Nadhira Azka Afifa 240210150108 Tugas Paper Perbandingan 2 Jurnal Proses Termal
Jurnal yang dibandingkan: 1. Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri pada Susu Segar dan sebagai Upaya Menjaga Kesehatan oleh Liss Dyah Dewi Arini APIKES Citra Medika Surakarta, IJMS – IJMS – Indonesian Indonesian Journal On Medical Science – Science – Volume 4 No 1 - Januari 2017 2. Pengalengan Ikan Tuna Komersial oleh Hari Eko Irianto dan Teuku Muamar Indra Akbarsyah, Squalen Vol. 2 No. 2, Desember 2007
Dalam kedua jurnal ini dibahas mengenai suatu proses penanganan produk pangan dengan perlakuan pemanasan/ proses termal untuk menperpanjang umur simpannya, yakni proses pasteurisasi pada susu dan proses pengalengan pada ikan tuna komersial. Proses termal dalam suatu pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang keawetan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen, memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk, meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan. Proses termal yang berlebihan dapat merusak komponen gizi dan menurunkan mutu sensori produk. Pertama akan dibahas proses termal pasterisasi pada susu. Susu segar yang langsung diambil dari peternakan masih mengandung mikroorganisme. Oleh karena itu, susu segar harus diolah melalui pemanasan (dikenal dengan pasteurisasi) terlebih dahulu. Tujuan pemanasan adalah mencegah penularan penyakit dan kerusakan susu. Salah satunya adalah karbohidrat yang terdapat di susu yaitu laktosa yang diproduksi dari gabungan antara satu glukosa dan satu galaktosa (Mc. Donald, 2002). Susu segar yang baru diambil sendiri sudah banyak mengandung Micrococcus dan Corybacterium. Proses pengawetan susu umumnya dilakukan dengan pemanasan. Pemanasan dapat memperpanjang daya simpan
bahan
pangan
dengan
cara
mematikan
bakteri
pembusuk
dan
menonaktifkan enzim. Susu segar yang akan diminum langsung sebaiknya dipanaskan (tidak dididihkan agar emulsi susu tidak pecah) hingga mencapai suhu 70oC selama 5-10 menit (Mc. Donald, 2002).
Nadhira Azka Afifa 240210150108 Pasteurisasi susu dilakukan dengan cara memanaskan susu sapi segar yang telah disediakan di atas hot plate dengan suhu 71,7 oC selama 15 detik sambil diaduk dengan kaca pengaduk dan dipantau suhunya menggunakan termometer (Billah et al 2013). Pengadukan dilakukan agar susu tidak menjendal selama proses pemanasan. Pasteurisasi berfungsi untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme yang merugikan. Pasteurisasi merupakan sebuah proses pemanasan makanan atau bahan pangan dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme kapang dan khamir. Tujuan pasteurisasi adalah agar bahan pangan lebih aman untuk dikonsumsi dan membuat bahan pangan lebih awet menonaktifkan enzim-enzim yang membuat makanan cepat busuk seperti enzim phosphatase dan lipase sehingga mempertahankan rasa, warna, tekstur, dan bau (Abubakar et al, 2000) Terdapat macam – macam metode pasteurisasi, yaitu : 1. HTST, yaitu pasteurisasi dengan suhu tinggi dan dalam waktu singkat proses pemanasan dilakukan 710C – 750C selama 15-16 detik. Contoh: pada jus buah. 2. LTLT, yaitu proses pemanasan dengan suhu rendah dan dalam waktu cukup lama. Proses ini dilakukan pada suhu 610C selama 30 menit. Contoh: pasteurisasi susu kedelai. 3. UHT, yaitu memanaskan bahan pada suhu 131 0C selama 0.5 detik. Contoh: susu kemasan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan metode standard plate count dihasilkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah koloni bakteri hasil bahwa: 1. Pengamatan 24 jam didapatkan hasil bahwa jumlah bakteri terendah adalah susu pasterisasi, susu UHT, dan susu mentah. 2. Pengamatan 48 jam didapatkan hasil bahwa jumlah bakteri terendah adalah susu UHT, susu pasterisasi dan selanjutnya susu mentah. Pasteurisasi dapat menurunkan jumlah bakteri atau dapat membunuh bakteri pada susu. Sedangkan pada jurnal 2, dibahas mengenai proses termal pengalengan pada ikan tuna komersial. Proses termal yang umum digunakan dalam pengalengan makanan adalah sterilisasi. Seperti dijelaskan pada artikel yang berjudul “Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium botulinum ” oleh Elia Yuswita. Sterilisasi pada pengalengan ini dilakukan secara komersial dengan cara
