I. Sondir I.1 Pengertian Tes Sondir Tes sondir merupakan salah satu tes dalam bidang teknik sipil yang berfungsi untuk mengetahui letak kedalaman tanah keras, yang nantinya dapat diperkirakan seberapa kuat tanah tersebut dalam menahan beban yang didirikan di atasnya. Tes ini biasa dilakukan sebelum membangun pondasi tiang pancang, atau pondasi-pondasi dalam lainnya. Data yang didapatkan dari tes ini nantinya berupa besaran gaya perlawanan dari tanah terhadap konus, serta hambatan pelekat dari tanahmyang dimaksud. Hambatan pelekat adalah perlawanan geser dari tanah tersebut yang bekerja pada selubung bikonus alat sondir dalam gaya per satuan panjang. Hasil dari tes sondir ini dipakai untuk: 1. Menentukan tipe atau jenis pondasi apa yang mau dipakai 2. Menghitung daya dukung tanah asli 3. Menentukan seberapa dalam pondasi harus diletakkan nantinya I.2 Metode Sondir Metoda sounding/sondir terdiri dari penekanan suatu tiang pancang untuk meneliti penetrasi atau tahanan gesernya. Alat pancang dapat berupa suatu tiang bulat atau pipa bulat tertutup dengan ujung yang berbentuk kerucut dan atau suatu tabung pengambil contoh tanah, sehingga dapat diperkirakan (diestimasi) sifat-sifat fisis pada strata dan lokasi dengan variasi tahanan pada waktu pemancangan alat
pancang itu. Metoda ini berfungsi
untuk eksplorasi dan pengujian di lapangan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
elevasi lapisan “keras” (Hard Layer) dan homogenitas tanah dalam arah lateral. Hasil Cone Penetration Test disajikan dalam bentuk diagram sondir yang mencatat nilai tahanan konus dan friksi selubung, kemudian digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut. Di Indonesia alat sondir sebagai alat tes di lapangan yang sangat terkenal karena di negara ini banyak dijumpai tanah lembek (misalnya lempung) hingga kedalaman yang cukup besar sehingga mudah ditembus dengan alat sondir. Di dunia penggunaan Sondir ini semakin populer terutama dalam menggantikan SPT untuk test yang dilakukan pada jenis tanah liat yang lunak dan untuk tanah pasir halus sampai tanah pasir sedang/kasar. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus (qc), hambatan lekat (fs) tanah dan friction ratio (rf) untuk memperkirakan jenis tanah yang diselidiki. Desain pondasi, bendungan tanah, atau dinding penahan tidak dapat dibuat dengan cara yang rasional dan memuaskan tanpa desainer paling tidak memiliki konsepsi akurat yang dapat diterima dari sifat-sifat fisis tanah yang dihadapinya. Penyelidikan lapangan dan laboratorium yang diperlukan untuk memperoleh informasi ini dinamakan eksplorasi tanah. Sampai beberapa decade yang lalu, kegiatan eksplorasi tanah masih tetap belum memadai karena metode-metode pengujian tanah yang rasional belum dikembangkan. Sementara itu, pada saat ini jumlah pengujian tanah dan perbaikan-perbaikan teknik pengujian tersebut sering kali diluar proposi yang berkaitan dengan nilain praktis yang dihasilkan. Untuk menghindari
keadaan ekstrim tersebut, perlulah disesuaikan program eksplorasi dengan kondisi-kondisi tanah dan besarnya pekerjaan. Jika pondasi dari suatu bangunan yang penting akan didirikan di atas lapisan lempung yang agak homogeny, maka mungkin perlu dipertimbangkan pengadaan sejumlah besar pengujian tanah yang dilakukan oleh teknisi-teknisi laboratorium yang ahli, karena hasil-hasil pengujian tersebut memungkinkan kita menduga dengan cepat (secara relatif) besar dan laju waktu penurunan. Berdasarkan dengan ini, kita dapat menghilangkan bencana akibat perbedaan penurunan. Berdasarkan dengan ini, kita dapat menghilangkan bencana akibat perbedaan penurunan (differential settlement) dengan cara yang cukup murah, yakni
dengan
mendistribusikan
beban
secukupnya,
atau
dengan
memperkirakna kedalaman yang cocok bagi pondasi yang terletak diberbagai tempat disebelah bawah bangunan. Di lain hal, jika bangunan yang sama akan dibuat di atas endapan yang tersusun atas kantong-kantong dan lensa-lensa pasir, lempung, dan lanau, jumlah pengujian yang serupa akan menambah informasi yang sangat sedikit yang dapat diperoleh hanya dengan menentukan sifat-sifat indeks dari beberapa lusin contoh representative yang diambil dari lubang-lubang bor. Data-data tambahan yang jauh lebih penting dari data-data yang didapat melalui pengujian ekstensif tersebut bias diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dan dengan biaya yang lebih murah dengan melalukan sounding semacam itu dapat mengungkapkan tempat-tempat rawan yang (sekalipun) daerah-daerah semacam itu lebih penting dari pada pengetahuan yang akurat mengenai sifat-sifat contoh-contoh tanah yang acak.
