantu pengembangan refleksi, dan analisis kritis partisipan, mengadakan laporan periodik, dan menulis laporan akhir ketika mengakhiri keterlibatannya dalam Proses PAR.
H. Jadwal Kegiatan Penelitian
Wak Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 tu Taha 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 p 0 1 2 1 2 3 4 5 Tahapan Kegiatan
Bulan 5
Bulan 4 1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
Bulan 6 2 0
2 1
2 2
2 3
2 4
1. Survei Lapangan (observasi ): Pencarian key Person, Perizinan, Survei hal Pendukung dan data sekunder.
16
Walter Fernandes dan Rajesh Tandon, Riset Partisipatoris Riset Pembebasan, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993) 11
2. Perumusan Metode dan Teknis Pelaksanaan PAR : Penggalian potensi masyarakat, jadwal pelaksanaan pelaksanaan training dan pendampingan pendampingan serta serta evaluasi evaluasi 3. Pelaksanaan Pelaksanaan PAR : penelitian, training / pendampingan dan praktek . 4. Evaluasi Pelaksanaan PAR 5. Penyusunan Laporan: Penyusunan laporan PAR.
I.
Rician Anggaran 1. Total Anggaran PAR
No 1 2 3 4 5
Uraian Gaji dan Upah Bahan dan Alat Training dan Pendampingan Perjalanan Lain – Lain – lain lain Jumlah Total
Jumlah
26. 560.000 5.310.000 4.775.000 18.000.000 3.050.000 58.695.000
2. Rincian Kebutuhan Anggaran PAR Gaji dan Upah :
NO
Pelaksana
1
Peneliti a.Utama 1 b.Anggota 3 Asisten / teknisi 1 Jumlah Total Biaya
2
Jumlah Jumlah Honor Pelaksana jam / /Jam (orang ) minggu (Rp)
30 20 20
20000 15000 8000
Biaya Perminggu
600.000 300.000 160.000
Total : 16 Minggu
9.600.000 14.400.000 2.560.000 26. 560.000
Bahan
NO
Nama Bahan dan alat
1 2
Kertas Bloc Note Training Pulpen untuk Training Tinta Printer LCD Kamera Alat Perekam Kertas Plano Spidol Jumlah Total
3 4 5 6 7 8 9 10
Volume (Unit) 5 untuk 100
100 6 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 50 20
Biaya Satuan Total Biaya (Rp / Unit) (Rp) 30.000 150.000 5000 500.000
2000 35.000 400.000 300.000 1.000.000 300.000 1000 5000
200.000 210.000 1.600.000 900.000 1.000.000 600.000 50.000 100.000 5.310.000
Training , Kunjungan K unjungan dan Pendampingan 12
No 1 2 3
Uraian Volume Snak dan makan 35 X 7 kali Souvenir 10 buah Kunjungan/observasi ke 2 kali lokasi pengelolaan sampah yang sudah sukses Jumlah Total
Biaya satuan Total Biaya 15000 3.675.000 50000 500.000 300.000 600.000
4.775.000
Perjalanan No
1 2
3
Kota / Tempat Biaya Tujuan Satuan Ke lokasi PAR 50.000 Yogyakarta – Jakarta 1.500.000 (PP) + Akomodasi untuk presentasi presentasi Sewa BUS untuk 2.000.000 Kunjungan (studi banding) Total Biaya
Jumlah Perjalanan 20 Kali 3 kali
Jumlah Orang 5 2
2 kali
35
Total Biaya
5.000.000 9.000.000
4.000.000
18.000.000
Lain- lain (Administrasi, Publikasi dan Operasional)
No
Uraian Kegiatan
1
Publikasi hasil PAR ke Bappeda di 5 kabupaten dan Kota Perbanyak Laporan 10 ekslempar Total Biaya
2
Volume (unit)
Biaya Satuan Total Biaya (Rp/Unit) (Rp ) 2.800.000
25.000
250.000 3.050.000
13
DAFTAR PUSTAKA
Didin Hafifudin, Zakat Hafifudin, Zakat Dalam Perekonomin Modern, Modern, (Jakarta: Gema Insani), 1998 Ali Yafie, Menggagas Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung: Zamakhsayari- al-faiq,) al-faiq,) jilid I, 1994 Sulaiman Rasjid, Fiqh Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar baru Algensindo), 2004. Mulyadi, Drs. MPP dalam “ Corporate Social Responsibility “ pada Dra. Agnes sunartiningsih, MS: Strategi Pemberdayaan Masyarakat , Adiya Media, Yogyakarta, 2004 Moeljarto Tjokrowinoto; Pembangunan Tjokrowinoto; Pembangunan dilema dan tantangan; tantangan ; Pustaka Pelajar; 2002 Don K Marut, Riset Marut, Riset Aksi Partisipatoris: Riset Pemberdayaan dan Pembebasan. (Yogyakarta: Insist Press, 2004) Michael Mainake, Kinerja Mainake, Kinerja Pengelolaan Sampah Sampah di Kota Ambon, Tesis Studi Magister perencanaan Kota dan Daerah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Tahun 2012. Robin MC Taggard, Action Taggard, Action Research: A Short Modern History, (Victoria: Deakin University, 1991) Tuti Kustiah (2005), Kajian (2005), Kajian Kebijakan Pengelolaan Sanitasi Sanitasi Berbasis Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum Bandung. Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pasal 16. Walter Fernandes dan Rajesh Tandon, Riset Tandon, Riset Partisipatoris Riset Pembebasan, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993) Observasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, UIN Sunan Kalijaga, tanggal 25 Juli 2012. Kompas 10 Januari 2004. http://forgiftbai.blogspot.com, diunduh 5 Mei 2013 jam 14.50 WIB. http://sains.kompas.com diunduh tanggal 10 Mei 2013 jam 15.40 WIB. http://sains.kompas.com diunduh tanggal 12 Mei 2013 jam 08.48 WIB.
14
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. SK Pengangkatan Dosen 2. Surat Rekomendasi dari Ketua Lemlit UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3. Surat Rekomendasi dari Lembaga (Ketua Jurusan PMI UIN Sunan Kalijaga) 4. Surat Pernyataan Ketua Tim/Pengusul
15