PERSPEKTIF KEBUDAYAAN HINGGA PEMBENTUKAN TEORI-TEORI KEBUDAYAAN
Diajukan sebagai tugas 1
Mata Kuliah Kajian Buudaya
Disusun oleh :
Pintarni Zebua 362013081
Calvin Satyarahardja 362013084
Peter Johannes Rotti 362013087
Ivan Mangihut Sihaloho 362013090
Dyah Arini Widyastuti 362013092
Yosie Andiani 362013098
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
WUJUD DAN KOMPONEN BUDAYA KEBUDAYAAN
Wujud kebudayaan
Konsep kebudayaan memiliki 2 sifat:
Pertama bahwa: kebudayaan adalah bersifat materialistis yaitu bahwa merupakan sistem hasil adaptasi dari lingkungan atau sistem untuk mempertahankan kehidupan masyarakat.
Kedua; kebudayaan bersifat idealistis, yang melihat semua fenomena eksternal sebagai manifestasi suatu sistem eksternal.
J.J.Hoenigman membedakan 3 wujud kebudayaan antara lain:
Gagasan (wujud ideal)
Wujud kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebaginya yang bersifat abstrak. Atau kata lainnya adalah ideologi dari kelompok masyarakat.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. aktivitas (perilaku) juga sebagai wujud gagasan dari masyarakat itu sendiri atau dengan kata lain sistem sosial, berupa interaksi, dan tata kelakuan.
Artefak (karya)
Artefak merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Berupa benda atau hal-hal yang dapat terlihat dan dpat diraba dan bersifat konkret.
Komponen Kebudayaan
Salahsatu pakar antropolog Cateora menyebutkan bahwa budaya memiliki enam elemen dan komponen yaitu :
Kebudayaan Materil
Mengacu pada ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Kebudayaan nonmateril
Ciptaan abstrak yang diwarisi dari generasi ke generasi misal; dongen, tarian tradisional dsb.
Lembaga sosial
Lembaga ini memberikan peran yang banyak dalam konteks berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat.
Sistem kepercayaan
Cara masyarakat mengembangkan dan membangun sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu akan memengaruhi sistem penilaian yang ada dalam masyarakat.
Estetika
Estetika berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita dongeng, hikayat, drama dan tari-tarian yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat.
Bahasa
Bahasa merupakan alat pengantar masyarakat dalam berkomunikasi.
CARA PANDANG TERHADAP KEBUDAYAAN
Dalam buku berjudul Teori Budaya kayra Kaplan dan Manners, memunculkan 2 pertanyaan penting yang saling berkaitan, yaitu: (1) bagaimana cara kerja berbagai sistem budaya yang berbeda-beda?; dan (2) bagaimana sistem budaya yang beraneka ragam itu menjadi seperti yang ada sekarang ini? Tak jauh dari bahasan tentang antropologi, Kaplan dan Manners (2003:3), keduanya ingin mengajak kita melihat persamaan dan perbedaan budaya yang ada saat ini dan perubahannya dari masa ke masa.
Kajian budaya merupakan pendekataan kebudayaan yang berasal dari Inggris pada akhir 1950-an dan diresmikan oleh Center For Contemporary Cultural Sudies sebagai pusat study kebudayaan di Birmingham pada tahun 1964. Chris Barker (2000) menganggap bahwa kajian budaya lahir dari pemikrian struktruralis/pascastruktruealis yang multidisipliner. Artinya, komposisi kajian budaya dapat digabungkan dengan disiplin ilmu lain yang memasukkan teori-teori hasil pemikiran para struksturalis/pascastrukturalis yang sudah ada.
Pandangan Tradisional
Tradisional berasal dari bahasa latin traditio yang artinya 'diteruskan'. Hal ini merujuk pada polta tindakan seseorang atau sekelompok orang yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Didalam tradisi tersebut, nenek moyang akan meneruskan sebuah norma dan nilai sehingga dapat terus dipertahankan.