Alinea di atas menerangkan bahwa, jika profil tanah kompleks, maka program pengujian tanah yang terperinci nampaknya tidaklah tepat. Dengan demikian, metoda eksplorasi tanah harus dipilih sesuai dengan tipe profil tanah yang dilapangan tempat bangunan akan didirikan. Alinea-alinea berikut akan menguraikan karakteristik-karakteristik penting dari tipe-tipe utama profil tanah yang bias dijumpai di lapangan. Profil tanah (soill profile) adalah penampang vertical melalui lapisanlapisan tanah di bawah permukaan yang menunjukan ketebalan dan deretan lapisan-lapisan tanah yang berbeda. Istilah lapisan tanah (stratum) diartikan sebagai lapisan tanah yang relative tertentu yang berbatasan dengan lapisanlapisan tanah lainnya sejajar, maka profil tanah dikatakan sederhana (simple) dan teratur (regular). Jika batas-batas tersebut tertentu, nampaknya menunjukan pola yang kurang lebih tidak teratur, maka profil tanah tersebut disebut tak menentu / eratik (erratik). Sampai kedalaman kira-kira 6 kaki dari permukaan tanah,dan kadangkadang lebih dalam lagi, sifat-sifat fisis tanah dipengaruhi oleh perubahanperubahan musiman dari kelembaban dan temperatur serta oleh unsur-unsur biologis seperti akar, cacing, dan bakteri. Bagian sebelah atas dari daerah ini disebut horison-A. Daerah ini terutama dipengaruhi oleh efek-efek mekanik akibat pelapukan dan hilangnya beberapa unsur penyusun tanah akibat proses pelapukan (leaching), bagian sebelah bawah dinamakan horison-B, tempat diendapkan dan diakumulasikan bahan-bahan yang dihanyutkan dari horison A.
Sifat-sifat tanah dalam horison-A dan B terutama merupakan perhatian para agronomis dan pembuat jalan. Engineer pondasi dan bangunan tanah terutama tertarik pada lapisan tanah di bawahnya. Di bawah horison-B karakter tanah hanya ditentukan oleh bahan-bahan kasar pembentuknya, metoda pengendapannya, dan oleh peristiwa-peristiwa geologi selanjutnya. Lapisan tanah yang membentuk profil tanah di bawah horison-B mungkin agak homogen atau mungkin terdiri atas elemen-elemen yang lebih kecil yang sifatsifatnya agak merata. I.3 Keuntungan dan kerugian alat sondir I.3.1 Keuntungan 1. Cukup ekonomis 2. Apabila contoh tanah pada boring tidak bisa diambil (tanah lunak / pasir) 3. Dapat digunakan manentukan daya dukung tanah dengan baik 4. Adanya korelasi empirik semakin handal 5. Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada pembora 6. Dalam prakteknya uji sondir sangat dianjurkan didampingi dengan uji lainnya baik uji lapangan maupun uji laboratorium, sehingga hasil uji sondir bisa diverifikasi atau dibandingkan dengan uji lainnya 7. Dapat dengan cepat menentukan lekat lapisan tanah keras 8. Dapat diperkirakan perbedaan lapisan 9. Dapat digunakan pada lapisan berbutir halus 10. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.
