BAB I PENDAHULUAN Cede Cedera ra plek pleksu suss brak brakial ialis is traum traumat atik ik usia usia dewa dewasa sa meru merupak pakan an ceder cederaa yang yang dapa dapatt mengakibatk mengakibatkan an disabilitas disabilitas fisik, stress psikologis, psikologis, dan masalah sosioekonomi sosioekonomi yang pada akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. Cedera ini sering terjadi dalam suatu kejadian yang mengancam nyawa, seperti jatuh dari ketinggian, luka penetrasi, kekerasan fisik fisik,, atau atau kecel kecelak akaa aan n moto motor. r. Pada Pada era era saat saat ini ini di mana mana masy masyara araka katt kita kita bany banyak ak yang yang mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi ataupun melakukan aktivitas olahraga risiko tinggi, tidak mengherankan bila angka insidensi cedera pleksus brakialis meningkat. Lesi pleksus brakialis yang parah merupakan cedera saraf perifer yang paling serius. Diagnosis sering terlambat atau terlewatkan karena dokter sering menunggu pemulihan cedera tersebut dengan dengan sendiri sendiriny nya. a. Pemerik Pemeriksaan saan,, diagno diagnosis, sis, dan manaje manajemen men yang yang tepat tepat pada pada waktun waktunya ya disertai disertai dengan dengan pendekatan pendekatan multidisplin multidisplin dapat mengoptim mengoptimalkan alkan restorasi restorasi fungsi. fungsi. Penting Penting untuk diingat bahwa otot mulai atrofi dan motor end plate mulai menghilang segera setelah cedera di proksimal terjadi.1, Pilihan terapi pembedahan pada cedera pleksus brakialis cukup banyak mencakup neurolysis, nerve repair, repair, dan nerve grafting yang masing!masing memiliki indikasi tersendiri disesuaikan dengan kondisi cedera pleksus brakialis. brakialis . "amun, karena semakin bertambahnya frekuen frekuensi si cedera cedera tipe tipe avulsi, avulsi, kurangny kurangnyaa akar akar saraf saraf yang yang tersedi tersediaa untuk untuk grafting, grafting, dan luka parut yang luas pada lokasi cedera. Pilihan!pilihan terapi tersebut tidak cukup untuk mengembalikan fungsi pada kasus cedera yang berat. #leh karena itu, saat ini prosedur nerve transfer transfer (neurotiza (neurotization tion$$ saat saat ini ini mulai mulai menj menjad adii pili pilihan han.. Pros Prosed edur ur ini ini mema memaka kaii prin prinsi sip p memindahkan saraf motorik yang masih utuh dari satu otot ke bagian distal saraf yang cedera yang yang tidak tidak mengal mengalami ami kerusa kerusakan kan yaitu yaitu dengan dengan cara bypassing segmen saraf yang cedera. %ombinasi dari tindakan operasi pleksus brakialis dan re!edukasi motorik dan sensori di bidang rehabilitasi telah memfasilitasi memfasilitas i evolusi teknik nerve transfer sebagai salah satu pilihan tindakan bedah yang dapat diandalkan pada cedera saraf. 1,& Pada Pada 'injau injauan an Pusta Pustaka ka ini ini penu penuli liss berh berhar arap ap dapa dapatt menj menjab abar arka kan n pili piliha han n terap terapii rehabi rehabilita litasi si pada pada cedera cedera pleksu pleksuss brakia brakialis lis traumati traumaticc pasca pasca nerve transfer transfer sehingga sehingga dapat memaksi memaksimal malkan kan hasil hasil operasi operasi nerve nerve transfe transferr terutama terutama dalam hal kemampuan kemampuan fungsional penderita cedera pleksus brakialis yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka semaksimal mungkin.
1
BAB II CEDERA PLEKSUS BRAKIALIS TRAUMATIK II.1.
Anatomi Pleksus Brakialis
Pleksus brakialis berasal dari rami ventral C(!'1 yang terdiri dari serabut!serabut saraf yang terjalin satu sama lain membentuk persarafan ekstremitas atas. )ami *roots) * roots) bergabung membentuk trunkus trunkus superior superior *C *C( ( dan dan C+$, C+$, trunkus trunkus inferior inferior *C *C$$ dan trunkus '1$. etiap etiap trunku trunkuss akan akan bercab bercabang ang memben membentuk tuk dua divisi divisi yaitu yaitu divisi medialis *C- dan '1$. anterior dan dan divisi posterior yang yang akan terbagi lagi membentuk korda lateralis, posterior, dan medialis. medialis. %orda posterior memanjang hingga ke tangan membentuk nervus radialis/ korda medialis medialis berakhir berakhir di nervus ulnaris/ ulnaris/ dan nervus medianus terbentuk dari korda medialis dan sebagian korda lateralis. araf!saraf yang lebih kecil berasal dari beberapa level pleksus yaitu nervus dorsalis scapulae yang mempersarafi rhomboideus berasal dari ramus ventral C(, nervus thoracicus longus yang berasal dari rami C(!C, nervus suprascapularis yang berasal dari dari trunku trunkuss superio superior, r, nervus nervus muscul musculocu ocutan taneus eus berasal berasal dari dari korda korda laterali lateralis, s, dan nervus nervus aksilaris berasal dari korda posterior korda posterior bersama dengan nervus thorakodorsalis *0ambar .1$. ,(
0ambar .1. 2natomi Pleksus 3rakialis
1
3agian intraspinal akar pleksus brakialis berjalan secara oblik dari atas ke bawah. C(, C+, dan C disoko disokong ng oleh oleh ligamen ligamen radikula radikularr transv transversu ersus/ s/ sedang sedangkan kan C- dan '1 tidak tidak disokong oleh ligamen tersebut. Cabang proksimal melewati rami primer ventral menuju nervus phrenicus *C($, ke nervus serratus anterior *C(, C+, dan C$, dan ke otot scalene *C(, C+$. usunan anatomis ini memberikan proteksi terhadap gaya traksi pada akar pleksus brakialis bagian atas. "amun, terdapat beberapa area yang berpotensi mengalami tethering 2
atau kompresi yaitu di batas posterior otot scalene, antara accessory rib atau first thoracic rib dan klavikula. "ervus suprascapularis dan sirkumfleksus lewat secara tajam arah lateral dan posterior aksis utama/ begitu pula nervus musulocutanous dan radialis tetapi dengan sudut yang lebih besar. "ervus!nervus ini rentan terhadap ruptur saat terjadi lesi tarikan pada pleksus infraklavikular.+ 3agian ekstraspinal pleksus brakialis kaya akan cabang dari arteri subclavian dan arterivertebralis. 2rteri ini mengalami kerusakan pada luka tembak dan lebih parah pada cedera traksi, serta thrombosis pada arteri subclavian dan aksilaris dapat terjadi akibat komplikasi dari radiasi. 2rteri vertebralis melewati akar pleksus brakialis bagian anterior terutama yang dekat dengan C(, C+, dan C, yang bersambungan dengan arteri radialis. Perdarahan pada area ini dapat terjadi secara massif/ bahkan memerlukan trakeostomi akibat dari kompresi oleh perdarahan pembuluh darah radikular setelah terjadinya avulsi pada C. II..
+
!isiolo"i Pleksus Brakialis
Pleksus brakialis adalah jaringan neural yang kompleks yang dibentuk dari akar saraf ventral servikal dan thorakal bagian atas yang mensuplai persarafan sensori *gambar ..$ dan motorik *tabel .1$ ke ekstremitas atas dan pectoral girdle. elain itu, pleksus brakialis juga merupakan saraf otonom *C-!'1$ yang mempersarafi mata.
(
0ambar .. Distribusi ensori %utaneus Pleksus 3rakialis
3
'abel .1. Distribusi 4otorik Pleksus 3rakialis
II.#.
De$inisi Ce%era Pleksus Brakialis Traumatik
Cedera pleksus brakialis traumatik adalah lesi pada pleksus brakialis mulai dari C(! C- dan '1 baik akibat trauma yang mengenai anggota gerak atas mulai dari bahu, punggung, dada, lengan, dan jari!jari.II.&.
