BAB VIII: ANALISIS DECLINE CURVE
(Versi 12 November 2004)
Analisis Kinerja Produksi performance analysis) yang dimaksud di sini adalah analisis terhadap data Analisis kinerja ( performance
yang diperoleh dari lapangan – bukan data yang diperoleh dari laboratorium – untuk mempelajari dan memprediksi kinerja suatu sumur, reservoir, atau lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan tersebut diantaranya yang paling penting adalah data produksi. Data lain yang juga menjadi objek analisis adalah data tekanan bawah sumur, tekanan kepala sumur, ukuran choke, GOR, dan lain sebagainya. Produksi minyak dari suatu reservoir akan menurun dengan sendirinya secara alamiah. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan produksi tersebut antara lain: 1. Tekanan reservoir menurun 2. Perubahan permeabilitas relatif 3. Water cut atau GOR meningkat 4. Kerusakan formasi karena kegiatan produksi 5. Fluid cross flow 6. Kombinasi berbagai faktor di atas.
Metode analisis yang digunakan dalam melakukan analisis kinerja produksi tergantung pada jenis data, jenis reservoir, dan jenis mekanisme pendorongan. Namun, pada dasarnya metode yang digunakan untuk melakukan analisis dan kemudian untuk peramalan tersebut adalah ekstrapolasi kecenderungan (trends) dari data yang diobservasi untuk masa yang akan datang. Gambar skematik berikut menunjukkan prinsip metode peramalan produksi. Produksi menurun (declining)
q Sejarah
Peramalan waktu y.a.d.
Waktu
Analisis Decline Curve, hal. 1
Metode, yaitu berupa plot parameter produksi, untuk melakukan analisis sejarah produksi dan ekstrapolasi sejarah produksi tersebut di masa yang akan datang yang sering dipakai, diantaranya adalah: 1. Plot p/z vs. G p (material balance untuk reservoir gas) 2. Plot log oil cut vs. N p, plot log GOR vs. N p, plot log OWR vs. N p, atau plot log WOR vs. N p (dapat juga dilakukan dengan simulated data) 3. Plot laju produksi vs. waktu (analysis decline curve), seperti ditunjukkan oleh gambar skematik di atas. Berikut adalah contoh skematik dari beberapa plot tersebut: p/z
Oil cut (%)
Abandon
Ultimate recorvery
G p
N p
WOR
Log GOR
N p
N p
Kurva Penurunan Produksi
Kurva penurunan produksi ( production decline curve) berupa q o vs. t atau q o vs. N p sering digunakan untuk melakukan analisis kinerja produksi suatu reservoir karena data produksi yang selalu tersedia. Disebut dengan “decline curve” karena metode analisis ini melibatkan kurva laju produksi terhadap waktu yang menurun ( declining). Oleh karena itu, decline curve akan mempunyai arti jika sumur atau reservoir telah diproduksikan sesuai dengan kapasitasnya. Analisis decline curve dapat dilakukan untuk beberapa kasus diantaranya: se dang menurun • Reservoir dengan tekanan yang sedang • Reservoir yang menunjukkan peningkatan water cut atau producing GOR
Analisis Decline Curve, hal. 2
• Reservoir dengan gravity drainage.
Sebaliknya, analisis decline curve tidak dapat dilakukan untuk kasus-kasus berikut: • Reservoir dengan water drive atau gas cap drive yang kuat karena dalam kasus ini laju
produksi dikontrol oleh gaya eksternal dan biasanya mengalami penurunan tekanan yang sedikit (minimal). • Tight reservoir pada tahap awal depletion karena pada kasus ini production decline tidak
merefleksikan karakter reservoir secara utuh. Laju produksi diakibatkan oleh kondisi infinite acting reservoir • Reservoir dengan sumur-sumur yang sedang mengalami batasan secara mekanis karena
dalam kasus ini laju produksi dikontrol oleh batasan mekanis tersebut, misalnya choke, dan bukan oleh keterbatasan kemampuan reservoir untuk memproduksikan memproduksikan minyak.
Penyajian Data Produksi Untuk dapat melakukan analisis decline curve dengan baik dan benar, perlu dilakukan penyiapan dan penyajian data produksi dengan benar. Dalam kaitan ini, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa data produksi seringkali dicatat dan disajikan dalam bentuk: 1. Smoothed data 2. Calender atau operated day. Interpretatsi decline curve seringkali sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan karena kesalahan yang dikandung data produksi (sifat erratic). Tidak semua sumur berproduksi pada seluruh hari dalam satu bulan walaupun data produksi tersebut biasanya dikumulatifkan dalam interval satu bulan kalender. Smooting yang dilakukan terhadap data seperti itu hanya akan membuat ekstrapolasi lebih baik tapi tidak akan memberikan jawaban yang benar. Lebih dari itu, smoothing yang ”terlalu baik” akan menghilangkan karakteristik decline yang sebenarnya. Smoothing data produksi yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut: a. Rata-ratakan data produksi b. Jumlahkan data produksi rata-rata ra ta-rata untuk satu sat u periode peri ode waktu tertentu, misalnya tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun Misal: N pt = N p1 + N p 2 + N p3 c. Atau gunakan rata-rata dalam selang beberapa periode yang sedang berjalan (running average), biasanya menggunakan selang tiga periode, yaitu: N pr =
N p ( n −1) + N p( n ) + N p ( n +1) 3
Analisis Decline Curve, hal. 3
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa data produksi dalam bentuk laju alir di lapangan dapat dinyatakan dalam ”calender day” rate atau dalam ”operated day” rate. Calender day rate adalah total produksi bulanan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan kalender bersangkutan. Operated day rate adalah total produksi bulanan dibagi dengan jumlah hari produksi yang sebenarnya pada bulan itu. Karena itu, penyesuaian-penyesuaian (adjustments) harus dilakukan sebelum data produksi tersebut disajikan dan dianalisis.
Contoh 1: Plot Data Produksi Plot production decline curve dalam tabel berikut dengan menggunakan: a. Data mentah (raw data) b. Jumlah dalam interval tiga bulanan = 1500 + 803 + 1690 = 3993 bbl, dst c. Running average 3-bulanan = (1500 + 803 + 1690)/3 = 1331 bbl, dst.
Running average (bbl)
Waktu (bulan)
Laju alir (bpm)
1
1500
2
803
3
1690
1095
4
791
1130
5
909
6
460
670
7
641
488
8
362
9
497
10
Jumlah 3 bulan (bbl)
1500 3993
2160
1500
1331
720
500 358 215
Penyelesaian: Ketiga sajian data produksi tersebut, yaitu Kolom 2 berupa data mentah, Kolom 3 berupa jumlah dalam interval tiga bulanan, dan Kolom 4 berupa running average tiga bulanan kemudian diplot. Hasilnya ditunjukkan oleh gambar berikut. Dari ketiga kurva produksi tersebut, mana yang merepresentasikan karakteristik penurunan produksi yang benar?
