MAKALAH
ZAKAT
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. H Nurdin, S. HI., M. Ed
KELOMPOK 7
DISUSUN OLEH:
Ali Ahmad Yasin
Edy Safar
Herlin Husaini
Iis Juliana
Lisa Audia
Muhamad Hadad Alwi
Vicky Indra Wahyu
Wahyu Pratama
UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2017/2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam kepada sang pendidik sejati Rasulullah SAW, serta para sahabat, tabi'in dan para umat yang senantiasa berjalan dalam risalahnya. Dengan terselesainya makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang memberikan sumbangan baik moral maupun spiritual.
Selanjutnya penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan, walaupun penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat yang terbaik. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Begitu juga dalam penyusunan makalah ini, yang tidak luput dari kekurangan dankesalahan.
Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Aamiin.
Samarinda, 07 Oktober 2017
Penyusun,
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
A. Pengertian Zakat
B. Macam-Macam Zakat
C. Pengertian Haul dan Nisab dalam Zakat
D. Penjelasan Mustahik dalam Al-Qur'an
E. Mustahik dalam Skala Prioritas
F. Badan Amil Zakat Menurut UU 23 Tahun 2011
G. Pengertian Zakat Konsumtif dan Produktif dalam Pandangan Islam
H. Membuat Metode Pengumpulan Zakat dalam Upaya Pengoptimalisasi Penghimpunan Zakat Sesuai Pasal 22 UU 23 Tahun 2011 (disetiap kelompok pembuat program)
KESIMPULAN
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
A. PENGERTIAN ZAKAT
Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat islam yang telah ditetapkan dalam al-quran, sunah nabi, dan ijma' para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun islam yang selalu disebutkan sejajar dengan sholat, inilah yang menunjukan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukun islam. Dan menurut syari'at berarti sedekah wajib dari sebagian harta. Bagi mereka yang mengingkari kewajiban zakat maka kafirlah mereka, begitu juga dengan mereka yang melarang adanya zakat secara paksa. Jika ada yang menentang tentang adanya zakat, maka harus dibunuh hingga mau melaksanakannya.
Zakat berasal dari bentuk kata zaka< berarti "suci", "baik", dan "berkembang". Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Kata zakat berarti menumbuhkan, memuruikan, mensucikan, memperbaiki yang berarti pembersihan diri dari apa yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban zakat. Dan jika ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik.
Para pemikir ekonomi islam mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada masyarakat umum atas individu yang bersifat mengikat, final, tanpa mendapatkan imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. Esensi zakat adalah pengelolaan sejumlah harta yang diambil dari orang yang wajib membayar zakat (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerima zakat (mustahjia). Pengelolaan (manajemen) itu meliputi kegiatan pengumpulan (penghimpunan) penyaluran, pendayagunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban harta zakat. Sedangkan menurut terminologi syari'ah zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu unutk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
B. Macam-Macam Zakat
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah atau zakat badan adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim mukallaf (orang yang dibebani kewajiban oleh Alloh) untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa atau orang yang menjadi tanggungannnya.
Jumlah yang harus dikeluarkan adalah sebanyak satu sha' (1.k 3,5 liter/2,5 Kg) per jiwa, yang didistribusikan pada tanggal 1 Syawal setelah sholat subuh sebelum sholat Iedul Fitri.Poin-poin penting yang harus diketahui tentang zakat fitrah:
Hukum Zakat Fitrah
Hukum zakat fitrah adalah wajib. Setiap umat islam wajib menunaikan zakat fitrah untuk membersihkan dan mensucikan diri serta membantu jiwa-jiwa yang kelaparan karena dibelit kemiskinan. Dalil dalil yang menerangkan kewajiban zakat fitrah yaitu sebagai berikut:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (١٤) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Artinya: "Sungguh berbahagialah orang yang mengeluarkan zakat (fitrahnya), menyebut nama Tuhannya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat (iedul fitri)."(Q.S Al-A'la ayat 14-15). Menurut riwayat Ibnu Khuzaimah, ayat diatas diturunkan berkaitan dengan zakat fitrah, takbir hari raya, dan sholat ied (hari raya). Menurut Sa'id Ibnul Musayyab dan Umar bin Abdul Aziz: "Zakat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah zakat fitrah". Menurut Al-Hafidh dalam "Fathul Baari": "Ditambah nama zakat ini dengan kata fitri karena diwajibkan setelah selesai mengerjakan shaum romadhon."Lebih tegas lagi dalil tentang wajibnya zakat fitrah dalam sebuah hadits yang diterima oleh Ibnu Abbas yang artinya:
