PENGERTIAN, SEJARAH DAN TUJUAN ORIENTALIS
A. Pengertian Orientalis dan Orientalisme
1. Orientalisme
Orientalis/Orientalisme menurut segi bahasa berasal dari kata orient yang berarti timur, dengan demikian orientalis berarti hal-hal yang berhubungan dengan masalah ketimuran/dunia timur[1]. Kata Orientalisme adalah kata yang dilabelkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik dalam bidang bahasa, agama, sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur[2].
Menurut H.M. Yoesoef Sou'yb orientalisme berasal dari kata orient dalam bahasa Prancis yang secara etnologis berarti bangsa-bangsa timur. Dan kata ini memasuki berbagai bahasa di eropa temasuk bahasa inggris, oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti hal-hal yang bersifat timur yang sangat sangat luas ruang lingkupnya. Suku kata isme (belanda) atau ism (inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu paham. Jadi orientalisme adalah suatu paham atau penelitian studi yang mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta lingkungan dan peradabannya[3].
Prof. Tk. H. Ismail jakub, S.H. M.A : orientalisme terdiri dari kata oriental dan isme. Oriental artinya bersifat timur, dan isme adalah kata sambung yang menunjukkan suatu paham, ajaran, cita-cita, cara, sistem, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran atau paham yang bersifat Timur[4]
2. Orientalis
Orientalis adalah sekelompok atau golongan yang berasal dari bangsa-bangsa barat (eropa) yang berkonsentrasi atau memfokuskan diri dalam mempelajari kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban dan agama, terutama pada Negara Arab,Cina dan India.
Secara sederhana kata orientalis bisa diartikan "seorang yang melakukan kajian tentang masalah-masalah ketimuran, mulai dari sastra, bahasa sejarah antropologi, sosiologi, psikologi sampai agama dengan menggunakan paradigma konklusi yang distortif tentang objek kajian yang dimaksud.
B. Sejarah Orientalis
Tidak diketahui secara pasti kapan mulai munculnya orientalis, tetapi bisa diperkirakan bahwa orientalis muncul pada saat umat muslim mencapai puncak kegemilangan prestasi peradabannya khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Banyak orang-orang barat yang belajar pada ulama dan cendekiawan muslim pada saat itu terutama di wilayah Kepulauan Laut Putih (Andalusia) dan Sicilia daerah Eropa yang menjadi wilayah kekuasaan umat muslim. Dan banyak diantara mereka adalah pendeta-pendeta agama Nashrani dan Yahudi. Mereka adalah :
1. Pendeta Gerbert, dia terpilih sebagai pemimpin gereja roma pada tahun 999 M. selepas belajar di berbagai perguruan tinggi di Andalusia (Spanyol)
2. Pendeta Petrus (1092-1156)
3. Pendeta Gerrardi Krimon (1114-1187 M.)
Setelah kembali kenegaranya, meraka mengajarkan kepada masyarakat Eropa dan menyebarkan kebudayaan Arab serta menterjemahkan buku-buku karya ulama-ulama muslim.
Mereka merasa bahwa Islam adalah pembelot dari agama mereka dan juga suatu ancaman bagi agama masehi sendiri. Maka dari itu mereka berusaha untuk mempelajari islam guna untuk menghancurkan dan melemahkannya. Mereka berusaha dengan gigih untuk mengetahui tentang seluk-beluk islam lebih mendalam dengan tujuan untuk menghancurkan islam dari dalam. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa sejarah orientalisme pada fase awal adalah sejarah tentang pergulatan dan pertarungan agama dan ideologi antara bangsa barat yang diwakili oleh agama Nashrani dan Yahudi dengan bangsa timur yang diwakili oleh para penganut agama Islam. Menurut R.W. Southern "Islam merupakan problema masa depan dunia Barat Nasrani secara keseluruhan di Eropa".[5]
Disamping hal diatas pecahnya Perang Salib (The Crusades) antara umat Islam dan umat Nashrani secara khusus menjadi sebab pemicu bagi orang-orang Eropa untuk melakukan kajian terhadap dunia Islam. Perang salib adalah suatu tragedi dhsyat yang tak pernah dilupakan oleh siapapun. Perang antara dua kekuatan besar yakni islam dan kristen dengan delapan gelombang penyerbuan terhadap umat islam selama hampir dua abad (1096-1270 M), dan berahir dengan kekalahan dan kehancuran kekuatan Dunia Barat (Kristen) sehinnga menyebabkan kemarahan besar dan dendam yang membara bagi bangsa-bangsa barat untuk menghancurkan Islam.
