PLASMODIUM Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini
dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies menjangkiti manusia. Spesies lain menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia dan hewan pengerat. TAKSONOMI K erajaan erajaan
: Protista
Filum
: Apicomplexa
K elas elas
: Aconoidasida
Ordo
: Haemosporida
Famili
: Plasmodidae
Genus
: Plasmodium : Plasmodium
SPESIES 1.
Plasmodium vivax
2. Plasmodium malariae 3. Plasmodium ovale 4. Plasmodium falciparum
2
SIKLUS HIDUP PARASIT
Daur Hidup Parasit Malaria Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)
Fase jaringan.
Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui mulut penusuk yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah dan setelah ½ jam sampai 1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan berkembangbiak. Proses ini disebut 3
SIKLUS HIDUP PARASIT
Daur Hidup Parasit Malaria Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)
Fase jaringan.
Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui mulut penusuk yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah dan setelah ½ jam sampai 1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan berkembangbiak. Proses ini disebut 3
skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu, wakt u, tergantung dari spesies parasit malaria. Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk di peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di aliran darah hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P . vivax dan P . ovale sebagian sporozoit menjadi hipnozozit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder Proses ini dianggap sebagai .
penyebab timbulnya relaps jangka panjang long ( term relapse) relapse) atau rekurens (recurrence). recurrence). P P . falciparum dan P dan P . malariae tidak mempunyai fase eritrositik; relapsnya disebabkan oleh poliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudensi ( short term relapse). relapse). Rekrudensi yang panjang kadang-kadang dijumpai pada P . malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. K enyataan enyataan
berikut ini menunjang bahwa rekurens (long (long term relapse) relapse) tidak ada pada
infeksi P infeksi P . malariae: malariae: 1) infeksi P .malariae dapat disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja; 2) tidak pernah ditemukan skizon eksoeritrosit dalam hati manusia atau simpanse setelah siklus praeritrositik; dan 3) parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat d apat dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi. transfusi. TABEL SKIZOGONI JARINGAN PADA MALARIA Spesies
P . vivax
Fase praeritrosit 6-8
hari
Besar skizon
Jumlah merozoit
45 mikron
10.000
P . falciparum
5 ½ - 7 hari
60
mikron
40.000
P .malariae
12- 16 hari
45 mikron
2.000
P . ovale
9 hari
70 mikron
15.000
4
Fase aseksual dalam darah
Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria. Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit tergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin (suatu antigen glikoprotein) dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan
bergabung
dengan
membran
plasma
eritrosit,
lalu
melakukan
invaginasi
(penyerangan ke dalam suatu sel), membentuk vakuol dengan parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil; beberapa diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit. Parasit mencerna hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang makin jelas pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil.
K emudian
dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk
membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri dari inti dan sitoplasma yang disebut merozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). K emudian merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara yang sama. Pada daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara berulang-ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitemia (parasit yang dapat dideteksi di dalam darah) yang meningkat dengan cepat
sampai proses dihambat oleh respon imun hospes. Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit, yaitu menjadi lebih besar, pucat dan bertitik-titik pada P . vivax. Perubahan ini khas untuk spesies parasit. Periodisitas skizogoni berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Daur 5
skizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam pada P . vivax dan P . ovale, kurang dari 48 jam pada P . falciparum dan 72 jam pada P . malariae. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas. K emudian
periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi gambaran
tersian atau kuartan.
Fase seksual dalam darah.
Setelah 2 atau 3 generasi (3 ± 15 hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies: pada P . falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang; pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies Plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan (mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus.
K edua
macam gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen.
Parasit dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)
a. Eksflagelasi. Bila
nyamuk
Anopheles
betina
mengisap
darah
hospes
manusia
yang
mengandung parasit malaria, parasitaseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 2025 mikron, menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut mikrogamet; makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) dan menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk
6
tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot. b. Sporogoni. Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing ini berukuran 8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung sel epitel ke permukaan lambung Anopheles berkisar antara beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan-bulatan semitransparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap spesies Plasmodium. Bila ookista makin membesar sehingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti yang sudah membelah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk-bentuk memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar bentuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. K emudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini menghisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah hospes perantara. Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit infektif, berlangsung selama 8 sampai 2,5 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies parasit.