"Rosululloh SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang shaum dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan selama mereka shaum, dan untuk menjadi makanan bagi orang orang yang miskin. (H.R. Abu Daud)
Kadar (Prosentase/Ukuran) Zakat Fitrah
Ukuran zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim adalah sebanyak satuSha' dari makanan pokok. hal ini sesuai dengan dua hadits berikut ini yang artinya: "Kami mengeluarkan (zakat fitrah) di zaman Rosululloh SAW pada iedul fitri sebanyak satu Sha' dari makanan".(H.R.Bukhari)"Adalah kami (para sahabat) di masa Rosululloh SAW mengeluarkan zakat fitrah satu sha' makanan atau satu sha' tamar (kurma), atau satu sha' sya'ir (padi belanda), atau satu sha' aqith (susu yang telah kering yang tidak diambil buihnya, atau semacam makanan yang terbuat dari susu, dimasak, sesudah itu dibiarkan lalu diletakkan di kain perca agar menetes kebawah),atau satu sha'zahib (kismis)".(H.R.Bukhari) Hadits diatas menyatakan bahwa kadar zakat fitrah itu satu sha' makanan. Pada hadits diatas makanan yang dimaksud adalah: tamar, sya'ir, zabib, dan aqith. Itulah jenis makanan yang dikeluarkan untuk zakat fitrah pada masa Rosululloh SAW.
2. Zakat Maal
Zakat maal atau zakat harta benda, telah diwajibkan oleh Alloh SWT sejak permulaan Islam, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Sehingga tidak heran jika ibadah zakat ini menjadi perhatian utama islam, sampai-sampai diturunkan pada masa awal islam diperkenalkan kepada dunia. Karena didalam islam, urusan tolong menolong dan kepedulian sosial merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun peradaban sosial bermasyarakat islami yang berada didalam naungan Alloh SWT sang pengatur rezeki.
Pada awalnya, zakat diwajibkan tanpa ditentukan kadar dan jenis hartanya. Syara' hanya memerintahkan agar mengeluarkan zakat, banyak-sedikitnya diserahkan kepada kesadaran dan kemauan masing-masing. Hal itu berlangsung hingga tahun ke-2 hijrah. Pada tahun itulah baru kemudian Syara' menetapkan jenis harta yang wajib dizakati serta kadarnya masing-masing. Namun mustahiq zakat pada saat itu hanya dua golongan saja, yaitu fakir dan miskin. Adapun pembagian zakat kepada 8 ashnaf (golongan/kelompok) baru terjadi pada tahun ke 9 hijrah. Karena ayat tersebut diwahyukan pada tahun 9 Hijrah. Namun demikian Nabi SAW tidak sepenuhnya membagi rata kepada 8 golongan tersebut, beliau membagikannya kepada golongan-golongan yang dipandang perlu dan mendesak untuk disantuni.
Hal ini seperti terjadi pada saat Nabi SAW mengutus Mu'adz bin Jabal pergi ke Yaman untuk menjadi gubernur di sana, dan memerintahkannya untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang fakir di Yaman. Al-Bukhori menerangkan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada tahun ke-10 hijrah sebelum Nabi SAW menunaikan Haji Wada'. Jadi, Q.S At-Taubah ayat 60 menerangkan bahwa penerima zakat itu ada 8 golongan. Merekalah yang berhak menerima zakat, sementara diluar golongan itu tidak berhak menerima zakat. Namun diantara mustahiq yang 8 tersebut tidak harus semuanya menerima secara rata, tapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan skala prioritas.
Zakat maal ini terdiri dari beberapa macam, yaitu: zakat emas/perak/uang, zakat ziro'ah, zakat ma'adin, zakat rikaz, zakat tijaroh.
3. Zakat Emas, Perak, dan Uang
Emas dan perak yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan zakatnya. Dalilnya yaitu surat Attaubah ayat 34-35 yang artinya:
"Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Alloh, peringatkanlah mereka tentang adzab yang pedih. Pada hari emas dan perak dipanaskan dalam api neraka, lalu dibakar dengannya dahi-dahi mereka, rusuk-rusuk, dan punggung, maka dikatakan kepada mereka, "Inilah kekayaan yang kalian timbun dahulu, rasakanlah oleh kalian kekayaan yang kalian simpan itu". (Q.S. At-Taubah ayat 34-35)
Lalu ada juga sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya:
"Tidak ada seorang pun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat akan dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan didalam neraka jahannam, kemudian digosokkan pada lambung, dahi, dan punggungnya, dengan kepingan itu; setiap kepingan itu dingin, akan dipanaskan kembali. Pada (hitungan) satu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Alloh menyelesaikan urusan dengan hambanya". (H.R Muslim)
Dari keterangan diatas, jelaslah bagi pemilik emas dan perak, wajib mengeluarkan zakat, karena jika tidak, ancaman dari Alloh sudah menantinya.
