PROFIL FAKTOR EDAFIK DAERAH HOMOGEN HUTAN PINUS DI CAMPING GROUND JAYAGIRI LEMBANG LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Umum dosen pengampu Dr. Yusuf Hilmi Adisendjaja, M.Sc., Dr. Amprasto, M.Si., Dr. Rini Solihat, M.Si., dan Hj. Tina Safaria, S.Si., M.Si.
oleh: Kelompok 4 Pendidikan Biologi A 2015 Annisa Fadhila
1500145
Aulia Fuji Yanti
1501665
Husna Dita Rahmah
1505468
Najat Almardhiyyah
1503879
Naufal Ahmad Muzakki
1505601
Sarah Hanifah
1500614
Zakia Nurhasanah
1505985
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2018
A. Judul Profil Faktor Edafik Daerah Homogen Hutan Pinus Di Camping Ground Jayagiri Lembang B. Latar Belakang Beberapa tempat wisata alam di Bandung, seperti: Tebing Keraton, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Hutan Pinus Grafika Cikole Lembang, dan Hutan Jayagiri Lembang, memiliki rona lingkungan yang sama, yakni berupa hutan homogen berdasarkan vegetasi pinus (hutan pinus homogen). Akan tetapi, walaupun memiliki rona lingkungan yang sama, tetap terdapat perbedaan, dimana hutan pinus homogen di Jayagiri Lembang tidak terpelihara/terawat seperti tempat wisata alam lainnya yang telah dijabarkan di atas, hal itu terbukti dengan dijadikannya lahan vegetasi menjadi jalur untuk pengendara motor trail, yang mana menurut kami hal tersebut memengaruhi kondisi edafik di lingkungan tersebut. Selain itu, seharusnya semakin dalam atau semakin jauh jarak hutan dari pemukiman, maka semakin sedikit interaksi manusia dengan lingkungan hutan atau dapat dikatakan tidak terjamah manusia, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di Hutan Jayagiri Lembang, dimana puncak Hutan Jayagiri Lembang dijadikan sebagai tempat berkemah “Camping Ground” yang dipakai untuk kesenangan manusia, sehingga mengganggu kondisi lingkungan sekitar, salah satu contohnya yaitu sampah yang berserakan di areal Camping Ground, menurut kami, hal tersebut juga dapat memengaruhi faktor edafik di sekitarnya. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana profil faktor edafik daerah homogen hutan pinus di Camping Ground Jayagiri Lembang? D. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas diantaranya sebagai berikut: 1. Berapa pH tanah di daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang?
1
2. Bagaimana kondisi warna tanah di daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang? 3. Bagaimana tekstur tanah di daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang? 4. Berapa materi organik tanah yang terkandung di daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang? 5. Adakah keterkaitan antara faktor edafik satu sama lain dari ke empat parameter tersebut? E. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui profil edafik daerah homogen hutan pinus di Camping Ground Jayagiri Lembang. F. Landasan Teori Tanah sangat penting untuk mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan unsur hara dan air serta sebagai penopang akar. Di dalam tanah, terdapat berbagai unsur hara atau partikel yang sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup tanaman, seperti kandungan bahan organik, kondisi drainase, dan aerasi (Soepardi 1983). 1. Warna tanah Warna tanah merupakan sifat morfologi yang paling mudah dibedakan. Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah, misalnya: warna hitam menunjukkan kandungan bahan organik tinggi. Warna merah menunjukkan adanya oksidasi bebas (tanah-tanah yang teroksidasi). Warna
abu-abu
atau
kebiruan
menunjukkan
adanya
reduksi
(Hardjowigeno, 1985). Warna tanah sering digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengklasifikasikan tanah. Hasil klasifikasi tanah selanjutnya digunakan sebagai dasar penilaian kesesuaian lahan berbagai tanaman pertanian maupun tanaman kehutanan. Dalam penelitian sumber daya tanah saat ini, Munsell soil color chart (MSCC) digunakan sebagai standar. Warna dasar atau warna matriks dan warna karatan sebagai hasil dari proses oksidasi dan reduksi di dalam tanah (Balai Penelitian Tanah 2004). Cara
