1.1 Pengertian GIC
Glass ionomer cement adalah istilah dalam kedokteran gigi yang menunjukkan sekelompok bahan gigi yang menggunakan tepung kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. (Hamzah et al, 2010)
1.2 Komposisi Bubuk : yaitu larutan dasar asam kalsium aluminosilikat glass yang mengandung
fluoride. Ini dibuat dengan mencampur silika + alumina + kalsium fluoride, metal oksida o
o
dan metal fosfat pada 1100 -1500 C kemudian tuangkan lelehan ke pelat logam atau ke dalam air. Glass yang terbentuk dihancurkan, digiling dan ditumbuk menjadi bubuk 2050. Ukuran tergantung kebutuhan. Campuran dapat terurai oleh asam karena adanya ion +3
Al yang bisa dengan mudah dapat masuk ke dalam jaringan silika. Ini adalah sifat yang memungkinkan pembentukan semen. Fungsi dari masing-masing komponen diantaranya adalah : 1. Alumina : meningkatkan opasitas 2. Silika
: meningkatkan translusensi o
3. Fluoride : meningkatkan t fusi, antikariogenesitas, meningkatkan translusensi,
meningkatkan waktu kerja, meningkatkan kekuatan 4. Ca- Fluoride
: meningkatkan opasitas, berperan sebagai pencair/pengalir o
5. Al-Fosfat : meningkatkan t leleh, meningkatkan translusensi 6. Cryolite
: meningkatkan translusensi, sebagai pencair/pengalir
(Mahesh et al, 2011)
Cairan : Cairan yang digunakan pada GIC adalah asam poliakrilik dengan konsentrasi
sekitar 10%. (Anusavice, 2004) Bahan tambahan : Asam tartar, metal oksida dan polifosfat. ( Mahesh et al, 20 11) Reaksi Setting :
Pada pencampuran bubuk dan cairan atau bubuk dan air asam secara lambat merendahkan +2
+3
+2
lapisan luar partikel kaca melepaskan ion Ca dan Al . selama fase setting awal, Ca
dilepaskan lebih cepat terutama bertanggung jawab untuk reaksi dengan poliacid untuk +3
membentuk produk reaksi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.5. Al dilepaskan lebih lambat dan terlibat dalam setting fase selanjutnya sehingga sering disebut sebagai reaksi fase sekunder. Bahan terdiri dari ini kaca yang tidak bereaksi tertanam dalam matriks silang poliacid. Fase setting digambarkan pada gambar 24.6. (McCabe, 2008)
1.3 Sifat
1. Sifat Fisik Sifat yang sangat menonjol dari penggunaan semen ionomer kaca sebagai bahan restorative adalah kekuatannya terhadap fraktur. Semen ionomer kaca tipe II jauh lebih inferior daripada komposit. Juga lebih rentan terhadap keausan terhadap dibanding komposit bila dikenai uji abrasi dengan sikat gigi secara in vitro dan uji keausan oklusal. Namun, semen ionomer kaca cukup menarik karena mempunyai kecocokan biologis, dapat melekat pada email dan dentin, dan bersifat antikariogenik. (Anusavice, 2004) Seperti banyaknya sifat dental cement, sifat glass ionomer tergantung padda rasio bubuk:cairan. Sayangnya hand mixing dengan rasio bubuk:cairan yang optimal akan menghasilkan campuran yang kering dan tampak rapuh yang kurang disukai oleh dokter gigi. Oleh karena itu ada kecenderungan untuk dokter gigi untuk menambahkan lebih banyak cairan untuk memberikan konsistensi yang lebih basah dengan efek yang merugikan pada sifat fisik materi. Masalah ini diatasi oleh penggunaan enkapsulasi dan mekanik pencampuran. (Mccabe et al, 2008)
2. Mekanisme Adhesi Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demukian, sepertinya tidak diragukan bahwa perlekatan ini terutama melibatkan proses relasi dari gugus karboksil dari poilasam dengan kalsium di Kristal apatit email dan dentin. Meskipun ini berlaku untuk semen polikarboksilat, mekanisme adhesi dari semen ionomer kaca juga setara, karena keduanya berdasar pada poliasam. Ikatan dengan email selalu lebih besar daripada ikatan dengan dentin, ini dikarenakan kandungan anorganik dari email lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar dilihat dari sudut pandang morfologi. (Anusavice, 2004)
1.4 Klasifikasi