Tabel Beberapa Sifat Perbandingan dan Diagnosis pada Empat
Spesies Plasmodium pada Manusia
P . falciparum P . vivax
P . ovale
P . malariae
Daur praeritrosit
5 1/2 hari
8 hari
9 hari
10-15 hari
Hipnozoit
-
+
+
-
Jumlah merozoit hati
40.000
10.000
15.000
15.000
Skizon hati
60
45 mikron
70 mikron
55 mikron
mikron
7
Daur eritrosit
48 jam
48 jam
50 jam
Muda &
Retikulosit &
Retikulosit &
normosit
Normosit
Normosit muda
Titik-titik eritrosit
Maurer
Schuffner
Pigmen
Hitam
Eritrosit yang dihinggapi
Jumlah merozoit eritrosit 8024 Daur dalam nyamuk pada 27 °C Pembesaran eritrosit
K uning
tengguli
Schuffner (James) Tengguli
72 jam Normosit
Ziemann Tengguli hitam
12-18
8-10
8
10 hari
8-9 hari
12-14 hari
20-28 hari
-
++
+
-
8
1. Plasmodium vi vax
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax yang juga disebut malaria tersiana. Distribusi Geografik
P .vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti
K orea
Selatan, Cina, Mediterania Timur,
Turki, beberapa Negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Didaerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah Mekong) dan Selatan (Srilanka dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua Nuigini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di Afrika terutama Afrika Barat dan Utara, spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia P .vivax diseluruh kepulauan dan pada musim kering umumnya di daerah endemi mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain.
9
Morfologi dan Daur Hidup
Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke peredaran darah perifer manusia, setelah kurang lebih ½ jam sporozoit masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk
10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau daur
eksoeritrosit primer yang berkembang secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni hati. Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah). Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya
1/3 eritrosit.
Sitoplasmanya berwarna biru, inti merah, mempunyai vakuola yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi
parasit P .vivax
ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya,
berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama disebut titik Schuffner. K emudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Pigmen parasit menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-16 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada P .vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform. Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit (gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffner disekitarnya. Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat dan berwarna merah. Mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletak ditengah. Butir-butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas dan tersebar pada sitoplasma. Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari pada suhu 200C dan 8-9 hari pada suhu 270C. Dibawah ini 150 perkembangbiakan secara seksual tidak mungkin berlangsung.
10
Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen berwarna kuning tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas. Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain P .vivax dapat sampai
6-9
bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan sindrom
prodromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise umum. Pada relaps sindrom prodomal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.
K urva
demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa
kelompok parasit yang masing-masing mempunyai sporulasi tersendiri, hingga demam tidak teratur.
K emudian
kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan
demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan 0
0
berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,6 (105 ) atau lebih. Mual dan muntah ,pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun menjadi lebih jelas . Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah pemberian obat antimalaria. Malaria vivax yang berat pernah dilaporkan di Uni Afganistan dan Irak.
K omplikasi
Soviet, India, Pakistan, Turki,
dapat berupa gangguan pernafasan sampai acute respiratory
distress syndrome, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, rupture limpa, kejang yang disertai gangguan kesadaran. Pada penderita ini, P .vivax sebagai penyebab dibuktikan dengan teknik PCR. P . falciparum tidak ditemukan baik dengan pemeriksaan konvensional, rapid test ataupun PCR. Walaupun jarang terjadi, komplikasi umumnya ditemukan pada orang nonimun, sehingga pada kelompok tertentu malaria vivax dapat membahayakan jiwa penderitanya, selain kelemahan yang disebabkan oleh relapsnya. Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun limpa menjadi sangat besar, keras dan kenyal. kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan rupture limpa, tetapi hal ini jarang terjadi. Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P . vivax sedikit dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah banyak. Suatu serangan 11
tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beberapa minggu dengan serangan demam yang berulang. Demam lama kelamaan berkurang dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena sistem imun penderita. Selanjutnya, setelah periode tertentu (beberapa minggu-beberapa bulan), dapat terjadi relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps, P .vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek (setelah 35 hari) dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Hal ini dapat ditemukan pada infeksi P vivax di Indonesia yang tidak diobati secara radikal. Sebaliknya pada temperate strain yang ditemukan di
K orea
Selatan, Madagaskar, Eropa dan Rusia, relaps terjadi 6-10 bulan
setelah permulaan infeksi.
Diagnosis
Diagnosis malaria vivax ditetapkan dengan menemukan parasit P .vivax pada sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan rapid test dapat terlihat garis positif baik sebagai pan-LDH dan atau Pv-LDH. Rapid test sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk menghindari false negative.
Prognosis .
Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivax tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya.
12
2 .