E'i%emiolo"i Ce%era Pleksus Brakialis Traumatik
5nsidensi sebenarnya dari cedera pleksus brakhialis traumatik tidak diketahui tetapi diyakini insidensinya meningkat di seluruh dunia. Cedera ini lebih banyak mengenai laki!laki usia 1(!( tahun yang belum terampil mengendarai sepeda motor atau yang baru saja memulai kariernya sehingga cedera ini secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya permasalahan ekonomi bagi penderita. 3erdasarkan evaluasi 16+- pasien usia di atas 1tahun, "araska melaporkan 67 cedera pleksus brakialis traumatik disebabkan oleh kecelakaan motor atau sepeda/ di mana 67 dari pengendara yang mengalami kecelakaan ini memiliki cedera mayor lainnya yang merupakan salah satu faktor penyebab keterlambatan penegakan diagnosis cedera pleksus brakialis. 8ungsi yang kembali pada cedera pleksus brakialis berat hanya minimal atau bahkan tidak dapat kembali pada seperempat hingga sepertiga kasus.1,,9
4
II.(.
Etiolo"i Ce%era Pleksus Brakialis Traumatik
Cedera pleksus brakialis merupakan suatu kondisi yang relatif sering mengakibatkan kerusakan fungsional yang kompleks dan disabilitas pada ekstremitas atas. Cedera ini terutama disebabkan oleh kecelakaan traumatik yang mengakibatkan gaya traksi, luka, atau kompresi pada pleksus di permukaan yang keras dari struktur sekitar *tulang iga, corpus vertebralis, atau otot$.16 Cedera pleksus yang ringan biasanya berhubungan dengan olahraga terutama pada atlet American football . Pemain yang cedera akan merasakan rasa nyeri yang tajam dan seperti terbakar dengan kelemahan sementara setelah adanya benturan pada kepala, leher, atau bahu, yang dikenal dengan istilah : stinger” atau :burner”. %elemahan, terutama pada otot bahu dan biceps jarang hingga beberapa hari atau beberapa minggu. Cedera juga dapat terjadi saat prosedur operasi khususnya operasi sternotomi median. elain itu, cedera pleksus brakialis juga dapat dialami bayi baru lahir saat proses persalinan, dengan trunkus superior yang paling sering terkena cedera, menyebabkan kelemahan abduksi bahu dan fleksi siku serta supinasi lengan bawah yang dikenal dengan Erb’s palsy. Erb’s palsy sering terjadi pada persalinan dengan distosia bahu, forceps, dan persalinan yang memanjang. 11 II.).
Klasi$ikasi Ce%era Pleksus Brakialis Traumatik
4enurut terjadinya dibedakan atas; 1. ompressive brachial ple!us neuropaty ("#$) adalah tipe yang biasa disebut thoracic outlet syndrome *'#$, yaitu neuropati atau vaskulopati kompresi yang mengenai pleksus brakialis dan pembuluh darah subklavia. . "rachial ple!us traction in%ury ("#&'), merupakan trauma tarikan pada pleksus brakialis. 3P'5 akan mengganggu neural tissue gliding dan kemampuan untuk mentoleransi tekanan.
juga dapat berhubungan dengan adanya fraktur klavikula atau bahu. 'rauma terbuka disebabkan oleh luka tusuk pisau atau luka tembak. 1, 3erdasarkan level cedera, avulsi akar saraf diklasifikasikan menjadi avulsi sentral dan perifer. 2vulsi perifer merupakan akibat dari gaya traksi yang melebihi perlekatan serabut akar saraf
di mana pada level C( dan C+ perlekatan tersebut lebih kuat dibandingkan pada
level C >'1. 2vulsi sentral jarang terjadi dan merupakan akibat dari gaya longitudinal atau melengkung pada medulla spinalis yang memutuskan akar saraf. 3erdasarkan pola cedera, (7 lesi terjadi di level supraclavicular, sedangkan sisanya (7 di level infraclavicular . (7 cedera ini melibatkan seluruh pleksus *C(!'1$/ 6!(7 cedera melibatkan kerusakan pada C(!C dan !&7 melibatkan C-!'1.
9
3erdasarkan klasifikasi cedera saraf perifer menurut eddon dan underland ; 1. "europra=ia "europra=ia terjadi saat blok konduksi saraf terletak di lokasi cedera tetapi tidak ada cedera makroskopik pada saraf. 'erdapat cedera demielinisasi, tetapi degenerasi ?allerian tidak terjadi di bagian distal lokasi cedera. egera seelah blok tersebut membaik, fungsi saraf ke organ sasaran juga akan kembali normal. ?aktu pemulihan bisa terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa bulan, tergantung dari luas dan keparahan cedera myelin yang melapisinya. Pada pemeriksaan fisik tidak akan ditemukan &inel’s sign. Pemeriksaan elektrodiagnostik akan menunjukkan tidak adanya konduksi yang melewati area cedera tetapi akan menunjukkan konduski normal di bagian distal area cedera/ temuan ini khas pada neuropra=ia. . 2=onotmesis 2kson dan serabut saraf ruptur, tetapi epineurium dan perineurium tetap utuh. Degenerasi ?allerian akan terjadi pada bagian distal dari area yang cedera, tetapi regenerasi di bagian proksimal masih mungkin terjadi dengan kecepatan 1! mm per hari. &. "eurotmesis Pada neurotmesis, seluruh trunkus ruptur dan sambungan aksonal tidak dapat diselamatkan. 'anpa intervensi bedah, pola cedera ini akan sembuh sebagai neuroma yang tidak fungsional. underland mengembangkan klasifikasi eddon menjadi lima kategori setelah mengobservasi beberapa pasien dengan a=onotmesis yang mengalami pemulihan, sedangkan beberapa pasien tidak mengalami pemulihan. %ategori yang baru ini lebih baik dalam mendeskripsikan kondisi endoneurium/ bila endoneurium tetap utuh, saraf memiliki potensi untuk melakukan regenerasi ke organ sasaran. Cedera derajat pertama menurut underland 6
sama dengan neuropra=ia eddon. Derajat kedua melibatkan ruptur akson, tetapi basal lamina atau endoneurium tetap utuh, yang menungkinkan terjadinya pemulihan setelah degenerasi ?allerian. &inel’s sign akan ditemukan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksa harus melakukan perkusi di bagian distal dari area cedera dan lihat area &inel’s sign yang paling distal sebagai tanda area yang mengalami regenerasi konus saraf. Lokasi asal trauma akan menunjukkan sensitivitas terhadap perkusi untuk beberapa bulan, yang tidak boleh salah dibedakan dengan neuroma non fungsional. #leh karena itu, penting untuk melakukan perkusi di area yang paling distal terlebih dahulu. Pemulihan pada derajat kedua terjadi secara komplit kecuali cedera terjadi di area yang proksimal dari organ sasaran di mana otot atrofi atau motor end plate berdegenerasi bersamaan dengan pertumbuhan kembali saraf yang cedera. Lesi derajat ketiga melibatkan cedera endoneurium tanpa perineurium. %erusakan endoneurium mengakibatkan luka parut dan pemulihan total tidak akan terjadi. Les derajat keempat melibatkan ruptur fasikuli dan kerusakan perineurium. araf tetap tersambung tetapi luka parut mencegah terjadinya regenerasi. &inel’s sign muncul di area cedera, Lesi derajat kelima adalah lesi transeksi komplit pada saraf dan perineurium. 'emuan pada pemeriksaan sama dengan lesi derajat keempat. II.*.
Pato$isiolo"i
ebagian besar cedera pleksus brakialis disebabkan oleh trauma tertutup. Cedera saraf pada kasus ini terjadi karena traksi dan kompresi, dengan traksi sebanyak 9(7 kasus. 'raksi dapat menyebabkan saraf mengalami ruptur, avulsi pada level medulla spinalis, atau teregang secara signifikan tetapi strukturnya masih utuh *gambar .&$. 3erikut adalah lima level saraf yang mungkin mengalami cedera; 1. 2kar saraf . Cabang anterior saraf spinal &. 'runkus . %orda (. araf perifer Cedera pada akar dilokalisasi berdasarkan dorsal root ganglion (*). Cedera postganglionic (infraganglionic) terletak di bagian distal dari D)0, sedangkan preganglionic (supraganglionic) terletak di bagian proksimal dari D)0. %edua tipe ini sama!sama memberikan gejala hilangnya fungsi otot. Pada cedera preganglionic, saraf terputus dari medulla spinalis memisahkan serabut saraf motorik dengan badan sel saraf motorik di anterior horn cells. erabut saraf sensori dan badan sel masih tersambung pada D)0, namun, 7
serabut eferen yang memasuki dorsal columna spinalis terganggu. 4aka. aksi potensial saraf sensori tetap ada pada cedera supraganglionic. Pada cedera postganglionic, sel!sel saraf motorik dan sensori terganggu sehingga terdapat abnormalitas pada aksi potensial saraf motorik dan sensori. aat ini, perbaikan pada cedera preganglionic membutuhkan tindakan neurotization. Cedera postganglionic membutuhkan grafting .
