LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR Percobaan 6 KIMIA LINGKUNGAN
Disusun oleh Nama
: Cinderi Maura Restu
NPM
: 10060312009
Shift / kelompok
: 1/2
Tanggal Praktikum
: 24 Desember 2012
Tanggal Laporan
: 07 Januari 2012
Asisten
: Dieni Mardliani,S.Farm
LABORATORIUM KIMIA KIMIA TERPADU A PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2012
Percobaan 6
Kimia Lingkungan
1. Tujuan :
Dapat mengetahui senyawa-senyawa kimia yang ada di sekitar lingkungan beserta sifat-sifatnya.
2. Prinsip :
Denaturasi, saponifikasi, dan polistiren.
3. Metode/teori dasar :
Polimer merupakan senyawa kimia berukuran besar yang berasal dari sejumlah unit penyusun yang disebut monomer. Polimer terdiri dari polimer alami dan polimer sintesis. Contoh polimer alami yaitu protein dan karbohidrat. Karbohidrat tersusun dari monomer-monomer yang berupa glukosa. Protein tersusun dari asam amino. Asam amino mengandung gugus –NH2 dan gugus – COOH yang sangat mempengaruhi sifat dari asam amino dan protein.
Polimer sintesis dapat berupa polimer organik ataupun polimer anorganik. Contoh polimer organik yaitu polietilen yang tersusun atas CH 2=CH2 yang dimana rangka molekularnya tersusun atas atom carbon dengan jumlah yang sangat banyak. Contoh lain adalah nilon, dokron, dan polivinilklorida. Polimer organik umumnya menjadi getas pada suhu rendah, dan rusak pada suhu tinggi, mudah terbakar, mengalami swelling dalam pelarut organik. Polimer
anorganik contohnya yaitu polimer yang tersusun dari kerangka yang tersusun atas rantai silikon-oksigen dengan gugus organik yang terikat pada kerangka di setiap atom silikon.
Cara pembuatan sabun yaitu reaksi antara basa dan asam lemak disertai pemanasan.
Peran kimia lingkungan :
1. Mempelajari sifat dan fungsi bahan kimia dalam lingkungan.
2. Mempelajari dan menelaah pengaruh bahan kimia terhadap komponen lain dan terhadap lingkungan, terutama jika bahan kimia itu tersebar dan berkontaminasi dengan lingkungan sehingga keseimbangan terganggu.
3. Menentukan jumlah batas penyebaran bahan kimia dalam lingkungan agar tidak memberikan gangguan terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan manusia.
4. Mempelajari masalah lingkungan hidup yang berkaitan d engan reaksi kimia.
4. Alat dan bahan :
a. Alat :
1. Styrofoam
2. Tabung reaksi
3. Gelas kimia plastik
4. Penjepit kayu
5. Kertas lakmus
6. Gelas cup styrofoam
7. Kawat kasa
8. Pembakar spiritus
9. Kertas saring
10. Cawan penguapan
11. Batang pengaduk
12. Corong gelas
13. Kaki tiga
14. Pipet tetes
b. Bahan :
1. Alkohol
2. Aseton
3. Etil asetat
4. Metil etil keton
5. Larutan boraks
6. Larutan CuSO 4
7. Larutan putih telur
8. Larutan NaOH 6 M
9. Larutan HgCl 2
10. Larutan timbal asetat
11. Larutan HNO3 pekat
12. Aquades
13. Larutan NaCl jenuh
14. Larutan detergen
15. 1 ml larutan CaCl 2
16. 5 ml larutan NaOH
17. 5 ml minyak kelapa
18. 5 ml etanol
19. Lem bening
5. Prosedur percobaan :
Percobaan 1 :
