KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAM KEANEKARAGAMAN AN ECHINODERMA DI PANTAI ABAT DESA JENILU, KAKULUK MESAK, ATAPUPU
PROPOSAL PENELITIAN Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas Mata kuliah Metodologi Penelitian
OLEH ETELVINA NUNES (711 14 003) MAGDALENA SURENI BUGIS (711 14 006) STEVI FRANSISKA BESSISURA (711 14 11) AGUSTINA PRINARTI GEMAS (711 14 015) OLIVA PARU (711 14 022)
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2017
I
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pantai Abad merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Atapupu. Pantai ini merupakan kawasan yang sangat produktif dilihat dari segi lokasi yang dijadikan sebagai tempat penangkaran ikan atau yang sering dikenal sebagai TPI. Selain itu, potensi pesona alam pantai ini sesungguhnya tak kalah indah dari pantai pantai lainnya yang berada di Atapupu. Hanya saja, keindahannya seakan tertutupi oleh tumpukan-tumpukan sampah yang berserakan dimana-mana. Hal ini dikarenakan pantai Abat berhubungan langsung dengan sebuah sungai yang menelusuri pemukiman penduduk, sehingga sampah-sampah dari rumah penduduk yang yang dibuang ke sungai bermuara ke pantai pantai Abat saat musim penghujan. Pesisir pantai Abad kebanyakan dipadati pemukiman penduduk, yang diduga merupakan penyuplai material sampah organik maupun anorganik terbesar, selain proses sedimentasi yang terjadi karena alam. Disamping itu, terdapat pula gedung Pasar Jenilu yang baru dibangun untuk keperluan berdagang. Tak dapat dibayangkan seberapa rusaknya ekosistem pantai nantinya jika pasar berada di pesisir pantai. Masalahnya bukan pada pembangunan gedung pasar pasa r tetapi edukasi masyarakat mengenai bahaya pencemaran pantai oleh sampah yang masih relatif rendah sehingga kesadaran untuk menjaga dan memelihara ekosistem pantai agar tetap lestari masih rendah pula. Pantai Abat memiliki berbagai macam biota laut yang beranekaragam, salah satunya adalah Echinodermata yang merupakan pembentuk ekosistem terumbu karang. Anggota dari filum ini memiliki peranan yang sangat penting dalam ekologi laut. Misalnya jenis landak laut berperan sebagai pengurai sampah dan mikroorganisme yang telah mati. Echinodermata adalah salah satu filum yang hanya terdapat di laut. Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti Echinodermata berarti hewan yang berkulit ber kulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri. Kelompok utama Echinodermata terdiri dari lima kelas, yaitu kelas Asteroidea (bintang laut) , kelas Ophiuroidea (Bintang Ular), kelas Echinoidea (Landak Laut) , kelas Holothuroidea (Tripang Laut) dan kelas Crinoidea (lilia laut) (Jasin, 1984 dalam Katili, 2011). Habitat hewan ini adalah pantai dan laut sampai kedalaman 366 m. Filum ini bertindak sebagai pengurai dengan memakan sampah-sampah laut dan sisa-sisa organisme yang sudah mati. Filum ini merupakan makanan penting bagi ikan-ikan penghuni karang dalam siklus rantai makanan (Rusyana, 2011). Jadi dengan adanya Echinodermata maka keseimbangan dalam ekosistem laut akan senantiasa terjaga. Selain itu Echinodermata dapat hidup menempati berbagai macam habitat seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan alga, padang lamun, koloni karang hidup dan koloni karang mati (Yusron, 2009). Echinodermata sangat umum ditemukan di daerah pasir terutama yang banyak ditumbuhi lamun (Aziz, A.. 1981 dalam dalam Supono, 2012). Ekosistem terumbu karang merupakan habitat dari berbagai fauna invertebrata. Echinodermata merupakan salah satu kelompok biota penghuni terumbu
2
karang yang cukup banyak ditemukan. Kelompok ini dapat hidup menempati berbagai macam mikro habitat seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan alga, padang lamun, koloni karang hidup dan karang mati dan juga beting karang ( rubbles dan baulders) (Clark & Rowe, 1971 dalam Hutauruk, 2009). Echinodermata di ekosistem terumbu karang sangat banyak. Fauna Echinodermata mempunyai peranan pada ekosistem terumbu karang sebagai komponen jaring makanan dan juga sebagai omnivora ataupun sebagai pemakan detritus. Salah satu contoh adalah jenis teripang dan bulu babi merupakan sumber pakan untuk berbegai jenis ikan karang dan apabila terjadi peningkatan kelimpahan maka terjadi perubahan terhadap struktur komunitas Echinodermata. Echinodermata merupakan sumber daya hayati perairan yang cukup digemari, Echinodermata diexploitasi masyarakat sebagai sumber pakan, sehingga populasi Echinodermata berkurang. Kelangsungan hidup Echinodermata dipengaruhi oleh faktor fisik kimia perairan seperti suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut dan lain-lain. Sejauh ini belum diketahui jenis-jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu dan hubungan fisik kimia perairan dengan kelimpahan dan keanekaragaman Echinodermata, oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan judul “Kelimpahan dan Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu” 1.2
Batasan Masalah Adapun batas masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) Melihat kelimpahan dari Echinodermata yang ada di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu. 2) Melihat keanekaragaman Echinodermata yang ada di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu. 3) Parameter lingkungan fisik-kimia yang akan diukur adalah suhu, pH air dan jenis substrat.