0ambar .&. 4ekanisme Cedera Pleksus 3rakialis
II.7.1. Avulsi Akar Saraf 'erdapat dua mekanisme cedera avulsi yaitu perifer dan sentral. Cedera avulsi perifer lebih sering, sedangkan avulsi sentral jarang terjadi dan biasanya akibat dari trauma servikal *gambar .. dan .(.$. 4ekanisme perifer terjadi ketika gaya traksi pada lengan melebihi penyokong fibrosa di sekitar akar saraf. 2kar anterior dapat terputus dengan atau tanpa akar posterior. %antung epidural dapat robek tanpa avulsi komplit pada akar. 2kar saraf C( dan C+ memiliki perlekatan fascia yang kuat pada spina dan lebih jarang terputus dibandingkan akar saraf C!'1. 4ekanisme avulsi sentral merupakan akibat dari medulla spinalis yang bergerak secara longitudinal atau transversal setelah terjadi trauma servikal. 3engkoknya medulla spinalis di dalam kanal medulla dapat menyebabkan terputusnya akar!akar saraf. 2kar!akar tersebut tetap terfiksasi di dalam foramen dan epidural sleeve tidak ruptur.
0ambar .. 2vulsi Perifer
8
0ambar .(. 2vulsi entral
II.7.2. Pola Cedera %ombinasi apa pun dari avulsi, ruptur, atau regangan dapat terjadi pada cedera pleksus brakialis/ namun, pola tertentu lebih menonjol. Lesi pleksus brakialis paling sering merusak regio supraclavicular dibandingkan retroclavicular atau infraclavicular. 2kar dan trunkus lebih sering mengalami cedera dibandingkan divisi , korda, dan cabang terminal. Pada regio supraclavicular, cedera traksi terjadi ketika kepala dan leher secara paksa menjauh dari bahu ipsilateral, yang mengakibatkan cedera C(!C+ atau trunkus superior *0ambar .+.$. 'raksi pada pleksus brakialis juga dapat terjadi pada gerakan paksa pada lengan yaitu pada posisi lengan abduksi di atas kepala dengan tarikan yang cukup kuat, traksi akan terjadi di bagian inferior pleksus brakialis *C-!'1 atau trunkus inferior *gambar ..$
0ambar .+. 4ekanisme Cedera )egio upraclavicular
0ambar .. 4ekanisme Cedera )egio 5nfraclavicular Lesi distal infraclavicular biasanya disebabkan oleh cedera paksa pada gelang bahu. Lesi ini berhubungan dengan ruptur arteri aksilaris. ecara biomekanik, korda dapat ruptur 9
bila kedua ujungnya terfiksasi kuat. Dua mekanisme utama terjadinya ruptur adalah dislokasi anterior medial sendi glenohumeral dan traksi lengan atas dengan posisi abduksi. araf yang cedera terletak di antara dua titik di mana saraf tersebut terfiksasi di kedua ujungnya, tertahan oleh struktur sekitar, atau di area di mana terjadi perubahan arah. "ervus suprascapualris, aksilaris, dan musculocutaneous rentan teradap ruptur karena mereka tethered di dalam area glenohumeral pada scapular notch dan coracobrachialis. )uptur nervus ulnaris pada level humerus atau siku dan ruptur nervus medianus pada siku juga mungkin terjadi.
II.7.3. Mekanisme ainn!a 4eskipun lebih jarang terjadi dibandingkan trauma tertutup, trauma terbuka juga dapat terjadi. 3ila mekanisme cedera diawali dengan luka tajam *misalnya, oleh pisau$, perbaikan langsung mungkin dapat terjadi. 4isalnya, pada cedera iatrogenik oleh tindakan bedah seperti mastektomi, reseksi iga pertama, dan bypass carotid subclavian. @ksplorasi darurat untuk trauma terbuka hanya untuk cedera vaskular atau laserasi tajam. Cedera trunkus inferior lebih sering berhubungan dengan cedera vaskular. 'rauma terbuka berupa luka tembak lebih baik diberikan terapi konservatif karena saraf jarang terpotong pada kasus cedera seperti ini. II.+.
Dia"nosis
II.8.1. Anamnesis dan Pemeriksaan "isik Pasien dengan cedera pleksus brakialis sering berhubungan dengan trauma yang signifikan. 'rauma tambahan ini sering menyebabkan keterlambatan diagnosis adanya saraf yang cedera hingga pasien berhasil distabilikan atau diresusitasi. %ecurigaan cedera pleksus brakialis harus ditanamkan saat memeriksa pasien yang memiliki riwayat cedera gelang bahu, cedera tulang iga pertama, atau cedera arteri aksilaris. 2namnesis dan pemeriksan fisik penting dalam menilai dan memberikan terapi untuk cedera pleksus brakialis. Luasnya cedera dan pemulihan spontan apa pun harus benar!benar dinilai. 5nformasi penting mencakup mekanisme dan waktu cedera, cedera lain yang terjadi bersamaan dan yang berhubungan, dan ketika mempertimbangkan nerve transfer , ketersediaan cabang saraf motorik sebagai saraf donor. 1, Pemeriksaan fisik meliputi penilaian lingkup gerak sendi aktif dan pasif setiap sendi dan fungsi otot!otot pleksus brakialis yang spesifik. Pada cedera yang kronis, lingkup gerak sendi mungkin terbatasi dengan kontraktur sendi. 8ungsi motorik dinilai menggunakan "ritish +edical esearch ouncil grading system sebagai berikut; 4o; tidak ada kontraksi 1#
41; kontraksi otot terlihat atau teraba tetapi tidak ada pergerakan sendi 4; gerakan otot aktif dengan menghilangkan gaya gravitasi 4&; gerakan otot aktif melawan gaya gravitasi 4; gerakan otot aktif melawan tahan 4(; gerakan otot normal Pemeriksaan dimulai dari bagian proksimalyaitu kekuatan abduksi bahu *nervus aksilaris$ dan rotasi eksternal dan internal. %emudian fleksi dan ekstensi siku *nervus musculocutaneous dan radialis $dengan palpasi langsung pada otot biceps dan brachioradialis, dilanjutkan dengan pronasi dan supinasi lengan bawah, ekstensi dan fleksi pergelangan tangan, serta deviasi radialis dan ulnaris. 8ungsi tangan yang dinilai yaitu fungsi intrinsik dan ekstrinsik *nervus medianus, radialis, dan ulnaris$. 1 Cedera pada korda posterior dapat mengganggu fungsi otot deltoid dan otot >otot yang dipersarafi nervus radialis. 4aka, pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan, ekstensi siku, dan abduksi bahu dapat membantu menentukan fungsi korda posterior. #tot lattisimus dorsi dipersarafi oleh nervus thorakodorsalis, yang juga merupakan cabang dari korda posterior. 2rea ini dapat dipalpasi pada lipatan aksila bagian posterior dan dapat dirasakan kontraksinya ketika pasien diminta untuk batuk atau dengan cara pasien menekan tangannya terhadap pinggulnya. #tot pectoralis major yang dipersarafi oleh otot pectoralis medialis dan lateralis, masing!masing satu cabang, korda lateralis dan medialis. "ervus pectoral lateralis mempersarafi caput klavikula dan nervus pectoral medialis mempersarafi caput sternal dari otot pectoralis major. eluruh otot pectoralis major dapat dipalpasi dari superior ke inferior ketika lengan pasien adduksi melawan tahanan. 3agian proksimal dari level korda yaitu nervus suprascapularis adalah cabang terminal pada level trunkus. 2rea ini dapat diperiksa dengan memeriksa rorasi eksternal dan elevasi bahu. ering pada situasi kronis, aspek posterior bahu akan menunjukkan atrofi yang signifikan di area otot infraspinatus. 2trofi pada otot supraspinatus lebih sulit terdeteksi secara klinis, karena otot trapeAius menutupi sebagian besar otot.