Nishab emas sebesar 20 dinar (90 gram), dan nishab perak sebesar 200 dirham (600 gram), dan nishab uang yaitu jika sudah senilai dengan emas 20 gram atau perak 200 dirham. Sementara kadar zakatnya sebanyak 2,5%. Zakat emas ini dikeluarkan jika sudah mencapai haul (setahun sekali). Perhatikan keterangan dibawah ini:
"Bila kau mempunyai 200 dirham dan sudah cukup masanya setahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham (2,5%). Dan emas hanya dikenakan zakat bila sudah mencapai 20 dinar. Apabila engkau memiliki 20 dinar dan telah sampai setahun kau miliki, maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih sesuai perhitungannya". (H.R. Abu Daud)
Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa apabila seseorang menyimpan emas dan perak (baik dalam bentuk emas batangan maupun perhiasan) maka wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab dan haul.
Contoh kasus:
Seorang ibu memiliki emas sebanyak 200 gram. Maka zakat yang harus dikeluarkannya adalah sebagai berikut:
2,5% x 200 gram = 5 gram
Asumsi harga 1 gram emas = Rp. 80.000,- jadi zakatnya: 5 x Rp. 80.000,- = Rp. 400.000,-
Zakat tersebut dikeluarkan satu tahun sekali, selama emas itu masih disimpan dan menjadi milik ibu tersebut.
4. Zakat Ziro'ah (pertanian/segala macam hasil bumi)
Mengenai zakat tumih-tumbuhan, Alloh SWT telah menetapkannya dalam Al-Quran surat Al-An'am ayat 141 yang artinya:
"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan yang tidak sama (rasanya). Makanlah buahnya (yang bermacam-macam itu) bila berbuah, dan tunaikanlah haknya dari hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkannya zakat); dan jangan lah kamu berlebihan, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebihan". (Q.S. Al-An'am: 141)
Dan juga Q.S. Al-Baqoroh: 267 yang artinya:
"Hai orang orang yang beriman, belanjakanlah (zakatkanlah) sebagian yang baik-baik dari harta yang kamu usahakan dan dari apa yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi.." (Q.S. Al-Baqoroh: 267)
Hasil bumi wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab yaitu 5 wasaq (650 Kg). Adapun kadar zakatnya ada dua macam, yaitu:
Pertama, jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) maka kadar zakatnya adalah 10%.
Kedua, jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang maka kadar zakatnya adalah 5%.
5. Zakat Ma'adin (Barang Galian)
Yang dimaksud ma'adin (barang galian) yaitu segala yang dikeluarkan dari bumi yang berharga seperti timah, besi, emas, perak, dll. Adapula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ma'adin itu ialah segala sesuatu yang dikeluakan (didapatkan) oleh seseorang dari laut atau darat (bumi), selain tumbuh-tumbuhan dan makhluk bernyawa.
Zakat ma'adin dikeluarkan setiap mendapatkannya tanpa nishab, kadar zakatnya adalah 2,5%. Perhatikan dalil dibawah ini:
"Bahwa rosululloh SAW telah menyerahkan ma'adin qabaliyah kepada Bilal bin Al-Harts Al-Muzanny, ma'adin itu hingga kini tidak diambil darinya, melainkan zakat saja." (H.R. Abu Daud dan Malik)
Hadits diatas menunjukkan bahwa ma'adin itu ada zakatnya dan menyatakan bahwa dari ma'adin itu tidak diambil melainkan zakat saja. Dari kedua keterangan tersebut bisa dipahami bahwa zakat yang diambil dari ma'adin itu adalah zakat emas dan perak, yaitu 2,5%.
6. Zakat Rikaz (Harta Temuan/Harta Karun)
Yang dimaksud rikaz adalah harta (barang temuan) yang sering dikenal dengan istilah harta karun. Tidak ada nishab dan haul, besar zakatnya 20%. Perhatikan dalil berikut:
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda mengenai harta kanzun (simpanan lama) yang didapatkan seseorang ditempat yang tidak didiami orang: Jika engkau dapatkan harta itu ditempat yang didiami orang, hendaklah engkau beritahukan, dan jika engkau dapatkan harta itu ditempat yang tidak didiami orang, maka disitulah wajib zakat, dan pada harta rikaz, (zakatnya) 1/5". (H.R. Ibnu Majah)
Maksud dari hadits diatas adalah barang siapa yang mendapatkan dalam suatu penggalian harta simpanan orang bahari atau menemukannya di suatu desa yang tidak didiami orang, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 1/5 atau 20%.
