PREDNISOLON
Beberapa sediaan prednisolon: Prednison (Prednisone) Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Karena sudah demikian lama di pasar, obat ini bisa diperoleh sebagai generik yang tidak mahal dan disajikan dalam bentuk pil maupun sirup untuk anak-anak. Prednisolon (Prednisolone) Kortikosteroid oral yang sangat mirip dengan prednisone, dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima pasien anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Pediapred sebagai sebagai sirup 5 mg per 5 ml. Metilprednisolon (Methylprednisolone (Methylprednisolone)) Sangat mirip dengan prednisone, tapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous. Struktur yakni 21-(acetyloxy)-11,17-dihydroxy-6-methyl-, 21-(acetyloxy)-11,17-dihydroxy-6-methyl-, (6(alpha), 11(beta))pregna1,4-diene 1,4-diene-3,20 -3,20-dion -dione. e. Bentuk Bentuk Sediaan Sediaan : Tablet, Tablet, Kaptab, Kaptab, Serbuk Serbuk injeksi, injeksi, dan cairan cairan Injeksi. Pembuatan gel prednisolon Basis gel dibuat dengan cara mendispersikan HPC ke dalam campuran air dan etano etanol. l. Dispe Dispersi rsi ini didiam didiamkan kan selama selama 24 jam, jam, kemud kemudian ian dikem dikemban bangk gkan an den dengan gan pengaduk sampai terbentuk masa yang kental. Ke dalam basis ditambahkan larutan asam oleat dalam pelarut campur, larutan prednisolon dalam etanol, dan larutan natrium karbonat dalam air, kemudian diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 2 jam. Dilakukan pemilihan pengembangan pengembangan formula gel lebih lanjut dengan penen-tuan kejernihan gel setelah dicampur dengan bahan yang tertera dalam Tabel 1 dan 2.
Berdasarkan uji kejernihan gel diambil komposisi gel formula F0, F6 dan F3 untuk uji difusi dan uji stabilitas. Pembuatan membran buatan Larutan Spangler dibuat dengan mencampur 20% minyak zaitun, 15% minyak kelapa, 15% asam oleat, 15% vaselin album, 10% asam palmitat, 10% parafin cair,skualen, 5% kolesterol dan 5% asam stearat. Semua bahan kecuali kolesterol dicampur lalu dilelehkan. Kolesterol yang dilelehkan secara terpisah ditambahkan ke dalam campuran lelehan bahan-bahan lainnya, kemudian diaduk sampai homo-gen. Kertas Kertas Whatma Whatmann No.1 No.1 setela setelahh dibac dibacem em selam selamaa 5 menit menit dalam dalam laruta larutann Spangl Spangler er dikeringkan di antara dua lembar kertas saring. Keseragaman larutan Spangler yang terserap pada kertas Whatman ditentukan dengan membandingkan bobot awal kertas Whatma Whatmann (a gram) gram) dan dan bob bobot ot kerta kertass Whatma Whatmann setel setelah ah dibace dibacem m den denga gann laruta larutann Spangler selama 5 menit (b gram). Persentase larutan Spangler yang terserap adalah (b-a)/a x 100. Untuk percobaan difusi dipilih membran buatan yang memiliki berat relatif sama. Berat membran buatan yang terpilih berkisar antara 3,688 sampai 3,890 g dengan persentase cairan Spangler yang terserap antara 111,5 sampai 122,4 % b/b. Penentuan difusi prednisolon Alat difusi terdiri dari bak berisi air dengan suhu 37 ± 1oC, sel difusi, pompa peristaltik, alat penghilang gelembung udara, dan gelas kimia sebagai wadah cairan penerima. Formula gel yang akan diuji ditimbang sebanyak 3 g diratakan pada pelat, kemudian di atasnya diletakkan membran buatan sedemikian rupa sehingga tidak ada gelernbung