1. Disiapkan styrofoam (wadah pembungkus makanan dan minuman).
2. Styrofoam kemudian dipotong berbentuk persegi dengan panjang sisi sebesar 0,5 cm.
3. Styrofoam yang telah dipotong, dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi yang berbeda.
4. Kedalam tabung A, dimasukkan alkohol kedalamnya.
5. Kedalam tabung B, dimasukkan aseton kedalamnya.
6. Kedalam tabung C, dimasukkan etil asetat kedalamnya.
7. Kedalam tabung D, dimasukkan metil etil keton kedalamnya.
8. Diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi dan ditentukan kesimpulannya.
Percobaan 2 :
1. Disiapkan sebuah gelas kimia plastik.
2. Dituangkan kedalamnya lem bening secukupnya.
3. Dituangkan lagi kedalamnya 5 ml larutan boraks.
4. Campuran tersebut kemudian didiamkan beberapa saat.
5. Diamati campuran lem bening dan larutan boraks tersebut.
Percobaan 3 :
1. Disiapkan 5 buah tabung reaksi ; A, B, C, D, dan E.
2. Dimasukkan kedalam tabungnya masing-masing 2 ml larutan putih telur.
3. Pada tabung A, ditambahkan 1 ml CuSO 4 dan 5 tetes NaOH 6 M.
4. Tabung A kemudian digoyangkan.
5. Tabung B, ditambahkan 10 tetes HgCl 2.
6. Tabung C, ditambahkan ditambahkan 5 tetes timbal timbal asetat dan dan 1 ml NaOH 6 M.
7. Tabung D, ditambahkan 1 ml HNO 3 pekat.
8. Tabung D kemudian dipanaskan.
9. Tabung E, ditambahkan 1 ml NaOH 6 M.
10. Tabung E kemudian dipanaskan.
11. Diletakkan kertas lakmus basah di bagian ujung tabung reaksi.
12. Uap yang dihasilkan dari proses pemanasan kemudian dicium.
13. Perubahan yang terjadi kemudian diamati.
Percobaan 4 :
1. Disiapkan sebuah cawan penguapan.
2. Dimasukkan kedalamnya 5 ml NaOH, 5 ml minyak kelapa, dan 5 ml etanol.
3. Cawan tersebut kemudian dipanaskan.
4. Selama proses pemanasan, campuran yang terdapat te rdapat di cawan tersebut diaduk.
5. Setelah campurannya agak mengental, ditambahkan sejumlah air kedalam campuran tersebut.
6. Kemudian campuran tersebut didinginkan.
7. Setelah dingin, kedalam campuran tersebut ditambahkan 25 ml NaCl jenuh.
8. Campuran tersebut kemudian disaring.
9. Sabun yang diperoleh, dicuci dengan 3 x 10 ml air.
10. Sabun tersebut kemudian dilarutkan dalam 30 ml aquades hingga menghasilkan larutan sabun.
11. Disiapkan 3 buah tabung reaksi ; A, B, dan C.
12. Pada tabung A, dimasukkan 10 ml larutan sabun.
13. Pada tabung B, dimasukkan 10 ml larutan detergen.
14. Pada tabung C, dimasukkan 10 ml air kran.
15. Kedalam masing-masing tabung, dimasukkan 1 ml larutan CaCl 2.
16. Diamati masing-masing tabung dan ditentukan kesimpulannya.
Percobaan 5 :
1. Disiapkan sebuah gelas cup styrofoam.
2. Kedalam gelas cup tersebut, dimasukkan air ±
bagiannya.
3. Styrofoam itu kemudian dibakar dengan menggunakan pembakar spiritus dan diletakkan di atas kawat kasa.
4. Diamati perubahan yang terjadi pada styrofoam tersebut.
5. Dilakukan percobaan tersebut sekali lagi, tetapi menggunakan styrofoam kosong.
6. Ditentukan kesimpulannya.
6. Hasil pengamatan :
A. Percobaan 1
Pada tabung A, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan alkohol. Setelah diamati, styrofoam tersebut masih sama seperti semula. Larutannya tetap berwarna bening. Pada tabung B, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan aseton. Setelah diamati, styrofoam tersebut larut tetapi hanya sebagian. Warna larutannya menjadi kekuningkuningan. Pada tabung C, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan etil asetat. Setelah diamati, styrofoam tersebut tetap ada dan
masih sama seperti semula. Terdapat gelembung pada laruutan tersebut dan warna larutannya menjadi putih. Pada tabung D, styrofoam tersebut larut tetapi terdapat endapan di dasar tabung. Warna larutannya menjadi putih keruh.