Gerakan orientalis tumbuh secara pesat pasca Perang Salib. Orientalis adalah satu bentuk invasi intelektual yang bermuara dari sebab-sebab keagamaan. Dunia barat yang terdiri dari ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi), setelah reformasi keagamaan membutuhkan pandangan ulang terhadap ajaran dan kitab-kitab keagamaan mereka. Untuk itu mereka mulai mengadakan studi tentang bahasa Arab dan Islam. Mereka memanfaatkan apa saja dari karya-karya muslim. Dari kajian tentang islam, Orientalisme kemudian berkembang menjadi kajian-kajian tentang kondisi ekonomi, politik dan lain-lain, dengan tetap pada prinsip utama dan sebagai prolog kristenisasi dengan tujuan-tujuannya.
Kegiatan penyelidikan tantang dunia timur oleh para orientalis telah berlangsung selama berabad-abad secara sporadis. Tetapi baru menunjukkan intensitasnya yang luar biasa sejak abad XIX M. Penyelidikan bermula secara terpisah mengenai masing-masing agama itu. Max Muller (1823-1900 M.) pada akhirnya menjelang abad XIX M. Menyalin seluruh kitab yang dipandang suci oleh masing-masing agama timur kedalam bahasa Inggris, terdiri dari 51 jilid tebal, berjudul The Sacred Books Of The East (Kitab-Kitab Suci Dari Dunia Timur) yang biasanya disingkat dengan SBE. Berkat cara Max Muller membahas masing-masing agama itu mengikuti bunyi dan isi masing-masing kitab suci hingga mendekati objektivitas, dan hal itu sangat berbeda dengan cara para orientalis pada masa sebelumnya maupun pada masanya sendiri. Karena itu ia dipandang sebagai pembangun sebuah disiplin ilmu yang baru, yang dikenal dengan comparative religions (perbandingan agama-agama)[6].
Pada tahun 1873 digelar muktamar orientalis pertama di Paris. Muktamar serupa terus diselenggarakan sebagai wadah pertemuan para oreintalis dan wadah pengkajiania tiur atau isu-isu terhangat mengenai dunia timurbaik dari sisi perkembangan keagamaan maupun peradaban dunia timur[7].
C. Tujuan Orientalis
Sebagaimana yang telah kami jelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa tujuan para orientalis mempelajari semua hal tentang semua hal yang berkaitan dengan dunia timur islam hususnya yakni untuk melemahkan dan menghancurkan islam dari dalam melalui para pemeluknya sendiri.
Diantara tujuan pokok gerakan orientalisme selain yang telah kami paparkan diatas ialah sebagai berikut :
1. Memurtadkan kaum muslim dari agamanya sendiri, dengan cara memutus dan memecah belah persatuan umat kepada kelompok-kelompok atau golongan yang saling membenci satu sama lain
2. Melemahkan rohani umat islam dan menciptakan perasaan selalu kekurangan dalam jiwanya, dan kemudian membawa mereka kepada sikap pasrahdan tunduk kepada kehendak serta arahan orang-orang Barat.
3. Mendistorsi ajaran islam dengan cara menutup-nutupi kebaikan dan kebenaran ajarannya, supaya masyarakat awam menganggap bahwa islam sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya sudah tidak layak untuk dijadikan pedoman hidup kaum muslim.
Hal ini adalah sesuatu yang paling berbahaya yang selalu dipropaganda dan dikumandangkan oleh para orientalis dan missionaris. Padahal sejarah membuktikan bahwa bagaimana perlakuan baik yang ditunjukkan kaum muslim dan sikap toleransinya terhadap non muslim pada ahir perang Salib sekembalinya para tentara Salib ke Eropa.
4. Mendukung segala bentuk penjajahan terhadap negara-negara islam dan melaksanakan segala bentuk perlawanan terhadap islam itu sendiri.
5. Memisahkan kaum muslim dari akar-akar kebudayaan islam mereka yang kuat dengan cara memutarbalikkan pokok-pokok ajarannya dan mencabutnya dari sumber-sumbernya yang asli serta menghancurkan nilai-nilai dasarnya untuk menghancurkan keberlangsungan individu, masyarakat, jiwa dan akal pikiran kaum muslim.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpiulan
Orientalis adalah gerakan yang timbul akibat gesekan antara dunia Barat dan Timur lebih mengerucut lagi yakni perang ideologi dan peradaban antara umat Islam dan Kristen. Gerakan ini muncul sudah sejak lama tetapi baru menampkkan dirinya (secara terorganisir) pasca kekalahan bangsa barat oleh islam pada Perang Salib.
