TUGAS MATA KULIAH ILMU BEDAH VETERINER UMUM ( Premedikasi dan Anastesi )
Anastesi pada Kasus Sterilisasi Jantan atau Betina OLEH :
DEWA PUTU PRADIPTA BASKARA
1409005117
RINGKASAN
Sterilisasi adalah suatu tindakan pembedahan terhadap organ reproduksi suatu hewan. Sterilisasi dibedakan berdasarkan pada jenis kelamin, perbedaan ini hanya berpacu pada organ reproduksi dimana pada betina disebut ovariohysterectomy karena pembedahan dilakukan dengan mengangkat semua organ reproduksi dari hewan ini baik dari ovarium hingga ke corpus uteri. Sedangkan pada hewan jantan disebut kastrasi yaitu dengan melakukan pengangkatan keseluruhan testis hingga vas defferant. Dalam melakukan tindakan sterilisasi tidak terlepas dengan tindakan anastesi. Obat anastesi yang yang biasa digunakan ialah
xylazine, ketamine, atropi (
sebagai premedikasi ), maupun kombinasi dari obat – obat – obat obat anastesi tersebut. Obat – Obat – obat tersebut dipilih berdasarkan nilai ekonomis, mudah didapat dan efek analgesic yang baik. Kata kunci : Sterilisasi, Anastesi, Xylazine, Ketamine, Atropin
SUMMARY
KATA PENGANTAR
Puji syukur syukur penulis panjatkan kehadiratTuhan Yang Maha Esa
yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan paper ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Paper ini disusun penulis sebagai tugas dari mata kuliah Bedah Veteriner Umum, yang berjudul “Anastesi pada Kasus Sterilisasi Jantan atau Betina”. Melalui penulisan paper ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami lebih dalam tentang bagaimana penerapan anastesi yang baik pada kasus sterilisasi baik pada jantan maupun betina. Demikianlah tugas ini penulis susun semogabermanfaat, dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Bedah Veteriner Umum.
DAFTAR ISI
Ringkasan
……………………………………………………………..
Kata pengantar Daftar isi
………………………………………………………..
ii
…………………………………………………………….. ……………………………………………………………..
iii
Daftar lampiran Daftar tabel
i
……………………………………………………….
iv
................................................................................... .........
v
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………….
1
1.1. Latar belakang
……………………………………………
1
1.2. Rumusan masalah
…………………………………………….
1
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT …………………………………..
2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………
3
3.1. Anastesi
………………………………………………………
3.2. Premedikasi
3
…………………………………………………
4
……………………………………………………..
5
3.3.1. Ovariohisterectomy ……………………………… ……………………………………... ……...
5
3.3.2. Kastrasi ………………………………………………...
6
3.3. Sterilisasi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pengendalian Populasi Kucing Liar di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Melalui Kastrasi dan Ovariohistektomi 2. Pengaruh
Anastesi
Terhadap
Saturasi
Oksigen
(Spo2 )
Selama
Operasi
Ovaryohisterectomy Kucing. 3. Pengaruh Pemberian Getah Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Povidone Iodine Terhadap Kesembuhan Luka Kastrasi Pada Kucing (Felis Domestica) Jantan.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Atropin ...................................................................................... 7 Gambar 4.2 Ketamin ..................................................................................... 8 Gambar 4.3 Xylasin ...................................................................................... 11 Gambar 4.4 Zoletil ........................................................................................ 12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Sterilisasi pada hewan terutama hewan kecil merupakan suatu tindakan operasi yang umum dilakukan dalam mencegah bertambahnya populasi, selain itu dapat sebagai tindakan pencegahan dari penyakit – penyakit kelamin yang dapat membahayakan si hewan itu sendiri. Dalam melakukan tindakan sterilisasi tidak terlepas dengan tindakan anastesi terlebih dahulu agar dalam melakukan tindakan ini selain mencegah si hewan melakukan perlawanan selama tindakan tetapi juga dapat mengurangi rasa sakit yang dirasakan selama tindakan sterilisasi.
1.2 Rumusan masalah
Jenis obat anastesi apa yang digunakan untuk sterilisasi?
Jalur apa yang digunakan dalam melakukan anastesi untuk sterilisasi ?