udara yang terperangkap di antara permukaan sediaan dengan membran. Memb Membra rann kemu kemudi dian an dije dijepi pitt meng menggu guna naka kann cinc cincin in penj penjep epit it pada pada sel sel difu difusi si,, dihubu dihubungk ngkan an den dengan gan pompa pompa peris peristal taltik tik dan alat alat pen pengh ghila ilang ng gelemb gelembung ung uda udara, ra, kernudian diletakkan di penangas air untuk mempertahankan suhu sistem difusi pada 37 ± 1 oC. Sebagai cairan penerima digunakan air 37 ± 1oC. Cairan penerima dipompakan ke sel difusi melewati alat gelembung udara yang akan membasahi permukaan membran, lalu masuk ke dalam cairan penerima. Cairan mengalir dalam sistem tertutup, pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 25, 35, 45, 60, 80, 100, 160, dan 180. Setiap pengambilan sampel (5 ml) dilakukan penggantian air yang baru pada suhu yang sama. Serapan sampel diukur dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 248 nm. Dilakukan 3 kali uji difusi untuk masing-
masing formula, sehingga data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 sampel. Perhitungan kadar prednisolon merupakan hasil pengura-ngan nilai resapan gel dengan nilai serapan tanpa prednisolon dan nilai serapan asam oleat. Hasil perhitungan persen terdifusi sudah dikoreksi terhadap pengaruh pengambilan setiap selang waktu dalam percobaan, kemudian hasil yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji t student. Profil difusi prednisolon dan persen jumlah prednisolon yang terdifusi dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 3. Uji stabilitas gel yang mengandung prednisolon Pengukuran kadar prednisolon dalam gel pada uji stabilitas Gel disimpan pada ruang bersuhu 40o C dengan kelembaban relatif 75 % selama 30 hari. Kadar prednisolon ditentukan tiap rentang waktu tertentu. Seratus mg gel yang setara dengan 0,5 mg prednisolon dilarutkan dalam metanol sampai diperoleh larutan dengan volume 25 ml, selanjutnya gel diencerkan sampai diperoleh konsentrasi ± 0,02 ug/ml. Serapan hasil pengenceran diukur dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Nilai serapan larutan gel yang diperoleh dikurangi dengan nilai serapan gel yang tidak mengandung prednisolon dan serapan asam oleat dalam gel. Dilakukan 3 kali pengukuran kadar terhadap sampel yang berbeda dari tiap formula sehingga data yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga sampel. Persentase kadar prednisolon terhadap kadar dalam formula dapat dilihat pada Tabel 4
Pengukuran pH gel pada uji stabilitas Gel disimpan dalam ruang bersuhu 40oC dengan kelembaban relatif 75 %, pH gel diukur tiap rentang waktu tertentu selama 30 hari menggunakan pH meter. Dilakukan 3 kali pengukuran pH terhadap sampel yang berbeda dari tiap formula, sehing-ga data yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga sampel. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 5.
Pengukuran viskositas gel Gel disimpan dalam ruang bersuhu 40oC dengan kelembaban relatif 75 % dan viskositas diukur tiap selang waktu tertentu selama 25 hari dengan viskometer Brookfiled. Dilakukan 3 kali pengukuran viskositas terhadap sampel yang berbeda dari tiap formula, sehingga data yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga sampel. Hasil pengukuran viskositas gel dapat dilihat pada Tabel 6.
