BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llfllli
Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud pada Periode Krisis Erupsi 2014
iilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llfllliii
BUNGA RAMPAI PENELITIAN
Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud pada Periode Krisis Erupsi 2014 EDITOR: JUNUN SARTOHADI ● ELOK SURYA PRATIWI
ivlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Bunga Rampai Penelitian: Pengelolaan Bencana pada Kegunungapian Kelud pada Periode Krisis Erupsi 2014 Editor: Junun Sartohadi dan Elok Surya Pratiwi All Rights reserved. Edisi Indonesia diterbitkan Pustaka Pelajar © 2014 Edisi Indonesia Cetakan I, Juli 2014 Desain Cover ● Amaryllis Graphic House Pemeriksa Aksara ● Priyati Penata Aksara ● Amaryllis Penerbit: PUSTAKA PELAJAR Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167 Telp. (0274) 381542, Fax. (0274) 383083 E-mail:
[email protected] ISBN: 978-602-229-329-3
PRAKATAllflllv
Prakata
I
ndonesia merupakan negara dengan jumlah gunungapi aktif yang terbesar dunia, dengan demikian maka bentanglahan ke gunungapian mendominasi wilayah negara. Penduduk Indonesia telah secara turun-temurun mengenali gejala-gejala aktivitas ke gunungapian. Penduduk Indonesia telah pula akrab dengan dan bahkan memanfaatkan sumberdaya lingkungan fisik kawasan ke gunungapian untuk kesejahteraan hidup. Keakaraban dengan lingkungan kegunungapian yang telah terjadi secara turun temurun ternyata telah membuat masyarakat keilmuan Indonesia lengah un tuk mengembangkan ilmu kegunungapian secara komprehensif un tuk kemakmuran kehidupan. Geografi adalah cabang ilmu kebumian yang memfokuskan kajiannya pada interaksi antara fenomena fisik dekat permukaan dan sosial-budaya masyarakat. Geografi mempunyai kekhususan dalam hal analisis keruangan yang didalamnya mengandung un sur kekompleksan interaksi, interelasi, dan interdependensi antar komponen fisik dan sosial-budaya yang bersifat dinamis. Kajian geografis atas suatu wilayah dengan sendirinya perlu dukungan data dan analisis atas komponen-komponen lingkungan secara in dividual maupun integral. Salah satu data dan analisis komponen lingkungan adalah tanah yang dikaji dan didalami di bawah naung an Laboratorium Geografi Tanah. Laboratorium Geografi Tanah menginisiasi pembentukan minat pe nelitian sumberdaya lahan kawasan gunungapi. Laboraotium
villlflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Geografi Tanah selama ini mempunyai kegiatan utama pelayanan analisis kimia dan fisika tanah untuk keperluan penelitian maha siswa dan dosen baik yang berasal dari dalam maupun dari lu ar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Aktivitas Labora torium Geografi Tanah terus diperluas guna mengantisipasi kebutuhan akan terapan ilmu geografi dan geografi tanah dalam mengatasi permasalahan lingkungan, khususnya lingkungan fi sik. Salah satu perluasan cakupan aktivitas laboratorium adalah kajian sumberdaya lahan, walaupun sarat dengan muatan-muatan keilmuan lain di luar ilmu geografi tanah. Kajian sumberdaya la han dapat pula dilakukan oleh laboratorium-laboratorium lain di lingkungan Fakultas Geografi UGM. Penelitian di kawasan Gunungapi Kelud dilatarbelakangi oleh pemanfaatan kawasan kawah gunungapi sebagai daerah tu juan wisata. Gunungapi Kelud merupakan gunungapi aktif de ngan kejadian erupsi tiap sekitar 20 tahun. Kawah gunungapi me rupakan bagian dari tubuh gunungapi yang menjadi tempat ke luarnya material vulkanis oleh aktivitas erupsi, dengan demikian merupakan tempat paling berbahaya bagi kehidupan. Seiring de ngan kemajuan teknologi kegunungapian dan publikasi scientificfiction kegunungapian telah terjadi peningkatan rasa ingin tahu masyarakat awam terhadap kawasan paling berbahaya pada tubuh gunungapi. Kawah Gunungapi Kelud telah menjadi obyek wisata umum yang menarik bagi masyarakat. Pada kawasan kawah gu nungapi telah tercipta kondisi kontradiktif berupa wilayah sangat berbahaya namun pada sisi yang lain merupakan aset alamiah wi sata yang potensial mendatangkan keuntungan ekonomis. Keterdapatan potensi dan bahaya yang sama-sama tinggi telah disadari sejak jaman dahulu. Kesuburan tanah vulkanis ditambah de ngan ketersediaan air yang melimpah pada zone lereng kaki hingga dataran kaki Gunungapi Kelud menjadi modal lingkungan fisik un tuk berkembangnya sebuah peradaban. Kerajaan Kediri tumbuh di sekitar kawasan Gunungapi Kelud yang memanfaatkan adanya po
PRAKATAllflllvii
tensi sumberdaya lahan untuk kemakmuran masyarakat. Pada lain waktu, Kerajaan Kediri sangat dimungkinkan telah menjadi lemah karena faktor bahaya dari Gunungapi Kelud dan kemudian runtuh karena serangan musuh. Pemanfaatan sumberdaya lahan juga te lah dilakukan pada jaman kolonial Belanda dengan menciptakan wilayah-wilayah perkebunan di kawasan Kegunungapian Kelud. Pada sisi yang lain Belanda telah mencoba untuk mengurangi be sarnya ancaman bahaya Kegunungapian Kelud dengan memba ngun terowongan-terowongan air untuk mengurangi volume air di danau kawah. Usaha-usaha pengurangan ancaman bahaya juga terus berlanjut dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1960an dengan melanjutkan pembangunan terowongan dan membangun fasilitas Sabo pada sungai-sungai yang berhulu di pun cak Gunungapi Kelud. Penelitian sumberdaya lahan berubah menjadi penelitian ke ben canaan seiring dengan peningkatan aktivitas kegunungapian pada akhir Januari 2014. Penelitian sumberdaya lahan di kawasan Gunungapi Kelud dimulai pada akhir Desember 2013. Penelitian sumberdaya lahan di kawasan Gunungapi Kelud semula ditu jukan untuk memberikan informasi potensi fisik wilayah yang komprehensif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keper lu an perencanaan pembangunan. Penelitian sumberdaya lahan di kawasan Gunungapi Kelud dengan sendirinya tentu dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan pengurangan risi ko bencana dengan menambahkan komponen sosial-budaya ma syarakat. Penelitian di Kawasan Gunungapi Kelud paling tidak ber basis pada 4 kali kunjungan lapangan sejak Desember 2013 hingga Maret 2014, dua kali pada saat pra status waspada, satu kali pada masa krisis (4 hari pra-erupsi hingga 3 hari pasca-erupsi) dan satu kali lagi 10 hari pasca-erupsi hingga 4 Maret 2014). Penelitian kebencanaan pada saat masa tanggap darurat ben cana kegunungapian Kelud 2014 ditujukan untuk memberikan gambaran nyata kondisi fisik dan sosial masyarakat yang terlanda
viiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dampak langsung. Kondisi fisik lingkungan dideskripsikan berda sarkan pengamatan langsung di lapangan pada saat pra erupsi dan pada saat pasca-erupsi yang dilengkapi dengan interpretasi peta-peta dan citra pengindraan jauh. Kondisi sosial-budaya ma syarakat lebih banyak dideskripsikan berdasarkan data-data yang dikumpulkan sesaat sebelum kejadian erupsi dan pasca-erupsi da ri badan pengelola bencana daerah dan badan-badan daerah lain yang terlibat dalam penanganan korban erupsi. Data statistik yang bersumber dari Podes (potensi desa) dimanfaatkan untuk meleng kapi deskripsi kondisi lingkungan sosial-budaya yang masih ku rang. Beberapa wawancara mendalam juga dilakukan untuk meng gali lebih jauh mengenai kondisi sosial-budaya masyarakat baik pa da saat pra- maupun pada saat pasca-erupsi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei la pangan yang mencakup seluruh kawasan Gunungapi Kelud di tiga kabupaten, yaitu: Kediri, Blitar dan Malang; serta dua Kota, yaitu: Blitar dan Kediri. Pengujian lapangan dilakukan berdasarkan pe wilayahan bentuklahan yang menyusun tubuh Gunungapi Kelud. Wilayah-wilayah administratif berikut satuan-satuan bentuk penggunaan lahan yang ada pada setiap satuan bentuklahan di identifikasi baik melalui kegiatan pengujian lapangan maupun interpretasi morfologis pada peta-peta dan citra pengindraan ja uh yang tersedia. Peta dasar yang digunakan dalam penelitian di Gunungapi Kelud adalah Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI) yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Citra-citra yang digunakan dalam penelitian mencakup citra beresolusi spasial tinggi (Q-bird dan digital globe) hingga citra beresolusi spasial me nengah (ASTER, SRTM 30m, SPOT dan Landsat). Data hasil pe nelitian terdahulu terkait dengan wilayah Gunungapi Kelud juga dimanfaatkan, khususnya untuk deskripsi lingkungan fisik. Penelitian dilaksanakan oleh 12 orang dengan satu atau dua orang bertanggung jawab atas satu tema penelitian tertentu dengan dibantu oleh anggota peneliti yang lain. Penelitian menghasilkan
PRAKATAllflllix
paper-paper dalam bidang pengelolaan bencana yang masing-ma sing paper saling bersinggungan dan dimungkinkan memanfaat kan data yang sama. Ada 10 paper dalam Bunga Rampai Peneli tian Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud yang dapat di kelompokkan ke dalam: (1) kondisi fisik lingkungan sebanyak 4 paper, (2) kondisi sosial-budaya masyarakat sebanyak 3 paper, dan (3) strategi pengelolaan bencana sebanyak 3 paper. Hasil pe nelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai lesson learnt bagi wilayah kegunungapian lain di Indonesia sehingga ancaman ke gunungapian dapat dikelola semaksimal mungkin menjadi poten si sumberdaya lingkungan yang berguna untuk peningkatan kese jahteraan masyarakat. Perbedaan hasil penelitian baik mengenai kondisi fisik maupun sosial-budaya masyarakat sangat dimungkinkan terjadi pada pene litian yang dilakukan dalam kurun waktu singkat. Pengambilan sampel secara insidental berikut proses analisis cepat yang kurang memungkinkan untuk melakukan pengulangan hingga mencapai jumlah pengamatan yang meyakinkan membuat ada beberapa hasil penelitian yang berbeda. Apa pun kesimpulan yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian yang tertulis pada penelitian di Gunungapi Kelud pada periode Februari-Maret 2014 tentu didasarkan pada hasil pengamatan atas fakta lapangan. Betapapun telah dilakukan sinkronisasi hasil, tetap saja perbedaan masih dimungkinkan mun cul sejauh ada data pendukung yang diajukan. Penelitian bencana kegunungapian di kawasan Gunungapi Kelud mendapat bantuan pendanaan dari BIG. Penelitian sumber daya lahan kawasan gunungapi yang kemudian berubah menjadi penelitian bencana kegungapian yang semula dibiayai oleh dana pribadi secara tak terduga mendapat bantuan pendanaan dari BIG sebagai bentuk peran aktif Tim Reaksi Pemetaan Cepat kedeputian Informasi Geospasial Tematik (IGT). Untuk itu, maka ucapan te rima kasih dihaturkan kepada BIG sehingga penelitian bencana ke gunungapian dapat dipublikasikan dalam bentuk bunga rampai.
xlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Publikasi dalam bentuk bunga rampai dipilih karena alasan kebu tuhan informasi yang mendesak untuk pengelolaan bencana dan hak kepemilikan data yang dimiliki oleh para peneliti. Penelitian di kawasan Gunungapi Kelud juga mendapat bantuan dari pihak-pihak lain seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar, Malang, dan Kediri melalui lembaga-lembaga yang ada di bawahnya. Atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian di Kawasan Gunungapi Kelud maka diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga para peneliti haturkan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang telah memberikan akses kepada badan-badan pemerintah maupun non pemerintah di daerah kajian. Para peneliti juga berterima kasih ke pada kelompok masyarakat pemerhati aktivitas kegunungapian Kelud yang tergabung dalam organisasi SWAKARSA di Kabupaten Blitar atas kesediaannya sharing informasi kebencanaan berikut pe ran sertanya dalam kunjungan ke wilayah puncak. Secara khusus para peneliti menghaturkan ucapan terima kasih kepada Drs. Ri yanto sebagai Wakil Bupati Kabupaten Kediri atas izin lokasi dan bantuan-bantuan lain yang tidak dapat diungkapkan satu per sa tu selama penelitian berlangsung. Peneliti juga menghaturkan ba nyak terima kasih kepada Dr. Dyah Rahmawati Hizbaron, M.Sc dan Dr. Estuning Tyas Wulan Mei, M.Sc karena telah membantu dalam hal editing dan memberikan masukan pada setiap paper. Kepada pihak-pihak yang lain yang telah berperan dalam inisiasi pembentukan kelompok Peneliti Geografi Gunungapi Indonesia (PGGI) yang memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian di ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Editor
DAFTAR ISIllflllxi
Daftar Isi
Halaman PRAKATA DAFTAR ISI BATASAN ISTILAH-ISTILAH DAFTAR SINGKATAN PENDAHULUAN : “Pengelolaan Bencana Kegunungapian” BIODATA EDITOR DAFTAR KONTRIBUTOR BAGIAN I : Tema 1 Tema 2 Tema 3
“Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014” Kajian Bentang Sumberdaya Lahan Gunungapi Kelud Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Junun Sartohadi, Munawaroh — Pemetaan Daerah Rawan Lontaran Material Piroklastik: Kasus Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Garri Martha Kusuma Wardhana, Febrian Maritimo, Edwin Maulana, Ali Ammarullah — Potensi Kejadian Banjir Lahar di Lereng Bawah Gunungapi Kelud Pasca-erupsi 2014 Febrian Maritimo, Puspita Indra Wardhani, Garri Martha Kusuma Wardhana —
xiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Tema 4
Pengembangan Peta Risiko Bencana Kegunungapian berbasis Analisis Kejadian Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Edwin Maulana, Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Puspita Indra Wardhani —
BAGIAN II : “Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014” Tema 5
Tema 6 Tema 7
Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat dan Pemerintah dalam Menghadapi Erupsi Gunungapi Kelud Tahun 2014 Puspita Indra Wardhani, Evi Dwi Lestari, Garri Martha Kusuma Wardhana — Kondisi Masyarakat dan Pemerintah Pada Masa Krisis Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Evi Dwi Lestari, Junun Sartohadi, Galih Aries Swastanto, Hariyono Roestam — Dampak Erupsi Gunungapi Kelud Tahun 2014 pada Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Puspita Indra Wardhani, Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Febrian Maritimo —
BAGIAN III: Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Tema 8
Tema 9
Kajian Strategi Penghidupan Masyarakat di Areal Gunungapi Kelud Pasca Erupsi 2014: Studi Kasus Desa Pandansari dan Puncu Listyo Yudha Irawan, Galih Aries Swastanto, Junun Sartohadi Pelaksanaan Rehabilitasi-Rekonstruksi Fisik Pasca Erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Kediri Galih Aries Swastanto, Edwin Maulana, Puspita Indra Wardana, Evi Dwi Lestari —
DAFTAR ISIllflllxiii
Tema 10
Pengelolaan Bencana Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Berbasis Masyarakat Listyo Yudha Irawan, Puspita Indra Wardhani, Junun Sartohadi
PENUTUP: “Beberapa Catatan Penting Hasil Penelitian Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud” — INDEKS — BIODATA PENULIS —
xivlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Batasan Istilah-Istilah
Abu
: partikel-partikel lava yang sangat halus, yang ter tiup keluar ketika gunung berapi meletus AHP : teknik atau model untuk mendukung proses pe ngambilan keputusan yang bertujuan untuk me nentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang dapat diambil. ArcGIS : perangkat lunak untuk pengolahan peta Ancaman : adalah kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan aset atau kehancuran lingkungan hidup (BNPB, 2012). Awan panas : campuran material letusan berupa abu, pasir hing ga bongkah yang menggulung secara turbulensi karena densiti dan suhunya yang tinggi (300-700o C) Bahaya : frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cende rung terjadi dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu Bahaya : bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan gunungapi yang menyemburkan benda padat, cair dan gas serta campuran di antaranya yang mengancam dan cenderung merusak serta menimbulkan kor ban jiwa dan kerugian harta dalam tatanan ke hidupan manusia.
BATASAN ISTILAH-ISTILAHllflllxv
Bencana
: peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebab kan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, ke rusakan sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat (Keppres No. 43/ 1990 dan Kepsekwilda TK. I Jawa Tengah No. 460.05/01/017201) Bencana alam : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau se rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan ta nah longsor Bentuklahan : kenampakan bentuk-bentuk permukaan bumi yang terbentuk oleh proses alami dengan susunan tertentu dan memiliki karakteristik unik BIG : Badan Informasi Geospasial Bulid Back : adalah usaha untuk menciptakan kondisi ling Better kungan yang lebih baik pascabencana. Choropleth : peta tematik yang menyajikan data berupa tipe mapping ukuran, data interval ataupun rasio Dam : bangunan penahan material lahar Dampak : pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif Dasit : batuan beku yang bersifat basaltic terbentuk dari proses pembekuan magma di saluran tempat ke luarnya magma Eksplosif : erupsi yang terjadi karena adanya pergerakan magma keluar ke permukaan bumi secara letusan Erupsi : keluarnya magma dari dalam permukaan bumi Erupsi : erupsi yang terjadi apabila magma keluar ke perEksplosif mukaan bumi disertai letusan atau ledakan kare na adanya tekanan gas yang sangat kuat
xvilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Erupsi Efusif : erupsi secara perlahan berupa lelehan lava melalui lubang kawah, rekahan atau rekahan Erupsi freatik : proses erupsi yang dipengaruhi oleh adanya air yang bersinggunngan dengan magma yang akan keluar ke permukaan Erupsi : keluarnya material vulkanik dari gunung berapi Gunungapi akibat proses vulkanisme Evakuasi : proses pemindahan ata pengungsian penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya, misal bahaya banjir, bahaya meletusnya gunungapi ke daerah yang lebih aman. Garis kontur : garis imajiner yang menunjukkan titik-titik de ngan nilai ketinggian yang sama Geomorfologi : ilmu yang memperlajari bentuklahan di permu kaan bumi beserta proses dan hasil proses yang membentuk bentuklahan. Golden : nama pengembang perangkat Surfer Software Gunungapi : adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi Gunungapi : gunungapi yang mempunyai tipe letusan eksplo Strato sif dan effusive secara bergantian Homoki : bentukan permukaan bumi yang bergelombang dengan kemiripan kenampakan pada beberapa bagian Igir : bentuk punggungan dari suatu puncak bukit atau puncak gunung Interpolasi : teknik untuk mengetahui nilai diantara beberapa titik data yang telah diketahui Intersect : membuat objek baru dengan cara menggabungkan dua objek atau lebih di area yang sama Kapasitas : kombinasi dari kemampuan, peralatan dan se
BATASAN ISTILAH-ISTILAHllflllxvii
Kawah
:
Kubah lava
:
Kegunung- : apian Kejawen : Kemampuan/ : kapasitas
Kontijensi
:
Kerentanan
:
Kerentanan : Penduduk
Kesiapsiagaan :
ga la sumberdaya yang tersedia dalam sebuah komunitas atau organisasi dalam menghadapi dan menanggulangi sebuah bencana bagian dari puncak gunungapi yang merupakan jalur keluarnya material vulkanik dan bentuk ce kungan yang luas bagian dari hasil proses vulkanisme yang terben tuk akibat keluarnya magma pada wilayah puncak gunungapi dan mengendap membentuk sebuah kubah Wilayah yang berada di sekitar gunungapi dan masih terpengaruh oleh hasil material hasil le tusan gunungapi aturan hidup yang dianut oleh Suku Jawa adalah sumber daya, pengetahuan, keterampilan, dan kekuatan yang dimiliki seseorang atau ma syarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, men cegah, dan memitigasi, menanggulangi dampak buruk, atau dengan cepat memulihkan diri dari bencana (BNPB, 2012) perencanaan yang dilakukan dalam manajemen bencana kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik yang mana da pat meningkatkan kemungkinan dari sebuah ko munitas terdampak oleh bencana adalah tingkat ketahanan penduduk dalam menghadapi bencana dari aspek sosial (usia dan kondi si fisik) dan aspek ekonomi ditinjau dari rasio kemiskinan (keluarga prasejahtera, keluarga se jahtera I, II, III, III Plus) serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meng
xviiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 antisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Koordinasi : perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilak sanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. Krisis : keadaan berbahaya, keadaan genting; kemelut. Lahar : istilah dari Bahasa Jawa yang merujuk kepada aliran yang sangat cepat dari hulu sungai sebuah gunungapi dengan membawa material endapan hasil erupsi. Material yang dibawa oleh aliran la har berupa rombakan batuan berbagai ukuran de ngan sortasi yang buruk Lahar hujan : endapan material hasil letusan gunungapi yang terbawa air hujan Lahar primer : lahar yang disebabkan oleh tumpahnya air danau kawah karena proses erupsi Lapili : campuran material letusan yang ukurannya anta ra 2-50 mm Lahar sekun- : lahar yang disebabkan oleh aliran yang berasal da der ri hujan Larung sesaji : tradisi masyarakat untuk ucapan rasa syukur pa da alam dengan memberikan hasil buminya ke pada alam Lereng gu- : bagian dari tubuh gunungapi yang memiliki per nungapi bedaan strata pada reliefnya Luapan aliran : aliran lahar yang meluap melewati igir sungai lahar Masyarakat : sejumlah manusia di arti seluas-luasnya dan teri kat oleh suatu kebudayaan maupun lokasi yang mereka anggap sama. Material per- : bahan yang menutup bagian permukaan bumi mukaan
BATASAN ISTILAH-ISTILAHllflllxix
Material piro- : material yang terdiri dari material lepas-lepas ha klastik sil erupsi gunungapi, dapat berupa debu, kerikil, lapilli, bom, batu apung Mitigasi : serangkaian upaya untuk mengurangi risiko ben cana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan meng hadapi ancaman bencana Morfoaranse- : keterkaitan antara susunan keruangan dan hu men bungan antar-bentuklahan serta proses yang membentuk permukaan bumi Morfogenesa : terkait proses pembentukan permukaan bumi Morfologi : bentuk dan struktur kenampakan permukaan bu mi Morfologi su- : bentuk dan ukuran sungai, meliputi bentuk dan ngai ukuran lembah sungai dan igir sungai Morfostruk- : litologi penyusun wilayah pembentukan permu tur kaan bumi Pemerintah : merupakan semua aparatur atau alat perlengkap an negara dalam rangka menjalankan segala tu gas dan kewenangan atau kekuasaan negara, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pe merintah juga merupakan sekumpulan orang yang mengelola kewenangan, melaksanakan kepemim pinan dan koordinasi serta pembangunan masya rakat dari lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintah : adalah Presiden Republik Indonesia yang meme Pusat gang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud da lam Undang-Undang Dasar Negara Republik In donesia Tahun 1945 Pemerintah : adalah gubernur, bupati/walikota, atau perang Daerah kat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerin tahan daerah.
xxlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Pemulihan
: adalah serangkaian kegiatan untuk mengembali kan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana de ngan melakukan upaya rehabilitasi Penanggu- : adalah serangkaian upaya yang meliputi penetap langan Ben- an kebijakan pembangunan yang berisiko timbul cana nya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tang gap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi Pengungsi : seseorang yang meninggalkan tempat tinggalnya karena keselamatan hidupnya terancam Pengurangan : adalah sebuah pendekatan sistematis untuk meng Risiko Benca- identifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-ri na (PRB) siko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya ling kungan maupun bahaya-bahaya lainnya yang me nimbulkan kerentanan Pengurangan : adalah proses pengelolaan risiko bencana yang Risiko Benca- melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko na Berbasis dalam mengkaji, menganalisis, menangani, me Masyarakat mantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan ke mampuannya Perambah : seseorang yang masuk hutan dengan memanfa atkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebu tuhan hidupnya Pertanian ta- : pertanian yang sistem pengairannya berasal dari dah hujan air hujan Peta Bahaya : peta yang menggambarkan wilayah di mana pe ristiwa alam tertentu terjadi dengan frekuensi dan intensitas tertentu
BATASAN ISTILAH-ISTILAHllflllxxi
Peta bahaya : peta tematik yang dapat merepresentasikan sebar gunungapi an spasial area geografis terdampak material erup si sebuah gunungapi seperti lontaran dan aliran material vulkanik, aliran lava dan lahar Peta RBI : Peta Rupa Bumi Indonesia Peta risiko : sebaran spasial mengenai potensi kehilangan yang diakibatkan oleh bencana pada waktu dan lokasi tertentu Piroklastik : batuan yang terbentuk dari hasil lerusan gunung api Pumice : batu apung yang merupakan batuan hasil vulka nik yang terbentuk dari magma yang membeku secara cepat dan terisi udara Purposive : sampel bertujuan atau sampel yang di ambil ber Sampling dasarkan tujuan analisis tertentu RBF : Radial Basis Function atau metode interpolasi yang mempertimbangkan titik tengah atau titik pusat sebagai pedoman interpolasi Relief : kenampakan 3-dimensi permukaan bumi yang memiliki strata (tingkatan) pembagian wilayahnya Rehabilitasi : adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pe layanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana de ngan sasaran utama untuk normalisasi atau ber jalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pas cabencana. Rekonstruksi : adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascaben cana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
xxiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Ring of fire
:
Risiko
:
Sampel Skoring
: :
Software Status awas
: :
Status normal : Status siaga : Status waspa- : da Status Keada- : an Darurat Bencana Strategi Peng- : hidupan Ber- kelanjutan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunungapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik kombinasi antara faktor bahaya, kerentanan dan kapsitas, kaitannya dalam potensi kehilangan aki bat suatu bencana pada kurun waktu dan wilayah tertentu bagian dari populasi yang ingin diteliti metode untuk mengubah jawaban instrument menjadi angka-angka atau nilai perangkat lunak dalam pengolahan data digital anda aktivitas gunungapi yang segera atau sedang meletus, keadaan kritis yang menimbulkan ben cana, peluang letusan terjadi dalam 24 jam gejala aktivitas tekanan magma pada sebuah gu nungapi tanda aktivitas gunungapi yang bergerak ke arah letusan tanda aktivitas gunungapi dalam bentuk apa pun yang dipengaruhi aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk me nanggulangi bencana kemampuan individu dan masyarakat untuk merehabilitasi dan merekonstruksi akibat dari keru- sakan dan kehilangan pasca-kejadian bencana. Strategi penghidupan berkelanjutan meliputi aset kemanusiaan (human assets), aset sosial (social
BATASAN ISTILAH-ISTILAHllflllxxiii
assets), aset fisik (physical assets), aset alamiah (na tural assets), dan aset finansial (financial assets). Sumberdaya : nilai potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah Sumberdaya : segala sesuatu yang memberikan manfaat pada lahan lingkungan fisik yang ada di permukaan bumi Subdaksi : batas antar-lempeng, tempat kerak samudra me nunjam di bawah kerak benua atau kerak samudra Surfer : perangkat lunak untuk pengolahan data inter polasi Survei : merupakan teknik penelitian dengan memberikan batas yang jelas atas data; penyelidikan; penin jauan. Spasial : orientasi dari ruang kebumian SRTM : Shuttle Radar Topography Mission atau citra yang merekam data topografi Tanggap Da- : adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan de rurat Benca- ngan segera pada saat kejadian bencana untuk na menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan pencarian dan penyela matan, evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pe ngungsi, serta pemulihan awal sarana dan pra sarana Tefra : Material piroklastik yang jatuh dan terendapkan di permukaan bumi TIN : Triangulated Irregular Network, model data topo logi berbasis vector untuk merepresentasikan relief permukaan bumi VEI : Volcanic Explosivity Index atau indeks letusan gu nungapi yang diukur berdasarkan tinggi erupsi dan jumlah material yang di keluarkan Vulkanik : bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses keluarnya magma dari dalam bumi
xxivlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Daftar Singkatan
ADPC : AHP : Bakesbangpolin- : mas BIG : BNPB : BPBD : BPMD : BPS : DANDIM : ESDM : GERBANG : KERTASUSILA GPS : ISDR : KODIM : KPPT : KRB : LU : LS : MCK : NASA : PAD :
Asian Disaster Preparedness Center Analitic Hierarchy Processing Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Badan Informasi Geospasial Badan Nasional Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Balai Pendidikan Masyarakat Desa Badan Pusat Statistik Komandan Distrik Militer Energi dan Sumberdaya Mineral Gresik Bangil Mojokerto Surabaya Sidoarjo Lamongan Global Positioning System International Strategy for Disaster Reduction Komondao Distrik Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kawasan Rawan Bencana Lintang Utara Lintang Selatan Mandi Cuci Kakus National Aeronautics and Space Administration Pendapatan Asli Daerah
DAFTAR SINGKATANllflllxxv
POLRI POSKO PT PUSDALOPS PUSDATIN PVMBG RBI RBF SATLAK PBP SHP SKPD SOP SRTM TIN TNI UNICEF UNISDR USGS VEI
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Polisi Republik Indonesia Pusat Komando Perseroan Terbatas Pusat Pengendalian Operasi Pusat Data dan Informasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunungapi Rupa Bumi Indonesia Radial Basis Function Satuan Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Pengungsian shape file Satuan Kerja Perangkat Daerah Standart operational procedure Shuttle Radar Topography Mission Triangulated Irregular Network Tentara Nasional Indonesia United nations Children’s Fund United Nations International Strategy for Disaster Reduction United States Geological Survey Volcanic Eruption Index
xxvilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxvii
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”
S
etiap wilayah di permukaan bumi pasti mempunyai satu atau lebih macam ancaman bencana alam. Satu wilayah dengan wi layah yang lain mempunyai macam dan intensitas ancaman yang berbeda-beda. Semua wilayah di permukaan bumi dalam kondisi yang dinamis baik itu karena proses-proses yang disebabkan oleh bekerjanya tenaga endogen maupun eksogen. Proses-proses yang menyebabkan permukaan bumi menjadi dinamis jika tidak diwas padai dan di antisipasi akan menimbulkan kejadian bencana. Prosesproses yang menyebabkan permukaan bumi menjadi dinamis jika diantisipasi dengan baik maka hanya akan menjadi sebuah bahaya yang mungkin kurang menimbulkan efek kerugian langsung bagi masyarakat. Ancaman bencana alam (natural hazards) yang ada di wilayah Indonesia bermacam-macam, salah satunya yang menonjol adalah ancaman bencana kegunungapian. Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah gunungapi aktif terbanyak di dunia sebagai akibat dari letak geografisnya yang merupakan pertemuan 3 lem peng tektonik utama dunia. Kepulauan Indonesia sebagian besar merupakan kepulauan gunungapi yang menjadi bagian dari 2 sis tem deretan panjang gunungapi-gunungapi lingkar Pasifik dan lingkar Mediteran. Ancaman bencana kegunungapian senantiasa ada di sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi sebuah per
xxviiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 watak an yang melekat pada wilayah negara. Ancaman bencana kegunungapian tidak hanya bersifat primer oleh karena aktivitas erupsi, namun juga dapat bersifat sekunder karena kombinasi de ngan kondisi iklim dan bahkan tersier karena sifat material vulkanis yang mempunyai efek negatif panjang bagi kehidupan. Negara kepulauan gunungapi yang terletak di zone Khatulis tiwa mempunyai keuntungan-keuntungan lingkungan fisik selain ancaman bencana kegunungapian. Tanah yang subur baik secara fisik maupun kimia, ketersediaan air yang melimpah, serta hawa yang sejuk merupakan keuntungan lingkungan fisik yang sesuai untuk berbagai pemanfaatan kehidupan. Kepulauan gunungapi juga menyimpan banyak ragam cebakan mineral yang bernilai tinggi untuk kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pe manfaatan sumberdaya fisik lingkungan untuk kehidupan dan kesejahteraan masyarakat tentunya harus diimbangi dengan usa ha-usaha untuk menyesuaiakan perilaku pembangunan dan pe ngu rangan ancaman bencana kegunungapian yang sesuai agar kehidupan terus berlanjut. Masyarakat yang tinggal di wilayah gu nungapi tidak boleh lengah dan terbuai oleh berbagai keuntungan positif lingkungan fisik, namun harus juga mempertimbangan ada nya ancaman bencana kegunungapian yang setiap saat mungkin terjadi. Rangkaian kegiatan pengelolaan bencana idealnya dimulai pa da saat kondisi tidak ada bencana. Berbagai kegiatan mulai dari pe rencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi atas semua rangkaian pengelolaan bencana dapat dilakukan secara terstruktur pada tahapan pra-bencana karena relatif tersedia waktu. Proses pe mahaman atas berbagai proses kejadian bencana dapat dilakukan atas data-data yang ada. Pemahaman atas perwatakan kejadian ben cana penting dilakukan mengingat setiap macam bencana mem punyai perwatakan yang berbeda. Perwatakan yang berbeda akan berujung pada strategi penanganan yang berbeda pula. Masyarakat yang tinggal di satuan-satuan wilayah rawan bencana dapat dilibat
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxix
kan secara aktif dalam setiap kegiatan pengelolaan bencana pada saat pra-bencana sehingga ketika ada kejadian bencana sudah da lam kondisi siap siaga.