Berasarkan aplikasinya : Tipe I : Luting pada mahkota, jembatan dan bracket Tipe II a : Semen restorasi untuk estetika Tipe II b : Semen restorasi untuk kekuatan Tipe II dapat juga digunakan sebagai fissure sealant, restorasi untuk gigi sulung. Tipe III : Lining cement dan base Tipe IV : meliputi light cure dan dual cure GI. (Mitchell et al, 2005)
1.5 Indikasi
1. Karies kelas v estetik baik dengan daya tahan lebih efisien dan lebih direkomendasikan daripada amalgam untuk gigi anak anak (Nicholson, 2008) 2. Karies yang mencapai pulpa, abrasi cervical, tumpatan untuk gigi decidui. (McCabe, 2008) 3. Cocok untuk restorasi pada gigi sulung anterior terutama dibagian proksimal. (Rhamdani, 2011) 4. Untuk karies kelas III dan V (Anusavice, 2004)
2.1 Kontra Indikasi
1. Tidak dapat digunakan untuk karies kelas IV dan kelas I gigi permanen 2. Restorasi tumpatan dengan penekanan oklusal bersifat merusak 3. Agak opak daripada resin komposit sehingga kurang estetik untuk gigi depan (Adiana, 2008) DAFTAR PUSTAKA Aprilia, Sari. 2011. Kesehatan Gigi Masyarakat Bireun NAD. Thesis UI hal. 32 th
Anusavice, KJ 2003, Phillips’ Science of Dental Materials, 11 ed, Saunders, pp. 477 th
Craig, RG & Powers, JM 2002, Restorative Dental Material, 11 ed, Mosby Elsevier, pp.615-616 Dharsono, HDA. 2007. Restorasi Resin Komposit dengan Teknik Laminasi. Bandung Dentistry 4. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran: Bandung. hal 10 Eva Fauziah, Ismu S Suwelo, Hendarlin Soenawan. Indonesian Journal Of Dentistry 2008; 15(3) : 205-211.
Meizarini. A dan Irmawati. Kekerasan permukaan semen ionomer kaca konvensional tipe II akibat lama penyimpanan. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3. hal: 146 – 150 th
Mc.Cabe J.F, Walls A.W.G. 2008. Applied Dental Material 9
edition. UK. Blackwell
Publishing. Page: 254 dan 247 O’Brien, William J 2002, Dental Material and Their Selection, 3
rd
ed, Quintessence
Publishing Co, Inc, pp. 255
1.1 Semen glassionomer
Bahan glass ionomer restoratif telah tersedia sejak tahun 1970-an dan berasal dari semen silikat dan polikarboksilat semen.Polikarboksilat telah dikembangkan beberapa tahun sebelumnya dan merupakan semen gigi yang pertama yang inheren adhesi untuk substansi gigi yang dapat dibuktikan. Semen glass ionomer merupakan bahan restorasi yang banyak digunakan oleh dokter gigi dan terus dikembangkan. Semen glass ionomer ini
berupa
bubuk
dan
cairan.
Bubuk
semen
glass
ionomer
adalah
calcium
fluoroaluminosilicate glass dengan formula SiO2-Al2O2-CaF2-Na3AlF6-AlPO4, sedangkan cairan adalah larutan polyacrylic acid/itaconic acid copolymer dalam air. Kandungan fluorida pada bahan ini sangat tinggi, fluorida tersebut untuk memperendah suhu fusi kaca, meningkatkan kekuatan dan translusensi semen. (McCabe & Walls,2008, hal 245)
1.2 Komposisi
Komposisi semen glass ionomer yang berupa bubuk terdiri dari silika (SiO2), alumina (Al2O3), aluminium fluorida (AlF3), kalsium fluorida (CaF2), natrium fluorida (NaF), aluminium phosphat (AlPO4). Sedangkan komposisi liquid terdiri dari larutan yang berasal dari asam poliakrilat dengan konsentrasi 40-50%. Liquid ini agak kental dan cenderung menjadi gel dengan berjalannya waktu, liquid ini juga mengandung asam tartarik. Asam ini memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja tapi memperpendek pengerasan. (Asti Meizarini dan Irmawati. 2005. hal 147) 1.3 Reaksi setting
Dalam reaksi setting semen glass ionomer melibatkan pembentukan garam melalui reaksi kelompok asam dengan kation yang dilepaskan dari permukaan kaca. Sifat crosslinked garam polyalkenoatediilustrasikanpada Gambar4.1.(b) Pada pencampuran bubuk
dan cairan atau bubuk dan air asam perlahan akan memperendah lapisan partikel luar 2+
3+
2+
kaca karena melepaskan ion Ca dan Al . Selama tahap awal setting Ca akan direaksi lebih cepat karena bertanggungjawab dalam reaksi dengan polyacid untuk membentuk 3+
reaksi yang mirip dengan Gambar 4.1. Sedangkan Al akan direaksi lebih lambat karena bereaksi dengan tahap berikutnya yang sering disebut dengan reaksi setting tahap sekunder. (McCabe & Walls. 2008. pp 247).