2
penggunaan MSCC adalah dengan mengecek kemiripan warna tanah pada pedoman warna yang terdapat dalam MSCC. Pada Munsell Soil Color Chart nilainya dinyatakan dalam tiga satuan yaitu hue, value dan chroma. Hue menujukkan warna spektrum yang dominan dan sesuai dengan panjang gelombang, value menunjukan gelap atau terangnya warna, dan chroma menujukkan kekuatan dan kemurnian warna spektrum. Penentuan nilai hue dimulai dari spektrum dominan paling merah (5R) sampai spektrum dominan paling kuning (5Y). Selain itu, di dalam beberapa buku MSCC sering terdapat juga spektrum untuk warna-warna tanah tereduksi (gley). Value tanah bernilai antara 2–8. Semakin tinggi nilai value, maka warna tanah makin terang, yang menandakan bahwa jumlah sinar yang dapat dipantulkan oleh tanah tersebut semakin banyak. Nilai value pada lembar buku MSCC terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan angka 2 menunjukkan warna paling gelap dan angka 8 menunjukkan warna paling terang. Nilai chroma tanah pada lembar buku MSCC dibagi dengan rentang 1–8. nilai chroma yang tinggi menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum yang makin meningkat dan begitu pula sebaliknya (Priandana, dkk., 2014).
Gambar F.1 Munsell Soil Color Chart (MSCC) (Lazuardi, 2017)
3
2. Tekstur tanah Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982). Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm. Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan. Berbagai lembaga penelitian atau institusi mempunyai kriteria sendiri untuk pembagian fraksi partikel tanah. Sebagai contoh, pada Tabel F.1 diperlihatkan sistem klasifikasi fraksi partikel menurut International Soil Science Society (ISSS), United States Departement of Agriculture (USDA) dan United States Public Roads Administration (USPRA). Tabel F.1 Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem (diambil dari Hillel, 1982)
Mengingat terdapat beberapa sistem pengelompokan fraksi ukuran butir tanah, maka dalam penyajian hasil analisis perlu dicantumkan sistem klasifikasi mana yang digunakan. Di Balai Penelitian Tanah digunakan sistem USDA (LPT, 1979). Tanah dengan berbagai perbandingan pasir, debu dan liat dikelompokkan atas berbagai kelas tekstur seperti
4
digambarkan pada segitiga tekstur (Gambar 2). Cara penggunaan segitiga tekstur adalah sebagai berikut:
Gambar F.2 Segitiga Tekstur (Pardede, 2014) Misalkan suatu tanah mengandung 50% pasir, 20% debu, dan 30% liat. Dari segitiga tekstur dapat dilihat bahwa sudut kanan bawah segitiga menggambarkan 0% pasir dan sudut kirinya 100% pasir. Temukan titik 50% pasir pada sisi dasar segitiga dan dari titik ini tarik garis sejajar dengan sisi kanan segitiga (ke kiri atas). Kemudian temukan titik 20% debu pada sisi kanan segitiga. Dari titik ini tarik garis sejajar dengan sisi kiri segitiga, sehingga garis ini berpotongan dengan garis pertama. Kemudian temukan titik 30% liat dan tarik garis ke kanan sejajar dengan sisi dasar segitiga sehingga memotong dua garis sebelumnya. Dari perpotongan ketiga garis ini, ditemukan bahwa tanah ini mempunyai kelas tekstur "lempung liat berpasir". Salah satu kelas tekstur tanah adalah lempung yang letaknya di sekitar pertengahan segitiga tekstur. Lempung mempunyai komposisi yang imbang antara fraksi kasar dan fraksi halus, dan lempung sering dianggap sebagai tekstur yang optimal untuk pertanian. Hal ini disebabkan oleh kapasitasnya menyerap hara pada umumnya lebih baik daripada pasir, sementara drainase, aerasi dan kemudahannya diolah lebih baik daripada liat. Akan tetapi, pendapat ini tidak berlaku umum, karena untuk keadaan lingkungan dan jenis tanaman tertentu pasir atau liat mungkin lebih baik daripada lempung. Penentuan tekstur suatu contoh tanah secara kuantitatif 5