Panjang saraf lebih dari 6 cm dan rentan terhadap cedera seiring dengan posisinya yang ke arah inferior menuju dinding dada. Cedera pada saraf ini ditambah dengan disfungsi serratus anterior mengakibatkan inging scapula ketika pasien mengangkat lengan ke depan. "ervus scapular dorsalis berasal dari C!C( dan mempersarafi otot rhomboid, sering terjadi pada level foramina. Pemeriksaaan yang seksama akan menunjukkan atrofi otot rhomboid dan parascapular bila saraf tersebut cedera. Pasien diobservasi dari sisi posterior untuk mengevaluasi otot serratus anterior dan rhomboid. elain itu, pasien juga harus diperiksa apakah ada tanda -orner’s syndrome. 0anglion simpatis '1 terletak dekat dengan akar '1 dan memberikan arus simpatis ke kepala dan leher. 2vulsi akar '1 mengakibatkan terputusnya arus yang melewati ganglion simpatis '1 dan memunculkan tanda -orner’s syndrome *miosis, enopthalmos, ptosis, dan anhydrosis$. Pemeriksaan motorik juga harus mempertimbangkan nervus kranialis di sekitarnya. 4isalnya, saraf spinal accessorius yang mempersarafi otot trapeAius terkadang juga mengalami cedera ketika terdapat trauma pada leher atau bahu yang juga mencederai pleksus brakialis. 5ntegritas saraf ini penting karena saat ini saraf tersebut banyak digunakan untuk nerve transfer. Paralisis atau parsial paralisis otot trapeAius mengakibatkan rotasi scapula dan ketidakmamupan abduksi bahu melebihi 96 derajat. Pemeriksaan sensasi dengan sentuhan ringan, diskriminasi dua titik, dan ten test akan membantu menentukan level cedera. &en test dilakukan untuk membandingkan sensasi pada area normal dan abnormal dengan cara pasien diminta untuk memberikan skor 6 bila tidak merasakan adanya sensasi apa pun dan 16 untuk sensasi normal dibandingkan dengan area normal. 3ila dilakukan prosedur nerve transfer , area yang dipersarafi oleh saraf donor juga harus dinilai fungsinya. 1 Pemeriksa juga harus memastikan tidak adanya cedera medulla spinalis dengan memeriksa kekuatan tungkai bawah, level sensori, refleks yang meningkat, atau refleks patologis. Disosiasi sensori dan berkeringat pada lengan yang mengalami anesthesia dan kelemahan juga merupakan tanda terputusnya akar saraf. Pada kasus ini, proses pemulihan tidak akan terjadi dan harus dilakukan tindakan operasi. #tot supraspinatus yang fungsional menandakan C( tidak terputus. Pemeriksaan vaskular mencakup palpasi pulsasi bagian distal, thrills, atau auskultasi untuk mencari bruit. 0angguan vaskularisasi biasanya disebabkan oleh cedera arteri aksilaris pada cedera pleksus brakialis. 3ila perlu, dilakukan pemeriksaan angiogram ekstremitas atas. Cedera vaskular bukanlah sesuatu hal yang jarang terjadi pada lesi infraclavicular atau pada cedera yang lebih serius seperti disosiasi scapulothoracic dan harus dievaluasi dan dilakukan 12
tindakan bedah vaskular sebelum atau bersamaan dengan tindakan pembedahan pleksus brakialis. ,9 'es provokasi terdiri dari &inel’s sign dan tes histamine intradermal. &inel’s sign adalah adanya rasa nyeri saat dilakukan perkusi pada saraf yang cedera. ecara akut, nyeri pada saraf menunjukkan adanya ruptur. 2vulsi mungkin terjadi bila tidak ada rasa nyeri saat perkusi pleksus brakialis. &inel’s sign yang berlebihan menandakan pemulihan lesi saraf. 4isalnya, &inel’s sign supraclavicular menandakan masih adanya hubungan antara sistem saraf pusat dan saraf yang cedera, maka pemulihan pada saraf yang cedera dapat terjadi.'es histamine intradermal untuk membedakan lesi pre!ganglion dan post!ganglion, tetapi saat ini jarang dilakukan. 5njeksi histamine intradermal menyebabkan terjadinya tiga macam respons yaitu warna kulit yang kemerahan karena dilatasi kapiler, heal karena ekstravasasi cairan dari permeabilitas yang meningkat, dan flare karena dilatasi arteriolar dan refleks akson saraf sensoris. 3ila muncul respons tersebut pada area kulit yang baal, maka lesi terletak proksimal dari dorsal root ganglion,yang artinya terjadi cedera avulsi akar saraf. ebaliknya, bila terjadi lesi post!ganglionic maka tes akan negatif di mana sambungan antara kulit dan dorsal root ganglion telah terganggu.1,
II.8.2. Pemeriksaan $adiolo%i etelah cedera traumatik pada leher atau gelang bahu, evaluasi radiologi dapat memberikan petunjuk adanya cedera neurologis. Pemeriksaan radiologi standar mencakup servikal *memastikan tidak adanya fraktur tulang servikal$, bahu *anteroposterior, a!illary vies/ memastikan tidak adanya dislokasi bahu$, dan thoraks *memastikan tidak adanya fraktur pada tulang iga pertama atau kedua/memastikan tidak ada bekas fraktur untuk evaluasi kondisi nervus intercostalis apakah masih dapat digunakan sebagai donor nerve transfer memastikan apakah terdapat cedera nervus pherincus yang berhubungan dengan paralisis dan elevasi hemidiafragma$. Arteriography dilakukan bila terdapat kecurigaan cedera vaskular. C' dan myelography digunakan untuk membantu mengetahui di level mana terjadi cedera. 3ila terdapat
avulsi
pada
akar
saraf
servikal,
dural
sheath
membaik
tanpa
timbul
pseudomeningocle. egera setelah cedera, sering terdapat gumpalan darah di area di mana akar saraf terputus dan terlihat pada myelogram. C'Bmyelogram harus dilakukan &! minggu setelah cedera untuk memberikan waktu gumpalan darah untuk menghilang dan munculnya pseudomeniocele. 3ila terdapat pseudomeniocele, maka akar saraf terputus. elain C'Bmyelogram, 4)5 juga dapat digunakan untuk mengevaluasi avulsi akar saraf. 4)5
13
memiliki keunggulan karena tidak invasif dan dapat memvisualisasi pleksus brakialis lebih banyak sedangkan C'Bmyelograph hanya memvisualisasi akar saraf. 4)5 juga dapat menunjukkan adanya neuroma yang besar setelah trauma dan inflamasi atau edema. Pada trauma akut, C'Bmyelography merupakan gold standard pemeriksaan radiologis untuk avulsi akar saraf.
II.8.3. Pemeriksan &lek'rodia%nosis Pemeriksaan elektrodiagnosis merupakan komponen integral dalam proses membuat keputusan pre!operatif dan intra!operatif. Pemeriksaan elektrodiagnosis dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis, lokalisasi lesi, tingkat keparahan akson yang hilang, menentukan apakah lesi komplit atau bukan, mengeliminasi diagnosis banding, dan memperlihatkan pemulihan
subklinis
atau
gangguan subklinis
yang tidak
terdeteksi.
Pemeriksaan
elektrodiagnosis ini merupakan pelengkap dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologis, bukan pengganti mereka. Pada trauma tertutup, baseline electromyography *@40$ dan nerve conduction studies *"Cs$ dilakukan &! minggu setelah cedera karena degenerasi ?allerian terjadi pada saat itu. Pemeriksaan elektrodiagnosis serial dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan berulang!ulang setiap beberapa bulan untuk evaluasi proses re!inervasi atau denervasi yang sedang berlangsung. Pemeriksaan @40 dilakukan pada saat otot istirahat dan saat otot beraktivitas. Perubahan denervasi pada otot!otot yang berbeda dapat terlihat pada 16!1 hari setelah cedera otot bagian proksimal dan &!+ minggu setelah cedera otot bagian distal. 2danya unit motorik yang aktif dengan gerakan volunter dan beberapa fibrilasi saat istirahat menunjukkan prognosis yang baik dibandingkan pada otot yang tidak ada unit motorik yang aktif dan banyak fibrilasi. @40 dapat membantu membedakan lesi preganglionic dan postganglionic melalui pemeriksan menggunakan jarum pada otot proksimal yang dipersarafi oleh cabang motorik pada level akar *servikal, paraspinal, rhomboid, serratus anterior$. "C juga dilakukan bersama dengan @40. Pada lesi pleksus brakialis pasca trauma, amplitudo compound muscle action potentials *C42Ps$ secara keseluruhan lambat. "2Ps * sensory nerve action potentials) penting dalam melokalisasi lesi apakah preganglionic atau postganglionic. "2Ps tetap utuh pada lesi yang terjadi proksimal dari D)8. #leh karena badan sel saraf sensori utuh dan berada dalam D)0, "C akan menunjukkan bahwa "2Ps normal dan konduksi motorik tidak ada, sedangkan pada pemeriksaan klinis pasien merasa baal pada area dermatom yang berkaitan. "2Ps tidak ada pada lesi postganglionic atau pada
14
lesi kombinasi pre! dan postganglionic. %arena adanya overlapping
inervasi sensori,
terutama jari telunjuk, pemeriksa harus berhati!hati dalam melokalisasi saraf yang spesifik pada kasus cedera preganglionic hanya berdasarkan "2P. 'erdapat keterbatasan dalam pemeriksaan elektrodiagnosis. Pemeriksaan @40B"C dapat diandalkan tergantung dari pemeriksa yang melakukan pemeriksaan dan menginterpretasikan hasil.