Analisis Decline Curve, hal. 4
4000 Bulanan 3 Bulanan
3000
l b b , r i l A 2000 u j a L
Running
1000 0 0
2
4
6
8
10
Bulan
Loss Ratio dan Jenis Kurva Penurunan Produksi Arps dikenal sebagai ”bapak decline curve” walaupun karakteristik penurunan produksi telah dikenal dan menjadi bahan observasi para ilmuwan dan praktisi perminyakan sebelumnya. Arps telah membuat persamaan untuk tiga jenis penurunan produksi yang masing-masing disebut eksponensial, hiperbolik, dan harmonik (lihat penjelasan lebih detail pada bagian akhir dari bab ini). Ide dasar Arps tidak lepas dari definisi loss ratio dari Johnson dan Bollen, yaitu: a
=
q 2 q 1 − q 2
≈
q
Δq / Δt
Jadi, terlihat bahwa loss ratio tidak lain adalah satu per konstanta decline. Dengan demikian, decline curve jenis eksponensial dicirikan oleh loss ratio yang koanstan. Sedangkan decline curve jenis hiperbolik dicirikan oleh turunan pertama dari loss ratio yang konstan. Perhatikan contoh berikut:
Contoh 2: Kaitan Loss Ratio Dengan Jenis Decline Curves Data yang menunjukkan decline eksponensial: Contoh perhitungan: a
=
q 2 q 1 − q 2
=
431 460 − 431
= (– 14.86/interval 6 bulan)(6 bulan) = – 89.2/bulan
Loss ratio rata-rata = 86.8 Loss ratio dapat dinyatakan sebagai 1/D, dimana D = decline rate. Jadi, D = 1/86.8 (100) = 1.15 %/bulan
Analisis Decline Curve, hal. 5
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
Production Loss selama 6 bulan (bbl/bln/6 bln)
Loss ratio (/bulan)
7
Laju Produksi Bulanan (bbl/bln) 460
1
431
-29.0
-89.2
7
403
-28.0
-86.4
1
377
-26.0
-87.0
7
352
-25.0
-84.5
1
330
-22.0
-90.0
7
309
-21.0
-88.3
1
288
-21.0
-82.3
7
269
-18.6
-86.9
1
252
-17.4
-86.9
7
235
-16.3
-86.8
1
220
-15.3
-86.4
7
206
-14.3
-86.5
1
192.7
-13.4
-86.3
Bulan
Data yang menunjukkan decline hiperbolik: Contoh perhitungan: a
=
q 2 q 1 − q 2
=
1610 1905 − 1610
= (– 5.46/interval 6 bulan)(6 bulan) = – 32.76/bulan
Turunan pertama dari loss ratio rata-rata, b =
y 2 − y1 t 2 − t1
=
− 34.47 − (−32.76) = – 0.28 6−0
Rata-rata turunan pertama dari loss ratio = – 0.508 Dari data yang ditunjukkan pada tabel berikut, terlihat bahwa decline hiperbolik tidak terjadi sepanjang sejarah produksi. Decline hiperbolik, yang dicirikan oleh turunan pertama dari loss ratio yang konstan dimulai pada bulan ke-7 tahun ke-3. Pertanyaan untuk diskusi: 1. Decline jenis apakah yang terjadi sebelum jenis hiperbolik dimulai? 2. Apakah suatu jenis decline akan berlaku sepanjang sejarah produksi sutu sumur atau reservoir?
Analisis Decline Curve, hal. 6
Tahun
Bulan
1
1
Laju Produksi Bulanan (bbl/bln) 1950
7
1610
-295
32.76
-0.63
1
1365
-254
34.47
-0.28
7
1177
-188
36.97
-0.42
1
1027
-150
41.15
-0.70
7
904
-123
44.20
-0.508
1
802
-102
47.25
-0.508
7
717
-85
50.30
-0.508
1
644
-73
53.35
-0.508
7
582
-62
56.40
-0.508
1
529
-53
59.45
-0.508
7
483
-46
62.50
-0.508
1
442
-41
65.55
-0.508
7
406
-36
68.60
-0.508
2
3
4
5
6
7
Production Loss selama 6 bulan (bbl/bln/6 bln)
Loss ratio (/bulan)
Turunan pertama loss ratio
Nominal dan Effective Decline Rates Decline rate (D) dapat didefinisikan sebagai: q − q 2 D= 1 q 1 yang menunjukkan seberapa banyak perubahan laju produksi setelah suatu periode waktu tertentu dibandingkan dengan laju produksi sebelum periode waktu tersebut. Sementara itu, Arps telah mendefinisikan dua persamaan umum untuk menghitung decline rates, yaitu: Persamaan dalam bentuk diferensial:
⎡ dq ⎤ ⎢⎣ dt ⎥⎦ – D = q
Persamaan dalam bentuk: D = K q b
Analisis Decline Curve, hal. 7
Dilihat secara kasat mata sekalipun, kedua persamaan di atas hanyalah persamaan umum sebuah garis lurus. Jika plot log q vs. t berupa garis lurus, sehingga decline rate konstan, maka dari bentuk diferensial diperoleh:
− D dt =
1
dq q
Dengan mengambil integral, maka diperoleh: t
q 2
0
q 1
− D ∫ dt = ∫
dq q
− Dt = ln q 2 − ln q 1 Catatan: untuk plot log q vs. t berupa garis lurus, maka berlaku pula
− Dt = ln q i − ln q yang berarti persamaan garis lurus dalam bentuk: – mx = b – y Persamaan hasil integrasi di atas kemudian dapat ditulis sebagai: D=
ln[q 1 / q 2] t
Atau dapat pula ditulis sebagai q 2 = q 2 e − Dt Konstanta decline D yang didefinisikan oleh persamaan-persamaan di atas membawa kita kepada definisi laju penurunan produksi sebagai berikut: 1. Nominal decline rate 2. Effective decline rate Untuk menjelaskan hal ini, tinjau terlebih dahulu contoh berikut.
Contoh 3: Definisi Decline Rates Diketahui pada tahun 2000 laju produksi = 100 BOPD dan pada tahun 2001 laju produksi = 50 BOPD. Hitung decline rate per tahun.
Penyelesaian: 50% per tahun; ini disebut dengan effective decline rate (De), atau 69.3% per tahun; ini disebut dengan nominal decline rate (D).
Pada contoh di atas, effective decline rate diperoleh dari definisi umum decline rate: Analisis Decline Curve, hal. 8
De =
qi − q qi
Sedangkan nominal decline rate diperoleh dengan menggunakan persamaan: ln ( D =
qi
) q
t
atau q = qi e − D t
Jadi, nominal decline rate atau disebut juga instantaneous decline rate, D, didasarkan pada persamaan decline rate dari Arps seperti dijelaskan di atas.
Hubungan De dan D: Untuk satu time periode (yaitu t = 1 [bulan/tahun/dan sebagainya]) q = q q i e
− D = q − q i i De
q i e
− D = q (1 − ) De i
e −D
= 1 − De
maka: D = - ln ( 1 – De ) atau De = 1 – e-D Jika hubungan tersebut diplot maka diperoleh gambar sebagai berikut. Terlihat bahwa harga D dan De hampir sama sampai harganya sekitar 25%. Nominal decline rate akan meningkat tajam pada harga-harga yang besar. 1
0.8 ) e D ( e n 0.6 i l c e D e v i t 0.4 c e f f E
0.2
0 0
0.2
0.4 0.6 Nominal Decline (D)
0.8
1
Analisis Decline Curve, hal. 9
Melihat karakteristik D dan De, maka lebih baik gunakan D dan bukan D e karena untuk D relatif lebih mudah dalam mengubah satuan waktu, yaitu hanya melalui perkalian atau pembagian dengan faktor konversi waktu. Sebagai contoh, D per tahun tinggal dibagi dengan 12 agar jadi D per bulan. Sedangkan untuk D e,maka konversi dari decline per tahun menjadi per bulan digunakan relasi berikut: 12
(1 – De(y)) = (1 – De(m)) .