I.3.2 Kerugian 1. Jika terdapat batuan lepas biasa memberikan indikasi lapisan keras yang salah 2. Jika alat tidak lurus dan tidak bekerja dengan baik maka hasil yang diperolehdiperoleh bisa merugikan 3. Tidak dapat diketahui tanah secara langsung./
Gambar 1.1. Gambar Konus Sondir Mantel Belanda
Gambar 1.2. Bentuk Ujung Konus Sondir dengan Friction Sleeve
Gambar 1.3. Cara Operasi Sondir Mekanis II. Sondir listrik dan elektrolik Perkembangan Iebih lanjut dari alat sondir Adalah dengan adanya sondir listrik dan sondir elektronik dimana gaya gaya perlawanan tanah akibat penetrasi sondir dapat langsung direkam sekaligus (bersama sama) sehingga penetrasi dilakukan secara kontinu, tidak bertahap seperti halnya uji sondir mekanis. Hal ¡ni dapat dilakukan karena dengan sondir listrlk/elektronik, pembacaan perlawanan ujung maupun tahanan selimut dapat dilakukan sekaligus. Bentuk sondir hstrik dibenkan pada gambar 1.4.
Gambar 1.4 Dua buah jenis sondir listrik
II. Cone Penetration Test dengan Pressure Measurement (CPTu) Pengambilan contoh tanah lempung lunak pada umumnya amat sulit karena derajatketergangguan yang amat tinggi. Oleh karenanya penggunaan In-situ test untuk jenistanah ini mengalami peningkatan yang amat tinggi. Penggunaan uji sondir atau ConePenetration Test (CPT) di Indonesia mendapatkan popularitas karena kemudahan pemakaiannya dan karena hasil uji yang padaumumnya konsisten. Namun demikiran ujisondir mekanis tidak dapat mengukur tahananujung sondir pada tanah yang amat lunak. Perkembangan uji sondir elektronik jugamendapatkan perhatian yang besar dandengan penambahan sensor tekanan air pori,uji ini dapat memperkirakan parameter tanahdengan Iebih baik dan sebagai alat ujilapangan dapat memberikan profil tanahsecara kontinu. Uji sondir elektronik yangdisertai pengukuran tekanan air pon inikemudian dikenal dengan nama CPTU atauPiezocone Penetrometer Test. Meskipunpengujian dengan plezocone mulai dikenalcansejak tahun 1970, di Indonesia L41 ini barudikenal lebih umum pada tahun 1990. Beberapa keuntungan CPTU dibandingkan dengan CPT antara lain:
Memperoleh tekanan air pori vs kedalaman yang merupakan faktor yang sensitive terhadap pelapisan tanah dibandingkan dengan qc dan fs.
Mampu membedakan antara penetrasi drained, penetrasi partially drained dan penetrasi undrained.
Dapat mengkoreksi besaran tahanan ujungakibat tekanan air yang muncul pada daerah atas konus.
Mampu memprediksi karakteristik
konsolidasi dan riwayat tegangan (OCR),
Lebih baik dalam memprediksi jenis perilaku tanah dan parameter kuat geser tanah
Dapat digunakan untuk memprediksl derajat konsolidasi.
II.1 Prosedur Pengujian CPTu Kecepatan penetrasi standar adalah 2 cm/detik dan perlu diperiksa sistem control kecepatan sebelum dioperasikan. Kadangkala predrilling dilakukan tergantung dan pelapisan tanah. Predrilling hingga permukaan air tanah tidak selalu dilakukan bila filter dan cairan yang digunakan memiliki high air entry resistance. Persiapan alat meliputi:
Penjenuhan filter I elemen poli
Penjenuhan konus
Penggabungan filter dan konus
Sistern proteksi (jika dipenlukan)
Kejenuhan harus diperìksa setiap kali sebelum melakukan penetrasi.
