PERKEMBANGAN TEKSTIL INDONESIA DAN DUNIA
KAJIAN TEKSTIL NUSANTARA
Tugas III
DisusunOleh:
Dinda Caesar Afreeandhanie
C0912008
Kriya Seni (Desain Tekstil)
Universitas Sebelas Maret
2014
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai UKD 3 mata kuliah "Kajian Tekstil Nusantara".
Makalah dengan judul "Perkembangan Tekstil Indonesia dan Dunia" ini dirasa kurang sempurna dalam masalah materi yang kurang memadai. Oleh karena itu, penulis meminta maaf dan mengharap maklumnya atas kekurangannya tersebut.
Surakarta, Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap hari sadar atau tidak, kehidupan manusia selalu dikelilingi oleh produk tekstil. Dari mulai hal-hal biasa seperti pakaian yang kita pakai, kaos kaki yang kita kenakan, tirai yang dipasang di rumah-rumah hingga rangka pesawat terbang dari material tekstil komposit yang tidak biasa. Tekstil memang tidak terbatas hanya pada kebutuhan sandang dan fesyen seperti selama ini dipahami banyak orang. Nyatanya tekstil memiliki wilayah aplikasi sangat luas dan telah melebar lebih dari sekedar dipandang sebagai pakaian saja.
Tekstil sendiri memiliki arti semua yang terbentuk dari serat. Di dalam bahasa latin, pengertian tekstil dari etimologi bahasa "texere" atau "textile" (bahasa Inggris) yang artinya selalu dihubungkan dengan kegiatan menenun. Dengan demikian pengertian merencanakan tekstil dapat diartikan sebagai suatu proses penyempurnaan yang dapat dilakukan pada serat benang atau pun pada kain. Maksud dari proses ini adalah meningkatkan kualitas bahan keindahan dan fungsi tekstil tersebut.
Tekstil jaman dahulu sangat berbeda dengan jaman sekarang. Hal ini dikarenakan tekstil Semakin hari semakin berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi. Perkembangan tekstil saat ini menunjukkan bahwa teknologi tekstil telah dan makin menjangkau bidang-bidang teknologi lainnya. Pada bidang konstruksi misalnya, saat ini pengembangan tekstil beton terutama di perguruan tinggi dan lembaga riset di Jerman menjadi tema yang hangat dan begitu maju. Tak ketinggalan juga pada bidang otomotif, kereta api dan pesawat terbang misalnya, bahan komposit tekstil makin dilirik dan banyak dipakai untuk menggantikan peran bahan logam. Begitu juga pada bidang kesehatan atau yang lebih dikenal dengan istilah medical textile semakin menunjukan tren yang menarik. Contoh lain misalnya dengan semakin hangatnya penelitian-penelitian dan aplikasi nano teknologi pada bidang tekstil, belum lagi aplikasi bidang elektronika pada material tekstil yang melahirkan istilah baru bernama smart textile atau tekstil cerdas semakin menunjukkan perkembangan yang menarik.
BAB II
ISI
Tekstil diduga sudah ada sejak zaman Neolitikum atau Batu Baru (8000-2000 SM). Penemuan alat tenun, misalnya gelondong benang atau alat tenun batu, membuktikan adanya proses pemintalan dan penenunan di zaman itu.
Saat orang mulai tinggal di kota, tekstil makin banyak dibuat dari beragam serat. Sayangnya hanya sedikit bukti tenunan di zaman peradaban kuno yang ditemukan, misalnya dari Mesir dan Peru. Di Mesir ditemukan tenun lena yang berusia 6.000-7.000 tahun dan kain dengan pola-pola tertentu yang dibuat dengan teknik tapestry abad XV SM. Sedangkan di Peru, temuan berupa katun dan wol bulu llama.
Di tahun 5000 SM masyarakat Mesir dinilai sudah terampil menenun kain lena dari rami halus. Selain berdasarkan penemuan berupa secarik kain lena halus, pendapat itu didukung oleh temuan sejumlah mumi dari tahun 2500 SM yang terbungkus kain lena bermutu sebaik produk sekarang.
Ternyata, pada tahun 3000 SM masyarakat lembah Sungai Indus, kini wilayah Pakistan dan India bagian barat, telah menggunakan katun kapas. Bahkan konon, di saat yang bersamaan masyarakat di Amerika telah mengolah kain sejenis itu. Sedangkan masyarakat Cina sejak sekitar tahun 2700 SM telah mengusahakan ulat sutera, selain mengembangkan alat tenun khusus untuk serat sutera. Perkiraan ini didukung temuan potongan kecil sutera tenun berbordir menempel di patung perunggu dari Dinasti Shang (1523-1028 SM).
Penyebaran tekstil dari timur ke barat dimulai tahun 300 SM saat bala tentara Iskandar Agung membawa pulang ke Eropa benda-benda katun dari wilayah Pakistan. Mereka lantas mengembangkan perdagangan kain secara besar-besaran dengan mengimpor pakaian wol dari Inggris, Gaul (kini Prancis), dan Spanyol, kain lena dari Mesir; Katun dari India; serta sutera dari Cina dan Persia (kini Iran). Sayangnya sedikit sekali tekstil yang bertahan dari masa Kekaisaran Romawi di Barat dan Dinasti Han (202 SM – 220) di Timur.