Zakat rikaz dikeluarkan oleh penemunya sekali saja, ketika ia menemukan rikaz tersebut.
7. Zakat Binatang Ternak
Seorang yang memelihara hewan ternak (beternak) wajib mengeluarkan zakatnya berdasarkan dalil berikut:
"Tidak ada seorang laki-laki yang mempunyai unta, lembu, atau kambing yang tidak diberikan zakatnya, melainkan datanglah binatang-binatang itu pada hari kiamat keadaannya lebih gemuk dan lebih besar dibandingkan ketika di dunia, lalu mereka menginjak-injaknya dengan telapak-telapaknya dan menanduknya dengan tanduk-tanduknya setelah binatang-binatang itu berbuat demikian, diulanginya lagi dan demikianlah terus-menerus hingga Alloh selesai menghukum para manusia". (H.R. Bukhori)
Yang dimaksud binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah apa yang didalam bahasa arab disebut Al-An'am, yakni binatang yang diambil manfaatnya. Binatang-binatang tersebut adalah unta, kambing/biri-biri, sapi, kerbau.
"Setiap unta yang digembalakan, zakatnya setiap 40 ekor adalah seekor anak untu betina yang selesai menyusu". (H.R. Ahmad, Nasa'i, Abu Dawud)
"...Dan pada kambing yang digembalakan, bila ada 40 ekor, zakatnya seekor kambing. Jika hanya punya 39 ekor, maka tidak terkena kewajiban zakat". (H.R. Abu Daud)
Zakat ternak ini dikeluarkan setiap tahun dan apabila telah mencapai nishab.
8. Zakat Tijaroh
Ketentuan zakat ini adalah tidak ada nishab, diambil dari modal (harga beli), dihitung dari barang yang terjual sebesar 2,5%.
Adapun waktu pembayaran zakatnya, bisa ditangguhkan hingga satu tahun, atau dibayarkan secara periodik (bulanan, triwulan, atau semester) setiap setelah belanja, atau setelah diketahui barang yang sudah laku terjual. Zakat yang dikeluarkan bisa berupa barang dagangan atau uang seharga barang
Rosululloh SAW bersabda: "Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu selalu dihadiri (disertai) kemaksiatan dan sumpah oleh karena itu kamu wajib mengimbanginya dengan sedekah (zakat)", (H.R. Ahmad)
"Adalah Rosululloh SAW menyuruh kamui mengeluarkan zakat dari apa yang telah disediakan untuk dijual". (H.R. Abu Dawud)
C. Pengertian Haul dan Nisab dalam Zakat
Makna pengertian haul ditinjau dari sudut pandang bahasa, haul mengandung makna yang berasal dari bentuk kata mufod yaitu "hu'uulun" dan kata yang lain adalah hwalun. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama. Dimana keduanya sama-sama disandarkan dengan kata assanah yang memiliki makna "tahun". Sementara itu, jika ditinjau dari segi istilah, arti kata haul yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 240 yang berbunyi :
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لأَزْوَاجِهِم مَّتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعْرُوفٍ وَاللهُ عَزِيزُُ حَكِيمُُ {240}
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (Al-Baqarah: 240).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa, haul mengandung makna satu tahun lamanya. Harta yang tersimpan selama satu tahun lamanya yaitu bukanlah bagian dari modal, dan dikatakan satu tahun sebab pada kurun waktu yang sedemikian itu harta telah berkembang dan memiliki keuntungan sesuai dengan batasan-batasan nisabnya.
Pengertian haul juga dijelaskan dalam hadits nabi yang berbunyi : "tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sampai beredar atasnya masa satu tahun". (HR. Abu Dawud).
Hadits tersebut bias dikatakan sebagai hadits yang tidak kuat, namun hadits tersebut memiliki landasan-landasan kuat. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa atsar yang dikemukakan oleh para sahabat nabi dan telah disepakati bersama oleh segenap para tabi'in pada masanya.
