PLURALISME DALAM MENGGIRING SISTEM DEMOKRASI Mata Kuliah Kewarganegaraan
Disusun Oleh: Mufti Aminudin
(13530008)
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014
KATA PENGANTAR Tidak ada yang dapat penulis lakukan dan perbuat untuk mensyukuri segala kenikmatan yang begitu besar yang telah Allah berikan dalam kehidupan ini selain belajar menjalani kehidupan ini dengan melakukan segala sesuatu yang telah menjadi tanggung jawab mahkluk yang beriman, yakni menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa terpanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan dalam makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada panutan umat, yakni nabi Muhammad SAW yang menjadi tokoh idola para umatnya. Makalah ini penulis buat bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada penulis dalam mata kuliah Kewarganegaraan. Dalam makalah ini penulis mengambil judul “Pluralisme Sebagai Penggiring Sistem Demokrasi” dengan tema yang sangat erat kaitannya dengan kewarganegaraan. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai informasi yang berkaitan erat dengan pluralisme. Dari perbedaan pemahaman terhadap konsep pluralisme itu sendiri hingga pro dan kontra yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan berbagai argumentasi yang berkaitan dengan permasalahan tersebut dan merujuk pada berbagi referensi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi yang berkaitan dengan pembahasan dalam makalah ini. Saya selaku penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan syaran yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan, agar untuk kedepannya dapat menjadi motivasi bagi penulis dalam mengerjakan tugas makalah yang lainnya.
Yogyakarta, Juni 2014
Penulis
II
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................
II
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................
III
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................
2
C. Tujuan Pembahasan ....................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN A. Defini Pluralisme ........................................................................................................
3
B. Sejarah Pluralisme ......................................................................................................
4
C. Pluralisme di Indonesia ................................................................................................
6
D. Pluralisme dalam Kacama Islam .................................................................................
8
E. Pluralisme dalam Sistem Demokrasi ..........................................................................
12
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................................
13
B. Daftar Pustaka ..............................................................................................................
14
III
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isi dari makalah ini merupakan salah satu usaha untuk memberikan pandangan tentang jawaban dari pertanyaan apa yang dapat diberikan oleh masing-masing individu dan kelompok yang menempati negara Indonesia untuk mempertahankan keutuhan bangsa indonesia ini. Pertanyaan tersebut muncul ke permukaan karena realitas Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dan yang di dalamnya hadir berbagai agama dan kepercayaan yang secara hukum diakui keberdaannya di Indonesia ini. Jadi dari kandungan Pancasila itu sendiri tercermin bahwa corak hakiki hidup bangsa Indonesia itu adalah majemuk dalam arti budaya, sosial, politik dan agama serta kepercayaan itulah yang hendak diungkapkan oleh semboyan “Bhineka Tunggal Ika” atau berbeda-beda tetapi tetap satu. Meskipun indonesia sesaat lagi berusia 69 tahun merdeka, namun bukan berarti indonesia ini telah menjadi negara yang terbebas dari kekerasan-kekerasan yang dilakukakan oleh sebagian kalangan kepada kalangan yang lain sama halnya yang dilakukukan oleh kaum penjajah kepada masyarakat