A.
PENGERTI PENGERTIAN AN PERITONITIS PERITONITIS BAKTERIALIS BAKTERIALIS SPONTAN SPONTAN
Peritonitis Bakterialis Spontan (PBS) adalah infeksi bakteri pada cairan asites tanpa adanya sebuah bukti sumber infeksi intra-abdomen, ditemukan sebagai suatu komplikasi dari sirosis hepatis.1 PBS kadang-kadang disebut sebagai "peritonitis "peritonitis bakteri primer". PBS dapat teradi teradi pada semua usia dan sirosis adalah kondisi predisposisi yang yang paling sering teradi.
B.
ETIOLOGI
!nfeksi bakteri dari cairan asites dapat diklasifikasikan dalam tabel di baah #
Tabel 1. $lasifikasi
infeksi cairan asites.
Penyebab lain neutrositik ascites yang harus ikut dipertimbangkan# a. b. c. d.
deposit deposito o tumor tumor periton peritoneal eal pankreatitis %B penyaki penyakitt aring aringan an ikat ikat
1
e. perdarahan dalam cairan asites. &ikroorganisme yang diisolasi dari pasien dengan PBS yang paling umum adalah anggota flora mikroba normal saluran pencernaan termasuk Escherichia coli ('), spesies Klebsiella (1), spesies Proteus (*), Enterococcus faecalis (*), Pseudomonas spesies (+) dan lainnya (). Streptokokus
ẞ-hemoliticus dan
Streptococcus pneumoniae uga
merupakan penyebab penting dalam seumlah kecil pasien.+ asil kultur dari semua sampel cairan ascites yang ditumbuhi organisme tunggal di eeds selama / tahun (+-+0) ditunukkan pada ambar 1. 2ata mentah disaikan tanpa penilaian signifikansi klinis, umlah besar kultur koagulase stafilokokus negatif (34S) menunukkan sampel dengan kontaminasi tingkat tinggi dengan flora kulit.+
Gambar 1.
asil kultur cairan asites yang ditumbuhi organisme tunggal dari
sampel yang dikirim 5anuari +-2esember +0. 10'6 sampel dikirim. 34S 7 koagulase staphylococcus negatif.
3.
INSIDENSI
+
!nsiden yang dilaporkan pada pasien dengan asites ber8ariasi '-/ per tahun ./ Pasien dengan sirosis uga dapat mengembangkan infeksi spontan serupa dari cairan pleura.+ PBS teradi terutama pada pasien dengan asites dengan sirosis. al ini arang teradi pada mereka dengan penyakit li8er sub-akut misalnya hepatitis alkoholik. Peritonitis Bakteri Spontan (PBS) teradi pada / pasien dengan sirosis dan diperkirakan angka mortalitas mencapai 9, namun bila dilakukan diagnosis dan terapi secara dini, maka angka tersebut akan turun mencapai +. Pre8alensi PBS pada pasien sirosis raat alan adalah 1,6-/,6 dan pada pasien raat inap adalah sekitar 1, bahkan pada penderita sirosis dengan infeksi hepatitis B atau 3 pre8alensi SBP mencapai /1. Pada sebagian besar kasus, PBS merupakan hasil dari translokasi bakteri dari lumen usus. Sebuah penelitian mengatakan PBS uga bisa berasal dari infeksi yang lain, salah satunya adalah infeksi saluran kemih, tetapi sangat arang teradi dan hal ini masih membutuhkan penelitian. Sebagian besar kasus PBS disebabkan oleh kuman enterik gram negatif, seperti :scherichia coli dan $lebsiella pneumoniae. ;aktor risiko untuk perkembangan PBS termasuk total protein cairan asites < 1 g = d, perdarahan gastrointestinal, dan riayat PBS.* ;aktor risiko PBS meliputi# a. b. c. d.
episode PBS sebelumnya - (dua pertiganya mengalami kekambuhan dalam satu tahun) perdarahan ! (perdarahan 8arises) total protein ascites <1, g = dl skor Child-Pugh.+ + pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan 8arises uga teradi
perkembangan PBS pada saat masuk dan 6 dari ini berkembang dengan PBS selama penerimaan. !nfeksi yang berhubungan dengan tingkat perdarahan ulang yang lebih tinggi dan mortalitas yang lebih tinggi.6,,'
B.