Makna pengertian Nisab/Nishab/Nisob
Menurut bahasa, Nisab mengandung makna tangkai nishabul mal: adalah suatu takaran yang telah mencapai guna wajib zakat. Dari penjelasan nishab menurut bahasa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, pengertian Nishab menurut istilah adalah batasan-batasan yang harus dicapai terkait suatu harta kekayaan sehingga seseorang memiliki kewajiban untuk melakukan zakat. Nishab ini merupakan salah satu syarat yang wajib hukumnya dipenuhi bagi orang yang hendak melakukan zakat. Tanpa adanya nishab, maka seseorang tersebut belum wajib mengeluarkan zakat. Adapun bila seseorang tersebut hendak memberi, itu dengan niatan untuk bersadaqoh dan bukan berzakat.
PENJELASAN HAUL DAN NISAB DALAM BERZAKAT
1. HAUL
secara bahasa haul merupakan bentuk mufrad dari kata hu'ulun dan ahwalun yang mempunyai makna yang sama dengan assanah yang berarti tahun. Maksudnya dari kata itu adalah bahwa kepemilikan harta tersebut sudah berlalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
2. NISAB
Nisab / Nishob dalam arti bahasa adalah tangkai, Nishabul mal : kadar yang harus dicapai untuk wajib zakat. Pengertian tersebut menjelaskan dengan jelas bahwa Nisab / Nishob adalah batasan atau kadar suatu harta yang wajib dikeluarkan zakat. Nisab / Nishob itu sendiri berbeda - beda tergantung jenis dan spesifikasi harta.
Nishab dan Ukurannya
a. Nishab Dan Zakat Unta
5 – 9 ekor : 1 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 1 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
10 – 11 ekor : 2 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 2 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
15 – 19 ekor : 3 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 2,3 domba berumur 1 tahun / lebih
20 – 24 ekor : 4 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 4 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
25……….dst : Kelipatannya 1 ekor sapi, menurut empat mazhab, berbeda dengan Imamiyah jika 25 ekor, maka wajib mengeluarkan 5 ekor kambing. Kalau jumlahnya 26 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor unta yang berumur 1 tahun lebih.
b. Nisab Dan Zakat Sapi/ Kerbau
30 – 39 ekor : 1 ekor sapi / kerbau umur 1 tahun / lebih
40 – 59 ekor : 1 ekor sapi / kerbau umur 2 tahun / lebih
60 – 69 ekor : 2 ekor sapi / 1 kerbau umur 1 tahun / lebih
70………dst : Kelipatannya 1 ekor sapi
c. Nisab Dan Zakat Kambing
40 – 120 ekor : 1 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 1 ekor domba betina berumur 1 tahun / lebih
121- 200 ekor : 2 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 2 ekor domba betina berumur 1 tahun / lebih
201- 399 ekor : 3 ekor kambing betina berumur 1 tahun / lebih atau 3 ekor domba betina berumur 2 tahun / lebih. Kecuali Imamiyah, jika 301 ekor maka harus mengeluarkan 4 kambing
400………dst : Kelipatannya 4 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 4 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
Perusahaan dan Penghasilan
Tidak diperoleh keterangan dari jumhur ulama fiqih tentang zakat dari berbagai macam perusahaan, seperti pabrik, angkutan darat, laut dan udara, akan tetapi kongres ulama Islam yang kedua dan muktamar pembahasan hukum Islam yang kedua tahun 1385 H / 1965 M menetapkan: Segala harta yang dapat berkembang dan tidak ada nashnya, tidak ada pendapat ahli fiqih tentang hal itu pada masa lalu yang mewajibkan berzakat, maka hukumnya sebagai berikut :
1. Tidak wajib dizakati ditinjau dari bendanya, yang dizakati adalah penghasilan bersihnya, ketika cukup nishab dan haulnya.
2. Kadar zakat dari berbagai macam perusahaan tersebut adalah 2,5%, seperti zakat perdagangan.
3. Ketetapan ini sesuai dengan pendapat sebagian Ulama Maliki, Ibnu Aqil serta Hadawiyah dari golongan syiah
D. Penjelasan Mustahik dalam Al-Qur'an
Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan sebagaimana telah ditegaskan dalam Al Qur'an Al Karim pada ayat berikut,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu'allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. At Taubah: 60). Ayat ini dengan jelas menggunakan kata "innama" yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.[1]
Orang yang berhak menerima zakat menurut Al-Qur'an ada delapan golongan (ashnaf), sebagaimanaa dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 60: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
E. Mustahik dalam skala prioritas
Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
Golongan yang berhak menerima zakat ada 8 :
1). Fakir ; orang yang memiliki harta atau hasil usaha kurang dari ½ (separuh) kebutuhan hidup sehari-hari.