Indonesia ketika terjadi peristiwa penjajahan dahulu. Pada saat ini justru kekerasan datang dari masyarakat indonesia itu sendiri. Baru-baru ini kekerasan atas nama agama telah terjadi kembali di daerah Yogyakarta. Penyerangan kepada salah satu kediaman penganut agama tertentu dilakukan oleh sekelompok orang yang berasal dari lain agama. Hal ini tentu memberikan citra yang buruk kepada asas negara kita pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang seharusnya berdasarkan semboyan tersebut masyarakat dapat hidup dengan rukun dan bersikap saling toleran terhadap sesama. Penyerangan yang dilakukan sekelompok orang tersebut yang mengatas namakan agama bukanlah hal yang pertama kali terjadi di Indonesia, kita tahu bahwa ketika tahun 2000 terjadi perang yang mengatas namakan agama di poso, akibatnnya banyak sekali korban yang meninggal dunia pada saat itu. Selain perang yang didasari atas perbedaan keyakinan, perang yang mengatasnamakan suku tertentu tidak kalah eksis. Pada tahun 2012 di Papua terjadi perang antar
1
suku.1 Apabila tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya, maka dapat diramalkan Indonesia ini akan terpecah belah karena pada dasarnya Indonesia terdiri dari berbagai suku dan agama yang berbeda. Dengan demikian maka pemahaman pluralisme atau memahami bahwa keadaan masyarakat indonesia ini merupakan masyarakat yang majemuk yang mana dengan adanya suatu kondisi seperti ini masyarakat Indonesia secara keseluruhan harus memahami perbedaan yang ada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat Indonesia ini. Jika masyarakat telah memahami arti dari keberagaman dan mengedepankan persamaan yang ada dalam diri setiap masyarakat Indonesia yakni pemahaman bahwa kita semua adalah masyarakat Indonesia yang hidup dibawah satu sistem yaitu negara, maka perbedaan yang secara lahiriyah telah ada dan di takdirkan oleh Tuhan ( Allah SWT ) tidak menjadi pemecah belah, tetapi sebagai suatu keberagaman yang sangat indah dalam menghiasi kehidupan bermasyarakat.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemahaman pluralisme di kalangan masyarakat Indonesia ? 2. Bagaimana dampak pemahaman pluralisme bagi sistem demokrasi di Indonesia ?
C. Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Muslim dalam memahami pluralisme. 2. Mengetahui dampak pemahaman pluralisme itu sendiri di kalangan masyarakat bagi kestabilan sistem hukum di Indonesia.
Tribun News “59 Orang Terluka Akibat Bentrok Dua Suku di Papua” dalam http://jogja.tribunnews.com, di akses pada tanggal 5 juni 2014 1
2
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pluralisme
Dewasa ini kata pluralisme merupakan kata yang tidak asing di kalangan masyarakat, sebagian besar masyarakat sudah mengetahui arti dari kata pluralisme dengan berbagai macam versi definisi. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata Pluralisme berarti keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya).2 Secara etimologi kata pluralisme
yang berasal dari bahasa inggris Pluralism berarti “jamak” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa inggris mempunyai tiga pengertian. 1. Pengertian kegerejaan : (i) sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non-kegerejaan. 2. Pengertian filosofis : berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. 3. Pengertian sosio-politis : adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. Dari ketiga pengertian tersebut sebenarnya dapat di tarik suatu garis besar tentang pengertian pluralisme, yaitu koeksistensinya berbagai kelompok atau keyakinan di suatu tempat dan waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing.3 Kata Pluralisme biasanya kita sering disandingkan dengan kata agama menjadi pluralisme agama. Dari kata pluralisme agama tersebut banyak sekali yang mendefinisikannya, diantaranya adalah john Hick menyatakan bahwa pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap, yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata
2 3