@40 dapat menunjukkan bukti adanya pemulihan awal pada otot yang dapat digunakan untuk memprediksi adanya pemulihan yang dapat terlihat dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan. "amun, pemulihan yang ditunjukkan oleh @40 tidak selalu sama dengan yang ditemukan secara klinis, baik dalam hal kualitas regenerasi maupun luas area yang mengalami pemulihan.
Mana-emen Tera'i
Diagnosis yang cepat dan akurat merupakan langkah pertama yang penting untuk mendapatkan kemampuan fungsional senormal mungkin dengan tingkat ketergantungan yang seminimal mungkin. emakin dini dilakukan perbaikan pada saraf yang cedera, semakin baik prognosis pemulihan fungsi yang didapatkan.
1
II.9.1. (era)i *onserva'if II.9.1.1. Mana+emen ,!eri ,!eri aku' da)a' dia'asi den%an o-a'o-a'an an'i n!eri neuro)a'ik/ se)er'i %a-a)en'in dan an'ide)resan 'risiklik. Anal%esia da)a' di-erikan 'ramadol/ leva'ira0e'am dan )ilian 'erakir adala o)ia' )ada kasus den%an n!eri !an% san%a' e-a'. n'uk n!eri kronis da)a' di%unakan me'ode non medikamen'osa den%an modali'as sik se)er'i (&,S.8 II.9.1.2. $ea-ili'asi alam )ro%ram rea-ili'asi/ )emaaman )asien akan kondisi mereka dan ker+asaman!a selama men+alani 'era)i san%a' )en'in% dalam men0a)ai ke-erasilan )ro%ram rea-ili'asi. (u+uan u'ama rea-ili'asi adala men0e%a a'ro o'o'/ men0e%a dan men%endalikan deformi'as sekunder/ men%uran%i n!eri/ )emulian desi' soma'osensori/ dan mana+emen )as0a o)erasi. (era)i rea-ili'asi da)a' dimulai se%era se'ela dia%nosis di'e%akkan dan da)a' 'erus dilan+u'kan saa' dilakukan )rosedur )er-aikan saraf dan se'ela )uli dari 'indakan o)erasi. Seki'ar 6 min%%u 15
se'ela o)erasi/ )asien akan diren0anakan dilakukan )ro%ram rea-ili'asi selama 12 min%%u. *ema+uan 'era)i dimoni'or/ -ila )erlu/ di'am-akan sa'u a'au le-i sesi 'era)i. Pada kasus )asien !an% 'ela -er-ulan-ulan men%alami 0edera dan 'ela 'er+adi kon'rak'ur ser'a masala )sikolo%is/ mun%kin )erlu di-erikan )ro%ram rea-ili'asi le-i daulu se-elum o)erasi. Pro%ram rea-ili'asi !an% di-erikan le-i -aik dalam +an%ka )endek 'e'a)i in'ensif a%ar )asien da)a' se%era kem-ali -eker+a. Pro%ram rea-ili'asi !an% in'ensif dimulai se'ela )er-an luka o)erasi di-uka !ai'u 6 min%%u se'ela nerve repair dan )ada se-elum dan se'ela o)erasi muscle a'au tendon transfer .6 Positioning dan
la'ian
lin%ku) %erak
sendi
dilakukan un'uk
men0e%a a'ro o'o'/ kon'rak'ur sendi dan edema/ karena al ini akan men%%an%%u fun%sional )ada masa )emulian. Pasien dia+arkan )ro%ram la'ian dan -a%aimana mem)er'aankan lin%ku) %erak sendi )asif. Sendi !an% )alin% suli' di)er'aakan lin%ku) %erak sendi )enu adala sendi me'a0ar)o)alan%eal dan %lenoumeral. Se'ela 'er+adi )emulian fun%si mo'orik/ %erakan )asif da)a' di%an'i men+adi la'ian %erakan ak'if. Pada 'aa) aal/ la'ian di-an'u %a!a %ravi'asi )ada alas !an% keras a'au dikom-inasikan
den%an
mere%an%kan o'o'.
me'ode
idro'era)i
dan
massa%e
un'uk
a'ian di dalam air an%a' da)a' mem-an'u o'o'
!an% lema )ada 'aa) -eriku'n!a/ air da)a' se-a%ai 'aanan saa' la'ian. Pada 'aa) aal ini/ 'eknik P," proprioceptive neuromuscular facilitation
san%a' -er%una.
*elemaan o'o' -i0e)s -ra0ii
da)a'
di'in%ka'kan den%an kom-inasi %erakan aduksi/ eksi/ dan ro'asi medial. Se'ela 'er+adi reinervasi/ )erlu dilakukan la'ian )en%ua'an o'o'. Se'ela o'o' 0uku) kua' un'uk men%%erakkan sendi melaan %ravi'asi/ la'ian di-erikan 'am-aan 'aanan: )er'ama melaan 'an%an dari )ela'i kemudian 'aanan di%an'i den%an )e%as a'au -e-an. $ea-ili'asi +u%a memiliki )eran )en'in% dalam mem-erikan 'era)i un'uk konsekuensi dari 0edera )ara lainn!a )ada 'un%kai frak'ur ma+or a'au dislokasi !an% 'er+adi )ada se'en%a )asien. Pressure garments da)a' di%unakan un'uk 'un%kai !an% -en%kak dan !)eres'esia.6/8 ;Biofeedback” se-a%ai ala' )erekam kon'raksi o'o' se0ara visual -ermanfaa' saa' fase )emulian 'eru'ama )ada kasus ;co-contraction< 16
o'o' a%onis dan an'a%onis. "un0'ional &le0'ri0al S'imula'ion "&S a'au "un0'ional ,euromus0ular S'imula'ion ",S akan mem-erikan s'imulasi ke)ada o'o' len%an !an% lema. (era)i oku)asi mem-an'u )asien un'uk melakukan ak'ivi'as seariari. (era)i vokasional di-erikan -ila disa-ili'as dan
kelemaan
len%an
mem)en%arui
kemam)uan
)asien
un'uk
melakukan )eker+aann!a. Pro%ram 'era)i oku)asi +u%a un'uk mem-erikan la'ian fun%sional men!esuaikan den%an )eker+aan )asien/ mela'i lin%ku) %erak sendi/ kekua'an o'o'/ dan s'amina/ ser'a menilai ke-u'uan akan ins'rumen kusus a'au ada)'asi. Selain la'ian/ )asien +u%a )erlu dinilai ke-u'uan akan or'osis. ,!eri kronis dan disa-ili'as dalam ak'u !an% lama )ada -e-era)a kasus da)a' men%aki-a'kan de)resi. =ila )erlu/ di-erikan )ro%ram ke )sikolo%. 6/8 Elbow lock splint -ermanfaa' un'uk )asien !an% keilan%an kon'rol ak'if )ada siku lesi C5 dan C6. Gaunlet splint -er%una un'uk )asien !an% keilan%an fun%si len%an -aa dan 'an%an lesi C7/ C8/ dan (1. Flail arm splint di%unakan ke'ika 'erda)a' kerusakan !an% 'idak da)a' di)er-aiki )ada seluru )leksus lesi C5(1. >r'osis !an% )alin% sederana di an'ara ke'i%a +enis or'oses ini adala elbow lock splint . Flail arm splint 'erdiri dari elbow hinge dan wrist platform !an% da)a' di'em)elkan ke -er-a%ai )erala'an se)er'i split hook !an% di-uka dan di'u'u) den%an ka-el dan dio)erasikan men%%unakan -au )ada sisi !an% -erlaanan. Selain i'u/ 'erkadan% di)erlukan )en%%unaan shoulder sling sesuai indikasi.6/8 II.9.2. ,on *onserva'if II.,..1. 'erati$
2danya kecurigaan ruptur atau avulsi pada saraf spinal yang membentuk pleksus brakialis atau (!1 bulan setelah trauma, yaitu pada saat terapi konservatif sudah tidak efektif merupakan indikasi operasi. 5ntervensi bedah juga harus dilakukan pada keadaan darurat ketika ada ruptur arteri subclavian atau aksilaris/ luka terbuka dari benda tajam atau peluru. ?aktu untuk dilakukannya operasi pada lesi traksi tertutup masih menjadi kontroversi. @ksplorasi
sebaiknya
dilakukan
secepat
mungkin
ketika
kondisi
pasien
sudah
17
memungkinkan. Pasien dengan fungsi C- dan '1 yang masih ada tentu lebih baik daripada yang dengan lesi total, maka pilihan re!inervasi untuk trunkus saraf yang rusak adalah graft pada lesi postganglionic atau nerve transfer selektif pada lesi pre!ganglionic upper nerve pleksus brakialis. $erve transfer pada cedera pre!ganglionic yaitu re!inervasi serratus anterior oleh saraf intercostalis/ re!inervasi saraf suprascapular oleh saraf spinal accessorius, dan re! inervasi biceps oleh fasikel saraf ulnaris. 'erdapat penurunan tingkat keberhasilan operasi seiring dengan semakin terlambatnya dilakukan tindakan operasi. Proporsi kegagalan nerve repair sebesar 67 pada pasien yang dilakukan tindakan operasi & minggu setelah cedera. 2ngka kegagalan ini bertambah menjadi 67 bila dilakukan operasi antara & !+ bulan setelah cedera dan lebih dari +67 setelah lebih dari + bulan cedera. + II.1/. Pro"nosis
Prognosis cedera pleksus brakialis traumatik tergantung pada usia pasien, tipe saraf yang cedera, level cedera, waktu dilakukan intervensi bedah, dan penyakit penyerta.
