PROFESIONALISME PENDIDIK DALAM ALQURAN HADIS Serli Mahrus* Abstrak Permasalahan pendidikan begitu kompleks, ia melesat begitu cepat, bergerak dinamis mengaliri waktu dan tempat, yang stagnan dan kaku akan tergilas. Apa yang dinyatakan Heraclitus, ”kita tidak bisa menyentuh air yg sama dua kali di sungai yang mengalir”, sebagaimana juga apa yang telah disampaikan oleh Umar bin Khattab, “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya” memahamkan bahwa pendidikan bergerak di atas zaman dan tempat yang terus berubah, dan ia meniscayakan pembaruan di segala aspek, inovasi menjadi kehar usan. Mata dunia tertuju pada dunia pendidikan sebagai pelopor, kualitas bukan kerja kebetulan, ia ditopang oleh kurikulum dan sistem pendidikan, dan yang terpenting profesionalisme pendidik. Pencarian dasar patok duga (benchmark) pada rujukan suci dan kejayaan Islam klasik menjadi upaya akademis alternatif di samping perbaikan terus menerus pada kualitas pendidik, jika tidak, m eski belum kentara, muncul gerakan belajar tanpa guru, diperkuat dengan keadaan bahwa saat ini segala informasi sangat mudah didapat dari dunia maya berkat kemajuan teknologi. Pertanyaan retoris yang semakin populer adalah ” can we have education without teachers?”. Semoga kita mampu menjawabnya. Kata Kunci: Alquran Hadis, Profesionalisme, Pendidik
A. Pendahuluan Alquran berisi prinsip atau patokan-patokan dasar, berdasarkan prinsip itulah manusia mendesain kehidupannya. Terjadi dialektika, dialog alquran dengan realitas dinamika kehidupan, mengamanahkan upaya kreatif manusia memungsikan akal dalam memahami isi kandungan Alquran. Demikian pun hadis, di antaranya berfungsi sebagai penjelas atas prinsip yang telah dicanangkan dalam Alquran- bayan li al-quran.1 Merupakan salah satu sumber teori pendidikan Islam, sebagai sebuah bentuk implementasi kepribadian nabi Muhammad saw yang memiliki muatan kontekstual yang dapat dijadikan cermin bagi pengembangan teori pendidikan yang di beberapa tempat memberikan konstruksi teoritik pendidikan. Seiring perkembangan zaman, dinamika kehidupan pun kian kompleks, maka problematika kehidupan manusia yang dihubungkan dengan agama memerlukan sebuah penyelesaian yang melibatkan proses refleksi terhadap ajaran-ajaran agama.2 Maka dalam ruang dan wacana seperti ini, posisi alquran dan hadis menjadi sumber hukum *Dosen IAIS Sambas dan Pendidik di SMAN 2 Sambas 1 M. Aja al-Khatihibi, Ushul al-Hadits, (Beirut: Dar alFikr, 1978), hlm. 34 2 Rudi Ahmad Suryadi, Hadis: Sumber Pemikiran Tujuan Pendidikan, Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 nomor 2-, 2011, hlm. 161.
1
2
dalam rangka penyelesaian problematika yang dihadapi di samping pemikiranpemikiran ulama klasik dan kontemporer. Manusia dengan sebutan makhluk dimensional seakan tak pernah terhenti untuk menjadi, dengan berbagai perspektif memerankan banyak hal sehingga banyak julukan yang diberikan kepada manusia. Ia dikenal sebagai makhluk sosial (homo socius), makhluk bekerja (homo laden), makhluk yang suka menggunakan lambang-lambang (homo simbolicum), mahkluk organisasional, homo homini socius (sosok manusia sebagai makhluk individu, tapi pada saat bersamaan manusia sebagai kawan sosial bagi manusia lainnya), sebaliknya, ada yang menyebut manusia sebagai serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus)3, dan lain semacamnya. Perspektif agama meniscayakan manusia dengan keseluruhan potensi yang telah dianugerahkan, menjadi makhluk yang berkesempatan bertugas sebagai ‘wakil Tuhan’, dalam rangka memelihara dan membimbing seluruh semesta guna mencapai tujuan penciptaannya yaitu sebagai khalifatullah4 yang pada dasarnya merupakan tanggung jawabnya dalam rangka pengabdiannya sebagai Abdullah5. Tujuan pendidikan Islam sama dengan penciptaan manusia,
yakni
menjadi manusia pengabdi Allah
‘abdullah’ sekaligus delegasi Tuhan pengatur alam semesta ‘khalifatullah’. Apa yang menjadi benang merah dalam menemukan titik temu masyiatullah ‘kehendak Allah’ dan masyiatul ‘ibad ‘keinginan yang dikehendaki manusia’ hanyalah dapat tercapai melalui pendidikan.6 Dengan demikian, akan semakin urgenlah seluruh upaya umat manusia dalam menyelenggarakan pendidikan, betapa tidak, karena tanpa pendidikan, bakal tidak tercapailah tujuan hidup manusia itu. Untuk mencapai tujuan pendidikan tentunya diperlukan pendidik profesional. Para ahli telah merumuskan indikator profesionalisme, dan tulisan ini akan mengkaji tentang profesionalisme pendidik. Pembahasannya akan diarahkan pada upaya mengurai 3
Dinn Wahyuddin, et.all., Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2008), hlm.
1.3 4
Lihat QS. Al-Baqarah:30 Lihat Q.S. Adz-Dzariat:56 6 Allah seringkali menegaskan bahwa diri-Nya mempunyai masyiah (kehendak) dalam hubungan-Nya dengan manusia. Misalnya, “Dia menurunkan kemuliaan-Nya kepada hamba yang dikehendaki-Nya” (QS. Al-Baqarah: 90). Selain ayat ini, masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang kemutlakan kehendak Allah, diantaranya surat al-Baqarah: 253, Ali Imran:40, Al-An’am: 112, Yunus: 99, Hud: 118 dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. 5
3
aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis profesionalitas pendidik dalam kajian Alquran dan Hadits, di dalamnya akan dihimpun ayat-ayat Alquran dan hadis yang setema atau relevan, diikuti penjelasan tafsir dan sarah, dikaitkan dengan konteks sejarah peradaban Islam serta dilengkapi dengan teori-teori kontemporer, sembari berupaya menemukan implikasi teoritiknya untuk penyelenggaraan pendidikan saat ini. B. Hakikat Profesionalisme Pendidik (Tinjauan Ontologi) Pada dasarnya pendidikan itu dapat dilakukan secara individu dalam keluarga, orang tua sebagai pendidik kodrati memiliki tanggung jawab mutlak terhadap anaknya. 7 Namun karena semakin kompleksnya urusan orang tua dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga orang tua tidak akan mampu memenuhi standar pendidikan yang harus anak-anaknya dapatkan. Orang tua bisa saja memanggil orang lain untuk memberikan pendidikan kepada anaknya, namun tentu sulit membayangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dengan rasionalisasi kompleksitas ilmu yang berkembang sekarang. Oleh karenanya manusia mendirikan lembaga pendidikan, di sana pendidikan dapat ditata dan diselenggarakan secara sistemik, sehingga mudah mencari orang yang ahli di bidangnya dan dengan biaya yang ringan pendidikan bisa didapatkan. Fenomena manusia sebagai makhluk sosial mengisyaratkan bahwa manusia senantiasa memerlukan bantuan orang lain dalam pemenuhan kebutuhan di setiap kehidupanya, karena itu munculah berbagai pekerjaan di dalam kehidupan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.8 Kompleksitas kehidupan modern dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyadarkan masyarakat terhadap harapannya memperoleh pelayanan dan standar kualitas oleh institusi jasa yang dituntut bekerja secara profesional. Istilah profesional mengacu kepada beberapa pengertian dengan beberapa derivasinya. Profesional biasanya didekatkan dengan kata ahli (expert) dalam suatu bidang tertentu, merupakan lawan kata dari amatir. Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Kata “profesi” berasal dari bahasa yunani prophaino yang berarti “menyatakan secara publik” dan di dalam bahasa Latin disebut professio yang digunakan untuk 7 8
QS. At-Tahrim: 6 Ibn Khaldun, Al-Muqadimah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), hlm.42
4
menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seseorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Para politikus Romawi harus melakukan professio di depan publik yang dimaksudkan untuk menetapkan bahwa kandidat bersangkutan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menduduki jabatan publik. Sumpah para dokter yang akan menjalankan profesinya menggambarkan suatu janji publik untuk mengabdikan dirinya dalam profesi tersebut sebagaimana mestinya.9 Profesionalisme merupakan sikap seorang profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, sebagai “profesi” dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka.10 Profesi di antara konotasinya merujuk kepada suatu pekerjaan yang dilakukan oleh para pelaku atas dasar suatu janji publik dan sumpah bahwa mereka akan menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya dan akan membaktikan dirinya untuk tugas tersebut.11 Seorang profesional menawarkan layanan sesuai dengan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Memiliki dan menjadi entitas atau organisasi yang dilindungi hukum. Profesionalisme pada pekerjaan mendidik semakin populer setelah diterbitkan UU No 20 tahun 2003 tentang sisdiknas bab XI pasal 39 tentang pendidik dan tenaga kependidikan yang menyebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.12 Dan ditindaklanjuti dengan undang-undang guru dan dosen no 14 tahun 2005 yang menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.13
9
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: RM Books, 2007) hal. 25. Franz Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks (Jakarta: Gramedia, 1991) hal. 146, dikutip oleh Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: RM Books, 2007) hal. 25. 11 Daryl Koehn, Landasan Etika Profesi, alih bahasa Agus M. Hardjana (Yogyakarta: Kanisius, 2000) hal. 78, dikutip oleh Syamsul Amwar, Studi…., hal. 25. 12 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS bab XI pasal 39 tentang pendidik dan tenaga kependidikan. 13 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab I pasal 1 tentang guru. 10
5
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.14 Lebih lanjut dijelaskan bahwa Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip idealisme, komitmen, berkualifikasi akademik dan latar belakang yang sesuai dengan tugas, memiliki kompetensi,15 bertanggung jawab, memperoleh penghasilan, memiliki jaminan perlindungan hukum, dan memiliki organisasi profesi.16 Profesionalitas guru dapat berarti guru yang profesional, yaitu seorang guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar, menilai kemajuan proses belajar mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan proses belajar mengajar. Pandangan agama terhadap sebuah perbuatan atau pekerjaan sangatlah bernilai tinggi, ditopang oleh dasar-dasar syariah menjadikan sebuah pekerjaan (baca: amal) tidak hanya berorientasi hasil, tapi juga proses bahkan semenjak niat dalam mengerjakan itu dicanangkan di dalam hati yang padanya akan Allah berikan kemuliaan. Allah berfirman dalam surah al-Fatir ayat 10:
َّ َ َ َ ُ َّ ُ َ َ َ ُ َّ ُ َ ُ َ َ َ ً َ ُ َّ ُ َمن ََك َن يُر َ لصل ُِح يَر َف ُع ُهۥ َوٱ ََّّل ِين َيمك ُرون يد ٱلعِ َّزة فل ِلهِ ٱلعِزة َجِيعا إِلهِ يصعد ٱلَك ِم ٱلطيِب وٱلعمل ٱ ِ ُ َ َ َ َ َ َ ْ ُ ََ ُ ك ُه َو َي ُب ١٠ ور ات ل ُهم عذاب شدِيد ومكر أول ِئ َِٔ َّ ٱ ِ لس “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur”.17
14
Bab Penjelasan UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Kompetensi yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Terdapat pengulangan istilah profesional pada prinsip kompetensi, yaitu kompetensi profesional, yang dimaksud adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Bab Penjelasan pasal 10 ayat 1. Penulis cenderung menyebut kompetensi profesional sebagai kompetensi akademik. 16 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bab III tentang Prinsip Profesionalitas pasal 7 ayat 1. 17 Quran in Ms Word, Versi 2.2.0.0, 2013. 15
6
Dalam Tafsir ibnu Katsir dijelaskan bahwa َم ْن َكانَ ي ُِريد ُ ْال ِع َّزةَ فَ ِللَّ ِه ْال ِع َّزة ُ َج ِميعًا bermakna barang siapa senang menjadi mulia di dunia dan di akhirat maka hendaklah ia tetap menaati Allah. Sesungguhnya Ia akan menyampaikannya pada maksud tujuannya. Karena Allah adalah pemilik dunia dan akhirat, baginya segala kemuliaan. 18 Maksud dari al-Izzah adalah
الشرف والحصانة من ان ينال سوءkemuliaan dan
ketahanan (kekokohan) terhadap kerusakan. Dan kalimat اليه يصعد الكالم الطيبyaitu zikir, tilawah dan doa. Selanjutnya والعمل الصالح يرفعهbahwa Allah akan menerima amalanamalan baik mereka.19 Ilmu/perkataan dan amal menurut Imam al-Ghazali dua sifat yang saling mengisi. Ilmu tidak bereksistensi bila tanpa amal dan sebaliknya. 20
العلم بال عمل جنون والعمل بغري علم اليكون:ايها الودل
Wahai anak, ilmu tanpa amal adalah tidak waras dan amal tanpa ilmu tidak berarti apaapa. Sebuah pekerjaan professional didasari oleh pengetahuan di bidangnya, di dalam Alquran surah al-Isra ayat 36 dijelaskan bahwa:
ٗ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ل َ َ ٣٦ ُٔوال ص َوٱلفؤاد ك أ ْولئِك َكن عن ُه َمس َوال تقف َما لي َس لك بِهِۦ عِلم إِن ٱلسمع وٱل
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”21 Dalam ayat tersebut Allah melarang mengucapkan atau melakukan perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya. Dalam tafsir at-Thabari dijelaskan bahwa para ahli takwil mengemukakan tentang kata “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. Dengan kalimat: “jangan mengatakan yang tidak kamu ketahui, seperti yang diterangkan dari Ibnu Abbas “ ال تقولjangan katakan”. Diuraikan dari Qotadah bahwa: ” فإن هللا تبارك وتعالى سائلك عن ذلك كله،“ال تقل رأيت ولم تر وسمعت ولم تسمع
18
Tafsir Ibnu Katsir, dalam Maktabah Syamilah, juz 6, hlm. 536 Muhammad Thahir ibn Atsur, Tafsir Ibn Atsur: At-Tahrir wa at-Tanwir, (Tunisia: Darul alTunisiyah, 1984), hlm. 272-273 20 Al-Ghazâlî, Ayyuhâ al-Walad, Majmû'at Rasâ'il al-Imâm al-Ghazâlî, (Beirût, Dâr al-Fikr, 1996), hlm. 259 21 Quran in Ms Word, Versi 2.2.0.0, 2013. Al-Isra’ ayat 36. 19
7
”Janganlah kamu mengatakan ’Saya mendengar,’ padahal kamu belum pernah mendengar, atau ’Saya telah melihat,’ padahal kamu tak pernah melihat, atau ’Saya telah mengetahui,’ padahal kamu belum tahu. Karena segala sesuatu itu dimintai pertanggungjawabannya.22 Di dalam Alquran, Allah mengingatkan bahwa pekerjaan harus diserahkan kepada yang memiliki keahlian di bidangnya (baca: professional). Ini dimaksudkan untuk menjaga keselarasan kehidupan, optimalisasi dan pencapaian tujuan pekerjaan. Seperti yang diterangkan dalam ayat berikut:
َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ََ ْ ُ قل يقو ِم ٱع َملوا َع َمَكنتِكم إ ِ ِن ع ِمل ف َسوف تعل ُمون
“Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui” (QS. Az-Zumar: 39)
ً َْ َ ُ ُْ ُل َ َ َ ََ ُ َْ ُ .قل ك َي ْع َمل َع شاِكِ تِهِ ف َر لبك ْم أعل ُم ب ِ َم ْن ه َو أه َدى َسبِيال Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya. (QS. al-Isra’: 84)
َ
َ َ
َ َ َ
َ
ُ
َ َ َ ََ ْ ُ
َ َ
ُ
Kalimat قل يقو ِم ٱع َملوا َع مَكنتِكم إ ِ ِن ع ِمل فسوف تعل ُمونdalam shahih Tafsir Ibnu Katsir adalah berarti sesuai dengan cara-cara dan metode-metode, dan dikatakan nanti melalui itu akan terlihat hasil atau dampak dari yang telah dikerjakan.23 Sejalan dengan pendapat di atas, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Darda bahwa Rasulullah SAW menyuruh agar menempatkan seseorang pada kedudukannya masing-masing.
َ َ َ َ َّ َأنْزل ُ ْوا انل:الل َعلَيْهِ َو َس َّل َم قَ َال ُ ب َص َّّل ُ ض َ ِ َع ْن ََعئ َش َة َر َّ َّ أ َّن انل:الل َعنْ َها ] [رواه أبو داود.اس َمنازِل ُه ْم ِ ِ ِ Dari Aisyah RA bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Tempatkanlah para manusia pada masing-masing tempat mereka." (HR. Abu Dawud)24 Penjelasan tentang mendudukkan manusia pada tempatnya masing-masing yaitu
jika kita memberikan jabatan kepada seseorang yang mempunya kafa’ah (keahlian/skill) 22 23
Tafsir at-Thabari, Maktabah Syamilah, Juz 17 hlm. 446-447. Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibn Katsir, jilid 7, cet-4, 2011), hlm.