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN
Penulis berharap dengan dibuatnya tulisan ini selain memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Bedah Veteriner Umum tetapi juga pembaca dapat mengetahui jenis – jenis dan cara aplikasi anastesi pada kasus atau tindakan sterilisasi pada hewan jantan maupun betina. Sterilisasi selain menjadi pencegahan suatu penyakit dari hewan itu sendiri dapat menekan suatu populasi dari hewan yang mengalami peningkatan populasi secara signifikan.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anastesi Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dansecara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al , 2007). Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti: pada pasien tua, bayi atau penderita penyakit komplikasi selain itu tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalammenentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan tersebut sampai
2. Fase/tahapan II, fase ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan fase pembedahan. Pada fase ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasi, takikardia. 3. Fase/tahapan III plane 1, ditandai dengan pernafasan yang teratur yaitu 1220x/mnt dan terhentinya anggota gerak. Tipe penafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva, dankornea terdepres. 4. Fase/tingkatan III plane 2, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. 5. Fase/tingkatan III plane 3, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. 6. Fase/tingkatan III plane 4, ditandai dengan respirasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus muskulus menurun, refleks sphincter ani dan kelenjar ai r mata negatif. 7. Fase/tingkatan IV, fase ini disebut juga sebagai fase overdosis yang ditandai dengan respirasi apnea (berhenti), fungsi kardiovaskuler kolap, respon bedah atau insisi tidak ada, posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon
dapat diberikan untuk menekan refleks yang tidak diinginkan atau mencegah gerak tubuh yang tidak disadari (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Pemilihan premedikasi dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum. Premedikasi yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropin, acepromazin, xylazin, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Atropin digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik, dan mengurangi bradikardia akibat anestesi. Xylazin, medetomidin, diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan merelaksasi otot (Mentari, 2013).
3.3 Sterilisasi 3.3.1 Ovariohysterectomi Ovariohisterectomy
merupakan
istilah
kedokteran
yang
terdiri
dari
ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Beberapa indikasi dilakukannya ovariohisterectomy
untuk sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat traumatik. Terdapat dua jenis kastrasi, yaitu kastrasi tertutup dan kastrasi terbuka. Kastrasi tertutup adalah tindakan bedah dimana testis dan spermatic cord dibuang tanpa membuka tunica vaginalis yang biasanya dilakukan pada anjing ras kecil atau masih muda dan kucing. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak dibukanya tunica vaginalis, maka kemungkinan terjadinya hernia scrotalis dapat dihindari. Sedangkan kastrasi terbuka adalah tindakan bedah dimana semua jaringan skrotum dan tunica vaginalis diinsisi dan testis serta spermatic cord dibuang tanpa pembungkusnya (tunica vaginalis). Keuntungan cara ini adalah ikatan pembuluh darah terjamin. Akan tetapi kerugiannya dapat menyebabkan hernia scrotalis karena dengan terbukanya tunica vaginalis menyebabkan adanya hubungan dengan rongga abdomen (Widyaputri dkk, 2014). Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu (Komang et al , 2011): 1.
Metode terbuka Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus
2.