'abel .. 8aktor!8aktor yang 4enentukan Prognosis Cedera Pleksus 3rakialis
18
BAB III
NERVE TRANSFERS PADA CEDERA PLEKSUS BRAKIALIS TRAUMATIK II.1. De$inisi Nerve Transfer $erve transfers *neurotization$ adalah prosedur memperbaiki bagian distal elemen saraf yang
mengalami denervasi dengan menggunakan bagian proksimal saraf lain atau fasikel lain yang masih sehat sebagai donor neuron beserta aksonnya untuk re!inervasi bagian distal saraf yang ingin diperbaiki sehingga dapat mengembalikan fungsi end/organ resipen *kulit untuk sensasi dan otot untuk fungsi motorik$. %onsepnya adalah mengorbankan fungsi otot yang tidak terlalu signifikan sebagai donor untuk mengembalikan fungsi saraf dan otot resipien yang kemudian akan mengalami re!inervasi.
1,1&
#.. Prinsi' Nerve Transfer Prinsip anatomi dan fisiologi yang mendasari nerve transfer secara relatif sudah sangat jelas. %arena tujuan utamanya dalah pemulihan fungsi motorik, pilihan elemen saraf yang dipilih sebagai donor merupakan hal yang penting dengan mempertimbangkan jumlah serabut otot yang dibutuhkan.
donor dan resipien agonis yang dipilih karena re!adaptasi kortikal adalah dasar fisiologis untuk pemulihan fungsional. musculocutaneous$. Prinsip yang terakhir, tidak terlalu berbeda dengan operasi saraf yang lain yaitu semakin lama denervasi saraf, semakin tinggi tingkat kegagalan operasi. 1
#.#. In%ikasi %an 0aktu an" Te'at Dilakukan Nerve Transfer 5ndikasi dilakukan nerve transfer adalah kondisi seperti berikut ini; 1. Cedera pleksus brakialis di mana tidak tersedianya saraf untuk grafting atau saraf yang ada terlalu proksimal. . Cedera proksimal level tinggi yang membutuhkan jarak yang panjang untuk regenerasi. &. 4enghindari terbentuknya luka parut di lokasi yang kritis yang berpotensi mencederai struktur yang penting. . 'rauma tungkai major dengan hilangnya jaringan saraf segmental (. ebagai alternative nerve grafting ketika waktu cedera hingga rekonstruksi sudah terlalu lama +. Cedera saraf parsial dengan hilangnya kemampuan fungsional yang jelas . Cedera avulsi akar medulla spinalis -. Cedera saraf di mana level cedera tidak pasti, misalnya idiopathic neuritides atau trauma radiasi dan cedera saraf dengan level yang multipel. Pemulihan fungsi motorik tergantung kepada jumlah akson motorik yang mencapai target otot dan re!inervasi serabut otot dalam periode waktu yang kritis. ?aktu ideal untuk dilakukannya prosedur nerve transfer belum dapat dipastikan, tetapi tujuan umum dari prosedur ini adalah re!inervasi otot 1!1- bulan setelah cedera karena telah terjadi degenerasi motor end plate. )egenerasi aksonal terjadi dengan kecepatan 1 inchi per bulan atau 1!1.( mmBhari. Penggunaan distal nerve transfer dapat memperpanjang : indo period sejak cedera hingga dilakukan operasi secara signifikan. Distal nerve transfer dengan jarak beberapa sentimeter dari taut neuromuscular hingga ke otot target akan tetap memiliki potensi keberhasilan re!inervasi walaupun dilakukan terlambat *-!16 bulan setelah cedera$.
1,1&
#tot yang dipersarafi oleh saraf yang menjadi donor harus memiliki skor 4 atau 4( untuk dapat dilalukan prosedur transfer karena skor otot turun satu tingkat setelah dilakukan prosedur tersebut. #tot dengan spastisitas tidak terkontrol tidak dapat dilakukan prosedur transfer.9
2#
#.&. Pili2an Prose%ur Pada cedera pleksus brakialis, hierarki dalam mengambalikan fungsi yang pertama diusahakan adalah mengembalikan kemampuan fungsional fleksi siku, diikuti dengan kemampuan fungsional bahu, kemudian kemampuan fungsional tangan. ntuk cedera trunkus superior, kombinasi nerve transfer multipel diperlukan. $erve transfer double fascicular adalah nerve transfer yang paling sering dilakukan untuk mengembalikan kemampuan fungsional fleksi siku. 'ransfer ini melibatkan pemindahan fasikel saraf dari saraf medianus dan ulnaris ke biceps brachii dan brachialis yang merupakan percabangan dari saraf
musculocutaneous.
3anyak
yang
telah
melaporkan
keberhasilannya
dengan
menggunakan teknik ini dan pasien rata!rata telah mencapai skor kekuatan otot minimal & dengan yang paling tinggi skor atau lebih tanpa adanya bukti morbiditas di area donor. ntuk mengembalikan fungsi bahu, dilakukan nerve transfer saraf spinal accessorius ke saraf suprascapularis dan cabang triceps ke saraf aksilaris. araf thorakodorsalis dan intercostalis ditransfer ke saraf thoracic longus untuk mengembalikan stabilitas scapula oleh otot serratus anterior. )estorasi abduksi dan rotasi ekstrenal telah banyak dilaporkan keberhasilannya menggunakan teknik nerve transfer ini. Pada cedera pleksus inferior, cabang barachialis dari saraf musculocutaneous dapat ditransfer ke saraf interosseus anterior untuk mengembalikan fungsi prehension. ebelumnya, cedera pleksus inferior ini diterapi dengan free functional muscle transfer yang dapat memberikan jarak regenerasi saraf yang panjang dari pleksus brakialis hingga muskulatur lengan bawah. "amun, free functional muscle transfers memiliki kekurangan yaitu meningkatnya morbiditas, lama operasi, dan lama perawatan di rumah sakit. $erve transfers saraf brachialis ke anterior interosseus dapat mengatasi kekurangan ini dan dapat mengembalikan fungsi tangan. Cedera saraf ulnaris mengakibatkan hilangnya kekuatan menggenggam, mencubit * pinch), dan deksteritas tangan. Cabang pronator Euadratus dari saraf anterior interosseus dapat ditransfer ke komponen motorik saraf ulnaris di bagian distal untuk re!inervasi otot intrinsik tangan. Cedera saraf radialis mengganggu fungsi ekstensi pergelangan tangan dan jari!jari tangan. ?alaupun tendon transfers dapat memberikan kemampuan fungsional pada pasien dengan palsi saraf radialis, nerve transfer dari saraf medianus ke radialis memungkinkan ekstensi ibu jari dan jari!jari tangan secara mandiri. ntuk mengembalikan fungsi saraf medianus, transfer dari cabang saraf radialis, cabang brachialis , dan cabang saraf ulnaris telah menunjukkan hasil yang baik.