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia offline 1.5.1 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Perspektif Kelompok Gema Insani : Jakarta), hlm. 12
3
kultural manusia yang bervariasi, dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan Hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang diamanati, sampai pada batas yang sama. Dengan kata lain, John Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah merupakan “manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu” dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Rumusan John Hick di atas tentang pluralisme agama adalah berangkat dari pendekatan substantif, yang mengungkung agama dalam ruang (privat) yang sangat sempit, dan memandang agama lebih sebagai konsep hubungan manusia dengan kekuatan sakral yang transendental dan bersifat metafisik ketimbang sebagai suatu sistem sosial. Dengan demikian telah terjadi penyempitan pengertian agama yang sangat dahsyat. Padahal apabila kita lihat, pengertian agama sangatlah luas cakupannya. Karena agama bersentuhan langsung dengan kehidupan dan agama menjadi pengatur dalam kehidupan di masyarakat. sebagaimana pengertian dari kata agama itu sendiri yaitu
ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan denag pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. 4 Dengan demikian apabila merujuk kepada pengertian agama secara bahasa, cakupan agama sangatlah luas, dan bertolak belakang dengan rumusan yang di kemukakan John Hick tentang agama. B. Sejarah Pluralisme
Wacana dan pemikiran tentang pluralisme mulai muncul pada masa pencerahan di eropa atau sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern pada abad ke18 masehi. Pemikiran ini muncul di tengah pergolakan konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang dikenal dengan sebutan “Liberalisme” yang komposisi utamanya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme. Meskipun wacana pemikiran pluralisme telah mewarnai pemikiran Eropa pada saat itu, namun masih belum secara kuat mengakar dalam kultur masyarakatnya. Beberapa sekte dalam agama kristen masih mengalami perlakuan diskriminatif dari gereja, hal ini ditambah dengan adanya doktrin “di luar gereja tidak ada keselamatan” (Extra ecclesiam nulla salus) hingga 4
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia offline 1.5.1
4
dilangsungkan konsili vatikan II (Vatikan Council II) pada permulaan tahun 60-an yang mendeklarasikan doktrin “keselamatan umum” bahkan bagi agama-agama selain Keristen.5 Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa gagasan pluralisme merupakan upaya untuk meletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk mengarahkan penganutnya agar bersikap toleran dengan agama lain. Sebenarnya kalau kita telusuri lebih jauh, maka kita akan menemukan seorang tokoh bernama Rammohan Ray ( 1772-1833 ) pencetus gerakan Brahma Samaj yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari konsep keimanan terhadap Tuhan dari sumber-sumber Islam, sehingga ia mencetuskan pemikiran Tuhan satu dari persamaan agama.6 Dan dari tokoh lain juga terkenal Mahatma Gandhi (1869-1949) dan sarvepalli Radhakrishnan (1888-1975) yang juga menyuarakan pemikiran pluralisme. Akan tetapi menurut Ulil Abshar Abdallah, kordinator JIL (Jaringan Islam Liberal), pluralisme agama yaitu bukan berarti menganggap bahwa semua agama itu sama. Karena menurut Ulil istilah pluralisme agama pada awalnya ditujukan pada agama-agama semith atau agama langit. Jadi lebih tepatnya kalau pluralisme agama diartikan, bahwa semua agama semith berasal dari yang sama, yaitu tauhid. Sebab akar dari semua agama semith yaitu, Tauhid. Dengan kata lain Ulil Abshar Abdallah memberikan pandangan bahwa semua agama langit atau agama samawi adalah sama, sedangkan pandangan ini di tolak oleh sebagian besar umat islam. Sedangkan Menurut pendapat Nur Cholis Madjid , beliau tidak memaknai pluralisme sebagai gagasan yang menganggap semua agama sama. Pluralisme bagi Cak Nur adalah suatu landasan sikap positif untuk menerima kemajemukan semua hal dalam kehidupan sosial dan budaya, termasuk agama. Hal ini senada dengan pendapat Pluralisme menurut Syafi’i Anwar bukan berarti menyamakan semua agama melaikan lebih pada mutual respect dan semangat saling menghormati.7