Contoh 4: Penggunaan D dan De Sebuah sumur mengalami decline dari 100 BOPD ke 96 BOPD dalam waktu satu bulan. Perkirakan laju produksi setelah 11 bulan (yaitu setelah 1 tahun daari produksi 100 BOPD)
Penyelesaian: a. Menggunakan D
D =
100 ln ( ) 96 = 0.04082 /bulan 1
sehingga: q = qi e − D t = 100 e -0.01082 (12) = 61.27 BOPD b. Menggunakan De De =
100 − 96 100
= 0.04 / bulan
Konversi De per bulan ke D e per tahun 1 – De(y) = (1 – De(m))
12
12
De(y) = 1 – (1 – 0.04) = 0.3873/tahun Setelah 1 tahun: q = q i (1 – D e) = 100 (1 – 0.3873) = 61.27 BOPD
Contoh 5: Peramalan Menggunakan D Hitung produksi satu tahun pada contoh di atas.
Analisis Decline Curve, hal. 10
Penyelesaian: Dari contoh di atas diketahui: q i = 100 BOPD q = 61.27 BOPD D = 0.04082/bulan = 0.04082 (12) = 0.4896/tahun Maka: N p =
qi − q 100 − 61.27 STB / hari D
= 79.06
=
0.4896 / year
STB tahun hari
x 365 hari / tahun
= 28.858 STB
Analisis Rate Decline: Metode Analitik
Dasar untuk melakukan analisis dan perhitungan laju penurunan produksi ( rate decline analysis) adalah berbagai kurva karakteristik yang disebut type curves. Publikasi intensif
tentang decline curve analysis menggunakan type curves yang sangat populer telah disampaikan oleh Fetkovich pada tahun 1980. Type curves adalah kurva-kurva yang dihasilkan secara matematis yaitu menggunakan model matematis yang merupakan solusi analitik (eksak maupun pendekatan) terhadap persamaan difusivitas. Di samping itu, type curves juga didasarkan atas berbagai investigasi empiris menggunakan data produksi. Contoh untuk kasus yang terakhir yang sangat populer dan dibahas dalam bab ini adalah studi yang dilakukan oleh Arps pada tahun 1945. Bagian ini menjelaskan analisis rate decline menggunakan metode analitik sedangkan metode empirik akan dijelaskan kemudian.
Analisis rate decline menggunakan metode analitik memerlukan pemahaman tentang periode aliran (yang merupakan pendekatan untuk menyederhanakan formulasi solusi analitik) di dalam reservoir. Periode aliran tersebut biasa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu transient, pseudosteady state, dan steady state. Berdasarkan hal itu, periode penurunan produksi pada suatu sumur dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu: (1) Transient decline (“infinite acting”), yaitu penurunan produksi alamiah yang disebabkan oleh ekspansi minyak, gas, dan air dalam suatu daerah pengurasan (drainage area) dengan radius yang berubah (membesar) sehingga volume pengurasan tidak tetap. (2) Depletion decline (“pseudosteady state”), yaitu penurunan produksi alamiah setelah transient decline; hal ini terjadi setelah jari-jari pengurasan (drainage radius) telah
Analisis Decline Curve, hal. 11
mencapai batas luar reservoir sehingga sumur berproduksi dari suatu volume reservoir yang konstan. Secara praktis, transient decline hanya terjadi pada sumur dengan permeabilitas efektif lebih kecil dari 100 md. Sedangkan depletion decline terjadi pada semua sumur yang berproduksi dengan berbagai mekanisme pendorongan yaitu ekspansi fluida dan batuan, solution-gas, gravity drainage, atau water drive.
Periode transient dicirikan oleh perubahan kondisi aliran yang sangat cepat di sumur. Periode ini dimulai segera setelah sumur dibuka dan terus berlanjut sampai “gangguan” laju produksidan-tekanan yang terjadi di sumur merambat dan mencapai batas-batas daerah pengurasan. Ketika batas-batas luar tercapai oleh gangguan tekanan dari sumur dan seluruh reservoir mulai berkontribusi terhadap produksi, kondisi di sumur mulai stabil, dan periode transient secara bertahap berubah menjadi periode pseudosteady state. Dengan demikian pseudosteady state berhubungan dengan periode depletion. Oleh karenanya, pada bagian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bergantian. Reservoir dengan permeabilitas tinggi mempunyai periode transient yang lebih singkat dibandingkan dengan reservoir yang mempunyai permeabilitas rendah. Pada kasus yang terakhir, jika reservoir sangat ketat, produksi dapat berlangsung secara transient selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Analisis decline curve khususnya yang menggunakan metode analitik mempunyai berbagai kegunaan. Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan penurunan tingkat produksi suatu sumur atau suatu lapangan sehingga dapat dilakukan peramalan produksi dengan cara mengekstrapolasi kurva tingkat produksi tersebut untuk waktu yang akan datang. Metode ini juga dapat digunakan untuk melakukan interpretasi laju penurunan produksi sehingga dapat diperoleh informasi mengenai sifat fisik reservoir dan sumur, misalnya untuk menghitung permeabilitas, menentukan faktor skin, dan menentukan ukuran daerah pengurasan jika diperoleh keselarasan (matching) dengan type curves. Selanjutnya, metode ini juga dapat digunakan untuk melakukan ekstrapolasi kurva produksi setelah perubahan yang mendadak, misalnya akibat operasi stimulasi sumur, atau untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian (adjustments) operasional di lapangan, misalnya untuk kasus terjadinya backpressure di permukaan.
Dalam kaitan dengan metode analitik, pada bagian ini dibahas mengenai dua profil produksi yaitu untuk sumur yang berproduksi pada tekanan konstan dan sumur yang berproduksi pada
Analisis Decline Curve, hal. 12
laju produksi konstan. Produksi pada tekanan alir konstan artinya laju produksi menurun secara kontinu. Sedangkan produksi pada laju produksi konstan artinya tekanan alir bawah sumur dan tekanan kepala sumur menurun secara kontinu. Perlu dicatat di sini bahwa untuk kasus yang pertama, tekanan alir kepala sumur konstan yang merupakan metode produksi yang relatif lebih praktis di lapangan, tidak berhubungan langsung dengan kasus tekanan alir bawah sumur konstan yang merupakan dasar perhitungan metode yang dibahas pada bagian ini. Pada kenyataannya, tekanan bawah sumur berubah jika laju alir menurun secara bertahap dan tekanan kepala sumur dijaga konstan. Namun demikian, perubahan ini tidak begitu besar, sehingga dapat diabaikan untuk memudahkan pengembangan metodologi perhitungan tanpa kehilangan akurasi hasil perhitungan.