Plasmodium malariae
Nama Penyakit
P .malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Distribusi Geografik
Penyakit malaria kuartana dapat ditemukan di daerah tropik, tetapi frekuensinya cenderung rendah. Di Afrika terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia dilaporkan di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan Sumatra Selatan. Morfologi dan Daur Hidup
Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi sporozoit P .malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles membuktikan stadium praeritrosit P . malariae. Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes reservoar yang potensial. Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel darah merah 13
tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas 72 jam. Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan P .vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah yang dihinggapi P .malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang lebih tua bila membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas pada P .malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar,kasar dan berwarna gelap. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung raat-rata
6
buah merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan
merozoit biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut juga rosette. Derajat parasitemia pada malaria kurtan lebih rendah daripada malaria yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung parasitnya ( parasite count) jarang melampaui 10.000 parasit per µl darah. Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan stadium parasit di dalam darah. Gametosit P .malariae dibentuk di darah perifer. Mikrogameosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil dan padat, mikrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari. Pigmen di dalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar di tep i. Patologi dan Gejala Klinis
Masa inkubasi pada infeksi P malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 3040 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivax. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P .malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas di bandingkan malaria vivax dan penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan nenjadi masalah pada donor darah untuk tranfusi. P .malariae merupakan salah satu P . plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P . falciparum.
K elainan
ginjal yang disebabkan oleh P . malariae biasanya bersifat
menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosisnya buruk. Nefrosis pada malaria 14
kuartana sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi P . malariae. Gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berumur
5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Mikrohematuria hanya
kadang-kadang ditemukan pada kelompok anak dengan usia yang lebih tua. Sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi berat dengan hipertensi sebagai gejala akhir. K adar kolesterol tidak meningkat karena penderita biasanya kurang gizi. Penyakit ini bersifat progresif, walaupun infeksi malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5 tahun akan berakhir menjadi gagal ginjal kronik. Pemberian steroid tidak dianjurkan pada penderita sindroma nefrotik yang disebabkan P . malariae. Pada uji imunofluoresensi dapat ditemukan IgG (terutama IgC3), IgM,C3 dan antigen malaria pada 25%-35% penderita di endotel kapiler glomerulus. Pemeriksaan biopsy terlihat lesi mula-mula bersifat fokal yang dapat berakhir dengan sklerosis glomerulus yang fokal atau segmental. Pada sebagian besar kasus, kelainan ini dalam waktu singkat menjadi difus dan progresif sehingga menyebabkan sklerosis yang menyeluruh pada glomerulus ginjal. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malaria malariae oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak, stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi oleh sistem pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi
yaitu parasit dapat
menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, di samping itu bertahannya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens. Diagnosis
Diagnosis P .malariae dapat dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang dipulas dengan Giemsa. Hitung parasit pada P . malariae rendah, hingga memerlukan ketelitian untuk menemukan parasit ini. Seringkali parasit P .malariae ditemukan dalam sediaan darah tipis secara tidak sengaja,pada penderita tanpa gejala. Pemeriksaan dengan rapid test tidak selalu memperlihatkan hubungan antara pemeriksaan mikroskopik dengan enzim pan-LDH, mungkin disebabkan rendahnya P .malariae dalam darah.
15
Prognosis
Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi. Epidemiologi
Frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.
3 .
Plasmodium ovale
Nama Penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale. Distribusi Geografik
P . ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah Selatan Biak di Irian Jaya dan d i Pulau Timor. 16
Morfologi dan Daur Hidup
Morfologi P . ovale mempunyai persamaan dengan P .malariae tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip P . vivax . Trofozoit muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik Schuffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P . malariae . Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak. Stadium Praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya 70 mikron dan mengandung 15. 000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada P . ovale hampir sama dengan P . vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah. Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat mempunyai inti kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosi) mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada P .malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27 °C Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis malaria ovale mirip malaria vivax. Serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapnya jarang. Parasit sering tetap berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P .ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P . ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah t ropik Afrika yang endemic malaria. Diagnosis
Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menemukan parasit P .ovale dalam sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Prognosis
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
17
Epidemiologi
Malaria ovale di Indonesia tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Di Pulau Owi, Irian Jaya, Flores dan Timor, parasit ini secara kebetulan ditemukan pada waktu di daerah tersebut dilakukan survei malaria.
4 .
Plasmodium f alciparum
Nama penyakit
P . falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria tropika. Distribusi geografik
P . falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Morfologi dan daur hidup
P . falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase 18
praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi P .vivax dan P .ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran + 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P . falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multiple). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies Plasmodium lain tetapi sifat ini lebih sering ditemukan pada P . falciparum. Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P . falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka P .malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan dasar aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P . falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Stadium skizon muda P . falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di kapiler alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang, di tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Skizon matang P . falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit matang yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/µL darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata di kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler. Eritrosit yang mengandung trofosoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pert iga bagian eritrosit. 19
Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagi gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak di daerah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P . falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000-150.000 /QL darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada P . falciparum selesai dalam kurun waktu 48 jam dan periodisitasnya khas tersiana, sering kali terdapat dua atau lebih kelompok parasit, dengan sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur, terutama pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P . falciparum dalam nyamuk umumya sama seperti 0
Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20 C; 15 sampai 17 hari pada suhu 0
0
0
25 C dan 10 sampai 11 hari pada suhu 25 -28 C. Pigmen pada ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari kedelapan pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat. Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas intrinsik malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemic malaria. Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion). Demam 20
tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas.