dilakukan melalui proses analisis mekanis. Proses ini terdiri atas pendispersian agregat tanah menjadi butir-butir tunggal dan kemudian diikuti dengan sedimentasi. 3. pH tanah Pada sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi tanaman. Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah, diantaranya adalah keberadaan asam sulfur dan asam nitrit sebagai komponen alami dari air hujan (Foth, 1984). Terdapat dua jenis kemasaman tanah, yaitu kemasaman potensial dan kemasaman aktif. Kemasaman potensial adalah kemasaman yang berasal dari ion-ion 𝐻 + yang terjebak oleh kompleks liat yang dapat dipertukarkan dan menyebabkan terbentuknya kemasaman potensial, sedangkan ion 𝐻 + yang dapat dipertukarkan berdisosiasi menjadi ion 𝐻 + bebas yang merupakan sumber kemasaman aktif. Kemasaman aktif inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan, 1991). Reaksi tanah (pH) dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Kondisi pH tanah optimum untuk ketersediaan unsur hara adalah sekitar 6,0−7,0. Pada pH kisaran 7 semua unsur hara makro dapat tersedia secara maksimum dan unsur hara mikro tersedia tidak maksimum. Unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga pada pH kisaran 7,0 akan menghindari toksisitas. Pada reaksi tanah (pH) di bawah 6,5 akan terjadi defisiensi P, Ca, Mg dan toksisitas B, Mn, Cu dan Fe. Sementara itu pada pH 7,5 akan terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, Mg dan toksisitas B juga Mo (Hanafiah, 2004). Koloid humus selain sebagai tempat terjerapnya kation-kation juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa (Tan, 1991). Hilangnya kandungan bahan organik akibat erosi dan proses oksidasi yang cepat pada lahan pertanaman ubi kayu akan berakibat pada reaksi-reaksi kimia yang ada di dalam tanah. Bahan organik sebagai sumber koloid organik akan mempengaruhi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan kemasaman tanah (Nyakpa dkk., 1988).
6
Kejenuhan basa juga sangat erat kaitannya dengan pH tanah, semakin tinggi kejenuhan basa artinya tanah didominasi oleh kation basa dan semakin sedikit jumlah kation-kation masam. Koloid humus dari hasil dekomposisi bahan organik juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa yang akan meningkatkan pH tanah (Tan, 1991). Terbukanya lahan menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah dan intensifnya pencucian hara oleh air hujan. 4. Materi Organik Tanah Tanah yang ideal tersusun atas komponen-komponen yaitu 45% mineral, 5% bahan organik, dan 20-10% udara dan air (Yulipriyanto, 2010). Bahan organik adalah kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah terdekomposisi baik berupa humus maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk faktor biotiknya yaitu mikroba yang terlibat (Hanafiah, 2004). Bahan organik terdiri dari sisa tanaman di atas permukaan tanah yang masih dapat dikenali bentuknya, sisa tanaman yang melapuk yang wujudnya tidak dapat dikenali lagi, mikroorganisme berupa flora dan fauna yang berperan dalam proses dekomposisi beserta produknya, serta humus yang merupakan hasil akhir dekomposisi bahan organik (Yulipriyanto, 2010). Bahan-bahan tanaman yang masih menampakkan wujud aslinya berperan dalam pelindungan permukaan tanah sebagai mulsa. Serasah tanaman yang mengalami proses dekomposisi di dalam tanah adalah sumber primer bahan organik tanah yang selanjutnya akan menghasilkan humus (Handayanto, 1998). Bahan organik yang berperan dalam proses kimia di dalam tanah adalah senyawa-senyawa organik dari jaringan tanaman antara lain karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, lignin dan humus (Tan, 1991). Walaupun proporsinya tidak lebih dari 5% di dalam tanah, namun bahan organik dapat memodifikasi sifat-sifat fisika, biologi dan kimia tanah. Manfaat bahan organik antara lain sebagai salah satu sumber unsur hara, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi, dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Oleh karena itu, menurunnya kandungan