Pudjiwati Sajogyo (1985:90) mengatakan bahwa konsep tradisi melahirkan konsep tradisional yang merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Setiap individu dalam sebuah masyarakat memiliki tindakan dalam menyelesaikan masalah berdasarkan tradisi. Keputusan yang dia ambil biasanya berdasarkan pada nilai dan normal yang berlaku. Dengan begitu, mereka dapat yakin bahwa tindakan yang dilakukannya benar-benar baik atau buruk. Selain itu dari tradisi, hal yang berpengaruh juga pada budaya yaitu pengalaman.
Redfield menjelaskan bahwa tradisional memiliki beberapa ciri, yaitu:
Belum ada perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Semakin kecil dan dipencilkannya lingkup masyarakat dari daerah lainnya, maka rasa cinta pada cara hidupnya akan semakin sulit untuk diubah.
Tidak mengenal adanya "pembagian kerja" dan spesialisasi.
Belum terinspirasi dengan diferensiasi kemasyarakatan.
Kebudayaan yang terebntuk maih sangat homogen.
Melihat ciri-ciri di atas, kita mengetahui bahwa masyarakat yang masih tradisional cenderung memegang teguh sebuah tradisi dan ditransformasikan dalam nilai-nilai di berbagai bidang, seperti, ekonomi, budaya, sosial dan bahkan teknologi. Karena sikap yang menjunjung tinggi tradisi inilah, masyakarakat sulit untuk menerima adanya perubahan. Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi sulitnya proses perubahan dan kemajuan, yaitu:
Masalah kebutuhan.Masyarakat tradisional masih cenderung hidup dengan sederhana, sehingga mereka menganggap cukup kebutuhan mereka.
Masyarakat menutup diri. Kecenderungan ini dapat dilihat dari sulitnya masyarakat menerima pengaruh dari luar. Adat yang kental dengan tradisi dianggap telah dilanggar apabila masyarakat mulai meninggalkan tradisi.
Pendidikan. Sekalipun saat ini memperoleh pendidikan tidak begitu sulit, pada beberapa kasus di daerah menganggap remeh sebuah pendidikan sehingga jenjang yang mereka tempuh tidaklah terlalu tinggi.
Kurangnya relasi dengan masyarakat lain. Dalam hidup sosial, masyarakat tradisional cenderung memiliki ikatan persaudaraan yang kuat. Hal ini menyebabkan mereka tidak terbiasa untuk berinteraksi dengan masyarakat luar yang lebih luas.
Perkembangan iptek yang lambat. Teknologi yang digunakan masyarakat tradisional masih sangat sederhana. Pola pikir bahwa teknologi dapat merusak menghambat mereka untuk mengekplorasi teknologi-teknologi yang lebih canggih yang mampu membantu mereka.
Sikap takut terhadap perubahan. Rasa takut memberikan keraguan untuk memilih atau menjalani sesuatu yang baru. Hal ini yang membatasi masyarakat tradisional untuk berkembang ke arah kemajuan.
Prasangka terhadap sesuatu yang baru. Dugaan-dugaan negatif yang tertanam dalam pemikiran masyarakat mereka menurutup kemungkinan terjadinya sebuah kemajuan.
Kritik terhadap Pandangan Tradisional
Kritik bertujuan untuk membangun. Dalam kajian budaya, kelompok kritikus melirik metodologi yang menjadi dasar pendekatan tak lepas dari unsur emotif, namun juga tidak netral. Oleh karena itu, kritikus tersebut menambahkan kritik dengan dasar sosiologi-pengetahuan.
Kebudayaan sebagai Peradaban dan High Culture
Dalam mempelajari suatu kebudayaan, terdapat 2 pendekatan yang dapat digunakan, yaitu, pendekatan ideasional dan pendekatan behaviorisme. Pendekatan ideasional merupakan pandangan bahwa budaya merupakan sistem yang adaptif. Behaviorisme sendiri merupakan pandangan tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner.
Secara teoritis, karakteristik kebudayaan sebagai objek pengamatan dan penelitian adalah:
Dapat dipelajari dan diperoleh melalui belajar.
Berasal dari segi biologis, lingkungan, psikologis dan komponen sejarak eksistensi manusia.
Berstruktur, bersistem dan bersifat simbolis.
Sebagai struktur, kebudayaan mempunyai variabel yang dapat dipecah ke dalam berbagai aspek.
Bersifat relatif dan universal.
Bersifat dinamis, adaptif dan adakalanya maladaptif.
Memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmiah.
