Praktikum Kimia Bahan Pangan: Pendidikan Kimia UNIMUS 2018 9
PRAKTIKUM KIMIA BAHAN PANGAN
PENETAPAN KADAR KIO3 DALAM GARAM BERYODIUM
Dibuat oleh:
-Ari Sutono (B2C015004)
-Moh. Makhbub Aly (B2C015008)
Tujuan
Menentukan kadar KIO3 dalam garam beryodium
Metode : iodometri
Pereaksi Khusus
Larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N
Larutan baku natrium tiosulfat 0,005 N
Asam fosfat P (KMI)
Kalium iodida P (KMI)
Kanji LP (KMI)
Natrium klorida P (KMI)
Kalium kromat P (KMI)
Asam klorida 1N
Dasar Teori
Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan sehari-hari banyak digunakan sebagai bahan tambahan bumbu pada makanan, sebagai pengawet makanan seperti ikan asin, sawi asin, asinan buah-buahan, dan dasar pembuatan senyawa kimia (NaOH, Na2SO4, NaHCO3, Na2CO3). Setiap manusia pada umumnya mengkonsumsi garam dengan jumlahnya berbeda-beda tergantung kebiasaan masing-masing individu. Oleh karena itu, penambahan iodium pada produk garam merupakan cara yang sangat efektif dalam menutupi kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iodium. Untuk menunjang program pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen garam diwajibkan menambahkan iodium pada produk garam
Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid, dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah. Aturan asupan yodium setiap hari di dalam makanan :
Dosis 50 µg/hari untuk kisaran usia 0-12 bulan.
Dosis 90 µg/hari untuk kisaran usia 1-6 tahun.
Dosis 120 µg/hari untuk kisaran usia 7-12 tahun.
Dosis 150 µg/hari untuk kisaran usia 12-dewasa
Dosis 200 µg/hari untuk kisaran ibu hamil dan menyusui
Yodium diserap dalam bentuk yodida, yang di dalam kelenjar tiroid dioksidasi dengan cepat menjadi yodium, terikat pada molekul tirosin dan tiroglobulin. Selanjutnya tiroglobulin dihidrolisis menghasilkan tiroksin dan asam amino beryodium, tiroksin terikat oleh protein. Asam amino beryodium selanjutnya segera dipecah dan menghasilkan asam amino dalam proses deaminasi, dekarboksilasi dan oksidasi
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi standar nasional indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar 30 – 80 ppm (Depkes RI, 2000).
Yodium merupakan zat essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari Hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktifitas hormon ini, ialah trijodotyronin T3 dan Tetrajodotyronin T4, yang terakhir juga disebut juga Tiroksin. Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah.
Yodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah Besi yang dianggap penting bagi kesehatan manusia walaupun sesungguhnya jumlah kebutuhan tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya. Djokomoeldjanto (2000) mengatakan bahwa manusia tidak dapat membuat unsur/ elemen yodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula,tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan yodium yang terkandung dalam makanan serta minuman.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan, orang yang kekurangan iodium dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit gondok. Sedang pada anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu kekurangan iodium pada masyarakat diharapkan tidak ada lagi bila semua garam yang diproduksi sudah mengandung iodium.
Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia, iodium ditambahkan dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3). Penggunaan garam beriodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia dalam menanggulangi GAKI. Cara ini dinilai lebih alami, lebih murah, lebih praktis dan diharapkan dapat lestari di kalangan masyarakat.
Alat dan Bahan
Alat :
Buret mukro
Labu erlenmeyer 300 ml
Pipet volume 5 ml dan 50 ml
Labu takar 1000 ml
Labu bersumbat kaca
Bahan :
Aquadest
Garam
Prosedur
Timbang seksama kurang lebih 25 g sampel. Masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Larutkan dalam 125 ml air. Tambahkan 2 ml asam fosfat P dan 0,5 g kalium iodida P, segera titrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,005 N, menggunakan kanji LP sebagai indikator
Larutkan penetapan blanko
Bila perlu lakukan uji banding sebagai berikut :
Timbang seksama kurang lebih 25 g natrium klorida, larutkan dalam 125 ml air. Tambahkan 1,0 ml larutkan iodat 0,1 % b/v, campur. Tambahkan 2 ml asam fosfat dan 0,5 g kalium iodida, segera titrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,0005 N, menggunakan kanji LP sebagai indikator.