PATOFISIOLOGI
/
Pertumbuhan bakteri pada cairan asites adalah penyebab umum dari infeksi cairan asites. 4amun rute masuk bakteri masih kontro8ersial. 2ua teori langkah aal dalam patogenesis yang diusulkan, yang pertama adalah# a. %ranslokasi. Pathogenesis PBS pada pasien sirosis disebabkan terutama oleh translokasi bakteri. %ranslokasi bakteri merupakan proses perpindahan produk bakteri (24> bakteri atau endotoksin) meleati lumen intestinal menuu kelenar getah bening mesenterika atau ekstraintestinal. %ranslokasi bakteri menyebabkan gangguan keseimbangan antara flora normal di usus dengan organisme lain yang menyebabkan teradinya reaksi inflamasi dan berakhir dengan infeksi. 0,9 &ekanisme translokasi bakteri pada sirosis# 1. Pertumbuhan bakteri usus yang berlebihan ;aktor predisposisi utama mungkin pertumbuhan berlebih bakteri usus yang ditemukan pada orang dengan sirosis, terutama dikaitkan dengan aktu transit usus tertunda. Pertumbuhan bakteri usus yang berlebihan, gangguan fungsi fagositosis, dan penurunan
akti8itas
sistem
retikuloendotelial
memberikan
kontribusi
terhadap
peningkatan umlah mikroorganisme dan penurunan kemampuan untuk membersihkan mereka dari aliran darah, sehingga teradi migrasi dan proliferasi ke dalam cairan ascites. +. Sistem pertahanan pada mukosa intestinal Pada pasien sirosis permeabilitas usus meningkat dengan hipertensi portal dan edema saluran cerna sehingga translokasi lebih mudah ke 8ena porta atau ke limfatik. ?rganisme dapat mencapai sirkulasis sistemik dari nodus limfe mesenteric sehingga menyebabkan bakteremia.
/. Penurunan fungsi imun lokal Pada pasien sirosis terdapat defisiensi pada system retikoendotel yang dapat menyebabkan bakteri tidak dapat dibersihkan dari system sirkulasi, sehingga akhirnya teradi kolonisasi pada cairan asites. >kti8itas antimikroba endogen berkurang atau bahkan tidak ada pada pasien dengan asites protein rendah, dan ika sistem imun gagal
*
menghancurkan bakteri, bakterasites (kultur dari cairan asites positif tapi umlah P&4 <+6sel=mm/) bisa berkembang menadi PBS (kultur positif dan P&4 @+6sel=mm/).1 b. ematogen. 6 dari episode PBS disertai dengan bakteremia. ?rganisme yang identik dengan kultur dari cairan asites dan kadang-kadang dapat diisolasi dari urin atau sputum. al ini menunukkan pertumbuhan bakteri secara hematogen dari cairan asites mungkin menadi langkah kunci aal dalam patogenesis.11
C.
GEJALA KLINIS
Pada PBS terdapat geala dan tanda dengan angkauan yang luas, diperlukan pengaasan yang ketat pada pasien dengan asites, terutama dengan perburukan klinis akut. / pasien dilaporkan tidak mengalami geala.1+ Bila telah teradi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan teradi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Aangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. 4yeri subektif berupa nyeri aktu penderita bergerak seperti alan, bernafas, batuk, atau mengean. 4yeri obektif berupa nyeri ika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.1+ >danya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda rangsangan peritonium. Aangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di baah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
%anda dan geala lain yang mungkin ditemukan # a) b) c) d)
:nsefalopati 2iare >sites yang tidak membaik dengan diuretic agal ginal yang makin memburuk atau onset yang baru
6
D.
INDIKASI UNTUK PENGUJIAN
Pada pasien dengan asites, adanya demam onset baru (suhu C /',0 D3 atau 1 D;), nyeri perut, ensefalopati, asidosis metabolik, gagal ginal, hipotensi, diare, ileus paralitik, hipotermia, leukositosis, atau tanda dan geala infeksi lainnya harus segera dilakukan parasentesis diagnostik untuk analisis cairan asites dan kultur.* Sekitar 1/ pasien dengan PBS dapat ditemukan tanpa geala apapun. $arena PBS begitu sering terdapat pada setiap pasien sirosis, paracentesis diagnostik direkomendasikan secara rutin untuk pasien ini pada saat masuk. %idak perlu transfusi plasma atau trombosit sebelum ke parasentesis diagnostik, mengingat resiko komplikasi hemoragik yang sangat rendah, kecuali pada 2!3 atau fibrinolisis dengan klinis yang elas.*
E.