K eringat
keluar banyak walaupun
demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. K adang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat. Penderita malaria falciparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dalam keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P . falciparum stadium aseksual (trofozoit dan/atau skizon)dan penyebab yang lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini: Malaria otak dengan koma Anemia normositik berat Gagal ginjal akut Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan Hipoglikemia Edema paru akut Syok dan sepsis Perdarahan abnormal K ejang umum yang berulang Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Haemoglobinuria Demam tinggi Hiperparasitemia
Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat. 21
Diagnosis
Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah tepi, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit dalam berbagai kapiler alat da lam.
Data Epidemiologi
Sekitar 49,7 % populasi atau 107.785.000 dari 217.328.000 penduduk Indonesia hidup di daerah yang beresiko menjadi tempat penyebaran penyakit malaria. Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, semua provinsi di Indonesia punya area yang beresiko tinggi menjadi daerah jangkitan penyakit malaria. Usai menerima bantuan obat antimalaria dari pemerintah Republik Rakyat China (RRC), hampir 70 % atau 309 dari 441 kabupaten/kota di Indonesia punya area yang beresiko menjadi daerah penularan malaria. Masih ditemukan 300 ribu hingga 400 ribu kasus positif malaria setiap tahun.
Data Departemen
K esehatan
menunjukkan tahun 2007 jumlah populasi beresiko
terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan 1.775.845 kasus (Annual Malaria Incidence/AMI=15,3/1000 penduduk). Dari jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan sebanyak 930 ribu diantaranya terjangkau pemeriksaan darah (cakupan pemeriksaan darah 52,4 %) dan jumlah kasus positif malaria sebanyak 311.790 kasus (Annual Parasite Incidence/API=2,6 per mil). Sementara angka temuan kasus positif malaria selama 2006 dilaporkan sebanyak 340.400 kasus. Untuk mengendalikan vektor penular penyakit malaria, pemerintah melakukan manajemen vektor terpadu yang meliputi upaya pemberantasan nyamuk penular dengan berbagai metode dan memberikan bantuan kelambu berpestisida kepada masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria. Penyuluhan mengenai cara penularan malaria serta upaya pencegahan 22
dan penanggulangannya, juga dilakukan secara berlanjut untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit malaria. Penanggulangan malaria selanjutnya juga dilakukan dengan menyediakan obat anti-malaria, kelambu dan obat penyucihama di fasilitas kesehatan yang berada di daerah endemis malaria. Berbagai upaya juga dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat di daerah endemis terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Salah satu daerah epidemis yang diperoleh adalah Provinsi Jambi. 11 K abupaten/K ota di Provinsi Jambi daerah endemisitas malaria dari 424
K abupaten/K ota
indemik malaria di
Indonesia. Daerah ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu endemis tinggi (K abupaten Batanghari), edemisitas menengah (K abupaten Muaro Jambi, Tebo, Bungo, Merangin dan
K abupaten
Sarolangun), sedangkan yang endemisitasnya rendah (K abupaten Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur,
K erinci, K ota
Sungai Penuh dan
K ota
Jambi).
K asus
malaria di Jambi
dalam kurun waktu tahun 2002-2008 jumlah penderita malaria di Jambi selalu berpluktuasi, dan dalam tiga terakhir dimana pada tahun 2006 ada 56.137 penderita atau (21,07 %), tahun 2007 menurun menjadi 47.510 penderita atau (17,02%, kemudian pada tahun 2008 kembali naik menjadi 52.927 penderita atau (18,63 %), dari data ini kemungkinan besar di lapangan bisa lebih tinggi lagi, karena yang terdata ini adalah yang mendapatkan pelayanan kesehatan di saranasarana kesehatan pemerintah. K emudian
pemerintah Provinsi Jambi juga berupaya untuk menemukan aktif penderita di
daerah-daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan, mensurvei masyarakat di desa daerah indemis tinggi untuk melihat dan mengobati pada penderita yang dinyakan positif, pemenegakkan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis yang bertujuan untuk memastikan penderita benar-benar menderita malaria, sehingga pengobatannya bisa cepat dan tepat, karena selama ini setiap orang yang mengalami demam tinggi, menggigil, yang berulang lantas diberikan obat malaria dan diberikan obat malaria, ternyata yang bersangkutan tidak menderita malaria tetapi menderita demam berdarah atau yang lainnya.