GAMBAR 1. Siklus Pengelolaan Bencana
Paradigma pengelolaan bencana di Indonesia muncul pada awal tahun 90-an dan menjadi semakin kuat diintegrasikan dalam setiap langkah pembangunan seiring dengan berdirinya BNPB pada tahun 2008. Serangkaian kejadian bencana alam besar di Indonesia hingga banyak menimbulkan kerugian material-imaterial dan jiwa pada tahun 90an, seperti tsunami di Ende-Flores, tsunami yang melanda pantai selatan Jawa Timur dari Banyuwangi-Jember-Malang, dan erupsi Gunungapi Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, telah membuka kesadaran akan pentingnya mempersiapkan masyarakat secara terstruktur untuk menghadapi kejadian bencana alam. Pa da tahun 2000-an telah pula terjadi kejadian-kejadian bencana alam yang lebih besar lagi skalanya dibanding tahun 90-an, seperti
xxxlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 tsunami Aceh, gempa Bantul-Yogyakarta, gempa Padang-Sumatra Barat, tsunami Pangandaran-Jawa Barat, telah memberikan alasan yang lebih dari cukup bahwa bencana perlu dikelola secara ter struktur dan terintegrasi dalam proses pembangunan. Berbagai perundangan dari tingkat nasional hingga daerah telah lahir pada era tahun 2000-an yang memberikan landasan hukum bagi kegiatan pengelolaan bencana yang terintegrasi dalam proses pembangunan. Kondisi lingkungan sosio-kultural masyarakat di Indonesia yang khas menyebabkan pengelolaan bencana lebih cenderung di mulai pada saat kejadian bencana. Ada kepercayaan yang berkem bang luas di masyarakat Indonesia pada umumnya bahwa tabu mem bicarakan hal negatif yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Membicarakan hal negatif, dalam hal ini adalah keja dian bencana, yang mungkin terjadi di masa yang akan datang sama halnya dengan mengharap kejadian bencana benar-benar ter jadi. Kondisi sosio-kultural yang demikian sedikit banyak te lah menghambat penyusunan rencana-rencana dan bahkan pelak sanaan berbagai program pengelolaan bencana, khususnya yang melibatkan masyarakat secara aktif. Berbagai pelaksanaan program yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur fisik untuk me ngurangi derajad ancaman bencana mungkin tidak terlalu men dapat hambatan dibandingkan pengelolaan bencana yang ber basis penciptaan perilaku baru yang lebih sesuai untuk kondisi ancaman bencana tertentu. Berbagai kelompok masyarakat bahkan menganggap kejadian bencana merupakan sebuah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan dan harus diterima apa adanya. Pendekatan-pendekatan sosio-kultural harus terus dilakukan un tuk memodifikasi paradigma yang kurang sesuai namun telah berkembang di masyarakat agar selaras dengan paradigma penge lolaan bencana. Nenek moyang bangsa Indonesia telah membuktikan diri me nerapkan strategi kehidupan yang sesuai dengan lingkungan gu nungapi hingga saat ini. Segala daya dan upaya telah ditempuh oleh
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxxi
nenek moyang bangsa Indonesia untuk tetap dapat tinggal di ling kungan penuh ancaman bencana kegunungapian. Daya dan upaya yang dilakukan senantiasa dibuat dinamis sesuai dengan perubahan lingkungan baik itu fisik maupun sosio-kultural. Lingkungan fisik tentu berubah jika terkena akibat oleh kejadian bencana. Lingkungan sosio-kultural tentu berubah seiring dengan jumlah penduduk berikut teknologi yang berkembang. Perubahan kondisi lingkungan fisik dan sosio kultural dengan sendirinya mengisyaratkan agar daya dan upaya yang dahulu pernah diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia perlu disesuaikan dari waktu ke waktu. Gunungapi Kelud telah berulang kali bererupsi dari waktu ke waktu dengan periode kurang lebih 20-an tahun (Zaennudin, 1998) dan hampir selalu menimbulkan korban harta dan jiwa yang besar. Beberapa kali skala erupsi Gunungapi Kelud mencapai VEI > 4 dengan jumlah material yang dikeluarkan > 150 juta m3. Material dalam jumlah besar yang keluar melalui proses erupsi eksplosif dengan sendirinya merupakan bahaya yang sangat mengancam kehidupan. Lebih jauh lagi, pada masa lampau sering terjadi banjir lahar panas sebagai akibat dari tumpahnya danau kawah Gunungapi Kelud. Usaha-usaha untuk mengurangi volume danau kawah telah dikerjakan sejak jaman penjajahan dan dilanjutkan pada jaman pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1960an (Gambar 2). Usaha untuk mengurangi bahaya juga mencakup pa da pengendalian lahar dengan dibangunnya banyak Sabo Dam di sungai-sungai yang berhulu di kawasan kerucut dan puncak Gu nungapi Kelud (Gambar 3). Pengelolaan bencana kegunungapian Kelud juga telah diusa hakan melalui pembatasan-pembatasan perambahan kawasan ber bahaya. Peruntukan kawasan kerucut gunungapi sebagai kawasan hutan cagar alam sehingga tidak ada permukiman pada zone pa ling bahaya dari gunungapi aktif. Peruntukan untuk kawasan per kebunan pada zone lereng atas sehingga aktivitas masyarakat hanya terbatas jumlahnya dan pada umumnya adalah pekerja yang tidak
xxxiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 2. Konstruksi terowongan untuk pengurangan volume air danau Kawah Gunungapi Kelud (Verstappen, 1992)
GAMBAR 3. Kondisi Sabo Dam Pasca-erupsi Gunungapi Kelud 2014
berdomisili tetap. Pada zone lereng tengah di lokasi-lokasi khusus dengan ketersediaan air cukup mulai ada permukiman yang pada umumnya merupakan pekerja perkebunan. Pada zone lereng
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxxiii
bawah baru kemudian terdapat banyak permukiman desa dengan masyarakat petani yang dominan. Penataan kawasan di Gunungapi Kelud telah berlangsung sejak jaman penjajahan, namun pada saat ini terlihat sedikit kendor yang lebih banyak di karenakan oleh desakan kebutuhan lahan oleh jumlah penduduk yang semakin meningkat. Perkembangan kawasan permukiman pada zone lereng tengah dengan sendirinya berisiko terdampak langsung oleh aktivitas kegunungapian Kelud. Sifat erupsi Gunungapi Kelud pada umumnya eksplosif na mun berdurasi pendek. Sifat erupsi Gunungapi Kelud sedikit ber beda dengan gunungapi-gunungapi lain dalam hal kecepatan peningkatan dan penurunan aktivitas kegunungapian. Sifat erupsi gunungapi banyak dipengaruhi oleh kedalaman dapur magma (Bro topuspito dan Wahyudi. 2007). Pada kasus erupsi Gunungapi Kelud pada Februari 2014 peningkatan status Siaga menjadi Awas hanya terjadi dalam waktu kurang lebih 1 jam yang menyebabkan proses evakuasi masyarakat menjadi sedikit kacau. Erupsi Gunungapi Kelud terjadi secara relatif mendadak dan kemudian dalam wak tu yang relatif singkat menjadi tenang kembali. Sebagaimana gu nungapi lain di dunia, sifat erupsi dapat berubah oleh karena ba nyak hal yang untuk itu perlu adanya usaha-usaha pemantauan yang seksama baik pra- maupun pasca-erupsi. Material vulkanis yang dihasilkan Gunungapi Kelud secara umum bersifat lepas-lepas yang berasal dari hancuran batuan pu micitik-andesite. Menurut Zaennudin (1998) ada tiga tahapan dalam erupsi pada Gunungapi Kelud, yaitu freatik, freato-mag matik, dan magmatik. Erupsi freatik pada Gunungapi Kelud pa da waktu lalu hampir selalu diikuti dengan tumpahnya danau kawah sehingga menyebabkan terciptanya lahar primer yang pa nas. Erupsi freato-magmatik menghasilkan material piroklastik yang terlempar ke angkasa. Erupsi magmatik yang mengakhiri proses erupsi menghasilkan batuan beku gang dan lelehan lava basaltik dalam jumlah terbatas yang membeku di kawasan puncak
xxxivlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 gunungapi. Material vulkanis penyusun tubuh Gunungapi Kelud pada umumnya merupakan produk dari erupsi yang bersifat freato magmatis. Material vulkanis Gunungapi Kelud besifat mudah lapuk dan mudah tererosi. Material vulkanis lepas-lepas berada di bawah iklim tropis dan basah menyebabkan proses pembentukan tanah beralangsung relatif cepat (Gambar 4). Hasil pengukuran yang dilakukan pada saat pengecekan lapangan pada beberapa titik di kawasan kerucut Gunungapi Kelud, telah terbentuk tanah setebal 3 – 5 cm pada material endapan erupsi pada tahun 1990. Material vulkanis telah berubah sifat kimia maupun fisikanya dari bahan aslinya yang berwarna coklat kekuningan menjadi hitam ke co kelatan. Pada zone yang lebih bawah dimana pengaruh manusia mulai dominan, hampir seluruh endapan hasil erupsi tahun 1990 telah berubah sifatnya dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian (Gambar 5). Pada sisi yang lain dari endapan vulkanis piroklastik adalah sifatnya yang mudah tererosi karena teksturnya
GAMBAR 4. Tanah yang Terbentuk pada Material Endapan Vulkanis Hasil Erupsi Gunungapi Kelud 1990.
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxxv
GAMBAR 5. Pemanfaatan Tanah Endapan Erupsi Gunungapi Kelud Tahun 1990 untuk Kebun Nanas yang Banyak Diusahakan Masyarakat
yang cenderung debuan. Material vulkanis yang diolah secara intensif meningkatkan erodibilitas tanah karena struktur yang masih lemah menjadi hancur karena proses pengolahan Material vulkanis Gunungapi Kelud besifat mudah lapuk dan mudah tererosi. Material vulkanis lepas-lepas berada di bawah iklim tropis dan basah menyebabkan proses pembentukan tanah beralangsung relatif cepat (Gambar 4). Hasil pengukuran yang dilakukan pada saat pengecekan lapangan pada beberapa titik di kawasan kerucut Gunungapi Kelud, telah terbentuk tanah setebal 3 – 5 cm pada material endapan erupsi pada tahun 1990. Material vulkanis telah berubah sifat kimia maupun fisikanya dari bahan aslinya yang berwarna coklat kekuningan menjadi hitam kecoklatan. Pada zone yang lebih bawah dimana pengaruh manusia mulai dominan, hampir seluruh endapan hasil erupsi tahun 1990 telah berubah sifatnya dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian (Gambar 5). Pada sisi yang lain dari endapan vulkanis piroklastik adalah sifatnya yang mudah tererosi karena teksturnya yang cenderung debuan. Material vulkanis yang diolah secara intensif
xxxvilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 meningkatkan erodibilitas tanah karena struktur yang masih lemah menjadi hancur karena proses pengolahan. Gunungapi Kelud mempunyai ketinggian yang relatif pendek dibandingkan dengan Kompleks Gunungapi Butak-Kawi-Anjasmara yang ada di sebelah timurnya (Gambar 6). Morfoaransemen Gu nungapi Kelud sangat dimungkinkan terjadinya hujan lebat hing ga di kawasan puncak gunungapi. Seringnya kejadian hujan lebat pada wilayah puncak dimungkinkan menjadi salah satu sebab terbentuknya torehan-torehan hasil erosi yang lebar dan dalam. Material vulkanis piroklastik yang dihasilkan dari erupsi tahun 2014 sebagian besar terkumpul di dalam torehan-torehan dan menyebabkan potensi terjadinya banjir lahar dingin (lahar sekun der) yang tinggi. Kewaspadaan masyarakat yang tinggal di kawasan dekat sungai pada zone lereng kaki dan dataran kaki senantiasa perlu ditingkatkan karena banjir lahar sangat mungkin terjadi mengikuti kejadian hujan lebat di daerah hulu sungai. Masyarakat yang ada tinggal di kawasan Gunungapi Kelud pada umumnya bergantung pada sektor pertanian dalam arti luas. Material vulkanis piroklastik banyak mengandung mineral mudah
GAMBAR 6. Ukuran Gunungapi Kelud (dalam kotak merah) Relatif Lebih Kecil Dibandingkan dengan Gunungapi-Gunungapi Lain di Sekitarnya.
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxxvii
lapuk dan dalam waktu relatif cepat dapat melepaskan hara-hara tanaman dari kompleks mineral primernya. Kombinasi antara ketersediaan hara pada tanah dalam jumlah yang relatif tinggi dan ketersediaan air membuat wilayah endapan vulkanis dari Gunungapi Kelud berpotensi tinggi untuk pemanfaatan pertanian. Berbagai tanaman hortikultura dan tanaman pangan semusim telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Gunungapi Kelud sejak dahulu kala sebelum masa penjajahan. Masyarakat agraris yang mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya lahan tinggi telah membentuk budaya “titen” akan perilaku Gunungapi Kelud yang menjadi tempat tinggalnya dan memberikan kemakmuran kehidupan. Beberapa wilayah permukiman menempati zone lereng atas yang jaraknya < 7 km dari kawah Gunungapi Kelud yang mempunyai potensi tinggi sebagai wilayah landaan material vulkanik jatuhan berukuran > 10 cm. Ukuran material vulkanik jatuhan yang relatif besar sangat berpotensi untuk menyebabkan kejadian fatal baik bagi individu masyarakat maupun infrastrukstur permukiman yang ada. Pada zone yang masih mempunyai sudut lereng besar sangat dimungkinkan aliran air yang membawa material lepas-lepas hasil erupsi belum terkonsentrasi pada alur-alur sungai sehingga ber potensi menimbulkan kerusakan pada berbagai infrastruktur yang ada. Aliran air yang mengandung sedimen tinggi relatif bersifat le bih destruktif dibandingkan dengan aliran air dengan kandungan sedimen rendah. Masyarakat memahami adanya ancaman bahaya berupa ma terial vulkanik jatuhan, namun kurang menyadari adanya ancaman bahaya lain yang juga datang dari aktivitas kegunungapian. Ada nya gas-gas beracun dan unsur-unsur kimia berbahaya lain yang membarengi kejadian erupsi belum sepenuhnya disadari oleh ma syarakat. Gas-gas beracun dan unsur-unsur kimia berbahaya sa ngat dimungkinkan terendapkan pada material vulkanis baru hasil erupsi. Longsoran-longsoran endapan material vulkanis yang
xxxviiilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 belum mengalami pemadatan juga sangat mungkin menimbulkan bahaya. Lebih jauh lagi debu vulkanis yang beterbangan di udara juga sangat berpotensial menimbulkan gangguan kesehatan khu susnya pernafasan dan penglihatan. Bahaya ikutan lain yang ada di Gunungapi Kelud adalah la har dingin yang mengalir melalui sungai-sungai yang berhulu pa da torehan-torehan di kawasan puncak gunungapi. Pada zone puncak dan lereng atas hingga lereng tengah tubuh Gunungapi Kelud mempunyai potensi terkena endapan vulkanis jatuhan. Pada zone lereng kaki dan dataran kaki Gunungapi Kelud mempunyai potensi terlanda lahar dingin. Kejadian lahar dingin mengikuti kejadian hujan lebat di daerah puncak, lereng atas hingga lereng tengah. Lahar dalam volume yang besar agak sedikit berbeda alir annya dengan aliran air, aliran lahar cenderung berjalan lurus dan tidak terkontrol oleh alur sungai yang ada di daerah dataran yang umumnya mempunyai ketinggian tebing + 3 m. Permukiman yang berada dekat kelokan sungai di daerah lereng kaki dan dataran kaki merupakan obyek paling berisiko terkena lahar dingin. Pengelolaan bencana Kelud bersifat khas yang disesuaikan de ngan sifat erupsi dan kondisi masyarakat yang tinggal di dalam nya. Peningkatan aktivitas Gunungapi Kelud biasanya berdurasi pendek sehingga persiapan untuk evakuasi sangat sempit. Rantai penyampaian informasi yang panjang dari stasiun pengamatan ke pusat baru kemudian ke kepala daerah berikut jajarannya hingga pada akhirnya baru sampai kepada masyarakat mungkin terlalu panjang untuk kasus Gunungapi Kelud. Pada sisi yang lain, penyampaian informasi langsung dari stasiun pengamatan kepada masyarakat juga berpotensi tinggi menimbulkan kesalahan interpretasi. Masyarakat yang pada umumnya tidak paham perlu diberi pengertian serba cakup mengenai proses pengamatan, data hasil pengamatan, berbagai kemungkinan kejadian yang mungkin tidak menimbulkan kejadian besar atau sebaliknya sehingga ma syarakat tidak mudah panik. Peran pemerintah daerah hingga ting
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxxxix
katan desa berikut organisasi masyarakat sangat vital dalam hal pe nyampaian informasi aktivitas kegunungapian Kelud. Kondisi jalan menuju permukiman di wilayah lereng atas bia sanya sempit dan sulit untuk digunakan untuk papasan kendaraan roda empat dari dua arah. Kejadian warga yang berinisiatif me ngungsi dengan kendaraan sendiri menjadi terhambat karena ba nyaknya kendaraan yang di kirim dari bawah untuk menjemput sebagian warga yang lain. Koordinasi antara tokoh masyarakat lo kal dengan aparat pemerintah di level kabupaten/kota dan keca matan mungkin perlu ditingkatkan agar tidak timbul kejadian tak diinginkan pada saat evakuasi. Pada sisi lain, pembangunan jalur evakuasi yang mempunyai lebar jalan cukup mungkin perlu dila kukan. Perencanaan pengelolaan bencana kegunungapian Kelud se harusnya didasarkan atas analisis kondisi lingkungan fisik, sifat erupsi, dan kondisi lingkungan sosial-budaya masyarakat lokal. Perencanaan pengelolaan bencana merupakan langkah awal yang sangat menentukan efektif dan efisiennya rangkaian kegiatan pe ngelolaan bencana. Perencanaan pengelolaan bencana hanya mung kin disusun pada saat tidak ada bencana sehingga berbagai per timbangan dapat dibuat dengan baik dan rapi. Berbagai elemen lingkungan yang ada di wilayah Gunungapi Kelud dapat didata dengan terstruktur agar menghasilkan informasi yang tepat un tuk menyusun perencanaan. Diantara elemen lingkungan yang paling kompleks dan bersifat dinamis adalah elemen lingkungan sosial budaya masyarakat. Kesalahan dalam mengartikan kondisi sosial budaya masyarakat akan mengakibatkan program-program pengelolaan bencana tidak dapat berjalan sebagai mana yang di harapkan. Peta-peta bencana yang ada senantiasa perlu diperbarui agar dapat digunakan jika situasi menjadi kritis. Berbagai data mengenai elemen lingkungan selalu saja terkait dengan posisi dan lokasinya di permukaan bumi. Data-data mengenai kondisi lingkungan baik
xllllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 itu yang bersifat fisik dan non fisik akan menjadi lebih efektif dan efisien untuk kegunaan perencanaan jika diwujudkan dalam bentuk peta. Namun demikian, pada saat ini peta-peta juga dapat dibuat di namis menurut waktu dan kepentingan sehingga dapat tepat sesuai dengan kebutuhan, tidak terkecuali peta-peta bencana yang sifatnya sangat dinamis. Dinamika peta-peta bencana, khususnya di wilayah Gunungapi Kelud, sangat tinggi dikarenakan sifat erupsinya yang khas. Pada sisi yang lain, perkembangan masyarakat juga sangat ce pat seiring dengan adanya kegiatan pariwisata yang marak di ber bagai wilayah khususnya di bagian puncak Gunungapi Kelud. Koordinasi antarlembaga di bawah pemerintah daerah baik dalam satu wilayah maupun antar wilayah administrasi per lu dilakukan. Koordinasi antar lembaga pengelola bencana dae rah dengan masyarakat yang ada di daerah rawan bencana perlu ditingkatkan. Koordinasi menjadi kata kunci di dalam pengelolaan bencana pada berbagai tahapan pengelolaan. Fungsi koordinasi menjadi semakin mutlak pada saat masa krisis dimana segala sesua tunya berlangsung dengan cepat dan mendadak. Sangat dimung kinkan akses jalan evakuasi, jalur datangnya informasi kebencanaan, hubungan kekerabatan masyarakat, dan masih banyak lain kondisikondisi lokal di masyarakat yang mengharuskan adanya koordinasi lintas batas wilayah administrasi dalam berbagai tingkatan penge lolaan. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama status waspada hingga awas berlangsung dalam waktu sangat pendek. Penelitian yang dilakukan sepenuhnya berbasis pada hasil interpretasi datadata yang tersedia dengan pengujian lapangan yang minimum di bandingkan dengan luas wilayah dan cakupan kajian. Berbagai kekurangan mungkin saja timbul sebagai sebuah konsekuensi dari penelitian kebencanaan pada kondisi krisis. Berbagai kekurangan yang muncul pada penelitian yang dilakukan di Kawasan Gunung api Kelud mengisyaratkan betapa pentingnya data dan informasi lingkungan fisik dan non fisik pada saat kondisi pra-bencana erupsi.
PENDAHULUAN: “Pengelolaan Bencana Kegunungapian”llflllxli
Pustaka Acuan Brotopuspito, K.S., dan Wahyudi. 2007. Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai B Gempabumi di Sekitarnya (Eruption of The Kelud Volcano and b-Value Its Surrounding Earth quakes). Berkala MIPA, 17 (3), September 2007. Verstappen, H. Th., 1992. Volcanic hazards in Colombia and Indo nesia: lahars and related phenomena. In: McCall, G. J. H., Laming, D.J.C and Scott, S.C. (eds). Geohazards: na tural and man-made. Chapman & Hall, p. 33-42. Zaennudin, A., 2008. Kubah Laba sebagai aslah satu ciri hasil letus an G. Kelud. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008: 19 – 29.
xliilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Biodata Editor
JUNUN SARTOHADI menamatkan jenjang S1 di UGM pada tahun 1991 dari Fakultas Geografi, Program Studi Geomorfologi Sumberdaya Lahan. Master of Science bidang Geoinformasi diperolehnya dari AIT, Bangkok-Thailand pa da tahun 1997. Pendidikan jenjang S3 bidang Geomorfologi Tanah diselesaikannya pada tahun 2001 dari Leopold Franzens University of Innsbruck-Austria. Pengalaman riset bidang Geomorfologi Tanah telah membawanya ke jenjang kepangkatan guru besar sejak tahun 2009. Saat ini Junun Sartohadi aktif melakukan penelitian sumberdaya lahan di wilayah kegunungapian bersama berbagai pihak dari dalam dan luar negeri. ELOK SURYA PRATIWI lahir di Kota Madiun pada tanggal 5 Juni 1992. Ia menamatkan pen didikan dasar hingga menengah atas di Madiun pada tahun 2009. Gelar S1 diperolehnya dari Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geo grafi UGM pada tahun 2014. Riset di bidang Geomorfologi Tanah telah aktif dilakukan sejak tahun 2012 melalui “Bogowonto Research Group” di bawah bimbingan Prof. Dr. Junun Sartohadi, M.Sc. Elok terlibat dalam berbagai
BIODATA EDITORllflllxliii
kegiatan penelitian di bidang analisis bentanglahan dan kebencanaan di berbagai wilayah. Elok juga aktif sebagai asisten di Laboratorium Geografi Tanah Fakultas Geografi UGM.
xlivlllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Daftar Kontributor
Junun Sartohadi Staf Pengajar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email:
[email protected]
Febrian Maritimo, S.Si. Magister Geoinformation for Spatial Planning and Disaster Risk Management Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email:
[email protected] Munawaroh, S.Si. Garri Martha Kusuma Bidang Pemetaan Kebencanaan Wardana, S.Si. dan Perubahan Iklim Magister Perencanaan dan Pusat Pemetaan dan Integrasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Tematik dan Daerah Aliran Sungai Deputi Bidang Informasi Fakultas Geografi Geospasial Tematik Universitas Gadjah Mada Badan Informasi Geospasial Yogyakarta 55281 Email: moonlight_satu@yahoo. Indonesia com Email: gekaz.tremonti@gmail. com
DAFTAR KONTRIBUTORllflllxlv
Edwin Maulana S.Pd., M.Sc. Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email: edwinmaulana35@ yahoo.com Aries Dwi Wahyu Rahmadana, S.Si., M.Sc. Magister Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Daerah Aliran Sungai Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email: aries.rahmadana@gmail. com Haryono Roestam, Dr. Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial Email:
[email protected]
Evi Dwi Lestari S.Si., M.Sc. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email: lestari_evi_dwi@yahoo. com Puspita Indra Wardhani, S.Pd., M.Sc. Program Doktor Geografi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email: poespita.indra@gmail. com
Listyo Yudha Irawan, S.Pd. Magister Geoinformation for Spatial Planning and Disaster Risk Management Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email:
[email protected]
xlvilllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Alli Ammarullah, St Bidang Pemetaan Kebencanaan Dan Perubahan Iklim Pusat Pemetaan Dan Integrasi Tematik Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial Email: alliammarullah@gmail. com
Galih Aries Swastanto, S.Pd. Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 Indonesia Email:
[email protected]
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll1
BAGIAN I: Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan PascaErupsi Gunungapi Kelud 2014
2lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll3
TEMA
1
Kajian Bentang Sumberdaya Lahan Gunungapi Kelud A Study of Land Resource Scape of Kelud Volcano (Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Junun Sartohadi, Munawaroh)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentanglahan Gunungapi Kelud yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar identifikasi potensi sumberdaya lahan. Kajian bentanglahan meliputi analisis kondisi fisik lingkungan seperti relief, batuan dasar, material pe nutup, tanah, air dan vegetasi hasil budidaya manusia. Kondisi fisik setiap unit bentanglahan sangatlah khas sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan jenis sumberdaya lahan yang ada. Kajian bentanglahan dilakukan dalam skala yang lebih detail melalui kegiatan pemetaan bentuklahan. Peta bentuklahan dibuat berdasarkan interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) berskala 1:25.000 dan dibantu dengan Peta Geologi berskala 1:100.000 serta beberapa citra penginderaan jauh beresolusi tinjau hingga detail. Analisis sumberdaya lahan dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis pemanfaatan lahan yang telah serta potensi sumberdaya yang
4lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 belum dimanfaatkan secara optimal di setiap unit satuan ben tuklahan. Hasil dari inventarisasi sumberdaya lahan dijabarkan pada kondisi khas setiap satuan bentuklahan di wilayah Gunungapi Kelud. Gunungapi Kelud tersusun atas 5 satuan bentuklahan uta ma, yaitu puncak gunungapi, lereng atas, lereng tengah, lereng ba wah dan dataran aluvial. Bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud menunjukkan spasial wilayah yang dapat menjadi dasar pe rencanaan wilayah. Kata Kunci: Bentanglahan, Sumberdaya, Lahan, Gunungapi Kelud, Bentuklahan Abstract The aim of this research is to study about landscape in Kelud Volcano furthermore it was used to identify the types of land resources in that area. Landscape describes about physical environments such as relief, lithology, cover material, soil, water and landuse. Every single unit landscape has a uniqe physical condition, so that it can be used to describe the type of existing land resources. Landscape studied in this research was assessed in the more detail scale by making landform map. The landform map was built from interpretation of Rupa Bumi Indonesia (RBI) Map which has scale 1:25.000. The RBI Map interpretation was supported by Geological Map and multi spatial remote sensing imegeries. Analysis of land resources was based on identification the existing landuse and others potential natural resources which have not developed yet. The results of the land resources’ inventory was described in the specific conditions of each Kelud Volcanic landform unit. Landform units in Kelud volcano are composed into 5 main landform units, that are top mountain, upper slope, middle slope, lower slope and alluvial plains. Landscape and land resources of Kelud Volcano indicate the spatial region which can be used as base of spatial planning.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll5
Keywords:Land scape, Resource, Land, Kelud Volcano, Landform
Latar Belakang
G
unungapi Kelud memiliki dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia. Gunungapi Kelud memiliki sumberdaya lahan untuk dikelola, di sampaing ancaman akibat erupsi. Sumberdaya lahan aktual Gunungapi Kelud dapat dioptimalkan untuk komoditas pertanian. Gunungapi Kelud telah mengalami 32 kali erupsi sejak tahun 1000 hingga tahun 2014 dan menyebabkan kerusakan 45.162 hektar lahan pertanian dan 15381 korban jiwa (Legowo, dkk., 2006). Adaptasi manusia pada lingkungan gunungapi didasarkan pada 3 faktor, yaitu persepsi terdadap risiko gunungapi, kebudayaan turun-temurun dan masalah sosial ekomoni (Lavigne dkk, 2008). Gunungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi aktif yang ada di Pulau Jawa. Gunungapi Kelud terakhir bererupsi pada tahun 2014 dengan tipe eksplosif. Erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 mengeluarkan material piroklastis lepas-lepas berupa batu apung, batuan dasit, kerikil, pasir dan abu yang menyebar hingga jarak 500 km ke arah barat daya dari pusat semburan. Gunungapi Kelud memiliki bentanglahan pegunungan yang unik karena bentuk punggungan yang menyerupai tempurung kura-kura. Karakteristik Gunungapi Kelud dapat diidentifikasi berdasar kan kondisi biotik dan abiotik permukaan. Karakteristik abiotik Gunungapi Kelud mempengaruhi kondisi biotik di permukaan bu mi. Karakteristik Gunungapi Kelud dengan material permukaan dominan lepas-lepas dan intensitas letusan sekitar 25 tahun sekali menyebabkan pembaharuan pemanfaatan lahan menjadi prioritas. Karakteristik Gunungapi Kelud membuka gambaran potensi sum berdaya lahan yang dapat dikembangkan dan diusahakan guna pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Karakteristik Gunungapi Kelud dijabarkan dengan geomorfologi yang memberikan informasi
6lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 kondisi permukaan bumi lebih detail. Geomorfologi Gunungapi Kelud memiliki keunikan diban dingkan dengan geomorfologi gunungapi lain. Geomorfologi Gu nungapi Kelud mulai terlihat dari puncak yang tidak beraturan, berbeda dengan bentuk gunungapi lain yang memiliki keteraturan dari puncak hingga dataran aluvial sehingga dapat diamati dengan mudah. Geomorfologi Gunungapi Kelud mampu menunjukkan sumberdaya alam dan juga ancaman bahaya yang saling berkaitan. Geomorfologi Gunungapi Kelud lebih detail dijabarkan berdasarkan satuan bentuklahan yang mencirikan keunikan pada setiap satuan bentuklahan dengan proses pembentukan muka bumi akibat proses dalam, luar dan permukaan bumi (Sartohadi, 2007) . Relief permukaan Gunungapi Kelud yang sudah ada sekarang berkaitan dengan kronologi dan proses terbentuknya Gunungapi Kelud. Relief permukaan Gunungapi Kelud dipengaruhi oleh sum ber material permukaan yang berasal dari erupsi Gunungapi yang berada di puncak di antaranya yaitu Gunung Gajahmungkur (1488 mdpal), Kombang (1514 mdpal), Sumbing (1518 mdpal), Lirang (1414 mdpal) dan Gunungapi Kelud (1731 mdpal) (Brotopuspito dan Wahyudi, 2007). Relief permukaan Gunungapi Kelud yang unik dengan bentukan homoki terbentuk akibat proses gerak massa material gunungapi akibat gravitasi bumi menuju wilayah yang lebih rendah. Sumberdaya lahan merupakan kondisi relief permukaan bu mi yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan. Sumberdaya la han dapat dimanfaatkan dengan berbagai macam kegiatan sekto ral guna menumbuhkan perekonimian wilayah (Kurniawan, 2005). Sumberdaya lahan Gunungapi Kelud tersebar pada setiap kondisi relief tertentu. Sumberdaya lahan Gunungapi Kelud dapat diman faatkan sesuai dengan karakteristik yang mencirikan setiap relief permukaan sehingga dapat dianalisa sumberdaya dan ancaman. Sumberdaya lahan Gunungapi Kelud perlu diinventarisasi untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah Gunungapi.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll7
Lokasi Penelitian Gunungapi Kelud terletak di Pulau Jawa tepatnya berada di Ja wa Timur (Koordinat 49M, 643859 mT, 9122244 mU). Secara ad ministratif Gunungapi Kelud termasuk dalam 5 wilayah yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kota Blitar dan Kota Kediri. Gunungapi Kelud berdampingan dengan gunungapi tua yaitu Gunungapi Kawi-Butak pada sisi Timur, Gunungapi Anjasmoro pada sisi Timur Laut (Gambar 1).