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu 1) Bagaimana kelimpahan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu? 2) Bagaimana keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu? 3) Apa faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu? 1.4
Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah 1) Untuk mengetahui kelimpahan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu. 2) Untuk mengetahui keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu.
3
3) Untuk mengetahui faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu. 1.5
Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan informasi bagi institute terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan) tentang kelimpahan dan keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu. 2) Sebagai sumber informasi awal bagi peneliti lanjutan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Echinodermata Echinodermata berasal dari bahasa yunani yaitu echin yang berarti berduri dan derma yang berarti kulit yang merupakan hewan laut yang bergerak lamban atau sesil. Epidermis yang tipis melapisi endoskeleton lempengan kapur yang keras. Sebagian besar Echinodermata berkulit tajam karena tonjolan rangka dan duri (Campbell, 2012 dalam Hanifa, 2016). Echinodermata adalah salah satu filum yang hanya terdapat di laut. Ciri umum dari filum ini yaitu tubuh simetri radial, dinding tubuhnya tersusun dari theka kapur yang dapat membentuk endoskeleton dan duri-duri internal, semua anggotanya hidup di laut. Selain ciri dari Echinodermata diantaranya tidak mempunyai kepala, sistem pencernaan makanan biasanya lengkap, tidak mempunyai organ ekskresi dan daya regenerasinya tinggi itu (Rusyana, 2011). Menyambung pernyataan di atas menurut (Jasin, 1992 dalam Katili, 2011) ciri dari Ecinodermata antara lain memiliki sistem sirkulasi yang mengalami reduksi, sistem saraf dengan batang cincin yang bercabang-cabang kearah radial. Filum Echinodermata terdiri atas dua sub filum yaitu sub filum Eleutherozoa dan sub filum Pelmatozoa. Sub filum Eleutherozoa terdiri dari empat kelas yaitu kelas Asteroidea (bintang laut), kelas Ophiuroidea (bintang ular), kelas Echinoidea (landak laut), dan kelas Holothuroidea (teripang laut). Sedangkan sub filum Pelmatozoa terdiri dari satu kelas yaitu kelas Crinoidea atau Lili laut (Rusyana, 2011). 2.1.1
Klasifikasi Echinodermata Filum Echinodermata terdiri atas dua sub filum yaitu sub filum Eleutherozoa dan sub filum Pelmatozoa (Rusyana, 2011). 1) Kingdom : Animalia Filum : Echinodermata Sub Filum : Eleuterozoa a. Kelas Asteroidea (Bintang laut) Sesuai dengan namanya, maka tubuh berbentuk bintang dengan lima lengan atau lebih. Terdapat duri-duri dengan berbagai ukuran pada permukaan kulit dan alat catut, memiliki kaki yang berbentuk tabung dan kebanyakan bersifat sebagai predator. b. Kelas Ophiuroidea (Bintang ular) Bintang ular mempunyai tubuh seperti bola cakram kecil dengan lima lengan panjang (Jasin, 1992 dalam Katili, 2011). Di bagian seperti lateral terdapat duri, sedangkan bagian dorsal serta ventral tidak terdapat duri. Dasar kaki tabung dari bintang mengular tidak memiliki cakram seperti ditemukan pada bintang laut, oleh karena itu dia bergerak dengan mencambukkan lengan-lengannya dalam gerakan yang mirip ular. Beberapa spesies merupakan pemakan suspense, sedangkan yang lain merupakan predator (Campbell dan Reece, 2012 dalam Hanifa, 2016).