Awal mulanya para pelajar barat belajar berbagai disiplin kilmu kepada ulama dan cendikiawan muslim. Kemudian setelah mereka kembali kenegaranya mereka mengajarkan apa yang telah mereka dapat dari dunia islam, dan meraka berusaha untuk membangkitkan peradaban mereka kembali yang pada saat itu dalam keadaan suram karena terkungkung oleh otoritas gereja. Selebihnya setelah mereka berhasil membangun peradabannya mereka berusaha untuk meruntuhkan islam. Gerakan ini bertujuan menghancurkan islam dari dalam, yakni menggerogoti pemahaman para pemeluk islam terhadap nilai-nilai dasar islam itu sendiri melalui berbagai macam cara. Mereka meniupkan virus-virus keraguan terhadap semua doktrin fundamental islam terhadap pemeluknya. Tidak hanya itu saja tetapi mereka juga mengatakan bahwa islam sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman sehingga sudah tidak bisa diterapkan lagi. Dengan upaya itu mereka bermaksud untuk mengahncurkan islam melalui media pemeluknya sendiri yang telah meninggalkan nilai-nilai islam sehingga ahirnya mereka yang mengaku islam tidak tahu dan tidak mengerti akan islam hakikat keislamannya sendiri.
Bagi mereka islam adalah suatu ancaman bagi masa depan dunia barat dan mereka juga beranggapan bahwa islam adalah kelompok/aliran theology yang membelot dairi agama mereka (Nasrani).
Ketika berdiri lembaga-lembaga misionaris dengan tujuan untuk memurtadkan kaum muslimin dari agamanya kepada agama Kristen dan atheis, cara yang paling utama digunakan mereka adalah orientalime, yakni melalui dua tahap:
1. Menjauhkan rang-orang Islam dari agamanya sendiri.
2. Berusaha mengajak masuk ke agama Kristen.
Demi mewujudkan hal tersebut, mereka melakukan beberapa cara/doktrin, diantaranya :
1. Memalingkan orang-orang Islam dari agamanya dan mengigiring mereka untuk benci kepada keyakinannya. Selain itu, memutarbalikan kebenaran dan mengesankan adanya keraguan dalam pokok-pokok ajaran Islam dengan memberikan cela terhadap ajaran-ajaran Islam.
2. Menghiasi ajaran dan hukum-hukum agama Kristen, sehingga terkesan menarik dan indah.
3. Mengundang orang-orang Islam untuk melihat peradaban modern yang matrealistik dengan segala sesuatunya yang menggiurkan hawa nafsu manusia.
Dengan demikian, bagaimana orientalisme menjadi garda depan penolong kaum sabilis dalam memutarbalikan kebenaran agama Islam maupun agama yang diturunkan kepada Isa as. 2. Faktor Kolonialisme Setelah bertubi-tubi menglami kekalahan dalam peperangan Salib, bangsa Eropa tidak berputus asa untuk kembali berusaha menjajah negara-negara Arab dan seluruh Negara Islam dengan berbagai cara. Salah satunya,mereka mempelajari Negara-negara Islam dari segi Ideologi, adat istiadat, perilaku kekayaan alam, bahasa dll. Satu hal yang pasti, bahwa orientalisme dan kolonialisme mempunyai hubungan yang erat guna mewujudkan cita-cita bangsa Eropa. Terlebih setelah kekalahan kaum salibis, tujuan perang salib seolah-olah gerakan orientalisme melebur tujuan perang salib, seolah-olah gerakan orientalisme sebagai pengganti strategi kaum salibis, dari perang fisik erganti menjadi perang pemikiran. Ini termaktub dalam wasiat Louis, raja Perancis yang merupakan pemimpin pasukan salib ke-8, yang mengalami kegagalan dan kekalahan sehingga menjadi tawanan di sebuah keluarga di Mesir tepatnya di kota Mansurah sampai akhirnya ditebus dengan jumlah yang besar.
Setelah Louis kembali ke Perancis, ia berpikir dan yakin bahwa peperangan bukanlah strategi yang tepat untuk bisa meraih kemenangan dan mengalahkan umat Islam, karena umat Islam sangat memegang teguh agamanya dan rela ijtihad berjihad mengorbankan jiwa dan raganya demi membela agamanya. Harus dengan strategi lain, yaitu mengalihkan pemikiran dan perhatian umat Islam terhadap agamanya melalui jalan ghazwul fikr (perang pemikiran). Oleh karena itu, cendekiawan-cendekiawan Eropa berbondong-bondong mempelajari Islam untuk dijadikan senjata dalam memerangi Islam. Disini kita bisa melihat, bagaimana perubahan strategi dan propaganda yang mereka gunakan, beralih dari perang fisik kepada perang pemikiran dan ini di mata mereka senjata ampuh, efektif, dan efisien sebagai kekuatan baru dalam upaya melemahkan umat Islam dari aspek rohani dan jasmani dalam kaum muslimin. Ji=uga menebarkan virus wahn (cinta dunia) dan takut mati, meracuni pikiran umat Islam agar jauh dari agamanya sendiri dan cita-cita untuk meraih surga.