KRITERIA DIAGNOSTIK
a. >namnesis &anifestasi klinis dari PBS (Peritonitis Bakteri Spontan) tidak spesifik. eala dan tanda yang paling sering diumpai adalah demam (9), nyeri perut (69), tandatanda ensefalopati hepatik, nyeri perut (sangat arang), diare, ileus, syok dan hipotermia. Sekitar 1 dari pasien dengan PBS tidak menunukkan geala.1/,1*,16 b. Pemeriksaan fisik Pasien dengan asites dan PBS tidak memiliki perut yang kaku (rigid) karena cairan asites dalam umlah besar yang mencegah kontak antara membran peritoneum (8isceral dan parietal). %anda yang sering didapat pada pasien PBS adalah pireksia, linglung, ileus dan geala sistemik lain atau sepsis berat.1+
Tabel 2. eala dan tanda dari PBS menurut Sleisenger dan ;ordtran F astrointestinal
G i8er 2isease, ' th :d, :lse8ier.
Banyaknya gambaran dari kegagalan fungsi hati menyebabkan diagnosis sepsis menadi sulit, sebagai contoh, pengurangan umlah neutrophil perifer yang disebabkan oleh pembesaran lien, peningkatan detak antung, dan hipotensi relati8e karena sirkulasi hiperdinamik dan hiper8entilasi basal karena ensefalopati./ PBS mungkin dapat dicurigai dari temuan klinis, akan tetapi untuk penegakan diagnosis harus dikonfirmasi dan diklasifikasi dengan temuan laborat. c. Pemeriksaan penunang 2iagnosis PBS ditegakkan dengan analisis cairan asites yang didapatkan dari parasentesis. !ndikasi utama untuk parasentesis pada pasien dengan sirosis hati, meliputi# pemburukan klinis yang tidak elas, timbulnya komplikasi (ensefalopati hepatik dan perdarahan gastrointestinal), onset baru asites dan pada setiap pasien raat inap di rumah sakit. Parasentesis harus dihindari hanya dalam kasus dugaan fibrinolisis atau 2!3. &eskipun pasien dengan sirosis memiliki gangguan koagulasi, parasentesis dikaitkan dengan risiko komplikasi yang sangat rendah# hematoma dinding abdomen (1), hemoperitoneum (,1) dan infeksi iatrogenik (,1). 2iagnosis konfirmasi peritonitis bakteri spontan membutuhkan cairan asites dengan peningkatan umlah mutlak leukosit polimorfonuklear (P&4) dengan umlah minimal +6 sel=mm/ (,+6 E 19 = ) dan kultur bakteri cairan asites positif cairan tanpa sumber infeksi intra-abdominal yang elas. %es diagnostik cairan asites harus dilakukan sebelum pengobatan dimulai, bahkan dosis tunggal antibiotik spektrum luas dapat
'
menyebabkan tidak ada pertumbuhan pada kultur bakteri pada 0 kasus. Sekitar 1 m cairan asites harus disuntikkan ke dalam "purple-top" tabung :2%> untuk hitung umlah sel dan analisis diferensial. 2alam kasus parasentesis traumatis, dengan masuknya darah ke dalam cairan asites (biasanya sel darah merah pada asites C 1. sel=mm/) umlah P&4 harus dikoreksi dengan mengurangkan satu P&4 untuk setiap +6 sel darah merah=mm/ dari umlah P&4 mutlak.* a. $ultur bakteri# Sebelum pemberian antibiotik, cairan asites (setidaknya 1 m) harus diinokulasi langsung ke dalam botol kultur darah di samping tempat tidur, daripada mengirim cairan ke laboratorium dalam arum suntik atau adah, karena inokulasi langsung meningkatkan hasil pada kultur bakteri dari sekitar 6 sampai 9, pada umlah hitung sel pada cairan asites setidaknya +6 sel=mm/ (,+6 E 19 = ). $ultur darah terpisah dan simultan uga harus diperoleh, karena hingga 6 dari pasien dengan PBS mengalami konkomitan bakteremia.