5
Teks doktrin yang mengatur hubungan antara gereja dan agama-agama lain dapat dilihat : ‘Vatican II : Declaration on The Realition of the Church to non-Cristian Religion’. Dalam hick, John dan Hebblethwaite, Brian, (eds),’Cristiany and Other Religion (Glasglow : Fount Paperbacks, 1980 ), hlm. 80-86 6 Farquhar, J. N., Modern Religius Movements In India (New York : The macmillan Company, [1915] Reprinted 1924, hlm 29ff. 7 Imam Subari “Merespon Pluralitas Tanpa Pluralisme” dalam 5 http://filsafat.kompasiana.com di akses pada tanggal 5 Juni 2014
dari berbagai pandangan mengenai pengertian pluralisme yang di kemukakan oleh para tokoh banyak terdapat perbedaan dikarenakan berbedanya sudut pandang dan background dari tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikan maka ideologi tentang pemahaman pluralisme dapat berkembang sesuai dengan jalannya sejarah, karena konsep pluralisme itu sendiri tidak bisa lepas dari cakupan sejarah. Sehingga tidak salah apabila pemahaman tentang pluralisme direkonstruksi ke arah yang lebih baik agar dapat diterima di masyarakat untuk kemajuan hidup masyarakat pada umumnya. Sehingga yang penulis maksud tentang pluralisme dalam makalah ini adalah sesuai kepada pemahaman yang pertama di bahas di atas, dengan berpatokan kepada pemahaman Anis Malik Thoha tentang pluralisme yang menyebutkan bahwa pluralisme, yaitu koeksistensinya berbagai kelompok atau keyakinan di suatu tempat dan waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing. C. Pluralisme di Indonesia
Di Indonesia, pluralitas dan pluralisme terutama yang terkait dengan agama seakan ditakdirkan selalu berada dalam posisi problematis. Siapa pun tidak ada yang menolak terhadap fakta keragaman di Indonesia. Sejarah keragaman agama di Indonesia telah berlangsung sangat lama. Menurut salah satu teori sejarah, Islam datang ke bumi Nusantara pada abad ke-7 M. Artinya, Islam telah menghiasi negeri ini telah dari dulu. Tetapi Islam tidak memasuki ruang hampa. Jauh sebelum datangnya Islam, masyarakat Nusantara telah terpola ke dalam berbagai agama dan kepercayaan. Tidak hanya Islam, agama-agama lainnya pun berdatangan. Dalam versi negara, pada saat ini ada enam agama yang diakui eksistensinya, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Salah satu sisi problematis dari keragaman tersebut adalah adanya potensi konflik. Tentu ini terasa aneh, karena ajaran agama mana pun selalu menekankan pada kesamaan dan kesetaraan manusia. Ini merupakan visi perenial semua agama. Potensi konflik dalam keragaman agama dengan demikian berada di luar wilayah perenial agama, tetapi lebih banyak terjadi pada wilayah konstruksi sosial. Mengapa wilayah ini rentan konflik? Konstruksi merupakan modus yang dikembangkan oleh seseorang dalam memahami doktrin agama. Agama memang meniscayakan pada suatu modus pemahaman agar kehendak
6
Tuhan yang terdapatdalam doktrin agama bisa dipahami dan dilaksanakan oleh manusia. AlQur’an, Injil, dan kitab-kitab lainnya, sebagai kodifikasi firman Tuhan, tentu akan banyak menghadapi kesulitan aktualisasi jika tidak dijembati dengan pemahaman manusia. Konsep jarak sosial biasa dipakai dalam sosiologi untuk menggambarkan tingkat penerimaan yang berpengaruh terhadap pola interaksi seseorang dengan orang lain. Oleh karena sejak dari pemahaman telah terjadi pengelompokkan, maka pada masing-masing kelompok agama merasa enggan melakukan interaksi sosial secara terbuka. Hal ini yang akan menyebabkan terjadinya konflik di antara masing-masing kelompok, di tambah dengan adanya pemahaman tentang eksklusifisme agama atau kelompok tertentu, sehingga pandangan kesesatan terhadap pengikut di luar alirannya sangat melekat dan terkadang rasa benci