3. Faktor Ekonomi Diantara motif-motif yang mendorong kuat orang-orang barat melakukan gerakan orientalisme adalah keinginannya menguasai perekonomian Negara-negara Islam dengan menguasai pasar-pasar perdagangan, lembaga-lembaga keuangan, kekayaan alam dan mengekspor sumber-sumber alam migas maupun nonmigas dengan harga semurah mungkin.
4. Faktor Politik Setelah Negara-negara Islam terlepas dari penjajahan yang zalim, kekuatan dan taktik kolonialisme terus berjalan, antara lain menempatkan orang-orang pilihan yang berpengalaman dan luas pengetahuannya mengenai dunia Islam di kedutaan-kedutaan dan konsulat-konsulat mereka untuk memenuhi kepentingan politik kolonialisne di Negara-negara Islam. Selain itu, para duta besar tersebut dituntut untuk mempelajari bahasa, adat-istiadat dan agama Negara setempat serta memberikan informasi seputar politiknya guna memudahkan menguasai dan menjajah secara politik Negara tersebut. Fenomena di atas menegaskan, bahwa diantara kolonialisme dengan orientalisme mempunyai kaitan erat, terbukti dengan didirikannya satu perkumpulan di Perancis tahun 1787 di bawah naungan Kementrian Kolobial dengan menjadikan para politisi sebagai penyokong utama.
5. Faktor Keilmuan Secara jujur, untuk tidak mengatakan tidak sama sekali bahwa motif keilmuan dan kecintaan untuk menelaah literature Islam sebagai sebuah kebidayaan dan peradaban yang dilakukan para orientalisme ini minim sekali. Sehingga tidak menutup kemungkinan, factor inilah ysng telah membuka lebar-lebar ruang kekeliruan, seta kesalahan dalam memahami Islam, terkecuali orang-orang yang diberikan petunjuk dibukakan pintu hatinya oleh Allah untuk tunduk menerima kebenaran Islam.
6. Faktor Lainnya Terdapat faktor-faktor lain lahirnya gerakan orientalisme ini, yaitu bagi orang-orang yang mencari keuntungungan materi demi keputusan hasrat pibadi. Ada yang menjadikan gerakan orientalisme ini sebagai pemenuhan hobi berepergian dan mempelajari budaya dunia luar. Atau sekelompok orang memanfaatkannya untuk mencari rezeki, ketika kebutuhan hidup dirasakan menghimpit mereka. Atau dijadaikan sebagai tempat pelarian dari tugas ilmu yang harus diembannya. Selain itu, ada juga sebagian dari mereka memasuki dunia studi orietalisme ini sebagai tempat pelarian dari tanggung jawab keagamaan mereka berdakwah di tengah masyarakat kristiani disebabkan kurangnya kemampuan yang mereka miliki. Meski demikian, motif-motif pribadi ini hanyalah segelintir yang melakukannya terutama bagi orientalis Yahudi, tetap saja motif yang dominan bagi mereka melakukan gerakan prientalisme adalah agama. Mereka berupaya bagaimana caranya melemahkan Islam dan menciptakan karaguan di kalangan umat Islam atas ajaran agamanya sendiri. Secara politik, ini ditujukan untuk membantu kelangsungan zionisme baik secara pemikiran maupun kenegaraan.
Melalui riset yang cukup mendalam terhadap sejumlah kurikulum kajian filsafat Islam di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia –baik yang negeri maupun swasta– Hamid Fahmy membuktikan bahwa kajian filsafat Islam di Indonesia tampak jelas terpengaruh oleh kajian para orientalis. Pengaruh itu tidak hanya pada cara atau metodologi pengkajian, tetapi lebih mendasar lagi, sampai pada framework (kerangka) dan cara pandangnya terhadap filsafat Islam.
Sikap menghadapi berbagai macam mazhab dalam islam
Intinya agama Islam itu satu, dan tidak ada berbagai macam jenis Islam yang lainnya. Sedangkan perbedaan pendapat dan golongan itu adalah bentuk dari pengembangan pemikiran Islam. Namun perlu digarisbawahi bahwa perbedaan-perbedaan tersebut hanya dalam ranah furu'iyah saja. Jika kemudian perbedaan yang berkembang justru menjurus kepada perbedaan akidah dan tauhid, maka tentu saja dalam hal ini kebenaran atau yang haq itu harus kita kedepankan. Karena batasan dan rambu-rambu yang digambarkan Islam dalam wilayah tauhid dan akidah itu sudah sangat jelas.