1&
21
#.(. Hasil Ak2ir 4enurut penelitian )eda 24 menggunakan studi kasus per kasus, didapatkan hasil nerve transfer spinal accessorius ke saraf suprascapularis dapat mengembalikan kekuatan otot fungsional sebesar -.9(7, kekuatan otot non! fungsional sebesar 16.(67, dan otot yang tidak berhasil terinervasi hanya sebesar16.(7. "erve transfer saraf intercostalis ke saraf musculocutaneous dapat mengembalikan kekuatan otot fungsional sebesar +.(7, kekuatan otot non fungsional sebesar (7, dan otot yang tidak berhasil terinervasi hanya sebebsar 1.(B7.
8ungsi bahu, siku, dan ekstensi pergelangan tangan mengalami perbaikan secara
signifikan di awal pasca operasi. Perbaikan bahu, siku, dan ekstensi pergelangan tangan memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan waktu operasi yang terlambat dan terdapat korelasi positif yang signifikan dengan periode follo up pasca operasi. 1
BAB I3 TATALAKSANA REHABILITASI PADA CEDERA PLEKSUS BRAKIALIS TRAUMATIK PASCA NERVE TRANSFERS
&.1. Tatalaksana Re2a4ilitasi Pas5a Nerve Transfers Dalam masalah rehabilitasi, terapi pada cedera pleksus brakialis merupakan terapi jangka panjang karena perbaikan berlangsung sangat lama. 2ktivitas otot yang terbatas masih dapat terlihat bahkan berbulan!bulan setelah cedera terjadi dan perbaikan setelah operasi baru dapat terlihat setelah &! tahun. ?aktu pemulihan tergantung kepada banyak faktor seperti kompleksitas cedera, kapan terdiagnosis, dan kapan terapi diberikan. 'erlebih lagi, pasien yang kooperatif sangat diperlukan selama menjalani program rehabilitasi untuk memastikan hasil akhir yang terbaik.
16
22
'atalaksana pasca nerve transfer pada + minggu pertama mencakup imobilisasi lengan menggunakan arm sling0 support , tidak boleh ada gerakan gerakan sendi gleno!humeral, latihan lingkup gerak sendi aktifBpasif disesuaikan dengan jenis operasi *misalnya, pada transfer saraf ulnaris ke biceps, latihan lingkup gerak sendi aktifBpasif tidak boleh dilakukan pada lengan atas atau siku, pertahankan lingkup gerak sendi aktifBpasif pergelangan tangan dan tangan/ pada transfer saraf radialis ke aksilaris, latihan lingkup gerak sendi pasif dengan perlahan pada siku, pertahankan lingkup gerak sendi aktifBpasif pada lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan/ pada transfer saraf spinal accessorius ke suprascapularis, pertahankan lingkup gerak sendi aktifBpsif pada siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan$, manajemen nyeri, edukasi kebersihan kulit dan perawatan luka, serta manajemen edema bila perlu. Pada minggu ke !+ hingga 1, program rehabilitasi dimulai dengan menilai kekuatan otot, lingkup gerak sendi aktifBpasif, sensasi, nyeri, edema, kemampuan fungsional dan aktivitas kehidupan sehari!hari, psikologis, dan edukasi postural. Program rehabilitasi diawali dengan lingkup gerak sendi pasif secara intensif dan program rehabilitasi yang komprehensif. Pada minggu ke!1 hingga (, pertahankan lingkup gerak sendi pasifBaktif, mulai latihan beban setelah skor kekuatan otot minimal &, lanjutkan latihan penguatan secara bertahap, hindari trick movement dan substitusi pola otot. Program rehabilitasi dihentikan setelah didapatkan kekuatan otot yang optimal dan kemampuan fungsional yang maksimal. 1 Prinsip dasar rehabilitasi pada cedera saraf perifer adalah untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi sendi dan otot yang mengalami kerusakan, mencegah atau menghilangkan disuse atrophy, dan mempromosikan regenerasi saraf dan pemulihan fungsional. 1Fun!ming G, dkk meneliti tentang pemberian terapi rehabilitasi yang komprehensif untuk cedera pleksus brakialis sebelum dan sesudah operasi nerve transfer yang terdiri dari *bagan .1.$; 1. . &. .
'eknik fasilitasi listrik untuk saraf dan otot 'erapi mid!frekuensi 'erapi #kupasi untuk fungsional tangan 'erapi 'uina 1-
23
3agan .1. 3agan 'erapi )ehabilitasi %omprehensif 14.1.1. (eknik "asili'asi is'rik n'uk Saraf an >'o'
'eknik ini menggunakan electrical stimulation untuk menstimulasi otot yang paralisis akibat cedera saraf. timulasi dari alat tersebut dapat membangkitkan otot yang mengalami denervasi, mempercepat regenerasi saraf dan membuat fungsi saraf lebih baik dengan mengaktifkan sistem saraf pusat. atu elektroda positif ditempatkan di area antara C(!'1, elektroda negatif ditempatkan di fossa supraclavicular dan elektroda negatif lainnya di tempatkan pada posisi tertentu sesuai dengan tipe operasi *'abel .1.$. 5ntensitas disesuaikan dengan toleransi pasien dengan durasi &6 menit, dua kali sehari. 1-
'abel .1. Posisi 'ertentu Penempatan @lektroda "egatif
1-
4.1.2. (era)i Mid"rekuensi
'erapi
mid!frekuensi
menggunakan
peralatan
elektro!terapeutik
mid!frekuensi
multifungsional yang canggih. 'erapi ini tidak memiliki efek elektrolit pada jaringan manusia. Perubahan listrik mid!frekuensi antara elektroda positif dan negatif tidak memiliki reaksi asam!basa pada elektroda dan mencegah terjadinya stimulasi kimia pada kulit. 2liran listrik mid!frekuensi mengurangi resistensi kulit sehingga aliran listrik dapat lebih kuat dialirkan ke jaringan yang lebih dalam pada manusia. 2lat ini juga dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah lokal, menghaluskan dan meningkatkan aliran darah, meningkatkan absorpsi material inflamasi, dan mengurangi edema jaringan. elain itu, juga dapat menghaluskan jaringan parut dan melepaskan adhesi serabut jaringan ikat, serabut otot, dan serabut saraf dengan cara meningkatkan jarak antara sel dan jaringan. etelah beberapa kali operasi, pasien dengan cedera pleksus brakialis mudah mengalami gejala seperti adhesi jaringan, kontraktur jaringan parut, dan nyeri otot/ oleh karena itu, terapi ini memiliki efek yang baik untuk pemulihan. elain itu, terapi ini juga digunakan untuk menstimulasi kontraksi otot normal dan otot yang mengalami denervasi, meningkatkan nutrisi pada otot dan jaringan, serta mencegah atrofi otot. 'erapi mid!frekuensi jangka panjang dapat mencegah atrofi otot dan meningkatkan kekuatan otot.
'eknik ini menempatkan dua 24
elektroda pada posisi tertentu pada otot tergantung dari tipe operasinya *tabel .1.$ 5ntensitas yang digunakan tergantung dari toleransi pasien dan waktu terapeutik selama 6 menit, dua kali sehari. 14.1.3. (era)i >ku)asi
'erapi okupasi untuk fungsional tangan fokus kepada berbagai otot dan sendi tungkai atas *bahu, siku, pergelangan tangan, telapak tangan, dan jari!jari tangan$ untuk melakukan gerakan pasif, kemudian gerakan positif, dan kemudian gerakan dengan tahanan secara bertahap hingga terjadi pemulihan fungsi. 3erdasarkan tipe operasi yang dijalani pasien dan derajat atrofi otot, terapi okupasi dan metode latihan fungsional yang tepat disesuasikan dengan masing!masing individu. 4etode latihan berbeda!beda sesuai dengan tipe nerve transfer *tabel ..$. Prinsipnya adalah pasien diajarkan untuk melakukan gerakan yang dikontrol oleh saraf donor, imajinasikan secara simultan, dan akhiri dengan gerakan pasif sesuai dengan yang dikontrol saraf resipien. Pasien juga diajarkan untuk melakukan beberapa latihan fungsional. Durasi latihan ( menit, dua kali sehari.