Pada pembahasan analisis rate decline berikut ini, pembahasan utama adalah untuk sumur yang berproduksi pada tekanan kepala sumur konstan. Produksi dengan tekanan kepala sumur konstan sangat cocok untuk sumur-sumur yang mempunyai produktivitas rendah yang harus berproduksi dengan tekanan separator atau tekanan aliran di pipa konstan sehingga pengaturannya tidak terbatas dengan jepitan (choke) di kepala sumur. Cara produksi ini juga cocok untuk sumur-sumur “tua” berlaju produksi tinggi ketika tekanan kepala sumur telah mencapai tekanan pengiriman ( delivery) minimum yang diperlukan untuk menjaga aliran di permukaan dengan tekanan seperator konstan dan untuk melawan backpressure. Produksi dengan laju produksi konstan dapat diperlukan untuk lapangan yang tingkat produksinya terbatas oleh satu atau lebih alasan berikut: (1) Terbatas oleh kapasitas peralatan pemroses di permukaan (2) Mempunyai masalah reservoir yang bersifat lokal, misalnya produksi dengan gas atau water coning (3) Kontrak penjualan yang mensyaratkan tingkat produksi tertentu (4) Keterbatasan karena aturan produksi (“kuota”).
Untuk kasus produksi dengan tekanan konstan, rate decline dapat dianalisis dengan menggunakan type curves, yaitu berupa plot antara laju produksi terhadap waktu dalam bentuk variabel tak berdimensi. Type curves yang telah ada sekarang ini (yang merupakan kombinasi solusi analitik dan empirik terhadap aliran fluida di dalam media berpori) dapat digunakan baik untuk periode aliran transient maupun pseudosteady state serta untuk sumur yang mengalami stimulasi maupun tidak.
Analisis Decline Curve, hal. 13
Transient Rate Decline Telah diketahui bahwa pembukaan suatu sumur untuk mulai berproduksi akan mengganggu keadaan kesetimbangan di dalam reservoir dan menciptakan respons tekanan di lubang sumur. Respons tekanan tersebut merambat menjauhi lubang sumur dan memperbesar daerah yang sedang dikuras oleh sumur tersebut. Selama tekanan merambat menuju batas luar reservoir, kondisi produksi di lubang sumur berubah secara cepat. Produksi pada periode ini disebut periode produksi transient atau periode produksi dari reservoir yang bersifat infinite acting (seolah-olah tak terbatas). Ketika respons tekanan mencapai batas-batas reservoir dan seluruh daerah yang terkuras mulai berkontribusi terhadap produksi di lubang sumur, kondisi lubang sumur kemudian mulai stabil pada kondisi pseudosteady state. Kondisi ini ditandai oleh perubahan kondisi produksi yang lambat akibat dari depletion keseluruhan volume daerah pengurasan, yaitu volume reservoir. Constant rate
Constant pwf q (konstan)
pi
q i
pi – pwf (t) q(t) pwf (konstan)
pwf (t) t
t
Pada periode produksi transient dikenal dua macam keadaan produksi di sumur yaitu: sumur yang diproduksi dengan laju produksi konstan dan dan sumur yang diproduksi dengan tekanan alir sumur konstan seperti ditunjukkan oleh gambar skematik di atas. Dalam literatur, solusi pendekatan persamaan difusivitas untuk periode transient jika sumur berproduksi pada laju produksi konstan telah tersedia. Pada bagian ini, akan disampaikan solusi persamaan difusivitas jika sumur berproduksi pada tekanan konstan. Perhitungan penurunan laju produksi untuk kasus sumur berproduksi pada tekanan konstan mengikuti cara yang sama dengan perhitungan penurunan tekanan sumur untuk kasus sumur berproduksi pada laju produksi konstan. Dalam buku mereka, Golan and Whitson menulis bahwa untuk kasus ini, untuk menggambarkan laju produksi terhadap waktu, digunakan prinsip bahwa produksi transient merupakan suatu serial produksi “steady state” dengan jari-jari pengurasan yang membesar. Dengan demikian, dengan menuliskan persamaan aliran satu fasa radial periode steady state untuk drawdown tekanan konstan (yaitu p wf konstan) dan jari-jari pengurasan yang membesar diperoleh:
Analisis Decline Curve, hal. 14
q ( t ) =
kh ( p e − p wf ) 141.2μB ln[r e ( t ) / r wa ]
-s dimana r wa adalah apparent wellbore radius, yaitu r wa=r we . Perlu dicatat di sini, bahwa
konsep “expanding drainage radius” hanya berlaku selama periode infinite-acting. Persamaan di atas menunjukkan bahwa meningkatnya jari-jari pengurasan mengakibatkan terjadinya penurunan laju produksi. Kondisi transient tersebut diperlihatkan pada gambar berikut yang menunjukkan
peningkatan
radius
pengurasan
dan
penurunan
laju
produksi
yang
diakibatkannya. r 1
r 2
p
r 3
no-flow
pwf (konstan)
q i
Radius pengurasan mengembang
r e
r
Laju produksi
• r w
•
t
Waktu
• r 1
r 2
r 3
Dengan menggunakan definisi q D, yaitu: q D =
141.2qBμ kh ( p i − p wf )
dimana: q = laju alir, STB/day B = faktor volume formasi, bbl/STB
μ = viskositas, cp k = permeabilitas, md h = ketebalan formasi, ft pi = tekanan awal, psia pwf = tekanan alir dasar sumur, psia maka dapat disimpulkan bahwa hubungan jari-jari pengurasan transient dengan q D adalah: r e ( t ) = r wa exp(1 / q D) Selanjutnya, dengan menggunakan definisi q D di atas dan tD seperti berikut:
Analisis Decline Curve, hal. 15
tD =
0.0002637kt
tD =
0.006327 kt
jika t dalam jam
φμ c t r wa 2
atau
φμ c t r wa
jika t dalam hari
2
dimana
φ = porositas, fraksi ct = kompresibilitas total, psi
-1
r wa = apparent wellbore radius, ft maka solusi terhadap persamaan difusivitas untuk kondisi batas tertentu telah diperoleh dan telah terdokumentasi dalam literatur. Untuk kasus laju produksi konstan, solusi persamaan difusivitas menghasilkan penurunan tekanan sumur sebagai fungsi dari waktu dan/atau jari jari pengurasan sebagai: p wf ( t ) = p i −
141.2qBμ kh
⎡ r ( t ) ⎤ ln ⎢ e ⎥ ⎣ r wa ⎦
atau jika digabungkan dengan definisi p D, maka dapat ditulis: p wf ( t ) = p i −
141.2qBμ p D kh
Dengan demikian, tergantung kondisi produksi di sumur, analisis rate dec line dapat dilakukan dengan menggunakan solusi untuk p D atau q D. Gambar berikut yang berupa plot log q D vs. log tD adalah contoh kurva penurunan produksi dari Earlougher (1977) berdasarkan data dari Jacob dan Lohman (1952) yang merupakan solusi umum untuk kondisi transient (infinite acting). Jenis plot seperti itu disebut type curve yang menggambarkan karakter sumur selama periode transient. Earlougher telah melakukan studi untuk menentukan akhir dari periode transient (atau awal periode pseudosteady state). Ia menyatakan bahwa dengan menghitung variabel waktu tak berdimensi maka dapat diperkirakan awal terjadinya periode pseudosteady state. Untuk sumur yang terletak ditengah-tengah suatu reservoir silindris, waktu tersebut adalah: t DApss = 0.1 atau
⎛ r e ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ 0 . 1 = π t Dpss ⎝ r wa ⎠
2