Gambar 4.1. Struktur kimia dari (a) polyacrylic acid dan (b) cross-linking ion Ca dan ion Al
Reaksi Semen ionomer kaca merupakan reaksi asam basa antara acidic polielektrolit dengan aluminosilicate glass. Polyacid kemudian bereaksi dengan glass, sehingga melepaskan ion fluorida. Ion ini merupakan kompleks metal fluoridaida, kemudian 3+
bereaksi dengan polianion untuk membentuk saltgel matriks. Ion Al menyebabkan matriks resisten terhadap flow. Adhesi antara semen glass ionomer dengan permukaan gigi dimulai dengan Polyalkenoicacid yang menempel pada email gigi dan kemudian berikatan dengan Phosphat dan Calcium pada email gigi. (Fauziah dkk. 2008) Keuntungan dari semen glassionomer adalah perlekatan ionik permanen terhadap struktur gigi dan kapasitas untuk melepaskan fluorida. Semen glassionomer memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan gigi, solubilitas rendah, antikariogenik, perubahan dimensi kecil dan tahan terhadap fraktur. Sedangkan kerugiannya adalah translusensi, estetik, kehalusan permukaan, compressivestrength, flexuralstrength kurang
dibandingkan dengan kompomer dan juga lebih tidak tahan terhadap erosi. (Fauziah dkk. 2008)
1.4 Rasio bubuk/cairan
Glass ionomer semen dicampur dengan cairan asam karboksilat yang memiliki kental lebih dengan rasio bubuk /cair adalah 1,3:1 hingga 1.35:1. Sedangkan yang dicampur dengan cairan yang memiliki konsistensi seperti air memiliki rasio bubuk / cairan 3.3:1 hingga 3,4: 1. Bubuk dan cair dibagikan ke paper pad atau glass lab. (Craig.2002 pp.615) Rasio bubuk/cairan yang direkomendasikan oleh produsen untuk GIC harus diikuti. Paper pad cukup untuk melakukan pencampuran. Glass lab yang dingin dan kering dapat digunakan untuk memperlambat reaksi dan memperpanjang working time. Slab tidak boleh digunakan jika suhunya dibawah dew point . Bubuk dan campuran tidak boleh dikeluarkan ke slab sebelum prosedur dimulai. Kontak yang terlalu lama dengan atmosfer dapat mengubah ratio asam/air pada cairan. Untuk aplikasi restorative, bubuk harus dimasukkan dengan cepat ke dalam cairan menggunakan spatula yang kaku dan sptula logam plastic untuk aplikasi luting. Mixing time tidak boleh melebihi 45 sampai 60 detik, tergantung pada produk masing-masing, campuran harus memliki penmapilan yang mengilap, yang menunjukkan bahwa tidak adanya polyacid yang bereaksi dipermukaan. Sisa asam dipermukaan sangat berpengaruh pada kekuatan gigi. Penampilan yang kusam menunjukkan behwa adanya asam bebas yang tidak adekuat untuk perlekatan. (Anusavice, 2009. pp477) 1.5 Manipulasi
Materi diukur dengan hai-hati dankomponen yang barudikeluarkan dicampurdengan cepatdalam 30sampai 40 detik. Beberapa merekyang dikemas dalam bahan encapsulated, dicampur secara mekanis, dandiaplikasikan. Rasio bubuk/cairan yang digunakan untuklutingadalah
sekitar1.3:1untuk convetional
GIC .
Hasil
terbaikdiperoleh
denganmencampurbubukdengan cairanpada lempengan yangdingin. Cara penyemenan yang
benar
adalah
mencampurcairan
dan
bubuk,
mirip
denganseng
fosfat.