Metode Tertutup Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Jenis – jenis dan jalur pemberian obat anastesi 4.1.1 Atropin
Gambar 4.1 Atropin atau alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap respon muskarinik, obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya direseptor muskarinik. Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh seperti menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan
pusat, dan pada dosis toksik memperlihatkan depresi setelah melampaui fase eksitasi yang berlebihan (Syarif et al . 2011). Farmakokinetik dari atropin, yaitu atropin mudah diserap, sebagian dapat dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Adapun efek samping dari atropin tergantung dari dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap susunan saraf pusat, antara lain: rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang dapat berlanjut menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan, serta kematian (Mycek et al. 2001). Pada gastrointestinal, atropin digunakan sebagai obat anti spasmodik untuk mengurangi aktivitas saluran cerna, sebab atropin adalah salah satu obat terkuat sebagai penghambat saluran cerna. Atropin berefek pula pada kandung kemih, dengan mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan airmata juga dapat terganggu (Mycek et al .2001). Obat golongan antikolinergik seperti atropin diberikan dengan dosis pada anjing dan kucing 0,02 mg/kg BB melalui
sedatif (penenang). Obat ini dikenal sebagai agen anestesi umum non barbiturat yang berefek atau bekerja cepat, dan termasuk golongan Phenylcyclo Hexylamine dengan rumus kimia
2-(0-chlorophenil)-2(methylamino) cyclohexanone hyidroclhoride
(Kusumawati 2004). Ketamin merupakan disosiatif anestetikum yang mempunyai sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan et al . 2009). Ketamin diklasifikasikan sebagai anestesi disosiatif karena penderita tidak sadar dengan cepat, namun mata tetap terbuka tapi sudah tidak memberikan respon rangsangan dari luar. Dalam anestesi hewan, ketamin sering digunakan pada kucing, anjing, kelinci, tikus, dan beberapa hewan kecil lainnya untuk pemberian efek anestesi dan analgesik. Ketamin juga sering digunakan atau di kombinasikan dengan obat penenang agar menghasilkan anastesi seimbang dan analgesia, serta sebagai infus tingkat konstan yang membantu mencegah rasa sakit (Hilbery et al .1992). . Efek anestesi dari ketamin terjadi oleh adanya penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Tahapan anestesinya diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan inilah yang dikenal sebagai
Efek ketamin dapat merangsang simpatetik pusat yang akhirnya menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan meningkatkan aliran darah. Karena itu, ketamin digunakan bila depresi sirkulasi tidak dikehendaki. Sebaliknya, efek tersebut meringankan penggunaan ketamin pada penderita hipertensi atau stroke (Kusumawati dan Sardjana 2004; Mycek et al., 2001). Ketamin telah terbukti dapat dipakai pada berbagai kasus gawat darurat dan dianjurkan untuk pasien dengan sepsis atau pasien dengan sakit parah, hal ini karena efek stimulasi ketamin terhadap kardiovaskuler. Ketamin akan meningkatkan cardiac output dan systemic vascular resistance lewat stimulasi pada sistem saraf simpatis akibat pelepasan dari katekolamin. Ketamin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang ringan. Efek terhadap kardiovaskular adalah peningkatan tekanan darah arteri paru dan sistemik, laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung (Winarto, 2009). Ketamin meningkatkan tekanan darah sistol dan diastol kira-kira 20-25% karena adanya aktivitas saraf simpatik meningkat dan depresi baroreseptor serta menyebabkan terjadinya peningkatan denyut jantung. Pemberian anestetikum ketamin secara tunggal (dosis 10-15mg/kg BB secara IM) pada anjing menimbulkan
4.1.3 Xylazin
Gambar 4.3 Xylazin menyebabkan penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar atau teranestesi. Dalam anestesi hewan, xylazin biasanya paling sering dikombinasikan dengan ketamin. Obat ini bekerja pada reseptor presinaptik dan postsinaptik dari sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis sebuah adrenergik. Xylazin menimbulkan efek relaksasi muskulus sentralis. Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesia, xylazin dapat menimbulkan kondisi tidur yang ringan sampai kondisi narkosis yang dalam, tergantung dari dosis yang diberikan untuk masing-masing spesies hewan (Mentari, 2013).
frekuensi respirasi dan volume respirasi permenit) serta hipertensi yang dapat diikuti dengan hipotensi. Selain itu, xylazin memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan cardiac output dimana terjadi penurunan setelah kenaikan awal pada tekanan darah, dalam perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah (menyebabkan bradikardia), vomit, tremor, motilitas menurun, tetapi kontraksi uterus meningkat (pada betina) bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal seperti menghambat produksi insulin dan antidiuretic hormone (ADH). Xylazin juga menghambat efek stimulasi saraf postganglionik. Pengaruh xylazin dapat dibatalkan dengan
menggunakan
antagonis
reseptor
adrenergik,
misalnya atipamezole,
yohimbine, dan tolazoline (Sardjana, 2003). Pada anjing dan kucing khususnya, xylazin dapat merangsang pusat muntah sehingga obat tersebut biasanya digunakan juga sebagai obat emetik. Xylazin juga biasanya dapat menyebabkan peningkatan urinasi pada kucing. Xylazin tidak boleh digunakan pada pasien atau hewan dengan hipersensivitas atau alergi terhadap obat tersebut. Pada ruminansia, xylazin dapat menyebabkan hipersalivasi, meningkatkan resiko pneumonia pernafasan, tetapi hal tersebut dapat dihentikan oleh atropin. Untuk spesies lain, xylazin menghambat aliran saliva (Sardjana, 20 03).