5
c. Kelas Echinoidea (Landak laut) Bentuk tubuh pada hewan ini kurang lebih terdiri atas lima bagian tubuh yang sama, tanpa tangan dan berduri. Kaki ambulakral pendek dan terletak diantara duri-duri yang panjang. Mulut dikelilingi oleh lima buah gigi yang berkumpul di dalam bibir yang corong (Rusyana, 2011). d. Kelas Holothuroidea (Ketimun laut) Teripang atau timun laut (Thynone briereus). Tubuhnya lunak, berbentuk seperti kantung memanjang. Dalam kulitnya terdapat papan-papan kecil dari kapur. Pada satu ujung terdapat mulut yang dikelilingi oleh tentakel-tentakel bercabang. Tentakel ini berongga dan dapat memanjang karena tekanan air, hewan ini tidak memiliki duri (Soegiarto, 1994 dalam Katili, 2011). Mulut pada hewan ini terletak pada ujung yang satu sedangkan anus terletak pada ujung yang lainnya (Romimohtarto dan Juwana, 2007 dalam Katili, 2011). 2) Kingdom Filum Sub Filum
: Animalia : Echinodermata : Pelmatozoa
a. Kelas Crinoidea (Lili laut) Kelompok hewan inidinamakan lili laut atau bintang bulu. Sebagian besar dari mereka hidup di laut yang pada kedalaman sedang dan beberapa jenis berupa hewan laut dalam serta beberapa jenis lagi mendiami laut dangkal. Panjangnya tidak lebih dari 40 cm dan berwarna mencolok. Tubuhnya terdiri dari cakram sentral dengan lima lengan bercabang dua atau lebih. Setiap cabang mempunyai ranting-ranting melintang disebut pinnule, cabang ini membuat hewan berbulu-bulu. Cakram sentral bentuknya seperti mangkuk dengan mulut terletak di dasar (Romimohtarto dan Juwana, 2007 dalam Katili, 2011). 2.1.2
Habitat Echinodermata Habitat merupakan tempat atau lingkungan luar dimana tumbuh tumbuhan dan hewan hidup (Romimohtarto dan Juwana, 2007 dalam Katili, 2011). Habitat hewan ini adalah pantai dan laut sampai kedalaman 366 m, bertindak sebagai pemakan sampah-sampah laut (Rusyana, 2011). Echinodermata menyebar hampir di semua lingkungan laut. Mereka mencapai keragaman tertinggi di lingkungan terumbu karang dan juga pantai dangkal. Kelimpahan Crinoid di laut dalam paling banyak. Hampir semua Echinodermata adalah bentik. Bentik yaitu hewan yang hidup di dasar laut (Raghunathan, 2013). Sebagian besar anggota filum Echinodermata beradaptasi untuk hidup di atas batuan dan substrat keras lainnya. Jenis Echinodermata yang hidup di daerah terumbu karang berbeda denganyang hidup di daerah berpasir, karenamemiliki perbedaandaya adaptasi pada habitat dan lingkungannya. Echinodermata yang hidup di terumbu karang biasanya dihuni oleh berbagai bintang mengular seperti marga Ophiotrix, Ophiocoma, bintang laut jenis Linkia laevigata dan beberapa jenis bulu babi serta lili laut jenis Stephanometra indica. Sedangkan pada daerah berpasir banyak terdapat jenis teripang, bintang laut jenis Archaster
6
typicus dan Astropectens polychanthus dan dolar pasir (Laganum laganum). Jenis tersebut beradaptasi dengan cara membenamkan diri ke dalam pasir yang merupakan salah satu upaya menghindari kondisi kekeringan dan sengatan matahari 2.2
Kelimpahan Untuk mengetahui kelimpahan suatu spesies di suatu lokasi tunggal maka idealnya perlu diketahui fisik-kimia, tingkat sumber daya yang diperoleh, daur hidup makhluk hidup, pemangsa dan parasit, selain ada atau tidak adanya suatu makhluk yang dihubungkan dalam waktu dan ruang, dapat juga dikaitkan dengan umur, jenis kelamin, ukuran besarnya tubuh dan dominansi. Kelimpahan adalah jumlah individu suatu jenis dalam luas satuan tertentu. Walaupun di alam sebagian besar spesies jumlah nisbinya rendah, tetapi sebenarnya beberapa diantaranya di suatu tempat sangat berlimpah. Besarnya kelimpahan spesies mencerminkan ketersediaan beberapa sumber daya yang menjadi kendala perluasan populasi yang lebih lanjut yang dibatasi oleh laju kelahiran, bertambahnya laju kematian dan migrasi. Dalam mempertimbangkan fluktuasi kepadatan populasi menurut waktu perlu ditelaah beberapa faktor yang mempengaruhi ukurannya. Faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu faktor yang tergantung kelimpahan dan faktor yang tak tergantung kelimpahan. Faktor yang tergantung kelimpahan mengacu pada kejadian yang mengakibatkan perubahan lingkungan secara mendadak yang mempengaruhi semua anggota populasi tersebut secara merata tanpa menghiraukan kepadatan keterbukaan terhadap pukulan ombak, panjang massa air berada diatas permukaan batas maksimum dan minimum suhu air dan udara, ada tidaknya pesaing makanan, dan ada tidaknya pemangsa dan ketersediaan makanan. 2.3