Kebudayaan merupakan alat bagi seseorang (individu) untuk mengatur keadaan totalnya dan menambah arti kesan kreatif.
Di Eropa, terdapat anggapan dimana kebudayaan sebagai suatu peradaban merupakan lawan kata dari alam. Anggapan mempercayai bahwa terdapat kebudayaan yang lebih tinggi dibanding kebudayaan yang lainnya. Namun begitu, banyak ilmuwan sosial yang menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam. Masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Kebudayaan sebagai Sudut Pandang Umum
Bertolak dari teori evolusi, para cendekiawan Jerman di Era romatis peduli dengan gerakan nasionalisme untuk menyatukan jerman. Gagasan ini memunculkan gagasan baru dengan pemikiran yang menganggap bahwa budaya memiliki kekhasan masing-masing sehingga tidak dapat diperbandingkan.
Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kultur, yaitu kebudayaan turunan yang memiliki perbedaan kecil dalam perilaku dan kepercayaan. Teori yang ada memandang bahwa kebudayaan merupakan hasil stabilisasi dalam tekanan evolusi ke arh kesadaran bersama suatu masyarakat atau disebut tribalisme. Faktor yang mendorong munculnya sub-kultur yaitu, perbedaan umur dan ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Kebudayaan sebagai Struktur dan Sistem Tanda
Denis & Peron (1999) memandang kebudayaan sebagai, "the system of shared meanings that is based on a signifying others." Kita dapat memahami kebudayaan tersebut dengan menggunakan teori strukturalisme dan teori semiotika.
Pada pemikiran strukturalisme, mekanisme sebab akibat dari sebuah fenomena tidak disorot melainkan ditarik dengan konsep bahwa totalitas yang kompleks dapat dipahami sebagai rangkaian unsur yang saling berkaitan. Strukturalisme bicara tentang hubungan analisis berbagai unsur. Saussure menyebut hubungan ini sebagai paradigmatik.
Analisis struktural memiliki tutuh kaidah (Fages yang dikutip Noth – 1995), yaitu:
Imanensi. Memandang struktur dalam sebuah rangka sistem dalam perspektif sinkronis.
Pertinensi. Analisis struktural melihat makna suatu komponen struktur dengan mengidentifikasi ciri yang membedakan komponen satu dengan yang lain.
Komutasi. Pada analisisnya, struktural menggunakan tes komutasi dimana pasangan minimal untuk mengidentifikasi ciri pembeda antar komponen dalam sebuah sistem.
Kompabilitas. Komponen struktur dalam rangka kombinasi dan kesesuaian antarkomponen (relasi sintagmatis)
Integrasi. Analisis struktural melihat struktur sebagai sebuah kesatuan dalam suatu sistem.
Sinkroni sebagai dasar analisis. Analisis diakronis memperlihatkan perkembangan seiring berjalannya waktu.
Fungsi. Analisis struktural melihat komponen struktur sebuah sistem memiliki fungsi tertentu.
Menurut Saussure, semiotika merupakan ilmu yang mengkaji tentang fenomena tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika akan membantu seseorang untuk memahami sebuah tanda dalam kebudayaan. Danesi dan Perron (1999) menganggap bahwa kajian semiotika tidak hanya membahas tentang bahasa, namun juga banyak aspek lain.
Dalam perkembangannya dari struktural ke semiotik, Noth (1990: 258-368) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis perkembangan, yaitu:
Semiotika merupakan kelanjutan dari strukturalisme. Sudut pandang kelompoknya dikenal sebagai dikotomis atau diadik.
Semiotika sifatnya mulai meninggalkan sifat-sifat strukturalisme dan mulai menonjolkan kebudayaan sebagai sistem tanda
KEBUDAYAAN DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF
Kebudayaan dalam prspektif Teori Sosial
Cultural-Determinism yang dikemukakan oleh tokoh Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Bagian ini akan lebih membahas kebudayaan dalam perspektif sosiologi. Dimana juga dekat dengan kedisiplinan bidang antropologi.