sedangkan zolazepam merupakan kelompok benzodiazepin yang dapat menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2002). Obat ini memberikan anestesi general dengan waktu induksi yang singkat dan sangat sedikit dalam hal efek samping, sehingga obat ini menjadi anestestika pilihan yang memberikan tingkat keamanan yang tinggi dan maksimal. Zoletil secara umum dapat menyebabkan stabilitas hemodinamik pada dosis yang rendah. Selain itu, zoletil dapat memperbaiki refleks respirasi dan hipersalivasi seperti pada ketamin. Untuk memperbaiki kualitas induksi, melancarkan anestesi, dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk induksi, maka zoletil dapat dikombinasikan dengan premedikasi seperti acepromazine dan opioid. Zoletil tidak boleh diberikan pada pasien atau hewan dengan ganggu an jantung dan respirasi. Zoletil
dapat
menyebabkan
analgesia,
tetapi
viseral
analgesia
yang
ditimbulkan tidak cukup untuk bedah abdomen mayor, kecuali ditambah dengan agen lain. Takikardia dan aritmia jantung dapat terjadi pada anestesi ringan, dan apabila digunakan pada dosis yang tinggi maka cardiac output akan berkurang secara signifikan. Kombinasi tilatemin-zolazepam ini akan di metabolisme oleh hati dan dieksresikan melalui ginjal (McKelvey dan Wayne, 200 3). Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin dalam
kontradiksi pada pasien atau hewan penderita dalam perawatan atau pengobatan dengan Carbamates atau Organophosporous systemic, juga pada hewan yang mengalami gangguan jantung dan pernapasan, defisiensi pankreas dan hipertensi. Penggunaan zoletil juga tidak dianjurkan digunakan dengan obat golongan Phenotiazine
(contohnya
chlorpromazine
dan
acepromazine)
karena
dapat
menimbulkan resiko yang berbahaya terhadap depresi respirasi dan cardiac, serta hipotermia. Begitu pula dengan pemberian Chlorampenicol yang dapat menyebabkan turunnya atau kurangnya konsentrasi dari anestetika yang diberikan (Kusumawati, 2004). Menurut Madley yang juga dikutip oleh Sardjana (2003), zoletil yang digunakan pada reptilia menunjukkan hasil yang cukup baik. Dosis pemberian premedikasi dengan atropin biasanya 15 menit sebelum pemberian zoletil. Dosis zoletil pada kucing 10 -15mg/kgBB (IM) atau 5-7,5mg/kgBB (IV) dan durasi anestesi 20-60 menit bergantung pada dosis yang diberikan. Pengulangan pemberian dapat dilakukan 1/2 - 1/3 dosis inisial dan sebaiknya diberi secara intravena, karena pemberian melalui intramuskuler akan menghilangkan refleks dan kesadaran pasien dalam waktu 3-6 menit sedangkan pemberian secara intravena membuat kehilangan refleks dan kesadaran dalam waktu 1 menit (Sardjana
4.1.5 Kombinasi Ketamin-Xylazin Kombinasi antara ketamin dan xylazin merupakan kombinasi yang paling baik bagi kedua agen ini, untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranestesi secara baik dengan menggunakan kombinasi keduanya. Anestesi dengan kombinasi ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketaminxylazin, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelumnya (Lumb et al , 2007). Efek sedasi xylazin akan muncul maksimal 20 menit setelah pemberian secara IM dan akan berakhir setelah 1 jam, sedangkan efek anestesi ketamin akan berlangsung selama 30-40 menit dan untuk recovery dibutuhkan waktu sekitar 5-8 jam (Kusumawati dan Sardjana, 2004).