7
bahan organik pada suatu tanah maka menunjukkan tanda-tanda penurunan kesuburan tanah (Hanafiah, 2004). Kandungan bahan organik di dalam tanah dapat diketahui dengan menganalisis kandungan C-organik pada contoh tanah. Salah satu metode yang mampu mengoksidasi rata-rata hingga 70% bahan organik adalah metode Walkley and Black. Dari persentase kandungan C-organik dapat diketahui kandungan bahan organik tanah dengan mengalikan persentase C-organik dengan 100/58 yang merupakan faktor Van Bemmelen (Balai Penelitian Tanah, 2005). G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan profil tanah di daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang. 2. Waktu dan Tempat Penelitian Hari/ Tanggal
: Minggu, 18 Maret 2018
Waktu
: Pukul 08.00 s.d. 14.00 WIB
Tempat
: Daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang
3. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
: Daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang
b. Variabel terikat
: pH tanah, warna tanah, tekstur tanah, dan materi organik tanah
4. Teknik Sampling Teknik sampling yang kami gunakan yaitu Simple Random sampling. Luas daerah homogen hutan pinus Camping Ground Jayagiri Lembang 18.375 m2. Daerah tersebut diambil 20% untuk dijadikan titik sampling. Adapun pembagian wilayahnya yaitu sebagai berikut (kotak yang berwarna kuning merupakan daerah yang terpilih menjadi titik sampling), setiap kotak berukukuran 35 m x 26,25 m.
8
16
17
18
19
20
11
12
13
14
15
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
H. Alat dan Bahan Tabel H.1 Alat yang digunakan dalam praktikum edafik No.
Alat
Jumlah
1.
Alat Tulis
1 set
2.
Gelas Ukur
3 unit
3.
Labu Erlenmeyer
3 unit
4.
Pipet Tetes
3 unit
5.
Sieve Tube
1 unit
6.
Soil Corers
1 unit
7.
Soil Tester
1 unit
8.
Timbangan
1 unit
Tabel H.2 Bahan yang digunakan dalam praktikum edafik No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bahan Aquades Fero Amonium Sulfat H2SO4 H3PO4 85% Indikator Diphenilamin K2Cr2O7 1 N NaF Sampel tanah
Jumlah 200 ml 32 ml 80 ml 40 ml 12 ml 40 ml 0,8 g 100 g
I. Langkah Kerja 1. Tekstur Tanah Siapkan 100 gram sampel tanah yang telah dikeringkan
Saringlah sampel tanah menggunakan Sieve
Tentukanlah perbandingan berat relatif antara pasir, lempung dan liat
Diagram I.1 Langkah Kerja Menggunakan Sieve 2. Warna Tanah Ambil sampel tanah dari setiap titik sampel
Letakkan sampel tanah dengan kertas putih sebagai alas
Tentukanlah warna tanah
Diagram I.2 Langkah Kerja Mengukur Warna Tanah
9
3. pH Tanah Tancapkan pH Soil Tester pada tanah yang menjadi titik sampel
Lakukan pengulangan sampai 3x pada titik sampel yang sama
Tunggu sekitar 5 menit sampai jarum tidak bergerak lagi
Lakukan juga pada titik sampel 2, 3 dan 4
Diagram I.3 Langkah Kerja Menggunakan pH Soil Tester 4. Material Organik Tanah (MOT) Ambil 0,05 gram sampel tanah, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
Isi buret bersih dengan Fero Ammonium Sulfat. titrasi sampel tanah dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat dan ini menunjukkan titrasi akhir.
Tambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N ke dalam sampel tadi lalu aduk
Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat ke dalam campuran 2. Campurkan dengan cara memuta-mutar erlenmeyer secara hati-hati
Tambahkan 10 ml H3PO4 85%, 0.2 gram NaF dan 30 tetes diphenilamin
Biarkan campuran tadi selama 20-30 menit agar berlangsung reaksi, kemudian encerkan dengan aquades.
Hitung prosentase materi organik yang ada.