Karl Marx dan Max Weber akan membahas tentang dasar kebudayaan yang di dalamnya membedakan secara garis besar antara dua arus pemikiran yang di samping mendukung juga melakukan kritik dan merevisi. Secara sederhana keduanya membedakan jika Karl Marx mengakatan ada kayu dan bahan-bahan lainnya barulah memunculkan ide untuk membuat kursi. Jika tikdak ada kayu ,maka ide untuk membuat kursi tidak akan pernah muncul. Tetapi menurut pemikiran Max Weber ada ide dulu membuat kursi barulah mencari bahan-bahan untuk membuat kursi tersebut. Kebetulan di sekitar situ adanya bahan kayu maka dipakailah kayu itu untuk membuat kursi. Jika tidak ada ide sebelumnya, kayu akan menjadi kayu tidak pernah akan menjadi kursi.
Antonio Gramsci tentang kebudayaan, beliau meralat pandangan dan menganggap bahwa faktor paling penting yang terkait adalah faktor politik. Budaya bukan hanya dibentuk, melainkan juga pembentuk kesadaran. Gramsci menempatkan kebudayaan sejajar dan bersama-sama dengan ideologi dan politik, sebagai "suprastruktur" yang bisa menjadi faktor penahan atau sebaliknya pengubah bagi keberadaan kapitalisme. Dengan demikian revolusi sosialis adalah suatu keniscayan sejarah, dan akan terjadi dengan sendirinya. Padahal, pada kenyataannya, sistem kapitalisme sebagai akibat adanya kontradiksi internal tersebut bisa dihindari.
Ogburn mengenai teknologi dan kebudayaan, dalam hal ini beliau melihat hubungan antara kebudayaan materiil, yakni teknologi dan proses-proses yang menyertainya, dengan kebudayaan nonmateriil, yaitu lembaga-lembaga sosial, nilai-nilai dan norma-norma. Beliau berpendapat bahwa perubahan kebudayaan materiil cenderung terjadi lebih dahulu daripada kebudayaan nonmateriil. Dalam proses reaktif kebudayaan nonmateriil atas perubahan yang terjadi pada kebudayaan materiil tersebut memungkinkan terjadinya cultural lag. Kenyataan tersebut hanya menjelaskan bahwa setiap penemuan yang menyebabkan terjadinya perubahan budaya memerlukan latar belakang transmisi kebudayaan, misalnya tidak akan ada gerobak sebelum ditemukan roda terlebih dahulu.
Rasionalisasi Budaya Habermas, dasar dari kebudayaan adalah sebuah pengetahuan. Ada tiga pemaknaan manusia sebagai produsen budaya, atas hal-hal terbentuknya organisasi sosial, yaitu bekerja, berkomunikasi dan mengasah kemerdekaan berpikir. Beliau juga menjelaskan hubungan antarmanusia karena hakikat hubungan manusia dengan manusia adalah komunikasi. Dalam komunikasi manusia saling melakukan tukar-menukar, saling menambah pengetahuan. Oleh karena itu pengetahuan adalah dasar dari kebudayaan.
Kebudayaan Postmodern, postmodernisme justru menunjukkan ketidakpercayaannya terhadap segala bentuk narasi besar yang menotalitas, seperti Hegelian, Liberalian, Marxian, dan sebagainya. Benar apabila yang dimaksud kebudayaan yang lebih umum tersebut adalah kemauan budaya postmoden untuk menhaluskan sensivitas terhadap pengakuan dan menoleransi adanya aneka budaya.
Kebudayaan dalam Perspektif Cultural Studies
Budaya sendiri dalam presepsi cultural studies merupakan medan nyata tempat berpijaknya berbagai praktik, representasi, bahasa, dan kebiasaan suatu masyarakat tertentu. Budaya juga adalah bentuk-bentuk kontradiktif akal sehat yag sudah mengakar pada dan ikut membentuk kehidupan sehari-hari, demikian diungkap oleh hall (dalam Antariksa, 2000)
Dalam pandangan Raymond Williams (dalam Ahmad Sahal, 2000), cultural studies lebih ditekankan pada pembacaan budaya sebagai sebuah tindakan kontra terhadap tindakan kontra hegemoni, resistensi terhadap kuasa "dari atas", dan pembelaan terhadap subkultur. Sehingga kebudayaan dapat dilihat sebagai wacana pendisplinan dan normalisasi.