748. 24
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di, Bahjatu Qulubi Al-Abraari Wa Qurratu `Uyuuni AlAkhyaari Fi Syarhi Jawami` Al-Akhbaar, Edisi Indonesia, terj. Wafi Marzuqi Ammar Lc., Syarah Lengkap 99 Hadis Perihal Amalan Muslim Sehari-hari. (Rayadh: Daar Al-Arqam, cet. 11, 1419 H.), hlm. 49.
8
dan spesialisasi khusus. Mereka lebih mengutamakan orang lain dalam menduduki jabatan tersebut.25 Ini memahamkan penulis bahwa sebuah jabatan menuntut keahlian khusus yang menjadikan seseorang profesional dalam melaksanakan pekerjaannya. Ditegaskan bahwa sekiranya ada seseorang yang lebih baik kemampuannya dalam menduduki atau melaksanakan sebuah tugas tertentu, maka orang dimaksud lebih diutamakan daripada yang lain, termasuk di dalamnya tugas mendidik yang menuntut profesionalisme. Pekerjaan diserahkan kepada yang benar-benar menguasai baik kualifikasi maupun kompetensi, dilakukan dengan amanah dan tanggung jawab seperti yang diisyaratkan dalam ayat berikut:
ْ َ َ َ ُ َْ ْ َ َّ َْ َ َ َ َ ْ َّ َّ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ل َ ْ ك ْم ُت ْم َب ِ َّي انل اس أن َتك ُموا بِال َع ْد ِل إِن ات إِل أهل َِها ِإَوذا ح إِن ِ الل يَأ ُم ُرك ْم أن تؤدوا اْلمان َ َ َ َّ َّ ُ ُ َ ً ً ص َ َّ ريا الل نِعِ َّما يَعِظك ْم بِهِ إِن ِ الل َكن َس ِميعا ب Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. an-Nisa’: 58) Ibnu Jarir menjelaskan dari ibnu Juraij r.a., ia berkata, “ayat 58 surah an-Nisa ini
diturunkan berkenaan dengan Utsman bin Thalhah di saat rasulullah saw mengambil kunci ka’bah darinya. Beliau lalu masuk ke dalam Baitullah pada fathul makkah, di saat
َ َْ َ
َ ََْ
ُ ْ َْ َُ ل
ُ ْ َ َ َّ
َّ
beliau keluar beliau mengatakan ات إِل أهل ِها ِ إِن الل يأم ُركم أن تؤدوا اْلمان. beliau pun lalu memanggil Utsman dan menyerahkan kembali kunci tersebut.26 Dalam Islam, profesionalitas semakna dengan ihsan dan itqon yang sangat dipentingkan dalam ajaran Islam, pekerjaan dilakukan dengan segala kemampuan, sehingga pekerjaan itu dipersembahkan sebagai dedikasi tertinggi seseorang. Firman Allah dalam surah al-Mukminin ayat 2:
َّ َُ ُ َ َ ُ َ َٗ َ ُ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ََ َ َ َُُ َل ُ ٢ ٱَّلِي خلق ٱلموت وٱليوة ِلبلوكم أيكم أحسن عمال وهو ٱلعزِيز ٱلغفور
25 26
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di, Bahjatu Qulubi..., hlm. 51-52 Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir...jilid 2, cet-4, hlm. 560.
9
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Allah menciptakan segala makhluk dari ketiadaan untuk menguji siapakah di antara mereka yang paling baik perbuatannya.27 Hal ini sejalan dengan sebuah hadits yang menjelaskan28:
َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َّ َّ ْ َ َع ُك ...َشء اْلحسان ِ إِن الل كتب ِ
Sesungguhnya Allah mewajibkan (kepada kita) untuk berbuat yang optimal dalam segala sesuatu…. Dalam sebuah hadits diterangkan:
عن هشام بن، عن مصعب بن ثابت، نا بشر بن السري: نا مصعب قال: حدثنا أحمد قال أن رسول هللا لى هللا عليه وسلم قال إن هللا عز وجل، عن عائشة، عن أبيه، عروة 29
يحب إذا عمل أحدكم عمال أن يتقنه
Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan "tepat, terarah dan tuntas". Suatu pekerjaan apabila dilakukan dengan teratur dan terarah, maka hasilnya juga akan baik. Hal inilah yang mendasari mengapa perkejaan harus dilakukan oleh orang yang tepat. Righ man in the righ place, ahli di bidangnya (profesional). Sebaliknya, jika sebuah pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka membawa dampak buruk tidak hanya kepada pelaku tapi juga lingkungannya. Ayat-ayat dan hadis di atas menjelaskan tentang pentingnya pekerjaan dilakukan secara professional dan larangan mengerjakan secara tidak profesional. Jika kalimat س لَكَ بِ ِۦه ِعلم ُ َو َال تَقdikaji melalui kaidah ushul fikih, ــل فـى ا لــنــهـى لـلــتــحــر يــم َ ف َما َلي
ا أل
(asal pada larangan menujukkan makna haram) – ini berarti jika Allah melarang seseorang melakukan sesuatu yang tidak dilandasi pengetahuan, maka menunjukkan hukum haram bila melakukan sesuatu yang tidak profesional di bidangnya. Bila dilanjutkan ( ا لــنــهــى عـن ا لــشــيـئ أ مــر بــضــد هlarangan terhadap sesuatu berarti perintah
27
Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir..., jilid 9, cet-4, 2011, hlm.200. Muslim al-Hajaj, Shahih Muslim, juz 10, (Mauqi'u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005), 122, hadits no.3615. Lihat juga al-Thabrani, Mu'jam al-Kabir, juz 6, (Mauqi'u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005), 427, hadits no. 6970. 29 Al-Thabrani, Mu'jam al-Ausath, juz 2, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005), hlm. 408. 28
10
kebalikannya). Berarti wajib hukumnya melakukan sebuah pekerjaan dengan profesional, seperti kaidah ــل فى ا أل مــر لـلــو جـو ب
ا أل.
(asal dalam perintah
menunjukkan wajib). Kaidah ushul fikih ـل فـى ا لـنـهـى يـقــتــضى ا لـفـســا د مـطـلقا
( ا ألasal larangan akan
mengakibatkan kerusakan secara mutlak) memberikan isyarat kepada kita bahwa jika sebuah pekerjaan tidak didasari oleh profesionalitas, maka mengakibatkan kerusakan yang berdampak luas, seperti peringatan nabi dalam salah satu hadis:
َْ َ َ َ َّ ْ َ َْ َ َ )الساعة ( الخاري إِذا ُوس َِد اْل ْم ُر إِل غ ْريِ أهلِهِ فان َت ِظ ِر
Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat (kehancurannya). (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah) Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan: segala sesuatu termasuk pengajaran dan lainnya jika diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, yakni apabila (pengelolaan urusan) perintah dan larangan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat, sebab hal itu sudah datang tanda-tandanya. Ini menunjukkan dekatnya
kiamat,
sebab
menyerahkan
urusan
dalam
hal amar (perintah)
dan nahi (larangan) kepada yang tidak amanah, rapuh agamanya, lemah Islamnya, dan (mengakibatkan) merajalelanya kebodohan, hilangnya ilmu dan lemahnya ahli kebenaran untuk pelaksanaan dan penegakannya, maka itu adalah sebagian dari tandatanda kiamat (kehancuran).30 Dan kaidah ushul fikih mengingatkan: ل فـى ا لــنهـى يــقــتــضـى ا لـتـكـر ا ر
ا أل
( مـطـلـقـاasal dalam larangan menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa) yang menunjukkan makna Allah melarang melakukan sesuatu yang tidak didasari pengetahuan. Dan mafhum mukhalafahnya adalah Allah memerintahkan mengerjakan segala sesuatu atas dasar pengetahuan. Mafhum muwafaqah dari pengetahuan itu adalah wawasan, keterampilan dan skill/keahlian yang mesti dimiliki dalam melakukan sebuah pekerjaan termasuk di dalamnya usaha pendidikan. Dari beberapa penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pekerjaan dalam kajian Alquran hadis menuntut keahlian dan tanggung jawab pelakunya. Allah dengan tegas
30
Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 1, (Beirut: Darul Fikr, cetakan 1, 1416H/ 1996 M), hlm. 563-564.
