Fakultas ekonomi Program Studi manajemen manajemen tahun 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan ridho-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat saya selesaikan dengan tepat waktu, shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dalam penyusunan makalah ini,saya menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyajian makalah ini, hal tersebut karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki, karena itu mohon kiranya dimaklumi. Demikian makalah ini saya susun dalam waktu yang telah di rencanakan. Kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat saya harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Bandung,30 november 2016
Penyusun
2
Daftar isi Contents KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2 Daftar isi ........................................................................................................................................................ 3 BAB I .............................................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 4 BAB II ............................................................................................................................................................. 5 PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 5
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati, bertekad berjerih payah, berkorban dan bertanggung jawab demi mencapai tujuan dirinya dan tujuan organisasi atau perusahaan yang telah disepakati atau ditentukan sebelumnya. Komitmen memiliki peranan penting terutama pada kinerja seseorang ketika bekerja, hal ini disebabkan oleh adanya komitmen yang menjadi acuan serta dorongan yang membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Namun kenyataannya banyak organisasi atau perusahaan yang kurang memperhatikan mengenai komitmen/ loyalitas karyawannya/ Anggotanya sehingga kinerja mereka kurang maksimal. Seharusnya organisasi atau perusahaan ketika melakukan perekrutan hendaknya mereka memilih calon – calon yang komitmennya tinggi pada perusahaan, ini dimaksudkan untuk mendeteksi sejak dini pekerja yang kurang maksimal sehingga tidak terjadi hal yang dapat merugikan organisasi atau perusahaan. Melihat begitu pentingnya komitmen, maka kami akan membahas lebih jauh mengenai komitmen dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Bendasarkan latar belakang masalah diatas, penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut : a)
Untuk mengetahui pengertian komitmen?
b)
Untuk mengetahui bentuk – bentuk komitmen?
c)
Untuk mengetahui proses terjadinya komitmen?
C.
Untuk Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen?
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian komotmen organisasional
Menurut Nasution (2007) menyatakan Komitmen Organisasi adalah pengikat antara individu dengan suatu organisasi, gagasan atau proyek yang diwujudkan dalam mendedikasikan dirinya bagi pencapaian misi organisasi. Griffin (2005) menyatakan Komitmen Organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauhmana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Porter dalam Panggabean (2004) menyatakan bahwa Komitmen Organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Karyawan yang komit dengan organisasi mampu menunjukkan peningkatan efektivitas organisasi yang ditunjukkan lewat tingginya pencapaian kinerja kerja, kualitas pekerjaan, dan mengurangi keterlambatan kerja, ketidakhadiran, serta pergantian karyawan (Mathieu dan Zajac, Randall, dalam Juliandi, 2003). Makna komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran serta keluar masuk tenaga kerja/turnover (Mathis dan Jackson, 2001). Luthan (2006) menyatakan Komitmen organisasi adalah : a) suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari organisasi tertentu, b) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan c) suatu kepercayaan tertentu, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujan organisasi tersebut. Dengan kata lain komitmen organisasi adalah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Sedangkan Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya sebagai bagian organisasi, yang ditandai dengan tiga hal, yaitu : a) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, b) Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan c) Keinginan mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi menjadi bagian dari organisasi (Mowday, dalam Juliandi, 2003).
5
Steers dalam Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah perasaan mengidentifikasi (kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Pengertian-pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap tentang loyalitas tenaga kerja kepada organisasi mereka, dan sebuah proses terus menerus yang berlanjut dimana partisipan organisasi mengungkapkan perhatian untuk organisasi dan kesuksesan yang berkelanjutan. Manfaat dari komitmen yakni tenaga kerja dapat memberikan suatu kontribusi besar ke organisasi sebab mereka bertindak menuju keberhasilan tujuan organisasi. Para pekerja yang merasa terikat dengan o rganisasi, merasa senang untuk menjadi anggota organisasi, percaya akan organisasi dan memandang baik tentang organisasi, yang terwujud dalam perilaku mewakili organisasi dalam lingkungan luar organisasi, serta melakukan hal-hal terbaik untuk organisasi (Sutanto dalam Juliandi, 2003). Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2007) menyatakan Komitmen Organisasi adalah melibatkan tiga sikap : 1) rasa identifikasi dengan tujuan organisasi, 2) perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, dan 3) perasaan setia terhadap organisasi. Untuk itu dengan adanya komitmen di dalam diri karyawan atau anggota organisasi bermanfaat untuk kepentingan organisasi tempat individu bekerja dan bagi diri individu itu sendiri. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa menurut penulis pengertian komitmen organisasi adalah suatu tingkatan perasaan yang dimiliki oleh seseorang karyawan untuk terikat dengan bekerja sebagai pekerja karena menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi dan bersedia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan tetap mempertahankan keanggotaan
2.2
organisasi.