GAMBAR 1. Lokasi Penelitian (Sumber: Peneliti, 2014)
8lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 A
B
GAMBAR 2. Potensi Wisata Gunungapi Kelud (A. Akses wisata Gunungapi Kelud sebelum erupsi 2014; B. Antusias wisata pasca-erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kali Putih) (Sumber: Peneliti, 2014)
Kondisi Gunungapi Kelud memiliki relief datar hingga terjal. Kondisi Gunungapi Kelud ditunjukkan dengan material yang ber tingkat dari material kasar berupa batu yang berukuran boom hingga krakal dominan ditemukan pada wilayah lereng terjal dan berangsur lebih halus menuju relief datar. Kondisi Gunungapi Kelud memiliki potensi pariwisata gunungapi yang mulai dikembangkan baik dari sebelum hingga pasca-erupsi 2014, terlihat dari pembangunan akses dan antusias pengunjung yang terus bertambah (Gambar 2). Geologi Gunungapi Kelud termasuk dalam Lajur Gunungapi Kuarter. Lajur Gunungapi Selatan Jawa Timur dimulai pada Meio sen-Pleiosen yang menghasilkan Gunungapi Pegat dan Formasi Wuni. Gunungapi Anjasmoro terbentuk pada awal Pleistosen Te ngah. Gunungapi Kawi-Butak terbentuk pada kala Pleistosen Te ngah hingga awal Pleitosen Akhir. Gunungapi Kelud yang masih terus aktif dihasilkan selama Pleistosen Akhir-Holosen-Kuarter se karang (Santoso dan Atmawinata, 1992). Aktivitas Gunungapi Kelud mulai dicatat sejak tahun 1000. Ak tivitas Gunungapi Kelud mengalami tiga fase letusan yaitu eksplosif, freatomagmatik dan magmatik (Zaenuddin, 2009). Aktivitas Gu nungapi Kelud memberikan berkah terhadap sumberdaya lahan di wilayah Gunungapi Kelud. Aktivitas Gunungapi Kelud secara langsung ataupun tidak langsung memberikan dampak terhadap aktivitas ekonomi, sosial, budaya manusia.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll9
Pemanfaatan lahan di sekitar Gunungapi Kelud lebih dominan pada sektor pertanian dan perkebunan. Pemanfaatan lahan per tanian dapat dilihat pada lereng atas hingga dataran aluvial Gu nunapi Kelud. Pemanfaatan lahan berupa hutan dapat dijumpai pada lereng atas. Pemanfaatan lahan berupa hutan dan perkebunan dapat dijumpai pada lereng tengah. Pemanfaatan lahan berupa perkebunan, kebun dan tegalan dapat dijumpai pada lereng ba wah dan sawah irigasi dapat dijumpai pada dataran aluvial. Pe manfaatan lahan berupa perkebunan di lereng tengah dan bawah Gunungapi Kelud dimanfaatkan oleh perusahaan terpadu (PT) de ngan komoditas utama berupa tanaman cengkeh, kopi, pinus, dan tebu yang dikombinasi oleh masyarakat sekitar dengan tanaman buah utama, yaitu nanas.
Metode Kajian bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud dilakukan de ngan pendekatan geomorfologi. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Kelud merupakan dasar analisa sumberdaya lahan. Bahan yang digunakan dalam analisa Geomorfologi Gunungapi Kelud yaitu: (a) Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) berskala 1 : 25.000 dari Badan Informasi Geospasial (BIG); (b) Peta Geologi bersistem Pulau Jawa berskala 1 : 100.000; (c) citra SRTM 30m; (d) citra Landsat ETM; (e) Citra Digital Globe Gunungapi Kelud (USGS, 2014). Peralatan yang digunakan dalam analisa Geomorfologi Gu nungapi Kelud yaitu: (1) Peralatan untuk interpretasi peta dan citra secara digital dan visual Interpretasi peta dan citra meliputi seperangkat komputer dengan kemampuan untuk oleh gambar beserta software (Arc GIS 9.3) yang mampu menganalisa peta dan citra se hingga dapat mengklasifikasi dan menyajikan dalam ben tuk peta.
10lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 (2) Peralatan survei lapangan Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat iden tifikasi batuan dan tanah di lapangan beserta dokumentasi (video dan kamera) dan penentu posisi portable (GPS hand held). Identifikasi Geomorfologi Gunungapi Kelud dijabarkan dengan identifikasi satuan bentuklahan Gunungapi Kelud. Identifikasi sa tuan bentuklahan Gunungapi Kelud diperoleh berdasarkan inter pretasi satuan bentuklahan dari peta dan citra. Identifikasi satuan bentuklahan Gunungapi Kelud didasarkan pada perbedaan satuan relief beserta identifikasi bahan penutup permukaan (Sartohadi dkk, 2014). Identifikasi satuan bentuklahan dilakukan dengan deliniasi batas setiap satuan dengan memperhatikan kondisi morfologi (Peta RBI dan Citra) dan material penutup (Peta Geologi). Analisa satuan bentuklahan Gunungapi Kelud menjabarkan karakteristik yang melekat pada setiap satuan bentuklahan. Analisa satuan bentuklahan Gunungapi Kelud memiliki penciri yang khas dari setiap satuan bentuklahan (Rahmadana, 2013). Analisa satuan bentuklahan Gunungapi Kelud menunjukkan kondisi fisikal dari relief/topografi, aransemen, genesis dan litologi permukaan sebagai penciri geomorfologi. Analisa sumberdaya lahan Gunungapi Kelud ditunjukkan de ngan pemanfaatan lahan yang telah ada serta potensi sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Analisa sumberdaya lahan Gunungapi Kelud lebih memberikan informasi keterdapatan sumberdaya lahan yang terdapat pada kawasan Gunungapi Kelud. Analisa sumberdaya lahan Gunungapi Kelud dimulai dengan penggunaan lahan eksisting hingga sumberdaya lahan yang belum dikelola untuk dapat diinventarisasi.
Hasil dan Pembahasan Kawasan Gunungapi Kelud dan sekitarnya tersusun atas empat ke
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll11
lompok bentuklahan berdasarkan proses terbentuknya yaitu vul kanik, struktural, fluvial dan solusional. Kawasan Gunungapi Ke lud dipengaruhi proses utama berupa vulkanik gunungapi yang terlihat dari kenampakan muka dan dominasi material hasil erup si gunungapi. Topografi kawasan Gunungapi Kelud bervariasi dengan relief landai hingga terjal. Kawasan Gunungapi Kelud pada bentuklahan asal proses vulkan memiliki material yang ber tingkat dengan material ukuran boom ditemukan pada puncak dan semakin ke arah elevasi rendah ditemukan material berukuran ke cil. Bentuklahan pada Kawasan Gunungapi Kelud didominasi proses vulkanisme yang mempengaruhi satuan-satuan bentuk lahan di sekitarnya. Aktivitas vulkanisme Gunungapi Kelud mempengaruhi material penutup wilayah permukaan dan variasi ketebalan material pada lereng-lereng gunungapi. Material vul kanik Gunungapi Kelud relatif tersebar jauh di wilayah akibat tipe letusan yang eksplosif. Bentuklahan vulkan tidak sematamata hanya mengalami proses vulkanik akan tetapi juga fluviogravitasional. Proses fluvio-gravitasional menyebabkan material terendapkan pada wilayah yang datar atau cekung. Satuan bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud menjabarkan informasi karakteristik yang berbeda. Satuan bentuklahan di Ka wasan Gunungapi Kelud merupakan salah satu media untuk sidik cepat mengetahui kondisi Gunungapi Kelud. Satuan bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud menginformasikan sebagian kondisi fisik lingkungan permukaan bumi yang merupakan sumberdaya lahan. Satuan bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud menjadi dasar analisa wilayah guna perencanaan wilayah. Setiap satuan bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud di simbolkan berdasarkan kondisi genesis, relief/topografi, aransemen dan material permukaan. Genesis Kawasan Gunungapi Kelud dan sekitarnya yaitu vulkanik (V), fluvial (F), struktural (S) dan solusional (K). Relief/topografi Kawasan Gunungapi Kelud dan sekitarnya
12lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 teridentifikasi menjadi datar (P), bergelombang (U), berbukit (H) dan bergunung (M). Aransemen Kawasan Gunungapi Kelud dan sekitarnya diklasifikasikan dalam kompleks pegunungan (0), puncak (1), lereng atas (2), lereng tengah (3), lereng bawah (4), perbukitan (5) dan dataran (6). Kawasan Gunungapi Kelud dan sekitarnya terdapat 29 simbol material permukaan berupa pola area yang menunjukkan jenis batuan yang dapat diidentifikasi sebagai material penutup permukaan. Satuan bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud disajikan pada Tabel 1. dan persebarannya pada Gambar 3. TABEL 1. Satuan-satuan Bentuklahan di Kawasan Gunungapi Kelud dan Sekitarnya
GAMBAR 3. Peta Geomorfologi Gunungapi Kelud dan Sekitarnya
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll13
No Kode Pada Peta Nama Satuan Bentuklahan 1
M0V1
Komplek Pegunungan Breksi Gunungapi Muda Anjasmara
2
M0V18
Komplek Pegunungan Lava dan Breksi Gunungapi Kawi-Butak
3
M0V3
Komplek Pegunungan Breksi dan Tuf Gunungapi Anjasmara Tua
4
M1V13
Puncak Runtuhan Batu Debris Kelud
5
M2V1
Lereng Atas Breksi Gunungapi Tua Kelud
6
M2V12
Lereng Atas Lava Gunungapi Tua Kelud
7
M2V19
Lereng Atas Tuf Breksi dan Tuf Gunungapi Muda Kelud
8
M2V5
Lereng Atas Tuf Breksi Gunungapi Muda Kelud
9
M2V6
Lereng Atas Breksi dan Tuf Breksi Gunungapi Tua Kelud
10
U3V11
Lereng Tengah Tuf Gunungapi Muda Kelud
11
U3V15
Lereng Tengah Tuf dan Lahar Gunungapi Muda Kelud
12
U3V16
Lereng Tengah Endapan Lahar Gunungapi Kelud
13
U3V2
Lereng Tengah Breksi Tuf Gunungapi Muda Kelud
14
U3V3
Lereng Tengah Breksi dan Tuf Gunungapi Parasit Tua
15
U3V4
Lereng Tengah Breksi, Tuf dan Lahar Gunungapi Tua Kelud
16
U4V1
Lereng Bawah Breksi Morfoset Pawonsewu
17
U4V14
Lereng Bawah Tuf dan Lempung Gunungapi Tua Kelud
18
U4V16
Lereng Bawah Endapan Lahar Gunungapi Kelud
19
U4V17
Lereng Bawah Lava Andesit Lava Andesit Parasit
20
U4V27
Lereng Bawah Kerakal-pasir, Tuf dan Lempung Endapan Lahar
21
U4V29
Lereng Bawah Kerakal-pasir Endapan Lahar Gunungapi Kelud
22
H3V12
Lereng Tengah Lava Gunungapi Parasit Muda
23
H3V5
Lereng Tengah Tuf Breksi Gunungapi Parasit Muda
24
H4V1
Lereng Bawah Breksi Morfonit Klotok
25
H4V9
Lereng Bawah Breksi Andesit-basal Formasi Wuni
26
H5K23
Perbukitan Batugamping Formasi Wonosari
27
H5K24
Perbukitan Batugamping Kristalin Formasi Campurdarat
28
H5S10
Perbukitan Breksi Andesit-basal dan lava andesit Formasi Wuni
29
H5S25
Perbukitan Batu Lempung dan Napal Formasi Nampol
30
H5S3
Perbukitan Lava Andesit-basal Formasi Mandalika
31
H5S9
Perbukitan Breksi Andesit-basal Formasi Wuni
32
H5V21
Perbukitan Tuf Lapili Endapan Tuf
14lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 33
P6F26
Dataran Pasir, Lempung dan Lumpur Endapan Lahar
34
P6F27
Dataran Kerakal-pasir, Tuf dan Lempung Endapan Lahar
35
P6F28
Dataran Kerakal, Kerikil, Pasir dan Lempung Endapan Lahar
36
P6F7
Dataran Lahar Breksi Formasi Wuni
37
P6V20
Dataran Tuf Breksi dan Tuf Pasiran Gunungapi Kawi-Butak
38
P6V22
Dataran Batupasir dan Batulempung Formasi Kabuh
Elevasi (m)
Profil melintang dari puncak menuju arah Barat Daya Gu nungapi Kelud ditunjukkan pada Gambar 4. Dataran aluvial ditun jukkan dengan relief yang datar hingga landai pada wilayah yang menjauh dari puncak. Berdasarkan profil melintang A-B dapat di identifikasi bagian dari Gunungapi Kelud, dimulai dari puncak yang menjulang tinggi, lereng atas dicirikan dengan sudut lereng terjal dengan profil lembah dan igir tidak beraturan, lereng tengah dicirikan dengan mulai terlihat bentukan lembah dan igir lebih ber aturan, lereng bawah yang terlihat bergelombang hingga landai dan dataran aluvial yang terlihat datar hingga landai.
Profil Melintang A-B
1.500
Puncak Gunungapi Kelud
1.000
Gunungapi Tua Pegat
500 0
10.000
20.000 Jarak (m)
30.000
40.000
GAMBAR 4. Profil Melintang A – B (Puncak Gunungapi Kelud – Barat Daya)
Profil melintang A-B menunjukkan relief Gunungapi Tua Pegat merupakan suatu perbukitan yang berjarak datar sekitar 28 km dari puncak Gunungapi Kelud. Gunungapi Tua Pegat diduga terjadi pada masa Meiosen-Pleiosen terbentuk dari aktivitas gunungapi yang menghasilkan Lava Pegat (Santoso dan Atmawinata, 1992). Material yang dapat ditemukan yaitu batuan breksi andesit-basal
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll15
dan lava andesit (Gambar 5). Gunungapi Tua Pegat memiliki umur yang lebih tua dibanding Gunungapi Kelud sehingga memiliki perkembangan tanah lebih intensif dan dimanfaatkan penduduk sekitar sebagai bahan baku pembuatan batu bata.
A
B
GAMBAR 5. Material Permukaan di Gunungapi Tua Pegat (H5S10); A. Batuan Breksi Andesitbasal; B. Lava Andesit (Peneliti, 2014)
Profil melintang sisi utara hingga selatan Gunungapi Kelud ditunjukkan pada Gambar 6. Profil menunjukkan sisi utara da ri wilayah dataran aluvial, komplek pegunugan Gunungapi Tua Anjasmoro, Gunungapi Kelud dan sisi selatan terdapat perbu kitan struktural Formasi Wuni. Pada profil ditunjukkan Sisi Uta ra memiliki lereng yang lebih terjal dibandingkan Sisi Selatan Gu nungapi Kelud. Profil melintang Gunungapi Kelud memberikan gambaran bagian lereng tengah hingga puncak memiliki sudut le reng yang terjal. Profil melintang D-C Gunungapi Kelud menunjukkan lereng atas dan puncak Gunungapi Kelud terlihat lereng terjal dengan bentukan lembah dan igir yang tegas. Profil melintang D-C Gu nungapi Kelud mengindikasikan material lepas-lepas di wilayah puncak dan lereng atas mengalami gerak massa akibat gravitasional intensif terjadi.
16lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Profil Melintang D-C 1.400
Elevasi (m)
1.200 1.000 800 600
Gunungapi Kelud
Gunungapi Tua Anjasmoro
400
Formasi Wuni
200 0
20.000
Jarak (m)
40.000
60.000
GAMBAR 6. Profil Melintang D - C (Utara-Selatan Gunungapi Kelud)
Puncak Gunungapi Kelud dicirikan dengan terbentuknya ka wah. Puncak Gunungapi Kelud terisi oleh air kawah dan terbentuk kubah lava. Puncak Gunungapi Kelud berupa kawah yang diapit oleh puncak-puncak gunungapi tua seperti Gunung Gajahmungkur, Gunung Sumbing dan Gunung Lirang. Puncak Gunungapi Kelud memiliki lereng sangat terjal dan lembah yang dalam. Daya tarik Gunungapi Kelud berada di puncak. Daya tarik puncak ditemukan pada kawah gunungapi dan kubah lava yang merupakan sumber material Gunungapi Kelud (Gambar 7). Erupsi Gunungapi Kelud 2014 menyebakan material piroklastik dari ku bah lava menyebar ke sekeliling hingga radius 500 km. Daya tarik dari sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana wisata alam sehingga menjadi sumber penghasilan masyarakat.
GAMBAR 7. Kodisi Puncak Gunungapi Kelud (M1V13) Pra-erupsi tanggal 11 Januari 2014 (Kubah lava pasca-erupsi sudah tidak ditemukan) (Peneliti, 2014)
Lereng atas Gunungapi Kelud dicirikan dengan sudut lereng terjal dan memiliki lembah dalam. Intesitas material gerak massa juga tampak pada badan sungai yang mengalami proses transportasi dan sedimentasi. Material permukaan yang banyak ditemukan
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll17
yaitu berupa tuf, breksi dan lahar. Lereng atas Gunungapi Kelud merupakan zona utama aktivitas erupsi. Lereng atas Gunungapi Kelud terkena erupsi secara langsung yang ditunjukkan dengan vegetasi penutup lahan habis tersapu oleh material piroklastik (Gambar 8). Wilayah lereng atas Gunungapi Kelud difungsikan sebagai hutan. Wilayah lereng atas Gunungapi Kelud lebih intensif mene rima material erupsi yang frekuensi kejadian ± 25 tahun menye babkan tanaman keras tidak memiliki kesempatan untuk dapat tumbuh optimal. Wilayah lereng atas Gunungapi Kelud memiliki material lepas-lepas dengan ukuran dari boom hingga pasir dan perkembangan tanahnya kurang berkembang karena material baru menutupi lapisan tanah yang baru terbentuk. Wilayah lereng atas Gunungapi Kelud dimanfaatkan dengan penggunaan lahan berupa semak belukar dan rumput.
GAMBAR 8. Lereng Atas Gunungapi Kelud (Peneliti, 2014)
Lereng tengah Gunungapi Kelud memiliki ciri berdeda dengan lereng atas maupun lereng bawah. Lereng tengah Gunungapi Kelud memiliki igir yang lebar dan relief bergelombang yang tegas. Lereng tengah Gunungapi Kelud pada bagian lembah memiliki sudut lereng terjal dan jarak antar lembah berdekatan. Perbedaan morfologi pada bagian permukaan lebih tampak akibat sortasi material yang berasal dari sumber Gunungapi Kelud. Material pada bagian permukaan masih banyak ditemukan berukuran pasir hingga kerikil.
18lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Lereng tengah Gunungapi Kelud pada sisi Barat Daya memiliki perbedaan perkembangan tanah yang berdeda dengan sisi lain. Le reng tengah Gunungapi Kelud pada sisi Barat Daya memiliki batuan permukaan berupa breksi tuf dan banyak ditemukan rembesan. Lereng tengah Gunungapi Kelud sisi Barat Daya mengalami per kembangan tanah lebih cepat dan lebih subur dibandingkan sisi Gunungapi Kelud lain. Lereng tengah Gunungapi Kelud sisi Barat Daya lebih banyak dimanfaatkan untuk pertanian dengan tanaman sayuran. Wilayah pada lereng tengah Gunungapi Kelud nampak akti vitas manusia mulai intensif terjadi. Pemanfaatan lahan yang in tensif untuk pertanian lebih dipengaruhi oleh material penutup lahan berupa breksi dan tuf yang mengandung unsur hara tinggi serta ditunjang sumberdaya air yang mencukupi pada sisi Barat Daya Gunungapi Kelud. Wilayah pada lereng tengah Gunungapi Kelud mulai dimanfaatkan sebagai pemukiman yang dominan di bangun pada bagian igir (Gambar 9). Faktor kedekatan antara la han pertanian dengan pemukiman menyebabkan lereng tengah digunakan sebagai tempat bermukim walaupun akses sulit dan an caman bencana gunungapi lebih besar.
GAMBAR 9. Kondisi Satuan Bentuklahan Gunungapi Kelud Sisi Timur Laut (Diambil dari Bendungan Selorejo) (Peneliti, 2014)
Lereng bawah Gunungapi Kelud memiliki ciri yaitu memiliki relief bergelombang (undulating). Lereng bawah Gunungapi Kelud memiliki igir yang lebih lebar dibanding lereng tengah dan relief
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll19
bergelombang. Lereng bawah Gunungapi Kelud pada bagian lem bah (aliran sungai utama) memiliki jarak yang jauh dan sudut lereng tidak terjal. Lereng bawah Gunungapi Kelud memiliki material yang lepas-lepas berupa pasiran (Gambar 10).
A
BB
Gambar 10. Kondisi Lereng Bawah Gunungapi Kelud; A. Relief bergelombang dan pemanfaatan perkebunan cengkeh; B. Tanah pasiran terbentuk dari material piroklastik dan perlapisan tanah terbentuk dari beberapa kejadian erupsi Gunungapi Kelud (Peneliti, 2014)
Wilayah lereng bawah Gunungapi Kelud dimanfaatkan menjadi lahan pertanian berupa perkebunan. Wilayah lereng bawah Gunungapi Kelud menjadi komoditas perkebunan dengan tanaman cengkeh, kopi, pinus dan tebu. Perselingan tanaman perkebunan dimanfaatkan masyarakat untuk ditanami buah nanas yang menjadi komoditas unggulan wilayah Gunungapi Kelud. Wilayah lereng bawah Gunungapi Kelud mulai ditemukan sawah irigasi yang menggunakan teknik konservasi terasiring. Wilayah lereng bawah Gunungapi Kelud memiliki igir yang lebar sehingga pemukiman penduduk dapat mudah terbangun. Dataran aluvial Gunungapi Kelud memiliki relief yang datar hingga landai. Dataran aluvial Gunungapi Kelud terbentuk oleh proses fluvio-vulkan yang disominasi material pengendapan. Dataran aluvial Gunungapi Kelud oleh proses fluvial dipengaruhi
20lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 oleh aktivitas dari sungai utama yaitu Sungai Brantas yang berhulu dari Gunungapi Kelud. Dataran aluvial Gunungapi Kelud memiliki material halus berupa pasir, lumpur dan lempung yang bersumber dari hasil transport material gunungapi yang terendapkan pada wilayah yang datar. Wilayah dataran aluvial Gunungapi Kelud dimanfaatkan sebagai wilayah pertanian produksi. Wilayah dataran aluvial Gunungapi Kelud memiliki penggunaan lahan berupa sawah irigasi dan kebun. Wilayah dataran aluvial Gunungapi Kelud memiliki relief yang datar dan sumberdaya air melimpah menyebabkan sistem irigasi dapat optimal dijalankan. Wilayah dataran aluvial Gunungapi Kelud diupayakan untuk tanaman tebu yang memiliki nilai produksi tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dioptimalkan produktivitas tanaman tebu ditandai dengan pabrik gula yang terus beroprasi (Gambar 11). Wilayah dataran aluvial Gunungapi Kelud menjadi wilayah perkembangan kota dimana ibu kota/kabupaten seperti wilayah administrasi Kota Blitar dan Kota Kediri.
GAMBAR 12. Dataran Aluvial Gunugapi Kelud (Peneliti, 2014)
Gunungapi Kelud memberikan penciri geomorfologi yang unik untuk diamati sehingga dapat memberikan gambaran pemanfaatan lahan yang sesuai. Gunungapi Kelud terbentuk dari 2 genesis yaitu
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll21
vulkan dan fluvial. Gunungapi Kelud memiliki 6 aransemen yaitu puncak, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah, perbukitan dan dataran. Gunungapi Kelud 4 relief/topografi yaitu pegunungan, berbukit, bergelombang dan datar. Gunungapi Kelud memiliki morfologi unik terutama pada bagian puncak. Morfologi Gunungapi Kelud dimulai dari bagian puncak yang menjadi sumber material. Morfologi puncak Gunungapi Kelud sebelum tahun 2007 pada bagian dasar creater terbentuk danau kawah dengan warna air biru kehijauan (Gambar 12.A). Morfologi puncak Gunungapi Kelud tahun 2007-2014 tumbuh kubah lava (Gambar 12.B) hingga terjadi erupsi tahun 2014 kubah lava hilang dan bentuk puncak tidak berubah. Morfologi lereng atas Gunungapi Kelud dicirikan dengan bentuk igir yang runcing, lembah yang dalam dan bentuk dasar sungai yang “V” dalam (Gambar 12.C).
A. Puncak (Danau Kawah)
B. Puncak (Kubah Lava)
C. Lereng Atas
D. Lereng Tengah
E. Lereng Bawah
F. Dataran Aluvial
GAMBAR 3. Sketsa Morfologi Gunungapi Kelud (Peneliti, 2014)
22lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Morfologi lereng tengah Gunungapi Kelud dicirikan dengan igir yang mulai bergelombang dengan bentuk lembah dan igir memiliki jarak yang dekat dan memiliki lembah sungai yang dalam (Gambar 12. D). Morfologi lereng bawah Gunungapi Kelud dicirikan dengan relief yang bergelombang, lembah yang dangkal dan bentuk dasar sungai berbentuk “U” sempit (Gambar 12.E). Morfologi dataran aluvial Gunungapi Kelud dicirikan dengan relief yang datar hingga landai, lembah yang dangkal dan bentuk dasar sungai berbentuk “U” lebar (Gambar 12.E). Sumberdaya lahan Gunungapi Kelud secara keseluruhan da pat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sum berdaya lahan Gunungapi Kelud memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga dapat dimanfaatkan pada sektor pertanian, perkebunan, pariwisata, pertambangan, jasa dan perdagangan. Sumberdaya la han Gunungapi Kelud yang terus dimanfaatkan oleh masyarakat terlihat dari fungsi lahan seperti pada Peta Penggunaan Lahan Gunungapi Kelud dan sekitarnya (Gambar 13). Sumberdaya la han Gunungapi Kelud yang intensif berkembang, yaitu pada wi layah dataran aluvial dimana ditemukan banyak pemukiman. Per kembangan wilayah dipengaruhi keberadaan wilayah kota yang tumbuh sektor jasa dan perdagangan akibat komoditas utama wi layah hasil pemanfaatan sumberdaya lahan. Sektor pariwisata menjual keindahan alam yang merupakan sumberdaya lahan yang mencirikan Gunungapi Kelud terdapat pada wilayah puncak. Sektor pariwisata Gunungapi Kelud meru pakan salah satu aset yang memiliki nilai jual tinggi dan menjadi bahan perdebatan atas kepemilikan lahan. Sektor pariwisata dengan munculnya sumber mataair pada tekuk lereng menunjukkan es tetika keindahan alam Gunungapi Kelud. Sektor pariwisata Gu nungapi Kelud yang mulai muncul yaitu pada wisata minat khusus bencana akibat erupsi Gunungapi Kelud 2014. Sektor perkebunan Gunungapi Kelud terdapat pada lereng tengah hingga lereng bawah Gunungapi Kelud. Sektor perkebunan
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll23
GAMBAR 13. Peta Penggunaan Lahan Gunungapi Kelud dan Sekitarnya
telah dijalankan sejak jaman Bangsa Belanda berada di Indonesia. Sektor perkebunan yang banyak ditemukan pada lereng-lereng Gunungapi Kelud yaitu tanaman cengkeh, kopi, pinus dan tebu yang sekarang telah dikuasai pengelolaannya oleh Perusahaan Terbatas (PT). Sektor perkebunan cengkeh dan tebu masih menjadi komoditas utama dan merupakan sumber penghasilan masyarakat sekitar untuk bekerja. Sektor pertanian Gunungapi Kelud terdapat pada lereng atas hingga dataran aluvial. Sektor pertanian pada lereng atas dimulai
24lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dengan penanaman pohon keras seperti mahoni dan sengon yang memiliki umur tanaman pendek dan nilai jual tinggi. Sektor pertanian pada lereng tengah hingga bawah mulai digunakan sebagai kebun campuran dan menjadi komoditas tanaman buah. Sektor pertanian tanaman buah yang banyak dikembangkan yaitu nanas, duruan, alpukat dan manggis. Sektor pertanian pada lereng bawah dan dataran aluvial digunakan untuk tanaman padi, jagung dan tebu. Sektor pertambangan Gunungapi Kelud terdapat pada lereng bawah hingga dataran aluvial. Sektor pertambangan Gunungapi Kelud yaitu bahan galian Golongan C berupa pasir dan batu. Sektor pertambangan Gunungapi Kelud berada pada lembah-lembah sungai dimana material piroklastik terangkut dan terendapkan bahkan dibendung untuk dapat ditambang. Sektor pertambangan Gunungapi Kelud pada lereng bawah banyak menggali material batu dan pasir sedangkan pada dataran aluvial lebih banyak mengeruk pasir. Pemanfaatan lahan yang berlangsung menunjukkan bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud memiliki keterkaitan terhadap persebaran setiap satuan beserta karakteristiknya dengan kesesuaian penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan Gunungapi Kelud tidak terlepas dari penciri satuan bentuklahan yang menunjukkan sumberdaya lahan untuk dapat diolah. Pemanfaatan lahan yang dapat menghasilkan produktivitas dari bentang sumberdaya lahan juga mampu memberikan peringatan akan ancaman yang dapat muncul pada setiap wilayah Gunungapi Kelud. Pemanfataan lahan membutuhkan kearifan dalam pengelolaan agar dapat terus menerus memberikan hasil demi kehidupan masyarakat.
Kesimpulan Bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud dijabarkan dengan satuan bentuklahan yang mencirikan kondisi khas pada setiap
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll25
satuan bentuklahan. Bentang sumberdaya lahan memiliki korelasi dengan penggunaan lahan. Bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud menunjukkan spasial wilayah dengan berbagai potensi sumberdaya yang layak untuk dimanfaatkan. Bentang sumberdaya lahan Gunungapi Kelud memberikan dasar perencanaan guna pengembangan wilayah di sekitar Gunungapi Kelud.
Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan bentang sumber daya lahan Gunungapi Kelud yaitu: 1. Inventarisasi data spasial mutlak diperlukan untuk dapat merencanakan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kon disi aktual serta ancaman pada suatu wilayah. 2. Pemanfaatan Peta Geomorfologi Gunungapi Kelud dapat digunakan sebagai peta dasar perencanaan wilayah di se kitar Gunungapi Kelud. 3. Penggunaan lahan yang berada di wilayah kurang sesuai dengan fungsi lahan berdasarkan kondisi geomorfologi perlu untuk dikaji ulang agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan.
Daftar Pustaka Brotopuspito, K.S. dan Wahyudi. 2007. Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempabumi di Sekitarnya. Makalah Berkala MIPA, 17 (3) September 2007 Kurniawan, A. 2005. Fungsi Daya Dukung Sumberdaya Alam Ter hadap Perkembangan Ekonomi Wilayah di Kabu paten Sleman. Majalah Geografi Indonesia, Vol 19, No.2, September 2005, Hal 141-154 Lagvine, F., Coster, B. D., Juvin, N., Flohic, F., Gaillard, J., Texier, P., Morin, J., Sartohadi, J. 2008. People’s Behaviour in
26lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 The Face of Volcanic Hazard: Perpectives from Javanese Communities, Indonesia. Journal of Volcanology and Geo thermal Research 172 (2008) 273-287. Science Direct Legowo, D., Suparman dan Subarkah. 2006. Sejarah Sabo di Indo nesia. Jakarta: Yayasan Air ADHI EKA Santoso, S. dan Atmawinata, S. 1992. Geologi Lembar Kediri, Jawa. Lembar 1508-3. Skala 1:100.000. Bandung: Pusat Pene litian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertam bangan dan Energi Sartohadi, J. 2007. Terapan Geomorfologi dalam Pengelolaan Sum berdaya Air. Alami, Vol 12 Nomor 1 Tahun 2007: 16-21 Sartohadi, J., Sianturi, R. S., Rahmadana, A. D. W., Maritimo, F., Wa cano, D., Munawaroh, Suryani, T., dan Pratiwi, E.S2. 2014. Bentang Sumberdaya Lahan Kawasan Gunungapi Ijen dan Sekitarnya. Laboratorium Geografi Tanah, Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rahmadana, A. D. W. 2013. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kritis Berbasis Pendekatan Geomorfologi di DAS Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Thesis, Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Dae rah Aliran Sungai, Fakultas Geografi. Yogyakarta: Univesitas Ga djah Mada Zaennudin, A. 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud. Bu letin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009: 1 – 17.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll27
TEMA
2
Pemetaan Daerah Rawan Jatuhan Material Piroklastik: Kasus Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Mapping of the Susceptible Areas for Pyroclastic Fall: A Case of Kelud Volcano Eruption in 2014 (Garri Martha Kusuma Wardhana, Febrian Maritimo, Edwin Maulana, Ali Ammarullah)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta daerah rawan jatuhan material piroklastik Gunungapi Kelud. Pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik dibuat berdasarkan pada kejadian erupsi Bulan Februari tahun 2014. Material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud yang dipetakan dalam penelitian ini adalah abu, pasir dan batu apung (pumice). Fokus analisis daerah rawan ja tuhan material piroklastik dilakukan di 3 kabupaten dan 2 kota di Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Kediri dan Kota Kediri.
28lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah ke tebalan endapan material piroklastik dan diameter pumice hasil erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Data dikumpulkan melalui teknik purposive sampling di sekeliling kawah dan mayoritas daerah di sisi Barat dan Barat Daya gunungapi sesuai arah hembusan angin ketika erupsi terjadi. Peta daerah rawan jatuhan material piroklastik dibuat menggunakan metode interpolasi dan scoring terhadap para meter tebal endapan material piroklastik dan diameter pumice. Desa-desa dengan tingkat kerawanan tinggi tersebar di 2 ke camatan di Kabupaten Malang, 3 kecamatan di Kabupaten Blitar dan 4 kecamatan di Kabupaten Kediri. Desa-desa dengan tingkat kerawanan sedang tersebar di 2 Kecamatan di Kabupaten Malang, 4 kecamatan di Kabupaten Blitar dan 7 kecamatan di Kabupaten Kediri. Desa-desa dengan tingkat kerawanan rendah tersebar di 2 kecamatan di Kabupaten Malang, 11 kecamatan di Kabupaten Blitar, 3 kecamatan di Kota Blitar, 11 Kecamatan di Kabupaten Ke diri dan 2 kecamatan di Kota Kediri. Kata Kunci: pemetaan, rawan, piroklastik, erupsi, Gunungapi Kelud Abstract The aim of this research is to create a map of the susceptible area for Kelud Volcano’s pyroclastic fall. The Susceptibility map for pyroclastic fall was built based on the post-eruption in February 2014. The type of Pyroclastic material used in this susceptibility map are ashfall, sand and pumice. The focus analysis for susceptible area was performed on 3 regencies and 2 cities in the East Java Province, i.e. Malang Regency, Blitar Regency, Blitar City, Kediri Regency and Kediri City. The types of collected data in this research are the thickness of pyro clastic material deposit and the diameter of pumice. The data was collected using purposive sampling around the volcanic’s crater and on the west and southwest areas of Kelud Volcano. Majority of sampling area was pointed based on the wind direction when the eruption happened. The susceptibility
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll29
map of pyroclastic fall was created by interpolating and scoring method toward the thickness of pyroclastic material deposit and the diameter of pumice. The villages included in the high susceptible area spread over 2 subdisticts in Malang Regency, 3 sub-districs in Blitar Regency and 4 subdistrics in Kediri Regency. The villages included in the moderate susceptible area spread over 2 sub-disticts in Malang Regency, 4 sub-districs in Blitar Regency and 7 sub-districs in Kediri Regency. The villages included in the low susceptible area spread over 2 sub-disticts in Malang Regency, 11 subdistrics in Blitar Regency, 3 sub-districs in Blitar City, 11 sub-districs in Kediri Regency and 2 sub-districs in Kediri City. Keywords: mapping, susceptible, pyroclastic, eruption, Kelud Volcano
Latar Belakang
P
emetaan daerah rawan sangat penting dilakukan. Pemetaan kerawanan dapat membantu mengurangi risiko bencana. Peta kerawanan menentukan daerah yang secara fisik berpotensi atau telah terkena dampak dari bahaya. Beberapa bahaya yang ada di Indonesia diantaranya bahaya Gunungapi, bahaya tsunami, ba ha ya gempa bumi, bahaya longsor, bahaya kekeringan, bahaya kebakaran hutan dan lahan dan bahaya banjir. Salah satu bahaya yang menarik untuk dipetakan kerawanannya adalah bahaya erupsi Gunungapi. Banyaknya penduduk yang menggantungkan kehidupan dan penghidupan pada daerah sekitar gunungapi teru tama di Gunungapi Kelud menjadi perhatian tersendiri dalam pen tingnya pembuatan peta kerawanan erupsi Gunungapi Kelud. Erupsi Gunungapi Kelud pernah menelan korban jiwa paling besar (10.000 jiwa) yaitu tahun 1586 (Zaennudin, 2009). Gunungapi Kelud memiliki periode erupsi yang cukup panjang, yaitu kurang lebih 20 tahunan (Zaennudin, 2009, Kirbani & Wahyudi, 2007). Erupsi Gunungapi Kelud selalu bersifat eksplosif. Erupsi Gunungapi
30lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kelud diawali erupsi freatik lalu di ikuti erupsi freatomagmatik dan magmatik yang mengendapkan aliran dan jatuhan material piroklastik. Erupsi Gunungapi Kelud menghasilkan VEI bervariasi mulai dari skala 1 hingga 4 (Gambar 1) (Anonim, 2014). Perubahan tipe erupsi Gunungapi Kelud menjadi efusif terjadi pada tahun 2007. Erupsi tahun 2007 membuat volume air danau kawah Gunungapi Kelud menjadi jauh berkurang karena terbentuk kubah lava. Tipe erupsi Gunungapi Kelud berubah kembali menjadi eksplosif pada tahun 2014. Erupsi tahun 2014 melontarkan material piroklastik dan memecahkan kubah lava yang terbentuk tahun 2007. Erupsi tahun 2014 melontarkan material piroklastik hingga ketinggian 17 km dan sampai ke daerah Garut, Bandung serta Tasikmalaya di Jawa Barat (Widhi, 2014). Jatuhan material piroklastik tidak hanya dapat merusak rumah atau lahan pertanian namun juga dapat menimbulkan korban jiwa jika terkena langsung oleh material erupsi yang berukuran cukup besar. Pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 menjadi penting untuk dilakukan agar kedepannya dapat meminimalisasi dampak kerugian akibat erupsi Gunungapi Kelud yang akan datang.
GAMBAR 1. Grafik Volcanic Eruption Index Gunungapi Kelud (Anonim, 2014)
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll31
Tujuan dari pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 adalah untuk memetakan dan mem berikan informasi kepada pemerintah maupun masyarakat sekitar Gunungapi Kelud terkait daerah mana saja yang memiliki kerawanan tinggi, sedang dan rendah. Masyarakat yang tinggal di daerah kerawanan tinggi diharapkan sadar bahwa mereka memiliki risiko bencana besar yang dapat mengganggu kehidupan dan penghidupan mereka apabila Gunungapi Kelud erupsi. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya erupsi Gunungapi Kelud yang akan mereka hadapi sewaktu – waktu dapat mengurangi risiko bencana. Risiko bencana dapat berupa korban jiwa maupun kerugian materi terutama rumah rusak akibat jatuhan material erupsi Gunungapi Kelud. Peta ini juga dapat dijadikan pedoman untuk analisis risiko bencana dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Kelud.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di area radius 30 km dari titik tengah kawah Gunungapi Kelud yang memiliki ketinggian mencapai 1731 mdpal. Wilayah administrasi penelitian meliputi Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Blitar, Kota Blitar dan Kabupaten Malang. Relief lokasi penelitian cukup beragam mulai dari datar hingga terjal. Lereng Gunungapi Kelud di dominasi oleh lembah sungai yang dalam dengan igir meruncing. Material utama penyusun tubuh Gunungapi Kelud adalah endapan aliran dan jatuhan pi roklastik (Zaennudin, 2009). Lokasi penelitian sekitar kawah Gu nungapi Kelud di lihat dari citra SRTM tidak berbentuk bulat dan tidak teratur. Relief kawah Gunungapi Kelud yang tidak teratur dan tidak berbentuk bulat merupakan ciri dari kawah gunungapi bertipe eksplosif. Arah material jatuhan hasil erupsi Gunungapi Kelud tidak bisa diprediksi secara tepat karena dapat menyebar ke segala arah.
32lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 2. Peta Administrasi Sekitar Gunung Kelud
Metode Data yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri dari data primer yaitu sampel material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud ta hun 2014. Sampel material piroklastik berupa ukuran pumice dan tebal endapan material piroklastik. Sampel di ambil secara bertujuan (Purposive Sampling). Sampel bertujuan berdasarkan pada arah dan ukuran material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014. Letusan yang mengarah ke barat dan barat daya menjadikan pengambilan sampel lebih banyak dilakukan di daerah barat dan barat daya Gu nungapi Kelud. Pengambilan sampel dilakukan dengan melihat dominasi material piroklastik dalam suatu area yang ditentukan. Material piroklastik yang dominan dapat berupa abu, pasir atau pumice. Tebal endapan material piroklastik di hitung jika material dominan berupa abu dan pasir. Diameter material piroklastik di hitung jika material piroklastik yang jatuh di area pengambilan sampel di dominasi oleh pumice. Sampel material piroklastik di analisis menggunakan metode interpolasi untuk membuat peta sebaran tebal endapan material
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll33
piroklastik dan peta sebaran ukuran pumice. Metode interpolasi yang digunakan adalah Radial Basis Function (RBF) yang terdapat pada software Surfer 9. RBF digunakan karena menurut Golden Soft ware (2014), pengembang software surfer 9, metode interpolasi RBF mempertimbangkan titik pusat atau titik awal sebagai titik ikat atau pedoman interpolasi. Titik pusat dalam pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 adalah titik tengah kawah Gunungapi Kelud. Metode interpolasi RBF juga dapat menghaluskan hasil dari interpolasi dengan persebaran data tidak merata dalam berbagai nilai (Baxter, 1992, Wright, 2003). Peta sebaran tebal endapan material piroklastik dan peta ukuran pumice yang telah di interpolasi kemudian di analisis menggunakan metode intersect dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Hasil intersect antara peta sebaran tebal endapan material piroklastik dan peta ukuran pumice berupa peta daerah rawan jatuhan material piroklastik. Metode intersect dilakukan dengan membuat skor pada dua parameter, yaitu tebal endapan material piroklastik dan ukuran pumice (Tabel 1). Hasil Skoring dari parameter tebal endapan material piroklastik dan ukuran pumice di klasifikasi untuk di jadikan peta daerah rawan jatuhan material piroklastik (Tabel 2). Peta daerah rawan jatuhan material piroklastik hasil skoring di lakukan validasi dengan data kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat dari jatuhan material piroklastik di lapangan serta melalui interpretasi citra sebelum dan sesudah erupsi 2014. TABEL 1. Skoring tebal abu dan besar diameter pumice Tebal Endapan Material Piroklastik (cm)
Skor
Diameter Ukuran Pumice (cm)
Skor
0-2
1
0–2
1
2.1 - 6
2
2.1 – 4
2
>6
3
>4
3
Sumber: Pengolahan Data, 2014
34lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 TABEL 2. Skor klasifikasi peta daerah rawan jatuhan material piroklastik Kerawanan
Skor (Skor tebal endapan + Skor besar diameter)
Kerawanan Rendah
2
Kerawanan Sedang
2.1 – 4
Kerawanan Tinggi
4.1 – 6
Sumber: Pengolahan Data, 2014
Hasil dan Pembahasan Sebaran Material Piroklastik Erupsi Gunungapi Kelud 2014 bersifat eksplosif. Menurut PVMBG, erupsi Gunungapi Kelud mencapai ketinggian lebih dari 15 km dari pusat erupsi (Fikri, 2014). Erupsi yang bersifat eksplosif dari Gunungapi Kelud mengeluarkan material piroklastik yang dominan berupa abu, pasir dan pumice. Material yang dilontarkan ke udara kemudian jatuh dan diendapkan di permukaan bumi. Material berat dan berdiameter besar akan diendapkan terlebih dahulu di daerah yang relatif dekat dengan pusat erupsi. Material dengan diameter kecil hingga halus serta ringan akan diendapkan kemudian di daerah yang relatif lebih jauh dari pusat erupsi. Material jatuh di hampir seluruh wilayah Kabupaten Kediri sebagian Kabupaten Blitar dan Kota Blitar serta sebagian Kabupaten Malang dalam ra dius 30 km dari pusat erupsi. Erupsi tahun 2014 juga menghancurkan kubah lava dasit yang terbentuk tahun 2007 (Gambar 3). Hasil pecahan kubah lava dasit tahun 2007 tersebar pada radius kurang dari 5 km dari pusat erupsi. Material kubah lava dasit yang cukup berat menjadikan jatuhan pecahan kubah lava dasit tidak sampai terlempar lebih dari radius 5 km. Material kubah lava dasit berbeda dengan material pumice yang memiliki berat lebih ringan dibandingkan dengan material kubah lava dasit. Material pumice terlontar lebih dari radius 30 km dari pusat erupsi. Ukuran material pumice semakin jauh dari pusat
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll35
erupsi akan semakin kecil. Tebal endapan material piroklastik yang dominan abu dan pasir juga semakin tipis jika jarak dari pusat erupsi semakin jauh.
GAMBAR 3. Pecahan Kubah Lava Dasit 2007 pada Jarak 1 km dari Pusat Erupsi
Jatuhan material piroklastik berupa pumice pada jarak 1 km dari puncak berukuran paling besar yaitu diameter lebih dari 50 cm (Gambar 4). Jatuhan material pumice terlihat pada Gambar 11 memiliki pola yaitu mengarah ke arah barat, terutama dengan diameter 2-4 cm. Pola yang mengarah ke barat karena beberapa faktor, diantaranya di sebelah Barat Gunungapi Kelud memiliki morfologi yang datar dan angin mengarah ke barat. Material pumice yang sudah tidak lagi besar dan angin yang cukup kencang mampu menerbangkan sebagian pumice berukuran kecil ke arah barat. Sebelah timur Gunungapi Kelud berbatasan langsung dengan Gu nung Kawi—Butak dengan ketinggian yang lebih tinggi daripada
GAMBAR 4. Besar pumice pada jarak 1 km dari pusat erupsi
36lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Gunungapi Kelud sehingga menjadi penghalang dalam persebaran material pumice yang lebih jauh ke arah timur. Faktor morfologi dan angin berlaku juga untuk material piroklastik dengan ukuran lebih kecil seperti abu dan pasir yang lebih banyak tersebar ke arah barat. Material piroklastik yang tersebar di tiga Kabupaten memiliki ukuran yang berbeda-beda. Material piroklastik di Kabupaten Malang lebih dominan berupa abu (Gambar 5) dan pasir halus serta sedikit pumice. Pumice yang jarang di jumpai di Kabupaten Malang memiliki ukuran yang cukup besar yakni lebih dari 10 cm (Gambar 6). Pumice dengan ukuran besar di jumpai di daerah Waduk Selorejo. Waduk Selorejo berjarak 6 km dari pusat erupsi dan merupakan daerah yang datar berupa lembah sehingga pumice berukuran besar mampu sampai ke Waduk Selorejo.
GAMBAR 5. Material dominan abu dan pasir sangat halus di Kecamatan Ngantang, Malang (x: 651811, y: 9129632)
GAMBAR 6. Pumice dengan ukuran lebih dari 10 cm di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang (x: 648380, y: 9127896)
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll37
Material piroklastik di Kabupaten Blitar di dominasi oleh pasir, kerikil dan pumice berukuran lebih dari 2 cm (Gambar 7). Material halus berupa abu hampir tidak di jumpai di Kabupaten Blitar. Tidak dijumpainya material halus di Kabupaten Blitar karena angin yang membawa material abu tidak mengarah ke selatan (Blitar) melainkan ke arah barat (Kediri). Material jatuhan piroklastik dominan di Kabupaten Kediri berupa pasir hingga sedikit abu (Gambar 8).
GAMBAR 7. Material pasir dominan dan besar diameter pumice 2 cm di daerah Perkebunan Gambaran, Blitar (x: 634885, y: 9118169)
GAMBAR 8. Material dominan pasir dan pumice dengan diameter kurang dari 1 cm di Kecamatan Plosoklaten, Kediri (x: 619310, y: 9130516)
Daerah Rawan Jatuhan Material Piroklastik Erupsi Gunung Kelud 2014 Pemetaan daerah rawan jatuhan material erupsi Gunungapi Kelud 2014 menggunakan analisis skoring dengan parameter tebal endapan material piroklastik (Gambar 9) dan ukuran pumice
38lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 (Gambar 11). Hasil pemetaan daerah rawan jatuhan material Pi roklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 menunjukkan bahwa daerah dengan radius kurang dari 10 km dari pusat erupsi me rupakan daerah dengan kerawanan tinggi jatuhan material piro klastik (Gambar 12). Jarak yang lebih dekat dengan pusat erupsi menjadikan daerah dengan radius kurang dari 10 km dari pun cak Gunungapi Kelud memiliki ancaman paling tinggi untuk ke hi dupan dan penghidupan masyarakat yang tinggal di daerah radius kurang dari 10 km dari puncak Gunungapi Kelud. Daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 dilihat dari tebal endapan material piroklastik lebih dari 6 cm dan ukuran pumice lebih dari 4 cm. Daerah dengan kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 berada pada radius 15 km dari pusat erupsi. Daerah kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 dilihat dari tebal endapan material piroklastik 2.1 cm sampai 6 cm dan ukuran pumice 2.1 cm sampai 4 cm. Daerah kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 dapat menjadi tinggi apabila erupsi Gunungapi Kelud lebih besar dibandingkan dengan erupsi tahun 2014. Semakin banyak masya rakat yang tinggal di daerah rawan maka risiko bencana akan se makin besar. Daerah dengan kerawanan rendah jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 berada di radius lebih dari 15 km dari pusat erupsi. Jatuhan material piroklastik yang ja tuh pada radius lebih dari 15 km berupa pumice berukuran 0 – 2 cm dan tebal endapan material piroklastik 0 – 2 cm. Daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Malang meliputi Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Kasembon. Salah satu Desa yang terkena dampak jatuhan material piroklastik paling parah di Kecamatan Ngantang adalah Desa Pandansari yang terletak di lembah Waduk Selorejo. Banyaknya rumah rusak dan tebal endapan material piroklastik mencapai 17 cm serta ukuran pumice lebih dari 10 cm.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll39
GAMBAR 9. Peta Sebaran Tebal Endapan Material Piroklastik Hasil Erupsi Gunungapi Kelud 2014
Banyaknya material piroklastik yang jatuh di Desa Pandansari membuat Desa Pandansari merupakan Desa dengan dampak terparah di Kabupaten Malang akibat dari erupsi Gunungapi Kelud 2014. Desa lain yang termasuk kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kecamatan Ngantang adalah Desa Banturejo. Beberapa rumah di Desa Banturejo juga mengalami kerusakan. Bagian rumah yang rusak yaitu bagian atap karena tertimpa langsung oleh material piroklastik. Jenis atap rumah yang rusak berupa asbes ataupun seng dengan kemiringan atap yang relatif datar (Gambar 10). Total desa pada daerah kerawanan tinggi di Kabupaten Malang berjumlah 8 desa. Desadesa yang terdapat di daerah kerawanan tinggi merupakan desa yang cukup banyak penduduknya, terutama di Desa Pandansari. Adanya Waduk Selorejo sebagai objek wisata membuat sebagian
40lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 penduduk Desa Pandansari banyak yang memiliki usaha di sekitar waduk dengan mata pencaharian utama penduduk tetap sebagai petani. Daerah kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Malang meliputi beberapa desa di Kecamatan Pujon dan Kecamatan Kasembon. Desa-desa yang berada pada daerah kerawanan sedang berjumlah 8 desa. Desa-desa pada daerah kerawanan sedang juga merupakan desa yang memiliki penduduk yang cukup banyak. Daerah kerawanan rendah jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Malang juga terdapat di beberapa desa di Kecamatan Kasembon dan Kecamatan Pujon. Total desa-desa yang berada pada daerah kerawanan rendah di Kabupaten Malang berjumlah 9 desa. Daftar desa yang masuk ke daerah kerawanan jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. TABEL 3.
Desa yang termasuk ke dalam daerah kerawanan tinggi dan kerawanan sedang jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Malang
Kabupaten
Kerawanan Tinggi
Kerawanan Sedang
Kecamatan
Desa
Kecamatan
Desa
Ngantang
- sebagian Desa Pagersari, sebagian Desa Sidodadi, Desa Ngantru, Desa Banturejo dan Desa Pandansari
Ngantang
- sebagian Desa Waturejo, Desa Kaumrejo, sebagian Desa Sidodadi, sebagian Desa Pagersari
Kasembon
- Desa Pondokagung, sebagian Desa Bayem, dan sebagian Desa Sukosari
Kasembon
- Desa Kasembon, sebagian Desa Sukosari, Desa Wonoagung, sebagian Desa Bayem,
Malang
Sumber: Pengolahan Data, 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll41
TABEL 4.
Desa yang termasuk ke dalam kerawanan rendah jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Malang
Kabupaten
Kerawanan Rendah Kecamatan
Desa
Ngantang
- sebagian Desa Sidodadi, Desa Banjarejo, Desa Purworejo, Desa Mulyorejo, Desa Sumberagung, Desa Tulungrejo dan sebagian Desa Jombok
Kasembon
- Desa Wonoagung dan Desa Pait
Malang Sumber: Pengolahan Data, 2014
GAMBAR 10. Atap rumah di Desa Banturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang terbuat dari seng atau asbes tidak kuat menahan beban jatuhan material piroklastik berupa abu dan pasir (x: 649949, y: 9127625)
Daerah kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erup si Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Blitar meliputi bagian selatan dari Kecamatan Gandusari, Kecamatan Garum dan Keca matan Nglegok. Desa-desa dengan daerah kerawanan sedang di Kabupaten Blitar berjumlah 15 Desa. Daerah kerawanan rendah ja tuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabu paten Blitar dengan batas radius 30 km dari pusat erupsi meliputi 93 desa yang tersebar di Kecamatan Kesamben, Kecamatan Doko, Kecamatan Wlingi, Kecamatan Talun, Kecamatan Garum, Keca matan Nglegok, Kecamatan Ponggok, Kecamatan Udanawu, dan Kecamatan Sanan Kulon (Tabel 6).
42lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 TABEL 5.
Desa yang termasuk ke dalam kerawanan tinggi dan kerawanan sedang jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Blitar
Kabupaten
Blitar
Kerawanan Tinggi
Kerawanan Sedang
Kecamatan
Desa
Kecamatan
Desa
Gandusari
- sebagian Desa Gadungan, sebagian Desa Ngaringan, sebagian Desa Soso, Desa Tunggulrejo dan Desa Krisik
Gandusari
- sebagian Desa Gadungan, sebagian Desa Ngaringan, sebagian Desa Soso, Desa Semen, sebagian Desa Sumbung, sebagian Desa Sumberagung dan sebagian Desa Sukosewu
Garum
- Desa Karangrejo
Garum
- Desa Slorok dan Desa Sidodadi
Nglegok
- sebagian Desa Penataran
Nglegok
- sebagian Desa Penataran, Desa Modangan, Desa Kedawung dan Desa Sumberasri
Ponggok
- sebagian Desa Candirejo dan sebagian Desa Sidorejo
Sumber: Pengolahan Data, 2014
Material piroklastik yang dominan di daerah kerawanan sedang dan kerawanan rendah jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Blitar yaitu pasir dan kerikil. Endapan material piroklastik yang tidak tebal di daerah kerawanan sedang dan rendah di Kabupaten Blitar, sehingga bekas timbunan material piroklastik sudah jarang terlihat mulai satu hari setelah erupsi. Endapan material piroklastik yang tidak tebal juga terjadi di Kota Blitar. Material piroklastik yang jatuh di Kota Blitar dengan jarak kurang lebih 20 km dari pusat erupsi sangat sedikit. Kota Blitar termasuk ke dalam daerah kerawanan rendah (Tabel 7).
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll43
TABEL 6.
Desa yang termasuk ke dalam kerawanan rendah jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Blitar
Kabupaten
Kerawanan Rendah Kecamatan
Desa
Gandusari
- sebagian Desa Sumberagung, sebagian Desa Sumbung, Desa Kotes, Desa Gondang, Desa Jajar, Desa Tambakan, Desa Gandusari dan Desa Butuh
Garum
- Desa Tawangsari, Desa Pojok, Desa Bence, Desa Sumberdiren, Desa Garum dan Desa Tingal
Nglegok
- Desa Ngoran, Desa Kemloko, Desa Nglegok, Desa Dayu, Desa Bangsri, Desa Krenceng dan Desa Jiwut
Wlingi
- Desa Balerejo, Desa Tegalasri, Desa Ngadirenggo, Desa Babadan, Desa Wlingi, Desa Tambalang dan Desa Beru
Doko
- Desa Plumbangan, Desa Suru, Desa Sidorejo, Desa Doko, Desa Jambepawon dan Desa Kemirigede
Talun
- Desa Bajang, Desa Kaweron, Desa Talun, Desa Kamulan dan Desa Pasirharjo
Sanan Kulon
- Desa Sumberringin, Desa Gledug, Desa Jeding, Desa Sumber, Desa Sumberejo, Desa Kali Pucung, Desa Sanan Kulon, Desa Bendosari, Desa Purworejo, Desa Bendowulung, Desa Tulis Kriyo, dan Desa Plosoarang
Ponggok
- sebagian Desa Candirejo dan sebagian Desa Sidorejo, Desa Gembongan, Desa Bacem, Desa Ringinanyar, Desa Karangbendo, Desa Kebonduren Desa Ponggok, Desa Maliran, Desa Dadap Langu, Desa Pojok, Desa Langon, Desa Kawedusan, Desa Jatilengger dan Desa Bendo
Udanawu
- Desa Bendorejo, Desa Slemanan, Desa Bakung, Desa Besuki, Desa Temenggungan, Desa Sukorejo, Desa Tunjung, Desa Sumberasri, Desa Mangunan, Desa Jati, Desa Karanggondang dan Desa Ringinanom
Srengat
- Desa Togogan, Desa Kerjen, Desa Pakisrejo, Desa Karanggayam, Desa Wonorejo, Desa Kandangan, Desa Kauman, Desa Dandong, Desa Srengat, Desa Bagelenan, Desa Ngaglik dan Desa Kendalrejo
Wonodadi
- Desa Pikatan, Desa Kolomayan dan Desa Kunir
Blitar
Sumber: Pengolahan Data, 2014
Kabupaten dan Kota Kediri merupakan Kabupaten dan Kota yang terkena dampak langsung paling parah erupsi Gunung api Kelud 2014. Seluruh wilayah administrasi Kabupaten dan Kota Kediri terkena dampak langsung erupsi Gunungapi Kelud 2014. Terdapat 13 Desa berbagai kecamatan di Kabupaten Ke
44lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 diri yang masuk ke dalam daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014. Kecamatan di Kabupaten Kediri yang termasuk ke dalam daerah kerawanan tinggi diantaranya Kecamatan Ngancar, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu dan Kecamatan Kepung.
GAMBAR 11. Peta Sebaran Besar Diameter Rata-Rata Pumice Hasil Erupsi Gunungapi Kelud 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll45
TABEL 7.
Kota
Desa yang termasuk ke dalam daerah rawan jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kota Blitar Kerawanan Tinggi Kecamatan
-
Desa
-
Kerawanan Sedang Kecamatan
-
Desa
Kerawanan Rendah Kecamatan
Desa
Sukorejo
- Desa Pakunden dan Desa Kauman
Kepanjen Kidul
- Desa Ngadirejo, Desa Sentul, Desa Tanggung, Desa Bendo, Desa Kauman, Desa Kepanjen Lor dan Desa Kepanjen Kidul
Sanan Wetan
- Desa Bendogerit, Desa Gedog dan Desa Sanan Wetan
-
Blitar
Sumber: Pengolahan Data, 2014
GAMBAR 12. Peta Daerah Rawan Jatuhan Material Piroklastik Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Radius 30 km
46lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Desa dengan kerusakan paling parah akibat erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Kediri adalah Desa Puncu di Kecamatan Puncu. Jarak Desa Puncu dari pusat erupsi sekitar 6 km. Banyak bangunan yang rusak dengan tebal endapan material piroklastik mencapai lebih dari 10 cm dan ukuran pumice lebih dari 10 cm. Bangunan – bangunan yang terdapat di Desa Puncu memiliki tipe atap yang berbeda dengan tipe atap bangunan di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Tipe atap sudah berupa genting namun material piroklastik yang terlontar dominan pumice berukuran besar lebih dari 4 cm sehingga mampu merusak atap bangunan. Material pumice yang besar membuat kerusakan yang ditimbulkan juga sangat besar. Desa yang masuk ke dalam daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 selain Desa Puncu di Kabupaten Kediri yaitu Desa Sugihwaras dengan jarak 5 km dari pusat erupsi. Dampak kerusakan akibat erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Desa Sugihwaras tidak terlalu besar seperti di De sa Puncu. Material bangunan permanen dan jenis atap berupa genting kualitas tinggi dengan kemiringan atap yang relatif miring menjadikan material piroklastik yang jatuh di atap sebagian besar langsung jatuh ke tanah. TABEL 8.
Kabupaten
Kediri
Desa yang termasuk ke dalam kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Kediri Kerawanan Tinggi Kecamatan
Desa
Ngancar
- Desa Sempu, Desa Sugihwaras, Desa Sepawon, sebagian Desa Ngancar, dan sebagian Desa Babadan
Plosoklaten
- Desa Satak, sebagian Desa Trisulo
Puncu
- Desa Kebonrejo, Desa Puncu, dan sebagian Desa Asmorobinangun
Kepung
- Desa Kampungbaru, Desa Besowo dan Desa Siman
Sumber: Pengolahan Data, 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll47
TABEL 9.