11
menyatakan prinsip-prinsip profesionalisme dalam melaksanakan segala pekerjaan, yang membawa kepada kemuliaan. C. Epistemologi Profesionalisme Pendidik Pengembangan pemikiran tentang pendidik memunculkan banyak inovasi dalam pendidikan. Katakan saja seperti yang tertuang dalam Undang -Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada bab XI pasal 39 tentang pendidik dan tenaga kependidikan yang menyebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional.31 Dan pada bab IV, pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". 32 Ditindaklanjuti dengan undang-undang guru dan dosen no 14 tahun 2005 yang menyebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.33 Kompetensi guru yang wajib dimiliki sesuai UU No. 14 tahun 2005, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 34 Sejalan dengan konteks ini, Sehertian mengemukakan empat kriteria pendidik
profesional
(responsibility),
meliputi
berjiwa
makna
dinamis
dan
ahli
(ekspert),
reformis,
tanggung
serta
memiliki
jawab rasa
kesejawatan. 35 Berdasarkan landasan yuridis dan pendapat di atas, istilah profesional mengandung makna yang lebih luas dari sekedar menunjuk orang yang memiliki kemampuan teknis. Seorang pendidik yang memiliki kualitas mengajar yang tinggi
31
misalnya,
belum
serta
merta
menjadikannya
sebagai
pendidik
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab XI pasal 39 tentang pendidik dan tenaga kependidikan. 32 Undang-Undang RI, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV, Pasal 8, (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), cet. ke-2, hlm. 22. 33 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab I pasal 1 tentang guru. 34 Ibid, Bab IV, pasal 10 , hlm. 22. 35 Piet A Sehertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hlm. 29-36.
12
profesional. Secara sederhana dapat dipahami bahwa guru profesional itu adalah guru yang memenuhi kriteria: 1. Memiliki kualifikasi akademik Merujuk pada landasan yuridis, kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan . 36 Penjelasan tentang kualifikasi akademik guru dinyatakan dalam Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang standar kualifik asi akademik dan kompetensi guru. 37 Pemerintah menyaratkan kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan/ program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 38 2. Memiliki kompetensi. Kompetensi
adalah
seperangkat
pengetahuan,
keterampilan,
dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 39 Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 40 Kompetensi pedagogik meyangkut kemampuan mengelola pembelajaran, meliputi perencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru juga melakukan
bimbingan
dan
latihan
dalam
kegiatan
ekstrakulikuler,
serta
melaksanakan tugas tambahan yang diamanahkan oleh lembaga pendidikan. Kompetensi kepribadian menyangkut kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, berwibawa dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik, seperti kata pepatah, children see, children do. Kompetensi profesional mengarah pada penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Penguasaan materi yang menyangkut 36
UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, hlm. 3 Permendiknas, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Nomor 16 tahun 2007, hlm.
37
3 38
Permendiknas, Standar Kualifikasi Akademik..., hlm. 3-4 UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, hlm. 3 40 UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, hlm. 6 39
13
bidang tugas yang diampu. Dan pada kompetensi sosial, seorang guru dituntut mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Seorang pendidik tidak hanya ahli dalam arti menguasai isi pelajaran, tapi mampu menanamkan konsep pesan-pesan edukatif. Membentuk pribadi yang holistik dan tidak parsial. Tidak hanya pandai transfer of knowledge, tapi juga transfer of culture and value. Melalui pembelajaran, diharapkan mampu memberdayakan aspek kognisi, menyentuh afeksi dan mengasah ranah keterampilan. 3. Memiliki sertifikat pendidik Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional, 41 dan diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 42 Setiap guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. 43 Serta mendapatkan tunjangan profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. 4. Sehat jasmani dan rohani dan memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. 44 Tujuan pendidikan nasional mengarah pada 10 titik tujuan pendidikan yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 45
41
UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, hlm. 3 UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 11 ayat 1, hlm. 7 43 UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 12, hlm. 7 44 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bagian penjelasan pasal 8, hlm. 5 45 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan Pelaksanaannya, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12 42
14
Seorang guru profesional memiliki otonomi dan tanggung jawab yang tinggi. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri, kepada siswa orang tua dan lingkungan sekitarnya, meliputi aspek intelektual, individual, sosial, etis moral dan religius. Asmuni syukir menambahkan di antara tugas dari organisasi profesi ialah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Etik profesi ini dikembangkan melalui organisasi profesi. 46 Berdasarkan khazanah pendidikan Islam, terdapat beberapa istilah yang berkaitan langsung dengan sebutan pendidik dan erat dengan kompetensi yang mesti dimilikinya. terminologi Rabb yang seakar dengan istilah al-murabbî, lahir konsep pendidik sebagai pemelihara, pendidik, penuntun, penjaga, dan pelindung. Dari term tersebut, Alquran memberikan beberapa prinsip yang berdasarkan penafsiran tematik berkaitan dengan kompetensi pendidik. Di antaranya adalah kompetensi ilmiyyah, khuluqiyah dan jismiyyah. Kompetensi ‘ilmiyyah merupakan kompetensi dasar profesional yang harus dimiliki seorang pendidik. Bagaimana bisa menularkan pen getahuan jika ia tidak memiliki wawasan. Mengarahkan peserta didik pada pencapaian pemahaman dan pengarahan diri pada upaya pendewasaan. Kemampuan ilmiyyah ini termasuk di dalamnya wawasan tentang penguasaan materi dan strategi penyampaiannya dalam pembelajaran. Dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 247 Allah berfirman:
ُ ُ ُ َ ُ ُ َ َّ َ ْ ُ َ ٗ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َّ ُ َ َ َ َ ُ َ ل ك َعلَي َنا َو َن ُن أ َ َحقل وقال لهم نبِيهم إِن ٱلل قد بعث لكم طالوت ملَِك قالوا أن يكون ل ٱلمل ٗ َ َ ُ ََ َ ُ ََ ُ َ َّ ت َس َع ٗة م َِن ٱل َمال قَ َال إ َّن ٱ لل ٱص َطفى ُه عليكم َو َزادهُۥ بَس َطة ِف ٱل ِعل ِم ك مِنه ولم يؤ ِ ب ِٱل ُمل ِ ِ َ ُ َ ُ َّ ك ُهۥ َمن ي َ َشا ُء َوٱ ُ َّ َوٱلس ِم َوٱ ٢٤٧ لل َوسِع عل ِيم لل يُؤ ِت مل ِ “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah
46
https://asmunistkip. wordpress. com/ profesi - kependidikan/ kriteria guru profesional/ diakses 4 Desember 2014.
15
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui” Dalam ayat 247 surah al-Baqarah di atas, Allah mengisyaratkan kompetensi yang mutlak dimiliki oleh pendidik dengan kalimat
بسطة فى العلم
yang dikaitkan dengan penganugerahan Allah kepada Nabi Daud keluasasn dalam pengetahuan. Secara etimologi, kata بسطةberasal dari kata بسطyang berari luas, lapang, lebar, dan mendalam, meratakan atau membentangkan. Sedangkan maksud بسطةpada ayat tersebut adalah adanya keluasan pada sosok Nabi Daud dalam hal pengetahuan. Dia adalah Nabi yang sangat mendalam, luas dalam pengetahuannya. Sedangkan kata al-ilm berasal dari kata kerja alima ya’lamu yang berarti mengetahui. Jadi kata ٱ ل ِع ل ِمadalah semua jenis pengetahuan yang ada di alam ini baik pengetahuan agama, filsafat maupun sains. Dalam hal ini yang dikatakan orang alim adalah orang yang mendalam pengetahuannya. Dalam tafsir Al-Qurthubi dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan basthatan fil ilmi adalah padanya Allah memberikan keluasan ilmu yang dengan itu
ia
lebih
mengetahui
daripada
yang
lainnya.
Dan
pengetahuannya
komprehenshif ()أتم عل ًم ا. 47 Berarti seorang guru harus benar-benar kompeten dalam hal pengetahuannya sebab dia yang akan mengajarkan, mentransformasi pengetahuan kepada peserta didiknya. Pembelajaran yang efektif semestinya berangkat dari kemampuan pendidik, menguasai kompetensi paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Kedua. Kompetensi khuluqiyyah, kompetensi ini berkaitan dengan aspek penghayatan seorang guru terhadap seluruh materi yang diajarkan. Kata khuluq adalah bentuk mufrad (tunggal) bentuk pluralnya adalah akhlaq. Kata khuluq seakar dengan kata khalq yang berarti ciptaan. Kesemuanya berasal dari akar kata yang sama yaitu dari kata kerja khalaqa yang berarti menciptakan, membuat, mendisain, mengadakan sesuatu dari yang tiada. 47
Syamsudin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Mesir, Darul Kutub, 1964).