tumbuh begitu kuat sehingga tindakan kekerasan atas nama agama atau kelompok sering terjadi. Contoh salah satu kasus yang terjadi di kota Yogyakarta tentang penyerangan rumah salah seorang pendeta yang sedang melakukan aktivitas keagamaan diserang oleh sekelompok pemuda yang berpakaian jubah mengendarai mobil pick up dan sepeda motor,Sabtu (31/5)8. Penyerangan yang berbau SARA ini bukan hanya pertama kalinya terjadi di Indonesia, kita tahu bahwa dahulu banyak terjadi konflik yang melatar belakangi agama, seperti kasus Poso, penyerangan terhadap pengikut jemaat Ahmadiyah dll. Bahkan kasus yang melatar belakangi perbedaan suku pun pernah terjadi di Indonesia, seperti kasus konflik di Papua pada bulan Juni 2012 yang lalu.9 Hal ini menambah deretan kasus tentang konflik yang melatar belakangi perbedaan. Sebagi negara yang Plural seharusnya konflik seperti ini tidak harus terjadi. Dengan demikian maka pemahaman tentang pluralisme dan rasa toleransi masih belum sempurna melekat pada masyarakat Indonesia pada saat ini, oleh karena itu maka rasa saling menghargai harus ditanamkan kepada masyarakat Indonesia, agar konflik-konfilk yang berbau SARA tidak terjadi lagi. Dengan demikian maka konsep pluralisme sangat penting bagi
8
Angga Purnama “Pasca Penyerangan, Perumahan STIE YKPN Dijaga Ketat Polisi” dalam http://jogja.tribunnews.com di akses pada tanggal 5 Juni 2014 9 Tribun News “59 Orang Terluka Akibat Bentrok Dua Suku di Papua” dalam http://jogja.tribunnews.com, di akses pada tanggal 5 juni 2014
7
masyarakat Indonesia, apalagi Indonesia yang menganut sistem demokrasi yang kaitannya sangat membutuhkan pemahaman masyarakatnya yang bersikap toleran, sehingga pemahaman pluralisme sangat penting dalam menggiring sistem demokrasi. D. Pluralisme dalam Kacamata Islam
Pemahaman tentang pluralisme atau dalam bahasa Arabnya, “ al-ta’addudiyah”, tidaklah dikenal secara populer dan tidak banyak dipakai di kalangan Islam bahkan dalam Al-Qur’an dan Hadist serta kitab-kitab klasik tidak ditemukan pula makna tentang pluralisme, kecuali sejak kurang lebih pada akhir abad ke-20 kemarin. Yaitu ketika terjadinya perkembangan dalam kebijakan internasional Barat yang baru yang memasuki sebuah fase yang di juluki Muhammad ‘imarah sebagai “marhalat al-ijtiyah” (fase pembinasaan).10 Yakni sebuah perkembangan yang prinsipnya tergugat dan tergambar jelas dalam upaya Barat yang habis-habisan guna menjajakan ideologi modernnya yang dianggap universal, seperti demokrasi,pluralisme, HAM dan pasar bebas, dan mengekspornya untuk konsumsi luar dalam rangka mencapai berbagai kepentingan yang sangat beragam. Dengan demikian maka masalah “pluralisme” mulai mencuat dan menjadi perhatian kalangan cendikiawan Islam, yang gilirannya menjadi komoditas paling laku di pasar pemikiran Arab Islam Kontemporer. Namun, isu-isu pluralisme dalam pandangan ulama Islam lebih mengupas masalah keadaan hidup di masyarakat dan interaksi sosial praktis antar anak-anak manusia yang berkaitan pada agama, tradisi dan kultur yang berbeda, yakni masalah yang berhubungan dengan bagaimana mengatur dan mengurus individu-individu dan kelompok –kelompok yang hidup di jalan sebuah tatanan masyarakat yang satu, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban, untuk menjamin ketentraman dan perdamaian umum. Jadi, permasalahannya lebih merupakan masalah aplikatif, praktis dan historis daripada masalah keimanan atau teologis. Namun dalam Islam sendiri banyak yang tidak setuju akan kata Pluralisme, salah satunya pendapat yang dikemukakan oleh Dr. KH Hilmi Muhammad Hasbullah M.A yang menjadi salah satu pengasuh di Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan juga sebagai Master di
10
‘imarah, Dr.Muhammad,’Mustaqbaluna bayna al-Alamiyyah al-Islamiyyah wa al-awlamah al-Gharbiyyah’, dalam Zain al-Abidin, Dr.Al-Tayyib (ed.), Al-awlamah wa al-Alam al-Islami (muhadharat al-Mawsim al-Thaqafi al-Thalith ashar , Al-Jami’ah al-Islamiyah al-Alamiyah Islamabad:April 2000), hlm 26-27.
