7
PRAKTIKUM II
FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRYO
Tujuan:
Mengetahui proses terjadainya fertilisasi pada Echinidea
Mengetahui proses terbentuknya fertilization envelope Echinoidea
Mengetahui tipe perkembangan embryo pada Echinoidea
Mengetahui fase perkembangan embryo pada Echinoidea
Landasan Teori
Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami (Huttner, 1980).
Fertilisasi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal. Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik) terjadi karena gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi. Sedangkan fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat) terjadi karena sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur (Pattern, 1992).
Menurut Soeminto (2000), urutan proses utama selama fertilisasi (pembuahan) adalah sebagai berikut:
Kontak dan pengenalan sperma-telur untuk memastikan sperma-telur dari spesies yang sama,
Pengaturan masuknya sperma ke dalam telur untuk pencegahan polispermi,
Fusi materi genetik dari sperma dan telur,
Aktivasi metabolisme telur untuk mengawali perkembangan.
Tahapan dalam pengenalan sperma dan telur (Soeminto, 2000):
Telur mengeluarkan kemoatraktant pada spesies tertentu,
Eksositosis vesikula akrosom,
Ikatan antara sperma dengan bungkus ekstraseluler telur,
Sperma menembus bungkus telur,
Fusi membran sel telur dan membran sel sperma.
Secara garis besar mekanisme fertilisasi meliputi gejala-gejala seperti reaksi akrosomal dan reaksi cortical. Sel-sel telur Echinoidea difertilisasi secara eksternal setelah hewan tersebut melepaskan gamet-gametnya ke dalam air laut. Selubung jeli yang mengelilingi sel telur mengeluarkan molekul-molekul terlarut yang memikat sperma untuk berenang menuju sel telur. Ketika sperma kontak dengan selubung jeli, molekul yang terdapat di dalamnya memicu reaksi akrosomal. Reaksi ini ditandai dengan keluarnya enzim-enzim hidrolitik yang menghidrolisis selubung jeli, sehingga memungkinkan terjadinya penjuluran akrosomal untuk memanjang dan menembus selubung tersebut. Kontak dari ujung penjuluran akrosomal dengan membran sel telur menyebabkan fusi membran plasma sperma dan sel telur. Kontak tersebut menyebabkan terjadinya pemblokiran cepat terhadap polisperma (fast block to polispermy). Akan tetapi, beberapa lama kemudian reaksi korteks (cortical reaction) menginisiasi terbentuknya selubung fertilisasi yang berfungsi sebagai pemblokiran lambat terhadap polispermia (slow block to polispermy) (Campbell, 2012:191)
Alat dan Bahan:
Alat Bahan
Mikroskop 1. 0,55 M Pottasium Chloride Solution
Object glass 2. Filtrated Sea Water (FSW)
Pipet 3. Fertile Echinidea
1-5 cc syringe 4. Tissue
Small tube (1,5 ml)
Beaker glass
Petri dish
Prosedur Kerja:
Spawning
Menyuntikkan 0,55 M KCl sebanyak 0,1 – 0,2 ml ke dalam mulut dan anus dari Echinidea,
Menggoyangkan secara perlahan sampel Echinoidea yang telah diinjeksi dengan KCl.
Setelah 1-3 menit mengamati sperma telur yang mulai keluar dari permukaan Echinoide.
Apabila yang keluar adalah sperma, kemudian meletakkan Echinoidea pada petri dish dengan posisi mulut berada diatas. Selanjutnya mengumpulkan sperma tanpa FSW ke dalam tube 1.5 ml dan menyimpannya dalam suhu 4o C.
Apabila yang keluar adalah sel telur. Kemudian meletakan Echinoidea pada beker glass yang berisi FSW penuh dengan posisi bagian mulut berada di atas. Selanjutnya mengumpulkan sel telur yang mengendap di dasar beaker glass kemudia membilasnya sebelum melakukan uji fertilisasi.
Fertilisasi
Preparasi sperma dengan cara membuat seri pengenceran sperma 25%, 50%, dan 75% menggunakan FSW.
Meletakkan telur yang telah dikumpulkan di dalam petri dish yang berisi sedikit FSW (sebagai stok)
Mengambil sedikit dengan pipet dan meneteskan pada object glass (dibuat 3 seri sesuai dengan jumlah seri sperma yang akan digunakan).
Meletakkan object glass pada mikroskop dan mengamati telur. Apabila sudah siap selanjutnya meneteskan sperma pada object glass yang telah berisi sampel telur dan mengamati proses yang terjadi.