Desa yang termasuk ke dalam kerawanan sedang jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Kediri
Kabupaten
Kediri
Kerawanan Sedang Kecamatan
Desa
Ngancar
- Desa Manggis, Desa Margourip, sebagian Desa Bedali, Desa Pandantoyo, sebagian Desa Ngancar, sebagian Desa Kunjang, sebagian Desa Babadan dan Desa Jagul
Plosoklaten
- Desa Jarak, Desa Plosokidul, sebagian Desa Trisulo, Desa Plosolor, sebagian Desa Brenggolo, Desa Pranggang, Desa Punjul, Desa Klanderan, Desa Sumberagung, sebagian Desa Kawedusan, Desa Sidomulyo, Desa Sidorejo, Desa Tiru Kidul dan Desa Tiru Lor
Puncu
- Desa Watugede, Desa Gedangsewu, Desa Gadungan dan Desa Wonorejo,
Kepung
- Desa Krenceng, sebagian Desa Klampiasan, Desa Kencong, Desa Keling, Desa Kepung, Desa Brumbung dan Desa Damarwulan
Pare
- Desa Sumberbendo, Desa Darungan, sebagian Desa Pelem, Desa Tertek, Desa Pare, Desa Tulungrejo, sebagian Desa Lamong dan sebagian Desa Canggu,
Gurah
- sebagian Desa Sambirejo, Sebagian Desa Gayam, dan sebagian Desa Adan-adan
Wates
- sebagian Desa Tempurejo
Sumber: Pengolahan Data, 2014
Desa Puncu dan Desa Sugihwaras juga memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Perkembangan Desa Puncu dan Desa Sugihwaras cukup pesat terutama di sektor pariwisata sehingga jumlah penduduk di Desa Puncu dan Desa Sugihwaras akan semakin banyak. Jumlah penduduk yang banyak di Desa Puncu dan Desa Sugihwaras menjadikan Desa Puncu dan Desa Sugihwaras memiliki risiko bencana erupsi Gunungapi Kelud yang besar. Daerah dengan kerawanan sedang jatuhan material piroklastik erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Kediri meliputi bagian barat Kecamatan Ngancar, Kecamatan Plosoklaten dan Kecamatan Puncu, sebelah utara Kecamatan Kepung, sebagian Kecamatan Pare, sebagian Kecamatan Gurah dan sebagian Kecamatan Wates. Total desa di Kabupaten Kediri yang termasuk kedalam daerah
48lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 kerawanan sedang berjumlah 45 desa dan 126 desa berada pada daerah kerawanan rendah. Daerah kerawanan rendah juga meliputi seluruh Kota Kediri dengan radius 30 km dari pusat erupsi (Tabel 11). TABEL 10. Desa yang termasuk ke dalam kerawanan rendah jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kabupaten Kediri Kabupaten
Kerawanan Rendah Kecamatan
Desa
Ngancar
- sebagian Desa Bedali dan sebagian Desa Kunjang
Plosoklaten
- sebagian Desa Kawedusan, sebagian Desa Brenggolo, --- Desa Panjer, Desa Kayunan dan Desa Donganti
Kepung
- sebagian Desa Klampiasan
Pare
- Desa Bendo, sebagian Desa Lamong, sebagian Desa Pelem, sebagian Desa Canggu, Desa Langenharjo, Desa Bringin dan Desa Sekoto
Kandangan
- Desa Kandangan, Desa Kemiri, Desa Karangtengah, Desa Bukur, Desa Banaran, Desa Mlancu dan Desa Medowo
Gurah
- sebagian Desa Sambirejo, Sebagian Desa Gayam, sebagian Desa Adan-adan, Desa Tambakrejo, Desa Gempolan, Desa Krekep, Desa Sumberrojo, Desa Cangkring, Desa Gurah, Desa Wonojoyo, Desa Gabru, Desa Banyuanyar, Desa Besuk, Desa Turus, Desa Bogem, Desa Bangkok, Desa Ngasem dan Desa Blimbing
Wates
- sebagian Desa Tempurejo, Desa Janti, Desa Silir, Desa Sumberagung, Desa Pagu, Desa Karanganyar, Desa Joho, Desa Plaosan, Desa Wonorejo, Desa Tunge, Desa Jajar, Desa Wates, Desa Pojok, Desa Gadungan, Desa Tawang, Desa Segaran dan Desa Duwet
Kandat
- Desa Blabak, Desa Ngreco, Desa Ringinsari, Desa Pule, Desa Purworejo, Desa Tegalan, Desa Ngletih, Desa Kandat, Desa Cendono, Desa Selosari, Desa Sumberrejo, Desa Nambaan, Desa Karangrejo, Desa Batuaji, Desa Dawung, Desa Purwodadi, Desa Susuhbango, Desa Deyeng, Desa Sambi dan Desa Ringinrejo
Ngadiluwih
- Desa Dukuh, Desa Badalpandean, Desa Rembangkepuh dan Desa Mangunrejo
Pagu
- Desa Bangsongan, Desa Baye, Desa Bulupasar, Desa Bendo, Desa Jagung, Desa Jambu, Desa Kambingan, Desa Kayenkidul, Desa Menang, Desa Mukuh, Desa Padangan, Desa Pagu, Desa Sambirombyong, Desa Sekaran, Desa Semanding, Desa Semen, Desa Sitimerto, Desa Sukoharjo, Desa Tanjung, Desa Tengger Kidul, Desa Wates dan Desa Wonosari
Gampengrejo
- Desa Doko, Desa Gampeng, Desa Gogorante, Desa Jongbiru, Desa Kalibelo, Desa Karangrejo, Desa Kepuhrejo, Desa Kwadungan, Desa Nambaan, Desa Ngasem, Desa Ngebrak, Desa Paren, Desa Plosorejo, Desa Putih, Desa Sambirejo, Desa Sambiresik, Desa Sukorejo, Desa Toyoresmi, Desa Tugurejo, Desa Turus, Desa Wanengpaten dan Desa Wonocatur
Kediri
Sumber: Pengolahan Data, 2014
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll49
Masih banyaknya penduduk yang tinggal di daerah kerawanan tinggi membuat risiko bencana akan semakin besar. Dampak kerugian yang ditimbulkan akibat erupsi juga semakin besar. Daerah kerawanan tinggi sebenarnya disarankan untuk tidak ditempati. Perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk menyadarkan masyarakat yang tinggal di daerah kerawanan tinggi erupsi Gunungapi Kelud tentang bahaya erupsi dari Gunungapi Kelud. Kesadaran masyarakat diharapkan mampu untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat jika sewaktu – waktu Gunungapi Kelud erupsi kembali. Peningkatan kesiapsiagaan dapat mengurangi risiko bencana erupsi Gunungapi Kelud. TABEL 11. Desa yang termasuk ke dalam daerah rawan jatuhan material piroklastik radius 30 km di Kota Kediri Kota
Kerawanan Tinggi
Kerawanan Sedang
Kecamatan
Kecamatan
-
Desa
-
Kediri
Sumber: Pengolahan Data, 2014
-
Desa
Kerawanan Rendah Kecamatan
Desa
Pesantren
- Desa Jamsaren, Desa Burengan, Desa Singonegara, Desa Pakunden, Desa Bangsal, Desa Tinalan, Desa Burengan, Desa Pesantren, Desa Tosaren, Desa Banaran, Desa Ketami, Desa Tempurejo, Desa Ngletih, Desa Betet, Desa Blabak dan Desa Bawang
Kediri Kota
- Desa Semampir, Desa Balowerti, Desa Dandanga, Desa Pocanan, Desa Ngadirejo, Desa Setono Gedong, Desa Pakelan, Desa Banjara, Desa Kemasan, Desa Ringin Anom, Desa Jagalan, Desa Setono Pande, Desa Kampung Dalem, Desa Kaliombo, Desa Ngronggo, Desa Manisrenggo dan Desa Rejomulyo
-
50lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Kesimpulan • Daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 berada di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Kecamatan Gandusari, Ke camatan Garum dan Kecamatan Nglegok di Kabupaten Blitar dan Kecamatan Ngancar, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu dan Kecamatan Kepung di Kabupaten Kediri • Daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri merupakan daerah yang banyak penduduknya dengan sebagian besar bangunan berjenis atap berupa seng atau asbes • Daerah kerawanan tinggi jatuhan material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 disarankan untuk tidak ditempati • Pemerintah dan masyarakat berperan untuk meningkatkan kesiapsiagaan terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah kerawanan tinggi
Saran Pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 dapat di perluas area kajiannya terutama ke arah barat. Hal ini karena sebagian besar material piroklastik yang berukuran kecil terlontar sejauh lebih dari 300 km ke arah barat. Sampel yang di ambil juga harus merata dengan radius yang telah ditetapkan agar hasil interpolasi menjadi lebih baik. Pemetaan daerah rawan jatuhan material piroklastik dapat di gabungkan dengan pemetaan daerah rawan lahar dan potensi lahar agar menjadi peta kerawanan yang lebih komprehensif
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll51
Daftar Pustaka Anonim. 2014. Indonesia’s Mount Kelud Erupts. https://xa.yimg.com/ kq/groups/78734590/173339261/name/indonesia%2Bs% 2BMount%2BKelud%2BErupts.pdf (Akses tanggal 21 Maret 2014 pukul 13:06) Baxter, B. J. C. 1992. The Interpolation Theory of Radial Basis Funct ions. Dissertation: Cambridge University. Cambridge Fikri, A. 2014. Tinggi Letusan Kelud Capai 17 Kilometer. http://m.tempo. co/read/news/2014/02/14/173554087/Tinggi-LetusanKelud-Capai-17-Kilometer (Akses tanggal 28 maret 2014 pukul 20:21) Golden Software. 2014. Issue 71: A Basic Understanding of Surfer Gridding Methods – Part 1. http://www.goldensoftware. com/newsletter/issue71-surfer-gridding-methods-part1 (Akses tanggal 28 Maret 2014 pukul 20:31) Kirbani, S. B. & Wahyudi. 2007. Erupsi Gunung Kelud dan Nilai-B Gempabumi di Sekitarnya. Berkala MIPA, 17(3), Septem ber 2007 Wrigth, G. 2003. Radial Basis Function Interpolation: Numerical and Analitical Development. http://works.bepress.com/grady wright/8 (Akses tanggal 28 Maret 2014 pukul 20:47) Peraturan Kepala BNPB. 2012. Nomor 02 tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Widhi, N. 2014. Mengapa Abu Gunung Kelud Bisa Sampai ke Jawa Barat? http://m.detik.com/news/read/2014/02/14/140718 /2497428/10/mengapa-abu-gunung-kelud-bisa-sampaike-jawa-barat (Akses tanggal 28 Maret 2014 pukul 21:18) Zaennudin, A. 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud. Bu letin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009: 1 – 17.
52lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
TEMA
3
Potensi Kejadian Banjir Lahar di Lereng Bawah Gunungapi Kelud Pasca-erupsi 2014 The Potential of Lahar Flood Event at the Lower Slope of Kelud Volcanoafter the Eruption in 2014 (Febrian Maritimo, Puspita Indra Wardhani, Garri Martha Kusuma Wardhana)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persebaran potensi lahar di lereng bawah Gunungapi Kelud pasca-erupsi 2014. Istilah lahar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aliran piroklastik yang dipicu oleh hujan (lahar sekunder). Lahar primer atau yang disebut dengan pyroclastic flow tidak terjadi pada erupsi tahun 2014 karena hilangnya air di danau kawah Gunungapi Kelud. Data persebaran endapan piroklastik yang berpotensi menim bulkan banjir lahar dikumpulkan melalui kegiatan survei lapangan dan interpretasi citra penginderaan jauh. Persebaran potensi lahar dianalisis menggunakan pendekatan morfologi masing-masing su ngai. Morfologi sungai dianalisis dengan menggunakan data kon
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll53
tur dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga tanggal 4 Maret 2014 sebanyak 5 sungai di lereng Gunungapi Kelud telah terjadi banjir lahar. Sungai-sungai yang telah dilalui lahar yaitu Kali Konto, Kali Srinjing, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso. Sungai-sungai lain yang berpotensi dilalui aliran lahar adalah Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, Kali Ngobo dan Kali Semut berpotensi untuk terjadi lahar sekunder. Sebanyak 162 desa di lereng Gunungapi Kelud berpotensi untuk dilalui aliran lahar sekunder. Lokasi yang berpotensi terjadi luapan lahar adalah sisi luar lekuk sungai dengan igir rendah atau landai, tekuk lereng serta daerah di kanan atau kiri dam dengan igir rendah atau landai. Kata Kunci: Lahar, Lahar Primer, Lahar Sekunder, Morfologi Su ngai, Material Piroklastik Abstract The aim of this research is to assess the potential lahar distribution on the lower slope of Kelud Volcano after the eruption in 2014. The meaning of lahar in this research is the pyroclastic flow triggered by rainfall (secondary lahar). The primary lahars or pyroclastic flow didn’t occur after the eruption on February 13th 2014 because the water in the crater didn’t exist anymore . The data of pyroclastic deposit distribution which potentially generate secondary lahar were collected trought field survey and satellite imagery interpretation. Lahars potential distribution was analyzed using morphological approach in each river. River morphology was analyzed using contour data from Rupa Bumi Indonesia (RBI) Map with 1:25.000 in scale. The result of this research shows that until March 4th, lahar has flowed down through 5 rivers in the lower slope of Kelud Volcano. The rivers which had been flowed by lahars are Kali Konto, Kali Srinjing, Kali Soso, Kali Icir and Kali Lekso. Furthermore, the rivers which were potentially flowed by
54lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 lahar are Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, Kali Ngobo and Kali Semut has lahar flow potential. There are 162 villages on the Kelud’s slope potentially passed by secondary lahars. The areas potentially affected by lahar overflow are in the out side of the river’s curve, the break of slope and the right or left area of the dam that have a low and sloping ridge.
Keywords:Lahar,Primary Lahars, Secondary Lahars, River’s Mor phology, Pyroclastic material
Latar Belakang
G
unungapi Kelud dikenal sebagai salah satu Gunungapi ber danau kawah di Indonesia yang sangat aktif (Hidayati, S. dkk, 2009). Erupsi Gunungapi Kelud diawali dengan erupsi freatik, disusul oleh erupsi freatomagmatik, kemudian diakhiri oleh erupsi magmatik. Erupsi freatik menyebabkan tumpahnya air dari danau kawah. Tumpahan air danau kawah menyebabkan banjir lahar. Be sarnya banjir lahar yang terjadi sangat ditentukan oleh besarnya air yang tertampung dalam danau kawah sesaat sebelum letusan ter jadi (van Bergen, dkk. 2000). Catatan pengamatan letusan Gunung api Kelud menunjukkan bahwa bencana yang seringkali memakan banyak korban jiwa di area lereng Gunungapi Kelud adalah banjir lahar. Lahar merupakan istilah dari Bahasa Jawa yang merujuk ke pada aliran yang sangat cepat dari hulu sungai sebuah gunungapi dengan membawa material endapan hasil erupsi. Material yang di bawa oleh aliran lahar berupa rombakan batuan berbagai ukuran dengan sortasi yang buruk (Lavigne, 2007). Tahun 1586 banjir lahar yang menyebabkan korban sebanyak 10.000 orang meninggal dunia (Zaenudin, 2009). Tahun 1875 banjir lahar besar terjadi namun tidak dipicu oleh aktivitas volkanik Kelud. Lahar 1875 disebabkan oleh hujan sangat deras yang meruntuhkan dinding kawah sebelah Barat Daya. Runtuhnya dinding kawah mengakibatkan tumpahnya air danau ke lereng sisi Barat Kelud.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll55
Volume air danau yang ditumpahkan mencapai 38 juta m3. Lahar mengalir sejauh 13 km dan merusak kota Sregat dan Kota Blitar (van Bergen, dkk. 2000). Tahun 1901 erupsi Gunungapi Kelud menumpahkan air kawah bercampur lumpur sebanyak 38 juta m3 ke arah Barat dan Barat Daya. Korban akibat erupsi 1901 tidak tercatat dengan pasti. Tahun 1919 erupsi menumpahkan air danau kawah ke arah Barat Daya. Air danau membawa material rombakan yang berada di hulu Kali Bladak. Banjir lahar terjadi kurang dari 1 jam namun dapat mengalir sejauh 38 km dari kawah. Banjir lahar menyapu dam di Kali Bladak yang dibangun pada tahun 1905. Banjir lahar menghancurkan lahan pertanian seluas 15.000 ha dan ratusan kampung di sepanjang Kali Bladak serta menyebabkan 5.160 korban jiwa (Zaenudin, 2009). Tahun 1951 lahar hanya mencapai jarak 12 km di Kali Bladak. Erupsi tahun 1951 menyebabkan dasar kawah menjadi semakin dalam. Penambahan kedalaman dasar kawah mencapai 79 meter menyebabkan volume air di kawah bertambah menjadi 21,6 juta m3 (Zaenudin, 2009). Erupsi tahun 1966 volume air yang tertampung di kawah mencapai 23 juta m3 (van Bergen, 2000). Erupsi 1966 mengakibatkan air kawah yang panas terlontar dan tumpah ke Kali Putih, Bladak, Ngobo, Konto, dan Kali Semut. Lahar primer 1966 menyebabkan korban meninggal sebanyak 210 orang. Tahun 1990, erupsi kembali terjadi dan menyebabkan hujan lumpur hingga pada pos pengamatan di Margomulyo pada jarak 6 km dari kawah (Zaenudin, 2009). Erupsi 1990 tidak menghasilkan lahar primer, namun akibat tebalnya endapan jatuhan piroklastik berupa debu, pasir, dan lapilli mengakibatkan terjadinya 33 kejadian lahar sekunder yang mencapai jarak 24 km dari kawah (van Bergen, 2000). Februari 2014, erupsi Gunungapi Kelud tidak diawali oleh letusan freatik. Letusan freatik tidak terjadi karena hilangnya air da nau dalam kawah. Hilangnya air danau dalam kawah diakibatkan oleh aktivitas vulkanik Gunungapi Kelud di tahun 2007 (Gambar 1). Tahun 2007 terjadi perubahan sifat erupsi dari eksplosif menjadi
56lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 efusif (Haerani, N. dkk, 2010). Aktivitas vulkanik Gunungapi Ke lud tahun 2007 memunculkan kubah lava dan mengeringkan serta menutupi seluruh bagian danau kawah (Zaenudin, 2008; Zaenudin, 2009). Material kubah lava 2007 merupakan material kelanjutan hasil erupsi magmatik tahap akhir dari letusan 1990. Material yang muncul ke permukaan merupakan material yang telah memadat yang kristalnya telah terbentuk sempurna. Material kubah lava se bagian besar terdiri dari dasit (Zaenudin, 2009).
GAMBAR 1. Hasil aktivitas vulkanik Gunungapi Kelud 2007 dimana sebagian besar air danau kawah hilang. (Sumber foto: Lapangan 11 januari 2014)
Van Bergen, dkk. (2000) menggunakan istilah lahar primer un tuk merujuk kepada lahar yang secara langsung diakibatkan oleh erupsi freatik, dan lahar sekunder yang digunakan untuk merujuk kejadian lahar pasca-erupsi.Tidak terjadinya erupsi freatik pada Februari 2014, tidak serta merta menghilangkan potensi banjir lahar di lereng Gunungapi Kelud. Erupsi 2014 menghasilkan material piroklastik yang diendapkan di sekitar puncak. Lokasi di sekitar puncak merupakan hulu bagi sungai-sungai di lereng Gunungapi Kelud. Lahar sekunder berpotensi terjadi apabila material endapan yang berada di hulu sungai terbawa oleh aliran air. Penelitian po tensi lahar di lereng Gunungapi Kelud ditujukan untuk mengkaji potensi lahar sekunder di lereng Gunungapi Kelud pasca-erupsi Gunungapi Kelud 2014.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll57
Daerah Kajian Kajian potensi lahar dilakukan di lereng Gunungapi Kelud. Lereng Gunungapi Kelud merupakan area tempat mengalirnya sungaisungai yang berhulu di puncak Kelud. Area yang dilalui oleh sungai-sungai yang berhulu di puncak Kelud merupakan area yang berpotensi untuk terlanda lahar. Sungai-sungai besar yang berhulu langsung pada puncak Kelud antara lain adalah Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, Kali Ngobo, Kali Srinjing, Kali Konto, dan Kali Lekso. Semua sungai yang berhulu di puncak Kelud akan berakhir di Kali Brantas. Kali Brantas menjadi batas alami persebaran lahar di lereng Gunungapi Kelud bagian Selatan dan Barat. Batas alami persebaran lahar di lereng bagian Timur Laut laut adalah komplek Perbukitan An jasmara. Batas alami persebaran lahar di lereng bagian Timur Laut adalah Gunung Kawi/Butak. Daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
Metode Potensi aliran lahar di lereng Gunungapi Kelud pasca-erupsi 2014 dibuat berdasarkan data persebaran endapan material jatuhan piroklastik dan data morfologi sungai. Persebaran endapan mate rial jatuhan piroklastik didapatkan dengan menggunakan dua metode. Metode yang pertama adalah survei lapangan. Parameter yang diamati dan diukur dalam survei lapangan adalah jenis ma terial, diameter material, ketebalan endapan material dan lokasi pengendapan material. Metode yang kedua adalah interpretasi ci tra satelit. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini ada lah citra beresolusi spasial tinggi Digital Globe, Inc yang diunggah oleh USGS, citra ASTER dan citra Landsat 8. Metode yang digu nakan adalah interpretasi visual untuk melihat distribusi spasial endapan di lereng Gunungapi Kelud. Klasifikasi endapan di analisis berdasarkan kenampakan visual area tertimbun pada citra.
58lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Klasifikasi endapan dibagi menjadi tiga, yaitu tertimbun total, ter timbun sebagian dan tertimbun tipis. Hasil interpretasi citra satelit dikombinasikan dengan hasil survei lapangan.
GAMBAR 2. Daerah kajian merupakan lereng Gunungapi Kelud
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll59
Potensi lahar dianalisis berdasarkan persebaran endapan ma terial jatuhan. Sungai-sungai yang dinilai memiliki potensi lahar adalah sungai yang hulunya termasuk kedalam area pengendapan material jatuhan piroklastik Gunungapi Kelud. Dominasi material endapan di masing-masing area pengendapan mempengaruhi ma terial yang akan terbawa oleh aliran. Aliran lahar yang mengalir disepanjang sungai berpotensi un tuk meluap keluar dari lembah sungai. Lokasi yang berpotensi untuk terjadi luapan aliran lahar dinalisis berdasarkan morfologi sungai. Morfologi sungai didapatkan dengan cara membuat TIN dari garis kontur Peta RBI skala 1:25.000. Peta potensi lahar Gunungapi Kelud tidak menunjukkan be sarnya volume aliran lahar yang berpotensi terjadi dan luas po tensi luapan aliran lahar. Peta potensi lahar Gunungapi Kelud me nunjukkan persebaran sungai-sungai yang berpotensi dilalui aliran lahar berdasarkan distribusi endapan material jatuhan.
Hasil dan Pembahasan Distribusi endapan jatuhan material piroklastik Erupsi Gunungapi Kelud pada 13 Februari 2014 bersifat eksplosif. Dapur magma yang kecil pada Gunungapi Kelud mengakibatkan waktu erupsi yang tergolong singkat (Zaenudin, 2009). Dapur magma tunggal Gunungapi Kelud diperkirakan terletak pada ke dalaman 1 km dari dasar kawah (Brotopuspito, K.S. dkk., 2007). Tidak ada air danau kawah yang ditumpahkan pada Erupsi 2014. Segala material yang ada di dalam kawah dilontarkan ke udara. Material yang terdapat di dalam kawah berupa kubah lava hasil erupsi 2007 dan segala macam material endapan lama dari proses erupsi-erupsi sebelumnya. Bongkah-bongkah andesit, pasir, serta batu apung hasil erupsi dilontarkan ke atmosfer membentuk kolom erupsi. Material yang dilontarkan ke udara kemudian jatuh dan diendapkan di permukaan bumi. Material berat dan berdiameter
60lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 besar akan diendapkan terlebih dahulu di daerah yang relatif dekat dengan pusat erupsi. Material dengan diameter kecil hingga halus serta ringan akan diendapkan kemudian di daerah yang relatif lebih jauh dari pusat erupsi. Hasil survei lapangan yang dilakukan dari tanggal 14 Februari hingga 4 Maret 2014 menunjukkan bahwa material endapan yang dihasilkan dari erupsi 2014 berupa material piroklastik berukuran debu, pasir, batu apung dan bongkah-bongkah dasit dari kubah la va 2007 (Gambar 3).
GAMBAR 3. Endapan jatuhan material piroklastik Gunungapi Kelud: a. bongkahan batu apung; b. material berukuran pasir dan debu; dan c. bongkahan batu dasit.
Potensi lahar setelah erupsi 2014 dipengaruhi oleh pola dis tribusi, luas serta jenis matrial endapan. Hasil interpretasi citra sa telit dan data lapangan menunjukkan bahwa endapan di sekitar puncak Gunungapi Kelud cukup bervariasi. Persebaran dan inten sitas penimbunan material endapan jatuhan dapat dipetakan (Gam bar 4). Area pengendapan dibagi menjadi tiga, yaitu tertimbun total, tertimbun sebagian dan tertimbun tipis. Area yang tertimbun total oleh material jatuhan berada di sekitar kawah dengan radius sekitar 2,2 km. Area tertimbun total memanjang ke arah Timur Laut laut hingga mencapai jarak 8,8 km dari kawah. Area tertimbun total tam pak pada citra satelit berupa material timbunan seluruhnya tanpa
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll61
GAMBAR 4. Pola persebaran endapan material jatuhan piroklastik hasil erupsi Kelud 2014
62lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 ada terlihat pohon atau vegetasi yang tersisa. Material endapan pa da area tertimbun total didominasi oleh material piroklastik ber ukuran debu, pasir, batu apung, serta bongkahan dasit. Material piroklastik berukuran debu dan pasir tersebar di seluruh area tertimbun total. Batu apung berukuran 35 cm dan bongkah dasit berukuran 30-60 cm hanya tersebar hingga jarak 2 km di sekitar kawah. Bongkahan andesit tidak ditemukan lagi di luar jarak 2 km. Ukuran batu apung yang terendapkan di luar jarak 2 km mencapai diameter 17 cm.
GAMBAR 5. Puncak bukit di Pegunungan Gajahmungkur (nama lokal) merupakan salah satu area yang tertimbun total oleh endapan jatuhan
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll63
GAMBAR 6. Salah satu puncak bukit di Pegunungan Gajahmungkur yang tertimbun total merupakan hulu dari Kali Putih
Pola persebaran area yang tertimbun sebagian hampir sama dengan area tertimbun total. Jangkauan area tertimbun sebagian lebih luas dari area tertimbun total. Kenampakan area tertimbun sebagian pada citra adalah berupa daerah yang tertimbun namun masih terlihat pohon-pohon yang sebagian besar telah terbakar. Ukuran material endapan di area tertimbun sebagian lebih kecil dibandingkan dengan material yang ada di area yang tertimbun total. Material yang dominan terendapkan pada area tertimbun sebagian adalah batu apung dengan ukuran 3,5-13 cm. Material proklastik berukuran pasir dan debu juga terendapkan di area tertimbun sebagian. Area yang ketiga merupakan area yang tertimbun oleh material jatuhan piroklastik namun terlihat tipis. Pada citra satelit area ter timbun tipis nampak masih didominasi oleh adanya pohon atau vegetasi namun warnanya sudah sedikit terbakar. Material en
64lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dapan yang dominan pada area tertimbun tipis adalah pasir dan debu. Bongkahan dasit tidak ditemukan di area tertimbun tipis. Batu apung dengan ukuran 4,5 hingga 9 cm masih dapat ditemukan namun intensitasnya sedikit. Material endapan di luar area ter timbun total, tertimbun sebagian dan tertimun tipis didominasi oleh material piroklastik berukuran debu dan pasir. Sungai-sungai yang berhulu pada area tertimbun total antara lain adalah Kali Putih, Kali Bladak, kali Ngobo, Kali Srinjing, Kali Konto, Kali Lekso, Kali Icir, Kali Soso, dan Kali Semut. Kali Sumberagung di Kediri berhulu pada area yang termasuk tertimbun sebagian. Area yang termasuk kategori tertimbun tipis menutupi sebagian Kali Sumberagung, Kali Ngobo, Kali Srinjing, dan Kali Konto. Material yang terendapkan di area sekitar puncak akan turun dan mengisi cekungan-cekungan yang ada. Igir-igir perbukitan
GAMBAR 7. Igir menjadi pembatas alami dalam proses redistribusi material ke dalam hulu-hulu sungai di puncak Kelud
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll65
men jadi pembatas alami bagi persebaran endapan-endapan ja tuhan material piroklastik (Gambar 7). Material mengendap da lam cekungan-cekungan di hulu sungai. Material endapan siap terangkut apabila terjadi aliran permukaan yang mampu mengang kutnya (Gambar 8).
GAMBAR 8. Material endapan yang turun mengisi cekungan-cekungan di hulu Kali Putih
Masing-masing area pengendapan memiliki dominasi mate rial endapan yang berbeda-beda. Dominasi material endapan yang berbeda akan menghasilkan potensi lahar yang memiliki karakteristik berbeda pula. Potensi material yang akan terbawa oleh aliran lahar sangat ditentukan oleh jenis material yang dien dapkan. Area dengan dominasi material endapan batu apung akan memiliki lahar dengan material terlarut dominan berupa batu apung. Material lahar dominan debu atau pasir akan terjadi apabila material endapannya lebih didominasi oleh material berukuran de bu ataupun pasir.
66lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Potensi persebaran lahar Analisis distribusi endapan dan morfologi di setiap sungai meng hasilkan peta potensi persebaran lahar akibat erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 (Gambar 9). Persebaran potensi lahar juga di dasarkan pada data-data hasil pengamatan dan pengukuran la pangan. Berdasarkan survei lapangan tanggal 14 Februari hingga 4 Maret 2014 terdapat beberapa sungai yang telah terjadi lahar. Su ngai-sungai yang telah terjadi aliran lahar adalah Kali Konto, Kali Srinjing, Kali Icir, Kali Soso, serta Kali Lekso. Sungai-sungai yang berpotensi untuk terjadi lahar adalah Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, dan Kali Ngobo. Desa-desa di sepanjang Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo berpotensi untuk dilalui aliran lahar. Lokasi-lokasi yang perlu diwaspadai adalah area-area yang berupa kelokan sungai, tekuk lereng dengan dasar lembah dangkal, serta area di kanan-kiri dam dengan igir rendah dan landai. Potensi lahar di Kali Konto Kali Konto merupakan sungai yang paling berpotensi untuk terjadi lahar. Material endapan kategori tertimbun total lebih dominan mengendap di lereng bagian Utara dan Timur Laut laut kawah. Lereng Utara dan Timur Laut laut merupakan hulu bagi alur-alur sungai yang alirannya masuk ke Kali Sambong dan kemudian masuk ke Kali Konto (Gambar 10). Sungai-sungai yang berada di le reng sisi Timur Laut laut kawah merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun. Area lereng Timur Laut laut sudah basah oleh rembesan dan aliran sungai dari hulu sebelum terjadi pengendapan material piroklastik. Material endapan yang jatuh menutupi area lereng Utara dan Timur Laut laut menjadi lebih mudah dan cepat untuk mencapai titik jenuh. Aliran permukaan yang membawa ma terial endapan akan mudah terjadi ketika kemudian diguyur oleh hujan.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll67
GAMBAR 9. Peta Persebaran Potensi Lahar di Lereng Gunungapi Kelud pasca-erupsi 2014.
68lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 10. Material endapan yang memasok material ke Kali Konto.
Aliran permukaan yang membawa material endapan meng hasilkan lahar. Aliran lahar mengalir dari hulu dan masuk ke dalam alur-alur sungai yang mengarah ke Kali Sambong dan Kali Konto. Aliran terakumulasi di Kali Sambong kemudian terus mengalir masuk ke dalam Kali Konto. Hasil pengamatan di lapangan hingga tanggal 27 Februari, aliran lahar di Kali Konto sudah mencapai Waduk Siman yang berada di Desa Siman Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri (Gambar 11). Lahar di Kali Konto sudah mencapai jarak 13,9
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll69
km dari kawah. Material dominan yang terkandung dalam aliran lahar adalah material piroklastik halus hingga pasir. Tidak banyak ditemukan bongkah-bongkah batu apung yang terbawa oleh aliran lahar. Hulu sekitar puncak didominasi oleh bongkah-bongkah batu apung, sedangkan material batu apung tidak ditemukan banyak terbawa oleh aliran lahar di Kali Konto. Aliran lahar di Kali Konto berpotensi untuk terus bertambah jauh ke arah hilir karena material di bagian hulu belum terbawa seluruhnya. Material endapan berupa batu apung dengan diameter >15 cm yang ada di bagian hulu akan terbawa oleh aliran sungai apabila terjadi hujan dengan intensitas besar dan dalam waktu yang lama di bagian puncak Gunungapi Kelud.
GAMBAR 11. a. Aliran lahar di Kali Konto mencapai Waduk Siman; b. Material endapan lahar didominasi oleh material halus hingga pasir.
Analisis morfologi sungai menghasilkan peta persebaran po tensi aliran lahar di Kali Konto (Gambar 12). Terdapat 31 desa di mana ada 7 desa tedapat di wilayah Kab. Jombang, 18 Desa di wi layah Kab. Kediri, dan 6 Desa berada di wilayah Kab. Malang yang berpotensi dilalui aliran lahar Kali Konto (Tabel 1). Enam desa yang berada di wilayah Kab. Malang berada di bagian hulu Kali Konto. Tujuh desa dari Kab. Jombang berada di bagian hilir Kali Konto.
70lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 12. Potensi lahar di Kali Konto.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll71
TABEL 1. Desa-desa yang dilalui oleh Kali Konto No.
DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Bandar Kedung Mulyo
Bandar Kedungmulyo
Jombang
Jawa Timur
2
Barong Sawahan
Bandar Kedungmulyo
Jombang
Jawa Timur
3
Mojokambang
Bandar Kedungmulyo
Jombang
Jawa Timur
4
Jantiganggong
Perak
Jombang
Jawa Timur
5
Wangkalkepuh
Gudo
Jombang
Jawa Timur
6
Bagus Kedaleman
Gudo
Jombang
Jawa Timur
7
Pucangro
Gudo
Jombang
Jawa Timur
8
Mekikis
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
9
Karangpakis
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
10
Dayu
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
11
Dawuhan
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
12
Kempleng
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
13
Sumberjo
Purwoasri
Kediri
Jawa Timur
14
Parelor
Kunjang
Kediri
Jawa Timur
15
Juwet
Kunjang
Kediri
Jawa Timur
16
Dungus
Kunjang
Kediri
Jawa Timur
17
Blaru
Pare
Kediri
Jawa Timur
18
Karangtengah
Kandangan
Kediri
Jawa Timur
19
Kasreman
Kandangan
Kediri
Jawa Timur
20
Kandangan
Kandangan
Kediri
Jawa Timur
21
Damarwulan
Kepung
Kediri
Jawa Timur
22
Brumbung
Kepung
Kediri
Jawa Timur
23
Siman
Kepung
Kediri
Jawa Timur
24
Besowo
Kepung
Kediri
Jawa Timur
25
Kebonrejo
Kepung
Kediri
Jawa Timur
26
Sukosari
Kasembon
Malang
Jawa Timur
27
Bayem
Kasembon
Malang
Jawa Timur
28
Pondokagung
Kasembon
Malang
Jawa Timur
29
Waturejo
Ngantang
Malang
Jawa Timur
30
Kaumrejo
Ngantang
Malang
Jawa Timur
31
pandansari
Ngantang
Malang
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
72lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Potensi lahar di Kali Srinjing Aliran lahar ditemukan telah terjadi di Kali Srinjing dengan debit relatif masih kecil. Aliran lahar di Kali Srinjing telah mencapai Dam Kali Srinjing di Desa Puncu, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri pada 27 Februari 2014 ( Gambar 13). Aliran membawa sedimen yang didominasi oleh material piroklastik berukuran debu dan pasir.