(a). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan alkohol.
(b). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan aseton.
(c). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan etil asetat.
(d). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan metil etil keton.
B. Percobaan 2
Setelah lem bening ditambahkan dengan larutan boraks dalam sebuah gelas kimia, tekstur lem tersebut menjadi padat, kenyal, mengental, dan menggumpal seperti lilin. Lem tersebut menjadi berwarna putih, dan tidak menyatu (heterogen) dengan larutan boraks.
Ket : Lem bening yang ditambahkan boraks kedalamnya. kedalamnya.
C. Percobaan 3
Pada tabung A, putih telur yang telah dimasukkan kedalam tabung tersebut dan ditambahkan CuSO 4 menjadi berwarna biru muda. Tetapi, setelah dimasukkan NaOH 6 M kedalamnya, warnanya berubah menjadi ungu. Warna tersebut tidak menyatu dan menggumpal. Pada tabung B, setelah ditambahkan HgCl2 kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, campurannya menjadi menggumpal, kental, dan berwarna putih. Pada tabung C, setelah ditambahkan timbal asetat dan NaOH 6 M kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, terjadi dua lapisan warna pada campuran tersebut, yaitu cokelat dan putih. Tetapi, pada lapisan warna cokelat, terdapat gumpalan. Pada tabung D, setelah ditambahkan HNO 3 pekat kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, campurannya tidak homogen (terpisah). HNO 3 ada di bagian dasar tabung, sedangkan putih telur diatasnya dan berwarna kuning serta cair (setelah pemanasan). Pada tabung E, setelah ditambahkan NaOH 6 M kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, terdapat dua gumpalan bening diatas warna kuning, dan kertas lakmus menjadi berwarna biru.
(a). Ket : Putih telur yang ditambahkan dengan CuSO 4 dan NaOH.
(b). Ket : Putih telur ditambahkan dengan HgCl 2.
(c). Ket : Putih telur ditambahkan dengan timbal asetat dan NaOH.
(d). Ket : Putih telur ditambahkan dengan HNO 3 pekat.
(e). Ket : Putih telur ditambahkan dengan NaOH 6 M.
D. Percobaan 4
a. Pembuatan larutan sabun
Cawan penguapan yang berisi NaOH (berwarna bening), minyak kelapa (berwarna kuning), dan etanol (berwarna bening) menghasilkan campuran yang tidak homogen. Ketika dipanaskan, cawan penguapannya harus terus diaduk. Hasil dari pemanasan tersebut berupa padatan sabun yang berwarna putih kekuning-kuningan. Setelah ditambahkan air dan didinginkan, sabunnya menjadi gumpalan-gumpalan putih. Setelah dicuci dengan air 3x10 ml, sabunnya tetap menggumpal dan berwarna putih.
Ket : Campuran antara NaOH, minyak kelapa, dan etanol sebelum pemanasan.
Ket : Campuran antara NaOH, minyak kelapa, dan etanol sesudah pemanasan.
b. Pengujian larutan sabun, detergen (digantikan sunlight), dan air kran.
Pada tabung A, ditambahkan air kran dan CaCl 2, terdapat busa pada bagian permukaan campuran pada tabung tetapi hanya sedikit dan lamakelamaan busanya hilang. Terdapat gumpalan pada campuran tersebut. Pada tabung B, ditambahkan sunlight dan CaCl 2, terdapat busa tetapi hanya sedikit, lama kelamaan semakin sedikit. Pada tabung C, ditambahkan air kran dan CaCl 2, tidak terdapat busa pada campuran yang ada di tabung tersebut. Hanya terdapat larutan bening tanpa busa.
Ket : Tabung B : sunlight ditambahkan larutan CaCl 2.
Ket : Tabung C : air kran ditambahkan CaCl2.