8
Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadist, menberikan pendapat tentang pluralisme itu sendiri. Menurut beliau sebenarnya Pluralisme agama dalam Islam itu sendiri tidak ada, karena menurutnya paham itu lebih cenderung kepada akidah dan ibadah. Apabila seorang pemeluk agama khususnya terkait dengan akidah dan ibadah, maka mereka akan mengatakan bahwa agamanya yang paling benar. Akan tetapi disisi lain, beliau berpendapat jika keberadaan dan berkembangnya pluralisme keagamaan dan pluralitas beragama dalam ranah agama khususnya agama Islam, beliau menyetujui atau menyepakatinya karena baginya, dua istilah itu berbeda dengan pluralisme. Menurutnya, pluralisme keagamaan dan pluralitas beragama lebih cenderung kepada sosial ataupun pilitik, jadi sah-sah saja jika dua paham itu kita akui keberadaannya.11 Dari pendapat di atas dapat diketahui terdapatnya perbedaan pendapat tentang pluralisme itu sendiri di kalangan umat Islam, hal ini di tambah dengan terbitkan fatwa MUI melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai ""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".12 Hal ini dikarenakan menurut MUI pemahaman pluralisme telah berbelok dari pemahaman pluralisme yang seharusnya. Hasil dialog antar umat beragama di Indonesia yang dipelopori oleh Prof.DR.H.A. Mukti Ali, tahun 1970-an, paham pluralisme dengan pengertian setuju untuk berbeda (agree in disagreement) serta adanya klaim kebenaran masing-masing agama telah dibelokkan kepada paham sinkretisme (penyampuradukan ajaran agama), bahwa semua agama sama benar dan baik, dan hidup beragama dinisbatkan seperti memakai baju dan boleh bergantiganti.13
11
Mohammad Subhan Al-Faizi, “ Pandangan dan Tindakan Santri dalam Menyikapi Pluralisme Agama (Penelitian Lapangan Terhadap Santri PP.Al-Munawir Krapyak-Yogyakarta), skripsi fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010, hlm. 43 12 Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme 13 MUI “PENJELASAN TENTANG FATWA PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA” pdf. hlm.89 dalam
http://mui.or.id di akses pada tanggal 5 juni 2014
9
dengan demikian pemahaman pluralisme seperti itu memang di tolak oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Namun apabila merujuk kepada pemahaman pluralisme yang penulis maksud sesuai pembahasan di akhir sub-tema tentang sejarah pluralisme di atas, maka dalam Islam pun nilai-nilai pluralisme seperti itu sudah ada. Salah satu contohnya adalah dalil dalam al-Quran surat Al-Kafirun Ayat 6
ِين ِ لَ ُك ْم دِي ُن ُك ْم َول َِي د “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
َٰ ٌ ّللا َع ِز يز َغفُو ٌر َ َّ َّّللا مِنْ عِ َبا ِد ِه ْال ُعلَ َما ُء ۗۗ إِن َ َّ اس َوال َّد َوابِّ َو ْاْلَ ْن َع ِام م ُْخ َتلِفٌ أَ ْل َوا ُن ُه َك َذل َِك ۗ إِ َّن َما َي ْخ َشى ِ َوم َِن ال َّن Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Faatir : 28)
Dari ayat-ayat di atas, dalam Islampun perbedaan di jelaskan dengan sangat jelas, banyak sekali ayat yang menjelaskan bahwa manusia itu memang diciptakan berbeda-beda dan itu sudah menjadi sunatullah. Serta dalam Islam sendiri sikap toleransi telah di ajarkan oleh Rasulallah SAW kepada umatnya, hal ini dapat dilihat dari hadis beliau yang berbunyi :