2). Miskin ; orang yang memiliki harta atau hasil usaha minimal ½ (separuh) kebutuhan hidup sehari-hari.
3). Amil ; orang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah yang adil sebagai petugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat fitrah.
4). Muallaf ; orang yang baru masuk islam yang islamnya masih belum kokoh
5). Mukatab ; budak yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya, maka dia boleh menerima zakat sekedar untuk menebus dirinya.
6). Gharim ; orang yang punya tanggungan hutang pada keperluan mubah.
7). Ibnu sabil ; musafir yang kekurangan ongkos yang bukan untuk perjalanan maksiat.
8). Fi-sabilillah ; tentara atau pejuang islam yang tidak digaji/ tidak memperoleh bayaran.
Golongan pertama dan kedua: fakir dan miskin.
Fakir dan miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka.
Para ulama berselisih pendapat manakah yang kondisinya lebih parah antara fakir dan miskin. Ulama Syafi'iyah dan Hambali berpendapat bahwa fakir itu lebih parah dari miskin. Alasan mereka karena dalam ayat ini Allah menyebut fakir lebih dulu dahulu setelah itu menyebut miskin. Ulama lainnya berpendapat miskin lebih parah dari fakir.[2]
Adapun batasan dikatakan fakir menurut ulama Syafi'iyah dan Malikiyah adalah orang yang tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya. Seperti kebutuhannya, misal sepuluh ribu rupiah tiap harinya, namun ia sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut atau ia hanya dapat memenuhi kebutuhannya kurang dari separuh. Sedangkan miskin adalah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih dari separuh kebutuhannya, namun tidak bisa memenuhi seluruhnya.[3]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin memberikan gambaran perbedaan antara fakir dan miskin, "Kita bisa memperkirakan batasan fakir dan miskin dengan melihat pada gaji bulanan. Jika gaji dalam setahun adalah sebesar 5000 riyal (Rp.12,5 jt), sedangkan kebutuhannya 10.000 riyal (Rp.25 jt), dalam kondisi ini seseorang dianggap miskin. Karena ia hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhannya. Jika gaji dalam setahun 4000 riyal (Rp.10 jt), sedankan kebutuhannya dalam setahun 10.000 riyal (Rp.25 jt), dalam kondisi ini ia dianggap fakir. Begitu pula ketika seseorang tidak memiliki pekerjaaan, maka ia dianggap fakir."
Bolehkah memberi zakat kepada fakir miskin yang mampu mencari nafkah?
Jika fakir dan miskin mampu bekerja dan mampu memenuhi kebutuhannya serta orang-orang yang ia tanggung atau memenuhi kebutuhannya secara sempurna, maka ia sama sekali tidak boleh mengambil zakat. Alasannya karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَظَّ فِيهَا لَغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ مُكْتَسِبٍ
"Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan dan tidak pula bagi orang yang kuat untuk bekerja."[9]
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ سَوِىٍّ
"Tidak halal zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi fisiknya sempurna (artinya: mampu untuk bekerja, pen)"[10]
Berapa kadar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin?
Besar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin adalah sebesar kebutuhan yang mencukupi kebutuhan mereka dan orang yang mereka tanggung dalam setahun dan tidak boleh ditambah lebih daripada itu. Yang jadi patokan di sini adalah satu tahun karena umumnya zakat dikeluarkan setiap tahun. Alasan lainnya adalah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menyimpan kebutuhan makanan keluarga beliau untuk setahun. Barangkali pula jumlah yang diberikan bisa mencapai ukuran nishob zakat.
Jika fakir dan miskin memiliki harta yang mencukupi sebagian kebutuhannya namun belum seluruhnya terpenuhi, maka ia bisa mendapat jatah zakat untuk memenuhi kebutuhannya yang kurang dalam setahun.[11]
F. Badan Amil Zakat Menurut UU 23 Tahun 2011
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
I. UMUM
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk . . . www.djpp.kemenkumham.go.id - 2 - Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
G. Pengertian Zakat Konsumtif dan Produktif dalam Pandangan Islam
Zakat Produktif
Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa inggris "productive" yang berarti banyak menghasilkan; memberikan banyak hasil; banyak menghasilkan barang-barang berharga; yang mempunyai hasil baik. "productivity" daya produktif.
Secara umum produktif berarti: "banyak menghasilkan barang atau karya". Produktif juga berarti "banyak menghasilkan; memberikan hasil".