GAMBAR 13. Aliran lahar mencapai Dam Kali Srinjing di Desa Puncu dengan membawa sedimen berupa debu dan pasir
Hulu Kali Srinjing sebagian besar merupakan area pengendapan yang masuk dalam klasifikasi tertimbun tipis (Gambar 14). Hulu Kali Srinjing didominasi oleh material pengendapan berupa material piroklastik berukuran debu serta pasir. Sedikit bagian hulu dekat puncak yang merupakan area tertimbun sebagian dan tertimbun total. Material dominan di hulu Kali Srinjing menjelaskan mengapa aliran lahar yang terjadi di Kali Srinjing hanya membawa material berupa debu dan pasir.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll73
GAMBAR 14. Material endapan piroklastik yang memasok material ke Kali Srinjing
Analisis morfologi Kali Srinjing menghasilkan potensi perse baran lahar di Kali Srinjing (Gambar 15). Lahar yang lebih besar akan terjadi apabila terjadi hujan dengan intensitas besar dan dalam waktu yang lama. Aliran lahar yang telah terjadi di Kali Srinjing hingga 27 Februari masih tergolong kecil. Material endapan yang terbawa oleh aliran belum semuanya terangkut. Batu apung ti dak banyak ditemukan terbawa oleh aliran. Persebaran material endapan yang ada di hulu Kali Srinjing menunjukkan bahwa lahar yang berpotensi terjadi selanjutnya akan didominasi oleh endapan material piroklastik berukuran debu serta pasir dengan sedikit batu apung berukuran tidak lebih dari 10 cm. Terdapat 23 desa yang semuanya berada di wilayah Kab. Kediri berpotensi terlalui aliran lahar di Kali Srinjing (Tabel 2). Empat desa berada di bagian hulu dan 19 desa di bagian tengah dan hilir.
74lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 15. Potensi lahar di Kali Srinjing.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll75
TABEL 2. Desa-desa yang dilalui oleh Kali Srinjing NO.
DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Ngampel
Papar
Kediri
Jawa Timur
2
Janti
Papar
Kediri
Jawa Timur
3
Minggiran
Papar
Kediri
Jawa Timur
4
Dawuhan Kidul
Papar
Kediri
Jawa Timur
5
Nanggungan
Pagu
Kediri
Jawa Timur
6
Pehwetan
Papar
Kediri
Jawa Timur
7
Padangan
Pagu
Kediri
Jawa Timur
8
Semambung
Pagu
Kediri
Jawa Timur
9
Tegowangi
Plemahan
Kediri
Jawa Timur
10
Sekaran
Pagu
Kediri
Jawa Timur
11
Jambu
Pagu
Kediri
Jawa Timur
12
Langenharjo
Plemahan
Kediri
Jawa Timur
13
Tulungrejo
Pare
Kediri
Jawa Timur
14
Pelem
Pare
Kediri
Jawa Timur
15
Tertek
Pare
Kediri
Jawa Timur
16
Pare
Pare
Kediri
Jawa Timur
17
Krenceng
Kepung
Kediri
Jawa Timur
18
Gadungan
Puncu
Kediri
Jawa Timur
19
Wonorejo
Puncu
Kediri
Jawa Timur
20
Asmorobangun
Puncu
Kediri
Jawa Timur
21
Kampungbaru
Kepung
Kediri
Jawa Timur
22
Puncu
Puncu
Kediri
Jawa Timur
23
Kebonrejo
Kepung
Kediri
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
Potensi lahar di Kali Semut, Kali Icir, Kali Soso dan Kali Lekso Kali Semut, Kali Soso dan Kali Icir serta Kali Lekso merupakan su ngai-sungai yang berhulu di lereng bagian Timur Laut dan Teng gara. Aliran Kali Semut, Kali Soso dan Kali Icir pada akhirnya akan masuk ke dalam sistem aliran Kali Lekso. Lahar yang terjadi di Kali Semut, Kali Soso dan Kali Icir tentunya akan berimbas kepada Kali Lekso.
76lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Pola persebaran endapan material piroklastik di lereng Ti mur Laut dan Tenggara menujukkan bahwa material endapan didominasi oleh area tertimbun total. Jenis material pada area pengendapan di lereng Timur Laut dan Tenggara didominasi oleh batu apung berukuran >30 cm serta sebagian kecil piroklastik ber ukuran pasir dan debu. Hanya saja luas area pengendapan yang menjadi hulu Kali Semut, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso relatif lebih sempit daripada area pengendapan di bagian lereng lain di Gunugapi Kelud. Luas area pengendapan yang sempit berakibat pada pasokan material endapan yang berpotensi untuk terbawa aliran air menjadi relatif lebih sedikit (Gambar 16).
GAMBAR 16. Material endapan yang memasok material ke Kali Semut, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso
Hasil pengamatan lapangan tanggal 14 Februari hingga 4 Maret 2014 menunjukkan bahwa di Kali Icir dan Kali Soso keduanya telah terjadi aliran lahar yang membawa material piroklastik debu dan pasir. Aliran Kali Icir dan Kali Soso masuk ke dalam aliran Kali Lekso. Pada tanggal 4 Maret aliran lahar juga terlihat telah terjadi
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll77
di Kali Lekso. Aliran lahar di Kali Lekso telah mencapai jembatan di Desa Tulungrejo, Kabupaten Blitar. Aliran lahar di Kali Lekso cukup deras hingga dapat mengha nyutkan pohon pisang serta bongkah-bongkah batu andesit dengan diameter >60 cm (Gambar 17). Hulu Kali Lekso merupakan area tertimbun total, dengan material endapan didominasi oleh material piroklastik berukuran debu dan pasir, serta bongkah-bongkah ba tu apung berukuran besar. Aliran lahar di Kali Lekso belum dike tahui secara pasti apakah telah membawa material endapan dari hulu ataukah tidak. Material yang terbawa oleh aliran lahar di Kali Lekso belum dapat diidentifikasi secara pasti karena pada saat pengamatan aliran masih berlangsung dengan deras. Material yang terangkut akan dapat diidentifikasi dengan jelas apabila material sudah diendapkan di suatu tempat.
GAMBAR 17. a. Aliran lahar di Kali Lekso; b. material batu endapan lama dengan diameter >60 cm ikut mengalir ; dan c. batang pohon pisang ikut terbawa aliran lahar
Pengamatan yang dilakukan di Kali Semut menunjukkan hal yang berbeda. Pengamatan yang dilakukan di Kali Semut pada tanggal 3 Maret 2014 menunjukkan bahwa material endapan yg
78lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 terkumpul di bagian hulu belum mencapai dam teratas. Aliran la har di Kali Semut belum terjadi. Aliran di Kali Semut relatif kecil dan tidak membawa material endapan baru (Gambar 18)
GAMBAR 18. Keadaan dam teratas di Kali Semut (X=646065 Y=9116256), belum ada material endapan baru yang mencapai dam
Titik tengah kawah Sungai Batas kabupaten
Potensi Lahar
Desa di sepanjang K. Semut, K. Soso, K. Icir, dan K. Lekso u 0
1,25
2,50
5
Telah terjadi lahar Berpotensi terjadi lahar
GAMBAR 19. Potensi lahar di Kali Semut, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll79
Analisis morfologi sungai di Kali Semut, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso menghasilkan distribusi spasial potensi lahar yang kemungkinan akan terjadi (Gambar 19). Sebanyak delapan belas (18) desa di Kabupaten Blitar yang akan dilalui oleh aliran lahar (Tabel 3). TABEL 3. Desa-desa yang dilalui oleh Kali Semut, Soso, Icir, dan Kali Lekso NO.
DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Semen
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
2
Krisik
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
3
Tunggulrejo
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
4
Soso
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
5
Tegalsari
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
6
slumbung
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
7
Ngadirenggo
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
8
Plumbangan
Doko
Blitar
Jawa Timur
9
Tambalang
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
10
Babadan
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
11
Wlingi
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
12
Beru
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
13
Tangkil
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
14
Sragi
Talun
Blitar
Jawa Timur
15
Jambewangi
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
16
Mronjo
Talun
Blitar
Jawa Timur
17
Jatitengah
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
18
Mandesan
Wlingi
Blitar
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
Potensi Lahar di Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, dan Kali Ngobo Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo me miliki karakteristik aliran yang hampir sama. Kali Putih, Kali Bla dak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo merupakan sungai-sungai yang berada di lereng bagian Barat Laut, Barat, Barat Daya, serta
80lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 lereng bagian Selatan Gunungapi Kelud. Sungai-sungai yang ber ada di lereng Barat Laut, Barat, Barat Daya, serta Selatan pada umumnya merupakan sungai intermitten. Sungai intermitten me rupakan sungai yang tidak mengalir sepanjang tahun. Sungaisungai, seperti Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, dan Kali Ngobo merupakan sungai yang kering di bagian hulunya. Aliran di hulu akan terjadi apabila terjadi hujan yang sangat besar intensitasnya serta dalam waktu yang cukup lama di bagian hulu. Hasil pengamatan lapangan pada tanggal 2-3 Maret 2014 menunjukkan bahwa belum terjadi aliran lahar di Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung, serta Kali Ngobo.
GAMBAR 20. a. Penampang melintang yang menunjukkan lembah Kali Putih semakin menyempit; b. Lembah tempat berhentinya material endapan di salah satu lekuk sungai di Kali Putih yang menyempit (X=641029 Y=9117960).
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll81
Pengamatan lapangan yang dilakukan di Kali Putih pada tanggal 2 Maret 2014 menunjukkan bahwa material endapan su dah turun dan terhenti di alur sungai pada jarak kurang lebih 5 km dari kawah. Material endapan terhenti pada salah satu lekuk sungai di Kali Putih (X=641029 Y=9117960). Lekuk sungai tempat mengendapnya material di Kali Putih mengalami penyempitan di bagian dasarnya karena longsor yang terjadi pada tebing-tebing sungai (Gambar 20). Material endapan yang terhenti di Kali Putih didominasi oleh batu apung berdiameter 30 cm atau lebih. Tebal material endapan yang diukur pada ujung endapan dari permukaan lembah sungai asli mencapai 40 meter (Gambar 21).
GAMBAR 21. Material endapan setebal 40 m dengan dominasi material batu apung berdiameter 30 cm terhenti pada 18 Februari di salah satu lekuk sungai Kali Putih.
Keadaan material endapan di Kali Bladak, Kali Sumberagung, dan Kali Ngobo dimungkinkan juga masih tertahan di bagian hulu. Lokasi-lokasi penumpukan material juga dimungkinkan berada pada lekuk-lekuk sungai yang sempit dan berigir tinggi (Gambar 22.).
82lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 22. Ilustrasi lekuk sungai yang menyempit serta berigir tinggi, merupakan lokasi yang berpotensi untuk menjadi lokasi tertumpuknya material endapan di hulu.
Hulu Kali Bladak dan Kali Ngobo memiliki karakteristik en dapan yang sama dengan Kali Putih. Hulu Kali Bladak dan Kali Ngobo didominasi oleh material batu apung dengan diameter lebih dari 30 cm. Batas dan ketebalan mataerial endapan di hulu Kai Bladak dan Kali Ngobo belum dapat diketahui dengan pasti karena terbatasnya akses untuk melakukan pengamatan lapangan. Bagian hulu Kali Sumberagung lebih didominanasi oleh area tertimbun sebagian dan tertimbun tipis. Material endapan yang dominan adalah pasir dan debu. Material endapan yang terbawa aliran la har di Kali Sumberagung akan lebih didominasi oleh material piroklastik berukuran debu dan pasir (Gambar 23). Keadaan di dam teratas Kali Bladak (X=638164 Y=9119398) menunjukkan bahwa belum ditemukan endapan material hasil erupsi 2014 yang terbawa oleh aliran dari hulu. Material baru yang ditemukan di dasar sungai berasal dari endapan jatuhan berupa batu apung dengan diameter rata-rata 3-4 cm (Gambar 24). Keadaan yang sama diperkirakan juga terjadi di hulu Kali Ngobo.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll83
GAMBAR 23 . Distribusi endapan piroklastik di hulu Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo
GAMBAR 24. a. Keadaan dam teratas Kali Bladak (X=638164 Y=9119398), tidak terdapat tumpukan material batu apung dari hulu, b. Material endapan jatuhan berupa batu apung dengan diameter rata-rata 3 - 4 cm di dasar lembah Kali Bladak
Analisis morfologi di setiap sungai menghasilkan sebaran po tensi lahar di Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo (Gambar 25). Sebanyak 17 desa di Kabupaten Blitar yang berpotensi dilalui oleh aliran lahar di Kali Putih (Tabel 4). Di Kali
84lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 25. Peta Sebaran dan Potensi Lahar pasca-erupsi 2014 di Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll85
Bladak terdapat sebanyak 26 desa .Sembilan belas desa di Kab. Blitar, 4 desa di Kab. Kediri dan 3 desa di Tulungagung berpotensi dilalui aliran lahar (Tabel 5). Di sepanjang Kali Sumberagung terdapat 29 desa di Kabupaten Kediri berpotensi dilalui oleh aliran lahar (Tabel 6). Sebanyak 18 desa di Kabupaten Kediri yang berpotensi dilalui oleh aliran lahar di sepanjang Kali Ngobo (Tabel 7). TABEL 4. Desa-desa yang dilalui oleh Kali Putih NO.
DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Gadungan
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
2
Sidodadi
Garum
Blitar
Jawa Timur
3
Slorok
Garum
Blitar
Jawa Timur
4
Sumber Agung
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
5
Sukosewu
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
6
Kotes
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
7
Jajar
Talun
Blitar
Jawa Timur
8
Kendalrejo
Talun
Blitar
Jawa Timur
9
Gondang
Gandusari
Blitar
Jawa Timur
10
Kamulan
Talun
Blitar
Jawa Timur
11
Talun
Talun
Blitar
Jawa Timur
12
Wonorejo
Talun
Blitar
Jawa Timur
13
Bendosewu
Talun
Blitar
Jawa Timur
14
Jeblog
Talun
Blitar
Jawa Timur
15
Tumpang
Talun
Blitar
Jawa Timur
16
Jabung
Talun
Blitar
Jawa Timur
17
Satreyan
Kanigoro
Blitar
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
TABEL 5. Desa-desa yang dilalui Kali Bladak NO. DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Sumbbersari
Nglegok
Blitar
Jawa Timur
2
Penataran
Nglegok
Blitar
Jawa Timur
3
Candirejo
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
4
Kedawung
Nglegok
Blitar
Jawa Timur
86lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 5
Bacem
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
6
Ringinanyar
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
7
Jaten
Wonodadi
Blitar
Jawa Timur
8
Karangbendo
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
9
Sumbersari
Udan Awu
Blitar
Jawa Timur
10
Kebonduren
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
11
Jati
Udan Awu
Blitar
Jawa Timur
12
Ponggok
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
13
Karanggondang
Udan Awu
Blitar
Jawa Timur
14
Kebonagung
Wonodadi
Blitar
Jawa Timur
15
Salam
Wonodadi
Blitar
Jawa Timur
16
Dadap Langu
Ponggok
Blitar
Jawa Timur
17
Tawangrejo
Wonodadi
Blitar
Jawa Timur
18
Ringinanom
Udan Awu
Blitar
Jawa Timur
19
Rejosari
Wonodadi
Blitar
Jawa Timur
20
Maesan
Mojo
Kediri
Jawa Timur
21
Nyawangan
Kraas
Kediri
Jawa Timur
22
Rejomulyo
Kraas
Kediri
Jawa Timur
23
Sentonorejo
Kraas
Kediri
Jawa Timur
24
Banjarsari
Ngantru
Tulungagung
Jawa Timur
25
Pojok
Ngantru
Tulungagung
Jawa Timur
26
Pulurejo
Ngantru
Tulungagung
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
TABEL 6. Desa-desa yang dilalui Kali Sumberagung NO. DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Wanengpaten
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
2
Ngebrak
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
3
Turus
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
4
Plosorejo
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
5
Gampeng
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
6
Kepuhrejo
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
7
Sambiresik
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
8
Wonocatur
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll87
9
Nambaan
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
10
Tanjung
Pagu
Kediri
Jawa Timur
11
Toyoresmi
Gampengrejo
Kediri
Jawa Timur
12
Kambingan
Pagu
Kediri
Jawa Timur
13
Sukorejo
Gurah
Kediri
Jawa Timur
14
Bulupasar
Pagu
Kediri
Jawa Timur
15
Kerkep
Gurah
Kediri
Jawa Timur
16
Wonosari
Pagu
Kediri
Jawa Timur
17
Gurah
Gurah
Kediri
Jawa Timur
18
Gurah
Kediri
Jawa Timur
19
Kawedusan
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
20
Besuk
Gurah
Kediri
Jawa Timur
21
Bangkok
Gurah
Kediri
Jawa Timur
22
Klanderan
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
23
Donganti
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
24
Brenggolo
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
25
Plosolor
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
26
Plosokidul
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
27
Trisulo
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
28
Kebonrejo
Kepung
Kediri
Jawa Timur
29
Sepawon
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
TABEL 7. Desa-desa yang dilalui Kali Ngobo NO. DESA
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
1
Minggiran
Papar
Kediri
Jawa Timur
2
Pehkulon
Papar
Kediri
Jawa Timur
3
Kwaron
Papar
Kediri
Jawa Timur
4
Senden
Pagu
Kediri
Jawa Timur
5
Jagung
Pagu
Kediri
Jawa Timur
6
Semanding
Pagu
Kediri
Jawa Timur
7
Pagu
Pagu
Kediri
Jawa Timur
8
Sitimerto
Pagu
Kediri
Jawa Timur
9
Adan-adan
Gurah
Kediri
Jawa Timur
88lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 10
Tengger Kidul
Pagu
Kediri
Jawa Timur
11
Gayam
Gurah
Kediri
Jawa Timur
12
Tiru Lor
Gurah
Kediri
Jawa Timur
13
Sidorejo
Pare
Kediri
Jawa Timur
14
Manggis
Puncu
Kediri
Jawa Timur
15
Sidomulyo
Puncu
Kediri
Jawa Timur
16
Sumberagung
Plosoklaten
Kediri
Jawa Timur
17
Puncu
Puncu
Kediri
Jawa Timur
18
Satak
Puncu
Kediri
Jawa Timur
Sumber: Hasil analisis
Potensi luapan aliran lahar Lahar akan mengalir secara alami sesuai dengan relief permukaan yang berupa alur-alur sungai dengan lembah sebagai wadah dan igir-igirnya sebagai pembatas. Igir yang berfungsi sebagai pembatas alami aliran lahar sangat berpengaruh terhadap persebaran lahar disetiap sungai. Setiap sungai memiliki karakteristik lembah dan igir yang berbeda-beda. Setiap karakteristik lembah dan igir sungai akan berpengaruh terhadap pola persebaran lahar yang mengalir. Lembah yang dalam atau igir yang tinggi mengakibatkan aliran lahar akan terkonsentrasi hanya di dalam alur sungai. Sungai de ngan lembah dangkal atau igir yang rendah memiliki potensi luap an lahar yang besar. Lembah-lembah yang ada di lereng Gunungapi Kelud pada umumnya memiliki bentuk lembah yang dalam. Dalamnya lembah sungai yang terbentuk diakibatkan oleh material pembentuk tu buh Gunungapi Kelud yang terdiri dari unconsolidated materials. Material lepas-lepas pembentuk tubuh Gunungapi Kelud berasal dari material endapan piroklastik. Material piroklastik diproduksi dari proses erupsi yang bersifat eksplosif. Endapan piroklastik mengalami proses redistribusi oleh aliran permukaan. Material le pas-lepas bersifat mudah tererosi sehingga lembah-lembah sungai
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll89
yang terbentuk cenderung dalam karena mengalami erosi vertikal. Lembah-lembah yang dalam pada umumnya terbentuk di lereng bagian Barat serta Barat Daya. Lembah yang dalam terbentuk ka rena lereng bagian Barat dan Barat Daya lebih sering dilalui oleh lahar primer. Bentuk lembah yang dalam mengakibatkan alir an lahar di lereng bagian Barat dan Barat Daya akan lebih ter konsentrasi di dalam lembah. Lembah sungai yang dalam pada umumnya terbentuk di bagian hulu. Lembah sungai yang dangkal pada umumnya terbentuk pada sungai bagian tengah dan hilir. Lahar memiliki kecepatan aliran yang tinggi, sehingga morfologi setiap aliran sungai akan berpengaruh terhadap persebaran lahar yang melewatinya. Morfologi lembah sungai sangat mengontrol pola persebaran lahar. Terdapat beberapa kondisi morfologi lembah sungai yang akan menyebabkan aliran lahar dapat meluap ke luar. Yang pertama adalah kelokan sungai. Alur sungai yang tiba-tiba berbelok setelah sebelumnya dominan lurus berpotensi terjadi luapan lahar. Kecepatan aliran yang tinggi dapat menyebabkan aliran lahar melewati dinding sungai. Luapan aliran lahar dapat terjadi apabila igir kelokan bagian luar cukup rendah atau landai. Luapan lahar di kelokan sungai akan sulit terjadi di bagian hulu karena lembah yang dalam. Luapan lahar di kelokan sungai ber potensi terjadi di bagian tengah dan hlir sungai. Salah satu area yang berpotensi terjadi luapan lahar pada kelokan sungai adalah pada Kali Sumberagung (Gambar 26). Lokasi kedua yang berpotensi sebagai tempat meluapnya lahar adalah lembah-lembah sungai yang merupakan tekuk lereng. Aliran dengan kecepatan tinggi akan cenderung mengikuti pola kemiringan dasar alur sungai. Ketika kemiringan tiba-tiba berubah maka akan terjadi benturan antara material lahar dengan dasar sungai. Benturan material lahar dengan dasar sungai dapat mengakibatkan berbeloknya arah aliran . Aliran yang berbelok mampu memunculkan potensi luapan aliran ke luar lembah sungai. Terdapatnya dam pada lembah sungai selain akan mengurangi
90lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 26. 1) Kelokan sungai di bagian hulu memiliki lembah yang dalam dan igir yang curam, 2) Kelokan memiliki lembah yang cukup dalam namun igir bagian Utara cukup rendah sehingga berpotensi luapan lahar, 3) Kelokan memiliki lembah yang dangkal serta igir sebelah Barat sangat landai, berpotensi besar terjadi luapan aliran lahar
kecepatan aliran serta menahan material lahar, juga dapat menyebabkan luapan lahar. Aliran akan dibelokkan ke kanan dan kiri dam apabila kecepatan aliran lahar cukup kuat menghantam dam. Aliran lahar berpotensi untuk meluap apabila di sisi kanan dan kiri dam terdapat igir yang landai. Aliran lahar akan tertahan di dalam lembah sungai apabila di sisi kanan dan kiri dam terdapat igir yang tinggi dan curam. Salah satu potensi luapan lahar disekitar dam terdapat di Ka li Putih. Material endapan di hulu Kali Putih berpotensi untuk menghasilkan banjir lahar apabila terbawa oleh aliran sungai yang cukup deras. Lokasi pertama yang berpotensi untuk menghasilkan
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll91
luapan lahar adalah dam teratas. Morfologi lembah sungai di se kitar dam akan sangat mempengaruhi potensi luapan lahar. Kon disi morfologi lembah sungai di sekitar Dam Kali Putih terlihat semakin menyempit ke arah dam (Gambar 27). penyempitan serta pendangkalan lembah sungai mengakibatkan potensi luapan aliran lahar. Igir di sisi Barat dam merupakan area yang paling berpotensi untuk meluapkan aliran lahar. Luapan aliran lahar terjadi karena igirnya yang rendah dan landai. Jenis penggunaan lahan yang berpotensi terkena luapan lahar adalah permukiman di sisi Barat Dam Kali Putih.
GAMBAR 27. Penampang melintang lembah sungai di sekitar dam teratas Kali Putih
Kesimpulan Erupsi Gunungapi Kelud pada Februari 2014 berbeda dengan erupsi-erupsi sebelumnya. Perbedaan erupsi pada tahun 2014 mengakibatkan tidak terjadinya banjir lahar primer di lereng Gu nungapi Kelud. Erupsi 2014 menghasilkan material piroklastik yang kemudian diendapkan sebagai tefra di lereng-lereng Gu nungapi Kelud. Material endapan hasil erupsi Gunungapi Kelud
92lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 menimbulkan ancaman berupa aliran lahar sekunder. Sungai-sungai yang telah terjadi aliran lahar hingga tanggal 4 Maret adalah Kali Konto, Kali Srinjing, Kali Soso, Kali Icir dan Kali Lekso. Material yang terbawa oleh aliran lahar yang terjadi masih didominasi oleh material piroklastik berukuran debu dan pasir. Material berupa batu apung dengan ukuran 15-30 cm yang berada di sekitar puncak Gunungapi Kelud belum terbawa oleh aliran lahar. Sungai-sungai yang belum terjadi lahar dan berpotensi untuk dilalui aliran lahar adalah Kali Semut, Kali Putih, Kali Bladak, Kali Sumberagung dan Kali Ngobo. Terdapat 162 desa yang berpotensi untuk dilalui oleh aliran lahar di semua sungai. Luapan lahar berpotensi terjadi pada lokasi-lokasi yang berupa lekuk luar sungai dengan igir rendah atau landai, lembah sungai berupa tekuk lereng serta area di kanan dan kiri dam dengan igir rendah atau landai. Materail endapan dengan ukuran besar masih tertampung di hulu masing-masing sungai. Potensi lahar yang lebih besar dengan membawa material dari hulu kemungkinan akan terjadi pada puncak musim hujan selanjutnya yaitu sekitar bulan Desember 2014-Januari 2015.
Saran Penelitian potensi lahar di lereng Gunungapi Kelud pasca-erupsi 2014 merupakan penelitian awal mengenai aliran lahar sekunder yang berpotensi terjadi di lereng Gunungapi Kelud pasca-erup si 2014. Terdapat dua hal penting yang menjadi dasar dalam pe nelitian potensi lahar di lereng Gunungapi Kelud pasca-erupsi 2014, yaitu persebaran endapan material piroklastik dan morfologi sungai. Kualitas data persebaran endapan material piroklastik dan data morfologi sungai akan sangat berpengaruh terhadap ha sil penelitian. Penelitian potensi lahar di lereng Gunungapi Kelud menggunakan data hasil pengukuran lapangan serta interpretasi
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll93
citra satelit untuk menghasilkan persebaran endapan jatuhan material piroklastik. Morfologi sungai didapat dengan meng gunakan kontur Peta RBI skala 1:25.000 dari Badan Informasi Geospasial. Saran agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik diantaranya adalah: 1. melengkapi data lapangan sebagai data dasar pembuatan peta persebaran endapan material piroklastik, dan 2. melakukan pengukuran morfologi sungai dengan lebih detil di setiap lokasi yang berpotensi untuk terjadinya luapan banjir lahar. Penelitian lanjutan perlu untuk dilakukan sebelum musim hu jan selanjutnya. Penelitian lanjutan berguna untuk memperbarui analisis potensi lahar yang akan terjadi.
Daftar Pustaka Brotopuspito, K.S., Wahyudi. 2007. Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai B Gempabumi di Sekitarnya (Eruption of The Kelud Volcano and b-Value Its Surrounding Earth quakes). Berkala MIPA, 17 (3), September 2007. Haerani, N., Hendrasto, M., Abidin, H.Z. 2010. Deformasi Gunung Kelud pascapembentukan Kubah Lava November 2007. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 1, Maret 2010: 13-30. Hidayati, S., Basuki, A., Kristanto, Mulyana, I. 2009 Emergence of Lava Dome from The Crater Lake of Kelud Volkano, East Java. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4, Desember 2009 :229-238 . van Bergen, M.J., Bernard, A., Sumarti, S., Sriwana, T., Sitorus, K. 2000. Crater Lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen. Ex cursion Book. IAVCEI General Assembly, Bali 2000. Zaenudin, A. 2008. Kubah Lava Sebagai Salah Satu Ciri Hasil Le tusan Gunung Kelud. Buletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008: 18-29.
94lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Zaennudin, A. 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud. Bu letin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009: 1-17.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll95
TEMA
4
Pengembangan Peta Risiko Bencana Kegunungapian berbasis Analisis Kejadian Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Development of Volcanic Disaster Risk Map based on the Event Analysis of Kelud Volcano Eruption in 2014 (Edwin Maulana, Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Puspita Indra Wardhani)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan peta risiko bencana kegunungapian berbasis pada analisis kejadian erpusi Gunungapi Kelud tahun 2014. Tiga komponen utama yang digunakan dalam penilaian risiko adalah bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Pengem bangan peta risiko bencana kegunungapian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah membangun peta risiko dengan cara mengka ji dan menilai lebih rinci parameter-parameter dalam ketiga kom ponen utama yang dibutuhkan. Pengumpulan data dilakukan dengan identifikasi data sekunder dan survei lapangan. Pembobotan terhadap tiap parameter dilaku
96lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 kan dengan analitic hierarchy processing (AHP). Analisis yang digu nakan berupa analasis spasial dengan pendekatan choropleth map ping. Analisis risiko bencana kegunungapian dilakukan dengan ca ra deskriptif eksploratif. Material hasil erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 didominasi oleh batu apung, pasir, abu vulkanik, dan fragmen batuan dasit. Arah lontaran material kasar cenderung ke arah barat dan barat da ya sehingga banyak merusak fasilitas umum, pemukiman dan lahan pertanian di wilayah Kabupaten dan Kota Kediri, serta Kabupaten Malang. Elemen berisiko paling banyak terdapat pada wilayah perkotaan, yaitu pada Kota Kediri. Tingkat kapasitas paling baik dimiliki oleh Kabupaten Blitar karena sudah berpengalaman terlanda erupsi Gunungapi Kelud pada masa lampau. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten dan Kota Kediri memiliki risiko paling tinggi terhadap erupsi Gunungapi Kelud. Kediri sebagai salah satu kota dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi di Jawa Timur memiliki risiko paling tinggi karena jumlah elemen berisiko lebih tinggi dibanding Kabupaten Malang dan Blitar. Kata Kunci: Peta, Risiko, Kegunungapian, Erupsi, Gunungapi Kelud Abstract The aim of this study was to develop the volcanic disaster map risk based on the event analysis of Kelud Volcano eruption in 2014. The three main components used to assess disaster risk were hazard, vulnerability and capacity mapping. The development of volcanic disaster map risk in this research is done by building a risk map using more detail parameters assessment in each component. Data were collected by identified secondary data as well as field surveys. Each parameter were weighting by analitic hierarchy processing (AHP). The risk levels were analyzed using spatial analysis with cloroplath mapping approach. Risk level was classified into three class, those were high, medium, and low. The output of this reseach presented in tematic map on scale 1 :
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll97
300.000 as well as described on descriptive explorative form. The 2014 Kelud’s material dominated by the pumice, sand, dasit, and the volcanic ash. The burst direction tends toward the west and southwest which destroyed so many public facilities, houses, and agricultural land on the Kediri city and Kediri distric, as well as Malang distric. Most of risky elements were found in urban areas, that is it City of Kediri and Blitar. The highest capacity owned by Blitar distric as experienced by the past eruption of Kelud. This study presented that Kediri regency and city has the highest risk level toward Kelud eruption. As one of the city and regency which is having the higest local revenue in East Java Province, Kediri had the higest volcanic risk because of the density of the people, built-up area, and economic activity was higher than Blitar and Malang. Keywords: map, risk, volcanic, eruption, Kelud Volcano
Latar Belakang
R
isiko merupakan potensi kerugian yang diakibatkan oleh sebuah bencana. Salah satu bencana yang dapat mengancam suatu wilayah dan dapat mengakibatkan kerugian adalah erupsi gunungapi. Erupsi gunungapi dapat menimbulkan kerugian luar biasa pada berbagai sektor. Material piroklastik yang dikeluarkan sebuah gunungapi dapat merusak pemukiman, perkebunan, perta nian, serta fasilitas umum sehingga mengganggu jalannya kegiatan perekonomian (Damiani, et al., 2005). Pulau Jawa sebagai pulau yang memiliki gunungapi paling banyak di Indonesia sangat berisiko terhadap dampak erupsi gunungapi. Risiko yang tinggi terhadap erupsi disebabkan oleh pertumbuhan penduduk pada sekitar gu nungapi sangat tinggi. Faktor kesuburan tanah dan keindahan alam di sekitar gunungapi membuat masyarakat memilih untuk tinggal pada lingkungan gunungapi. Gunungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi di Pulau Jawa yang memiliki potensi tinggi terhadap kegiatan perekonomian.
98lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kawasan Gunungapi Kelud memiliki kesuburan tanah yang sangat baik, sehingga banyak masyarakat maupun pihak swasta yang me manfaatkannya untuk budidaya pertanian dan perkebunan. Ke indahan lingkungan Gunungapi Kelud dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri sebagai kawasan wisata dengan harapan dapat mendulang pendapatan asli daerah yang cukup tinggi. Pengembangan potensi biotik dan abiotik Gunungapi Kelud memiliki hambatan karena dampak erupsi. Gunungapi Kelud me miliki sejarah erupsi dengan periode ulang yang cukup dekat yaitu 16 tahun sekali. Karakteristik erupsi Gunungapi Kelud selalu berubah dari waktu ke waktu. Tipologi erupsi Gunungapi Kelud selalu didahului oleh erupsi freatik yang diikuti dengan erupsi freatomagmatik dan diakhiri dengan erupsi magmatik (Zaennudin, 2009). Sejarah membuktikan bahwa erupsi Gunungapi Kelud menim bulkan dampak yang luar biasa. Erupsi di tahun 1900 mengarah ke Kabupaten Blitar dan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 1990 menyebabkan 65 korban jiwa, kerusakan lahan pertanian 45.162 ha dan menimbulkan kerusakan pada fasilitas umum (Legowo, et al., 2006). Magnitude erupsi Gunungapi Kelud tergolong tinggi. Rata-rata volcanic eruption index (VEI) berkisar pada angka 3. Kerugian akibat erupsi Gunungapi Kelud terekam dalam Tabel 1. TABEL 1.