Perkembangan embryo
Menambahkan stok telur dengan sperma untuk mengamati proses perkembangan embryo Echinoidea.
Menyimpannya pada suhu ruangan.
Melakukan pengamatan setiap 1 jam untuk melihat fase perekmbangan yang terbentuk
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan sel sperma dan sel ovum landak laut.
No.
Jenis Sel
Hasil Pengamatan
Mikroskopis
Keterangan
1.
Sel Sperma
Sel sperma pada landak laut yang diambil dengan metode spawning
2.
Sel Telur/Ovum
Tipe sel ovum pada sel ovum landak laut yaitu tipe Isolecithal
Tabel 2. Fertilisasi dan Perkembangan Embryo pada Landak Laut
No.
Nama pengamatan
Foto
Sketsa/Gambar salinan
Keterangan
1.
Fase 1. Sel yang diamati pada waktu
90 menit
1
1
1. fase 1 sel (zigot)
2.
Fase 2. Sel yang diamati pada waktu 120 menit
21
2
1
1. fase 2-sel
2. budding
3.
Fase 4. Sel yang diamati pada waktu 3 jam 30 menit
1
1
1. fase 4-sel
4
Fase 6. Sel yang diamati pada waktu 5 jam
1
1
1.fase 6-sel
Pembahasan
Masuknya sperma ke dalam ovum sehingga terjadi fusi atau persatuan antara pronukleus ovum dan pronukleus sperma disebut fertilisasi. Yang masuk ke dalam ovum hanyalah bagian kepala dan leher dari sperma sedangkan bagian ekor putus pada waktu sperma hendak menerobos selaput ovum (Artawan, 2012). Fertilisasi sendiri dibagi menjadi 2 tipe yaitu fertilisasi internal dan fertilisasi eksternal, dimana yang dimaksud fertilisasi internal adalah proses fertilisasi yang terjadi di dalam tubuh organisme sedangkan fertilisasi eksternal adalah proses fertilisasi yang terjadi diluar tubuh organisme melainkan di lingkungan. Faktor yang menyebabkan ovum dan sperma saling mendekati ialah faktor kemis (chemical factor). Ovum mengeluarkan hormon ginogamon yang terdiri atas substansi fertilizin dan substansi yang mengaktifkan spermatozoid. Spermatozoid sendiri mengeluarkan hormon androgamon yang terdiri atas enzim hialuronidase yang mencerna membran sel telur dan antifertilizin yang kerjanya berlawanan dengan fertilizin. Androgamon diasilkan oleh sel-sel Leydig yang terdapat di daerah untertitial testes. Setelah sel sperma menembus membran vitellinus maka sel telur melepaskan membranya dari ooplasma sehingga terbentuk celah antara ooplasma dengan membran vitellinus. Yang kemudian membran tersebut disebut membran fertilisasi. Secara rinci proses fertilisasi terjadi dari 2 proses reaksi yang berlangsung secara berurutan, yaitu (1) reaksi akrosomal dan (2) reaksi kortikal (Artawan, 2012).
Pada praktikum mengenai fertilisasi dan perkembangan embryo ini dipilih bahan dari filum Echinidea yaitu landak laut. Filum Echinidea dipakai karena proses embryologinya cepat dan mudah juga utuk merangsangnya. Proses fertilisasi pada Echinoidea terjadi secara eksternal dan gametnya juga dapat dengan mudah berfusi di dalam air laut di laboratorium. Gerakan sperma mencari sel telur pada Echinoidea terjadi karena jelly coat pada sel telur melepaskan molekul terlarut yang merangsang sperma untuk mendekat (Campbell, 2012). Fertilisasi pada Echinoidea akan efektif apabila sperma yang mengelilingi sel telur berjumlah sedikit atau dengan konsentrasi yang rendah, sehingga tingkat gangguan pada proses fertilisasi menurun.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap perkembangan embrio Echinidea, didapatkan hasil bahwa secara umum morfologi yang dihasilkan setiap tahapnya berbeda. Namun dalam perkembangan tahap embriologi landak laut tidak semua kelompok berhasil sampai pada tahap hatching. Hal ini mungkin dikarenakan lamanya saat pengamatan menggunakan mikroskop karena pada prinsipnya fertilisasi landak laut harus membutuhkan oksigen yang berada di dalam air. Selain itu, mungkin dilihat dari kualitas sperma dan sel telurnya yang kurang baik ataupun pengaruh suhu dan intensitas cahaya yang tidak mendukung perkembangan embrio landak laut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan embrio dari landak laut adalah: faktor lingkungan (suhu, intensitas cahaya, aerasi), kualitas sel telur dan sperma, dan dapat juga dipengaruhi oleh substrat tempat telur menempel karena telur landak laut bersifat menempel pada substratnya.