Diagram I.4 Langkah Kerja Mangukur Material Organik Tanah (MOT) J. Hasil Pengamatan Tabel J.1 Hasil Pengamatan Tekstur Tanah Diameter Partikel (mm) 4 2 1 0,5
Titik 1 Berat Partikel (g) 0,61 1,93 20,27 15
% 1,6 5,1 53,6 39,7
Titik 2 Berat Partikel (g) 3,5 6,3 25,5 3,76
Daerah Sampling Titik 3 Berat % Partikel (g) 8,9 2,32 16,1 16,13 65,2 14,54 9,6 5,66
% 6 41,7 37,6 14,6
Titik 4 Berat Partikel (g) 3,36 12,13 18,5 5,08
Tabel J.2 Hasil Pengamatan pH Tanah Pengulangan
Daerah Sampling Titik 2 Titik 3 Titik 4 5,8 6,4 6,8
Ke - 1
Titik 1 6,5
Ke - 2
6,4
6,2
6,6
6,4
Ke - 3
6,6
6,3
6
6,5
Rata-rata
6,5
6,1
6,3
6,6
10
% 8,5 31 47,3 13
Tabel J.3 Hasil Pengamatan Warna Tanah Titik ke-
Nilai Warna Tanah (Standar Munsell)
1
Hasil Dokumentasi
3 Gambar J.1 Sampel Tanah pada Titik ke-1 (Dok. Kel. 4. 2018)
2
2,5 Gambar J.2 Sampel Tanah pada Titik ke-2 (Dok. Kel. 4. 2018)
3
2,5 Gambar J.3 Sampel Tanah pada Titik ke-3 (Dok. Kel. 4. 2018)
4
2,5 Gambar J.4. Sampel Tanah pada Titik ke-4 (Dok. Kel. 4. 2018)
Keterangan
Pada tanah titik ke-1 ini, terlihat tanah memiliki butiran kecil, cukup halus, dan berwarna cenderung merah.
Pada sampel tanah yang diambil dari titik ke-2, warna tanah cenderung lebih gelap dari warna tanah pada titik lainnya, yakni cenderung berwarna coklat kehitaman.
Tanah pada titik ke-3 memperlihatkan warna tanah yang berbeda dengan warna tanah sebelumnya, yakni berwarna coklat cenderung kekuningan.
Pada tanah titik ke-4 ini, sampel tanah yang diambil memiliki warna hitam, namun ada sedikit kekuningan pada butiranbutiran tanahnya.
Tabel J.4 Hasil Pengamatan Materi Organik Tanah (MOT)
1
Jumlah Tetes Ferro Ammonium Sulfat 89 tetes
2
90 tetes
3,91 ml
6,83%
3
92 tetes
4 ml
6,7%
Pengambilan Sampel Titik Ke -
1
Pengulang an Ke-
Satuan Volume (ml)
Kandunga n MOT
3,87 ml
6,97%
Rata-Rata Kandungan MOT
6,83%
11
6,5 3
Titik 1
6,1
2,5
6,3
2,5
Titik 2 Titik 3 Titik Sampling
6,6
2,5
8 7 6 5 4 3 2 1 0
Warna Tanah
pH Tanah
Hubungan pH Tanah dengan Warna Tanah
pH Tanah Warna Tanah
Titik 4
Diagram J.1 Hubungan pH Tanah dengan Warna Tanah K. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Camping Ground Jayagiri Lembang menghasilkan data yang variatif. Hasil pengamatan Tekstur Tanah yang diambil dari empat titik, membuktikan bahwa persentase diameter partikel 1 mm mendominasi dibandingkan diameter partikel lainnya, yang membuktikan partikel pasir tersebut termasuk pasir kasar. Hasil pengamatan Materi Organik Tanah (MOT) yang diwakili titik 1 memiliki materi organik yang cukup banyak. Dilihat dari rona lingkungan saat pengambilan data, banyak serasah daun pinus yang berguguran diatas tanah titik 1. Kandungan MOT pada titik 1 pengulangan ke-1 memiliki kandungan MOT 6,97%, pengulangan ke-2 memiliki kandungan MOT 6,83%, dan pengulangan ke-3 memiliki kandungan MOT 6,7%. Sehingga rata-rata banyaknya MOT pada titik 1 yaitu 6,83%. Diagram (J.1) merupakan data hubungan antara pH tanah dengan warna tanah. Alat yang digunakan sebagaiu pengukur pH tanah yaitu soil pH tester, sedangkan untuk warna tanah digunakan Munsell Soil Color Chart (MSCC) atau skala Munsell. Setiap titik sampel menunjukkan hasil dengan kecenderungan yang berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas mengenai data derajat keasaman dan warna tanah pada setiap titik sampel. Pada titik 1, sampel tanah memiliki pH 6,5 dengan warna tanah 3 dilihat dari skala Munsell. Morfologi dari tanah ini memang terlihat paling berbeda diantara tanah pada titik sampel yang lain yaitu berwarna cokelat kemerahan. Namun, jika dilihat dari derajat keasaman, pH tanah ini