atau dalam variabel nyata dapat ditulis
Analisis Decline Curve, hal. 16
t pss
= 379
φμ c t A k
dimana t pss = waktu untuk mencapai periode pseudosteady state, jam A = πr e = luas daerah pengurasan, ft 2
2
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa analisis rate decline tidak hanya dapat digunakan untuk memperkirakan profil laju produksi sumur tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan parameter reservoir dan memprediksi profil laju produksi di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan jika terdapat data produksi yang cukup dan dapat diselaraskan (matched) dengan type curves. Proses ini disebut dengan type curve matching yang membuat kita dapat menghubungkan variabel tak berdimensi dengan variabel nyata. Hubungan tersebut adalah logaritma real sama dengan logaritma tak berdimensi ditambah dengan suatu konstanta. Hal ini diperoleh dengan mengambil logaritma dari definisi laju produksi tak berdimensi dan waktu tak berdimensi di atas, yaitu:
⎡
⎤ ⎥ ⎢⎣ kh ( p i − p wf )⎥⎦
log q D = log ⎢
log t D
141.2qBμ
⎡ 0.0002637 kt ⎤ = log ⎢ ⎥ 2 ⎢⎣ φμ c t r wa ⎥⎦
sehingga diperoleh hubungan berikut:
Analisis Decline Curve, hal. 17
log q D
⎡ 141.2μB ⎤ = log ⎢ ⎥ + log q kh ( ) − p p ⎥ i wf ⎦ ⎣⎢ ⎡ 0.0002637k ⎤ ⎥ + log t ⎢⎣ φμ c t r 2wa ⎥⎦
log t D = log ⎢
Dengan demikian dua plot log q D vs log t D dan log q vs. log t hanya dibedakan oleh suatu harga konstanta yang sifatnya additive (dalam plot sifatnya linier). Dengan cara membuat plot antara q vs. t pada kertas dengan skala log-log yang sama dengan type curve, yaitu plot solusi umum q D(tD), dan kemudian menempatkannya di atas type curve maka dapat diperoleh ‘match” dengan cara menggeser-geser kurva tersebut secara horizontal atau vertical dengan tetap menjaga sumbu-sumbu kedua plot parallel satu sama lain. Titik match yang diperoleh menunjukkan bahwa:
⎡ q D ⎤ 141.2μB = ⎢ q ⎥ ⎣ ⎦ match kh ( p i − p wf ) 0.0002637k ⎡tD⎤ = ⎢⎣ t ⎥⎦ φμ c t r 2wa match Dengan memilih titik match pada type curve secara bebas (dipilih secara sembarang), biasanya diambil q D = 1 dan tD = 1, maka dapat dihitung permeabilitas dan skin factor (dari definisi r wa) dengan menggunakan kedua persamaan di atas, yaitu: Dari titik match laju produksi: k =
⎡ q ⎤ ⎢ ⎥ h ( p i − p wf ) ⎢⎣ q D ⎥⎦ match 141.2μB
Dari titik match laju produksi: 2 r wa
=
0.0002637k ⎡ t
φμ c t
⎤ ⎢ ⎥ ⎣ t D ⎦ match
sehingga
⎛ r ⎞ s = − ln⎜⎜ wa ⎟⎟ ⎝ r w ⎠ Depletion Rate Decline Setelah periode awal yang berupa produksi dengan infinite-acting, produksi menjadi lebih stabil yang didominasi oleh depletion. Oleh karenanya, periode ini disebut dengan periode depletion (dalam gambar berikut ditunjukkan oleh kurva dengan garis putus-putus). Gambar
Analisis Decline Curve, hal. 18
tersebut menunjukkan dua kasus produksi yaitu produksi dari finite reservoir dengan kondisi batas luar no flow, kondisi batas dalam constant rate (gambar kiri) dan produksi dari finite reservoir dengan kondisi batas luar no flow, kondisi batas dalam constant pressure (gambar kanan). Periode depletion disebut juga dengan periode pseudosteady state yaitu jika laju penurunan tekanan terhadap waktu tidak berubah. Ini terjadi untuk kasus depletion dengan laju produksi konstan. Menggunakan konsep serial produksi “steady state” untuk menjelaskan sifat produksi suatu sumur, maka pseudosteady state dicapai jika “expanding drainage radius” telah mencapai batas-batas luar reservoir. Oleh karenanya, pada periode pseudosteady state, tekanan akan turun di seluruh daerah pengurasan (yaitu di reservoir). Depletion - laju produksi konstan pi
Depletion – tekanan sumur konstan pi
p
pr
∂ p dt
r w
p
=C
Radius
r e
r w
Radius
r e
Dengan volume pengurasan yang konstan dari undersaturated reservoir, maka material balance yang menghubungkan penurunan tekanan reservoir (p i – pr ) dengan produksi kumulatif minyak (N p) berikut berlaku: N p B o = V p c t ( p i − p r ) = Ahφ c t ( p i − p r ) dimana V p = volume pori ct = kompresibilitas total A = luas daerah pengurasan (reservoir) pi = tekanan awal reservoir pr = tekanan reservoir setelah terproduksi N p Dengan demikian untuk kasus constant rate depletion, dengan volume pengurasan konstan, dan laju produksi konstan sehingga N p = q t, maka tekanan rata-rata reservoir menurun terhadap waktu mengikuti persamaan berikut: p r = p i −
qBt Ahφ c t
Analisis Decline Curve, hal. 19
Untuk kasus depletion dengan tekanan sumur konstan, formulasi penurunan tekanan untuk reservoir undersaturated tidak sesederhana seperti kasus depletion laju produksi konstan di atas. Terlebih lagi untuk kasus saturated reservoir. Untuk kasus undersaturated, tinjau persamaan aliran radial dari reservoir dengan volume konstan dan tekanan pada batas luar reservoir menurun terhadap waktu: q ( t ) =
kh[ p e ( t ) − p wf ] 141.2μB ln[r e / r wa ]
Dengan cara yang sama dapat digunakan material balance yang menghubungkan p e(t) dengan N p. Persamaan material balance tersebut dapat ditulis sebagai berikut: N p = V p (1 − S w ) c ta [ p i − p e ( t )] dimana cta adalah apparent total compressibility dari sistem yang tergantung pada p e(t). Untuk kasus saturated reservoir, persamaan material balance dari Tarner (1944) atau Tracy (1955) mungkin dapat digunakan. Namun hal itu bukan merupakan tujuan pembahasan dalam bab ini.
Selanjutnya, solusi analitik baik untuk depletion laju produksi konstan, yaitu untuk kasus aliran radial periode pseudosteady-state, constant rate production dari sumur silindris pada reservoir tertutup maupun untuk kasus depletion tekanan sumur konstan telah tersedia dalam literatur. Menurut Golan dan Whitson, untuk kasus tertentu dalam hal ini kondisi batas luar no-flow dan kondisi batas dalam constant pressure, Fetkovich (1980) berdasarkan solusi berbentuk tabulasi dari Tsarevich dan Kuranov (1966) telah membuat type curves, seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Seperti ditunjukkan pada gambar tersebut, perubahan dari periode transient menjadi pseudosteady state adalah sesaat (instantaneous) untuk kasus bentuk reservoir circular. Perubahan ini terjadi pada t pss seperti dinyatakan oleh persamaan di atas dan ditunjukkan pada gambar berikut sebagai tanda asterisk (*).
Solusi umum untuk penurunan produksi periode pseudosteady state untuk constant pressure production secara analitik dapat dinyatakan oleh (yang merupakan inversi Laplace space solution): q D = A e − B t D dimana A d an B adalah konstanta yang didefinisikan sebagai rasio r e/r wa. Fetkovich kemudian mengembangkan persamaan untuk A dan B tersebut seperti ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini.