َّ صلَّى ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ ّللا ِ َّ ُول ِ َح َّد َث َنا إِسْ مَاعِ ي ُل َح َّد َث َنا َسعِي ٌد ْالجُ َري ِْري َعنْ أَ ِبي َنضْ َر َة َح َّد َثنِي َمنْ َسم َِع ُخ ْط َب َة َرس يق َف َقا َل َيا أَي َها ال َّناسُ أَ َل إِنَّ َر َّب ُك ْم َوا ِح ٌد َوإِنَّ أَ َبا ُك ْم َوا ِح ٌد أَ َل َل َفضْ َل ل َِع َر ِبي َعلَى أَعْ َجمِي ِ فِي َوسَطِ أَي َِّام ال َّت ْش ِر َو َل ل َِع َجمِي َعلَى َع َر ِبي َو َل ِْلَحْ َم َر َعلَى أَسْ َودَ َو َل أَسْ َودَ َعلَى أَحْ َم َر إِ َّل ِبال َّت ْق َوى
Telah menceritakan kepada kami Isma'il Telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Jurairi dari Abu Nadhrah telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar khutbah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: "Wahai sekalian
10
manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam dan bagi orang ajam atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan.14
Kemudian sikap kekerasan yang melatar belakangi perbedaan dalam Islam khususnya kekerasan yang timbul akibat fanatisme golongan itu sebenarnya dalam Islam sendiri dilarang. Hal ini di karenakan Islam adalah agama yang damai sebagai suatu agama yang mempunyai konsep Rahmatan Lil Alamin. Dengan demikian kekerasan dalam Islam yang melatar belakangi perbedaan golongan dan agama itu sangat di benci, sebagaimana hadis nabi menjelaskan :
َُّوب ع َْن م َح َّمد بْن َعبْد الرَّحْ َمن ْال َم ِّك ِّي يَعْني ا ْبنَ أَبي لَبيبَة َ َح َّدثَنَا ابْن السَّرْ ح َح َّدثَنَا ابْن َو ْهب ع َْن َسعيد بْن أَبي أَي ْ ّللا بْن أَبي سلَ ْي َمانَ ع َْن جبَيْر بْن م َّ صلَّى َّ ول َّ ع َْن َعبْد ْس منَّا َم ْن َدعَا إلَى َ ال لَي َ َّللا َعلَيْه َو َسل َّ َم ق َ ّللا َ طعم أَ َّن َرس صبيَّة َ ْس منَّا َم ْن َماتَ َعلَى َع َ َصبيَّة َولَي َ ْس منَّا َم ْن قَات ََل َعلَى ع َ َصبيَّة َولَي َ ع Telah menceritakan kepada kami Ibnu As Sarh berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Sa'id bin Abu Ayyub dari Muhammad bin 'Abdurrahman Al Makki -maksudnya Ibnu Abu Labibah- dari Abdullah bin Abu Sulaimn dari Jubair bin Muth'im bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bukan dari kami orang yang mengajak kepada golongan, bukan dari kami orang yang berperang karena golongan (fanatisme) dan bukan dari kami orang yang mati karena golongan (fanatisme)"15
Dari paparan di atas, maka menurut penulis agama Islam itu sangat mengajarkan Pluralisme, walaupun gagasan pluralisme tidak disebutkan secara tersurat, namun secara tersirat gagasan mengenai pemahaman pluralisme itu sendiri telah ada dalam berbagai ayat-ayat al-Qur’an serta Hadis-hadis nabi, sehingga apabila umat Islam mengkaji Islam secara mendalam dan di barengi dengan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia seperti halnya anjuran dalam Islam,
14
Hadis Riwayat Imam Ahmad, Kitab Musnad Imam Ahmad, No 22391, CD Lidwa Pusaka Kitab Hadis 9 Imam, Lidwa Pusaka i-Software. 15 Hadis Riwayat Imam Abu Daud, kitab Sunan Abu Daud, No.4456, CD Lidwa Pusaka Kitab Hadis 9 Imam, Lidwa Pusaka i-Software.