Rekapitulasi Data Erupsi Gunungapi Abad ke-20. Data menunjukkan bahwa erupsi Gunungapi Kelud menimbulkan dampak yang luar biasa. Jumlah korban jiwa yang sangat tinggi menunjukkan betapa berbahayanya material yang dimuntahkan oleh Gunungapi Kelud.
NO
KORBAN JIWA
KEHILANGAN RUMAH
1
Pelee
29000
Pinatubo
68700
2
Nevado Del Ruiz
23080
Kelud
52500
3
Santa Maria
13780
Merapi
32275
4
Kelud
5478
Galunggung
22000
5
Lamington
2942
El Chicon
15000
6
El Chicon
2001
Tokachi
15000
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll99
7
Lake Nyos
1746
Soufrie`re Hills
7500
8
Merapi
1590
Colo (Una Una)
7101
9
Soufriere St Vincent
1565
Etna
6350
10
Taal
1525
Mayon
6000
Sumber: Witham, 2005
Gunungapi Kelud mengalami erupsi pada 13 Februari 2014. Material utama yang dikeluarkan berupa pumice, pasir, abu vulkanik dan batuan dasit. Hembusan abu vulkanik mencapai Jawa Barat yang berjarak kurang lebih 1000 km dari kawah Gunungapi Kelud. Tiga Kabupaten (Kediri, Blitar, dan Malang) dan 2 Kotamadya (Kediri dan Blitar) yang berdekatan dengan Gunungapi Kelud mengalami kerusakan dan kehilangan cukup parah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa dampak erupsi Kelud menyebabkan jumlah kerugian Rp. 392,66 miliyar di wilayah Kabupaten Malang dan rumah rusak mencapai 11.845 unit. Pemetaan risiko merupakan salah satu cara paling efektif untuk mengurangi dampak erupsi Gunungapi Kelud di masa mendatang. Peta risiko merupakan sebaran spasial mengenai potensi kehilangan yang diakibatkan oleh bencana pada waktu dan lokasi tertentu (UNICEF, 2013). Komponen risiko terdiri dari komponen bahaya, kerentanan dan kapsitas. Penilaian risiko dilakukan sebelum dan setelah bencana terjadi, sehingga dapat ditentukan strategi paling efektif untuk manajemen risiko (Fleming, et al., 2009). Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Kelud sudah pernah dibuat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunungapi (PVMBG) di tahun 2004, namun peta KRB hanya memasukkan unsur bahaya dan tidak memasukkan parameter kerentanan dan kapasitas. Peta KRB yang dibuat PVMBG dinilai sudah tidak relevan dengan kejadian erupsi di tahun 2014. Pemetaan risiko Gunungapi Kelud mendesak untuk dilakukan karena terjadi perubahan arah material hasil erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 menimbulkan dampak besar pada masyarakat.
100lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Lokasi Peneltian Lingkungan Gunungapi Kelud (1120 304’ LU dan 70 937’ LS) terletak pada tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang. Penggunaan lahan didominasi oleh hutan, perkebunan, dan tegal an. Aktivitas pertanian sangat dominan karena kondisi tanah pada lingkungan gunungapi yang memang sangat subur. Terdapat be berapa sungai besar yang berhulu di lereng atas Gunungapi Kelud, seperti Konto, Lekso, Putih, Kuning, Harinjing, Sumberagung dan Ngobo. Curah hujan pada lokasi penelitian cukup tinggi. Material hasil erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 banyak mengendap di lereng atas, sehingga apabila terjadi hujan deras menyebabkan ke rawanan banjir lahar pada bagian hilir. Penduduk yang tinggal di sekitar Gunungapi Kelud didominasi oleh Suku Jawa. Agama yang dianut didominasi oleh agama Islam. Mata pencarharian utama penduduk berada pada sektor pariwisata, pertanian dan perkebunan. Sektor pariwisata, pertanian dan perkebunan sangat tergantung pada kondisi fisik wilayah dan fenomena alam yang terjadi. Aktivitas perekonomian akan terganggu apabila terjadi erupsi Gunungapi Kelud. Kabupaten dan Kota Kediri menjadi pusat perekonomian di lingkungan Gunugapi Kelud karena banyak pusat industri. Gambaran umum lokasi U penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
GAMBAR 1. Kondisi Fisiografi Gunungapi Kelud. Gunungapi Kelud berdekatan dengan Gunung Kawi-Butak dan Komplek Arjuno Welirang. Elevasi ketinggian berisar antara 200 1731 m dpal. Kemiringan lereng bervariasi antara datar sampai dengan curam.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll101
Metode Pemetaan risiko Gunungapi Kelud yang terdiri dari pemetaan bahaya, kerentanan, kapasitas dan risiko dilakukan dengan ana lisis spasial. Pemetaan risiko dilakukan dengan dua metode, yai tu identifikasi data sekunder dan survei lapangan. Pendekatan yang digunakan berupa cloropleth mapping. Cloropleth mapping me rupakan peta tematik yang menyajikan data berupa tipe ukuran, data interval ataupun rasio (Kraak, 2007). Cloropleth mapping dipilih karena semua data yang dikumpulkan dapat merepresentasikan unit spasial kewilayahan. Unit analisis yang dipilih untuk pemetaan risiko adalah pada tingkat kecamatan. Pemetaan risiko diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Hasil akhir pemetaan risiko disajikan dalam peta dengan skala 1 : 300.000. Pembahasan hasil pemetaan risiko diuraikan dalam bentuk deskriptif eksploratif. Pemetaan risiko dilakukan dalam 4 tahapan yaitu pemetaan (1) bahaya; (2) kerentanan; (3) kapasitas, dan (4) risiko. Pemetaan Bahaya Pemetaan bahaya Gunungapi Kelud dilakukan dengan survei lapangan. Survei dilakukan pada saat dan setelah erupsi Gunungapi Kelud, yaitu pada bulan Februari dan Maret 2014. Survei difokuskan pada 3 Kabupaten (Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang) dan 2 kota (Kota Kediri dan Blitar). Data yang dikumpulkan berupa data diameter pumice (batu apung), tebal endapan abu vulkanik, dan kerusakan pada pemukiman, fasilitas umum serta lahan pertanian yang diakibatkan oleh erupsi Gunungapi Kelud. Peralatan yang digunakan berupa GPS (Global Positioning System), meteran, Laser Ace, serta kamera untuk dokumentasi. Informasi yang diperoleh dari peta bahaya terdiri dari dua kajian, yaitu bahaya lontaran material piroklastik yang diklasifikasikan menjadi tiga kelas (tinggi, sedang, rendah) dan potensi banjir lahar.
102lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Validasi peta dilakukan dengan menggunakan data sekunder be rupa foto, citra, dan informasi yang diperoleh dari media masa ce tak maupun elektronik. Pemetaan Kerentanan Kerentanan dinilai berdasarkan tiga parameter utama, yaitu keren tanan fisik, demografi dan penggunaan lahan. Detail parameter kerentanan dapat dilihat pada Tabel 2. Basis data yang digunakan adalah data Kabupaten Dalam Angka tahun 2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan toponimi dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital skala 1 : 25.000 yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Tingkat kerentanan dianalisis dengan analitic hierarchy processing (AHP). Peta tingkat kerentanan divalidasi dengn melakukan survei lapangan pada bulan Februari 2014. TABEL 2.
Parameter yang diukur untuk pemetaan kerentanan dibatasi pada tiga parameter seperti terlihat pada tabel. Parameter ekonomi tidak dimasukkan karena perolehan data yang sangat sulit. PARAMETER
Fisik Kerentanan
%
Kerapatan jalan
m2
Jumlah kegiatan perekonomian
Unit
Kepadatan penduduk Sosial
Presentase penduduk miskin Jumlah kaum rentan
Lingkungan
SATUAN
Kepadatan Permukiman
Jiwa/Km % Unit
Luas pertanian
%
Luas perkebunan
%
Sumber: Analisis peneliti, 2014
Pemetaan Kapasitas Pengumpulan data untuk mengukur kapasitas dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan survei lapangan dan rekapitulasi data BPS. Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang berupa
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll103
jalur evakuasi dan posko pengungsian. Data BPS yang digunakan untuk mengukur kapasitas berupa data struktur sosial ekonomi. Pa rameter yang digunakan untuk mengukur kapasitas dapat dilihat pada Tabel 3. TABEL 3.
Pengukuran kapasitas dilakukan berdasarkan tiga parameter, yaitu kesiapsiagaan, struktur sosial ekonomi, dan kesehatan. Berdasarkan survei lapangan sebelum dan setelah erupsi Gunungapi Kelud, parameter kesiapsiagaan, struktur sosial ekonomi dan kesehatan dianggap cukup mewakili untuk penilaian kapasitas. PARAMETER Kesiapsiagaan Struktur Sosial Ekonomi
Kapasitas Kesehatan
SATUAN
Jumlah jalur evakuasi
Unit
Jumlah posko pengungsian
Unit
Jumlah sekolah
Unit
Jumlah pasar
Unit
Jumlah fasilitas kesehatan
Unit
Jumlah apotik atau toko obat
Unit
Jumlah tenaga medis
Unit
Jumlah tenaga paramedis (bidan, perawat)
Unit
Sumber: Analisis peneliti, 2014
Pemetaan Risiko Gunungapi Kelud Perhitungan risiko Gunungapi Kelud didasarkan pada Hyogo Framwork for Risk Reduction. Perhitungan nilai risiko mempertimbang kan tiga aspek bahaya, kerentanan dan kapasitas. Perhitungan ri siko dilakukan dengan mengalikan komponen bahaya (hazard) dengan kerentanan (vulnerability) dan membagi dengan kapasitas (capacity). Rumus yang digunakan untuk perhitungan risiko sedi kit dimodifikasi. Modifikasi rumus dilakukan karena peneliti berasumsi bahwa nilai pada setiap parameter perhitungan risiko memiliki pengaruh yang berbeda terhadal total risiko, sehingga pembobotan perlu dilakukan. Pembobotan dilakukan dengan cara analitic hierarchy processing (AHP). Diagram alir penelitian dapat di lihat pada Gambar 2.
104lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 2. Diagram alir penelitian yang mana menjelaskan alur penelitian mulai dari pengumpulan data, analisis data, dan visualisasi hasil analisis (Sumber: Analisis Peneliti, 2014).
Hasil dan Pembahasan Pemetaan Bahaya Gunungapi Kelud terakhir bererupsi pada tahun 2014 dengan tipe letusan eksplosif. Erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 tergolong cukup besar. Volcanic eruption index (VEI) erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 berada pada skala VEI – 4. VEI Gunungapi Kelud di tahun 2014 lebih besar dari rata-rata erupsi Gunungapi Kelud pada masa lampau. Berdasarkan sejarah erupsi Gunungapi Kelud, VEI Gunungapi Kelud rata-rata adalah 3 (Gambar 3).
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll105
GAMBAR 3. Grafik sejarah VEI Kelud menunjukkan bahwa erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014 tergolong cukup besar. Erupsi Gunungapi Kelud sepanjang sejarah berkisar pada VEI 2 dan 3. Erupsi paling besar tercatat pada tahun 1586 (Sumber: Anonymous, 2014).
Material utama yang dimuntahkan oleh Gunungapi Kelud di tahun 2014 berupa pumice (batu apung), pasir, abu vulkanik, dan batuan dasit. Material berupa pumice dan dasit terlontar hingga radius sejauh kurang lebih 10 km dari kawah Gunungapi Kelud. Berdasarkan citra yang dilansir oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) pada tahun 2014, hembusan abu vulkanik mencapai ketinggian 25 km. Material berupa abu vulkanik dapat dirasakan di Jawa Barat yang berjarak kurang lebih 1.000 km dari kawah Gunungapi Kelud dan sebagian lagi terbawa angin ke Samudera Hindia. Penelitian dengan tema pemetaan risiko berusaha membuat peta bahaya berdasarkan erupsi Gunungapi Kelud pada tanggal 13 Februari 2014. Peta bahaya gunungapi merupakan peta tematik yang dapat merepresentasikan sebaran spasial area geografis terdampak material erupsi sebuah gunungapi seperti lontaran dan aliran material vulkanik, aliran lava dan lahar (Damiani, et al, 2005). Tingkat bahaya ditentukan berdasarkan sebaran material vilkanik (pumice, pasir, abu vulkanik), potensi terjadinya lahar hujan dan kerusakan yang diakibatkan oleh erupsi Gunungapi Kelud. Kriteria dalam penentuan tingkat bahaya dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa titik endapan pumice, abu vulkanik dan pasir tidak beraturan. Material vulkanik
106lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 4. Indikator dalam penentuan tingkat bahaya gunungapi sangat beragam. Peneliti membatasi indikator penentuan tingkat bahaya pada idikator yang dapat diperoleh dengan cara survei. Indikator tingkat bahaya dinilai cukup mewakili untuk penentuan tingkat bahaya karena sudah memasukkan faktor ancaman berupa material vulkanik (endapan pumice dan abu) dan dampaknya (aktivitas masyarakat dan kerusakan atap rumah) (Sumber: Peneliti, 2014).
dengan diameter besar lebih banyak jatuh di sekitar Gunungapi Kelud. Arah jatuhannya lebih dominan ke arah barat dan barat daya (Kabupaten Kediri dan Malang). Material jatuhan berukuran lebih dari 4 cm yang dominan ke arah Kediri dan Malang disebabkan karena diameter dan berat jenis lebih tinggi, sehingga angin tidak dapat membawanya lebih jauh. Endapan pumice bercampur batuan dasit dan pasir banyak ditemukan di hulu sungai yang berdekatan dengan kawah Gunungapi Kelud. Endapat material vulkanik belum terbawa oleh air hujan karena pada saat Gunungapi Kelud meletus (Februari 2014), curah hujan sudah berangsur menurun. Endapan material vulkanik berpotensi untuk terangkut dan menyebabkan terjadinya banjir lahar hujan apabila terjadi hujan dengan intensitas yang sangat tinggi. Material berupa abu vulkanik terbawa angin ke arah barat dan barat daya. Endapan abu vulkanik banyak ditemui di Kabupaten Kediri dan Malang. Ketebalan abu vulkaniknya cukup bervariasi. Ketebalan abu vulkanik paling tinggi terdapat di Kecamatan Ngan
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll107
tang, Kabupaten Malang. Ketebalan abu vulkanik di Kabupaten Kediri paling tinggi terdapat di Kecamatan Puncu, Plosoklaten, Ngancar dan Kepung. Peta tentatif yang memberikan informasi mengenai endapan material vulkanik di sekitar Gunungapi Kelud dapat dilihat pada Gambar 5.
GAMBAR 5. Peta tentatif endapan material vulkanik dibuat berdasarkan interpretasi citra satelit. Validasi dari hasil interpretasi dilakukan dengan cara survei lapangan. Peta endapan material menunjukkan bahwa endapan abu vulkanik dan pasir yang cukup tinggi mencapai jarak 17 km. Endapan pumice dan bongkah andesit basaltik hanya ditemukan di sekitar kawah Gunungapi Kelud. Edapan abu vulkanik yang tebalnya kurang dari 4,5 cm tidak disajikan dalam peta endapan material vulkanik (Sumber: Peneliti, 2014).
108lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kabupaten Kediri dan Malang mengalami kerusakan yang sangat parah akibat erupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014. Desa yang memiliki kerusakan paling parah akibat erupsi Kelud di tahun 2014 adalah Desa Pandansari yang terletak di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Semua atap rumah dan lahan pertanian hancur akibat erupsi Gunungapi Kelud. Survei lapangan yang dilakukan pada 7 Maret 2014 menunjukkan bahwa aktivitas penduduk di desa Pandansari masih lumpuh total. Masyarakat dibantu Tentara Nasional Indonesial (TNI) masih sibuk membersihkan endapan material vulkanik dan memperbaiki atap rumah yang roboh. Seba gian besar masyarakat masih tinggal di lokasi pengungsian di Ke camatan Pujon pada saat survei berlangsung (Februari-Maret 2014). Gambaran mengenai material dan dampak erupsi Gunungapi Ke lud di Desa Pandasari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang dapat dilihat pada Gambar 6.
a
b
c
GAMBAR 6. (a) Ukuran pumice yang mencapai Desa Pandansari (kurang lebih 7 km dari kawah Gunungapi Kelud) mencapai 17 cm. (b) Ketebalan abu vulkanik (undisturb) pada saat pengukuran (7 Maret) mencapai 23 cm. Kemungkinan besar pada saat erupsi ketebalan abu lebih tinggi, karena sudah terjadi beberapa kali hujan deras yang menyebabkan pemadatan dan terbawa oleh air hujan.(c) Gambaran mengenai lahan pertanian dan atap rumah yang rusak total, sehingga untuk sementara waktu atap rumah ditutupi dengan terpal (Sumber: Peneliti, 2014).
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll109
Hasil dari peta tentatif endapan material Kelud diolah dengan menggunakan ArcGIS 10.2. Titik-titik survei yang di-plot dengan Global Positionong System (GPS) dan dikonversi ke dalam bentuk shape file (shp). Endapan material diidentifikasi sebarannya dan dimasukkan dalam indikator tingkat bahaya sehingga dapat disa jikan dalam bentuk peta bahaya pada tingkat kecamatan. Skala administratif dipilih agar dapat memudahkan dalam melakukan pe nanggulangan bencana dan manajemen risiko di masa mendatang. Peta tingkat bahaya Gunungapi Kelud dapat dilihat pada Gambar 7.
GAMBAR 7. Peta tingkat bahaya Gunungapi Kelud menyajikan informasi sebaran spasial tingkat bahaya aktual akibat erupsi tahun 2014. Kabupaten Kediri merupakan daerah yang paling rawan terhadap material Kelud (terutama abu vulkanik), karena pada bulan Februari 2014, angin permukaan cenderung mengarah ke arah barat daya (Sumber: Analisis Peneliti, 2014).
110lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Pemetaan Kerentanan Kerentanan merupakan kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial, ekonomi, lingkungan (ADPC, 2004), dan politik (Pelling, 2003) yang mana dapat meningkatkan kemungkinan dari sebuah komunitas terdampak oleh bencana (ISDR, 2004). Aspek yang dikaji untuk me nentukan tingkat kerentanan pada penelitian ini dibatasi pada tiga aspek, yaitu kerentanan fisik, sosial dan lingkungan. Parameter fisik, sosial dan lingkungan dipilih karena dianggap cukup mewakili dan mudah diperoleh. Setiap parameter mempunyai pengaruh yang ber beda, sehingga perlu dilakukan pembobotan. Bobot dari masingmasing parameter ditentukan dengan Analitic Hierarchy Processing (AHP). Bobot dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Gambar 8.
GAMBAR 8. Bobot (priority vector) dari masing-masing parameter ditentukan dengan membandingkan antara satu parameter dengan parameter yang lain. Pricipal Eigen Value menunjukkan angka 2.982. Hasil concistency index adalah 0,009, sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot dalam penilaian tingkat kerentanan sangat akurat (Sumber: Analisi Peneliti, 2014).
Tingkat kerentan sangat berhubungan erat dengan elemen be risiko. Komponen elemen berisiko (element at risk) yang paling ren tan adalah komponen manusia. Manusia merupakan komponen
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll111
utama yang harus mendapat perlindungan di samping harta ben da maupun lingkungan. Manusia termasuk dalam parameter kerentanan sosial, sehingga bobot dari parameter sosial lebih tinggi dibandingkan dengan bobot dari parameter yang lain. Parameter fisik yang berupa pemukiman, jalan, dan kegiatan perekonomian mendapat bobot yang cukup tinggi. Pemukiman merupakan tempat manusia tinggal dan setiap manusia membutuh kan rumah untuk berlindung. Sub indikator yang berupa kerapatan jalan memiliki pengaruh yang signifikan, karena jalan merupakan sarana utama dalam menunjang kegiatan perdagangan, interaksi dan komunikasi antar masyarakat. Survei yang dilakukan pascaerupsi Gunungapi Kelud (15 Februari 2014), menunjukkan bahwa fungsi jalan sangat efektif dalam melancarkan kegiatan komunikasi dan perekonomian. Abu vulkanik setebal kurang lebih 3,5 cm di jalanan Kota Kediri membuat aktivitas masyarakat lumpuh. Pe nelitian yang dilakukan Wilcox (1959), USGS (2010) dan Wilson et al (2012) menyebutkan bahwa material vulkanik setebal 1-3 cm dapat mengurangi jarak pandang, menutupi rambu-rambu jalan, membuat jalan menjadi licin serta membuat mesin dan body ken daraan tergores (Alcorn, et al., 2013). Parameter kerentanan lingkungan diukur dari dua aspek uta ma, yaitu luas pertanian dan luas perkebunan. Data utama yang digunakani adalah hasil dari data BPS dan hasil dari sensus pertanian pada tahun 2010. Indikator luas lahan pertanian dan perkebunan dipilih karena penggunaan lahan pada lingkungan Gunungapi Kelud didominasi oleh perkebunan dan lahan pertanian. Aktivitas pertanian lebih dominan karena pada lingkungan gununungapi tingkat kesuburan tanahnya sangat tinggi. Hasil rekapitulasi data divalidasi dengan peta penggunaan lahan skala 1 : 25.000 yang ber sumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan AHP dan dikonfersi ke dalam bentuk spasial. Distribusi spasial dari tingkat kerentanan dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud dapat dilihat pada Gambar 9.
112lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 9. Peta tingkat kerentanan menunjukkan bahwa pada daerah perkotaan tingkat kerentanannya lebih tinggi dari pada daerah pedesaan. Pada daerah perkotaan memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dikarenakan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, built-up area yang sangat luas dan pusat kegiatan perekonomian yang sangat banyak (Sumber: Analisis Peneliti, 2014).
Pemetaan Kapasitas Kapasitas merupakan kombinasi dari kemampuan, peralatan dan segala sumberdaya yang tersedia dalam sebuah komunitas atau organisasi dalam menghadapi dan menanggulangi sebuah bencana (UNISDR, 2009). Parameter kapasitas yang diukur meliputi kesiap siagaan dalam menghadapi bencana, struktur sosial ekonomi, dan kesehatan. Masing-masing parameter diberi bobot dengan cara
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll113
Analitic Hierarchy Processing (AHP). Bobot dari tiap parameter dapat dilihat pada Gambar 10.
GAMBAR 10. Faktor pembobot diberikan berdasarkan professional judgement serta mempertimbangkan realita di lapangan hasil survei. Concistency index menunjukkan angka 0,009, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai bobot sangat akurat (Sumber: Analisis Peneliti, 2014).
Faktor kesiapsiagaan merupakan faktor yang paling berpe ngaruh dalam penentuan tingkat kapsitas. Persiapan sebelum ben cana terjadi seperti tanda jalur evakuasi, peta jalur evakuasi, titik kumpul, serta posko pengungsian memberikan peranan penting untuk menyelamatkan masyarakat saat bencana terjadi. Erupsi Gu nungapi Kelud di tahun 2014 tidak memakan korban jiwa karena tingkat kesiapsiagaan yang cukup baik. Korban jiwa pada masa krisis bukan terjadi karena dampak (direct impact) langsung dari erupsi Kelud, namun terjadi saat masa rehabilitasi. Faktor sosial ekonomi dan kesehatan nilai bobotnya lebih ren dah dibandingkan kesiapsiagaan karena seluruh fasilitas umum terdampak dan tidak dapat beroperasi. Petugas medis ikut me ngungsi saat erupsi berlangsung karena dampak erupsi yang sa ngat besar. Fungsi struktur sosial ekonomi dan kesehatan yang ti dak berfungsi secara maksimal pada fase krisis membuktikan bah wa faktor sosial ekonomi dan kesehatan pengaruhnya tidak terlalu besar dalam penentuan tingkat kapasitas.
114lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Jumlah sarana kesehatan (poliklinik dan puskesmas) di lereng Gunungapi Kelud sangat banyak, namun jumlah toko obat (apo tik) sangat terbatas. Jumlah apotik yang terbatas dapat menjadi permasalahan apabila jumlah korban sangat banyak. Abu vulkanik yang cukup pekat di udara dapat mengganggu pernafasan. Jumlah masyarakat yang menggunakan masker pada masa krisis sangat sedikit karena jumlah apotik yang terbatas.
GAMBAR 11. Peta tingkat kapasitas menunjukkan bahwa persiapan hanya dipersiapkan di kecamatan yang berada pada lereng Gunungapi Kelud. Permasalahan timbul karena persiapan yang sedemikian rupa menjadi percuma karena beberapa posko pengungsian harus bergeser ke daerah yang lebih jauh karena ikut terdampak oleh material Kelud (Sumber: Analisis Peneliti, 2014).
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll115
Kapasitas paling tinggi dimiliki oleh Kabupaten Blitar karena berdasarkan sejarah erupsinya, material Gunungapi Kelud cende rung mengarah ke Kabupaten Blitar. Kerjasama multi-sektoral pada jajaran pemerintahan membuat Kabupaten Blitar memiliki tingkat kapasitas yang cukup tinggi. Kekurangan dari Kabupaten Blitar adalah data berupa peta jalur evakuasi yang baru tersedia dua jam sebelum erupsi. Pengelolaan data spasial dan kependudukan pa ling baik dimiliki oleh Kabupaten Kediri. Data spasial dapat di persiapkan sangat baik karena didukung penuh oleh beberapa uni versitas dalam inventarisir data. Distribusi spasial tingkat kapasitas disajikan pada Gambar 11. Pemetaan Risiko Gunungapi Kelud Risiko merupakan kombinasi antara faktor bahaya, kerentanan (Alcorn, et al., 2013) dan kapsitas, kaitannya dalam potensi kehi langan akibat suatu bencana pada kurun waktu dan wilayah tertentu (UNISDR, 2009). Distribusi dari potensi bahaya, kerentanan, dan kapasitas telah diulas pada bagian sebelumnya. Setiap parameter diberi bobot untuk selanjutnya dianalisis secara spasial sehingga diperoleh distribusi spasial tingkat risiko erupsi Gunungapi Kelud. Bobot dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4. TABEL 4.
Pair wise comparation matrix untuk menentukan total risiko. Bahaya merupakan paling tinggi di antara ketiga parameter. Principal eigen value menunjukkan angka 3,225. Concistency index sebesar 0,1125 yang mana merepresentasikan bahwa pembobotan yang dilakukan cukup konsisten.
Parameter
Bahaya
Kerentanan
Kapasitas
Priority Vector (Bobot)
Bahaya
1
3
5
0.62
Kerentanan
0.3
1
3
0.25
Kapasitas
0.2
0.3
1
0.13
Total
1.5
4.5
9
1
Sumber: Analisis Peneliti, 2014
Parameter bahaya memiliki bobot paling tinggi karena sangat sulit untuk dicegah. Tidak seperti bahaya dari jenis bencana yang
116lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 lain, bahaya gunungapi akan menerjang dan menghancurkan se mua elemen berisiko yang berada pada jangkauannya. Gunungapi Kelud memiliki bahaya material piroklastik, lahar, dan air pada kawah seperti erupsi tahun 1990. Bahaya Gunungapi Kelud yang dapat dikurangi hanya semburan air dari danau kawah, dengan cara membuat terowongan untuk mengalirkan air sehingga volu menya jauh berkurang. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 me nunjukkan bahwa material piroklastik dapat merusak fasilitas dan lahan pertanian. Komponen kerentanan dan kapasitas tidak mendapat bobot terlalu tinggi karena masih dapat dimanipulasi. Salah satu contohnya adalah indikator kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan dapat ditingkatkan melalui pelatihan, persiapan logistik kebencanaan yang lebih baik serta formulasi rencana kontijensi yang tertata dengan sangat rapi. Draft rencana kontijensi selama ini hanya dimiliki Kabupaten Bli tar, dan kualitasnya masih belum terlalu baik. Standart operational procedure (SOP) masil belum jelas, akibatnya tidak semua pihak bisa bertindak secara maksimal. Berdasarkan survei yang dilakukan, Kecamatan Ngantang di Kabupaten Malang mengalami kerusakan paling parah, namun tingkat risiko paling tinggi terdapat pada Kabupaten dan Kota Ke diri. Tingkat risiko di Kabupaten dan Kota Kediri lebih tinggi karena jumlah elemen berisikonya lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan Ngantang. Kota Kediri sebagai salah satu kota dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD terbesar di Jawa Timur) memiliki banyak pusat perekonomian. Letak geografis Kediri dan interaksi dengan pusat industri Jawa Timur yang terletak berdekatan dengan koridor ger bang kertasusila (Gresik Bangil Mojokerto Surabaya Sidoarjo La mongan) membuat pertumbuhan ekonomi Kota dan Kabupaten Kediri sangat pesat. Material vulkanik erupsi Gunungapi Kelud 2014 yang menutupi semua wilayah Kediri membuat aktivitas perekonomian terhenti. Potensi kerusakan memang tidak begitu berarti karena dapat sesegera mungkin direhabilitasi, namun po
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll117
tensi kehilangan karena terganggunya aktivitas perekonomian akan sangat merugikan. Ratusan ribu masyarakat akan kehilangan pekerjaan untuk sementara waktu. Logika dan analisis yang telah dibangun mengerucut pada kesimpulan bahwa Kabupaten dan Kota Kediri memiliki tingkat risiko paling tinggi terhadap erupsi Gunungapi Kelud. Distribusi spasial tingkat risiko Gunungapi Kelud dapat dilihat pada Gambar 12.
GAMBAR 12. Peta risiko Gunungapi Kelud merupakan hasil dari analisis komponen bahaya, kerentanan, dan kapasitas berdasarkan kasus di tahun 2014 yang menjelaskan distribusi spasial potensi kerugian. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat di Kabupaten dan Kota Kediri. Risiko yang tinggi pada Kabupaten dan Kota Kediri disebabkan potensi ekonomi yang tinggi terpaksa harus terhenti akibat erupsi Gunungapi Kelud.
118lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Kesimpulan Pemetaan risiko bertujuan untuk mengurangi dampak erupsi Gunungapi Kelud di masa mendatang. Komponen risiko yang dikaji adalah komponen bahaya, kerentanan dan kapasitas. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial dengan pendekatan cloropleth mapping. Hasil akhir disajikan dalam bentuk peta tematik skala 1 : 300.000 dengan unit analisis pada tingkat kecamatan. Tingkat risiko diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Identifikasi sebaran material vulkanik Gunungapi Kelud me nunjukkan bahwa material vulkanik mengarah ke barat dan barat daya. Kerusakan terhadap pemukiman, lahan pertanian dan fa silitas umum bayak dijumpai pada kecamatan dengan radius 10 km dari kawah Gunungapi Kelud. Tingkat bahaya paling tinggi terdapat pada Kabupaten Kediri dan Malang. Distribusi spasial tingkat kerentanan menunjukkan bahwa wilayah perkotaan lebih rentan dari pada wilayah pedesaan. Tingkat kerentanan yang tinggi disebabkan oleh jumlah elemen berisiko (element at risk) di wilayah perkotaan lebih banyak. Kota Kediri dan Kota Blitar merupakan daerah paling rentan terhadap erupsi Gunungapi Kelud. Kepadatan pemukiman dan kegiatan perekonomian yang sangat intensif membuat wilayah perkotaan sangat rentan terhadap erupsi. Hasil pemetaan kapasitas menunjukkan bahwa tingkat kapasitas paling baik didominasi oleh kecamatan yang terletak di Kabupaten Blitar. Pengalaman terhadap erupsi Gunungapi Kelud di tahun terdahulu membuat daerah pada Kabupaten Blitar memiliki kapasitas lebih tinggi di banding daerah lain. Hasil pemetaan risiko menunjukkan bahwa Kabupaten dan Kota Kediri memiliki risiko paling tinggi. Kabupaten dan Kota Ke diri memiliki risiko paling tinggi karena material vulkanik meng arah ke barat dan barat daya. Elemen berisiko pada Kabupaten dan Kabupaten Kediri lebih banyak dibanding dengan Kabupaten Malang dan Blitar. Pascaerupsi Gunungapi Kelud di tahun 2014,
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll119
kegiatan ekonomi nyaris berhenti total. Ratusan ribu masyarakat tidak dapat bekerja karena seluruh wilayah di Kabupaten dan Kota Kediri terselimuti abu vulkanik.