Analisis Decline Curve, hal. 20
A
=
B=
1 ln(r e / r wa ) − 0.5 2A (r e / r wa )
2
−1
Melihat persamaan untuk kedua konstanta A dan B di atas, maka terlihat bahwa type curve untuk penurunan produksi tergantung pada harga r e/r wa, yaitu makin tinggi harga r e/r wa, maka makin besar harga tDpss, dan makin rendah harga q D pada saat mulai depletion.
Analisis Rate Decline: Metode Empirik
Seperti disebutkan pada bagian terdahulu, dasar untuk melakukan analisis da n perhitungan laju penurunan produksi ( rate decline analysis) adalah berbagai kurva karakteristik yang disebut type curves. Di samping type curv es yang dihasilkan dari solusi analitik, type curves juga dapat didasarkan atas investigasi empiris menggunakan data produksi. Bagian ini menjelaskan analisis rate decline menggunakan metode empirik berdasarkan studi yang dilakukan oleh Arps.
Kurva penurunan produksi secara eksponensial seperti ditunjukkan oleh solusi analitik di atas didukung oleh berbaga i observasi di lapangan. Salah satu hasil observasi yang sangat terkenal
Analisis Decline Curve, hal. 21
telah dipublikasikan oleh Arps pada 1945 yang menyajikan hasil suatu studi mengenai data produksi. Arps menyatakan bahwa semua penurunan produksi pada periode depletion dapat dinyatakan oleh persamaan empiris berikut ini (persamaan tersebut selanjutnya dikenal sebagai persamaan decline hiperbolik). q =
q i 1 / b
(1+ bDt )
dimana q i = laju produksi awal (dengan mengabaikan periode transient) q = laju produksi pada waktu t D = konstanta penurunan (decline) laju produksi b = eksponen penurunan (decline) laju produksi.
Sehubungan dengan persamaan tersebut di atas, Arps m engelompokkan tiga jenis decline masing-masing disebut sebagai eksponensial, hi perbolik, dan harmonik. Arps menemukan bahwa kurva data produksi dapat dimodelkan oleh persamaan di atas dengan q i, D, dan koefisien b tertentu. Ketiga jenis decline dibedakan oleh harga b masing-masing sebagai berikut: (1) decline eksponensial: b = 0 (2) decline hiperbolik: 0 < b < 1 (3) decline harmonik: b = 1. Sehingga: Untuk decline eksponensial: q = q i e − Dt Untuk decline harmonik: q =
q i (1 + Dt )
Arps tidak memberikan alasan fisik untuk ketiga jenis decline yang ia temui. Ia hanya menunjukkan bahwa decline eksponensial (b = 0) merupakan yang paling umum dan bahwa eksponen b umumnya berkisar antara 0 sampai dengan 0.5. Penelitian lain oleh Cox, EhligEconomides dan Ramey, serta Fetkovich kemudian mengenali karakter decline jenis eksponensial yang dicirikan oleh plot ln q vs. t berupa garis lurus. Plot ln q vs. t yang berupa garis lurus menurut mereka adalah typical untuk solusi analitik persamaan difusivity radial untuk sistem constant bottomhole flowing pressure untuk closed boundary, circular
Analisis Decline Curve, hal. 22
homogeneous reservoir. Oleh karena itu, karena solusi tersebut untuk slightly compressble fluid (yaitu liquid), maka eksponential plot tersebut merepresentasikan single-phase fluid flow dari bounded reservoir. Eksponential decline curve mencerminkan pengaruh dari reservoir secara keseluruhan. Telah diketahui pula bahwa b = 0.3 adalah cocok untuk reservoir dengan solution-gas drive, b = 0.5 menunjukkan reservoir dengan water drive atau gravity drainage (namun b = 0.5 juga bisa menunjukkan gas wells dengan high drawdown), b = 0 menunjukkan gas wells dengan low drawdown, harga ”b” yang besar menunjukkan layered atau dual porosity system, harga ”b” yang meningkat menunjukkan kompresibilitas total dan saturasi gas yang meningkat, dan b>1 artinya transient atau transition flow. Selanjutnya, diketahui bahwa decline eksponensial merupakan yang paling kuat dan laju produksi menurun lebih cepat dibandingkan decline hiperbolik maupun harmonik. Oleh karenanya, decline eksponensial sering digunakan untuk memperkirakan kecenderungan kurva laju produksi untuk evaluasi ekonomi yang memerlukan asumsi perkiraan yang konservatif (pesimistik). Sedangkan decline harmonik merupakan metode perkiraan laju produksi yang paling optimistik dan decline hiperbolik berada di antara keduanya.
Jika data produksi tidak tersedia, maka diperlukan metodologi lain untuk memprediksi laju produksi. Fetkovich telah memodifikasi persamaan Arps untuk decline eksponensial di atas d an menuliskan q i dan D sebagai fungsi variabel reservoir, yaitu: q i
=
D =
kh ( p i − p wf ) 141.2μB[ln(r e / r wa ) − 0.5] 2(0.000264 )k
φμ c t (r e2 − r 2wa )[ln(r e / r wa ) − 0.5]
Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua sumur memperlihatkan kurva laju produksi yang bersifat eksponensial selama periode depletion. Dalam banyak kasus, decline hiperbolik yang lebih ”gradual” lebih banyak ditemui. Decline hiperbolik ini seringkali ditunjukkan oleh sumur yang mempunyai energi alamiah maupun buatan yang memperlambat penurunan tekanan dibandingkan dengan energi yang diakibatkan oleh ekspansi fluida (minyak) saja. Tepatnya, decline hiperbolik ditunjukkan oleh reservoir yang mempunyai mekanisme pendorongan solution-gas, ekspansi gas cap, atau water drive. Juga ditunjukkan oleh reservoir yang mengalami injeksi air atau gas. Pada kasus-kasus tersebut yang terjadi adalah peningkatan kompresibilitas total. Jika diplot pada kertas semilog, maka log laju produksi terhadap waktu menunjukkan bentuk seperti terlihat pada gambar berikut.
Analisis Decline Curve, hal. 23
Pada gambar tersebut terlihat pula bentuk kurva decline eksponensial yang berupa garis lurus dengan kemiringan kurva: D=−
ln q / q i t
= −2.302
log q / q i t
dimana t dan q adalah sua tu titik sembarang pada garis lurus semilog plot di atas, dan q i adalah titik perpotongan dengan sumbu-y (nilai kurva pada t = 0).
Persamaan Arps untuk decline hiperbolik dapat pula dituliskan dalam bentuk variabel tak berdimensi dan koefisien decline analitik A dan B, yaitu: q Dd =
A 1 / b
(1+ bB t D)
Persamaan ini dapat diplot untuk menggambarkan dec line eksponensial, harmonik, dan hiperbolik dalam satu type curve (satu buah kurva) dengan mendefinisikan q Dd dan tDd dimana, menurut Fetkovich, adalah: q Dd =
q q i
atau
q Dd =
q D A
Analisis Decline Curve, hal. 24
t Dd = Dt
t Dd = B t D
atau
Dengan menggunakan definisi ini, persamaan decline eksponensial dan hiperbolik Arps dapat ditulis masing-masing sebagai berikut (yaitu ditulis dalam unit dimensionless variables): Eksponensial: q Dd = e − t Dd Hiperbolik: q Dd =
1 1 / b
(1+ b t Dd )
Plot dari kedua persamaan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut untuk b = 0 sampai b = 1. Jika dilakukan matching, dengan type curve ini kita dapat menentukan qi , D, dan eksponen decline b jika data produksi diketahui.
Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa transisi dari periode transient dan pseudosteady state secara praktis terjadi sesaat (instantaneous) sehingga seringkali sulit menentukan jenis type curve yang harus digunakan jika type curve untuk kedua periode tersebut dibuat terpisah. Oleh karena itu, akan lebih mudah jika digunakan satu grafik yang menggabungkan kedua periode tersebut. Fetkovich telah membuat grafik semacam itu seperti diperlihatkan oleh gambar berikut.
Analisis Decline Curve, hal. 25
Jika diamati, maka grafik di atas merupakan plot solusi analitik (lihat gambar hasil plot oleh Fetkovich dari solusi Tsarevich dan Kuranov di atas) dengan menggunakan dimensionless unit variables. Perbedaan yang terjadi pada t Dd “awal” (yang kelihatannya terdapat kesalahan karena pseudosteady state tidak tergantung pada r e) antara di atas dengan Tsarevich dan K uranov dapat dijelaskan oleh gambar berikut.
Untuk mendapatkan type curve yang lebih umum lagi yang menggunakan unit variables, Fetkovich memasukkan kurva hiperbolik dan harmonik Arps seperti ditunjukkan oleh gambar berikut. Penggunaan type curve yang lebih umum dapat digunakan untuk analisis laju produksi vs. waktu yang menunjukkan decline periode transient dan depletion (pseudosteady
Analisis Decline Curve, hal. 26
state). Matching yang dilakukan terhadap unit type curve selanjutnya digunakan untuk menentukan parameter reservoir dan perkiraan laju produksi di masa yang akan datang.
Perhitungan Metode Empirik Perhitungan Laju Produksi. Laju produksi sesaat (instantaneous) pada waktu produksi
sedang menurun per unit laju produksi didefinisikan sebagai: D( t ) = −
1 dq q dt
(1) th
Hasil observasi data produksi menunjukkan bahwa D(t) merupakan fungsi pangkat ke b dari laju produksi instantaneous tersebut, yaitu: D = K q b
(2)
dimana b umumnya berharga antara 0 dan 1, tapi dapat pula lebih besar dari 1 (Chierici, 1995).
Untuk sumur atau reservoir tertentu, K dan b tidak akan berubah sepanjang kondisi produksi tidak berubah, seperti dijelaskan sebelumnya. Kecuali u ntuk kasus dimana b = 0, sehingga D bervariasi sepanjang hidup reservoir sebagai pangkat laju produksi instantaneous.
Dengan menggabungkan Pers. (1) dan (2), diperoleh:
Analisis Decline Curve, hal. 27
−
1 dq
−
dq b +1 q
q dt
= K q b = Kdt
(3)
Untuk b ≠ 0, Pers. (3) dapat diintegrasi dari kondisi aw al (t = 0, q = q i) sampai waktu t (t = t, q = q t), yaitu q t
t 1 − ∫ b +1dq = ∫ Kdt 0 q i q
− − ( q t b − q i b ) = Kt b 1
(4)
Laju penurunan awal (initial decline rate), Di, pada t = 0 didefinisikan sebagai: b D i = K q i
Sehingga Pers. (4) menjadi:
q t
= q i (1+ b D i t )−1 / b
(5)
Untuk b ≠ 0. Untuk kasus dimana b = 0, maka Pers. (2) menjadi D = K = konstant
(6)
dan jika diintegrasikan Pers. (3 ) menjadi q t
1
t
q ln i q t
= Dt
(7)
= q i e − Dt
(8)
−∫
d q = ∫ Ddt q 0 q i
atau q t
Pers. (8) dapat digunakan untuk menghitung laju produksi pada suatu waktu t untuk kasuskasus b ≠ 0 dan b = 0.
Perhitungan Produksi Kumulatif . Produksi kumulatif N p dapat diperoleh dengan melakukan
integrasi q t(t) secara langsung dari 0 sampai t. Untuk kasus b = 0 maka kita peroleh: t
t
0
0
Dt N p = ∫ q tdt = q i ∫ e − dt
Analisis Decline Curve, hal. 28
= =
q i
( 1 − e − Dt ) D
q i ⎛ q t ⎞ ⎜1 − ⎟ D ⎜⎝ q i ⎠⎟
sehingga N p =
q i − q t D
(9)
Untuk kasus b ≠ 0 dan b ≠ 1, kita dapatkan t
N p = ∫ q tdt 0
=
t
= q i ∫ (1+ b D i t )−1 / bdt 0
[ (1+ b D i t )( b −1) / b − 1] ( b − 1) D q i
i
Sehingga jika digunakan Pers. (5), kita dapa tkan
⎡⎛ q ⎞ b −1 ⎤ ⎢⎜ i ⎟ − 1⎥ N p = ⎥ ( b − 1) D i ⎢⎜⎝ q t ⎠⎟ ⎦ ⎣ q i
(10)
Terlihat bahwa, dalam hal b = 1, Pers. (10) tidak terdefinisi. Untuk itu kita kembali ke definis N p dan kita gunakan Pers. (5) dengan b = 1, sehingga jika diintegrasikan kita peroleh: N p
t
t
0
0
= ∫ q tdt = q i ∫ (1+ D i t )−1dt
=
q i Di
ln(1 + D i t )
Dan kembali gunakan Pers. (5) dengan b = 1, akan dihasilkan:
N p =
q i
q ln i D i q t
(11)
Perlu dicatat bahwa dalam perhitungan produks i kumulatif qi adalah harga laju produksi sekarang, dan q t adalah suatu harga laju produksi di masa yang akan datang, biasanya diambil sebagai laju produksi minimum yang masih ekonomis.
Penentuan b dan Di (atau D). Secara historis, kita punya tiga jenis kurva penuruanan laju
produksi, yaitu: (1) Eksponensial (persentasi penurunan laju produksi konstan), dicirikan oleh b = 0 dan D = konstan,
Analisis Decline Curve, hal. 29
(2) Hiperbolik, dicirikan oleh b ≠ 0 dan b ≠ 1, dan (3) Harmonik, dicirikan oleh b = 1. Istilah “hiperbolik” dan “harmonik,” dalam hal ini, menunjuk pada sifat q t sebagai fungsi
≠ 0 dan b ≠ 1, dan b = 1, masing-masing
waktu, yang dilihat dari Pers. (5) dengan b dinyatakan oleh: b
⎛ q i ⎞ ⎜ ⎟ − 1 = b D i t ⎜ q ⎟ ⎝ t ⎠ 1 q t
−
1 q i
= Di t q i
b ≠ (0;1)
b = 1
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan q t dan N p untuk ketiga jenis decline d itunjukkan pada tabel berikut. Tabel – Persamaan-persamaan utama decline curve metode empiris.