Uji efek antiradang gel F0 dan F3 pada hewan percobaan Pada uji efek antiradang dipilih gel yang memberikan jumlah prednisolon terdifusi yang paling besar pada uji difusi yang telah dilakukan sebelumnya yaitu gel F3 yang mengandung asam oleat 5 %. Sebagai pembanding diuji pula gel yang tidak mengandung asam oleat (gel F0) yang memberikan jumlah prednisolon terdifusi paling kecil pada uji difusi. Aktivitas antiradang ditentukan dengan metode inhibi-si edema pada telapak kaki tikus. Sebagai penginduksi radang digunakan suspensi karagenan 1% b/v dalam air suling. Suspensi karagenan ini dibuat dengan mendis-
persikan karagenan dalam air suling dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hewan percobaan dipelihara 30 hari sebelum percobaan untuk meningkatkan berat badan hewan sampai diperoleh berat antara 170-185 g. Berat badan hewan ditim-bang dan diamati kesehatannya dan hanya tikus yang sehat yang digunakan pada percobaan ini. Pada hari pengujian hewan ditimbang kemudian dikelompokkan dengan bobot dan tiap kelompok tidak berbeda jauh. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Masing- masing hewan diberi tanda pada sendi kaki kiri belakang dan diukur volume 3 kaki tersebut sebagai volume kaki awal (Vo). Hewan diinduksi radang dengan menyun-tikkan 0,1 ml suspensi karagenan secara intraplantar. Gel yang diuji diberikan 1 jam setelah induksi radang kemudian kaki tikus yang dioles gel dihindari kontak dengan kandang selama 7 menit. Volume kaki diukur tiap 0,5 jam sampai 6 jam setelah penyuntikan karagenan. Persentase perubahan volume kaki sebelum dan setelah pengolesan gel uji dihitung. Untuk memperoleh data yang homogen dilakukan analisis data terpencil untuk membuang data terpencil. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara statistik mengunakan uji t student. Hasil uji efektivitas sediaan gel yang mengandung prednisolon dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil dan pembahasan Dari hasil penentuan spektrum serapan prednisolon dalam metanol diperoleh serapan maksimum pada panjang gelornbang maksimum 244 nm yang selanjutnya digunakan untuk pengukuran kadar prednisolon dalam gel pada uji stabilitas. Pada panjang gelombang tersebut asam oleat yang terkandung di dalam gel juga memberikan serapan. Oleh karena itu, nilai serapan yang diperoleh pada penentuan kadar prednisolon harus dikurangi oleh serapan asam oleat yang terkandung dalam gel. Pada uji stabilitas kadar prednisolon ini dibuat gel padanan yang tidak mengandung prednisolon untuk tiap formula. Gel uji dan gel yang tidak mengandung predniso-lon diperlakukan sama mulai dari tahap pembuatan, penyimpanan sampai proses pengenceran gel pada uji stabilitas kadar zat aktif. Nilai serapan pada panjang gelombang 244 nm larutan hasil pengenceran gel uji dikurangi dengan nilai serapan larutan gel padanannya yang tidak mengandung predisolon dan nilai serapan asam oleat dalam formula. Serapan hasil pengurangan inilah yang digunakan untuk menentukan kadar prednisolon dalam gel uji. Asam oleat dan prednisolon yang terkandung dalam gel bersifat lipofil. Kedua senyawa ini tidak dapat larut apabila gel hanya mengandung air sebagai pelarutnya. Agar dapat membentuk gel yang jernih, kepolaran medium gel diturunkan dengan menambahkan etanol. Dari hasil penentuan kadar etanol yang diperlukan untuk melarutkan asam oleat dan prednisolon, sampai konsentrasi etanol 50% belum dapat dihasilkan gel yang jernih. Untuk mengurangi efek samping iritasi akibat kadar etanol yang mencapai 50 %, dalam pengembangan formula ditambahkanpropilen glikol yang memiliki konstanta dielektrik 32 untuk mengurangi jumlah etanol dalam gel. Kepolaran pembawa yang terlalu rendah dapat meningkatkan afinitas prednisolon maupun asam oleat terhadap gel. Senyawa yang memiliki afi-nitas tinggi terhadap basis gel pada umumnya akan lebih sulit dilepaskan dan difu-sinyapun akan menurun (Lund, 1994). Dari penentuan komposisi pelarut campur ini untuk menghasilkan gel yang jernih diperoleh konsentrasi etanol 44% dan propilen glikol 22 %. Penambahan asam oleat 3,5 dan 5 % memberikan harga pH sediaan gel sebelum penambahan peningkat pH berturut-turut 4,9 dan 5,4. Meskipun pH gel yang mengandung asam oleat 3,5 dan 5,0 % berada dalam rentang pH yang dapat diteri-ma
kulit (pH mantel asam kulit 4,0 - 6,5), namun kedua harga pH tersebut lebih kecil dari batas pH stabilitas hidroksi propil selulosa (HPC) sebagai polimer pem-bentuk gel yaitu 6-8 (Tortora and Anagnostakos, 1990). Untuk mencegah penuru-nan viskositas HPC akibat pH yang terlalu rendah, ditambahkan natrium karbonat sebagai peningkat pH.
