DIMENSI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Dimensi Anatomis
1.1 Melayani Atasan dan Masyarakat Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat (Galih, 2012). Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat dengan azas-azas: transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, keamanan hak, keseimbangan hak dan kewajiban ( Muslikhah, 2014). Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memengruhi masyarakat desa (Rio, 2012). Kepala desa sebagai pemimpin harus dapat memberi dorongan kepada rakyatnya. Sebagai rakyat, sudah seharusnya menyegani pemimpin kita dan mengikuti aturannya selama itu baik. Sebagai masyarakat kita wajib ikut pilkada dan ikut serta dalam kegiatan desa (Tohani, 2015). 1.2 Memperkuat Unsur Pelaksana Pemerintahan Desa Desa adalah entitas politik yang otonom. Untuk memperkuat dasardasar operasional pelaksanaan pemerintahan desa, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2006 tentang pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa (Masuara, 2014). Dalam sistem pemerintahan desa, pemerintahan desa akan berjalan efektif apabila
unsur-unsur atau lembaga-lembaga penyelanggara pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik (Nurlia, 2017). Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini mengandung prinsip desentralisasi dan demokrasi lokal (Budianto, 2013). Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat masuk kedalam ruangruang kebijakan atau yang dikenal dengan sebutan pembangunan partisipatif (Ahab, 2015). 1.3 Struktur Pemerintahan Desa yang Aktif Pemerintahan Desa sebagai bahan kekuasaan terendah, selain memiliki wewenang asli untuk mengatur rumah tanggga sendiri (wewenang otonomi/pemerintahan sendiri), juga memiliki wewenang dan kekuasaan sebagai pelimpahan dekonsentrasi dari pemerintah diatasnya (Widjaja, 2014). Pemerintah Desa diselenggarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya, mewakili masyarakat desa guna hubungan keluar maupun kedalam masyarakat yang bersangkutan (Widjaja, 2008). Lembaga-lembaga dalam suatu pemerintahan memiliki fungsi dan kewenangan masing-masing. Pembagian fungsi dan kewenangan lembaga
Negara di Indonesia tidak hanya terjadi di pemerintahan pusat saja, tetapi juga di pemerintahan desa (Emi, 2015). Suatu pemerintahan desa harus bekerja dengan aktif agar yang diperoleh maksimal berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efektivitas dan efisiensi; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k. Partisipatif (Junaidi, 2015). 1.4 Mengefektifkan Hubungan Dalam menjalankan kehidupan bersama, berbagai etnik yang berbeda latar belakang kebudayaan tersebut akan terlibat dalam suatu hubungan timbal balik yang disebut interaksi sosial yang pada gilirannya akan berkembang kepada interalasi sosial. (Arkanudin, 2012). Dalam menuju tata pemerintahan desa yang baik maka dibutuhkan kemitraan dan kerjasama yang baik antara pemerintah desa dengan perangkat desa (Junaidi, 2015). Hubungan yang baik dan kondusif antara pemerintah desa dan parlemen desa diharapkan mampu memperlancar penyelenggaran otonomi desa
yang
mampu
mendorong good
governance yang
mampu
mendekatkan negara dengan masyarakat desa sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam urusan pemerintah desa yang lebih transparan, akuntabilitas dan responsive (Bahrudin, 2015). Hubungan lainnya yaitu hubungan antar desa atau dengan daerah sekitarnya. Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan
menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan (Widjaja, 2008). 1.5 Merumuskan Tata Kerja Pemerintahan Desa Pemerintahan Desa merupakan suatu kegiatan dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan
yang
(Widjaja,
2008).
Asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi pemebntuk Peraturan Desa membuat suatu peraturan atas dasar intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat (Naibaho, 2012). Pada prinsipnya asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asa umum administrasi publik yang baik (general principles of good administration) (Higau, 2015). Dalam pasal 5 UU Nomor 10 tahun 2004 Juncto Pasal 137 UU Nomor 32 tahun 2004 diatur bahwa Peraturan Daerah yang di dalamnya termasuk adalah Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan (Qulub, 2017).
2. Dimensi Fisiologis
2.1 Penemuan Hal Baru Adanya
penemuan-penemuan
baru
yang
berkembang
di
masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (Rahmawati, 2014). Suatu proses meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan caracara unsure kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan (Siska, 2016). Penemuan baru sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian discovery dan invention (Siska, 2015). Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery sendiri akan berubah menjadi invention, jika masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru tersebut (Rahma, 2015). 2.2 Perencanaan Perencanaan
pembangunan
makro
adalah
perencanaan
pembangunan nasional dalam skala makro atau menyeluruh. Perencanaan makro ini dilakukan dengan melihat dan memperhitungkan secara cermat keterkaitannya dengan perencanaan sektoral dan regional (Yuwono, 2011) Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sektor. Sektor-sektor ini kecuali mempunyai ciri-
ciri yang berbeda satu sama lain, juga mempunyai daya dorong yang berbeda dalam mengantisipasi investasi yang dilakukan pada masingmasing sektor. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan perencanaan lainnya yang terutama bertumpu pada lokasi kegiatan (Sutyono, 2011). Perencanaan dengan dimensi pedekatan regional menitikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan (Siska, 2016). Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Departemen/lembaga pusat dengan visi atau kepentingan yang bertitik berat sektoral melihat "lokasi untuk kegiatan", sedangkan pemerintah daerah dengan titik berat pendekatan pembangunan regional (wilayah/daerah) melihat "kegiatan untuk lokasi" (Rahma, 2013). 2.3 Pengorganisasian Pemerintahan
Daerah
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (Isransyah, 2014). Masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat luas dan menyangkut bidang yang sangat luas dan memainkan peran yang sangat penting dalam bidang pendidikan, dan dalam suatu organisasi, bahkan dalam kehidupan sehari – hari (Siagian, 2012). Dalam setiap masyarakat timbul dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang memimpin sebagai golongan kecil dan
golongan yang besar, tanpa adanya seorang pemimpin maka tujuan suatu organisasi yang dibuat tidak akan ada artinya karena tidak ada yang bertindak sebagai penyatu terhadap berbagai kepentingan (Siagian, 2010). Kepala Desa sebagai suatu organisasi pemerintah yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengurus dan mengatur warga atau komunitasnya. Dengan diberikan kewenangan kepada desa untuk melaksanakan tugas secara mandiri melalui konsep pemberian otonomi desa (Kartono, 2011). 2.4 Motivasi Perangkat desa dalam hubungan sosial di desa dituakan, ditokohkan dan dipercaya oleh warga masyarakat desa untuk mengelola kehidupan publik maupun privat warga desa. Melihat betapa pentingnya peran dan tanggung jawab
perangkat
desa,
perangkat
desa
dituntut
untuk
memiliki
kemampuan, keahlian, tanggung jawab, dan jiwa rela berkorban dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat di atas kepentingan pribadi (Srirosa, 2014). Identifikasi
motivasi
perangkat
desa
ini
diawali
dengan
penelusuran faktor internal yang mempengaruhi motivasi meliputi nilainilai kerja yang dianut perangkat desa dalam memilih dan menjalankan pekerjaan, sikap, karakteristik biografi dan mina dan primer dan dorongan umum yang kurang penting membuka jalan bagi dorongan sekunder yang dipelajari (Mashitoh, 2009).