Dari dua pemahaman diatas, Ahmad Saal (2000) membuat tiga pandangan terhadap cultural studies ini. Pertama, penolakan terhadap kebudayaan yang esensialisme. Budaya tidak terbentuk secara alamiah, dan menyatu dengan komunitas tertentu, sehingga kebudayaan selalu melalui proses kontruksi sosial. Kedua, menekankan pula pada penghrgaan terhadap kebudayaan sehari-hari, terutama budaya pop dan media. Ketiga, berusaha melakukan penelanjangan terhadap hubungan kuasa yang timpang dalam kebudayaan.
Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan sebagai sebuah metode untuk memahami kebudayaan dalam pandangan cultural studies. Salah satunya adalah pendekatan teks sehingga budaya dipahami sebagai sebuah teks. Teks yang merupakan sebuah kontruksi, dapat dipahami sebagai sebuah tiruan (mimetik) dari sebuah kenyataan. Proses pemaknaan terhadap teks ini, bisa melalui pengaturan tertentu tanda-tanda dan penerapan kode-kode kultural. Bangsa (nation) yang ada di hadapan kita adalah salah satu contoh representasi yang dikontruksi. Proses penciptaan bangsa-bangsa ini, melewati teritorialisasi keyakinan keagamaan, kemerosotan kerajaan kuno, hubungan timbal balik antara kapitalisme dan cetak mencetak, serta konsepsi waktu yang berubah (Anderson, 1999). Menurutnya, identitas nasional dengan mengarahkan perhatiannya pada media cetak, bukanlah sesuatu yang alamiah, tetapi merupakan sesuatu yang baru dapat dibayangkan dengan adanya teknologi cetak sebagai pengedar gagasan bangsa.
Penciptaan ruang publik baru dimaknai sebagai ruang publik jika terjadinya perjuangan dan pertarungan makna yang berujung pada kesepakatan kolektif sebagai sebuah hasil adanya proses penyaringan makna-makna. Ruang publik yang dibuat penguasa bisa dimaknai berbeda oleh khalayak. Menurut Abidin Kusno, ruang publik berfungsi sebagai pengingatan dan pelupaan.
3. INI PET PUNYAMU COPY MULAI DARI SINI. NTAR DIRAPIIN LAGI YO ....Smangaaattt
DARI PERSPEKTIF KE TEORI KEBUDAYAAN
a. Pengertian dan Fungsi
Menurut Ahmisa Putra (2007:3), teori dapat diartikan sebagai pernyataan, pendapat atau pandangan mengenai hakikat kenyataan atau suatu fakta dan hubungan antara kenyataan atau fakta tersebut dengan kenyataan atau fakta lain, dan kebenaran pernyataan tersebut telah diuji melalui metode dan prosedur tertentu. Teori bukan saja merupakan sekedar sebuah ikhtisar data yang ringkas, karena tidak hanya mengatakan 'apa' yang terjadi tetapi juga 'mengapa'sesuatu terjadi sebagai yang berlaku dalam kenyataan.
Teori tentunya mempunyai fungsi, fungsi teori adalah ganda yaitu 1) menjelaskan fakta yang sudah diketahui, dan 2) membuka celah pemandangan baru yang dapat mengantar kita menemukan fakta baru. Kemudian fungsi teori menurut Zamroni (dalam Gurniawan,1999) yaitu : 1) sistemasi pengetahuan, merupakan suatu klasifikasi dan kategorisasi dari konsep yang dilakukan melalui beberapa cara. 2)explanasi, prediksi dan kontrol sosial, berhubungan dengan peristiwa yang sudah terjadi, prediksi hubungan dengan peristiwa yang akan terjadi dan kontrol sosial yang berhubungan untuk memegaruhi peristiwa yag akan terjadi. 3) mengembangkan hipotesis, ketika suatu hipotesis sesuai dengan kenyataan maka hipotesis tersebut dapat menjadi teori baru, hal itu terjadi karena hipotesis dibangun dari teoriyang sudah ada.
b. Ragam Teori Kebudayaan
Teori Kebudayaan secara ringkas dapat dimaknai secara ringkas sebagai teori-teori yang terkait dan lahir dari tradisi kajian dalam bidang kebudayaan. Jadi, teori kebudayaan merupakan alat/ cara pandang untuk memahami hasil buah karya manusia. Teori kebudayaan dapat ditinjau dari 2 perspektif, yaitu (1) perspektif perkembangan sejarah, perspektif ini melihat bahwa keragaman yang muncul dikarenakan aspek-aspek tertentu dari kebudayaan dianggap belum memperoleh elaborasi (2) perspektif konseptual, perspektif ini melihat bahwa keragaman muncul karena pemecahan masalah konseptual terjadi menurut pandangan yang berbeda-beda. Menurut De Saussure terdapat tiga hal penting dalam memahami kebudayaan.