I.
Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Indikasi prednisolon adalah untuk menekan radang dan reaksi alergi. Penggunaan obat ini harus benar-benar diperhatikan karena dapat terjadi supresi adrenal dan memberatkan kondisi pasien yang mempunyai riwayat penyakit infeksi. Dosis oral prednisolon yang dapat diberikan adalah dosis awal 10-20 miligram per hari, kasus berat sampai 60 miligram perhari dan dosis injeksi intramuscular prednisolon asetat adalah 25-100 miligram sekali atau 2 kali seminggu. Dosis pemeliharaan 2,5-15 miligram per hari (Anonim, 2000). Farmakokinetik
: Resorbsinya dari usus setelah 1 jam dan bertahan 7 jam. PP nya lebih dari 99%, plasma t1/2 nya panjang . eksresi terutama melalui urin.
Farmakodinamik
: Menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat
makrofag
(MIF),
menghambat
lokalisasi
makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit.
Contoh Sediaan :
Cara Kerja: Prednisolon adalah suatu senyawa anti-radang dan golongan kortikosteroid. Kloramfenikol merupakan suatu antibiotikum yang memiliki spektrum bakteri yang luas, berfungsi untuk mengobati infeksi pada kulit, termasuk infeksi sekunder yang umumnya menyertai radang kulit. Prednisolon termasuk ke dalam obat kortikosteroid oral, yakni obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat jenis ini butuh enam hingga delapan jam untuk mulai bekerja, sehingga makin cepat digunakan, makin cepat pula daya kerjanya bisa dirasakan. Malam hari termasuk waktu di mana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-paru herada pada titik paling rendah di tengah malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya. Di sisi lain, akibat sampingan dari penggunaan kontikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan dan gejala demam yang ditekan. Kortikosteroid oral juga berpotensi memperparah gejala pada anak-anak yang terpapar atau sudah terkena cacar air. Namun sebenarnya akibat sampingan dari kortikosteroid oral tidak perlu terlalu dikhawatirkan pada penggunaan jangka pendek dan kadangkala raja. Masalahnya haru timbul jika obat ini digunakan setiap hari untuk jangka waktu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Dalam hal seperti itu barulah kortikosteroid oral bisa berakibat terhadap kesehatan tulang, menipiskan kulit. menyebahkan katarak, kerentanan terhadap infeksi, menghambat pertumbuhan sebagai pegangan, penggunaan dalam jangka hingga lima hari setiap kalinya, sebanyak hingga empat kali setahun, masih termasuk dalam batas ambang aman.
II.
Pengembangan Obat
A. Prednison
Rumus bangun :
Nama kimia : 17,21-Dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion Sinonim : Prednisonum Rumus molekul : C21H26O5 Berat molekul : 358,43 Pemerian: Serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau; melebur pada suhu 230°C disertai peruraian Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%, lakukan pengeringan pada suhu 105°C selama 3 jam Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam dioksan dan dalam metanol. Spektro ultraviolet : Etanol – 240 nm ( A¦ = 420a) Toleransi dalam dalam 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C21H26O5 dari jumlah yang tertera pada etiket (Dirjen POM, 1995).
•
Tentang prednison Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri
digolongkan
menjadi
dua
berdasarkan
aktifitasnya,
yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk
golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan
penyakit-penyakit
inflasi.