Keanekaragaman Keanekaragaman merupakan jumlah dan kelimpahan relatif dari spesies dalam sebuah komunitas biologis (Campbell dan Reece, 2012 dalam Hanifa, 2016). Keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya (Soegianto dalam Katili, 2011). Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi, jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah ( Irwanto, 2006). Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas terjadi interaksi jenis yang tinggi pula. Sehingga dalam suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan pembagian relung secara teoritis lebih kompleks. Konsep keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur kemampuan suatu komunias untuk menjaga dirinya tetap stabil (stabilitas komunitas), walaupun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.
7
2.4
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Echinodermata Kehadiran suatu kelompok organisme pada suatu habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok faktor biotik dan kelompok faktor abiotik. 1) Faktor Biotik Faktor-faktor biotik yang mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan adalah interaksi antara berbagai kelompok organisme yang terdapat di perairan tersebut. Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup di laut sangat berlimpah. Biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut. Di laut terdapat berbagai macam organisme mulai dari yang berupa jasad-jasad hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang berukuran sangat besar seperti ikan paus. Sebagian besar wilayah perairan terdapat banyak jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di beberapa wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang hidup dan berinteraksi karena kendala makanan dan kondisi lingkungan. Faktor biologi lingkungan laut merupakan parameter dari mahluk hidup yang menjadi faktor penting dalam komponen penyusun ekosistem laut. Parameter biologi dapat berupa phytoplankton, zooplankton, benthos, nekton, bakteri, dan virus. Dari berbagai jenis organisme tersebut ada yang berlaku sebagai produsen, konsumen, dan pengurai (detritus). 2) Faktor Abiotik a. Suhu Suhu merupakan faktor penting dalam distribusi organisme karena efeknya terhadap proses-poses biologis. Sel-sel mungkin pecah jika air yang dikandung membeku (pada suhu di bawah 0°C), dan protein-protein kebanyakan organisme terdenaturasi pada suhu di atas 45°C (Campbell, 2010 dalam Hanifa, 2016). Suhu air di perairan nusantara berkisar 28 - 32°C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada suhu di lepas pantai. Suhu air permukaan termasuk ke dalam kategori lapisan hangat karena mendapat radiasi dari matahari.
b. pH pH tanah dan air dapat membatasi distribusi organisme secara langsung, melalui kondisi asam atau basa ekstrem (Campbell, 2010 dalam Hanifa, 2016). pH yang mendukung keberlangsungan hidup suatu organisme laut berkisar antara 6-8. Kondisi perairan yang bersifat terlalu asam maupun terlalu basa akan menyebabkan gangguan metabolisme dan sistem respirasi pada organisme laut tersebut, dan dapat membahayakan kehidupan organisme laut (Asikin, 1982 dalam Handayani, 2006). c. Cahaya Ganggang yang hidup pada terumbu karang ( zooxanthella), memerlukan cahaya yang cukup untuk dapat melakukan fotosintesis. Umumnya Echinodermata hidup pada pantai berpasir, berlumpur dan melekat pada terumbu karang. Echinodermata 8
hidup pada karang merupakan hewan yang bersimbiosis dengan zooxanthella. Dasar dari rantai makanan pada komunitas terumbu adalah proses fotosintesis oleh alga yang hidup bersama dalam jaringan biota-biota lain. Makanan Echinodermata berupa ikan, tiram, kerang, teritip, keong, cacing, crustasea, polip karang, ganggang dan lain-lain. Beberapa jenis merupakan pemakan bangkai, sedangkan Achantaster merupakan hama pada terumbu karang yang memakan polip Coelenterata. d. Penetrasi Cahaya Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air yang ada di perairan. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan pentrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya akan menurunkan produktivitas perairan. e. Jenis Substrat Dasar Komponen organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Sedangkan komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga di temukan di perairan. Tetapi hanya 10% dari materi organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan.