4.1.6 Kombinasi Ketamin-Zoletil Hilbery et al (1992) menuliskan bahwa ketamin sebagai anestesi dissosiatif yang menyebabkan pasien mengalami analgesia somatik yang dalam, diikuti
Penggunaan ketamin-zoletil sebagai anestetika dapat diberikan secara intramuskuler yang memudahkan pelaksanaannya terutama pada golongan felidae, baik itu satwa liar maupun hewan kesayangan. Efek obat anestesi ini mempengaruhi pasien sangat cepat, sehingga meminimalkan atau bahkan tidak mengalami depresi pernapasan ataupun muculnya efek samping yang lain. Dalam praktek, ketamin dan zoletil dapat digunakan untuk pengendalian hewan dan operasi pada penderita yang membutuhkan durasi waktu yang lama atau panjang (Sardjana, 2003).
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Sterilisasi adalah suatu tindakan pembedahan terhadap organ reproduksi suatu hewan. Sterilisasi dibedakana berdasarkan pada jenis kelamin, perbedaan ini hanya berpacu pada organ reproduksi dimana pada betina disebut ovariohysterectomy karena pembedahan dilakukan dengan mengangkat semua organ reproduksi dari hewan ini baik dari ovarium hingga ke corpus uteri. Sedangkan pada hewan jantan disebut kastrasi yaitu dengan melakukan pengangkatan keseluruhan testis hingga vas defferant. Dalam melakukan tindakan sterilisasi / operasi tidak lupa dengan melakukan anastesi terlebih dahulu, obat anastesi yang paling umum digunakan ialah yang mudah didapat, harganya ekonomis dan memiliki efek analgesi dan recovery yang baik. Obat anastesi yang biasa digunakan ialah xylazine, ketamine, atropi ( sebagai premedikasi ), maupun kombinasi dari obat – obat anastesi tersebut.Atropine merupakan obat premedikasi yang dapat mengurangi rasa sakit saat melakukan tindakan, obat ini diinjeksi melalui sub-kutan.Ketamine merupakan obat anastesik
DAFTAR PUSTAKA
Sardjana I Komang Wiarsa, 2007 , Pengendalian Populasi Kucing Liar di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Melalui Kastrasi dan Ovariohistektomi. VetMedika J Klin Vet. Vol. 1, No. 2, Januari 2013. Universitas Airlangga Devi Noviana, Gunanti, dan Ni Rai Fertilini Hanira Jelantik, 2006, Pengaruh Anastesi
Terhadap
Saturasi
Oksigen
(Spo2 )
Selama
Operasi
Ovaryohisterectomy Kucing. J. Sain Vet. Vol. 24. No. 2 Th. 2006. Institute pertanian bogor. Amiruddin, dkk, 2015, Pengaruh Pemberian Getah Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Povidone Iodine Terhadap Kesembuhan Luka Kastrasi Pada Kucing (Felis Domestica) Jantan. Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 9 No. 1. Universitas Syah Kuala.
LAMPIRAN
Jurnal Medika Veterinaria ISSN : 0853-1943
Vol. 9 No. 1, Februari 2015
PENGARUH PEMBERIAN GETAH BUAH PEPAYA (Car ica papaya L.) DAN POVIDONE I O D I N E TERHADAP KESEMBUHAN LUKA KASTRASI PADA KUCING (F elis domesti ca ) JANTAN Th e Ef f ect of Papaya L atex (Cari ca papaya) L atex and Povidone I odine On Castr ation W ound H eali ng Of M ale Cat (F eli s domesti ca) 1
1
1
2
3
1
Amiruddin , Syafruddin , Zuraidawati , Riani Desky , Tongku Nizwan Siregar , Arman Sayuti , dan 4 Abdul Harris 1
Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Ku ala, Banda Aceh Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 1 Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Ku ala, Banda Aceh 1 Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh E-mail :
[email protected]
2
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian getah buah pepaya ( Carica papaya, L.) dan povidone iodine terhadap kesembuhan luka kastrasi pada kucing ( Felis domestica) jantan. Penelitian ini menggunakan enam ekor kucing yang dibuat luka kastrasi, dibagi dalam dua kelompok perlakuan. Kelompok I (K1) dioleskan dengan getah buah pepaya dan Kelompok II (K2) dioleskan povidone iodine dua kali sehari selama tujuh hari berturut-turut. Parameter yang diamati adalah kesembuhan luka dengan memperhatikan tingkat kemerahan pada luka, kebengkakan, cairan radang, dan pertautan tepi luka. Pengamatan dilakukan setiap hari dan data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luka kastrasi pada K1 lebih cepat sembuh yaitu pada hari ke 4-5 dibandingkan K2 yaitu pada hari 6-7. Getah buah pepaya bisa dijadikan alternatif pengobatan tradisional dalam penyembuhan luka terutama luka sayat. ____________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: getah buah pepaya, kucing, kesembuhan luka