16
Dalam hal ini kata khuluq sudah memiliki arti khusus yaitu tingkah laku, perilaku, karakter, sifat dan lain sebagainya. Kalau direnungkan kata khuluq masih memiliki kaitan dengan kata asalnya yaitu ciptaan, yang berarti khuluq adalah semua tingkah laku, sifat atau perbuatan yang telah Allah ciptakan pada diri manusia yang muncul dengan perasaan reflektif (kebiasaan yang sudah terjiwai). Kompetensi khuluqiyah ini adalah kompetensi yang paling banyak dijelaskan dalam Alquran sebab kompetensi ini meliputi semua sikap, tingkah laku, perbutan, perasaan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan ranah rasa. Kompetensi
ini
bersifat
abstrak
karena
berkaitan
dengan
hati.
Kompetensi ini paling banyak dijelaskan dalam Alquran karena meliputi seluruh sikap, minat dan penghayatan seseorang terhadap ilmu. Kompetensi ini diambil dari ayat Alquran surat Al-Qalam ayat 4 yaitu :
َ ُ ُ َ َ َ َّ ٤ ِإَونك ل َعّل خلق ع ِظيم
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. Al-Qalam [68] : 4)
Al-‘Aufi berkata menuturkan dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata, dan sesungguhnya
kamu benar-benar berada di atas agama yang agung, yakni
Islam. Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, Abu Malik as -Suddi, as-Rabi’ bin Anas. 48 Juga dinyatakan oleh adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid. 49 Dalam kitab Usus Tarbiyah al-Islamiyah dijelaskah bahwa Muhammad rasulullah adalah uswah hasanah yang sempurna bagi manusia. Akhlak dan perilakunya yang lurus adalah didikan langsung dari Tuhannya. 50 Allah memerintahkan meneladani perilaku Rasul, sebagaimana firmannya dalam surah al-Ahzab ayat 21:
ُ َ َ َ َ َّ ٗ ِ لل َكث َ َّ لل َوٱلَو َم ٱٓأۡلخ َِر َو َذ َك َر ٱ َ َّ كم ف َر ُسول ٱ َّللِ أ ُس َوة َح َس َنة ل َِمن ََك َن يَر ُجوا ْ ٱ ٢١ ريا لقد َكن ل ِ ِ
48 Ath-Thabari (XXIII/529) dan ad-Durrul Mantsuur (VIII/243), dalam Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir...jilid 9, cet-4, hlm. 222. 49 Ath-Thabari (XXIII/530) dalam Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir...jilid 9, cet-4, hlm. 222 50 Abdul Hamid Asshaid al-Zantani, Usus al-Tarbiyah al-Islamiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Libia-Tunis: Dar al-Arabiyah al-Kitab, 1984, hlm. 848
17
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Beberapa hal yang mesti diteladani dari rasul sebagaimana yang ter tulis di kitab Usus al-Tarbiyah al-Nabawiyyah adalah sifat fisiknya dan akhlaknya, di antara yang dapat penulis deskripsikan adalah seperti yang tertulis dalam hadis: كان خلق: يا امالمؤمنين كيف كان خلق رسول هللا ؟ قالت:قلنا لعائشة:و عن يزيد بن با موسى قال هكذا كان خلق: فقالت، حتى بلغ العشر، اقرا قد افلح المؤمنون الى العشر: ثم قالت،رسول هللا القران 51 .رسول هللا Diriwayatkan dari Yazid bin Abi Musa, berkata: Kami bertanya kepada Aisyah: Wahai ummul mukminin, bagaimanakah akhlak Rasulullah? Aisyah menjawab: Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Kemudaian ia berkata lagi: bacalah ayat qad aflahal mukminun sampai ayat sepuluh. Begitulah akhlak Rasulullah. 52 Kemudian Rasulullah sangat memerhatikan adab, diriwayatkan dari Anas bin Malik: Sikap Rasulullah ketika bertemu dengan seorang laki-laki maka beliau menjabat tangannya dan tidak melepaskannya sehingga laki -laki itu yang melepaskan tangannya, dan beliau tidak memalingkan wajahnya sehingga lakilaki itu memalingkan wajahnya, dan tidak pernah terlihat dalam suatu majlis Rasulullah menyelonjorkan kedua kakinya. 53 Rasulullah menerapkan semua isi Alquran baik dalam perintah, larangan, karakter maupun akhlak, beliau berakhlak dengna akhlak Alquran dan meninggalkan perangai bawaannya. Apapun yang diperintahkan Alquran dilaksanakan dan apapun yang dilarang Alquran ditinggalkannya. 54 Agama built in and taken for granted “menjadi dan mendarah daging” dalam kehidupan Nabi Muhammad dan masyarakat, seperti firman Allah:
َ إن َه َذا إ َّال ُخلُ ُق ٱْلَ َّول ١٣٧ ِي ِ ِ
“(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu”. (Q.S. Al-Syu‟araa [26] : 137)
51 Al-Baihaqi, Dalail al-Nubuwwah, hlm 231. Dalam Abdul Hamid Asshaid al-Zantani, Usus alTarbiyah…, hlm. 853 52 Abdul Hamid Asshaid al-Zantani, Usus al-Tarbiyah…, hlm. 853. 53 Abdul Hamid Asshaid al-Zantani, Usus al-Tarbiyah…, hlm. 858. 54 Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir...jilid 9, cet-4, hlm. 222
18
Dan aspek akhlak ini juga yang menjadi misi bagi risalah kenabiannya, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahamd, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda,
انما بعثت التمم صالح االخالق “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” 55 Dari beberapa penjelasan tentang kompetensi akhlak dalam pendidikan Islam tersebut, dapat dipahami bahwa kompetensi ini terkait sekali dengan kompetensi kepribadian pendidik. Di antara empat jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru profesional, yang lebih banyak disoroti dalam kajian pendidikan Islam cenderung kepada kompetensi kepribadian. Hal ini bisa jadi dikaren akan jika dibandingkan
dengan
tiga
kompetensi
yang lainnya,
yaitu
kompetensi
paedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, nam paknya kompetensi kepribadian sangat utama, namun bukan berarti kompetensi yang lain tidak penting, hanya implikasi dari ketiga kompetensi itu sangat tergantung pada kepribadiannya. Bahkan menurut E. Mulyasa, kompetensi kepribadian itu menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi yang lainnya. Dalam hal ini pendidik tidak hanya dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. 56 Ketiga, Kompetensi jismiyyah. Kompetensi ini berkaitan dengan fisik. Seorang guru harus memiliki kemampuan dalam hal yang berkaitan dengan fisik artinya penerapan dan praktik dari setiap materi yang ada. Maka dalam kompetensi ini seorang guru dituntut untuk sehat jasmaninya. Kompetensi ini diisyaratkan dalam Surat al-Baqarah ayat 247 dengan istilah
بسطة فى ال جسم,
dalam tafsir Al-Qurthubi dijelaskan: 57
.بر ا في الحرب ومعرفة بها وقوة شديدة فى بدنه و نفسه وقامة منكم وأنبل وأشكل منكم وأشد قوة و ً
55 Ahmad (VI/232). Shahih, lihat Silsilah ash-shahiihah (no. 507) dalam Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir...jilid 9, cet-4, hlm.224 56 E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), cet ke -1, hlm. 118. 57 Syamsudin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Mesir, Darul Kutub, 1964).