23
OBAT-OBAT MALARIA
SEJARAH
Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina dan alkaloida yang dikandungnya. Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu mepakrin, yang terutama banyak digunakan selama Perang Dunia ke-II sewaktu tentara Sekutu tidak menerima kinin lagi dari Indonesia. Pada tahun 1944, klorokuin yang leih ringan efek sampingnya, menggantikan mepakrin yang agak toksis, juga lebih cepat efek kuratifnya. Pada tahun 1946 diintroduksi proguanil sebagai obat yang tidak hanya aktif terhadap bentuk darah (trofozoit) sebagaimana ketiga obat yang terdahulu, melainkan juga terhadap bentuk hati, khusunya untuk bentuk EE primer dari Plasmodium falciparum. Primakuin yang ditemukan pada tahun 1948 terutama berkhasiat kuat terhadap bentuk EE dari Plasmodium vivax atau ovale. Dengan demikian proguanil dan primakuin sangat ampuh sebagai obat pencegah malaria. K emudian
dipasarkan pula derivat klorokuin yaitu amodiakuin (1950), pirimetamin (1952),
meflokuin (1981) dan halofantrin (1985). Pada tahun 1990, WHO telah mengeluarkan amodiakuin dari obat-obatan terapi malaria, karena dilaporkan timbulnya efek samping serius pada penggunaan profilaksis. Artemeter (1991) adalah suatu derivat semisintesis dari artemisin yang terdapat dalam tumbuhan Cina qinghaosu (nama Latin Artemisia annua). Obat tradisional ini sudah sejak tahun 1970-an banyak digunakan dengan sukses di Cina Selatan (Hainan) dan Thailand terhadap Plasmodium falciparum (malaria otak) yang multiresisten. Efeknya lebih cepat daripada kinin dan obat-obatan lain dengan efek samping ringan. Pyronaridin adalah obat eksperimentil terbaru yang sangat efektif terhadap Plasmodium falciparum multiresisten. Derivat akridin ini berasal dari Cina dan telah dibuktikan efektivitasnya pada malaria, begitu pula di K amerun. Harganya juga lebih murah daripada halofantrin hingga layak digunakan di negara-negara miskin, walaupun sering menimbulkan gangguan lambung.
MEKANISME KERJA y K lorokuin
mencegah ³dimakannya´ hemoglobin (zat warna darah merah) oleh parasit,
sehingga timbul kekurangan asam amino esensial untu k sintesa DNA dari parasit. 24
y
Meflokuin diperkirakan sama mekanisme kerjanya dengan klorokuin.
y K inin
dan artemeter menghambat sintesa protein dengan jalam membentuk kompleks
dengan DNA parasit, disamping merintangi banyak system enzimnya. y
Proguanil dan Pirimethamin adalah antagonis folat yang merintangi enzim yang mengubah asam folat menjadi asam folinat sehingga sintesis DNA/RNA terganggu.
y
Trimetropim adalah derivat pirimethamin yang berkhasiat lebih kuat terhadap enzim bakteri daripada enzim Plasmodium. Oleh karenanya senyawa ini tidak digunakan pada malaria, tetapi sebagai obat antibakteri. Contohnya: K otrimoksazol.
y
Primakuin juga dapat mengikat DNA dan diperkirakan dalam tubuh nyamuk dirombak menjadi metabolit yang bersifat oksidan dan lebih aktif terhadap parasit.
PENGGOLONGAN
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit atau hati), obat malaria dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Obat Schizontizid Darah. K inin,
klorokuin, halofantrin, meflokuin, pirimetamin+sulfadoxin, atovaquon+proguanil, dan
artemeter . Obat-obat diatas berkhasiat mematikan bentuk darah ( schizont ) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk pencegahan (kecuali halofantrin). Senyawa ini tidak menghalangi infeksi eritrosit, namun menekan timbulnya gejala klinis ( profilaksis supresif ).
b. Obat Schizontizid Hati. Proguanil, primakuin, dan doksisiklin. Obat-obat diatas khusus digunakan sebagai profilaksis kausal karena memusnahkan bentuk EE (merozoit dan hipnozoit) dalam sel parenkim hati. Obat ini menghindari penetrasi ke dalam eritrosit dan demikian menghalangi serangan.
Penggolongan lain bertolak dari titik kerja obat pada siklus hidup parasit serta tujuan terapi yang dikehendaki, terdiri dari empat kelompok berikut: a. Obat Pencegah (profilaktika kausal). Proguanil dan pirimetamin. 25
Berkhasiat terhadap bentuk EE primer dalam hati dari Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax sedangkan Plasmodium malariae hanya peka untuk sebagian. Primakuin juga aktif terhadap bentuk ini, tetapi terlalu toksis untu digunakan dalam jangka waktu lama sebagai obat pencegah.