* b. %es 2iagnostik lainnya pada cairan asites# Hntuk paracentesis diagnostik aal, tes lainnya harus dilakukan sebagai klinis memungkinkan pada cairan asites yang tersisa. %es ini dapat dikirimkan kepada laboratorium menggunakan tabung "red-top" dan mungkin termasuk albumin, protein total, glukosa, laktat dehidrogenase, amilase, dan bilirubin. radien serum asites (S>>) dari 1,1 g=d atau lebih adalah konsisten dengan hipertensi portal. %ingkat protein total kurang dari 1, g=d berhubungan dengan peningkatan risiko peritonitis bakteri spontan. %otal protein tinggi, konsentrasi glukosa yang rendah, dan peningkatan laktat dehidrogenase terlihat pada peritonitis bakteri sekunder. Peningkatan amilase asites dapat dilihat pada pankreatitis dan perforasi usus. $ebocoran empedu ke peritoneum dapat dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi bilirubin pada cairan asites. Pada pasien dengan parasentesis sebelumnya, terutama parasentesis baru-baru ini, sebagian besar tes diagnostik tambahan ini tidak perlu diulang.* 2ari cairan asites serangkaian tes dapat dilakukan, seperti# tes rutin - aib bahkan dalam kasus terapeutik parasentesis (hitung leukosit dengan rumus,
0
kadar
serum dan tingkat albumin pada cairan asites, kultur darah, tes opsional (umlah total protein, kadar glukosa, 2 dan tingkat amilase, pearnaan ram) dan tes khusus (Iiehl-4ielsendan kultur medium oenstein, sitologi, konsentrasi bilirubin dan trigliserida). Suspek PBS
bila umlah P&4 dalam cairan asites adalah lebih dari
+6=mm/.* Setelah parasentesis, cairan asites harus diinokulasi segera (di samping tempat tidur pasien) ke dalam tabung kultur darah (1ml di setiap tabung).2engan menggunakan resipien tersebut bisa meningkatkan tingkat diagnosis asites dengan neutrofil hingga 6-0.* Penilaian kuantitas albumin dalam cairan asites berguna untuk menghitung serum albumin= gradien asites, sebuah gradien C 1,1 g=dl menadi karakteristik adanya hipertensi portal. 5ika aspek klinis cenderung mengarah pada PBS, kultur dari cairan asites yang monomicrobial dan respon klinis terhadap pengobatan yang segera, maka parasentesis kedua tidak dibutuhkan. 5ika terdapat unsur-unsur yang mendukung ke arah peritonitis sekunder atau cairan asites memiliki karakteristik bakteri asites yang non netrositik monomicrobial , parasentesis harus diulang setelah *0 am. $arena hampir setengah kasus PBS berhubungan dengan bakteremia dan infeksi bakteri pada pasien sirosis dapat menyebabkan manifestasi yang mirip dengan PBS, kultur darah dan urin dari pasien ini diperlukan.',1* ;oto rontgen dada dapat menunukkan hidrotoraks dengan tepat. 5ika dicurigai infeksi (dan diagnosis PBS telah dikesampingkan), thoracentesis diperlukan untuk menegakkan diagnosis karena empiema bakteri spontan dapat teradi bahkan tanpa asites atau PBS. 2ari cairan pleura, tes umum (beberapa seperti untuk cairan asites) dan inokulasi kultur darah dapat dilakukan.1
9
Gambar 1.
Gambar 2.
!ndikasi untuk melakukan parasentesis diagnostik
Pendekatan ke 2iagnosis dan Pengobatan Spontan bakteri Peritonitis 1'
>lgoritma ini memberikan pendekatan umum untuk diagnosis dan manaemen pasien dengan kemungkinan peritonitis bakteri spontan. 2okter harus menduga bakteri sekunder peritonitis dengan salah satu dari berikut# pasien memiliki respon yang tidak adekuat terhadap antibiotik, lebih dari satu organisme isolasi dari hasil kultur, atau setidaknya dua
1
dari penilaian cairan asites berikut ditemukan (protein lebih C 1 g=d, 2 lebih besar dari tingkat serum H4, dan glukosa < 6 mg=d). 5ika diduga peritonitis bakteri sekunder, pencitraan yang tepat harus dilakukan, cakupan antibiotik diperluas untuk mencakup anaerob, dan laparotomi perlu dipertimbangkan. Pada banyak kasus PBS, parasentesis diagnostik
sering tidak dapat dilakukan
sehingga pasien diterapi dengan antibiotik empiris tanpa p emeriksaan cairan peritoneum.
F.