9
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian ini telah dilaksanakan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu.
Gambar Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Belu, NTT 3.1.2
Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada 29 - 30 Des ember 2016.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat a. Rol meter, untuk mengukur luas daerah penelitian, panjang garis transek dan luas plot b. Thermometer, untuk mengukur suhu c. Kertas lakmus, untuk mengukur keasaman d. Stoples digunakan untuk menyimpan specimen yang mewakili spesies Echinodermata yang ditemukan untuk keperluan identifikasi. e. Kompas, untuk mengetahui posisi lokasi penelitian dan posisi garis transek dan posisi plot f. Kamera, untuk mengambil dokumentasi g. Alat tulis, untuk mencatat data-data yang ditemukan saat melakukan penelitian
10
3.2.2
3.3
Bahan a. Alkohol 70 %, untuk mengawetkan sampel yang ditemukan b. Tali raffia, untuk pembuatan plot dan garis transek c. Kayu patok, untuk menentukan titik awal penelitian Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode purpose sampling berdasarkan substrat dengan plot-plot pengamatan berukuran 5 x 5 meter sebanyak 5 buah pada masing-masing 4 stasiun pengamatan, sehingga didapat 20 plot.
3.4
Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 3.4.1 Observasi lokasi penelitian Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan lokasi yang akan dijadikan lokasi penelitian.
3.4.2 Persiapan Alat dan Bahan Peneliti mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa rol meter, thermometer, kertas lakmus, stoples, kompas, kamera, alat tulis, buku identifikasi, alkohol 70%, tali raffia dan kayu patok. 1) Pelaksanaan penelitian a. Menentukan batas lokasi penelitian Adapun langkah-langkah yang diambil dalam penentuan lokasi pengambilan sampel adalah : i. Menentukan stasiun lokasi penelitian berdasarkan substrat, sehingga didapat 4 stasiun yaitu stasiun I substrat pasir kasar, stasiun II substrat pasir halus berlumpur dengan sedikit sampah, stasiun III substrat sampah banyak dan stasiun IV substrat bebatuan ii. Mengukur 20 meter dari pasang tertinggi kemudian membuat patokan. iii. Selanjut membuat plot berukuran 5 x 5 meter sebanyak 5 plot pada masingmasing stasiun. b. Pengambilan data Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : i. Pengambilan data dilakukan pada saat air surut ii. Mencatat setiap jenis dan jumlah individu pada setiap plot berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya. iii. Mengidentifikasi dilakukan dengan dua acara, yaitu a) Identifikasi dilakukan di lokasi pengambilan data b) Mencocokkan spesimen dengan gambar yang ada didalam buku sumber
11
3.5
Analisis Data Untuk analisis data, peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengelompokkan takson Echinodermata menurut jenis, marga dan s uku. 2) Menghitung kelimpahan dan jenis proposional Indeks-indeks yang didasari pada kelimpahan jenis proposional menyediakan suatu pendekatan alternatif untuk pengukuran keanekaragaman. (Peet, 1974 dalam Banilodu, 2003) menamakan indeks ini sebagai indeks heterogenitas, karena indeks ini mempertimbangkan kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Ukuran keanekaragaman tipe ini digunakan secara luas bersamaan popularitas dengan popularitas keanekaragaman hayati belakangan ini, diantaranya adalah: a. Kelimpahan relatif tiap jenis Echinodermata dapat dihitung berdasarkan banyaknya individu yang ada di lokasi penelitian. Rumus: P i
ni
N
Dimana: Pi : Proporsi kelimpahan spesies ni : Nilai kepentingan untuk spesies atau jumlah individu spesies ke-i N : Nilai kepentingan total atau total jumlah individu
b. Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H’ = - ∑ pi ln pi Di mana: H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Winner Pi : Proposi individu kelimpahan yang ditemukan pada jenis k-i Dengan nilai tolak ukur indeks keanekaragaman H < 1,0 Keanekaragaman kecil, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil. 1,0 < H < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang. H > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis.