b. Obat Penyembuh atau Pencegah Demam (K urativa atau Supressiva). Berkhasiat terhadap siklus darah, mematikan tropozoit serta schizont ( schizontisid ) dan dengan demikian menghentikan atau pencegah gejala klinis. K inin bekerja lambat, artemeter dan klorokuin cepat dan kuat, maka banyak digunakan sebagai obat pencegah. Tetapi, berhubung meningkatnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini telah terdesak oleh meflokuin yang di Amerika Serikat dianggap sebagai obat malaria paling unggul dan aman. Lagipula meflokuin ampuh terhadap malaria tropika tanpa komplikasi. Namun pada tahun-tahun terakhir dilaporkan efek samping seperti depresi, sukar tidur, mimpi buruk, dan hilangnya konsentrasi. Selain itu wanita hamil tidak boleh meminumnya selama trimester pertama. Inilah sebabnya mengapa meflokuin mulai terdesak oleh dominasi dari obat baru atovakuon dengan proguanil yang di negeri Belanda merupakan obat profilaksis yang paling banyak digunakan. Proguanil dan pirimetamin juga sangat aktif, tetapi jauh lebih lambat kerjanya dan lebih sering menimbulkan resistensi. Obat-obat ini tidak menyembuhkan secara radikal berhubung masih adanya bentuk EE sekunder (hipnozoit) yang tidak peka untuknya. Pada malaria tropika tidak terdapat bentuk ini, maka penyembuhan radikal dapat dicapai dengan obat tersebut bila digunakan terus-menerus selama 4-6 minggu setelah meninggalkan daerah malaria. Dengan demikian bentuk hati yang masa hidupnya singkat, tidak dapat berkembang lagi dan akan mati dengan sendirinya.
c. Obat Pencegah K ambuh atau Penyembuh Radikal. Primakuin Obat ini mematikan bentuk EE sekunder dari malaria tertian dan kuartana. Primakuin adalah satu-satunya obat yang sangat efektif untuk terapi jangka singkat. Tetapi untuk rakyat setempat tidak cocok karena kemungkinan besar akan reinfeksi.
26
d. Obat Gametosit atau Pencegah Tersebarnya Peyakit. Mematikan gametosit dalam darah penderita yang mengakibatkan penularan dari manusia ke nyamuk. Maka obat-obat ini meghindarkan disebarluaskannya parasit setelah semua bentuk lainnya dimusnahkan. Primakuin dalam dosis kecil efektif dalam 3 hari, proguanil dan pirimetamin tidak mematikan gametosit tetapi merintangi perkembangannya di dalam tubuh nyamuk.
K lorokuin
bekerja gametosit terhadap Plasmodium vivax, ovale, dan malariae tetapi
tidak terhadap Plasmodium falciparum.
K inin
aktif terhadap gametosit Plasmodium vivax dan
malariae.
KEMOPROFILAKSIS
Dengan semakin meningkatnya kepariwisataan internasional, semakin bertambah pula pentingnya profilaksis malaria, terutama bagi mereka yang belum pernah menderita infeksi Plasmodium. Untuk menentukan pilihan obat mana yang harus digunakan, masalah resistensi merupakan faktor penting. Juga perlu diketahui bahwa pola resistensi dari suatu daerah dapat berubah. Profilaktika seperti meflokuin, doksisiklin dan klorokuin bekerja terhadap siklus darah dan tidak dapat menghindari serangan kambuhan, sedangkan atovaquone-proguanil dan primakuin bekerja terhadap siklus hati dan dapat menghindari kambuhnya penyakit. Profilaksis dapat dilakukan dengan empat jenis obat, tergantung dari tujuan perjalanan, yakni: a. Proguanil Dosisnya 2 dd 100 mg p.c untuk daerah dengan hanya Plasmodium vivax dan atau tanpa resistensi terhadap Plasmodium falciparum, berhubung terdapatnya lebih sedikit laporan mengenai resistensi dibandingkan pirimetamin. b. K lorokuin 1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi dengan proguanil. K lorokuin
dimulai dengan dosis 300 mg/hari pada 2 hari pertama atau juga kombinasi antara
klorokuin dengan proguanil. c. Meflokuin 1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi Plasmodium falciparum terhadap proguanil dan klorokuin (misalnya Irian Jaya, Afrika di selatan Sahara dan daerah 27
Amazone). Meflokuin sebagai obat pencegah sebaiknya sudah harus mulai diminum 3 minggu sebelum tiba didaerah yang sangat rawan malaria. d. Pirimetamin Obat ini juga efektif sebagai obat pencegah, tetapi karena meluasnya resistensi dan kurang aktif terhadap Plasmodium vivax , maka sekarang tidak dianjurkan lagi sebagai obat pencegahan, begitu pula dengan kombinasinya dengan sulfadoksin (Fansidar) yang digunakan sebagai obat penyembuh. Di Australia masih dianjurkan sediaan kombinasi yaitu Maloprim (Pirimetamin 12,5 mg + dapson 100 mg) 1x seminggu dan dimulai sebelum berangkat ke pulau-pulau Pasifik Barat dan Papua New Guinea. Minum obat pencegahan harus dimulai sehari sebelum atau selambat-lambatnya pada hari keberangkatan ke daerah yang rawan malaria dan dilanjutkan selama minimal 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Malaria tropika dapat timbul sampai beberapa bulan setelah kembali, malaria tersiana bahkan sampai beberapa tahun kemudian.