PENATALAKSANAAN
%ata laksana non-operatif merupakan terapi utama pada PBS, terdiri atas pemberian antibiotik dan terapi suportif. >ntibiotik spektrum luas digunakan pada terapi aal kemudian disesuaikan menadi spektrum yang lebih sempit berdasarkan hasil biakan. %erapi antibiotik aal merupakan terapi empiris berdasarkan organisme yang sering menyebabkan PBS. %erapi empiris
yang
biasa
diberikan
adalah
kombinasi
golongan penisilin
dan
aminoglikosida intra8ena selama + minggu, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan dan ui resistensi >moksisilin diberikan dengan dosis 6 mg=kgBB=hari dibagi / dosis dan golongan aminoglikosida, antara lain amikasin dengan dosis 16 mg=kgBB=hari atau gentamisin dengan dosis /-6 mg=kgBB=hari dibagi + dosis. Bila dicurigai terdapat infeksi pneumococcusyang resisten, dapat diberikan penisilin dosis tinggi. 2apat uga diberikan antibiotik golongan sefalosporin, seperti sefotaksim dengan dosis '6-1 mg=kgbb=hari, seftriakson '6-1 mg=kgBB=hari, atau seftaJidim 6-1 mg=kgBB=hari >ntibiotik golongan 8ankomisin (/-* mg=kgBB=hari), kloramfenikol ('6-1 mg=kgBB=hari), dan imipenem (6 mg=kgBB=hari) efektif digunakan untuk infeksi oleh Streptococcus pneumoniae resisten penisilin.,1 Beberapa kepustakaan melaporkan keadian infeksi pneumococcus resisten penisilin pada kasus PBS, bahkan angka keadiannya meningkat di beberapa daerah. Peningkatan frekuensi infeksi pneumokokus resisten penisilin ini mempengaruhi dosis terapi. Pada tahun 199, di >merika Serikat dilaporkan kasus peritonitis oleh kuman pneumokokus resisten penisilin. Berdasarkan kasus tersebut direkomendasikan penggunaan penisilin dan sefalosporin dosis tinggi untuk infeksi selain meningitis pada Streptococcus pneumonia yang intermediet berdasarkan hasil biakan.
11
Perlu diaspadai penggunaan antibiotik spektrum luas dapat meningkatkan angka resistensi dan mendorong pertumbuhan amur serta organisme patogen lain yang akan memperparah keadaan pasien. Aekomendasi terakhir berdasarkan epidemiologi local dan pola resistensi digambarkan sebagai berikut#
Gambar 3.
>mo,
&enggambarkan persentase resistensi bakteri gram negati8e terhadap antibiotic.
amoEicillinK
3!P,
ciprofloEacinK
3L&,
cefuroEimeK
3?%,
cotrimoEaJoleK
P%>,
piperacillin=taJobactamK :4, gentamisin. Piperacillin=taJobactam dipilih untuk mendapatkan antibiotic yang sesuai (termasuk enterococci, streptococci, dan gram negati8e yang resisten termasuk spesies pseudomonas) dan untuk menghindari penggunaan sefalosporin, Muinolone dan gentamisin. $ombinasi 8ankomisisn dan aJtreonam uga menghasilkan efek yang hamper sama. %igecycline memiliki aktifitas yang sesuai (melaan staphylococcus aureus, enterococci dan beberapa gram negati8e tetapi tidak melaan pseudomonas). %igecycline digunakan pada infeksi intraabdominal tetapi penggunaan pada PBS masih sedikit. >pabila hasil kultur cairan asites positif maka antibiotic harus diganti sesuai dengan hasil kultur untuk meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping. %erapi oral dapat diberikan
1+
pada aal terapi pada pasien tanpa inflamasi sistemik atau gagal ginal. Pada pemberian ciprofloEacin=ofloEacin oral, co-amoEicla8, dan sefalosporin generasi ke-/ tidaka ada perbedaan signifikan, seperti umlah kematian, efektifitas dan hasil ika dibandingkan dengan terapi i8. Pemberian terapi oral bisa dipertimbangkan pada pasien dengan kondisi baik, tidak demam dan tidak ada tanda-tanda inflamasi sistemik. Pada banyak penelitian lama terapi diberikan berdasarkan pada geala dan tanda. Sebuah penelitian menunukkan tidak ada perbedaan kematian atau perbaikan pasien PBS pada pemberian cefotaEime i8 selama 6 atau 1 hari. Hntuk mengurangi efek samping obat dan resistensi terhadapa antibiotic, pemberian antibiotic selama 6 hari bisa diadikan standar, perpanangan dapat dilakukan hingga 1 hari ika didapatkan respon yang lambat. 1