E
H '
ln S
Di mana : E : Kerataan Shannon Nilai E berkisar antara 0-1 H’: Keanekaragaman Shannon S : Total Jumlah Jenis 12
Hmaks = H’ x E
3.6 Parameter yang Diukur 1) Suhu (°C) Suhu air diukur dengan menggunakan alat thermometer, dengan cara mengambil satu ember atau baskom dari sampel air kemudian thermometer dimasukkan kedalamnya dan dibaca skala dari thermometer tersebut dan mencatat hasilnya. 2) pH (Derajat Keasaman) Pengukuran pH dengan menggunakan indikator universal dengan cara memasukkan atau mencelupkan pH universal ke dalam sampel air, kemudian cocokkan warna tersebut dan mencatat hasilnya. 3) Substrat Melihat substrat pada setiap stasiun.
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Kelimpahan Echinodermata Penelitian dengan menggunakan metode purpose sampling pada 4 stasiun pengamatan, berdasarkan substrat yang terdapat di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu dengan membuat 5 plot pengamatan yang berukuran 5 x 5 meter, maka hanya ditemukan 2 kelas dari filum Echinodermata yaitu kelas Echinoidea dan holothuroidea dengan 8 spesies yang terdiri dari Echinothrix calamaris yang memiliki 3 corak warna yang berbeda yaitu hijau toska, hijau dengan corak hijau lumut dan hitam dengan corak hijau, Tripneuster gratilla, Tripneuster ventricosus, Diadena cetosun Halothuria fuscocinerea dan Pearsonothuria grafei. Hasil analisis kelimpahan Echinodermata dapat di lihat pada lampiran. Dari hasil analisis kelimpahan dari masing-masing plot pengamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 1. Kelimpahan Echinodermata yang ditemukan pada lokasi
∑ Plot
No
Nama Spesies
1
Echinothrix calamaris Hitam dengan corak hijau Echinothrix calamaris Hijau dengan corak hijau lumut Echinothrix calamaris Hijau toska Tripneuster gratilla Tripneuster ventricosus Diadema cetosun Holothuria fuscocinerea Pearsonothuria grafei Jumlah
2 3 4 5 6 7 8
∑ Individu Kelimpahan
16
54
0.173
18
75
0.240
16 16 14 17 3 4 104
52 46 28 47 4 6 312
0.167 0.147 0.090 0.151 0.013 0.019 1.000
Dari table data di atas terlihat bahwa kelimpahan Echinodermata di sepanjang pesisir Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah 1. Spesies yang mendominasi di Pantai Abat Desa Jenilu adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut dengan nilai kelimpahannya 0.240 dan spesies yang mempunyai nilai kelimpahan terendah adalah Holothuria fuscocinerea dengan nilai kelimpahannya 0,013.
4.1.2
Keanekaragaman Echinodermata Hasil analisis keanekaragaman dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil perhitungan keanekaragaman jenis Echinodermata yang ditemukan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada table di bawah ini.
14
Table 2. Keanekaragaman Echinodermata yang ditemukan
No
Nama Spesies
1
Echinothrix calamaris Hitam dengan corak hijau Echinothrix calamaris Hijau dengan corak hijau lumut Echinothrix calamaris Hijau toska Tripneuster gratilla Tripneuster ventricosus Diadema cetosun Holothuria fuscocinerea Pearsonothuria grafei Jumlah
2 3 4 5 6 7 8
∑ Plot
∑ Individu
Keanekaragaman
Kemerataan
16
54
0.304
0.076
18
75
0.343
0.079
16
52
0.299
0.076
16 14 17 3 4 104
46 28 47 4 6 312
0.282 0.216 0.285 0.056 0.076 1.860
0.074 0.065 0.074 0.040 0.042 0.526
Dari table data di atas terlihat bahwa keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah 1,860. Spesies yang memiliki nilai keanekaragaman tertinggi adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut dengan nilai keanekaragaman 0,343 sedangkan spesies yang mempunyai keanekaragaman rendah adalah Holothuria fuscocinerea dengan nilai keanekaragaman 0,056. Kemerataan dari 8 spesies yang ditemukan tidak tersebar merata dan kisarannya mendekati 0. 4.1.3
Parameter Lingkungan Ada beberapa parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu berupa suhu, pH dan jenis substrat.