ABSTRACT This study aims to find out the effect of papaya (Carica papaya) latex and povidone iodine on castration wound healing of male cat (Felis domestica). The study used 6 male cats with castration wound divided into two treatment groups. Group I was rub with papaya latex and group II was rub with povidone iodine twice daily for 7 consecutivel days. Parameter observed was with respect to the level of wound healing that ware wound redness, swelling, fluid, inflammation, and the edge mesh of the wound. Observations were conducted daily and the data were analyzed descriptively. th
Jurnal Medika Veterinaria
ditanggulangi oleh mekanisme pertahanan lokal sehingga diperlukan suatu proses perawatan kesembuhan luka. Penyembuhan luka dibagi dalam beberapa fase yaitu fase peradangan, fase granulasi (koagen), dan fase jaringan parut. Untuk mengobati luka, pada umumnya masyarakat menggunakan povidone iodine 10% sebagai antiseptik (Dewiyanti et al ., 2009). Tetapi menurut Lawrie (1995), kelemahan antibiotik adalah resisten bakteri, hipersentisivitas, serta harga yang relatif mahal, sedangkan kelemahan dari penggunaan antiseptik adalah bersifat iritatif dan toksik jika dalam masuk dalam pembuluh darah serta dalam penggunaan yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi luka (Haris, 2009). Untuk itu perlu dicari alternatif lain untuk penyembuhan luka yang bersifat aman, murah, dan mudah didapat serta efektif. Salah satunya adalah dengan menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam yaitu getah buah papaya. Menurut Hangono (1985), pepaya memiliki getah bewarna putih yang mengandung beberapa senyawa kimia aktif, seperti papain, kimopapain, dan lisozim. Senyawa-senyawa tersebut banyak digunakan sebagai pengobatan luka karena memiliki efek anti-inflamasi dan anti-edema (Atik dan Iwan, 2009). Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 dan 45% dan ditambah potasium benziglukosinolat 11,6%, hal ini mampu mengurangi gula darah sekaligus mempercepat penyembuhan luka. Kinerja tersebut dibantu oleh asam hidrosianik yang bersifat antiseptik. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk
Amiruddin, dkk
ekor kucing. Kemudian kucing diadaptasikan selama tujuh hari dan pada hari ke-8 perlakuan dilakukan luka kastrasi. Sebelum dioperasi, kucing sudah dipuasakan selama 8-12 jam. Kemudian disiapkan alat-alat dan tempat yang sudah disterilisasikan. Hewan ditimbang berat badannya, selanjutnya diinjeksi dengan premedikasi atrofin sulfat 0,04 mg/kg bobot badan, dan dianestesi dengan ketamin dosis 10-40 mg/kg bobot badan secara intramuskular (IM), serta xylazin dengan dosis 1-2 mg/kg bobot badan pada daerah cranial raphae scrotum secara IM. Teknik Operasi Setelah teranestesi hewan ditempatkan di atas meja operasi dengan posisi dorsal recumbency dan ke-4 kaki diikat. Kemudian dilakukan pencukuran bulu di daerah skrotum yaitu di daerah raphae scrotum. Desinfektan daerah skrotum dengan alkohol 70%. Kemudian pasang dook steril pada daerah skrotum yang sudah dibersihkan. Selanjutnya dilakukan incisi kulit tepat di sebelah cranial raphae scrotum, salah satu testis di dorong ke depan sampai pada raphae scroti. Dibuat irisan melalui fascia spermatica. Testis ditekan keluar melalui irisan dengan tangan kiri tarik ke luar. Selanjutnya ligamentum scrotum dipotong dan tunika vaginalis communis dibuka sampai ke depan. Ligasi spermatic cord yang ada di dalamnya sejauh mungkin dengan menggunakan mosquito forceps, lalu jepit spermatic cord searah yang menuju ke arah testis dengan menggunakan scalpel kemudian spermatic cord dipotong searah yang menuju ke arah testis.