19
Dari kalimat tersebut, dapat dipahami bahwa karakter yang diisyaratkan oleh Allah kepada nabi Daud bahwa ia berperawakan lebih besar dari yang lainnya, memiliki kemahiran dalam memanah, sangat kuat, memiliki kesabaran. Dan kekuatannya hebat pada badannya dan jiwanya. Maka dalam konteks profesionalisme pendidik, maka ia mutlak memiliki keterampilan dan kemahiran, baik bidang pedagogis maupun keahlian tertentu berupa soft skill yang dapat dijadikan bekal bagi peserta didiknya. Kata jism bermakna organ, badan dan raga suatu makhluk. Dalam ayat ini
Allah menjelaskan bahwa Dia telah menganugrahkan kepada Nabi Daud semua kemampuan yang berkaitan dengan jasmani agar sebagai seorang raja dia dapat memimpin rakyatnya dengan baik. Dalam hal ini seorang pendidik hendaklah memiliki keterampilan yang piawai dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Uraian-uraian di atas mengindikasikan seorang pendidik yang selayaknya menjaga penampilan dan menjadi pribadi yang menarik, best performance karena menjadi perhatian dan model bagi peserta didik. Uraian ini juga mengisyaratkan seorang pendidik untuk memelihara kesehatan jasmani dan rohaninya. dalam slogan Latin populer kalimat mens sana
in
corpore
sano,
“jiwa
yang sehat
dalam
tubuh
yang sehat”.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya. Dengan kesehatan jasmani dan rohani diharapkan pencapaian tujuan pendidikan bisa dihantarkan oleh pendidik Berkaitan dengan ketiga kompetensi di atas seorang pendidik merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan, sehingga mutlak mesti menguasai berbagai kompetensi. Selanjutnya dalam proses pendidikan Islam yang berintikan hubungan antara pendidik dan peserta didik berarti seorang pendidik harus memahami hakikat
pendidikan
dan
relevansinya
dengan
tujuan
pendidikan,
terbentuknya insan kamil, keselamatan di dunia dan di akhirat.
yaitu
20
D. Aksiologi Profesionalisme Pendidik Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan orang untuk terus belajar, pendidik berada dalam posisi in progress, stagnan dan lengah berarti tertinggal, sehingga peningkatan profesionalisme pendidik berlangsung
terus
menerus
(continuous
improvement).
Pengembangan
profesionalitas pendidik yang meliputi pembinaan dan pelatihan bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang di dalamnya melibatkan guru dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan dan arahan. Perbaikan
proses
belajar
mengajar
yang
pencapainnya
melalui
peningkatan profesional guru tersebut diharapkan memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan. 58 Menurut Sudarwan Danim pengembangan profesionalisme guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan. Pertama, kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Ketiga, kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.59 Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut dapat diidentifikasikan fungsi-fungsi pembinaan guru. Fungsi-fungsi tersebut meliputi memelihara program pengajaran sebaik-baiknya, menilai, dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar dan memperbaiki situasi belajar siswa. Oleh karenanya, fungsi pembinaan guru adalah menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya pembinaan terhadap guru dalam wujud layanan profesional. Pendidik adalah ujung tombak pendidikan, diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya dan menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang
58
Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm.23 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan: dalam Upaya Peningkatan Profesional Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 51. 59
21
cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Dalam
konteks
manajemen
pengembangan
sumber
daya
pendidik,
sesungguhnya dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu top down, dari atasan kepada bawahan berupa pelatihan dan pengembangan atau biasa disebut pembinaan. Dan bottom
up,
pemberdayaan
yaitu
pengembangan
menjadikan
orang
pendidik lebih
melalui
berkemampuan
pemberdayaan. untuk
Dengan
menyelesaikan
masalahnya sendiri dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya60 menuju pendidik yang profesional. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh pendidik profesional, Pendidikan sebagaimana keberadaannya diharap terlaksana secara komprehensif dan simultan antara making scientific skill ‘asah keterampilan’ dan making scientific attitude ‘asah sikap’. Terintegrasi antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan, serta kemampuan komunikasi dan kesadaran akan ekologi lingkungan. Dalam konteks model pendidikan dimaksud kurikulum mesti bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak didik (child oriented) bukan berorientasi pada kebutuhan guru (teacher oriented) yang bersifat parsial. Mempersilakan sifat alamiah memenuhi takdirnya sendiri, yang terungkap bagi mereka di dunia dalam bentuk ilmu dan seni. E. Profesionalisme Pendidik dalam Sejarah Islam Rasulullah, Muhammad SAW Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan, yakni sebagai Rasulullah (master) dan sebagai kepala negara (leader). Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya, Belum lagi rasulullah dikebumikan, di sebuah tempat yang bernama Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin, tentang pengganti rasul dalam pemerintahan.61 Abu bakar berpidato di hadapan mereka dengan mengemukakan kelebihankelebihan Anshor dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin 60
Wibawo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 332. Masa setelah rasulullah wafat disebut masa al-Khulafa’ al-Rasyidun, menjadi masa dimana peranan nabi dalam mendidik umat digantikan (walau tak sebanding) oleh empat sahabat yang telah dikader nabi menjadi pribadi muslim yang tangguh, berjiwa dan bermental kuat. Ialah Abu Bakar (11-13 H/632-634 M), Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M), Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M). 61
22
memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada, wahai Abu Bakar! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satunya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit. Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu. Dari beberapa bidikan peristiwa tersebut, penulis menemukan sebuah prosedur sekaligus aturan etik dan normatif62 mengenai prosesi penentuan jabatan pekerjaan pada sebuah lembaga, organisasi, yayasan dan institusi lainnya. Banyak posisi atau jabatan strategis dalam struktur kepemimpinan organisasi pendidikan yang ternyata tidak sebanding dengan kualifikasi dan kompetensi pemegangnya. Konsep master (ahli) dan leader (pemimpin) sengaja penulis jadikan istilah kunci untuk memisah dua sisi yang sangat tipis. Jabatan pemimpin atau kepala lembaga tertentu adalah jabatan publik yang harus diperoleh berdasarkan model pemilihan (elections), berbeda dengan master (ahli)63 yang penentuannya melalui seleksi dan akan menetap secara alamiah, menyatu dalam diri hingga tertuju dengan sendirinya. Seperti sosok seorang kiyai tak bisa semaunya dipilih, ia immanen dalam pribadi dengan kharismanya. Makanya ia cukup ditetapkan dan pesantren jarang melakukan pemilihan pimpinannya. Profesionalisme dalam konteks ini adalah sosok qualified yang memiliki keahlian sehingga dipilih dengan cara apapun akan mengarah pada sosok profesional tersebut. Dalam aspek etik dan moral, Sosok Utsman sebagai khalifah yang dikritik kaum Khawarij karena kontroversi nepotisme patut penulis garis bawahi, standar Utsman mengganti gubernur dengan alasan tidak cocok atau tidak kredibel menjadi pertanyaan, dan hal ini seringkali menjadi masalah besar. Konsep nepotisme dan profesionalisme mesti terukur secara objektif, alasan mengganti posisi seseorang dengan alasan ‘tidak cocok’ tentu sarat kecenderungan subyektif dan layak dikritik, namun otoritas pemimpin akan tertantang tegas untuk
62
Moral/norma (nilai baik-buruk), etis (nilai benar-salah). Master ‘ahli’ yang penulis maksud adalah seseorang yang menguasai bidang tertentu seperti dokter, arsitek, pilot, pendidik, juga dalam bidang ahli agama yang disebut kiyai. 63
23
mengganti posisi seseorang atas dasar tidak kredibel. Adalah pengulangan sejarah yang bersifat
kausal
melanggengkan
‘sunnatullah’ kekuasaan
ketika
dengan
status
cara
quo
nepotisme
sebuah maka
pemerintahan tunggu
saja
coba saat
kehancurannya.64 Pada masa Bani Umayyah, meski corak pendidikan masih bersifat Arab oriented, namun terdapat beberapa daerah sudah mulai terbuka, terbukti dengan adopsi kerangka pemerintahan bizantium dan penempatan beberapa orang non muslim dan non Arab pada struktur birokrasi, serta dalam bidang keilmuan mengadopsi keilmuan negara taklukan. Namun konsep muhafazhah ‘menjaga’ tradisi Arab pada masa Bani Umayyah masih dirasakan. Fenomena bahwa transmisi pengetahuan berjalan bersama perputaran sosial-politik- budaya sebuah bangsa, yang semula tertutup terhadap pengaruh dan budaya luar mulai membuka diri, melalui imitasi, identifikasi dan sosialisasi.65 Melihat konteks urgensi profesionalisme pendidik, pada masa ini Umar bin Abdul Aziz di antaranya pernah mengutus 10 orang ahli fikih dalam rangka mendidik anak-anak. Ini menguatkan fakta bahwa profesionalisme pendidik telah dirintis pada masa kejayaan Islam awal. Pada masa Bani Abbasiyah, masyarakat cenderung open minded, mengakomodir tradisi luar Islam dan bersifat internasional, penguasa bani Abbasiyah menghadirkan guru-guru dari luar daerah dan luar Islam. Ilmu tidak sekedar bersumber dari sumber ajaran Islam semata, namun sudah terbuka. Gerakan Kebangkitan intelektual ditandai oleh proyek penerjemahan karyakarya berbahasa Persia, Sanskerta, Suriah, dan terutama yang berbahasa Yunani ke bahasa Arab,66 pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan yaitu Bait alHikmah, dan terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir.67 Tiga perempat Abad setelah berdirinya Baghdad, dunia literatur Arab telah memiliki karya-karya filsafat, terutama Aristoteles, karya para komentator neo Platonis, dan tulisan kedoktern Galen juga karya-karya ilmiah Persia Seperti kata hadis Al-Bukhari dari Abi Hurairah, )عةَ ( البخاري َ إِذَا ُو ِسدَ ْاأل َ ْم ُر إِلَى َ غي ِْر أ َ ْه ِل ِه فَا ْنتَظِ ِر السَّا Imitasi adalah meniru tingkah laku sekitar, identifikasi berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan individu atau bangsa, lalu disosialisasikan artinya unsur-unsur budaya tersebut diwujudkan dalam kehidupan nyata 66 Philip K. Hitti, History of the Arab, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, Revisi ke 10, 2002), hlm. 381 67 Dudung Abdurrahman dkk.Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2003), hlm. 116 64 65