Setelah dilakukan pencampuran antara sperma dengan telur landak laut dapat diamati terjadi fertilisasi. Fertilisasi ini menghasilkan zigot. Enam puluh menit kemudian hingga pukul 16.30 WITA terjadi tahap pembelahan secara berturut-turut yaitu 1 sel, 2 sel, 4 sel, dan 6 sel. Tahap pembelahan dapat dimati dengan ditandai oleh sel-sel blastomer yang membelah. Sel blastomer ini berada di salah satu kutub telur. Menurut Ostrander (2000) blastomer merupakan kumpulan sel yang membentuk bola padat dan berkembang dari pembelahan sel embrionik.
Simpulan
Fase pembelahan yang dapat ditemukan yaitu fase 1-sel, fase 2-sel, dan 4-sel, 6-sel saja. Hal ini mungkin terjadai karena prosedur yang digunakan kurang tepat yaitu dengan mencampurkkannya dengan air dan diaduk sehingga telur-telur tersebut terlepas dan rusak, kadar garam yang tinggi dan kekeringan saat berada di dalam freezer, dan alat-alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan embrio ini juga tergolong sangat sederhana, sehingga memungkinkan bertambah kecilnya peluang untuk mengembangkan embrio menjadi fase 8-sel dan seterusnya.
Fertilisasi pada Echinoidea akan efektif apabila sperma yang mengelilingi sel telur berjumlah sedikit atau dengan konsentrasi yang rendah, sehingga tingkat gangguan pada proses fertilisasi menurun. Ada beberapa cara yang dilakukan Echinoderm untuk meminimalkan pengaruh eksternal dalam meningkatkan hatching rate, antara lain menghasilkan sperma dengan ekor yang relatif panjang dan kuat, jumlah sperma banyak dan lincah, serta menghasilkan sel telur yang lebih banyak dari hewan yang fertilisasinya secara internal.
Daftar Pustaka
Artawan, I Ketut. 2012. Embryologi. Singaraja: Jurusan Biologi FMIPA Univeristas Pendidikan Ganesha.
Campbell, N.A. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta.
Huttner, A.F. 1980. Comparative Embryology of the Vertebrates. Macmillan Company: New York.
Pattern, B.M. 1992. Early Embriology of the Chick. McGraw-Hill Publishing Company: New Delhi.
Soeminto, 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED: Purwokerto.
Jawaban Pertanyaan
Ada beberapa cara yang dilakukan Echinoderm untuk meminimalkan pengaruh eksternal dalam meningkatkan hatching rate, antara lain menghasilkan sperma dengan ekor yang relatif panjang dan kuat, jumlah sperma banyak untuk meningkatkan peluang keberhasilan (namun jika terlalu banyak sperma yang mencapai telur maka fertilisasi akan mengalami gangguan), menghasilkan sel telur yang jauh lebih banyak dari hewan yang fertilisasinya secara internal.
Faktor-faktor yang berperan dalam pembelahan zigot:
Faktor internal:
Jumlah dan distribusi yolk, yolk akan mempengaruhi polaritas pada zigot yang mengakibatkan pembelahan menjadi tidak sempurna. Sel telur yang mengandung kuning telur yang banyak dan persebarannya tidak merata akan menyebabkan terhalangnya pembelahan sel. Contohnya pada sel telur burung yang memiliki kuning telur yang berlimpah, maka pembelahan selnya hanya terjadi pada satu kutub yaitu animal pole, akibatnya blastomere yang dihasilkan ukurannya tidak seragam dan akan berdampak pada letak blastocoels dari spesies hewan tersebut.
Adanya sitoplasma (ribosom dan sentriol), yang sangat berpengaruh terhadap pembelahan sel. Pada beberapa zigot hewan-hewan multiseluler sitoplasma juga terdapat pada satu kutub zigot (animal pole), sehingga pembelahan sel pada kutub ini berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan kutub yang lain (vegetal pole)
Faktor eksternal:
Suhu (pembelahan zigot akan terhenti apabila suhu terlalu rendah dan zigot akan rusak apabila suhu tinggi)
Zat kimia dalam air
Tekanan air
pH air
Kadar garam (air yang hipertonis ataupun hipotonis dapat memengarhui pembelahan zigot).