LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI
DOSEN PEMBIMBING: PEMBIMBING: Dr. Uripto Trisno Santoso , S.Si., M.Si.
OLEH SYAMSUN JAYA
J1B111012
RACHMAH RUMIE RIANTHI
J1B111008
DIRGAHAYU PURNA PRIHATINI
J1B111019
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2014
PERCOBAAN VI DEHIDRASI 1-BUTANOL DAN STABILITAS RELATIF DARI ALKENA
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kestabilan relatif dari isomer
II. LATAR BELAKANG
Dehidrasi alkohol seperti 1-butanol akan menghasilkan campuran butena yaitu 1-butena, cis- dan trans 2-butena. Rendemen relatif dari produk dapat ditentukan secara eksperimental. Dengan menghitung energi dari setiap isomer, kita dapat memperkirakan kestabilan relatif dari isomer tersebut. Jika kestabilan termodinamik dari isomer sesuai dengan hasil eksperimen maka dikatakan reaksi dikontrol secara termodinamik, dan jika tidak demikian, maka reaksi dikatakan dikontrol secara kinetik.
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Stabilitas Relatif Alkena Stabilitas alkena merupakan hasil gabungan dua faktor : · Pertama
adalah
hiperkonjugasi, menstabilkan
interaksi
antara orbital ikatan C=C π (pi) anti ikatan dengan orbital ikatan CH σ (sigma) pada substituen tetangganya. Lebih banyak substituen yang ada maka akan lebih banyak kesempatan untuk hiperkonjugasi, sehingga alkena menjadi semakin stabil. · Kedua, kekuatan ikatan juga merupakan faktor penting dalam stabilitas alkena. Ikatan antara karbon sp2 dengan karbon sp3 lebih kuat dari pada ikatan antara karbon-karbon sp3.
Dengan demikian, jika kita membandingkan 1-butena dengan 2 butena,kita menemukan bahwa isomer mono-substitusi memiliki satu ikatan sp3-sp3
dan satu
ikatan
sp3-sp2,
sedangkan
untuk
isomer disubstitusi memiliki dua ikatan sp3-sp2. Semakin banyak ikatan sp3sp2 maka alkena akan semakin stabil. Telah diketahui bahwa alkena tidak dapat mengalami interkonversi cis-trans secara spontan, akan tetapi hal ini dapat terjadi dengan katalis asam kuat. Jika kita menginterkonversi cis-2 butena dengan trans-2-butena dan mengikuti reaksi kesetimbangannya akan terlihat bahwa isomer trans-2-butena terdapat dalam jumlah berlebih (76%) dibandingkan isomer cis-2-butena yang hanya 24%. Dengan menggunakan konstanta kesetimbangan,
dapat
dihitung
bahwa
cis-2-butena
kurang
stabil dibandingkan trans-2-butena dengan perbedaan nilai 2,8 kJ/mol pada suhu ruang.
Alkena akan lebih stabil dengan peningkatan jumlah substituennya. Hal ini karena dengan peningkatan jumlah substituen pada alkena akan menurunkan ΔH 0 hidrogenasi.
3.2. Dehidrasi 1-Butanol
Senyawa butena merupakan bahan baku penting dalam berbagai proses seperti polimerisasi, alkilasi, dan esterifikasi. Senyawa butena pada saat sekarang ini biasanya diperoleh dari perengkahan katalitik minyak bumi dan dehidrogenisasi nbutana. Semua proses tersebut merupakan proses pembuatan senyawa butena yang menggunakan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Salah satu cara lain untuk mendapatkan senyawa butena adalah dengan reaksi dehidrasi n-butanol. N-butanol dapat dibuat dengan cara fermentasi karbohidrat dari tanaman berkabohidrat yang merupakan sumber daya alam yang terbarukan. Alternatif ini penting karena semakin menipisnya cadangan minyak dan gas bumi. Reaksi dehidrasi n-butanol menjadi senyawa butena dapat dilakukan dengan cara pemanasan dan reaksi katalitik menggunakan katalis asam padatan seperti zeolit dan alumina aktif. Senyawa butena yang dihasilkan dari reaksi ini bergantung dari kondisi reaksi dan sifat katalis yang digunakan. Pada umumnya prouduk yang dihasilkan, jika reaksi menggunakan katalis zeolit, adalah senyawa 1-butena, cis-2-butena, trans-2-butena, isobutilena, dan dibutileter. Kajian mengenai reaksi dehidrasi n-butanol ditujukan untuk menentukan persamaan kinetika beserta parameter-parameternya dan mencari kondisi optimum reaksi. Dalam kimia, reaksi dehidarsi biasanya didefinisikan sebagai reaksi yang melibatkan pelepasan air dari molekul yang bereaksi. Reaksi dehidrasi merupakan subset dari reaksi eliminasi. Karena gugus hidroksil (-OH) adalah gugus lepas yang buruk, pemberian katalis asam Brønsted sering kali membantu protonasi gugus hidroksil, menjadikannya gugus lepas yang baik, OH2+. Dalam kimia organik, terdapat banyak contoh reaksi dehidrasi:
Konversi alkohol menjadi eter:
2 R-OH → R -O-R + H2O
Konversi alkohol menjadi alkena
R-CH2-CHOH-R → R -CH=CH-R + H2O
Konversi asam karboksilat menjadi anhidrida asam:
2 RCO2H → (RCO)2O + H2O
Konversi amida menjadi nitril:
RCONH2 → R -CN + H2O
Pada reaksi penataan ulang dienol benzena:
Beberapa reaksi dehidrasi dapatlah berjalan dengan rumit. Sebagai contoh, reaksi gula dengan asam sulfat pekat membentuk karbon melibatkan pembentukan ikatan karbon-karbon.