E. Percobaan 5
Styrofoam yang berisi air, ketika dipanaskan tekstur dari styrofoam tersebut menipis, lama kelamaan semakin menipis dan bolong. Sedangkan styrofoam yang kosog (tidak berisi air), ketika dipanaskan tekstur dari styrofoam tersebut menipis dan lama kelamaan bolong. Proses penipisan dan pembolongan styrofoam yang tanpa air, lebih cepat daripada yang berisi air.
Ket : Styrofoam yang berisi air.
Ket : Styrofoam yang tanpa air (setelah pemanasan).
7. Pembahasan :
a. Percobaan 1
Styrofoam yang dimasukan kedalam alkohol, aseton, etil asetat, dan metil etil keton, menghasilkan perubahan yang berbeda pada masing-masing senyawa tersebut. Styrofoam yang dimasukkan kedalam alkohol, tidak terjadi perubahan apa-apa. Styrofoam yang dimasukkan kedalam etil asetat, terjadi sedikit perubahan pada larutannya, yaitu : terdapat gelembung pada tabung dan styrofoamnya tetap ada. Styrofoam yang dimasukkan kedalam aseton, terjadi perubahan pada warna larutannya, yaitu : menjadi berwarna kekuning-kuningan
dan styrofoamnya sebagian besar larut. Styrofoam yang dimasukkan kedalam metil etil keton, terjadi perubahan pada styrofoamnya, yaitu : styrofoam larut dalam larutan tersebut dan larutan menjadi keruh. Styrofoam memiliki struktur yang banyak mengandung ikatan karbon. Karena memiliki ikatan karbon itulah sehingga styrofoam bersifat non polar yang sulit larut dalam air. Styrofoam larut dalam lemak dan sulit larut dalam air. Styrofoam larut dalam larutan yang bersifat non polar. Dari keempat larutan yang telah diuji, dapat diketahui sifat dari masing-masing senyawa tersebut dimulai dari non polar, yaitu : metil etil keton, aseton, etil asetat, dan alkohol. Sedangkan apabila diurutkan dari senyawa yang bersifat polar, yaitu alkohol, etil asetat, aseton, dan metil etil keton. Styrofoam memiliki gugus polystiren. Gugus polystiren adalah salah satu jenis polimer sintetik yang luas penggunaannya, terutama sebagai bahan plastik. Ketidakmampuan mikroorganisme untuk menguraikan polistiren di alam, menjadikannya sebagai sumber sampah plastik. Modifikasi terhadap polistiren dapat dilakukan melalui pencampuran dengan polimer alam agar dihasilkan polistiren dengan karakteristik yang berbeda.
b. Percobaan 2
Lem cair yang ditambahkan larutan boraks kedalamnya, menghasilkan perubahan pada campuran tersebut. Lem menjadi padat, mengental, dan kenyal. Campurannya menjadi tidak homogen (terpisah). Terjadi gumpalan pada lem tersebut karena adanya ikatan antara boraks dengan karbohidrat dan le mak yang terkandung dalam lem tersebut. Lemnya berwarna putih dan sangat mengental.
Lem yang digunakan pada percobaan ini terbuat dari tepung terigu atau tepung kanji yang mengandung amilum. Amilum merupakan senyawa karbohidrat golongan oligosakarida. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Amilum tersusun dari dua macam karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras. Sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket pada tepung tersebut.