Sekulerisme
Sekularisme juga memiliki arti fashluddin anil haya, yaitu memisahkan peranagama dari kehidupan yang berarti agama hanya mengurusi hubungan antara individu dan penciptanya saja.
Maka sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini. Tanpa ada perhatian samasekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah kematianyang notabene adalah inti dari ajaran agama.
sekularisme secara terminology sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yangmemisahkan antara negara (politik) dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negaramerupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak adahubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanyamengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual,seperti hubungan manusia dengan tuhan. Maka, menurut para sekular, negara dan agamayang dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak bisa disatukan. Masing-masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri.
Islam jika ingin maju harus mengikuti barat/menganut paham sekulerisme. Setuju atau tidak?
Tidak setuju. Islam adalah Ad-Dlin, yaitu ketetapan Ilahi yang telah diturunkan melalui para Rasul-nya yang sesuai bagi semua manusia berakal guna mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup manusia di dunia serta kebahagiaan di akhirat. Oleh sebab itu tata aturan (agama) yang diterima oleh Allah sebagai tata nilai kehidupan manusia hanyalah tata nilai Islam (QS. 3 Al-Imran 19). Barang siapa mencari tata aturan selain Islam maka tidak akan diterima daripadanya Allah dan di akhirat ia termasuk orang yang merugi (QS. Ali Imran 85).
Islam sebagai tata nilai untuk mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya adalah bersumber dari Wahyu Allah sebagai pencipta manusia itu sendiri serta seluruh alam, dan di dalam pelaksanaannya dijelaskan dengan Sunnah Rasulullah saw., yang pada dasarnya membawa rahmat bagi semua manusia apabila mau mentaatinya. Tetapi sesungguhnya manusia itu aniaya dan amat bodoh (QS. 33 Al-Ahzaab 72).
Konsep Islam dalam piñata kehidupan manusia itu hanya terkandung dalam dua prinsip, yaitu Aqidah dan Syari'ah. Aqidah merupakan dasar-dasar keimanan sebagai landasan esensial bagi kehidupan manusia, sedangkan Syari'ah merupakan tata aturan yang menyangkut perilaku manusia dalam membuktikan Imannya kepada Allah sebagai penciptanya.
Dengan Aqidah dan Syari'ah itulah Rasulullah saw., membentuk manusia berakhlaq mulia. Sebagaimana sabda Beliau yang artinya: "Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq," (H.R. Muslim__). Dengan kata lain bahwa kemuliaan akhlaq manusia selama hidupnya tidak akan tercapai tanpa melaksanakan dan meyakini tata nilai Ilahi yaitu al-Islam. Karena apabila kehidupan manusia itu didasari aturan perundang-undangan yang bukan dari Allah hanya akan membawa kedzaliman (QS. 9 Al-Maidah 45).
Prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam mengajarkan tentang keyakinan secara utuh terhadap Ke-Esaan Allah baik dalam Zat-Nya, sifat-sifatNya, maupun perbuatanNya yang terwujud di dalam Kesatupaduan Struktural dan Dinamikal alam semesta, termasuk manusia didalamnya. Sehingga tidak ada satupun mendalam maupun makhluk hidup di dunia ini yang terlepas dari struktur ciptaan Allah, dan tidak ada persoalan hidup yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan Allah (atau yang sekuler).
Karena hakikatnya ciptaan Allah tertuang didalam suatu system yang utuh di dalamnya terdapat berbagai system saling terkait (Interdepedensi Sistemik). Sehingga kehidupan manusia secara individual tidak terlepas dari system sosial, system yang dihasilkan oleh perilaku manusia (teknosistem), dan teknosistem ini dan juga system hidup manusia tidak terlepas dari system lingkungannya (ekosistem) yang juga terkait dengan system jagad/bumi dimana manusia memperoleh kehidupan.
Maka kalau sekiranya ada manusia berpandangan bahwa hidup ini terlepas dengan tatanan Ilahi hakikatnya mereka adalah sekuler. Karena apapun yang dilakukan oleh setiap individu manusia dalam hubungannya dengan dirinya, masyarakat, teknologi dan lingkungan alam serta bumi di jagad raya ini semuanya kembali kepada Allah, untuk beribadah hanya kepadaNya. (QS. 51 Adz-Dzariyaat 56)