Table 3. Hasil pengukuran parameter lingkungan pada lokasi penelitian No 1 2 3
Parameter Lingkungan
Kisaran suhu pH Jenis substrat
Stasiun
I 29 6 pasir kasar
II III IV 28 28 27 6 6 6 pasir halus sampah bebatuan + sampah banyak
Referensi
27 – 29 °C (Katili, 2011) 5 - 8 pH (Katili, 2011)
4.2 Pembahasan 4.2.1 Kelimpahan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu, kelimpahan spesies tertinggi terdapat pada Echinothrix calamaris dimana spesies ini memiliki 3 corak yang berbeda sehingga peneliti menganalisis data kelimpahannya masing-masing kemudian didapat kelimpahan tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut (0.173), Echinothrix calamaris hitam dengan corak hijau (0.240) dan Echinothrix calamaris hijau toska (0.167). Sedangkan
15
kelimpahan terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea yaitu 0.013. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa suatu spesies dinyatakan melimpah apabila ditemukan individunya dalam jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan individu dari spesies yang lainnya (Katili, 2011). Pada lokasi penelitian keempat stasiun tersebut memiliki substrat yang berbeda-beda dimana pada stasiunt II dengan jenis substrat pasir halus berlumpur dengan sedikit sampah ditemukan lebih banyak spesies. Jumlah paling sedikit terdapat pada stasiun IV dengan substrat bebatuan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Romimahtarto dkk (2007:95) dalam Katili (2011) dimana menyatakan bahwa Echinodermata merupakan hewan yang sering di jumpai merayap pada batu di wilayah pesisir laut yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat persembunyiannya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelimpahan Echinodermata baik kondisi fisik maupun kimia berupa suhu, dimana untuk perairan pantai daerah tropika biasanya mempunyai kisaran suhu antara 27 - 29°C tetapi dapat tinggi apabila berkurangnya kedalaman air (Desmukh, 1992: 42 dalam Katili, 2011). Untuk faktor lingkungan berupa pH yang diukur pada keempat stasiun adalah 6 derajat pH yang termasuk kisaran optimal. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pH yang baik mendukung kehidupan organisme perairan berkisar antara 5,0-8,0 (Romimohtarto dkk, 2007:90 dalam Katili, 2011). Berdasarkan uraian tersebut dapat katakan bahwa kisaran faktor lingkungan baik substrat, suhu dan pH masih menunjukkan kisaran toleransi yang dapat mendukung kehidupan Echinodermata, meskipun di sisi lain terdapat tekanan secara ekologis terhadap kehidupan Echinodermata yang ada di lokasi tersebut. 4.2.2
Keanekaragaman Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu, diperoleh nilai keanekaragaman Echinodermata yang tergolong sedang (1,0 < H < 3,322) produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang dengan capaian nilai 1.860. Hasil ini dianalisis menggunakan formula Shannon-Wiener didasarkan pada kriteria nilai tolak ukur indeks keanekaragaman (Rahma dan Fitriana, 2006:68 dalam Katili, 2011) Spesies yang memiliki keanekaragaman tertinggi terdapat pada Echinothrix calamaris dimana spesies ini memiliki 3 corak yang berbeda sehingga peneliti menganalisis data keanekaragamannya masing-masing kemudian didapat keanekaragaman tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut (0.343), Echinothrix calamaris hitam dengan corak hijau (0.304) dan Echinothrix calamaris hijau toska (0.299). Sedangkan keanekaragaman terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea yaitu 0.056, sehingga suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi, jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit jenis dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Irwanto, 2006). Nilai keanekaragaman dikatakan sedang walaupun kondisi lingkungan yang menjadi lokasi penelitian hal ini karena persebaran Echinodelrmata tidak secara merata pada keempat stasiun. Faktor lain yang dapat menyebakan sedangnya keanekaragaman Echinodermata di
16
Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu adalah suhu. Dari hasil pengukuran suhu berkisar antara 27 - 29°C dimana stasiun ke IV memiliki suhu terendah yaitu 27°C dengan jenis substrat bebatuan serta memiliki jumlah spesies terendah pula. Walaupun hasil pengukuran masih termasuk dalam kisaran optimal, tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang ditemukan dalam jumlah yang lebih melimpah dari pada jenis lainnya. Keanekaragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan jenis atau banyaknya jenis, akan tetapi terdapat juga kemerataan dari kelimpahan setiap individu. Pada suatu komunitas, kemerataan jenis dibatasi dengan 0-1 dimana 1 menunjukkan kondisi semua jenis sama-sama melimpah (merata), sebaliknya jika angka mendekati 0, maka jenis yang terdapat pada komunitas tersebut semakin tidak merata atau adanya jenis yang jumlahnya mendominasi. Pada tabel indeks kemerataan jenis pada keempat stasiun, menunjukkan bahwa kemerataan spesies pada komunitas tersebut semakin tidak merata dan adanya jenis yang jumlahnya mendominasi pada stasiun II.