Gula (sukrosa) didehidrasi:
C12H22O11 + 98% Sulfuric acid → 12 C
(graphitic foam) +
11 H 2O steam +
Sulfuric acid/water mixture Reaksi ini didorong oleh reaksi eksotermik antara asam sulfat dengan air. Agen
dehidrasi
yang
umum
meliputi asam
sulfat pekat, asam
fosfat pekat, aluminium oksida panas, keramik panas.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
Gambarkan struktur 1-butena kemudian di model build dan lakukan optimasi geometri menggunakan ab initio dengan himpunan basis 6-31G. Catat energi dari struktur tersebut. Lakukan hal yang sama untuk senyawa cis- dan trans-2-butena. 1-butena mempunyai dua buah ikatan tunggal C-C. Program HyperChem tidak perlu menjalankan optimasi geometri pada sudut torsi. Pada kenyataannya model builder seringkali menandai harga yang tidak layak secara energi. Dengan alasan tersebut, sebaiknya dilakukan pengaturan beberapa sudut sebelum menyimpulkan bahwa struktur tersebut adalah struktur yang stabil. Lihatlah molekul sepanjang ikatan tunggal C-C dan perhatikan konformer eklips. Untuk mengubah harga sudut torsi, pilih 4 atom yang menunjukkan sudut torsi. Dari menu Edit , pilih Set bond torsion dan masukkan besaran sudut yang diinginkan. Dengan tool Select , double-click pada ikatan rotasi. Pemilihan ikatan ini dan segala sesuatu pada satu sisi saja. Lakukan reoptimasi geometri dan catat energi yang dihasilkan dari
setiap konformer yang stabil dari isomer-isomer tersebut. Baik dari energi MM+ maupun panas pembentukan dari perhitungan semiempiris dapat digunakan
untuk
menentukan
stabilitas
relatif
dari
isomer.
Panas
pembentukan juga dapat dibandingkan secara langsung dengan harga eksperimental.
Dari hasil yang diperoleh, perkirakan isomer mana yang dominan dalam campuran produk tersebut. Jika hasilnya demikian, tentukan reaksi tersebut dikontrol oleh kinetik atau termodinamik.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil a. Pada perhitungan energi menggunakan Ab initio dengan 6-31 G pada 1 butena, trans 2-butena dan cis 2-butena
Dari hasil menggunakan ab initio dihasilkan struktur 1-butena, trans 2-butena dan cis 2-butena setelah dilakukan geometri optimation. Struktur tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 1.
1-butena
2.
Trans 2-butena
3. Cis 2-butena
Dari hasil tersebut didapatkan energi sebagai berikut : No
Nama Senyawa
Energi
1.
1-butena
2,817 kcal/mol
2.
Trans 2-butena
-97.956,5717 kcal/mol
3.
Cis 2-butena
-96.360,1914 kcal/mol
Energi MM+
∆Hf hitung
1-butena
4339,46 kcal/mol
102.292,46 kcal/mol
0,02
Cis-2-butena
74,97 kcal/mol
164,52 kcal/mol
-1,7
Trans-2-butena
89,56 kcal/mol
98.793,56 kcal/mol
-2,72
Isomer
∆Hf eksp.
5.2. Pembahasan Dalam kimia, reaksi dehidrasi biasanya didefinisikan sebagai reaksi yang melibatkan pelepasan air dari molekul yang bereaksi. Reaksi dehidrasi
merupakan subset dari reaksi eliminasi. Karena gugus hidroksil (-OH) adalah gugus lepas yang buruk, pemberian katalis asam Brønsted sering kali membantu protonasi gugus hidroksil, menjadikannya gugus lepas yang baik, -OH2+. Pada percobaan ini, kestabilan relatif dari isomer ditunjukkan pada isomer 1-butena. Isomer cis-2-butena dan trans-2-butena kurang stabil karena terdapat tegangan sterik diantara kedua substituennya yang berposisi sama (berdampingan). Yang artinya makin besar energi yang dilepas menunjukkan bahwa cis-2-butena dan trans-2-butena kurang stabil. Hal ini dapat dilihat juga dari perhitungan panas pembakaran isomer cis-2-butena dan trans-2 butena yang biasanya diperlakukan dalam asam kuat. Cara lain untuk menentukan kestabilan relatif suatu alkena adalah dengan mereaksikan alkena dengan gas H2 menggunakan katalis seperti palladium atau platinum. Senyawa Alkena akan lebih stabil dengan peningkatan jumlah substituennya. Hal ini karena dengan peningkatan jumlah substituen pada alkena akan menurunkan ΔH 0 hidrogenasi.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut. 1. Pada percobaan ini, kestabilan relatif dari isomer ditunjukkan pada isomer 1-butena. 2. Isomer cis-2-butena dan trans-2-butena kurang stabil karena terdapat tegangan sterik diantara kedua substituennya yang berposisi sama (berdampingan).
Yang
artinya
makin
besar
energi
yang
dilepas
menunjukkan bahwa cis-2-butena dan trans-2-butena kurang stabil. 3. Alkena akan lebih stabil dengan peningkatan jumlah substituennya. Hal ini karena dengan peningkatan jumlah substituen pada alkena akan menurunkan ΔH0 hidrogenasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik . Bina Aksara. Jakarta. Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Jilid 3.Erlangga. Jakarta. Respati. 1986. Pengantar Kimia Organik . Aksara Baru: Jakarta.