Jurnal Medika Veterinaria
Vol. 9 No. 1, Februari 2015
Kemerahan pada Luka Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada Tabel 1, kemerahan pada luka lebih terlihat pada kelompok pemberian getah pepaya. Ini disebabkan getah pepaya merangsang pembentukan kapiler-kapiler baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Oehme dan James yang disitasi Andrian (2010) yang menyatakan getah papaya akan membantu pembentukan kapiler baru (angiogenesis), fibroblast di dalam gumpalan fibrin, peningkatan mokopolisakarida, dan protein pada daerah luka. Tabel 2. Data pengamatan penyembuhan luka berdasarkan kebengkakan pada luka Pemberian getah Pemberian providone Hari pepaya iodine ke S1 S2 S3 S1 S2 S3
1 2 3 4 5 6 7
+3 +2 +2 +1 0 0 0
+4 +3 +2 +2 +1 0 0
+4 +4 +3 +2 +2 +1 0
+4 +4 +3 +3 +2 +1 +1
+4 +4 +3 +2 +1 +1 0
+4 +3 +2 +1 +1 0 0
S = sampel +4 = kebengkakan berkisar 100% sepanjang luka +3 = kebengkakan berkisar 75% sepanjang luka +2 = kebengkakan berkisar 50% sepanjang luka +1 = kebengkakan berkisar 25% sepanjang luka 0 = luka tidak mengalami kebengkakan
Kebengkakan pada Luka Data pada Tabel 2, menunjukkan bahwa pada hari
Cairan Radang pada Luka Hasil pengamatan terhadap cairan radang Tabel 3 menunjukkan bahwa cairan radang pada kedua kelompok perlakuan hanya terdapat pada hari ke-1 dan ke-2 samapai ke-3. Hal ini sesuai dangan pernyataan Fallis (1964), yang menyatakan cairan radang terbentuk pada fase pembentukan fibrin. Segera setelah luka yang menyebabkan hilangnya jaringan, cairan radang baik transudat maupun eksudat mengalir memenuhi celah luka. Cairan ini menjendal dan diubah menjadi pita-pita fibrin yang keras. Fibrin ini akan mempertautkan tepi luka tetapi lemah dan mudah lepas. Tabel 4. Data pengamatan penyembuhan luka berdasarkan pertautan tepi luka Pemberian getah Pemberian providone Hari pepaya iodine ke S1 S2 S3 S1 S2 S3 1 +4 +4 +4 +4 +4 +4 2 +2 +3 +3 +4 +4 +3 3 +1 +1 +2 +3 +3 +2 4 0 +1 +1 +2 +2 +1 5 0 0 0 +1 +1 0 6 0 0 0 +1 +1 0 7 0 0 0 +1 0 0 S = sampel +4 = luka membuka berkisar 100% sepanjang luka +3 = luka membuka berkisar 75% sepanjang luka +2 = luka membuka berkisar 50% sepanjang luka +1 = luka membuka berkisar 25% sepanjang luka 0 = seluruh luka menutup
Jurnal Medika Veterinaria
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyembuhan luka dengan pemberian getah buah pepaya 5-6 hari lebih cepat dibandingkan dengan pemberian povidone iodine 6-7 hari. Getah pepaya bisa dijadikan alternatif pengobatan tradisional dalam penyembuhan luka terutama luka incisi. DAFTAR PUSTAKA Adam, S. 1995. Dasar-Dasar Pathologi. Buku Kedokteran. EGC. Jakarta Andrian, N. 2010. Perbandingan Jahitan dengan Nir Jahitan ( Ethylcyanoacrylate) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Anjing Lokal (Canis familiaris). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Anonimus. 2013. Kucing Kita. http://kucinggue.blogspot.com/ 2013/01/mengenal-perilaku-kucing-jantan.html . Atik, N. dan J. Iwan. 2009. Perbedaan efek pemberian topikal gel lidah buaya ( Aloe vera, L.) dengan solutio povidone iodine terhadap penyembuuhn luka sayat pada kulit mencit ( Mus musculus). MKB. XII(2):87. Boyd, W. 1953. Pathology an Introduction to Medicine . Lea and Febiger, Philadelphia USA. Dewiyanti, A., H. Ratnawati, dan S, Puradisastra. 2009. Perbandingan pengaruh ozon getah jarak cina ( Jatropha multifida, L.) dan povide iodine 10% terhadap waktu
Amiruddin, dkk