Beberapa motif sekunder itu adalah
kekuasaan, pencapaian atau prestasi, dan afilia (Haryokusumo, 2011).
Luthans juga membagi motivasi berdasarkan sumbernya menjadi dua jenis. Motif Intrinsik, bersifat internal untuk individu, dan mendorong diri sendiri untuk belajar dan berprestasi. Sedangkan motif ekstrinsik, merupakan konsekuensi eksternal yang dapat dilihat pada individu, biasanya dilakukan oleh orang lain sebagai satu kesatuan untuk memotivasi individu (Isriansyah, 2014). 2.5 Komunikasi Faktor komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat agar bersedia dengan sukarela ikut serta secara aktif dalam setiap kegiatan pembangunan di desanya (Ardilah, 2011). Koordinasi dan komunikasi mutlak diperlukan dalam sebuah organisasi, karena organisasi merupakan pelaksana fungsi manajemen dari seorang pemimpin dalam rangka menghimpun orangorang, materi dan metode untuk bekerjasama ke arah pencapaian tujuan(Adisasmita, 2008). Sebelum mengkoordinasi setiap kegiatan yang ada kaitannya dengan program pembangunan yang akan dilakukan di desa, maka
terlebih
dahulu
Kepala
Desa
mengkomunikasikan
dengan
perwakilan desa untuk membahas kegiatan yang akan dilakukan (Siagian, 2007). Dalam melaksanakan tugas koordinasi dan komunikasi bisa dilakukan dengan mengadakan rapat desa dengan mengundang perwakilan desa seperti ketua RT/RW, tokoh masyarakat, LKMD, BPD dan perangkat
desa untuk membahas program-program pembangunan yang akan dilaksanakan (Febriana, 2013) 2.6 Kontrol dan Komunikasi Pengawasan ialah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2010). Kegiatan pengontrolan diperlukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan (Ardillah, 2011). Di dalam pembangunan desa, kegiatan pengontrolan ti dak hanya dilakukan oleh Kepala Desa dan perangkat desa sebagai pemerintah desa, tetapi juga dilakukan oleh seluruh masyarakat desa selaku pelaksana pembangunan( Adisasmita, 2006). Partisipasi massyarakat dalam kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan di desa harus ikut andil, semua masyarakat mempunyai kewajiban dan kesempatan yang sama untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut (Saputra, 2017). 3. Dimensi Behavioristik
Proses konseling akan berjalan efektif jika konselor memahami dan menguasai pendekatan teoretik dalam konseling. Pendekatan behavioristik banyak mendapatkan kritik tetapi sekaligus dukungan. Kritik yang ditujukan kepada pendekatan behavioristik difokuskan pada cara pandang terhadap manusia yang kemudian berimplikasi pada teknik-teknik konseling yang digunakan (Surya, 2008). Perkembangan pendekatan
behavioristik kontemporer berusaha untuk menempatkan manusia dalam dimensi yang lebih tinggi dibandingkan konsep tentang manusia pada awal kemunculan behavioristik. Namun demikian pendekatan behavioristik menjadi salah satu pendekatan yang masih dominan dalam konseling dan psikoterapi. Perkembangan pendekatan ini memiliki kontribusi besar dalam mencapai target konseling untuk mencapai perubahan pikiran, perasaan dan perilaku (Sigit, 2012). Pendekatan behavior bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang salah suai dan membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok (Nelson, 2011).
Menurut Corey (2009) tujuan pendekatan
behavioristik adalah sebagai refleksi masalah konseli, dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling dan sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling. Sopiah (2008) menyatakan untuk dapat memahami perilaku individu dengan baik, terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik yang melekat pada individu. Secara umum dalam ilmu psikologi terdapat tiga teori kepribadian untuk memahami kepribadian seseorang yaitu trait theory (teori sifat), psychodynamic theory (teori psikodinamik) dan humanistic theory (teori humanistik) teori sifat mengatakan bahwa kepribadian sebagai keunikan yang dimiliki seseorang dilihat dari sifat (traits) tertentu, seperti ketelitian dan ketidaktelitian, keramahan dan ketidakramahan, dan lain- lain (Badeni, 2013)