17
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1) Kelimpahan Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada spesies Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut dengan nilai kelimpahan 0.173 dan nilai kelimpahan terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea dengan nilai kelimpahan 0.013. Nilai kelimpahan ini tergolong kurang dikarenakan jumlah individu yang didapat hanya sedikit, substrat pada masing-masing stasiun juga berbeda sehingga pada stasiun IV hanya sedikit spesies yang ditemukan. 2) Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu memiliki nilai keanekaragaman 1.860 yang tergolong sedang dengan nilai keanekaragaman tertinggi pada spesies Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut yaitu 0.343 dan nilai keanekaragaman terendah pada spesies Holothuria fuscocinerea dengan nilai keanekaragaman 0.056. Nilai dari keanekaragaman Echinodermata tergolong sedang dikarenakan penyebaran dari Echinodermata di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu tidak merata dimana berdasarkan indeks kemerataan di Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu yang mendekati 0. 3) Faktor lingkungan yang mendukung kehidupan Echinodermata berupa suhu, pH dan substrat. Dengan hasil pengukuran suhu berkisar antara 27 - 29°C, pH 6 derajat pH dan substrat dari keempat stasiun tersebut yaitu pasir kasar, pasir halus berlumpur dengan sedikit sampah, banyak sampah dan bebatuan.
5.2
Saran 1) Sebagai bahan informasi awal dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya. 2) Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah atau instansi terkait dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Parawisata kabupaten Belu dalam menjaga panorama, kebersihan dan keindahan Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu dan sekitarnya, agar senantiasa bersih dan terawat dengan baik. Selain itu, perlu ada penegasan untuk menjauhkan aktivitas masyarakat terutama berdagang di pesisir pantai, karena di lokasi tersebut terdapat gedung yang baru dibangun yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat berdagang oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran laut akibat tumpukan sampah 3) Perlu adanya kesadaran dari masyarakat akan kebersihan pantai terutama Pantai Abat Desa Jenilu, Kakuluk Mesak, Atapupu ini yang hampir ditutupi oleh sampah organik dan anorganik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, A. E. 2006. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai Randusanga Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi UNES. Hanifa, Qonita. 2016. Struktur Komunitas Echinodermata di Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujuh Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. FKIP UNPAS Hernisa. 2015. Studi Keanekaragaman Bintang Laut dan Bintang Ular di Desa Sungai Bakau Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat . Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya. Hutauruk, L. Erni. 2009. Studi Keanekaragaman Echinodermata di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Skripsi , Medan. Universitas Sumatra Utara Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Katili, Sidik Abubakar. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona Intertidal di Gorontalo. Jurnal Skripsi , Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo, Vol. 8. Nomor 1, Maret 2011 Nasution, A. P. Syarif, Arief Protomo dan Fadliyah Idris. 2014. Keanekaragaman Echinodermata di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Putra, F. Eka, Arief Pratomo, Falmi Yandri. 2012. Keanekaragaman Echinodermata di Perairan Litoral Teluk dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Jurnal Raghunathan, C., Koushik, S., Tamal, M., C. Sivaperuman, K. Venkataraman. 2013. A Guide to Common Echinoderms of Andaman and Nicovar Island . Kolkata: Zoological Survey of India. Rivanna dan S. Mahmudah. 2013. Potensi Phyllum Echinodermata di Pantai Pailus Jepara Sebagai Sumber Bahan Pangan. Jurnal Skripsi, Malang: Pendidikan Biologi IKIP PGRI Semarang Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata, Teori dan Praktek.Bandung. Alfabeta . Supono dan Ucu Yanu Arbi. 2012. Kelimpahan dan Keragaman Echinodermata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu . Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Hlm. 114-120, Juni 2012 Yusron, Eddy. 2009. Keanekaragaman Jenis Echinodermata di Perairan Teluk Kuta, Nusa Tenggara Barat . Makara, Sains, 13 (1): 45-78 Yusron, Eddy.2010. Keanekaragaman Jenis Echinodermata di Perairan Likupang, Minahasa Utara, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 15 (2): 85-90
19
Foto Spesimen
Echinothrix calamaris hijau toska
Echinothrix calamaris hijau dengan corak hijau lumut
Echinothrix calamaris hitam dengan corak hijau
20
Tripneuster gratilla
Tripneuster ventricosus
Diadena cetosun
21
Halothuria fuscocinerea
Pearsonothuria grafei.
22
Lampiran Dokumentasi Penelitian
23
24