Contoh
antara
lain
adalah
deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006). Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik. Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid (Darmansjah, 2005). Menurut Theodorus (1994) tentang indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping dari penggunaan prednison yaitu:
Indikasi :Insufisiensi adrenal, nefrotik sindrom, penyakit
kolagen, asma bronchial, penyakit jantung, reumatik, leukemia limfositik, limfoma, edema serebral, konjungtifitis alergika, otitis eksterna, penyakit kulit.
Kontra indikasi :Infeksi jamur sistemik, hipersensitifitas, hati-
hati pemberian pada penderita colitis ulserasif, insufisiensi ginjal, hipertensi, infeksi pirogenik
Interaksi obat :Fenitan, fenobarbital, efedrin, rifampin,
meningkatkan bersihan obat ini. Merubah respon anti koagulan bila diberi bersama, kejadian hiperkakemia meningkat bila diberi bersama diuretika hemat kalsium.
Efek samping :Mual, penurun berat badan, jerawat, lemah,
menipisnya tulang, retensi cairan, ulkus reptikum, bingung,
Golongan/Kelas Terapi Hormon, obat Endokrin Lain dan Kontraseptik Nama Dagang - Erlanison
- Kokosone
- Pehacort
- Sohoson
- Trifacort
- Dellacorta
- Predsil
Indikasi Gangguan endokrin: - Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga dapat digunakan) - Hiperplasia adrenal congenital/bawaan - Hiperkalsernia terkait kanker - Tiroiditis nonsuppuratif Penyakit Rheumatoid Sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit: - Psoriatic arthritis - Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak - Ankylosing spondylitis - Bursitis akut dan subakut - Tenosynovitis nonspesifik akut - Gouty arthritis akut - Osteoarthritis pasca-traumatik - Synovitis of Osteoarthritis - Epicondylitis Penyakit-penyakit Kolagen Apabila keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai terapi perawatan pada kasus-kasus: - Systemic lupus erythematosus
- Systemic-dermatomyositis (polymyositis) - Acute rheumatic carditis Penyakit-penyakit kulit tertentu: - Pemphigus - Bullous dermatitis herpetiformis - Erythema multiforme parah (Stevens-Johnson syndrome) - Exfoliative dermatitis - Mycosis fungoides - Psoriasis parah - dermatitis seborrhea parah Penyakit-penyakit Alergi Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang memadai pada terapi konvensional: - Rhinitis yang disebabkan alergi - Asma bronkhial - dermatitis kontak - dermatitis atopik - Serum sickness - Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat Penyakit-penyakit mata Penyakit-penyakit mata akut atau kronis yang parah terkait proses alergi atau radang, seperti: - Allergic cornea marginal ulcers - Herpes zoster ophthalmicus - Radang segmen anterior - Diffuse posterior uveitis and choroiditis - Sympathetic ophthalmia - Konjungtivitis alergik - Keratitis - Chorioretinitis - Optic neuritis - Iritis dan iridocyclitis Penyakit-penyakit saluran pernafasan:
- Symptomatic sarcoidosis - Loeffler's syndrome yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain - Berylliosis - Tuberkulosis yang parah, tetapi harus diberikan bersama dengan kemoterapi anti tuberculosis yang sesuai - Aspiration pneumonitis Penyakit-penyakit Hematologis - Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa - Trombositopenia sekunder pada orang dewasa - Anemia hemolitik yang disebabkan Reaksi autoimmun - Anemia sel darah merah (Erythroblastopenia) - Anemia hipoplastik congenital/bawaan (erythroid) Penyakit-penyakit keganasan (neoplastik) Sebagai terapi paliatif untuk: - Leukemia dan limfoma pada orang dewasa - Leukemia akut pada anak-anak Edema - Untuk menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada sindroma nefrotik tanpa uremia, jenis idiopatik atau yang disebabkan oleh lupus eritematosus Penyakit-penyakit sistem pencernaan Untuk membantu pasien melewati periode kritis pada penyakit-penyakit: - Kolitis ulseratif - Enteritis regional Penyakit pada Sistem Syaraf Multiple sclerosis akut yang makin parah Lain-lain - Tuberculous meningitis disertai penghambatan subarachnoid, tetapi harus diberikan bersama-sama dengan kemoterapi antituberculous yang sesuai - Trichinosis disertai gangguan syaraf atau gangguan miokardial Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral, tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 – 80 mg per hari,
bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Tetapi umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 – 80 mg per hari. Untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan, maksimal 50 mg per hari. Dosis harus dipertahankan atau disesuaikan, sesuai dengan respon yang diberikan. Jika setelah beberapa waktu tertentu hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka terapi harus dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang sesuai. Farmakologi Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi
kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif. Stabilitas Penyimpanan Simpan pada suhu 15º - 30ºC Kontraindikasi Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat lainnya. Efek Samping Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : - Retensi cairan tubuh - Retensi natrium - Kehilangan kalium - Alkalosis hipokalemia - Gangguan jantung kongestif - Hipertensi Gangguan Muskuloskeletal : - Lemah otot - Miopati steroid - Hilangnya masa otot - Osteoporosis - Putus tendon, terutama tendon Achilles - Fraktur vertebral - Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai - Fraktur patologis dari tulang panjang Gangguan Pencernaan : - Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan - Borok esophagus (Ulcerative esophagitis) - Pankreatitis - Kembung - Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika
terapi dihentikan. Gangguan Dermatologis : - Gangguan penyembuhan luka - Kulit menjadi tipis dan rapuh - Petechiae dan ecchymoses - Erythema pada wajah - Keringat berlebuhan Gangguan Metabolisme : - Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein Gangguan Neurologis : - Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi - Konvulsi - Vertigo - Sakit kepala Gangguan Endokrin : - Menstruasi tak teratur - Cushingoid - Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit - Hambatan pertumbuhan pada anak-anak - Menurunnya toleransi karbohidrat - Manifestasi diabetes mellitus laten - Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus - Katarak subkapsular posterior - Tekanan intraokular meningkat - Glaukoma - Exophthalmos Lain-lain : - Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas Interaksi - Dengan Obat Lain :
1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. 2) Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid. 3) Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. 4) Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan. -
Dengan
Makanan
:
-
- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori C - Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data mengenai penggunaan vaksin selama menyusui. World Health Organization Rating menyebutkan kompatibel bagi ibu menyusui. Thomson Lactation Rating menyebutkan risiko terhadap bayi
kecil.
- Terhadap Anak-anak : Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak boleh diberikan jangka panjang. -
Terhadap
Parameter Monitoring: Bentuk Sediaan Tablet 5 mg, Kaptab 5 mg Peringatan
Hasil
Laboratorium
:
-
Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga agar terhindar dari sumber infeksi. Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya. Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur. Pemberian vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang dilemahkan, merupakan kontraindikasi untuk pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau diinaktifkan dapat saja diberikan, tetapi responnya biasanya tidak memuaskan. Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat. Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea. Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus : Informasi Pasien Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda. Mekanisme Aksi Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti radang. Monitoring Penggunaan Obat: B. Metil Prednisolon 21-(acetyloxy)-11,17-dihydroxy-6-methyl-, (6(alpha), 11(beta))pregna-1,4-diene3,20-dione Bentuk Sediaan : Tablet, Kaptab, Serbuk injeksi, Cairan Injeksi Nama resmi
: METHYLPREDNISOLONI ACETAS
Sinonim
: Metil prednisolon asetat
RM / BM
: C24H32O6 / 416,51
Pemerian
