Pertanyaan dari : Kelompok 1 : Astryd
Mengapa maksimalisasi keuntungan menjadi tidak et is, bila dianggap sebagai satu satu nya tujuan perusahaan ? Jawab :
arena K arena
bahwa dalam keadaan semacam itu karyawan diperalat begitu saja. Jika
keuntungan menjadi satu satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan di manfaatkan demi tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaaan. Akan tetapi, memperalat karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia. Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar: kita selalu harus menghormati martabat manusia. Immanuel
ant, K ant,
filsuf Jerman abad ke-18, telah melihat bahwa menghormati
martabat manusia sama saja dengan memperlakukan dia sebagai tujuan. Menurut dia, prinsip etis yang paling mendasar dapat dirumuskan sebagai berikut: ³Hendaklah memperlakukan manusia selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dab tidak pernah sebagai sarana belaka´. Dalam macammacam situasi, seorang manusia dipakai demi tercapainya tujuan oranglain. Direktur mempergunakan sekretarisnya demi tujuannya. Dan semua karyawan dalam perusahaan diperkerjakan untuk merealisasikan tujuan perusahaan. Tetapi di samping membantu untuk mewujudkan tujuan perusahaaan, para karyawan harus diperlakukan juga diperlakukan juga sebagai tujuan sendiri. Mereka tidak boleh dipergunakan sebagai saran belaka. belaka. ³Sarana´ dalam arti: jalan yang menuju ke tujuan (means (means). ). Mereka tidak boleh dimanfaatkan semata-mata untuk mencapai tujuan Misalnya, mereka harus diperkerjakan dalam kondisi kerja yang aman serta sehat dan harus diberikan gaji yang pantas. Sebuah benda bisa dipakai sebagai sarana belaka.para ekonom akan menjelaskan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan perusahaan tidak boleh dimengerti secara harfiah dan pasti tidak boleh ditafsirkan sebagai sebuah pernyataan moral. Maksimalisasi keuntungan hanya dimaksud sebagai sekadar model ekonomi yang diharapkan akan memberi arah kepada strat egi ekonomis yang bisa berhasil.
Pertanyaan dari : Kelompok 5 : Tri Hartiani Syarat bagi Tanggung Jawab Moral kan ada 3, yaitu : 1. Dilakukan dengan sadar dan tahu 2. K ebebasan pada tempat pertama 3. orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Jelaskan dari 3 syarat tersebut ? Jawab :
Pertama, Tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan sadar da n tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu. Ini juga mengandaikan bahwa pelakunya tahu mengenai baik dan buruk. Ia tahu bahwa tindakan atau perilaku tertentu secara moral buruk sementara tindakan atau perilaku yang lain secara moral baik.
K alau
seseorang tidak tahu
mengenai baik dan buruk secara moral, dia dengan sendirinya tidak bisa punya tanggung jawab moral atas tindakannya. Ia dianggap sebagai innocent, orang yang lugu dan tak bersalah. Contoh : Yang paling relevan di sini adalah anak kecil. Anak kecil tidak tahu mengenai baik dan buruk secara moral. K erana itu, ucapannya atau tindakan tertentu yang dilakukannya secara spontan, yang dalam perspektif moral tidak baik, kasar atau jorok, sesungguhnya tidak punya kualitas moral sama sekali. Sebabnya, dia tidak tahu mengenai baik buruk moral. Dengan demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab moral atas suatu tindakan adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemampuan akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi itu paham betul akan apa yang dilakukannya. K edua,
tanggung jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama.
Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannyaitu dilakukannya secara bebas. Ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan dipaksa atau terpaksa. Ia sendiri secara bebas dan suka rela melakukan tindakan itu. Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia tidak bisa
dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. K arena itu, tidak relevan bagi kita untuk menuntut pertanggung jawaban moral atas tibdakannya itu. Tindakan tersebut berada di luar tanggung jawabnya. Hanya orang yang bebas dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakannya. K etiga,
tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan
tertentu menang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan dengan syarat kedua diatas. Bisa saja seseorang dalam situasi tertentu sedemikian rupa seakan akan ia terpaksa melakukan suatu tindakan. Situasi ini terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan pada hanya satu pilihan. Hanya ada satu alternative. Terlihat seakan akan dia hanya bisa memilih alternative itu. Bahkan dia tidak bisa memilih alternative tersebut. Dalam keadaan seperti itu, tampak seolah-olah orang oni memang terpaksa. Itu berarti menurut syarat kedua di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena tidak bisa lain. K arena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban dari orang ini. Akan tetapi, kalaupun orang tersebut berada dalam situasi seperti itu, dimana dia tidak bisa berbuat lain dari memlilih alternative yang hanya satu itu, ia masih tetap bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Ia masih tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalau dalam situasi seperti itu ia sendiri mau (apalagi dengan sadar dan bebas) memilih alternative yang hanya satu ini dan tidak bisa dielak itu. Berdasarkan ketiga syarat di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya orang yang berakal budi dan punya kemauan bebas yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya, dank arena itu relevan untuk menuntut pertanggungjawaban moral dirinya.