Gambar 2.1 Contoh system CPTu (CPT)
II.2 Perbandingan Hasil Uji Sondir Mekanis dengan CPTu Sebagaimana diketahui, kelebihan CPTu dibandingkan uji sondir mekanis adalah karena adanya sensor tekanan air pori, sehingga untuk setiap pembacaan tahanan ujung qT dapat dipisahkan besarya tekanan air pori tersebut, dan tekanan air pori sendiri dapat dipisahkan menjadi tekanan air pori hidrostatik u0 dan tekanan air pon ekses ∆𝑢 (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Notasi dan Simbol yang digunakan dalam CPTu III. Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) telah memperoleh popularitas dimanamana sejak tahun 1927 dan telah diterima sebagai uji tanah rutin di lapangan. Pengujian SPT dapat dilakukan dengan cara yang relatif mudah sehingga tidak membutuhkan keterampilan khusus dan pemakainnya. Metode pengujian tanah dengan SPT termasuk cara yang cukup ekonomis untuk memperoleh ¡nformasi mengenai kondisi tanah dan diperkirakan 85% dan desain pondasi
untuk gedung bertingkat,jembatan, dermaga, dan konstruksi sipil yang lain juga menggunakan metode SPT. III. Penggunann SPT dan Fungsinya Metoda pengujian SPT telah distandarkan sebagal ASTM D-1586 sejak tahun 1958 dengan revisí secara periodik hingga sekarang. Alat uji ini terdiri dari beberapa komponen yang sederhana, mudah di transportasikan, dipasang dan mudah mengoperasikannya. Pandangan para ahIi masih sama yaitu bahwa alat ini akan terus dipakai untuk penyelidikan tanah rutinkarena relatif masih ekonomis dan dapat diandalkan. Persyaratan umum yang harus dimiliki oleh suatu alat adalah “reproducibility” dan akurasi dari hasil pengujian. Variasi hasil uji SPT dapat diakibatkan diantaranya akibat pengeboran yang ceroboh, kehilangan energy saat hammer impact dan lain-lain. Pada tahun 1977, sub-committee Eropa untuk Penetration Test telah menerbitkan rekomendasi bagi standar alat dan prosedur pengujian standar untuk SPT pada International Conference of Soil Mechanies and Foundation Engineering
(ICSMFE) di
Tokyo dengan
tujuan
untuk
mendapatkan
penyederhanaan cara uji tanpa mengorbankan keandalan hasilnya serta kesesuaian dengan kondisi tanah Pada tahun 1982 keputusan diambil pada Second European Symposium on Penetration Testing untuk membentuk ISSMFE Technical Committee on Penetration Testing mengingat perlunya kerjasama international oleh L. Decourt (Brazil), T. Muromachi (Jepang), l.K. Nixon (lnggris), JH Schmertmann (USA), E. Zolkov (lsrae) yang dipirripin oleh S. Thornburn (lnggris).
III.1. Tabung SPT Geometri dan tabung uji umumnya mengikuti Gambar 1 dimana tabung mempunyai diameter luar 51 mm dan diameter dalarri 38.1 mm. Ukuran lubang ventilasi tidak memiliki ketentuan khusus. Alat uji berupa sebuah tabung yang dapat dibelah (split tube, split spoon) yang mempunyai driving shoe agar tidak mudah rusak pada saat penetrasi. Pada bagian atas dilengkapi dengan coupling supaya dapat disambung dengan batang bon (drill rod) ke permukaan tanah. Sebuah sisipan pengambilan contoh (sampler insert) dapat dipasang pada bagian bawah bila tanah yang harus diambil contohnya berupa pasir lepas atau lumpur. Gambar I menunjukkan split spoon sampler dan sampler Insert menunjukkan split spoon sampler dan sampler insert. III.2. Jenis-jenis Hammer dan Energi Jenis-jenis hammer yang dapat digunakan bias bermacam-macam diantaranya donut hammer safety hammer dan automatic trip hammer mempunyai berat yang sama yaìtu 63.5 kg (140 Ib). Tinggi jatuh hammer adalah 76.2 cm (30”). Berbagai jenis hammer tersebut ternyata membenkan energi yang berbeda-beda dan menimbulkan perbedaan kesamaan hasil uji.