c. Percobaan 3
Pada tabung reaksi A, putih telur ditambahkan dengan CuSO 4 menghasilkan perubahan warna pada putih telur menjadi warna biru muda. Setelah ditambahkan degan NaOH, menjadi berwarna ungu dan campurannya tidak menyatu (heterogen) serta terdapat gumpalan di dasar tabung. Pada tabung reaksi B, putih telur ditambahkan dengan HgCl 2, menghasilkan gumpalan berwarna putih dan kental. Pada tabung reaksi C, putih telur ditambahkan timbal asetat dan NaOH, menghasilkan dua lapisan warna yaitu cokelat dan putih, tetapi warna cokelat yang mendominasi. Dan terdapat gumpalan pada dasar tabung. Pada tabung reaksi D, putih telur ditambahkan dengan HNO 3 pekat, terdapat pemisahan yang terjadi antara 2 senyawa ini. HNO 3 terletak di bagian dasar tabung, sedangkan putih telur terletak dibagian permukaan tabung. Putih telur menjadi berwarna kuning dan cair setelah dilakukan proses pemanasan. Pada tabung reaksi E, putih telur ditambahkan dengan NaOH dan diletakkan kertas lakmus dibagian mulut tabung, terdapat dua gumpalan berwarna bening diatas
warna kuning. Kertas lakmus menjadi berwarna biru yang berarti campuran tersebut bersifat basa. Pada percobaan ini, bahan pokok yang digunakan adalah putih telur. Putih telur mengandung banyak protein. Dan pada percobaan ini terjadi proses denaturasi protein, yaitu proses perusakan protein. Dengan kata lain, denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur dari suatu protein yang disebabkan oleh terjadinya gangguan ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein sehingga banyak sifat-sifat biologis dari suatu protein yang hilang. Faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi protein adalah jika dipanaskan, terjadi energi kinetik sehingga menyebabkan molekul proteinnya rusak. Jika ditambahkan senyawa asam atau basa, menyebabkan pH proteinnya menjadi isoelektris. Isoelektris yaitu muatan positif dan negatif dari senyawa tersebut menjadi sama sehingga terjadi gumpalan. Dan jika ditambahkan senyawa logam, senyawa tersebut menjadi tidak larut dan mempunyai afinitas yang tinggi. Afinitas adalah salah satu sifat keperiodikan unsur. Dengan kata lain, afinitas adalah energi yang dilepaskan oleh suatu atom (dalam wujud gas) ketika menangkap satu elektron membentuk ion negatif. Dalam satu golongan yang sama pada sistem periodik unsur, nilai afinitasnya dari atas ke bawah menurun. Sedangkan dalam satu periode yang sama, nlai afinitasnya dari kiri ke kanan meningkat. Nilai afinitas elektron umumnya sejalan dengan jari-jari atom. Semakin kecil jari-jari atom, maka afinitas semakin tinggi. Sedangkan jika semakin besar jari-jari atom, maka afinitasnya
semakin
rendah.
Kesimpulannya,
semakin
senyawa
ditambahkan itu bersifat logam, maka afinitasnya akan semakin tinggi.
yang
d. Percobaan 4
Campuran yang mengandung NaOH, minyak kelapa, dan etanol sebelum pemanasan menghasilkan campuran yang heterogen. Pada waktu pemansan, campurannya tidak boleh gosong atau hangus dan harus terus diaduk. Ini dikarenakan jika gosong atau hangus, sabun y ang dihasilkannya juga akan hangus dan berwarna kecoklatan. Sabun yang dihasilkan haruslah berwarna putih. Dan juga harus terus diaduk supaya campurannya merata dan didihannya tidak meluber keluar crus. Setelah pemanasan hasil campurannya berupa padatan. Setelah ditambahkan air dan didinginkan, terdapat gumpalan-gumpalan yang terbentuk dari campuran tersebut. Pada tabung reaksi A, larutan sabun yang dihasilkan ditambahkan dengan CaCl 2 menghasilkan busa yang sedikit dan terdapat gumpalan. Pada tabung reaksi B, sunlight ditambahkan dengan CaCl 2 menghasilkan busa yang juga sedikit. Tetapi busanya lebih banyak daripada air sabun yang ditambahkan CaCl 2. Pada tabung reaksi C, air kran ditambahkan dengan CaCl2, tidak menghasilkan busa, hanya larutan bening saja. Pada percobaan ini, terjadi reaksi penyabunan atau disebut juga reaksi saponifikasi. Apabila minyak ditambahkan dengan basa kuat, akan menghasilkan padatan sabun. Ditambahkan CaCl 2 dan NaCl jenuh supaya dapat terlihat kesadahan airnya. Suatu campuran, apabila semakin sadah, maka busanya akan meningkat. Dan sebaliknya, apabila suatu campuran semakin tidak sadah (kesadahannya menurun) busanya semakin sedikit. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa kesadahan suatu campuran dapat menentukan jumlah busa yang dihasilkannya. Air sadah adalah air yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium.