Tanda, terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep.
Gagasan, terdapat dua cara untuk dapat memahami makna yaitu yang pertama adalah makna tanda ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan tanda yang lainnya, yang kedua adalah merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan manusia.
Untuk bahasa menurut saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif yang dihayati bersama oleh warga masyarakat; Parole adalah perwujudan parole pada setiap individu.
c. Beberapa persoalan terkait dengan pembentukan teori antropologi
Kaplan dan Manner (2002) menyimpulkan beberapa persoalan dengan kajian budaya, khususnya dalam kajian antropologi.
Pertama, adanya kondisi sosial yang berubah ubah dalam perjalanan waktu mendorong diciptakannya teori baru untuk menjelaskan struktur baru dan pengaturan sosial baru.
Kedua, sistem terbuka. Pada intinya, sistem yang dihadapi oleh antropolog bersifat terbuka, hal ini dikarenakan variabel yang lebih banyak, sehingga tidak dapat dikontrol sesuai kehendak.
Ketiga, isu-isu sosial. Antropologi dan ilmu ilmu sosial lain sering menghadapi yang tersodorkan atas nama kepentingan dan kepribadian masyarakat luas.
Keempat, ideologi. Reaksi orang terhadap proposisi umum dalam ilmu sosial mempunyai konteks ganda, yaitu sebagai teori ataupun sebagai ideologis sekaligus.
Selebihnya, tugas besar seorang antropolog adalah mendeskripsikan budaya yang belum pernah terjamah oleh penelitian, dan dalam pandangan tradisional, daerah dan orang-orang primitif merupakan sasaran utamanya dikarenakan sebgaia penyumbang data terbesar untuk perkembangan ilmu ini.
1. Ideologi dan objektivitas si peneliti
Pada dasarnya pikiran manusia bersifat subjektif, ideologi inilah yang memengaruhi subjektivitas peneliti dalam pengambilan data ataupun pelaporannya. Jadi, kawasan iedologi, subjektivitas, intuitif mempunyai andil besar bagi munnculnya bias bagi peneliti. Ifeologi tidak dapat kita ketahui melalui pengamatan langsung karena sifatnya subjektif. Ideologi harus disimpulkan dari sesuatu bentuk perilaku , yaitu dari perkataan orang atau pengamatan atas orang-orang yang berinteraksi dalam berbagai sistem sosial.
Sebuah pengamatan akan mengalami sebuah kesenjangan antara si pengamat dan data yang di lapangan, hal ini mengakibatkan terjadinya bias antara si antropolog dengan hal hal yang disukai ataupun yang tidak disukai. Pada dasarnya, semua manusia mengalami bias. Objektivitas harus dicari dalam institusi dan kritik suatu disiplin. Dengan saling memberi dan menerima kritik terbuka serta melalui saling penggaruh antara berbagai bias dapat kita harapkan munculnya suatu yang mendekati objektivitas.
Sistem filter lainnya dalam meningkatkan objektivitas adalah Versthehen, yakni pandangan bahwa ilmu sosial bukanlah perumusan sistem penjelasan yang umum, menlainkan lebih cennderung pada pengorganisasian dan presentasi data dengan cara tertentu yang menjadikan data itu dapat dipahami melalui suatu proses pemahaman dan empati individual. Ilmu soial bersifat iddeografi, tidak nomotesis.
2. Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik terhadap Fenomena Budaya
kategori kognitif warga budaya setempat dirancang untuk membuat orang dapat hidup membaur dalam budaya tersebut. Adapun kategori kognitif seoranga ntropolog dirancang untuk kegunaan lain: tidak untuk mereproduksi "realitas kultural" tetapi untuk menjadikan realitas itu dapat dipahami dalam suatu bingkai perbandingan.