Gambar 3.1 Split spoon sampler menurut ASTMD-1586
III.3. Prosedur Uji Untuk melakukan dengan alat penetrasi, batang penghubung yang masih ada berada di atas permukaan tanah diberi tanda pada setiap jarak 15 cm. Split spoon sampler kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan didudukan sebagimana mestinya. Pada saat penumbukan harus dibaca 3x penetrasi masing-masing 15 cm. Meskipun jumlah pukulan pada 15 cm pertama dicatat tetapi yang digunakan untuk fluai NSPT adalah jumlah tumbukan untuk dua kali yang terakhir. HasH pencatatan kemudian diberi sebutan Nspt/3O cm. Prosedur uji diatas mengikuti urutan sebagaiberikut: 1. Mempersiapkan lubang bor hinggakedalaman uji. 2. Memasukkan alat split barrel samplersecara tegak. 3. Menumbuk dengan hammer dan mencatatjumlah tumbukan setiap 15 cm (6”). Hammer dljatuhkan bebas pada ketinggian 760 mm (18”). Nilai tumbukan dicatat 3x (N0, N1, N2) dimana harga N = N1 + Na 4.
Split spoon sampler diangkat ke atas dankemudian dibuka. Sampel yang dlperoleh dengan cara ini umumnya sangatterganggu.
5. Sampel
yang
diperoleh
dimasukkan
Ice
dalam
plastik
untuk
diklasifikasikan atau diuji di laboratorium. Pada plastik tersebut harus diberikan catatan nama proyek, kedalaman, dan junilah penetrasinya.
Gambar 3.2. Diagram stematis jenis-jenis hammer.
Gambar 3.3. Cara Konvensional Uji SPT
III.4. Cara Pelaporan Hasil Uji Bila boring log menunjukkan ‘refusal’ maka pengujian dihentikan dengan kondisi: 1. Penetrasi 15 cm terakhir melebihi N = 50 2. Jumlah pukulan rnencapai 100 3. 10 pukulan terakhir tidak ada tanda-tanda penetrasi Kemudian pada boring log dapat dilaporkan misalnya dalam bentuk N = 50/100. Perlu dimengerti bahwa uji SPT tidak mengukur parameter tanah secara langsung. Sebagaimana halnya uji lapangan yang lain, interpretasi hasil uji SPT bersifat empirik, artinya bahwa parameter tanah diturunkan berdasarkanpengalaman dan data-data yang ada. IV. DMT (Flat Dilatometer Test) Perkembangan uji dilatorneter (DMT atau flat dilatometer test) dikembangkan oleh Silvano Marchetti (1975) Italia. Alat ¡ni pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat dan digunakan di luar Italia pada tahun 1979 oleh John Schmertmann. Pada saat ini uji dilatometer tenqah digunakan lebih dari 40 negara. Sedangkan di Indonesia uji flat dilatometer masih kurang dlkenal. Berbagai standar internasional atau buku petunjuk (manual) telah tersedia untuk pengujian DMT. ASTM Suggested Method dipublikasikan pada tahun 1986 dan Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer saat ini telah resmi dijadikan standar pelaksanaan dengan nomor ASTM D 6635-01 sejak tahun 2001.
Laporan
State
of
the
Art
tentang
dilatometer
(DMT),
yang
menggambarkan tentang kemajuan dan perkembangan in-situ testing; dilaporkan pula oleh Luteneger, A.J., pada tahun 1988 dalam kegiatan kuliah khusus dengan topik Current Status of the Marchetti Dilatometer di Orlando; demikian pula Marchetti sendiri menyampaikan tentang perkembangan penggunaan Flat Plate Dilatometer (DMT) dalam konferensi internasional tentang geoteknik sebagai pembicara kunci di Universitas Kairo pada tahun 1997.