: Serbuk hablur, putih atau praktis putih, tidak berbau,
melebur pada suhu lebih kurang 225 o disertai peruraian. Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam dioksan, agak
sukar larut dalam aseton, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam metanol, sukar larut dalam eter. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Kegunaan
: Sebagai obat antiinflamasi (Kortikosteroid )
Uraian obat Nama paten - Depo Medrol - Medixon - Urbason Deskripsi:
: Depo-medrol® - Intidrol - Medrol - Cortesa
- Lameson - Prednox
- Lexcomet - Solu Medrol
Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid sintetik dan diabsorpsi secara cepat melalui saluran pencernaan. Methylprednisolone bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang responsif. Ikatan steroid-reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang kemudian mempengaruhi sintesis berbagai protein. Beberapa efek penting yang timbul akibat ini yaitu berkurangnya produksi prostaglandin dan leukotrien, berkurangnya degranulasi mast cell, berkurangnya sintesis kolagen dan lain-lain. Komposisi: Methylprednisolone 16 mg, tiap tablet mengandung methylprednisolone 16 mg. Pemakaian intra muskular digunakan pada indikasi berikut: Gangguan endokrin: •
Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga dapat digunakan)
•
Hiperplasia adrenal congenital/bawaan
•
Hiperkalsemia terkait kanker
•
Tiroiditis nonsuppuratif
•
Penyakit Rheumatoid Sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit: •
Osteoarthritis pasca trauma
•
•
Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak
•
Bursitis akut dan subakut
•
Ankylosing spondylitis
•
Tenosynovitis nonspesifik akut
•
Gouty arthritis akut
•
Psoriatic arthritis
•
Osteoarthritis pasca-traumatik
•
Synovitis of Osteoarthritis
•
Epicondylitis
Penyakit-penyakit Kolagen Pada keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai terapi perawatan pada kasus-kasus:
•
•
Systemic lupus erythematosus
•
Systemic-dermatomyositis (polymyositis)
•
Acute rheumatic carditis
•
Penyakit-penyakit kulit tertentu:
•
Pemphigus
•
Erythema multiforme parah (Stevens-Johnson syndrome)
•
Exfoliative dermatitis
•
Mycosis fungoides
•
Psoriasis parah
•
Dermatitis seborrhea parah
Penyakit-penyakit Alergi . Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang memadai pada terapi konvensional: •
Rhinitis yang disebabkan alergi
•
Asma bronchial
•
Dermatitis kontak
•
Dermatitis atopic
•
Serum sickness
•
Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat
•
Reaksi-Reaksi transfuse utrikaria
•
•
Edema laringeal noninfeksi akut (obat pilihan pertama: epinefrin)
Penyakit-penyakit mata. Penyakit-penyakit mata akut atau kronis yang parah terkait proses alergi atau radang, seperti:
•
•
Allergic cornea marginal ulcers
•
Herpes zoster ophthalmicus
•
Radang segmen anterior
•
Diffuse posterior uveitis and choroiditis
•
Sympathetic ophthalmia
•
Konjungtivitis alergi
•
Keratitis
•
Chorioretinitis
•
Optic neuritis
•
Iritis dan iridocyclitis
Penyakit-penyakit sistem pencernaan. Untuk membantu pasien melewati periode kritis pada penyakit-penyakit: •
Kolitis ulseratif (terapi sistemik)
•
Enteritis regional (terapi sistemik)
•
Penyakit-penyakit saluran pernafasan:
•
Symptomatic sarcoidosis
•
Loeffler's syndrome yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain
•
Berylliosis
•
Tuberkulosis yang parah, tetapi harus diberikan bersama dengan kemoterapi anti tuberculosis yang sesuai
•
•
Aspiration pneumonitis
Penyakit-penyakit Hematologis : •
Anemia hemolitik yang disebabkan Reaksi autoimmune
•
Anemia sel darah merah (Erythroblastopenia)
•
Anemia hipoplastik kongenital/bawaan (erythroid)
•
Trombositopenia sekunder pada orang dewasa
•
Penyakit-penyakit keganasan (neoplastik). Sebagai terapi paliatif untuk: •
Leukemia dan limfoma pada orang dewasa
•
Leukemia akut pada anak-anak
•
Edema :
•
Untuk menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada sindroma nefrotik tanpa uremia, jenis idiopatik atau yang disebabkan oleh lupus eritematosus
•
Penyakit pada Sistem Syaraf : •
•
Multiple sclerosis akut yang makin parah
Lain-lain : •
Tuberculous meningitis disertai penghambatan subarachnoid, tetapi
harus
diberikan
bersama-sama dengan kemoterapi
