Perempuan di Titik Nol Tetapi sebenarnya saya tak mengenalnya. Karena bagaimanapun juga, saya hanyalah seorang perempuan yang sendirian. Dan satu orang perempuan, tak jadi soal dia itu apa, tidak mungkin dapat mengenal semua orang lelaki yang gambarnya telah dipasang di surat-surat kabar. Ya, siapa pun dia itu. Saya tidak lebih daripada seorang pelacur yang sukses, dan tak jadi soal betapapun suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat mengenal semua lelaki. Akan tetapi, dengan setiap lelaki yang saya pernah kenai, saya selalu dihinggapi hasrat yang kuat untuk mengangkat tangan saya tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke muka mereka. Tetapi karena saya takut, saya tak pernah mengangkat tangan saya. Rasa takut telah menyadarkan saya bahwa gerakan ini sulit dilakukan. Saya tidak tahu bagaimana menghilangkan rasa takut ini sampai pad a saat saya mengangkat lengan saya untuk pertama kali. Gerakan tangan saya keatas dan kemudian ke bawah telah menghancurkan rasa takut. Saya menyadari bahwa hal itu adalah sebuah gerakan yang mudah dilaksanakan, lebih mudah daripada
yang saya perkirakan. Kini tangan saya tidak lagi tidak mampu untuk diangkat sendiri tinggi-tinggi di udara dan mendarat dengan keras pada wajahwajah mereka. Gerakan tangan saya telah menjadi begitu mudahnya, dan segalanya di tangan saya dapat digerakkan dengan kemudahan yang alamiah, apakah itu sebilah pisau yang saya hujamkan ke dalam dada orang dan mencabutnya kembal i. Dia akan menembus masuk dan dicabut keluar dengan kemudahan alamiah masuknya udara ke dalam paruparu dan menghembus keluar lagi. Saya berkata yang sebenarnya tanpa suatu kesulitan apa pun juga. Sebab kebenaran itu selalu mudah dan sederhana. Dan dalam kesederhanaannya itu terletak kekuasaan yang ganas. Karena, arang sekali orang dapat mencapai kebenaran primitif dan 149
Nawal el-Saadawi mengagumkan dari suatu kehidupan setelah bertahun-tahun penuh perjuangan. Karena, memang jarang sekali orang tiba pada kebenaran hid up, yang sederhana, tetapi menakutkan dan penuh kekuatan, setelah hanya beberapa tahun. Dan
untuk sampai kepada kebenaran berarti bahwa seseorang tidak lagi merasa takut mati. Karena kematian dan kebenaran adalah sama dala m hal bahwa keduanya mensyaratkan keberanian yang besar bila seorang ingin menghadapi mereka. Dan kebenaran adalah seperti kematian dalam arti mem-bunuh. Ketika saya membunuh, saya lakukan hal itu dengan kebenaran bukan dengan sebilah pisau. Itulah yang menyebabkan mereka takut dan tergesa-gesa untuk melaksanakan hukumannya terhadap saya. Mereka tidak takut kepada pisau saya. Kebenaran saya itulah yang menakutkan mereka. Kebenaran yang menakutkan ini telah memberikan kepada saya kekuatan yang besar. la melindungi saya dari rasa takut mati, atau takut kehidupan, rasa lapar, atau ketelanjangan, atau kehancuran. Adalah kebenaran yang menakutkan ini yang mencegah saya merasa takut kepada kekurangajaran para penguasa dan para petugas kepolisian. Dengan mudahnya saya meludahi muka-muka dan kata-kata penuh kebohongan itu, meludahi surat-surat kabar penuh kebohongan itu. 150
J IBA-TiBA SUARA FlRDAUS menjadi diam, seperti suara dalam sebuah mimpi. Saya menggerakkan tubuh saya seperti seseorang yang sedang bergerak dalam tidurnya. Apa yang ada di bawah saya bukanlah sebuah tempat tidur, tetapi sesuatu yang padat seperti tanah; dan
dingin seperti tanah, rasa dingin yang tidak mencapai tubuh saya. Yaitu dinginnya laut di dalam sebuah mimpi. Saya berenang di airnya. Saya telanjang dan tak pandai berenang. Tetapi saya tidak merasakan dinginnya, juga tidak tenggelam dalam airnya. Suara Firdaus sekarang tidak ada, tetapi gemanya tetap ada di telinga saya, seperti sebuah suara yang jauh. Seperti suara-suara yang terdengar dalam mimpi. Suara-suara itu seakan-akan datangnya dari kejauhan tetapi juga seperti dari jarak yang dekat, atau seperti dekat tetapi datangnya dari jauh. Kita sebenarnya tidak tahu dari mana suara-suara itu timbulnya. Dari atas atau dari bawah. Dari sebelah kiri atau dari sebelah kanan. Kita mungkin berpikir suarasuara itu datangnya dari kedalaman bumi, jatuh dari atap-atap rumah atau jatuh dari langit. Atau suara-suara itu mungkin mengalir dari segala penjuru, seperti udara yang bergerak di langit mencapai telinga kita. Tetapi itu bukan udara yang terbang ke dalam tel inga kita. 153
Nawal el-Saadawi Perempuan yang sedang duduk di lantai di depan saya adalah seorang perempuan yang nyata. Suara yang mengisi telinga saya dengan bunyinya mengema dl dalam sel yang jendela dan pintun·ya tertutup rapat itu adalah suara yang nyata. Dan jelas saya dalam keadaan bangun. Sebab, tiba-tiba pintu didorong sampai terbuka, tampak beberapa petugas kepolisian yang bersenjata. Mereka mengelilingi Firdaus dalam suatu lingkaran, dan saya dengar seorang di antara mereka berkata: “Mari kita berangkat … Waktumu sudah tiba.” Saya melihat ia berjalan keluar bersama mereka. Saya tidak pernah melihatnya lagi. Tetapi suaranya terusmenerus bergema di telinga saya, bergetar dalam kepala, dalam sel, dalam penjara, di jalanan, di seluruh dunia, menggoncangkan segalanya, menyebarkan rasa takut ke mana saja ia pergi, rasa takut dari kebenaran yang membunuh, kekuatan kebenaran, sama liar, sama sederhananya dan sama ditakuti seperti maut, tetapi polos dan lembut seperti anak kecil yang belum belajar berdusta. Oleh karena dunia penuh dusta, ia harus membayar harganya dengan kematian. Saya masuk ke dalam mobil saya yang kecil itu, mala saya melihat ke tanah. Di dalam diri saya ada suatu perasaan malu. Saya mall! kepada diri-sendiri, kepada kehidupan saya, kepada rasa takut saya, dan kepada kebohongan-kebobongan saya. JalJnan penuh dengan kesibukan orang di sekitarnYJ, penuh dengan surat-surat kabar yang tergantung di kios-kios, berita utama mercka yang menyolok. Pada setiap langkah, ke mana pun saya pergi, saya dapat melihat kebohongan-kebohongan itu, saya dapat ikuti ke munafikan sibuk di sekeliling. Saya injakkan kaki pada pedal gas seperti dalam keadaan 154