IV.1
Alat dan Prosedur Kerja Dilatometer terdiri dari blade dilatometer, unit penngontrol, kabel
pneumatic-elektrik, sumber tekanan gas, dan electrical gound cable. Blade Dilatometer memiliki lebar 95 mm dan tebal 15 mm dengan bagian ujung blade tajam yang berfungsi sebaga penusuk untuk penetrasi ke dalam tanah. Ujung blade yang tajam membentuk sudut 24° hingga 32 dengan panjang segmen 50 mm. Kapasitas tekanan saat penetrasi blade 250 kN (s 25 ton). Pada bagian tengah salah satu sisi blade terdapat membran baja berbentuk lingkaran yang memiliki diameter 60 mm dan tebal lempeng 020 mm. Untuk jenis tanah dengan bentuk buiran tajam yang dapat menyobek membran sebaiknya digunakan membrane dengan teba 0.25 mm. Membran ditahan oleh sebuab retaining ring dan terpasang tepat pada blade.
Blade berfungsi sebagai pemicu elektrik (on/off). Piringan sensor (sensing disc) yang terpasang pada blade baja dipesahkan oleh sebuah lapisan
(insulating seat) yang berfungsi untuk mencegah teradinya kontak antara piringan tersebut dengan blade baja dilatometer dibawahnya. Sensing disc tersebut dipasang pada Insulating seat dengan kuat untuk mencegah terjadinya pergerakan. Kontak yang terjadi ditandai dengan adanya sinyal audio pada unit pengontrol.
Gambar 4.1 Prinsip Alat Kerja Dilatometer
Unit pengontrol berfungsi untuk rnengukur Tekanan-A, B dan C pada setiap kedalaman pengujian. Gambar 4.2 menunjukkan unit pengontrol yang rnemiliki dua buah manometer, sebuah penghubung (connector) ke sumber tekanan,
sebuah
penghubung
ke
kabel
pneumaik-elektñk,
sebuah
galvanometer untuk rnengukur tegangan listrik, sebuah buzzer yang
menghasilkan sinyal audio saat terjadi kontak, dan katup-katup untuk mengatur tekanan gas.
Gambar 4.2 Unit Pengontrol Ada dua jenis kabel, ditunjukkan pada Gambar 4.3, yang seiing digunakan yaitu: 1. Non-extendable cable. Kabel ini menghubungkan blade DMT dengan unit pengontrol. Jenis kabel ¡ni tdak dapat diperpanjang sehingga membatasi kedalaman pengujian. Jenis kabel ini Iebih sederhana dan lebih murah daripada jenis extendable cable. 2. Extendable cable. Keuntungan penggunaan jenis kabel ¡ni adalah kabel dapat diperpanjang dengan menggunakan sebuah cable leader sesual kebutuhan selama pengujian. Meskipun prosedur penyambungan kabel cukup rumit, pernakaian jenis kabet ini Iebih fleksibel.
Gambar 4.3 Jenis-jenis kabel pneumatic-elektrk Sumber tekanan terdiri dan tangki gas yang dilengkapi dengari regulator atau pengatur tekanan, katup-katup dan pipa pneumatik untuk menghubungkan sumber tekanan dengan unit pengontrol. Regulator tekanan yang digunakan harus mampu memberikan tekanan output terukur minimal 7 - 8 MPa (70-80 bars). Pada umumnya tekanan output yang diberikan 3 - 4 MPa (30-40 bars) dan pada tanah yang sangat keras tekanan output dítingkatkan.
Ground cable berfungsi menghantarkan kembali arus listrik dan blade melalui push batang penekans ke unit pengontrol, hanya jika terjadi kontak antara sensing disc dan membran atau antara blade dan silinder baja.
DAFTAR PUSTAKA B.G. Clarke, Pressuremeters in Geotechnical Design, 1995. Briaud J.L., The Pressureme fer, 1987. OYO Corporation, The Instrument of New Type Dilafometer uEIasmeterP for Studying The Rock Mechanics. OYO Corporation, Operation Manual: Elastmeter HQ Sonde Model-4180, 1995. Geologger 3030, El Measure Module, 1995. OYO Corporation, Operation Maual: Model-4 185, Ñigh Pressure Hand Pump. 1993. Mair R.J., and Wood D.M., Pressuremeter Testing Methods and Interpretation, 1987. T. Lunne, P.1<. Robertson, J.JIIM Powerl, Cone Pene fmmeter Testing in Geotechnical Practice, 1997.