antituberculous yang sesuai •
Trichinosis disertai gangguan syaraf atau gangguan miokardial
Pemakaian intrasinovial atau pemakaian pada jaringan halus, diindikasikan sebagai terapi tambahan pada penggunaan jangka pendek (untuk membantu pasien melewati episode akut atau episode dimana penyakit makin parah) dalam pengobatan: Synogitis pada osteoarthritis, Rheumatoid arthritis, Bursitis akut dan subakut, Gouty arthritis akut, Epicondylitis, tenosynovitis nonspesifik akut, Osteoarthritis pasca trauma Pemakainan intralesi, diindikasikan untuk: Keloid dan Lesi radang hipertofik local, pada: Lichen planus, plak psoriatik, granuloma annulare, dan lichen simplex chronicus neurodermatitis) Discoid lupus erythematosus Necrobiosis lipoidica diabetirocum Alopecia areata Juga bermanfaat dalam terapi tumor kista aponeurosis atau tendon (ganglia) Kontraindikasi Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen komponen obat lainnya.
Efek samping Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan tubuh Retensi natrium Kehilangan kalium Alkalosis hipokalemia Gangguan jantung kongestif Hipertensi Gangguan Muskuloskeletal : Lemah otot Mipati steroid Hilangnya masa otot Osteoporosis Putus tendon, terutama tendon Achilles Fraktur vertebral Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai Fraktur patologis dari tulang panjang Gangguan Pencernaan : •
Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan
•
Pankreatitis
•
Kembung
•
Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.
•
Gangguan penyembuhan luka
•
Kulit menjadi tipis dan rapuh
•
Petechiae dan ecchymoses
•
Erythema pada wajah
•
Keringat berlebihan
•
Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
•
Gangguan Neurologis •
Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema
(pseudomonia tumor cerebri), biasanya setelah terapi
•
•
Konvulsi
•
Vertigo
•
Sakit kepala
Gangguan Endokrin •
Menstruasi tak teratur
•
Cushingoid
•
Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama
•
pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit
•
Hambatan pertumbuhan pada anak-anak
•
Menurunnya toleransi karbohidrat
•
Manifestasi diabetes mellitus laten
•
Perlunya peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus
•
•
Katarak subkapsular posterior
•
Tekanan intraokular meningkat
•
Glaukoma
•
Exophthalmos
Lain-lain •
Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau
hipersensitivitas Interaksi Dengan Obat Lain : Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersamasama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan
menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan
efek
antikoagulan
sebagaimana
yang
diharapkan.
Dengan Makanan : Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison, metilprednisolon) terutama digunakan karena efek immunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Mekanisme kerja Menekan sistem imun, anti radang. Bentuk Sediaan Tablet dan serbuk untuk injeksi disimpan pada suhu 15º - 30ºC. Cairan/suspensi untuk injeksi disimpan pada suhu lebih rendah Stabilitas Penyimpanan Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda. Dosis
: Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam-macam
dari 4 mg – 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit. Interaksi obat gastrointestinal.
: -Berikan dengan makanan untuk meminumkan iritasi
Penggunaan bersama-sama dengan antiinflamasi non-steroid atau antirematik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal. Penggunaan bersama-sama dengan anti-diabetes harus dilakukan penyesuaian dosis.
Daftar Pustaka
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000 Suharti K Suherman. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik dan Antagonisnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 4, 2004. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Deltasone, Rx List, The Internet Drug Index @ http://www.rxlist.com/cgi/ generic/pred_od.htm Prednisone, Medline Plus @ www.nlm.nih.gov/medlineplus/ druginfo/medmaster/a601102.html Prednisone, Drugs.com @ www.drugs.com/prednisone KAJIAN PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : ENI DIAN ASTUTIK K 100 050 056 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009