penyembuhan luka pada mencit betina galur swiss webster. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Marantha Bandung. VIII (2):132-137. Fallis, B.P. 1964. Text Book of Patology. Mcgraw Hill, New York. Hangono, J. 1985. Pepaya dalam Tanaman Obat Indonesia . Jilid I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Haris, R.A. 2009. Efektivitas Penggunaan Iodin 10%, Iodin 70 %, Iodin 80%, dan NaCl dalam Percepatan Proses Penyembuhan Luka pada Punggung Tikus Jantan Sprague Dawley. Skripsi . Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. (Diterjemahkan Perakkasi, H. Edisi ke 5. UI Press, Jakarta. Pattiselanno, F. 2011. Kastrasi. Laboratorium Produksi Ternak FPPK UNIPA. Monokwari. Rukmono. 1982. Pathology . Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Santosa, A. B. 1992. Efek Getah Pisang terhadap Kesembuhan Luka Iris pada Domba. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. West, E.S. and W.R. Todd. 1959. Text Book of Biochemistry . 2nd ed. The Macmilan Company, New York. Wind, G.G. dan N.M. Rich. 1987. Principles of Surgery Technique . The Art of Surgery. 2 nd ed. Baltimore, Munich. Wulandari, R. R., 2009. Perbedaan Kejadian Infeksi Luka Operasi Berdasarkan Kategori Operasi Pada Pasien Bedah yang Diberikan Antibiotik Profilaksis Di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar Periode 1 Januari – 31 Desember 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Pengendalian Populasi Kucing Liar di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya Melalui Kastrasi dan Ovariohistektomi The Control of Ferral Cats in Dr. Soetomo Hospital by Castration and Ovariohysterectomy I Komang Wiarsa Sardjana1 1
Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Jalan Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115, e-mail:
[email protected]
The control of the ferral cat population in Dr. Soetomo Hospital of Surabaya have already done by surgery technique of Ovariohysterectomy to female and Castration to male, during periode 2004 - 2007, the surgery was done for 145 female and 80 male in 2004 and the surgery was continued with 71 male and 49 female in 2007. All the cat have a good in health after surgery about 5 days, and distributed for parents adopted and traditional market in Surabaya for survival life of them.
Vol. 1, No. 2, Januari 2013
VetMedika J Klin Vet
Gambar 2. Teknik ovariohisterektomi
Vol. 1, No. 2, Januari 2013
VetMedika J Klin Vet
ILMU BEDAH VETERINER UMUM ( Premedikasi dan Anastesi ) Anastesi pada Kasus Sterilisasi Jantan atau Betina DEWA PUTU PRADIPTA BASKARA 1409005117
RUMUSAN MASALAH
Jenis obat anastesi apa yang digunakan untuk sterilisasi? Jalur apa yang digunakan dalam melakukan anastesi untuk sterilisasi ?
ANASTESI
Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas
Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti: pada pasien tua, bayi atau penderita penyakit komplikasi selain itu tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus
Tahapan Dan Indikasi Status Teranestesi Oleh Anestetika Umum
Fase/tahapan I Fase/tahapan II Fase/tahapan III plane 1 Fase/tingkatan III plane 2 Fase/tingkatan III plane 3 Fase/tingkatan III plane 4 Fase/tingkatan IV
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi.
Pemilihan premedikasi dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum
Sterilisasi
Ovariohysterectomi Kastrasi
Jenis – Jenis Obat Anastesi
Atropin Ketamin Xylazin Zoletil Kombinasi Ketamin-Xylazin Kombinasi Ketamin-Zoletil