Disebut juga air yang sukar dipakai untuk mencuci. Penyebab utama kesadahan 2+
2+
air adalah ion Ca dan ion Mg . Penyebab lain dari kesadahan air adalah disebabkan oleh ion logam dan garam-garam bikarbonat serta sulfat. Senyawa kalsium dan magnesium bereaksi dengan sabun membentuk endapan dan mencegah terjadiinya busa dalam air. Oleh karena senyawa-senyawa kalsium dan magnesium relatif sukar larut dalam air, maka senyawa-senyawa itu cenderung untuk memisah dari larutan dalam bentuk endapan atau presipitat yang akhirnya menjadi kerak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa.
e. Percobaan 5
Wadah styrofoam yang berisi air didalamnya, setelah dipanaskan styrofoamnya menipis dan lama-kelamaan bolong pada dasar styrofoam tersebut. Sedangkan wadah styrofoam yang tidak berisi air di dalamnya, ketika dipanaskan styrofoamnya menipis dan langsung bolong bagian dasar dari styrofoam tersebut. Proses penipisan styrofoam yang tanpa air lebih cepat dari yang berisi air. Styrofoam yang berisi air, panas dari api pembakar spiritusnya meresap melewati air dulu, setelah itu bisa membuat styrofoam tersebut bolong. Sedangkan yang tanpa air, panas dari api langsung menuju styrofoamnya dan membuat styrofoamnya langsung bolong tanpa ada penghambatnya yang berupa air. Air yang diisikan pada styrofoam berfungsi sebagai perantara. Prinsip dari percobaan ini adalah termodinamika. Jika kalor yang diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan terlihat
mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem, volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengkerut dan terasa lebih dingin). Kedua kejadian ini merupakan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi pada termodinamika. Styrofoam memiliki nama lain yaitu polystyrene. Polistiren adalah monomer yang dibuat dari styrene. Susunan styrene yaitu C 6H5-CH=CH2. Styrene merupakan salah satu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan tergolong murah namun cepat rapuh. Agar styrene tidak cepat rapuh, maka dicampur dengan seng dan senyawa botadine sehingga menjadi berwarna putih susu. Untuk kelenturannya, polystyrene ditambahkan zat plasticier seperti dioktilptalat (DOP), butil hidroksi toluena atau n-butil stearat. Plastik busa yang menjadi struktur sel-sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas Chloro Fluoro Carbon (CFC). Kelemahan dari styrofoam yang lama adalah tidak ramah lingkungan dan sifatnya yang sulit terurai. Butuh waktu kira-kira 1000 tahun untuk menguraikan styrofoam. Bahan dasar styrofoam tidak bisa didaur ulang dan bahannya diproduksi menggunakan HFC (hydrofluorocarbon) yang dapat menyebabkan kerusakan ozon dan dapat merugikan kesehatan. Saat ini styrofoam terbaru lebih ramah lingkungan karena dapat terurai dengan kurun waktu 4 tahun. Styrofoam ini dinamakan Oxodegradable Polystyrene yang ditambahkan bahan lain berupa oxium. Sehingga styrofoam ini mudah untuk terurai dalam kurun waktu 4 tahun. Oxium merupakan zat aditif yang ditambahkan kedalam polystyren sehingga mempercepat terjadinya degradasi. Proses degradasi menyebabkan penurunan kekuatan tarik sehingga styrofoam
menjadi rapuh, retak, dan menjadi bubuk. Fase terakhir dari proses degradasi akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan biomassa yang akan kembali ke alam. Styrofoam jenis ini terbuat dari bahan organik, atom-atom penyusunnya sama dengan beras atau gula (hidrokarbon). Namun karena mata rantai dari styrofoam jenis ini yang panjang, sehingga butuh waktu yang panjang juga untuk terurai dan dimakan mikroba. Oxodegradable polystyrene merupakan bahan yang aman digunakan sebagai kemasan masyarakat dan sudah diuji oleh BPOM. Bahan pembentuk styrofoam yang biasa disebut gabus, bersifat racun, dan bisa mencemari makanan dan minuman, terutama makanan yang masih panas dan berlemak yang akan menyebabkan styrofoam akan leleh. Efek negatif dari penggunaan styrofoam pada makanan yang panas terhadap tubuh manusia adalah menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat (gejala sakit kepala, letih, depresi), menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat (pengurangan daya igat, berkurangnya fungsi intelektual, kecepatan visiomotorik), berkurangnya daya pendengaran, mempercepat detak jantung, insomnia, dapat memicu sel kanker karena styrofoam mengandung dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen yang sulit untuk dicerna sehingga menumpuk dan berbalut lemak yang tidak bisa dikeluarkan melalui feces dan urine, dapat juga megakibatkan hilangnya kesadaran, merusak sumsum tulang belakang, anemia, berkurangnya sistem imun tubuh, infeksi, bahkan kematian.