11
maka kekerasan yang melatar belakangi perbedaan dan atas nama agama secara bertahap akan hilang. Sehingga umat Islam secara keseluruhan bisa hidup dengan damai di dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
E. Pluralisme dalam Sistem Demokrasi
Dari pembahsan di atas mengenai pemahaman pluralisme, kita dapat mengetahui bahwa pluralisme sangat di butuhkan bagi masyarakat yang majemuk. Pluralisme juga tidak hanya sekedar sekedar mengakui kemajemukan masyarakat, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan tersebut sebagai rahmat Allah. Menurut Nurcholis Madjid pluralisme merupakan pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan pluralisme merupakan seuatu keharusan bagi keselamatan umat manusia melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).16 Lebih lanjut Nurcholis Madjid mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain sangat diperlukan dalam konteks masyarakat majemuk. Dengan demikian maka pemahaman pluralisme sangat di butuhkan bagi Indonesia sebagai penggiring sistem demokrasi, sehingga sistem demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan lancar dan masyarakat hidup berdampingan dengan damai dalam satu sistem yaitu demokrasi, satu ideologi yaitu pancasila dan satu semboyan yaitu Bhineka Tunggal Ika.
16
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, cet 1 (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.27
12
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem demokrasi yang sekarang sedang di anut oleh bangsa Indonesia ini sangat membutuhkan sikap dan pandangan masyarakatnya tentang kemajemukkan negara Indonesia ini. dengan demikian maka masyarakat Indonesia dengan semestinya harus memahami konsep pluralisme itu secara mendalam agar sistem demokrasi tersebut tidak ternodai dengan kekerasan yang mengatasnamakan perbedaan suatu golongan dan agama, serta masyarakat dapat mengaplikasikan konsep pluralisme tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini. Karena masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, maka Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil Alamin harus menjadi contoh bagi agama-agama yang lain dalam menerapkan sistem kehidupan bermasyarat yang toleran dan mengaplikasikan sikap pluralisme. Karena Dalam sudut pandang agama Islam, terdapat nilai keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, dan kesukuannya. Oleh karena itu orang Muslim di Indonesia sebagai mayoritas harus mengayomi orang yang non-muslim, jangan merasa sebagai kelompok mayoritas lalu hendak arogansi dan bersikap sewenang-wenang terhadap kelompok yang minoritas, apabila demikian maka akan timbul perpecahan di Indonesia ini. maka Pluralisme sangat dibutuhkan dalam menggiring sistem demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu maka kita sebagai warga negara Indonesia yang di takdirkan terlahir dari berbagai perbedaan, hendaknya memahami makna pluralisme secara mendalam, agar perpecahan dapat kita hindarkan sehingga masyarakat negara Indonesia ini bisa hidup dengan damai dan saling berpangku tangan dalam menyebarkan sikap cinta kasih di antara sesama umat manusia.
13
DAFTAR PUSTAKA
Guntur R, Muhammad. 2013 Islam Tanpa Diskriminasi (mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin), Jakarta: Rehal Pustaka, Kuntowijoyo. 1994 Demokrasi & Budaya Birokrasi, Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya Malik Thoha, Anis, 2005 Tren Pluralisme Agama, Jakarta: Perspektif Kelompok Gema Insani. Machsin. 2012 Islam Dinamis Islam Harmonis (Lokalitas, Pluralisme, Terorisme), Yogyakarta : PT. LkiS Group Subhan Al-Faizi, Mohammad “ Pandangan dan Tindakan Santri dalam Menyikapi Pluralisme Agama (Penelitian Lapangan Terhadap Santri PP.Al-Munawir Krapyak-Yogyakarta), skripsi fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010, Ulinuha, Roma. Kewarganegaraan (Kompilasi Referensi), UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014 http://jogja.tribunnews.com http://filsafat.kompasiana.com http://mui.or.id
14