Sejarah telah membuktikan bahwa dahulu pembuatan tekstil selalu dengan bahan alami, hal ini dikarenakan mereka memanfaatkan alam sekitar dan belum adanya teknologi seperti jaman sekarang.
Awal mula perkembangan tekstil di Indonesia tidak dapat diketahui dengan pasti, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut pakaiannya sendiri sudah dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dalam bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya serta dikonsumsi/digunakan sendiri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industry rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouwatau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri tekstil Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Perkembangan tekstil yang paling menonjol terlihat pada jaman sekarang adalah penggunaan mesin dalam proses produksi tekstil. Dalah satu contohnya adalah digital printing. Digital printing merupakan pengembangan teknologi dari teknik cetak saring. Cetak saring sendiri merupakan proses stensil untuk memindahkan suatu citra ke atas berbagai jenis media atau bahan cetak seperti : kertas, kayu, metal, kaca, kain, plastik, kulit, dan lain-lain.
Cetak saring merupakan bagian dari teknik cetak yang dikembangkan oleh Yuzenzai Miyasaki pada tahun 1654-1736 dan Zikukeo Hirose pada tahun 1822-1890 berkebangsaan Jepang. Pada awalnya cetak sablon dikembangkan untuk pencetakan kimono yang merupakan pakaian khas Jepang, dimana bila kimono ditulis dengan tangan menjadi sangat mahal harganya. Selanjutnya cetak saring dan block printing berkembang hingga ke daratan Eropa pada tahun 1851-1862 dan kemudian pada tahun 1868 Joseph Swan mendirikan atau menemukan produk autotype. Pada tanggal 11 Juli 1907 Samuel Simmon yang berkebangsaan Inggris mendapatkan hak patentnya untuk teknik cetak saring. Setelah itu cetak saring berkembang ke Amerika Serikat sehingga pada tahun 1924 pertama kalinya proses cetak saring dilakukan di atas bahan tekstil dan kemudian pada tahun 1946 MC Kornick dan Penney menemukan mesin cetak saring.
Block printing (sumber: http://printing.google.co.id)
Adanya teknologi komputerisasi digital yang sudah berkembang sejak tahun 1994, turut mempengaruhi perkembangan yang signifikan bagi industri tekstil nusantara.
Penggunaan digital printing untuk bidang usaha tekstil di Indonesia makin terlihat naik setelah tahun 2004, walaupun untuk negara berkembang masih dianggap jauh tertinggal dari beberapa negara di barat, yang sudah menggunakan tehnologi ini sejak tahun 1980.
Sekarang, hampir semua industri besar dan kecil, bahkan industri rumahan telah menggunakan mesin printing digital untuk membantu kinerja usaha mereka. Penggunaan mesin printing digital di Indonesia mungkin masih terbatas untuk design, trace, color mixing ataupun engraving, dan tidak semua pabrik tekstil memakainnya.
Mesin digital printing (sumber: http://mesindigitalprinting.google.co.id)
Dengan adanya perkembangan printing digital untuk tekstil yang sangat drastis di Indonesia, telah merubah hampir seluruh rangkaian proses produksi dengan lebih efisien dan singkat. Dengan menggunakan tehnologi digital printing, banyak produsen berhasil menghilangkan proses yang terlihat rumit seperti, trace film atau bagian untuk membuat film; engraving, atau membuat cetakan; dan color mixing, atau membuat pasta warna.
Digital Printing (sumber: http://digitalprinting.google.co.id)
BAB III
KESIMPULAN
Menurut sejarah, tekstil sudah ada sejak zaman Neolitikum atau Batu Baru (8000-2000 SM). Dan tidak dapat dipungkiri lagi tekstil adalah material yang paling dekat dengan ke hidupan kita sekarang. Perkembangan tekstil dapat dibilang berjalan lurus dengan perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari seiring berjalannya waktu dan makin berkembangnya teknologi, tekstil juga semakin berkembang, baik berupa teknik pembuatan hingga pengaplikasian motif pada permukaan kain.
Di Indonesia, tekstil juga berkembang cukup pesat. Walaupun sempat mengalami beberapa fase perkembangan, naik dan turun. Perubahan yang menonjol terdapat pada penggunaan mesin – mesin dalam proses pembuatan tekstil. Seperti contohnya Alat Tenun Mesin (ATM) dan mesin digital printing.
Masuknya mesin digital printing sangat berpengaruh terhadap perkembangan pertekstilan Indonesia. Terdapat dampak positif dan negatif terhadap masuknya mesin printing. Positifnya, proses produksi lebih efisien waktu dan singkat. Namun negatifnya, harga kain digital printing yang tergolong murah terkadang lebih menarik perhatian konsumen sehingga cukup berdampak pada pasaran kain yang handmade.
DAFTAR PUSTAKA
Widiastuti, Theresia. Catatan Kuliah. Kajian Tekstil Nusantara
Lyle, Dhoroty. 1976. Modern Textile. Canada: Wiley
Habsul Nurhadi, dkk. 1996 Perkembangan Teknologi Pertenunan, Jakarta: PT.Golden Terayon Press.
N. Sugiharto H dan Shigeru Watanabe. 2003 Teknologi Tekstil. Jakarta, PT. Pradnya Paramita.
Suwati Kartiwa. 1993 Tenun Ikat. Jakarta; Djambatan.