8. Kesimpulan :
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang ada di sekitar lingkungan memiliki sifatnya masing-masing. Sifatnya ini menentukan penggunaan senyawa tersebut dalam kehidupan manusia seharihari. Sebagai contoh, terdapat perbedaan sifat pada alkohol dan metil etil keton. Alkohol memiliki sifat polar dan dapat larut dalam air. Sedangkan metil etil keton memiliki sifat non polar yang tidak dapat dapat larut dalam air dan dapat dapat larut dalam lemak. Contoh lain adalah penggunaan styrofoam dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembungkus makanan. Yang apabila makanan tersebut panas dan mengandung lemak, akan menyebabkan banyak sekali efek negatif yang berpengaruh pada tubuh manusia. Pengaruh pada lingkungan adalah styrofoam sulit untuk dicerna, sehingga membutuhkan waktu yang lama supaya styrofoam bisa terurai.
9. Jawaban pertanyaaan :
1. Carilah struktur styrofoam !
Jawab :
Styrofoam disebut juga polystyrene. Styrofoam memiliki banyak ikatan karbon. Styrofoam bersifat non polar sehingga tidak mudah larut dalam air dan sulit untuk terurai di lingkungan.
2. Apa saja bahaya boraks dan pengaruhnya dalam tubuh ?
Jawab :
Boraks yang ditambahkan kedalam makanan, membuat tekstur makanan tersebut terasa kenyal dan tahan lama. Apabila makanan yang ditambahkan boraks dimakan oleh manusia, akan dapat menyerang langsung sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala keracunan, seperti demam, mual, muntah, diare, kejang, iritasi kulit dan jaringan lemak, apatis, depresi, anuria (tidak terbentunknya urin), sianosis, hipotensi (tekanan darah rendah), kerusakan ginjal, pigsan, bahkan kematian.
10. Daftar pustaka :
1. Tim Asisten Laboratorium Kimia Farmasi.2012. Penuntun Praktikum Kimia Dasar Farmasi .Bandung:Universitas .Bandung:Universitas Islam Bandung.
2. Kimia Lingkungan.
http://www.WikipediabahasaIndonesia.org.id/wiki/kimia-lingkungan.
Diakses tanggal 23 Desember 2012.
3. Sabun dan detergen.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/KimiaLingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-detergen/.
Diakses tanggal 23 Desember 2012.
4. Kimia lingkungan dan peranannya.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/KimiaLingkungan/pencemaran_lingkungan/kimia-lingkunga Lingkungan/pencemaran _lingkungan/kimia-lingkungan-dan-peranannya/. n-dan-peranannya/.
Diakses tanggal 23 Desember 2012.
5. Soe.2009.Peran Kimia Lingkungan.
http://www.soera.wordpress.co/2009/01/12/peran-kimia-lingkungan/.
Diakses tanggal 23 Desember 2012.
6. Fajeros.2010.Kimia Lingkungan.
http://www.id.scribd.com/doc/25185710/kimia-lingkungan.
Diakses tanggal 23 Desember 2012.