1-
'abel .. 4etode Latihan esuai Dengan 'ipe #perasi1'eknik terapi ini disebut juga re!edukasi sensori danBatau motorik. 8okus rehabilitasi jangka panjang adalah re!edukasi motorik danBatau sensori. eperti pada tendon transfer , pasien harus belajar dan mampu mengkoordinasikan jalur baru untuk aktivasi otot yang menjadi target. etelah dilakukan nerve transfer , perintah kortikal diperlukan untuk mengawali kontraksi otot yang menjadi target yang berbeda dengan fungsi sebelumnya. Pasien :belajar kembali kontrol motorik pada otot target yang telah dilakukan re!inervasi dengan mengaktifkan saraf ke otot yang menjadi donor, yang sekarang menstimulasi otot yang telah dilakukan re!inervasi. %onsep ini mirip dengan re!edukasi pasca tendon transfers. "amun, kemampuan mengembalikan sensasi hanya dapat membaik, tetapi tidak menjamin fungsi yang optimal. )e!edukasi sensori dimulai ketika pasien mulai merasakan input stimulus dari area yang dilakukan re!inervasi. ortical remapping terjadi dari input sensori yang terus! menerus dari area yang baru ter!inervasi.
1
4.1.4. (era)i (uina massage)
25
Prinsip terapi ini adalah memberikan manipulasi fisik diaplikasikan ke tubuh manusia dan memberikan reaksi fisiologis, refleksi saraf, dan regulasi cairan tubuh. 'erapi ini dapat meningkatkan dan memperbaiki sirkulasi darah serta memperbaiki jaringan yang rusak. %etika manipulasi fisik diaplikasikan pada derajat tertentu, tekanan dan gerakan rolling yang terus!menerus akan meningkatkan aliran darah dan limfatik serta mengurangi edema dan kontraksi. elain itu, juga dapat meningkatkan eksitasi jaringan perifer dan meningkatkan konduktivitas melalui susceptors perifer dan saraf afferent. 'erlebih lagi, manipulasi yang terus!menerus pada tubuh manusia akan menyalurkan energi panas yang dapat memberikan nutrisi pada otot dan meningkatkan elastisitas kulit, yang kemudian memperlambat proses atrofi otot karena denervasi. 4anipulasi melalui teknik pressing, rolling, kneading, pinching, dan vibrating pada tungkai atas untuk mengembalikan dan menjaga gerakan pasif pada sendi! sendi yang kaku. Durasi terapeutik selama 6 menit, dua kali seminggu.
1-
&.. E$ekti6itas Tatalaksana Re2a4ilitasi tudi oleh )eda 24,menunjukkan bahwa follo up
yang intensif pasca operasi
ditambhahdengan program rehabilitasi yang intensif memberikan hasil korelasi yang positif secara signifikan antara periode follo up dan perbaikan fungsi otot. Pentingnya program rehabilitsi yang intensif dan dalam waktu yang cukup lama terhadap hasil akhir cedera pleksus brakialis telah banyak diketahui di berbagai institusi kesehatan.
1
tudi Fun!ming G, dkk menyatakan bahwa rehabilitasi yang komprehensif lebih efektif untuk terapi disfungsi pada cedera pleksus brakilais dibandingkan program rehabilitasi yang non! standar.
1-
3eers 2D, dkk melalui studi systematic revie menyatakan bahwa terdapat hasil yang postif dari program rehabilitasi pasca nerve transfer pada cedera pleksus brakialis C(!C. %ekuatan otot dapat kembali dengan skor B( dan (B( menggunakan program donor activation focused rehabilitation approach *D28)2$. D28)2 merupakan intervensi latihan pasca operasi yang fokus terhadap aktivasi saraf motorik pendonor.19
BAB 3 KESIMPULAN Cedera pleksus brakialis traumatik usia dewasa merupakan cedera yang dapat mengakibatkan disabilitas fisik, stress psikologis, dan
masalah sosioekonomi yang pada akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. 5nsidensi sebenarnya dari cedera pleksus brakhialis traumatik tidak diketahui tetapi diyakini insidensinya meningkat di seluruh dunia. 26
etelah dilakukan percobaan berbagai teknik terapi cedera pleksus brakialis selama beberapa dekade, teknik!teknik yang inovatif telah memberikan harapan baru bagi pasien terutama di bidang pembedahan melalui berbagai jenis pilihan operasi perbaikan saraf sesuai indikasi dan kebutuhan pasien. "amun, banyak pasien yang tidak mendapatkan program rehabilitasi yang komprehensif setelah operasi, sehingga sering didapatkan pemulihan fungsional yang kurang maksimal. Prinsip dasar rehabilitasi pada cedera saraf perifer adalah untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi sendi dan otot yang mengalami kerusakan, mencegah atau menghilangkan disuse atrophy, dan mempromosikan regenerasi saraf dan pemulihan fungsional. Program rehabilitasi komprehensif terdiri dari teknik fasilitasi listrik untuk saraf dan otot untuk meningkatkan regenerasi saraf, terapi mid!frekuensi untuk mencegah atrofi otot, terapi okupasi untuk fungsional tangan, dan terapi 'uina * massage)untuk mengurangi kekakuan pada sendi serta mengembalikan lingkup gerak sendi. 3ebeberapa penelitian telah menunjukkan program rehabilitasi yang komprehensif dan intervensi latihan pasca operasi yang fokus terhadap aktivasi saraf motorik pendonor lebih efektif untuk terapi disfungsi pada cedera pleksus brakialis dibandingkan program rehabilitasi yang non!standar.
D28'2) P'2%2 1. ehabilitation of the -and and 1pper E!tremity. *4osby, 611$. . 4oran, . L., teinmann, . P. H hin, 2. I. 2dult brachial ple=us injuries; mechanism, patterns of injury, and physical diagnosis. -and lin. 17 1&> *66($. 27
&. )ohde, ). . H ?olfe, . ?. "erve 'ransfers for 2dult 'raumatic 3rachial Ple=us Palsy *3rachial Ple=us "erve 'ransfer$. -22 3. #7 >- *66$. . 3raddom, ). L. #hysical +edicine and ehabilitation. *@lsevier 11 *66$. 16. mania, ". et al. )ehabilitation of brachial ple=us injuries in adults and children. Eur. 3. #hys. ehabil. +ed. &+7 -&>(6+ *61$. 11. e8isa’s #hysical +edicine and ehabilitation9 #rinciples and #ractice, &o 4olume 2et . *L??, 616$. 1. 4idha, ). "erve transfers for severe brachial ple=us injuries; a review. $eurosurg. 6ocus 1)7 @( *66$.
1&. 4oore, 2. 4. "erve 'ransfers to )estore upper @=tremity 8unction; 2 Paradigm hift. 6ront. $eurol. (7 *61$. 1. 4ohammad!)eda, 2. @arly post!operative results after repair of traumatic brachial ple=us palsy. &urk. $eurosurg. #7 1>9 *61&$. 1(. 3entolila, J., "iAard, )., 3iAot, P. H edel, L. Complete traumatic brachial ple=us pals y. 'reatment and outcome after repair. 3. "one 3oint 2urg. Am. +17 6>- *1999$.
28
1+. 3ertelli, F. 2. H 0hiAoni, 4. 8. )econstruction of complete palsies of the adult brachial ple=us by root grafting using long grafts and nerve transfers to target nerves. 3. -and 2urg. #(7 1+6>1++ *616$. 1. )oyal "ational #rthopaedic (6 *61$. 19. 3eers, 2., 5vens, )., %ahn, L. H 4ackinnon, . 8unctional #utcomes 8ollowing "erve 'ransfer urgery for a C(! C 3rachial Ple=us Palsy are 5mproved with D28)2 )ehabilitation 'echniEue.
29