3. Masalah Penjelasan Kausal dan Hal yang Irasional
Faktor ideologis memengaruhi komponen budaya melalui proses pengondisian psikologis, yaitu melalui dampak gagasan terhadap perilaku manusia. Melford Spiro menyatakan bahwa landasan-landasan teoritis untuk meneliti suatu sistem ideologi dimana termasuk agama sehingga mampu membuah penjelasan kausal, sungguh-sungguh goyah. Spiro membedakan lima taraf penyerapan ideologi yang dapat membantu kita menjelaskan berbagai dampak ideologi terhadap variabel kultural, yaitu:
Melalui arahan atau arahan formal.
Para aktor tidak hanya telah mengetahui pemikiran tertentu, tetapi juga memahami dengan baik dan dapat menggnakannya secara benar dalam konteks sosial yang tepat.
Karena memahami pemikiran tertentu, para aktor juga mempercayainya sebagai hal-hal yang besifat valid dan benar.
Dalam diri aktor, pemikiran itu telah memiliki peran kognitif yang menonjol sebagai petunjuk dalam menstrukturkan dunia sosial dan alaminya.
Pemikiran tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pegangan, tetapi juga pendorong perilaku.
4. Model sebagai Piranti Heuristik
Model merupakan analogi dan metafora. Penggunaan model sebagai analogi dapat memebrikan pertolongan konseptual yang penting dalama analisis serta penjelasan di bidang antropolog. Suatu model menurut Kaplan adalah kemungkinan hursitiknya bukan prsisinya. Seperti semua penalaran yang bersifat analogis, suatu model mampu berfungsi sebagai piranti untuk menawarkan cara agar pengetahuan yang diperoleh di bidang tertentu dapat membantu menerangi bidang pengetahuan lain.
Dalam penggunaan model, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Suatu model selalu merupakan aproksimasi.
Hubungan suatu model dengan fenomena empiris selalu bersifat isomorfis.
Dalam penggunaan berbagai macam model , yang paling luas penggunaannya ialah model 'formal', dimana model formal sendiri adalah seperangkat unsur yang didefinisikan secara cermat-tepat, ditambah dengan aturan logis untuk menggabung-gabungkannya secara terampil.
Daftar Pustaka
Kaplan, David & Robert A. Manners. 2003. Teori Budaya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Sulasman, H. dan Setia Gumelar 2013. Teori Kebudayaan; Dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia Bandung
Perkembangan Kehidupan Masyarakat Indonesia. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196103231986031-R._GURNIWAN_KAMIL_PASYA/SMI-4.pdf pada 20 Januari 2016, pukul 20:47.
Pendekatan Behavioristik. Diunduh dari http://kupasiana.psikologiup45.com/2012/12/pendekatan-behavioristik.html pada 20 Januari 2016 pukul 21:21
Riska Farida, Teori tentang Budaya. Diunduh dari http://wwwkompasianacomriskafarda-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-100050-artikel-teori%20tentang%20budaya.html pada 20 Januari 2016 pukul 21:17.
Perkembangan Kehidupan Masyarakat Indonesia. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196103231986031-R._GURNIWAN_KAMIL_PASYA/SMI-4.pdf pada 20 Januari 2016, pukul 20:47.
Riska Farida, Teori tentang Budaya. Diunduh dari http://wwwkompasianacomriskafarda-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-100050-artikel-teori%20tentang%20budaya.html pada 20 Januari 2016 pukul 21:17.
Pendekatan Behavioristik. Diunduh dari http://kupasiana.psikologiup45.com/2012/12/pendekatan-behavioristik.html pada 20 Januari 2016 pukul 21:21.
Sulasman H. Teori Kebudayaan; Dari Teori Hingga Aplikasi, Pustaka Setia Bandung, 2013, Bandung, h. 71 - 73
Sulasman H. Teori Kebudayaan; Dari Teori Hingga Aplikasi, Pustaka Setia Bandung, 2013, Bandung, h. 75 - 78
Sulasman H. Teori Kebudayaan; Dari Teori Hingga Aplikasi, Pustaka Setia Bandung, 2013, Bandung, h. 86-89