Dimensi Komitmen Dalam Berorganisasi Meyer dan Allen (1991) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu:
affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai komponen 6
atau dimensi dari komitmen berorganisasi, daripada jenis-jenis komitmen berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut. Affective commitment Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami
kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continua nce commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997).
Normative commitment Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam
organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997).
2.3
Pembentukan Komitmen Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari
organisasi, maupun dari individu sendiri. Dalam perkembangannya affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment , masing-masing memiliki pola perkembangan tersendiri (Allen & Meyer, 1997). 7
Proses terbentuknya Affective commitment Ada beberapa penelitian mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan penelitian
tersebut didapatkan tiga kategori besar. Ketiga ka tegori tersebut yaitu : Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi (bateman & Strasser, 1984; Morris & Steers, 1980), adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu (Allen & Meyer, 1997)Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian (Aven, Parker, & McEvoy; Mathieu &Zajac dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri (Allen & Meyer, 1993), organizational tenure (Cohen; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997), status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan persepsi individu mengenai kompetensinya (Allen & Meyer, 1997) Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu (Hackman & Oldham, 1980 dalam Allen & Meyer, 1997). Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu. Selain itu peran individu dalam organisasi tersebut (Mathieu & Zajac, 1990 dalam Allen & Meyer, 1997) dan hubungannya dengan atasan. Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam gereja tersebut dan juga interaksinya dengan anggota gereja lain seperti pemimpinnya.
Proses terbentuknya Continuance commitment Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau
kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika m eninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variable, yaitu investasi dan alternatif. Selain itu proses pertimbangan juga dapat mempengaruhi individu (Allen & Meyer, 1997). 8
Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalah kemungkinan untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri (Allen & Meyer, 1997).
Investasi dan alternatif yang dialami individu dalam organisasi gereja berbeda dengan organisasi lain. Investasi dan alternatif yang terjadi lebih terkait dengan kegiatan-kegiatan khas gereja dibandingkan keuntungan materi atau kedudukan yang bisa didapat dari organisasi profit biasa.
Proses terbentuknya Normative commitment Wiener (Allen & Meyer, 1997) menyatakan normative commitment terhadap organisasi dapat
berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali (Allen & Meyer; Scholl dalam Allen & Meyer, 1997). Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya (Argyris; Rousseau; Schein dalam Allen & Meyer, 1997). Kontrak psikologis adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal balik memberi.
3.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi karakteristik pribadi
individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi (Allen & Meyer, 1997). Yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel disposisional. 9
Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen berorganisasi, Menurut Dyne dan Graham (2005) dalam Soekidjan (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik Personal. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis),
cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi.Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu berhubungan positif dengan komitmen organisasi. 2. Situasional. Nilai (Value) Tempat kerja. Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis
dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, Inovasi, Kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsi bahwa 10
organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit. 3. Positional. Masa kerja. Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan komit, hal
ini disebabkan oleh karena: semakin memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampun aktif terlibat. 4.1Dampak Komitmen Organisasional Sesuai dengan dimana komitmen organisasi telah berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Kinerja karyawan dapat ditunjukkan dengan hasil pekerjaan karyawan di perusahaan, dengan adanya komitmen yang diterapkan dalam diri masing-masing karyawan, mereka jadi semangat untuk bekerja dan dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan, selain itu karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan melebihi target harian yang ditentukan oleh perusahaan, jika perusahaan mempunyai banyak produksi. Hal ini berarti bahwa kinerja karyawan akan meningkat ketika komitmen organisasi berada dalam posisi yang tinggi dalam suatu perusahaan
11
12