Parameter
Jenis decline curve Eksponensial
Hiperbolik
Harmonik
0
≠ 0 dan ≠ 1
1
b q t ( t ) q t N p ( t ) N p =
= q i e − Dt q i
( 1 − e − Dt ) D
N p (q ) N p
=
q i − q t D
q t
N p =
= q i (1+ b D i t )−1 / b
q t
[ (1+ b D i t )( b −1) / b − 1] ( b − 1) D q i
= q i (1+ b D i t )−1 / b
N p =
i
⎡⎛ q ⎞ b −1 ⎤ ⎢⎜ i ⎟ − 1⎥ N p = ⎥ ( b − 1) D i ⎢⎜⎝ q t ⎠⎟ ⎣ ⎦
q i Di
N p =
q i
ln(1 + D i t )
q i
q ln i D i q t
Contoh 5: Penentuan Cadangan Tersisa Suatu reservoir memiliki penurunan produksi seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini. 6
6
Data pengamatan terakhir adalah pada harga q o = 1.35 x 10 STB/tahun dan N p = 19.8 x 10 STB. (a) Jenis decline apakah penurunan produksi tersebut? 6
(b) Tentukan harga nominal decline rate (D) pada N p = 13.6 x 10 STB.
Analisis Decline Curve, hal. 30
(c) Tentukan harga remaining reserve sampai laju produksi economic limit = 100000 STB/tahun. (d) Berapa lama lagikah (dalam tahun) reservoir tersebut berproduksi sampai laju economic limit tersebut dicapai? 10
) n u h a T / B T S ( 6 0 1 x o q
1
0 0
4
8
12
16
20
24
28
N p x 1 06 (STB)
Penyelesaian: (a) Harmonik, yaitu N p ∼ f(ln q) Persamaan-persamaan yang digunakan: N p = N p =
q i
q ln i D i q t q i Di
ln(1 + D i t )
dimana Di = initial decline rate pada t = 0. Secara definisi D berubah terhadap waktu. 6
(b) D pada N p = 13.6x10 STB dari grafik di atas terbaca: q i = 5.1x106 STB/tahun pada N p = 4x106 STB q t = 2.35x106 STB/tahun pada N p = 13.6x106 STB
Sehingga N p = D i =
q i
q ln i atau D i q t q i
q 5.1 5.1 ln i = ln = 29.05 % per tahun 13.6 2.35 N p q t
(c) Dengan menganggap D konstan seperti terhitung pada (b), maka remaining reserve (artinya recoverable reserve, yaitu N p setelah pengamatan terakhir sampai dengan q econ)
Analisis Decline Curve, hal. 31
dihitung dengan q i = 1.35 x106 STB/tahun, q t = 0.10 x106 STB/tahun, D = 0.2905 per tahun, sehingga: N p =
q i
q 1.35 1.35 ln i = ln = 12.09x106 STB 0.2905 0.10 D i q t 6
6
(d) Jika N p remaining = 12.09x10 STB, q i = 1.35x10 STB/tahun, D = 0.2905/tahun, maka: N p =
q i Di
ln(1 + D i t )
12.09 x 10
6
=
1.35x 10 6 0.2905
ln (1 + 0.2905 t )
atau t = 42.99 tahun.
Aplikasi Praktis. Jika kita menginginkan untuk melakukan peramalan produksi suatu
reservoir atau sumur, kita harus mempunyai data produksi yang cukup panjang. Selanjutnya, kita harus yakin bahwa kondisi produksi tidak berubah selama periode produksi yang bersangkutan sehingga hasil analisis rate decline dapat dipercaya. Di samping harus dicatat pula bahwa hasil peramalan juga mengasumsi secara tidak langsung bahwa kondisi produksi juga tidak berubah.
Secara praktis, analisis rate decline dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas dilakukan dengan membuat diagnostik plot berupa plot log (q i/q t) terhadap t dan plot (q i/q t) terhadap t. Bebera pa kemungkinan yang terjadi dari plot diagnostik tersebut akan menunjukkan pada kita mengenai jenis decline yang paling cocok untuk diterapkan. Beberapa kemungkinan tersebut dijelaskan secara ringkas berikut ini. 1. Plot log (q i/q t) terhadap t.
• Jika data yang diplot berada pada suatu garis lurus dengan kemiringan D/2.302 seperti ditunjukkan oleh diagram skematik berikut ini, maka decline curve berupa jenis eksponensial, yaitu b = 0.
• Sejarah laju produksi tersebut dapat dinyatakan oleh Pers. (7). 2. Plot (q i/q t) terhadap t.
• Jika
data yang diplot berada pada suatu garis lurus dengan kemiringan D i seperti
ditunjukkan oleh diagram skematik berikut ini, maka decline curve berupa jenis harmonik, yaitu b = 1.
• Sejarah laju produksi tersebut dapat dinyatakan oleh Pers. (5).
Analisis Decline Curve, hal. 32
⎛ q ⎞ log⎜⎜ i ⎟⎟ ⎝ q ⎠
•
•
•
•
•
•
• •
Slope = D/2.303
Waktu
q i
•
q
•
•
•
•
•
• •
Slope = Di
Waktu
3. Plot log (q i/q t) terhadap t dan plot (q i/q t) terhadap t.
• Jika data tidak berada pada suatu garis lurus dari kedua plot, maka decline curve berupa jenis hiperbolik, yaitu b ≠ 0, b ≠ 1.
• Jadi
b dan Di dapat ditentukan dari Pers. (5) dengan cara regresi non-linier atau
menggunakan type curves.
Pengembangan Lanjut
Konsep dan metodologi perhitungan dalam melakukan analisis rate decline telah dikem bangkan untuk berbagai macam kondisi produksi. Perkembangan tersebut menjadi semakin pesat sejak publikasi mengenai metode analisis decline curve menggunakan type curve oleh Fetkovich pad a 1980. Misalnya penggunaan type curve untuk analisis rate decline untuk sumur-sumur yang mengalami stimulasi (acidizing dan/atau hydraulic fracturing). Bahkan berbagai type curve untuk kondisi produksi yang lebih khusus juga telah
Analisis Decline Curve, hal. 33
dikembangkan. Doublet dan Blasingame pada 1995, misalnya, telah membuat type curves untuk sumur-sumur yang mengalami injeksi air/water influx dengan menggunakan solusi semi-analitik. Sebagai contoh, untuk kasus yang terakhir, ditunjukkan pada gambar berikut. Menggunakan metodologi Doublet dan Blasingame, Permadi dan Damargalih pada tahun 2001 juga telah mencoba membuat type curves berdasarkan model prescribed pressure (Permadi, A. K. dan Damargalih, Y.: ”Decline Type Curves for Reservoirs with Waterflood or Water Influx Using Prescribed Pressure Models at the Reservoir Outer Boundary,” Jurnal Teknologi Mineral, No.2, Vol.VIII/2001). Namun, penggunaan kedua type curves tersebut
belum teruji dengan baik.
Keterbatasan Analisis Decline Curve
Di dalam aplikasinya, analisis rate decline seringkali mengalami kesulitan karena tidak sedikit kasus dimana secara lamiah terjadi kesalahan dalam data produksi. Fluktuasi data produksi bulanan yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol seperti workover, pipeline shutdown, dan seba gainya dapat saja terjadi. Disamping itu beberapa perubahan kondisi produksi misalnya pemboran dan komplesi sumur-sumur baru, stimulasi, dan perubahan mekanisme produksi (perubahan menjadi artificial lift atau injeksi air) dapat pula mempengaruhi validitas hasil analisis rate decline.
Dengan demikian, metode ini hanya memberikan hasil yang baik dan benar jika kondisi produksi tidak terganggu selama periode produksi yang sedang dianalisis. Dalam hal ini,
Analisis Decline Curve, hal. 34