Data Pengamatan
Sampel
Berat sampel garam (g)
Volume titrasi Na2S2O3 (ml)
Sampel A
21,0239
0,00 – 5,9
Sampel B
21,066
0,00 – 6,0
Perhitungan :
Perhitungan standarisasi Na2S2O3
T1 = 11,10 ml
T2 = 10,30 ml
Rata – rata = 10,70 ml
Normalitas KIO3 = 0,0100 N
Volume KIO3 = 5,00 ml
N1 x V1 = N2 x V2
0,0100 x 5 = N2 x 10,70
0,0500 = N2 x 10,70
N2 = 0,050010,70
= 0,004672 N
Perhitungan kadar KIO3 (sampel A)
= V x N Na2S2O30,005 x 0,1784 x 1000gram sampel
= 5,9 x 0,0046720,005 x 0,1784 x 100021,0239
= 5,9 x 0,9344 x 0,1784 x 100021,0239
= 46,7806 ppm
Perhitungan kadar KIO3 (sampel B)
= V x N Na2S2O30,005 x 0,1784 x 1000gram sampel
= 6,0 x 0,0046720,005 x 0,1784 x 100021,066
= 6,0 x 0,9344 x 0,1784 x 100021,066
= 47,4784 ppm
0,1784 di dapat dari :
1 ml Na2S2O3 IN ʃ BE KIO3 (Mrvalemsi)
ʃ 214,006
ʃ 35,67
1 ml Na2S2O3 0,005 N ʃ 0,1784 mg KIO3
Kesimpulan kadar KIO3 = 46,7806+ 47,47842
= 47,1295 ppm
Pembahasan
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang
Perhitungan kadar KIO3 pada berbagai jenis garam bertujuan agar kita dapat mengetahui kadar garam yang memiliki iodium dan dapat memenuhi kebutuhan iodium per hari agar terhindar dari berbagai penyakit seperti GAKI. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.
Iodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah besi yang dianggap penting bagi kesehatan manusia walaupun jumlah kebutuhan tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya. Manusia tidak dapat membuat iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula, tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman. Iodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element.
Pada percobaan penentuan kadar KIO3 menggunakam 2 sampel garam dapur yaitu sampel A dam sampel B dengan berat berurutan yaitu 21,0239 g dan 21,066 g dan membutuhkan volume titrasi sebesar 5,9 ml dan 6,0 ml secara berurutan. Setelah melalui perhitungan di dapat kadar KIO3 sampel A adalah 46,7806 ppm sedangkan kadar KIO3 sampel B adalah 47,4784 ppm. Maka rata-rata kadar KIO3 sampel yangdigunakan untuk praktikum adalah 47,1295 ppm. Berdasarkan SNI 01-3556-2000 kandungan kalium iodat minimal 30-80 ppm (mgKIO3/kg garam). Hasil ini menandakan bahwa kandungan garam sampel tersebut sesuai dengan ketetapan SNI 01-3556-2000.
Kesimpulam
1. Untuk standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan metode iodometri karena Na2S2O3 dapat dioksidasi oleh KIO3 dengan penambahan KI dan asam sulfat.
2. Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 5,9 ml untuk sampel garam dapur A dan sebanyak 6,0 ml untuk sampel garam dapur B.. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru.
3. Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium garam A adalah 46,7806 ppm, pm dan garam B memiliki kadar iodium 47,4784 ppm. Sehingga, rata-rata kadar KIO3 kedua sampel tersebut adalah 47,1925 ppm, yang artinya kadar tersebut sesuai dengan SNI 01-3556-2000 kandungan kalium iodat minimal 30-80 ppm (mgKIO3/kg garam)
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1996, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Garam Beriodium, Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium di Tingkat Masyarakat. Departemen Kesehtan RI. Jakarta.
Djokomoeljanto R. 2002. Evaluasi Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia. Jurnal GAKY. Juni Vol.3 No.1