Perkembangan Vaksin Malaria
Pembiakan P. falciparum secara in vitro sebagai pembuka jalam dan kemajuan dalam bidang rekayasa genetik serta teknologi antibodi monoklonal, dapat meningkatkan kemampuan para peneliti untuk mengembangkan vaksin malaria. Penelitian vaksin sekarang ditujukan kepada 4 stadium perkembangan parasit, yaitu sporozoit, stadium di hati, stadium aseksual dan stadium seksual darah. Vaksin malaria pertama yang diuji di K olombia, Venezuela, Gambia dan Thailand adalah vaksin merozoit sintetik yang diberi nama SPf 66. Hasilnya sedang dalam tahap evaluasi. Akhir-akhir ini sedang dilakukan penelitian untuk membuat suatu polivaksin yang terdiri dari empat stadium perkembangan parasit malaria.
PENGOBATAN
Pada umumnya penderita diberi analgetik dan antipiretika seperti asetosal dan parasetamol . Untuk menanggulangi dehidrasi dan shock dapat diberikan cairan dalam bentuk
infus atau per oral. Terapi tergantung pada keadaan, yakni pada serangan akut dari berbagai bentuk malaria, sebagai berikut:
28
a. Malaria tersiana/kuartana Biasanya ditanggulangi dengan klorokuin yang kerjanya cepat selama 2-4 hari. Plasmodium vivax yang resisten terhadap klorokuin perlu ditangani dengan meflokuin single dose 500 mg p.c atau kinin maksimal 3 dd 600 mg selama 4-7 hari.Terapi harus selalu disusul oleh primakuin (15 mg/hari selama 14 hari) untuk mematikan bentuk EE (hipnozoit dalam hati) dan menghindari kambuhnya penyakit. Bila terdapat mual dan muntah perlu diberikan kinin secara intravena. b. Malaria ovale Ditangani dengan klorokuin, bila infeksi terjadi di Amerika Tengah, Afrika Utara dan Asia kecil (Asia minor). Di negara-negara lain dimana terdapat multiresistensi antara lain untuk bentuk klorokuin perlu diberikan obat lain, yakni kinin + doksisiklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari) atau meflokuin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam).
K emungkinan
lain adalah halofantrin (hanya bila ECG
normal) 3 dd 500 mg a.c/ hari, diulang setelah 1 minggu. Begitu pula pirimethaminsulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet) yang biasanya dikombinasikan dengan kinin (3 dd 600
mg selama 3 hari).
c. Malaria tropika parah atau berkomplikasi Harus dimulai dengan kinin parenteral kemudian disusul dengan pemberian oral seperti di atas. Pada malaria tropika terapi akan menghasilkan penyembuhan tuntas karena tidak terdapat stadium EE ( E ksoeritrositer ) maka terapi tidak perlu disusul dengan primakuin.
KEHAMILAN
Klorokuin dan proguanil boleh digunakan.
K lorokuin
merupakan pilihan pertama
terhadap serangan dan profilaksis. Pada malaria tropika yang resisten terhadap klorokuin dapat digunakan kinin (hanya pada dosis tinggi sekali kinin bekerja teratogen dan abortif). Meflokuin dan sediaan kombinasi pirimethamine + sulfadoksin tidak dapat diberikan selama triwulan pertama, pada triwulan kedua dan ketiga (sampai minggu ke-34) umumnya dianggap aman. Halofantrin , primakuin dan doksisiklin tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Mengenai artemeter belum terdapat cukup data, tetapi pada kasus darurat (multiresistensi) mungkin aman
pada triwulan ke-2 dan ke-3. Untuk triwulan pertama lebih disukai kinin.
29
RESISTENSI
Resistensi untuk obat malaria merupakan masalah penting sekali bagi terutama Plasmodium falciparum. Malaria tersiana dan kuartana tidak sering menimbulkan resistensi, baru pada tahun-tahun terakhir dilaporkan resistensi untuk klorokuin di Irian Jaya, Papua New Guinea dan kepulauan Salomon.