Pengertian produktif lebih berkonotasi kepada kata sifat. Kata sifat akan jelasnya maknanya apabila digabung dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini kata yang disifati adalah kata zakat, sehingga menjadi zakat produktif yang artinya: zakat dimana dalam pendistribusiannya bersifat produktif lawan dari konsumtif.
Lebih tegasnya zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujua syara'. Cara pemberian yang tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan produktif, sesuai dengan pesan syariat dan peran serta fungsi social ekonomi dari zakat.
Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus dan juga untuk bisa terealisasi dengan baik maka di butuhkan peran dari pemerintah dan lembaga pengelolah zakat.
Memperhatikan apa yang dikemukakan Adi Sasono, semakin jelas peran pemerintah terhadap rakyanya. Member kesempatan bekerja dan mengikutkan mereka dalam proses produktif. Lembaga zakat dapat membantu tugas tersebut, karena zakat memiliki funsi social dan ekonomi yang jelas dan kuat.
Menurut Syaltut: dengan zakat, masyarakat dapat membersihkan diri dari musuh yang utama yaitu kefakiran dan dapat mempererat persaudaraan dan kasih sayang antara si kaya dengan si miskin sehingga timbullah rasa kasih sayang, tolong menolong dan saling merasakan serta bertanggung jawab".
Asy-Syairazi bahkan mewajibkan pemerintah membentuk suatu badan yang bertugas mengurusi zakat yang ia sebut dengan amalah tersebut, dengan alasan: 1. Nabi, 2. Diantara manusia yang memiliki harta, tapi tidak mengerti adanya kewajiban pada harta bendanya, dan 3. Ada yang mengerti, tapi kikir, maka dalam hal inilah pemerintah wajib mengurusi zakat.
Zakat Konsumtif
Zakat yang bersifat konsumtif adalah harta zakat secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat membutuhkan, terutama fakir miskin. Harta zakat diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, seperti kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal secara wajar. Kebutuhan pokok yang bersifat primer ini terutama dirasakan oleh kelompok fakir, miskin, gharim, anak yatim piatu, orang jompo/ cacat fisik yang tidak bisa berbuat apapun untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidupnya. Serta bantuan-bantuan lain yang bersifat temporal seperti: zakat fitrah, bingkisan lebaran dan distribusi daging hewan qurban khusus pada hari raya idul adha. Kebutuhan mereka memang nampak hanya bisa diatasi dengan menggunakan harta zakat secara konsumtif, umpama untuk makan dan minum pada waktu jangka tertentu,pemenuhan pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan hidup lainnya yang bersifat mendesak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan fakir miskin yang mendapatkan harta secara konsumtif adalah mereka yang dikategorikan dalam tiga hal perhitungan kuantitatif, antara lain: pangan, sandang dan papan. Pangan asal kenyang, sandang asal tertutupi dan papan asal untuk berlindung dan beristirahat. Pemenuhan kebutuhan bagi mereka yang fakir miskin secara konsumtif ini diperuntukkan bagi mereka yang lemah dalam bidang fisik, seperti orang-orang jompo. Dalam arti kebutuhan itu, pada saat tertentu tidak bisa diatasi kecuali dengan mengkonsumsi harta zakat tersebut.
H. Membuat Metode Pengumpulan Zakat dalam Upaya Pengoptimalisasi Perhimpunan Zakat Sesuai Pasal 22 UU 23 tahun 2011
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengumpulan berasal dari kata dasar kumpulan yang berarti sesuatu yang telah dikumpulkan, himpunan, kelompok sedangkan pengumpulan itu sendiri mempunyai arti mengumpulkan atau penghimpunan. 14 Jadi pengumpulan zakat dapat diartikan suatu kegiatan mengumpulkan atau menghimpun dana zakat, dalam hal ini tidak hanya zakat saja tetapi juga infaq dan shadaqah. Pengumpulan zakat didasarkan pada firman Allah dalam surat At-Taubat ayat 103 yang berbunyi:
Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sessungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui".