24
dan India.68 Persentuhan dengan budaya Yunani bermula ketika orang Arab bergerak menaklukkan daerah bulan sabit subur, khazanah intelektual Yunani merupakan harta karun tak ternilai. Iskandariah menjadi tempat pertemuan filsafat Barat dan Timur; Suriah dan Mesopotamia menjadi pusat berkembangnya kajian keagamaan, ilmiah dan filosofis, memancarkan pengaruh Hellenisme. Kebebasan perjalanan ke berbagai daerah ilmu pengetahuan (rihlah ilmiah) untuk menuntut ilmu, yang menyulut pertukaran-pertukaran pemikiran yang berlangsung antar budaya, hal ini menjadi awal terbentuknya konsep dasar pendidikan multikultural dalam Islam, terjadi kontak budaya (cultural contact) yang menyebabkan dinamika sosial peradaban Islam terus maju berkembang. Pada masa Harun al-Rasyid, dikenal Yuhanna Yahya ibn Masawayh (w.857) yang menerjemahkan beberapa manuskrip tentang kedokteran yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan Amorium. Pada masa Makmun dikenal Hunayn ibn Ishaq. (Joannitius, 809-873) ia dijuluki “Ketua Para Penerjemah” (sebutan orang Arab), Seorang sarjana terbesar dan figur terhormat. Makmun mengangkatnya menjadi pengawas perpustakaan akademinya. Dan bertugas menerjemahkan karya-karya ilmiah, dibantu oleh anaknya Ishaq, dan keponakannya Hubaisy ib al-Hasan yang telah ia latih.69 Seperti dalam menerjemahkan hermenutica karya Aristoteles; Hunayn menerjemahkan bahasa Yunani ke bahasa Suriah, Ishaq melanjutkannya ke bahasa Arab karena keahliannya dalam bahasa Arab. Selanjutnya menjadi penerjemah terbesar karya Aristoteles. Bukti kemampuan Hunayn sebagai penerjemah bisa dibuktikan dari lapaoran yang menyebutkan bahwa saat berkerja pada anak Ibn Syakir, ia dan penerjemah lain menerima sekitar 500 dinar (sekitar £ 250) perbulan, al-Makmun membayarnya dengan emas seberat buku yang ia terjemahkan. Ini menjadi bukti profesionalitasnya.70 Pada masa Al-Mutawakkil, Hunayn diangkat sebagai dokter pribadinya. Ibn al-‘Ibri dan al-Qifthi menilai Hunayn sebagai ’Sumber ilmu pengetahuan dan tambang kebajikan’, dan oleh Leclerc sebagai tokoh terbesar abad ke-
68 Sejak paruh terakhir abad ke 19 dunia timur Arab modern juga telah mengalami masa penerjemahan serupa, terutama dari bahasa Prancis dan Inggris. 69 Yahya ibn Masawayh muridnya Jibril Ibn Bakhtisyu, dan Guru Hunayn ibn Ishaq. 70 Lebih lanjut lihat buku-buku terjemahan Hunayn dalam Philip.K.Hitti, History Of The Arabs hlm. 389.
25
9, dan bahkan sebagai salah seorang yang paling cerdas yang pernah dikenal dalam sejarah.71 Sejarah Islam telah mengukir sejarah dengan Qairuwan dan Cordova menjadi simbol pencapaian puncak peradaban Maghrib dan Andalusia. Konstruksi perdaban di kedua wilayah telah mencapai kemajuan pesat dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian, pengajaran sangat kuat untuk mempertahankan masa kejayaan dan peradabannya.72 Ibnu Khaldun menyatakan bahwa pengajaran ilmu pengetahuan merupakan keahlian.73 Sanad pengajaran tidak terputus, cakrawala keilmuan di kalangan masyarakat sangat tinggi. Suasana keterbukaan dan kesetaraan dalam pendidikan melahirkan sikap harmonis dan toleransi yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam mazhab. Betapa peradaban dan tonggak kejayaan Islam mencapai puncaknya pada masa ini. Berdasarukan nukilan singkat khazanah sejarah peradaban Islam, dapat dipahami bahwa betapa kejayaan awal Islam menjunjung tinggi nilai profesionalisme di berbagai bidang, yang membawa kejayaan bangsa ini ke peradaban emas. (the goleden age of Islamic history). F. Analisis Profesionalisme Pendidik Profesionalisme adalah konsep yang dinamis, berkembang sepanjang masa. Dengan itu berarti adalah tidak mungkin untuk menetapkan standar profesi yang berlaku sepanjang masa, dulu, sekarang dan akan datang, di setiap saat, profesionalisme berkembang, karena profesionalisme adalah suatu proses dengan wajah terbuka, dan jika ini terus berlangsung, maka akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Alquran memberikan isyarat yang sangat gamblang tentang kedinamisan seorang pendidik yang dimanisfestasikan dari tugas seorang rasul, seperti yang dilukiskan dalam surah al-Jumuah ayat 2:
71
Philip.K.Hitti, History Of The Arabs… hlm. 390. Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 2001, cet ke-3), hlm. 795. 73 Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah …, hlm. 794. 72
26
َّ َ ُ ٗ َُ َ ُ َ َ ََ َ وال مِن ُهم َيتلُوا ْ َعلَيهم َء َايتِهِۦ َو ُي َزك ِيهم َو ُي َعل ُِم ُه ُم ٱلك َِت ب َوٱل ِك َمة س ر ن ٔ م ْل ٱ ف ث ع ب ِي َّل هو ٱ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ُ َ َ َ َ ُ َ ٢ ِإَون َكنوا مِن قبل ل ِف ضلل لمبِي Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata Dari ayat ini memesankan kepada pendidik untuk melakukan empat pekerjaan secara dinamis, yang pertama adalah tilawah, membaca baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, di dalam kitab juga yang berserakan di alam semesta; kedua tazkiyah, penyucian fisik, pikiran dan hati perasaan, menghilangkan suuzhan, dendam, iri hati, dengki semua disucikan dari pikiran mengganggu orang, pikiran yang tidak produktif; ketiga ta’lim, melakukan pengajaran; dan yang keempat adalah hikmah, kearifan melakukan pertimbngan-pertimbangan objektif dan subyektif sehingga mencapai kebijaksanaan (wisdom). Membaca berarti mengboservasi segala, baik teori maupun data, lalu melakukan tazkiyah, permenungan mendalam dengan analisis metodologis yang shahih dan istiqamah (valid and reliable), dari refleksi mendalam akan menghasilkan karya pada bidang ilmu yang ditekuni, kemudian memilliki dedikasi dan etika kerja dengan penuh kebijaksanaan, lalu mampu mengamalkan dan menyiarkannya. Lantas bagaimana mengamati bahwa seorang pendidik berada pada tahap acceptable dan yang sekaligus improvable untuk disebut profesional? Dengan berbagai indikator yang telah dicanangkan secara yuridis bahwa profesional meliputi 4 kriteria, yaitu berkualifikasi, memiliki kompetensi, memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani yang menjadikan seorang pendidik berhasil mencapai tujuan pendidikan. Tapi apakah benar-benar ada pendidik yang memenuhi seluruh kriteria dan indikator profesional tersebut. Atau logika terbaliknya apakah jika satu di antara indikator tersebut tidak terpenuhi, maka seorang pendidik disebut tidak profesional. Seorang kiyai di sebuah pesantren misalnya, yang tidak berlatar belakang pendidikan tertentu sehingga tidak memenuhi kualifikasi pendidikan benarkah disebut sebagai pendidik yang tidak profesional. Atau apakah seorang pendidik yang semata mengejar pemenuhan indikator pendidik profesional tapi tidak diikuti jiwa dan mental
27
pendidik bisa dikatakan profesional. Aksioma-aksioma ini cukup sulit untuk disimpulkan. Memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guru profesional, seorang pendidik yang telah menyelesaikan pendidikan profesinya dengan baik, di tahun-tahun awal menjadi guru di sebuah sekolah, tentu tidak banyak keistimewaan yang dapat dilihat, tetapi setelah bertugas lebih dari lima tahun, ia mulai melampaui prestasi guru seangkatannya. Ia dapat mendeskripsikan secara detail dan semangat mengenai keadaan sekolah dan murid-muridnya. Bukan karena ia benar-benar istimewa, tetapi karena ia peduli dan melalui segala dengan dedikasi. Apa yang dialami direfleksi, yang direfleksi disuarakan, lalu dilaksanakan dan disempurnakan, sehingga ia dapat melihat lebih dalam, hingga pada core pendidikan itu sendiri. Tidak ada yang memerintahkannya berbuat demikian, dilakukan karena ia menghargai pekerjaannya, menghargai anak didik yang dipercayakan kepadanya, dan ia terus belajar yang menjadikan cakrawala pemikirannya menjadi lebih luas, menjadikan ia lebih kritis, kreatif, membahagiakan muridnya. Ia menjadi seorang pendidik profesional yang tidak pernah berhenti, karena perkembangannya telah didorong oleh kekuatan dari dalam dirinya. Inilah yang disebut Winarno Surakhmad sebagai tahap sustainable, acceptable and improveable.74 Titik tumpu pembangunan pendidikan dewasa ini ditekankan pada peningkatan mutu. Konsekuensinya, perlu ditingkatkan keseluruhan komponen sistem pendidikan, baik yang bersifat human resources maupun yang bersifat material resources. Peningkatan keseluruhan komponen sistem pendidikan yang bersifat human resources dan material resources tersebut dapat diartikan dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Pendidik sejatinya mesti didukung oleh sumber peningkatan diri yang memadai untuk profesional. Tuntutan kompetensi mengharuskannya terus berkembang dari waktu ke waktu. Apa yang dicanangkan pemerintah dengan program PKG (penilaian kinerja guru) dan PKB (penilaian keprofesian berkelanjutan) hemat penulis semata berorientasi hasil dan belum berorientasi proses, upaya pembinaan (pelatihan dan pengembangan) serta pemberdayaan belum signifikan dilakukan. Profesionalisme seiring dengan sifat
74
http://www.ispi.or.id/2011/02/14/profesionalisme-dunia-pendidikan/ unduh 2 des 2014.