12
tergolong asam namun mendekati pH normal. Pada titik 2, sampel tanah memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan titik sebelumnya, yaitu berada di angka 6,1. Selain dertajat keasamannya yang turun, begitu pula pada warna tanah yang berada di angka 2,5 yaitu dominan dengan warna hitam. Pada titik 3, memiliki pH yang tidak begitu jauh perbedaannya dengan titik 2, yaitu di angka 6,3. Sedangkan untuk warna tanah di titik 3 masih sama seperti titik 2. Pada titik 4, pH tanah berada di angka paling tinggi dibandingkan titik lainnya yaitu pada angka 6,6. Namun, warna tanah di titik ini tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan titik sebelumnya, yaitu masih didominasi dengan warna hitam sehingga berada pada angka 2,5. Angka yang ditunjukkan pada pH dan warna tanah dari setiap titik sampel, dapat dikatakan berbanding lurus namun pengecualian pada titil sampel 4 yang angkanya berbanding terbalik. Jika dikaitkan hubungan pH tanah dengan warna tanah pada skala Munsell memang tergolong sulit. Karena, warna pH pada tanah tidak mempengaruhi warna tanah secara langsung. Adapun parameter warna tanah dengan skala Munsell tidak mengaitkan antara pH dengan warna tanah, namun lebih mengarahkan standar warna tanah dengan kemampuannya memantulkan sinar matahari. Warna tanah yang berbeda-beda pada titik sampel kemungkinan besar dipengaruhi oleh kandungan unsur kimia yang ada di dalam tanah tersebut, sehingga tidak dapat dipastikan bahwa pH tanah memiliki pengaruh langsung pada perbedaan warna tanah. Selain itu, perbedaan kedalaman tanah yang diambil sebagai sampel juga menjadi variabel pengganggu dalam data ini. L. Kesimpulan Pada wilayah Camping Ground Jayagiri Lembang memiliki tekstur tanah berdiameter partikel 1 mm, rata-rata pH tanah yaitu 6,3 (sedikit asam), warna tanah pada titik ke-1 menurut standar Munsell memiliki nilai 3 berwarna cenderung merah, titik ke-2 memiliki nilai 2,5 berwarna coklat kehitaman, titik ke-3 memiliki nilai 2,5 berwarna coklat cenderung kekuningan, dan titik ke-4 memiliki nilai 2,5 berwarna cenderung hitam namun sedikit kekuningan. Ratarata MOT yang diwakili oleh titik 1 yaitu 6,83%.
13
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah. (2004). Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Balai Penelitian Tanah. (2005). Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Foth, H. D. (1978). Fundamentalis of Soils Science. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hanafiah, K. A. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Handayanto, E. (1998). Pengelolaan Kesuburan Tanah. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Hardjowigeno S. (1985). Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jakarta: Akademi Prasindo. Hillel, D. (1982). Introduction to Soil Rhysics. California: Academic Press. LPT (Lembaga Penelitian Tanah). (1979). Penuntun Analisa Fisika Tanah. Bogor: Lembaga Penelitian Tanah. Nyakpa, Y. dkk. (1988). Kesuburan Tanah. Lampung: Universitas Lampung. Priadana, K., Zulfikar A., & Sukarman. (2014). Mobile Munsell Soil Color Chart Berbasis Android Menggunakan Histogram Ruang Citra HVC dengan Klasifikasi KNN. Jurnal ilmu komputer agri-informatika, 3(2),93-101. Soepardi, G. (1983). Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tan, K.H. (1991). Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yulipriyanto, H. (2010). Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
14