Nadhira Azka Afifa 240210150108 menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama, sehingga tidak ada lagi mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal. Meskipun makanan kaleng diolah dengan menggunakan proses termal, tidak menutup kemungkinan bahwa makanan tersebut bisa terkontaminasi oleh mikroba terutama C. botulinum, karena bakteri ini dapat membentuk toksin botulin pada kondisi an-aerobik didalam kemasan, terutama produk pangan dari kelompok yang berasam rendah (low acid food). C. botulinum juga dapat membentuk spora yang relatif tahan panas. Hal ini diperkirakan akibat proses termal yang kurang optimal, sehingga sel vegetatif dari C. botulinum masih ada dalam bahan pangan dan membentuk spora. Supaya spora bakteri tersebut tidak terbentuk dalam produk pangan, maka perlu dilakukan proses sterilisasi yang bertujuan untuk mengawetkan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen menggunakan panas (suhu tinggi) selama waktu tertentu. Proses pengalengan ikan tuna diawali dengan penerimaan bahan baku ikan tuna, penyiangan, pemasakan pendahuluan agar memudahkan proses pembersihan, pendinginan, trimming, pembersihan dan pemotongan daging, filling dalam kaleng, penambahan medium, penutupan kaleng dengan metode vakum, sterilisasi, pendinginan kaleng, pelabelan, pengepakan, dan penilaian mutu ikan tuna kaleng. Pada proses sterilisasi dilakukan selalah produk di dalam kaleng. Proses sterilisasi diawali dengan penyusunan kaleng dalam keranjang sterilisasi. Selanjutnya keranjang dimasukkan dalam retort dan disemprot dengan air yang mengandung khlorin 2 ppm selama 10 menit. Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses ini dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121,1 o C (250o F), (Kusnandar, 2006). Waktu dan suhu sterilisasi tergantung pada jenis produk dan kaleng yang disterilisasi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6. Menurut SNI 01-2712.2-1992, sterilisasi
dilakukan
di
dalam
sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, media
retort dan
dengan tipe
nilai produk
Fo dalam
kemasan atau equivalent dengan nilai Fo>2,8 menit pada suhu 120 oC. Setelah proses sterilisasi berakhir dilakukan pendinginan dengan menyemprotkan air yang
Nadhira Azka Afifa 240210150108 mengandunG khlorin 2 ppm selama ± 30 menit. Penyemprotan bertujuan untuk mencegah terjadinya over cooking atau over processing, yaitu ikan mengalami pemasakan
lebih lanjut yang berakibat
pada
perubahan
rasa,
warna,
dan
tekstur daging.
Ikan
tuna kaleng yang masih dalam keranjang
dalam ruang terbuka selama ±
sterilisasi
didinginkan
24 jam. Untuk mempercepat proses pendinginan,
dalam ruangan tersebut dapat dipasang kipas angin. Ikan tuna kaleng yang telah dingin dibersihkan dengan minyak goreng untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran pada kaleng. Disamping itu juga dilakukan pengecekan terhadap label pada tutup kaleng, jika ada yang terhapus dapat dilakukan penutupan ulang. Ikan tuna kaleng tersebut selanjutnya dilakukan uji pemeraman untuk mengetahui kesempurnaan Proses sterilisasi. uji pemeraman menurut SNI-27121992, yaitu ikan kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruangan dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik. Menurut SNI-01-2712-1992, nilai organoleptik untuk ikan tuna kaleng minimal
adalaH6. Persyaratan
TPC untuk produk tuna kaleng yang meliputi bakteri
aerob dan
anaerob
adalah nihil atau tidak ada, ini
membuktikan bahwa proses
sterilisasi
yang
dilakukan
cukup sempurna. Kadar histamin produk ikan tuna
maksimal 20 mg/100g. Dapat disimpulkan bahwa penerapan proses termal pada produk pangan pangan akan meningkatkan nilai jual dan ketahanannya sehingga akan memperlama umur simpan produk pangan.
Nadhira Azka Afifa 240210150108