Resistensi untuk Plasmodium falciparum Kinin tidak atau jarang sekali menimbulkan resistensi. Pada permulaan tahun 1960-an, di K olombia
dan Thailand terjadi resistensi dari suku falciparum untuk hidroksi klorokuin,
sehingga bisa menjalar ke daerah Amazon dan Asia Tenggara. Sejak tahun 1979 juga mulai ditemukan di Afrika Timur (K enya, Tanzania) dan menyebar ke seluruh benua Afrika. Pada tahun 1983 dilaporkan resistensi untuk meflokuin hanya di Thailand dan belum di tempat lain. Halofantrin jarang sekali menimbulkan resistensi. Suku-suku yang resisten tersebut
ternyata resisten pula untuk primakuin dan proguanil (multiresistensi). Pirimethamin tungal dengan
pesat
dapat
menimbulkan
resistensi,
sehingga
untuk
menghindarkan
atau
memperlambatnya digunakan sebagai kombinasi dengan sulfadoksin (bernama Fansidar). Resistensi Plasmodium falciparum untuk Fansidar terdapat sejak 1982 di
K amboja
dan Afrika
Timur, tetapi tidak begitu sering. Dalam kasus multiresistensi biasanya diberikan kinin, sebaiknya dikombinasikan dengan tetrasiklin/doksisiklin yang bekerja sinergistis. Peristiwa resistensi tak jarang timbul setelah
dilangsungkan program pemberantasan malaria besar-besaran, mungkin sekali disebabkan oleh pentakaran yang kurang tepat atau tidak patuhnya kesetiaan minum obat. Penggunaan kombinasi dari beberapa jenis obat (multidrugs) cenderung akan lebih banyak digunakan antara lain untuk menghindari timbulnya resistensi.
K eterangan:
a.c. (ante coenam) = sebelum makan dd (de die) = tiap hari p.c. ( post coenam) = setelah makan
30
PENCEGAHAN
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida. 2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent). 3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya. 4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. 5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak. 6.
Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk. 8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air. 9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik. 10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai. 11. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria. 12. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak. 13. Memperbanyak
jumlah
ternak
seperti
sapi,
kerbau,
kambing,
kelinci
dengan
menempatkan mereka di luar ru mah di dekat tempat nyamuk bertelur. 14. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan memberi sedikit minyak pada air yang tergenang. 15. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan sawah secara berkala
31
TANYA JAWAB
1. Ria Medisina (0808505030) Pada bagian pengobatan malaria, apa yang dimaksud dengan malaria tropika parah atau berkomplikasi? Jawaban: Malaria tropika parah atau berkomplikasi adalah penyakit malaria yang disertai dengan penyakit lainnya yang dapat memperparah kondisi penderita malaria. 2. Dwisada Purnamayadi (0808505009) Apa perbedaan dari gejala klinis yang ditimbulkan oleh keempat Plasmodium tersebut? Jawaban: Tidak ada perbedaan klinis diantara keempat spesies Plasmodium tersebut, yang membedakan hanyalah lama dari fase praeritrosit (yang menyebabkan timbulnya demam). Pada P . falciparum lama fase tersebut 5 ½ hari, P . vivax selama 8 hari, P . ovale selama 9 hari dan P .malariae selama 10-15 hari. 3. Martiari (0808505023) Pada P . malariae, siklus apa yang terjadi di dalam di dalam tubuh manusia selama 8 hari sebelum muncul demam? Jawaban: Siklus yang terjadi selama 8 hari sebelum timbulnya demam yang merupakan permulaan masa tunas adalah fase inkubasi yang d ialami oleh parasit. Jadi lamanya demam timbul tergantung dari berapa lama masa inkubasi dari masing-masing spesies dari Plasmodium. 4. Wiryatini (0808505003) Mengapa schizon berkembang pada organ hati?
32
Jawaban: K arena
perkembangan schizon terjadi pada fase skizogoni praeritrosit yang hanya terjadi di
dalam hati manusia. Faktor lain yang menyebabkan schizon berkembang di hati karena di dalam hati merupakan tempat perombakan sel-sel darah merah yang telah tua sehingga cocok dengan lingkungan untuk tumbuh dan berkembang dari parasit Plasmodium. 5. K hatija Taher Ali (0808505014) Mengapa P . malariae menginfeksi sel darah merah yang tua? Jawaban: K arena
pada sel darah merah tua merupakan sel darah merah yang telah mengalami
perkembangan sempurna namun selnya mulai mengalami kerusakan sehingga lebih mudah untuk dimasuki dan dirusak oleh parasit ini.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Malaria Available at
: http://www. hermes.ffn.ub.es/.../Malaria/Malaria.html
Opened at
: 20 April 2010
Anonim. 2010. Pencegahan Malaria Available at
: http://www.wartamedika.com/pencegahan_malaria.html
Opened at
: 15 April 2010
Anonim. 2010. Pencegahan Penyakit Malaria Available at
: http://www.annehira/pencegahan_penyakit/malaria.html
Opened at
: 15 April 2010
Anonim. 2010. Malaria Presentation Available at
: http://www.youtube.com/
Opened at
: 26 April 2010
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2006. Parasitologi K edokteran Edisi K etiga. Fakultas K edokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2008. Parasitologi K edokteran Edisi K eempat. Fakultas K edokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Tjay, Tan Hoan, K irana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Elex Media K omputindo. Jakarta.
34