Campuranrestoratifharus memilikikonsistensiputtylike dan permukaan yang glossy. Permukaan gigiharus bersihdan bebasdari saliva. Permukaanrestorasiharusbebas dari
debrisdan kontaminasi. semen tersebut mengerasperlahan-lahandan harusdilindungi darikelembabanketika diatursecara klinis. (O’brien. 2002. pp. 255) Bubuk dibagi menjadi dua porsi dengan jumlah yang samabanyak.Bagian pertama disatukan dengan cairan, kemudian dicampur dengan menggunakan spatula dengan gerakan
rolling (melipat)dengan
tujuan
hanya
untuk
membasahi
permukaan
partikelbubuk dan menghasilkan campuran encer selama 10 detik. Kemudian bagian kedua disatukan dengan adukan pertama.Pengadukan terus dilanjutkan dengan gerakan yang sama sampai seluruh partikel terbasahi.Luas daerah pengadukan diusahakan tidak meluas danadukan selalu dikumpulkan menjadi satu. (Dharsono. 2007) Pengadukan glass ionomer pada praktikum ini dilakukan di atas paper pad. Bubuk ditakar menurut variabel yang akan digunakan. Takaran bubuk yang akan diaduk dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama diaduk dengan cairan menggunakan spatula plastik yang kaku, sebelum bagian bubuk yang kedua dimasukkan. Penggunaan spatula plastik dalam pengadukan dimaksudkan agar tidak mengubah warna dari semen GIC. Bila menggunakan spatula berbahan logam, maka semen akan berwarna keabuan. (Aprilia. 2011 hal.32)
1.6 Sifat Ketebalan
Ketebalan semen glass ionomer kurang lebih sama dengan semen zinc fosfat dan cocok untuk sementasi. (Craig. 2002. pp.615) Kekuatan
Kekuatan kompresif 24 jam semen glass ionomer berkisar antara 90 hingga 230 MPa, hal ini lebih besar daripada semen zinc fosfat. Tidak seperti semen zinc poliakrilat, semen glass ionomer mengalami kegagalan yaitu mengalami kerapuhan dalam tes kompresi diameter. Rigidity (kekerasan atau kekakuan) semen glass ionomer ditingkatkan oleh partikel kaca dan sifat ionik ikatan antar rantai polimer. Kekuatan kompresi semen glass ionomer meningkat antara 24 jam hingga 1 tahun. Semen glass ionomer diformulasi sebagai bahan pengisi mengalami peningkatan 160-280 MPa selama periode ini. Kekuatan semen glass ionomer akan meningkat lebih cepat apabila semen diisolasi dari kelembapan (basah) selama proses restorasi. (Craig. 2002. pp.615) Kekuatan ikatan
Semen glass ionomer yang berikatan dengan dentin memiliki niali-nilai kekuatan untuk saling mengikat antara 1 sampai 3 MPa. Kekuatan ikatan semen glass ionomer tidak terlalu kuat, mungkin karena sensitivitas semen glass ionomer pada kelembapan selama proses setting . Kekuatan ikatan ditingkatkan dengan memperlakukan dentin dengan kondisioner asam diikuti oleh sebuah aplikasi dari larutan encer FeCl. Semen glass ionomer berikatan baik dengan enamel, stainless steel , tin oxide-plated palatinum dan gold alloy. (Craig. 2002.pp.616) Kelarutan
Nilai kelaruatn pada semen glass ionomer yang diukur dalam air menunjukkan jauh lebih tinggi daripada yang diukur pada semen lainnya. ANSI/ADA specification no. 96 menentukan laju erosi asam maksimum sebesar 0.05 mm/jam, spesifikasi ini juga mengatur batas-batas kandungan larutan arsenic dan kandungan timbal. (Craig. 2002.pp.616) Sifat-sifat biological
Semen luting glass ionomer dapat menyebabkan hipersensitivitas luting berkepanjangan, bervariasi dari ringan sampai parah. Direkomendasikan penggunaan rasio powder/liquid dan penerapan basis kalsium hidroksida di area yang dekat pulpa. (Craig. 2002.pp.616) DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, Sari. 2011. Kesehatan Gigi Masyarakat Bireun NAD. Thesis UI hal. 32 th
Anusavice, KJ 2003, Phillips’ Science of Dental Materials, 11 ed, Saunders, pp. 477 th
Craig, RG & Powers, JM 2002, Restorative Dental Material, 11 ed, Mosby Elsevier, pp.615-616 Dharsono, HDA. 2007. Restorasi Resin Komposit dengan Teknik Laminasi. Bandung Dentistry 4. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran: Bandung. hal 10 Eva Fauziah, Ismu S Suwelo, Hendarlin Soenawan. Indonesian Journal Of Dentistry 2008; 15(3) : 205-211. Meizarini. A dan Irmawati. Kekerasan permukaan semen ionomer kaca konvensional tipe II akibat lama penyimpanan. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3. hal: 146 – 150 th
Mc.Cabe J.F, Walls A.W.G. 2008. Applied Dental Material 9
edition. UK. Blackwell
Publishing. Page: 254 dan 247 O’Brien, William J 2002, Dental Material and Their Selection, 3 Publishing Co, Inc, pp. 255
rd
ed, Quintessence