Perlu diperhatikan kebutuhan cairan dan elektrolit serta kalori karena pasien sering mual muntah dan demam tinggi yang menyebabkan asupan cairan dan kalori berkurang dan pengeluaran cairan dan elektrolit meningkat. Selain itu, perlu diperhatikan terapi suportif lainnya. 5ika perlu, dapat diberikan terapi simtomatik. Penggunaan albumin mengurangi angka kematian pada PBS dari +9 menadi 1. Pada penelitiannya tidak digunakan control plasma eEpander. >lbumin memiliki peran dalam penyebaran cairan# dia mungkin mengikat endotoksin, meningkatkan opsonisasi dengan cairan asites, dan menstabilkan pembuluh darah endotel. 5ika pasien mengalami hipo8olemik pertimbangkan pemberian 1.6 mg=kgBB albumin pada am pemberian pertama antibiotik. 2osis pengulangan dapat diberikan 1mg=kgBB pada hari ke-/.1 Pemberian obat spasmolitik tidak dianurkan dan malah dapat merupakan kontraindikasi Pada sindrom nefrotik dengan keadaan infeksi berat seperti PBS, pemberian steroid atau prednison perlu dihentikan sementara atau dosisnya dikurangi atau di-taper-off, dan dilanutkan lagi setelah infeksi teratasi.
1/
DAFTAR PUSTAKA
1. 2orland. $amus $edokteran 2orland. :. 5akarta. +' +. >rroyo N et al . Spontaneous Bacterial Peritonitis, :ds. ?Orady and akeOs comprehensi8e clinical hepatology, 1st :d. Barcelona# &osby, +#'.1-'.1*. /. ong ; et al. Sepsis in cirrhosis# report on the 'th meeting of the !nternational >scites 3lub. Gut +6K 6*#'10-+6. *. Aecognition and &anagement of Spontaneous Bacterial Peritonitis. epatitis 3-online. Q2iakses pada September +16R 6. Garcia-Tsao G. Spontaneous bacterial peritonitis. Gastroenterol Clin N Am 1992; 21:25775.
. Garcia-Tsao G. Current management of the complications of cirrhosis an portal h!pertension: "ariceal haemorrhage# ascites an spontaneous bacterial peritonitis. Gastroenterology 2$$1; 12$:72%-&'.
'. Garcia-Tsao G. Spontaneous Bacterial Peritonitis: a historical perspective. J Hepatol 2004; 41: 522-7.
0. 3aruntu ;, Benea . Spontaneous Bacterial Peritonitis# Pathogenesis, 2iagnosis, %reatment. 9. (rances ) et al . *acterial +, acti"ates cell meiate immune response an nitric oie o"erprouction in peritoneal macrophages from patients /ith cirrhosis an ascites. Gut 2$$&; 50:'%$-&.
1. 1$.Cirera et al . *acterial translocation of enteric organisms in patients /ith cirrhosis. 3epatol 2$$1; 0&:02-7.
11. (rieman 4S# eeffe 6*. 3anboo of 4i"er +isease. 2n 6. 6lse"ier nc 2$$&. 1+. Sleisenger8s (ortran8s Gastrointestinal 4i"er +isease# 7 th 6# 6lse"ier nc. 1/. e8ison &:, Bush &. Peritonitis and intraperitoneal abcesses. !n &andell , Bennett 5:, 2olin A. Principles and Practice of !nfectious 2iseases. th :dition, :lse8ier, 3hurchill i8ingstone, Philadelphia, +6, Nol 1, 9+'- 961 1*. Such 5, Aunyon B>. Spontaneous bacterial peritonitis. 3lin !nfect 2is 1990K +'# 9-'* 16. Parsi &>, >trea >, Iein 44. Spontaneous bacterial peritonitis# recent data on incidence and treatment. 3le8e 3lin 5 &ed +*K'1# 69-66 1. Aimoli >, arcia-%sao , 4a8asa & et al. 2iagnosis, treatment and prophylaEis of spontaneous bacterial peritonitis# a consensus document. 5 epatol + K /+# 1*+- 16/
1*
1'. Aunyon B>. Pengelolaan pasien deasa dengan asites karena sirosis# An update# epatologi. +9K *9# +0'-1'
16