28
ilmu yang dinamis, namun di satu perspektif seakan profesionalisme dibatasi oleh aturan-aturan yang menjadikannya kering dan formalitas belaka. Kreativitas intelektual seakan tidak lebih dari pengisian lembar-lembar indikator penilaian. Semangat profesionalisme dengan mengedepankan kapasitas dan otoritas keilmuan dan keahlian diharap menjadikan pendidik mampu berijtihad dan berkarya. Diperlukan revitalisasi makna profesionalisme dari yang bertumpu pada standar pemenuhan indikator semata dan berwatak birokratif menuju profesionalisme progresif yang menjadikan profesionalisasi sebagai continuous improvement. Tugas mendidik yang built in and taken for granted, in the state of becoming, mendarah daging dan terus menjadi, yang menjadikan jiwa dan raganya, hidup dan matinya didedikasikan untuk pendidikan. Bercermin dari kejayaan Golden age of islamic history yang telah merintis berbagai strategi menuju peradaban sebuah bangsa, diperlukan atmosfir yang mengarah pada pembudayaan masyarakat pembelajar (learning society), mulai dari pemerintah selaku stake holder, hingga lapisan masyarakat akar rumput (grass root), yang dimulai dari revitalisasi dunia pendidikan dengan melakukan pengayaan ilmu warga negerinya melalui dinamika pembelajaran, dengan membuka seluas-luasnya kesempatan dan peluang untuk memperoleh pendidikan, transmisi ilmu yang dibuka lebar dari berbagai arah (lokal hingga internasional), penyediaan perpustakaan yang lengkap, serta transletter buku dari berbagai bahasa asing ke dalam bahasa nasional,
75
Akankah
menjadi pilihan para pengambil kebijakan dan penanggung jawab pendidikan, dari tingkat nasional hingga institusional satuan pendidikan. Jika tidak, kekhawatiran semakin kuat, bahwa bangsa ini ternyata sedang melangkah mundur ke masa jahiliyah. Mudah-mudahan segala upaya dimaksud memberikan manfaat menjadikan manusia masa depan yang mendapatkan posisi menjadi ‘being’ educated person, sehingga membentuk sebuah komunitas ilmiah ‘knowledge society’, insyaallah. Allahu ’lam bi al-shawab.
75
Jika masih berwawasan tertutup terhadap dunia luar, bukankah bangsa yang terlambat mengenal falsafah Yunani, akan terlambat pula mencapai peradaban bangsanya?. #Refleksi.
29
G. Simpulan Dari uraian singkat mengenai profesionalisme pendidik di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: 1. Profesional berdekatan dengan makna ahli (expert) dalam satu bidang tertentu. Profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Profesionalisme adalah sikap seorang profesional dan melakoninya sebagai pekerjaan pokok, didasari janji publik dan sumpah serta membaktikan dirinya untuk tugas tersebut. 2. Profesionalitas pendidik/guru yaitu guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar, menilai kemajuan proses belajar mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan proses belajar mengajar. 3. Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 4. Kompetensi pendidik yang wajib dimiliki meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi 5. Berdasarkan khazanah pendidikan Islam dan penafsiran tematik berkaitan dengan kompetensi pendidik terdapat beberapa kompetensi di antaranya kompetensi ilmiyyah, khuluqiyah dan jismiyyah. Profesionalitas pendidik berlangsung secara progress dengan melakukan empat pekerjaan secara dinamis yaitu tilawah, tazkiyah, ta’lim dan hikmah.
30
Daftar Pustaka
Abdul Hamid Asshaid al-Zantani, Usus al-Tarbiyah al-Islamiyyah fi al-Sunnah alNabawiyyah, Libia-Tunis: Dar al-Arabiyah al-Kitab, 1984. Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, cet ke-3, 2001. Al-Ghazâlî, Ayyuhâ al-Walad, Majmû'at Rasâ'il al-Imâm al-Ghazâlî, (Beirût, Dâr alFikr, 1996), hlm. 259 Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995. Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 1, Beirut: Darul Fikr, cetakan 1, 1416H/ 1996 M. Al-Thabrani, Mu'jam al-Kabir, juz 6, Mauqi'u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005. Dinn Wahyuddin, et.all., Pengantar Pendidikan, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2008. Dudung Abdurrahman dkk.Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2003. E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007. M. Aja al-Khatihibi, Ushul al-Hadits, Beirut: Dar alFikr, 1978. Muhammad Thahir ibn Atsur, Tafsir Ibn Atsur: At-Tahrir wa at-Tanwir, Tunisia: Darul al-Tunisiyah, 1984. Muslim al-Hajaj, Shahih Muslim, juz 10, Mauqi'u al-Islam Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005. Permendiknas, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Nomor 16 tahun 2007. Philip K. Hitti, History of the Arab, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, Revisi ke 10, 2002. Piet A Sehertian, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset, 1994. Quran in Ms Word, Versi 2.2.0.0, 2013. Rudi Ahmad Suryadi, Hadis: Sumber Pemikiran Tujuan Pendidikan, Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 nomor 2-, 2011.
31
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Nomor 16 tahun 2007, hlm. 5-32 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan: dalam Upaya Peningkatan Profesional Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di, Bahjatu Qulubi Al-Abraari Wa Qurratu `Uyuuni Al-Akhyaari Fi Syarhi Jawami` Al-Akhbaar, Edisi Indonesia, terj. Wafi Marzuqi Ammar Lc., Syarah Lengkap 99 Hadis Perihal Amalan Muslim Sehari-hari. Riyadh: Daar Al-Arqam, cet. 11, 1419 H. Syamsudin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Mesir, Darul Kutub, 1964. Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007 Tafsir at-Thabari, Maktabah Syamilah, Juz. Tafsir Ibnu Katsir, dalam Maktabah Syamilah. Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibn Katsir, Jakarta: Pustaka Ibn Katsir, cet-4, 2011. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan Pelaksanaannya, Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003. Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2005. Undang-Undang RI, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen , Bandung: Nuansa Aulia, cet. ke-2, 2006. Wibawo, Manajemen Perubahan, Jakarta: Rajawali Press, 2008. Sumber Internet: http://www.ispi.or.id/2011/02/14/profesionalisme-dunia-pendidikan/ 2014.
unduh
2
des
https://asmunistkip. wordpress. com/ profesi - kependidikan/ kriteria guru profesional/ diakses 4 Desember 2014.