Dalam firman Allah ini telah memerintahkan kepada mahluk-Nya untuk memungut atau mengambil zakat dari sebagian harta para muzakki untuk diberikan kepada mustahik zakat. Zakat ini dipergunakan selain untuk dimensi ibadah yaitu sebagai salah satu rukun Islam juga sebagai dimensi sosial yaitu untuk memperkecil jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin, mengembangkan solidaritas sosial, menghilangkan sikap materialisme dan individualisme. Pada masa Khulafaur-Rasyidin mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik yang mengambil maupun yang mendistribusikannya. Diambilnya zakat dari muzakki (orang yang memiliki kewajiban zakat) melalui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada , ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga suatu kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari).15 Pola pengelolaan zakat di Indonesia telah dilakukan sejak Indonesia belum merdeka. Pada masa penjajahan belanda pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam ordonantie pemerintah Hindia-Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam serta bentuk pelaksanaannya sesuai syariat Islam. Ketika Indonesia merdeka pemerintah melegalkan pengelolaan zakat dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dengan keputusan menteri agama (KMA) No.581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.16 Undang-Undang No.23 Tahun 2011 pada BAB I pasal 1 bahwa Unit Pengumpul Zakat (UPZ) adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat di setiap instansi. Selanjutnya pada pasal 2 disebutkan pengumpulan zakat meliputi; Zakat Maal dan Zakat Fitrah. Zakat maal terdiri dari:
1. Emas, perak dan logam mulia lainnya
2. Uang dan surat berharga lainnya
3. Perniagaan
4. Pertanian, perkebunan dan kehutanan
5. Peternakan dan perikanan
6. Pertambangan
7. Perindustrian
8. Pendapatan dan jasa, dan
9. Rikaz.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 2 bahwa pengelolaan Zakat Berasaskan:
1. Syari'at Islam
2. Amanah
3. Kemanfaatan
4. Keadilan
5. Kepastian Hukum
6. Terintegrasi dan
7. Akuntabilitas.
Sedangkan pada pasal 3, tujuan zakat merupakan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan zakat oleh lembaga dengan kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin membayar zakat; Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para zakat apabila berhadap langsung untuk menerima zakat dari para muzakki; Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektifitas, serta sasaran tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat; Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintah yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari muzakki kepada , Meskipun secara hukum Islam adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut di atas juga hikmah dan fungsi zakat terutama uang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan.
KESIMPULAN
Zakat adalah salah satu rukun Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan menurut syari'at berarti sedekah wajib dari sebagian harta, sebab dengan mengeluarkan zakat, maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi orang yang suci serta disucikan. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang maju.
Macam-macam zakat secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau maal dan zakat fitrah. Mengenai zakat maal, maal sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah memenuhi syarat, haul, dan nishabnya. Sedangkan zakat fitrah disini berarti juga zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri orang Islam diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Harta-harta yang wajib dizakati diantaranya emas dan perak, hasil tambang dan tanaman jahiliyah,penemuan benda-benda terpendam (rikaz), barang dagangan, makanan pokok dan buah-buahan, binatang ternak, perusahaan dan penghasilan. Sedangkan para mustahiq zakat yaitu fuqara, masakin, amilin, muallaf, riqab, ghorimin, sabilillah, dan ibn sabil.
Penutup
Alhamdulillah, akhirnya makalah yang berjudul "Zakat" ini dapat terselesaikan juga. Semua itu tidak lepas dari izin, pertolongan, dan juga rahmat Allah Subhanahu Wata'ala. Dan juga berkat dukungan dan motivasi dari teman-teman yang tercinta yang telah banyak memberikan support dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang terhormat yang telah memberikan tugas ini yang insya allah dapat menjadi pelajaran bagi penulis sendiri maupun bagi yang lainnya
Penyusun mengakui dan menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan yang tidak lain adalah dari keterbatasan penyusun. Untuk itu, penyusun berharap kepada para pembaca makalah ini bila di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dimohon untuk memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun sehingga dapat menjadi masukan yang berharga bagi penyusun dan menjadi lebih baik dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.makalah.info/2016/04/pengertian-nishab-dan-haul-zakat-dalam.html
https://kumpulan1000doa.blogspot.co.id/2016/03/penjelasan-haul-dan-nisab-dalam-berzakat.html
http://pengertianzakatmu.blogspot.co.id/2015/03/macam-macam-zakat.html
https://insanulilallbab.wordpress.com/2013/03/12/zakat-produktif-dalam-perspektif-islam/
http://eprints.walisongo.ac.id/4957/1/ANIS%20KHOIRUN%20NISA__111%20311%20011.pdf
https://rumaysho.com/1178-golongan-penerima-zakat.html
A'la, Abdul. 2013. Syarat-syarat Kecakapan Ibadah Amaliah (hlm.121-122). Madura: A Latee Pess
Supiana dan Karman, Muhammad. 2009. Materi Pendidikan Agama Islam (hlm.78-82). Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Al-Hamid, Abdul.2006. Ekonomi Zakat (hlm.49-52). Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset
Hasan, M, Ali. 1997. Tuntunan Zakat dan Puasa (cet-1). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern (hlm.130). Jakarta: Gema Insani