Saran Dampak erupsi Gunungapi Kelud 2014 memberikan pembelajaran berharga bagi banyak pihak. Kerusakan di berbagai sektor harus menjadi evaluasi untuk pemerintah daerah yang berada pada ling kungan Gunungapi Kelud. Pemetaan risiko Gunungapi Kelud yang telah dilakukan hendaknya menjadi pertimbangan dalam merencanakan pengembangan wilayah. Kerjasama multi-sektoral dibutuhkan untuk penanggulangan bencana Gunungapi Kelud di masa mendatang. Rencana kontijensi harus disusun dengan sangat baik demi terciptanya sistem yang tertata untuk penanggulangan bencana di masa mendatang. Penambahan jumlah fasilitas kesehat an harus dilakukan oleh pemerintah karena jumlahnya sangat ter batas. Peran akademisi terbukti cukup efektif dalam inventarisir da ta. Sangat direkomendasikan pemerintah daerah menggandeng akademisi untuk penyusunan basis data dalam rangka menanggu langi erupsi Gunungapi Kelud di masa mendatang. Pendidikan kebencanaan pada lingkungan Kelud juga harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Pembaharuan terhadap peta tematik terutama peta risiko harus dilakukan dari waktu ke waktu mengingat perkembangan wilayah sangat pesat dan Gunungapi Kelud memiliki karakteristik erupsi yang selalu berubah.
Daftar Pustaka ADPC. 2004. A Framework for Reducing Risk in CBDRM Field Practi tionerse Handbook. Bangkok, Thailand. Alcorn, R., Panter, K.S., Gorsevski, P.V. 2013. A GIS-based Volcanic Hazard and Risk Assessment of Eruptions Sourced with
120lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 in Valles Caldera, New Mexico. Journal of Volcanology and Geothermal Research 267 (2013) 1–14. Anonymous, 2014. Indonesia’s Mount Kelud Erupts. www.xa.yimg. com/Indonesia+s +Mount+Kelud+Erupts. Diakses pada 1 April 2014, pukul 13.30. BNPB. 2014. Kerusakan Erupsi Kelud Capai 392 Miliyar Rupiah di Malang. www.bnpb.go.id. Diakses pada 1 April 2014, pukul 13.50. BPS. 2013. Kabupaten Kediri dalam Angka. www.bps.kediri-kab. go.id. Diakses pada 18 April 2014, pukul 08.50. BPS. 2013. Kabupaten Blitar dalam Angka. www.bps.blitar-kab. go.id. Diakses pada 18 April 2014, pukul 10.20. BPS. 2013. Kabupaten Malang dalam Angka. www.bps.malang-kab. go.id. Diakses pada 18 April 2014, pukul 14.00. BPS. 2013. Kota Kediri dalam Angka. www.bps.kediri.go.id. Diakses pada 18 April 2014, pukul 16.00. BPS. 2013. Kota Blitar dalam Angka. www.bps.blitar.go.id. Diakses pada 18 April 2014, pukul 23.40. Damiani, M.L., Groppelli, G., Norini, G., Bertino, E., Gigliuto, A., Nucita, A., 2005. A lava flow simulation model for the development of volcanic hazard maps for Mount Etna (Italy). Elsevier: Computers & Geosciences 32 (2006) 512– 526. Fleming, A., Lee, A., Kagioglou, M. 2009. A Guide to the Generic Disaster Management and Reconstruction Process Protocol. RICS. University of Salford. ISDR. 2004. Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. www.unisdr.org. Diakses pada 1 April 2014, pukul 13.00. Kraak, MJ. Ormeling, F. 2007. Kartografi Visualisasi Data Geo spasial. Trans. Sukendra Martha, Sukwardjono, dkk. Yogyakarta.: Gadjahmada University Press. Legowo, D., Suparman, Subarkah. 2006. Sejarah Sabo di Indonesia.
BAGIAN I Kondisi Lingkungan Fisik Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll121
Yayasan Air ADHI EKA. Jakarta. Pelling, M. 2003. The Vulnerability of Cities. Natural Disasters and Na tural Risilience. London Earthscan Publication. UNICEF. 2013. Disaster Risk Reduction in Education: Good Practices and new Approaches. www.unicef.org. Diakses pada 1 April 2014, pukul 13.20. UNISDR. 2009. Terminology on Disaster Risk Reduction. www. unisdr.org Diakses pada 2 April 2014, pukul 08.00. Witham, C.S. 2005. Volcanic disasters and incidents: A new database. Journal of Volcanology and Geothermal Research 148 (2005) 191-233 Zaennudin, A. 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunungapi Kelud. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 No mor 2, Agustus 2009: 1-17.
122lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll123
BAGIAN II: Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan PascaErupsi Gunungapi Kelud 2014
124lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll125
TEMA
5
Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat dan Pemerintah dalam Menghadapi Erupsi Gunungapi Kelud Tahun 2014 Analysis of Community and Government Perparedness to Face the 2014 Kelud Volcano Eruption (Puspita Indra Wardhani, Evi Dwi Lestari, Garri Martha Kusuma Wardhana)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapsiagaan masya rakat dan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunungapi Ke lud tahun 2014. Penelitian dilakukan di tiga kabupaten, yaitu Ka bupaten Kediri, Blitar, dan Malang. Pengumpulan data primer di lakukan dengan cara survei dan wawancara mendalam (in-depth interview), sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi ter kait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kes bangpolinmas, serta Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pe merintah di tiga kabupaten yaitu Kediri, Blitar dan Malang sudah
126lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 melakukan persiapan yang cukup baik, namun masih perlu mela kukan perbaikan. Perbaikan yang perlu dilakukan mencakup pada dua aspek mendasar, yaitu rencana kontijensi dan manajemen lo gistik. Kesiapsiagaan pada masyarakat dinilai masih kurang dilihat dari minimnya informasi mengenai bahaya dari erupsi gunungapi kepada masyarakat. Masyarakat banyak yang tidak mengindahkan anjuran dari pemerintah untuk tidak melakukan aktivitas di radius 5 km dari kawah Gunungapi Kelud saat statusnya siaga. Kata Kunci: Kesiapsiagaan, Masyarakat, Pemerintah, Erupsi, Gu nungapi Kelud Abstract The aim of this study is to analyze the preparedness of community and government to face Kelud Volcano eruption in 2014. The location of this study is in three districs, namely Blitar, Kediri, and Malang distric. Primary data were carried out by surveys and in-depth interviews. The secondary data were obtained from Regional Agencies for Disaster Management (BPBD), Office of National Unity, Politics, Environment, and Community (Kesbangpollimnas) as well as Central Berau of Statistics (BPS). The result of this study showed that overall the government had a good enough preparedness to face Kelud Volcano eruption, but they still need to make improvements on the detailed. Two aspects needed to be improved are the contingency plans and the logistics management. Preparedness at the community level is still low. Most of them had lack of knowledge about disaster. Moreover, there were many people who didn’t heed the government rules for not doing any activity in the ring 5 kilo meters from the Kelud Crater while the current status is watch (orange - USGS warning schemes). Keywords: Preparedness, Community, Government, Eruption, Kelud Volcano
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll127
Pendahuluan
G
Gunungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi aktif yang terletak di provinsi Jawa Timur. Berdasarkan sejarah, Gunungapi Kelud telah meletus sebanyak 31 kali (Brotopuspito, 2007). Rentang waktu untuk sekali erupsi antara 15-30 tahun de ngan sifat erupsinya berupa erupsi eksplosif (Zaennudin, 2008). Tipe erupsi Gunungapi Kelud biasanya diawali oleh erupsi freatik, diikuti dengan freatomagmatik serta magmatik (Zaennudin, 2009). Erupsi Gunungapi Kelud biasanya terjadi dalam waktu yang cukup singkat, yang menandakan bahwa dapur magma Gunungapi Kelud tergolong kecil (Reksowirogo, 1979). Erupsi eksplosif Gunungapi Kelud terakhir kali terjadi pada tahun 1990. Erupsi tahun 1990 menimbulkan kerusakan dan ke rugian yang sangat besar dari segi fisik dan ekonomi. Dampak erupsi Gunungapi Kelud yang terjadi pada tahun 1990 dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1. Data kerusakan dan korban jiwa akibat erupsi Gunungapi Kelud tahun 1990 di Kabupaten Blitar dan Kediri NO
LOKASI
JUMLAH
1
Korban Jiwa meninggal
35 orang
2
Korban Luka-luka
30 orang
3
Kerusakan a. Gedung/ Prasarana
11.048 buah
b. Hutan dan Perkebunan
23.517 Ha
c. Sawah
21.645 Ha
d. Jalan
145.606 m
e. Jembatan
13 buah
f. Sarana Air Minum
4.800 m
g. Sarana Irigasi
40 buah
h. PLTA (Kap. 54 MW) di bendungan Mlingi
1 buah
Sumber: Legowo dkk., 2006
Aktivitas Gunungapi Kelud kembali meningkat pada 3 Februari 2014 (ESDM, 2014). Status normal Gunungapi Kelud ditingkatkan
128lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 menjadi waspada. Tanggal 10 Februari 2014 status Gunungapi Ke lud kembali naik menjadi siaga. Wilayah pemukiman yang rata-rata hanya berjarak 6 hingga 7 km dari kawah Gunungapi Kelud menjadi berisiko terhadap bahaya primer erupsi gunungapi. Bahaya primer berupa lontaran piroklastik dan luncuran awan panas yang sangat mematikan bagi kehidupan. Peningkatan status Gunungapi Kelud direspon dengan ce pat oleh pemerintah di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang. Pe merintah berupaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah daerah dan masyarakat guna meminimalkan korban jiwa dan ke rugian harta benda saat erupsi Gunungapi Kelud terjadi. Kesiap siagaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan pada fase pra bencana. Upaya peningkatan kesiapsiagaan menjadi sangat penting agar pada saat bencana terjadi, manusia dapat merespons dengan cepat dan tepat sehingga jatuhnya korban jiwa dapat diminimalkan (Carter, 1991). Analisis mendalam mengenai kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud menjadi topik yang sangat menarik untuk dikaji. Menarik untuk dikaji di karenakan secara administratif Gunungapi Kelud terletak pada ti ga kabupaten, yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang. Setiap kabupaten memiliki cara dan strategi tersendiri untuk meningkatkan kesiapsiagaannya. Hasil analisis kesiapsiagaan dapat digunakan untuk perencanaan jangka panjang dalam menyusun rencana kontijensi (contingency plan) agar risiko dari erupsi Gunungapi Kelud dapat diminimalkan.
Metode Penelitian Komponen kesiapsiagaan memegang peranan penting dalam ana lisis kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Komponen kesiapsiagaan memiliki de lapan dimensi antara lain pengetahuan mengenai bencana1, ke
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll129
sepakatan formal dan informal2, sumberdaya pendukung3, ma najemen arah dan koordinasi dari operasi keadaan darurat4, per lindungan keselamatan hidup5, perlindungan harta benda6, penyesuaian keadaan darurat dan pemulihan7, dan identifikasi cepat aktivitas pemulihan8 (Sutton & Tierney dalam Herdwiyanti & Sudaryono, 2013). Parameter yang digunakan untuk mengukur kesiapsiagaan di Gunungapi kelud yaitu mengenai pengetahuan bencana, kesepakan informal dan formal, sumberdaya pendukung, manajemen arah dan koordinasi dari operasi keadaan darurat, dan perlindungan ke selamatan hidup. Lima paramater yang dipakai diambil dari komponen kesiapsiagaan menurut Sutton dan Tierney. Komponen kesiapsiagaan yang diambil hanya lima karena fokus penelitian adalah kesiapsiagaan sebelum terjadinya bencana. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian kesiapsiagaan adalah sampel bertujuan (purposive sampling). Tu juan utama pengambilan sampel untuk menggali kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wa wancara mendalam (in-depth interview) kepada masyarakat dan pemerintah. Survei dilakukan pada semua desa yang rawan ter hadap ancaman bahaya erupsi Gunungapi Kelud. Wawancara mendalam dilakukan pada instansi pemerintahan yang berkaitan erat dengan kebencanaan seperti Pemda, BPBD, Kesbangpolinmas, Kepala Kecamatan hingga Kepala Desa setempat. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data kependudukan yang diperoleh da ri BPS, dan peta dasar yang bersumber dari peta RBI (Rupa Bumi Indonesia). Hasil analisis disajikan dalam uraian deskriptif eks planatif.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gunungapi Kelud merupakan gunungapi aktif tipe A dengan
130lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 ketinggian 1731 mdpl. Gunungapi Kelud memiliki kemiringan lereng yang relatif landai dengan kondisi puncak tidak berupa kerucut sempurna melainkan berbentuk kawah yang tidak teratur dengan beberapa bukit sebagai puncaknya (Gambar 1). Kawah Gunungapi Kelud relatif terbuka ke arah barat sebagai akibat dari erupsi besar yang tejadi di masa lampau, sehingga wilayah yang berada di sebelah barat Gunungapi Kelud merupakan wilayah yang relatif lebih rawan terkena dampak aliran piroklastik hasil erupsi.
GAMBAR 1. Morfologi Lereng Gunungapi Kelud dilihat dari Citra SRTM dan foto kawah Gunungapi Kelud hasil erupsi tahun 2007 (Peneliti, 2014).
Penggunaan lahan di wilayah Gunungapi Kelud didominasi oleh hutan, perkebunan, tegalan/ladang, semak belukar, sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Mata pencaharian penduduk di dominasi oleh kegiatan pada sektor pertanian dan peternakan. Pen duduk dominan adalah suku Jawa dan mayoritas keyakinan adalah agama Islam.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll131
Hasil dan Pembahasan Kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud a. Pemerintah Kabupaten Kediri Kabupaten Kediri terletak di sebelah barat daya Gunungapi Kelud. Sejarah mencatat bahwa arah material hasil erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya selalu mengarah ke Kabupaten Blitar. Persiapan diri untuk menghadapi erupsi Gunungapi Kelud pemerintah Ka bupaten Kediri lebih tenang. Wilayah Kabupaten Kediri yang terancam oleh bahaya erupsi Gunungapi Kelud meliputi empat ke camatan antara lain Kecamatan Ngancar, Kecamatan Pucung, Ke camatan Kepung dan Kecamatan Plosoklaten. Pemerintah Kabupaten Kediri hingga sekarang masih belum memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pengor ganisasian kebencanaan ditangani oleh Satuan Pelaksanaan Pe nanggulangan Bencana dan Pengungsian (SATLAK PBP). Fungsi utama SATLAK PBP kurang lebih setara dengan fungsi BPBD, yaitu sebagai pusat komando. Komando SATLAK PBP Kabupaten Kediri dipegang oleh Komandan Distrik Militer (Dandim). Pembentukan SATLAK PBP dilakukan sebelum erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Aktivasinya mulai dilakukan ketika status Gunungapi Kelud naik dari normal menjadi waspada. SATLAK PBP dipusatkan di Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri (Gambar 2).
GAMBAR 2. Posko Satlak PBP di Simpang Lima Gumul (Peneliti, 2014)
132lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Pembina (Muspida Kab. Kediri)
Ketua (Wakil Bupati Kab. Kediri)
Ketua Harian (Sekda Kab. Kediri)
Sekretaris (KA Bakesbangpolimnas)
Bendahara (KA BPKAD)
Unit Operasional PBA Tingkat Kecamatan (Camat)
Sat. Perlindungan Masy. Alam Tingkat Desa (Kepala Kelurahan/Desa)
Satgas PBP Bidang Keamanan (Kabid Limnas Bakesbangpolimnas)
Pelaksana Harian Bidang Kesehatan dan Sarpras (Ass. Adm. Pembangunan)
Pelaksana Harian Bidang Sosial & Logistik (Ass. Ekonomi & Logistik)
Bidang Kesehatan (KA Dinkes)
Bidang Sosial (KA BPMD)
Bidang Sarana dan Prasarana (KA Dinas PU)
Bidang Logistik (KA KPPT)
Pelaksana Harian Bidang Evakuasi, Penerangan, & Komunikasi (Ass. Pemerintahan & Kesra)
Bidang Evakuasi dan Keamanan (KA Dishub) Bidang Pengendalian Administrasi (Inspektur) Bidang Penerangan dan Komunikasi (KA Diskominfo)
GAMBAR 3. Struktur SATLAK PBP Kabupaten Kediri Tahun 2014 (Sumber: Peneliti, 2014)
SATLAK PBP sebagai posko utama dilengkapi dengan posko pusat data dan Informasi (PUSDATIN) dan juga posko logistik. SATLAK PBP terdiri atas berbagai pemangku kepentingan dan instansi dari taraf kecamatan hingga setingkat kabupaten. Beberapa isntansi yang tergabung di dalam SATLAK PBP antara lain: Kepala Desa, Camat, Linmas/Bakesbangpolinmas, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT), Dinas Perhubungan, dan Dinas Komunikasi dan Informatika. Struktur SATLAK PBP Kabupaten Kediri Tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 3. Secara keseluruhan, kesipasiagaan pemerintah Kabupaten Kediri dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud sudah cukup baik.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll133
Komponen berupa kesepakatan formal dan informal, sumberdaya pendukung, manajemen arah dan koordinasi dari operasi keadaan darurat sudah sangat jelas yang didukung dengan ketersediaan data dasar yang cukup lengkap di posko SATLAK PBP. Data yang dapat diakses pada posko SATLAK PBP antara lain data peta daerah terdampak letusan Gunungapi Kelud, peta lokasi titik kumpul pengungsi tiap Kecamatan, peta lokasi dan jalur evakuasi, peta lokasi peralatan pemantuan di Gunungapi Kelud, jumlah kendaraan yang tersedia untuk evakuasi dan nama pemilik kendaraan untuk evakuasi, jumlah penduduk sesuai kriteria di wilayah pengungsian, kebutuhan sarana dan prasarana per lokasi evakuasi ternak, data rekap lokasi pengungsi dan kebutuhan perlengkapan, serta daftar bantuan yang sudah masuk per tanggal 12 Februari 2014. Survei yang dilakukan saat Gunungapi Kelud berstatus was pada menunjukkan bahwa pada semua desa yang rawan terhadap erupsi Gunungapi Kelud sudah terdapat tanda arah jalur evakuasi dan posko pengungsian. Tanda dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat sehingga akan lebih mempermudah dan mem per cepat proses evakuasi. Posko pengungsian untuk hewan ter nak sudah dipersiapkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan. Kebu tuhan logistik yang nantinya digunakan oleh pengungsi mulai di persiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri. Logistik berupa dapur umum, MCK dan kebutuhan air bersih disalurkan ke poskoposko pengungsian.
GAMBAR 4. Jalur Evakuasi, Lokasi Evakuasi Hewan ternak dan posko pengungsian di Kabupaten Kediri (Peneliti, 2014)
134lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah terbentuk dengan baik. Sistem penyebaran data dan infor masi menggunakan sistem satu pintu. Informasi terpusat hanya di Posko SATLAK PBP, bila di daerah maka yang wajib mengeluarkan informasi dan data adalah Kepala Camat. Informasi satu pintu ber tujuan untuk meminimalkan berita yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, terkait dengan banyaknya isu-isu yang beredar di Ka bupaten Kediri mengenai status Gununagapi Kelud. b. Pemerintah Kabupaten Blitar Pemerintahan di Kabupaten Blitar sudah memiliki badan yang khusus untuk menangani bidang kebencanaan, yakni BPBD (Ba dan Penyelenggaraan Bencana Daerah). BPBD Kabupaten Blitar dikepalai oleh kepala badan di bawah Sekretaris Daerah, dan di pimpin langsung oleh Wakil Bupati Kabupaten Blitar yang bertindak sebagai Incident Commander. BPBD Kabupaten Blitar masih merabaraba tentang arah sistem manajemen bencana yang akan digunakan dikarenakan BPBD Kabupaten Blitar masih seumur jagung. Jajaran pemerintahan di Kabupaten Blitar sedikit lebih sibuk dibandingkan dengan Kabupaten Kediri, karena berdasarkan catatan sejarah, ma terial erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya selalu mengarah ke Kabupaten Blitar. Proses persiapan dalam menghadapi erupsi Gunungapi Ke lud dilakukan oleh BPBD bekerjasama dengan SKPD. SKPD dan lembaga yang ikut terlibat dalam penanganan bencana antara la in: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Polisi Pa mong Praja, Dinas Kesehatan, Kecamatan terdampak, Batalyon 511, Kodim 008, POLRESTA dan POLRES Blitar. Koordinasi an tarinstansi ditujukan untuk menyiapkan segala upaya dalam me minimalkan risiko masyarakat dari bahaya erupsi Gunungapi Ke lud. Rencana kontijensi juga sudah disusun dengan sangat baik, sehingga memudahkan alur koordinasi saat fase tanggap darurat. Posko penanganan bencana erupsi Gunungapi Kelud yang
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll135
sebelumnya dipusatkan di kantor BPBD Wlingi, dipindahkan ke Pendopo Kabupaten Blitar untuk memudahkan koordinasi. Wakil Bupati bersama dengan kepala SKPD, Dandim, Wakil Kapolresta dan Wakil Kapolres Blitar didampingi Camat meninjau langsung wilayah yang paling rawan terhadap erupsi Gunungapi Kelud (Gambar 5). Wakil Bupati memberikan instruksi langsung kepada Kepala Kecamatan, Desa dan Dusun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi bahaya dari erupsi Gunungapi Kelud.
GAMBAR 5. Wakil Bupati dan Kepala SKPD meninjau daerah rawan bencana erupsi Gunungapi Kelud (Peneliti, 2014)
Hasil pengamatan selama di lapangan menunjukkan bahwa pe merintah Kabupaten Blitar sudah siap dalam menghadapi bahaya erupsi Gunungapi Kelud. Pemerintah Kabupaten Blitar belajar dari pengalaman erupsi sebelumnya, yaitu erupsi Gunungapi Kelud ta hun 1966 dan 1990 untuk menyusun rencana kontijensi. Rencana kontijensi berisi tentang tupoksi yang harus dilakukan pemerintah dan jajarannya ketika Gunungapi Kelud erupsi. SOP (Standar Opera sional Procedure) pelaksanaan tanggap darurat bencana juga sudah terlampir di rencana kontijensi. Kesiapsiagaan pemerintah Kabupaten Blitar mempunyai keku rangan. Kekurangan pelaksanaan kesiapsiagaan terletak pada be lum tersedianya peta jalur evakuasi dan minimnya tanda-tanda pe tunjuk arah evakuasi untuk masyarakat. Peta jalur evakuasi baru
136lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 selesei dibuat oleh BPBD 6 jam sebelum erupsi pertama Gunungapi Kelud 13 Februari 2014. Persiapan lainnya yang masih kurang adalah masalah logistik yang belum tersedia di titik-titik lokasi pengungsian. Hasil wawancara dengan BPBD Kabupaten Blitar menunjukkan bahwa persediaan logistik masih sangat kurang bila dibandingkan dengan perkiraan jumlah pengungsi. BPBD hanya mempunyai logistik dalam bentuk dana. Keunggulan dari pelaksanaan kesiapsiagaan dari pemerintah Kabupaten Blitar adalah adanya komunikasi yang baik antar ins tansi dan masyarakat terdampak erupsi Gunungapi Kelud. Ko munikasi terlihat pada saat kegiatan evakuasi masyarakat yang berjalan cepat. Masyarakat dan pemerintah dibantu tenaga TNI dan Polisi melakukan evakuasi pada masyarakat yang tinggal di daerah terdampak erupsi Gunungapi Kelud. Evakuasi dilakukan pada saat 2 jam Gunungapi Kelud belum mengalami erupsi. Proses evakuasi masyarakat di Kabupaten Blitar tergolong paling cepat dibandingkan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. c. Pemerintah Kabupaten Malang Penanganan bencana erupsi Gunungapi Kelud di Kabupaten Malang difokuskan pada Kecamatan Ngantang, Pujon dan Kasembon. Sistem komando penanggulangan bencana Kabupaten Malang dilakukan oleh BPBD bekerja sama dengan instansi terkait. Pusdalops (Pusat Pengendalian Operasi) dipusatkan di sekitar waduk Selorejo, Keca matan Ngantang, Pusdalops Kabupaten Malang tidak selengkap seperti di Kabupaten Kediri. Saat survei lapangan pada tanggal 12 Februari 2013 (status Gunungapi Kelud pada level siaga) masih belum ada logistik untuk keperluan pengungsian. Kesepakatan for mal informal dan arah koordinasi sebenarnya sudah cukup jelas, di lihat dari adanya rekapitulasi data kependudukan dan peta bahaya serta daftar satuan regu penanggulangan bencana pada tingkat desa (Gambar 6). Namun sosialisasi kepada masyarakat masih belum di lakukan terkait status Gunungapi Kelud.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll137
GAMBAR 6. Daftar regu tanggap darurat dan peta bahaya G. Kelud (Peneliti, 2014)
Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pemerintah ma sih belum siap terutama dalam segi infrastruktur baik untuk titik kumpul, posko evakuasi, maupun tanda arah jalur evakuasi. Ti tik kumpul yang berada di desa masih belum terpasang papan informasi titik kumpul evakuasi. Tanda arah jalur evakuasi hampir tidak pernah ditemukan di lokasi yang telah disebutkan oleh pe merintah setempat. Kondisi jalan untuk jalur evakuasi masih bu ruk, belum ada perbaikan. Logistik untuk posko pengungsian be lum tersedia. Kesimpulan dari survey lapangan menunjukkan bah wa pemerintah Kabupaten Malang belum menyiapkan tanggap darurat bencana erupsi Gunungapi Kelud. Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud a. Masyarakat Kabupaten Kediri Kejadian erupsi gunungapi akan berdampak pada berbagai segi kehidupan manusia. Besarnya dampak dari erupsi Gunungapi Ke lud tergantung dari kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan hasil survei lapangan diperoleh data bahwa ma syarakat di Kabupaten Kediri lebih tenang dan tidak panik. Ma syarakat lebih tenang disebabkan karena sejarah letusan terda
138lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 hulu, Kabupaten Kediri tidak memperoleh dampak yang signi fikan. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 1919, korban manusia dan kerusakan akibat letusan Gunungapi Kelud terkonsentrasi di Kabupaten Blitar dengan jumlah korban sebsar 5137 jiwa dan me rusak 104 desa (Legowo, dkk., 2006). Masyarakat Kabupaten Kediri yang bermukim di lereng Gu nungapi Kelud masih beraktivitas seperti biasa ketika status gu nungapi dinaikkan menjadi waspada. Masyarakat masih berlalu larang di zona terlarang untuk aktivitas manusia pada radius 5 km dari kawah Gunungapi Kelud. Masyarakat masih berlalu lalang karena mata pencaharian sebagian besar masyarakat bersumber dari hasil kebun dan hutan yang terletak di sekitar lereng Gunungapi Kelud. Masyarakat merasa bahwa Gunungapi Kelud belum akan erupsi sehingga masyarakat masih tenang melakukan aktivitasnya meskipun terletak pada zona terlarang. Masyarakat mempunyai kepercayaan sendiri tentang tandatanda erupsi Gunugapi Kelud yaitu dari mitos yang berkembang disekitar masyarakat. Salah satu mitos yang berkembang adalah apabila sudah ada kera berekor merah turun gunung, maka Gu nungapi Kelud akan erupsi. Secara umum apabila hewan-hewan sudah turun gunung menandakan bahwa suhu di sekitar gunung sudah mengalami peningkatan. Peningkatan suhu menandakan adanya peningkatan aktivitas vulkanisme. Mitos sangat membantu masyarakat untuk siap siaga terhadap erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat di Kabupaten Kediri dinilai sudah siap dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat sudah diberi kan sosialisasi dan simulasi terkait erupsi Gunungapi Kelud oleh pemerintah daerah. Adanya tanda arah jalur evakuasi dan titik lokasi pengungsian yang sudah ditentukan memudahkan ma syarakat saat evakuasi. Masyarakat yang terletak di daerah yang sulit dijangkau karena kondisi jalan yang buruk, sudah diungsikan terlebih dahulu ke tempat dengan akses jalan yang lebih baik saat status dinaikkan menjadi siaga.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll139
b. Masyarakat Kabupaten Blitar Erupsi Gunungapi Kelud tahun 1966 dan tahun 1990 memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat di Kabupaten Blitar. Berdasarkan dari hasil survey lapangan, masyarakat yang pernah mengalami erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya, sudah mempunyai gambaran tindakan apa yang akan dilakukan bila Gunungapi Kelud erupsi. Masyarakat sudah mempunyai gambaran kemana arah untuk mengungsi. Masyarakat memilih untuk mengungsi di selatan Su ngai Brantas untuk menghindari lahar karena erupsi tahun 1966 dan 1990 bahaya erupsi berupa lahar hujan. Masyarakat juga membandingkan tanda-tanda alam yang menjadi ciri bila Gunungapi Kelud akan bererupsi. Salah satu tanda alam yang dipercayai masyarakat adalah meningkatnya temperatur ruangan. Temperatur ruangan selama beberapa hari akan mening kat tajam disertai kelembapan udara yang rendah. Tanda alam lainnya adalah hewan-hewan di hutan yang mulai turun dan me nyerbu pemukiman masyarakat. Pengalaman menjadi bentuk per ingatan dini yang dimiliki masyarakat untuk mengurangi risiko dari bahaya Gunungapi Kelud. Wilayah Kabupaten Blitar yang masuk kedalam kawasan rawan bencana Gunungapi Kelud meliputi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Nglegok, Ponggok, Gandusari, dan Garum, dengan batas zona aman pada radius lebih dari 10 km dari kawah. Masyarakat yang tinggal di dalam radius 10 km dari kawah, sebagian besar bekerja di perkebunan yang ada di lereng-lereng Gunungapi Kelud. Tanaman kopi, cengkeh, dan karet menjadi salah satu komoditi yang dikembangkan. Masyarakat tinggal di kampung-kampung di wilayah perkebunan, sehingga dekat dengan lokasi dimana ma syarakat bekerja. Ancaman dari bahaya erupsi Gunungapi Kelud bagi masyarakat Blitar adalah bahaya primer yang terdiri dari lontaran piroklastik serta awan panas dan bahaya sekunder yang biasanya berupa la har hujan. Bahaya erupsi Gunungapi Kelud berupa banjir lahar
140lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 panas pada tahun 1990 berasal dari air kawah Gunungapi Kelud, sedangkan untuk tahun 2014 air kawah Gunung Kelud sudah tidak ada digantikan dengan kubah lava yang terbentuk saat erupsi tahun 2007. Pembentukan sumbat lava pada kawah Gunungapi Ke lud akan mempengaruhi tipe erupsi gunungapi selanjutnya. Tipe erupsi yang mungkin berubah yang belum diwaspadai oleh masyarakat di Kabupaten Blitar. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan sebelum erupsi Gunungapi Kelud terjadi, masyarakat belum menyadari bahaya dari erupsi Gunungapi Kelud. Pemerintah sudah memberi larangan bahwa masyarakat dilarang masuk kawasan pada radius 5 km dari kawah. Kawasan radius 5 km dari kawah merupakan zona steril dari kegiatan masyarakat, tetapi masih ada masyarakat yang masuk ke dalam zona steril untuk berkebun ataupun ke hutan. Beberapa kampung seperti kampung Aceh, masyarakatnya belum tahu kon disi dari Gunungapi Kelud yang sudah berstatus siaga karena in formasinya belum sampai di kampung Aceh. Sosialisasi terutama untuk daerah-daerah terpencil tentang bahaya erupsi Gunungapi Kelud perlu dilakukan. Masyarakat di Kabupaten Blitar dinilai sudah siap menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Kesiapan masyarakat dinilai dari tindakan yang dilakukan masyarakat sendiri untuk menghadapai erupsi Gunungapi Kelud. Belajar dari pengalaman erupsi sebelumnya, masyarakat sudah menyediakan logistik sendiri seperti makanan kering dan alat penerangan untuk menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat juga sudah menyiapkan kendaraan untuk evakuasi yaitu truk dan pick up beserta bahan bakarnya bila se waktu-waktu Gunungapi Kelud erupsi. c. Masyarakat Kabupaten Malang Masyarakat di Kabupaten Malang yang terdampak erupsi Gunung api Kelud meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pujon, Ka sembon dan Ngantang. Masyarakat di tiga kecamatan dinilai belum
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll141
siap menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat belum siap terlihat dari pengetahuan masyarakat yang masih kurang tentang informasi status dan aktivitas Gunungapi Kelud yang terus meningkat. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak tahu bahwa status Gunungapi Kelud sudah meningkat menjadi level siaga. Proses evakuasi bila Gunungapi Kelud erupsi juga belum banyak diketahui oleh masyarakat. Masyarakat belum mengetahui jalur evakuasi dan lokasi yang digunakan untuk posko pengungsian. Tanda-tanda jalur evakuasi, titik kumpul maupun lokasi pengung sian banyak yang belum terpasang di jalan. Sosialisasi terkait erupsi Gunungapi Kelud masih sangat kurang dilakukan. Sikap masyarakat yang tenang menunjukan bahwa masyarakat masih merasa aman jika Gunungapi Kelud benar-benar bererupsi. Masyarakat merasa aman karena wilayah Kabupaten Malang belum pernah terkena dampak erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya, terutama erupsi pada tahun 1990. Kesiapsiagaan masyarakat di Kabupaten Malang sangat dipengaruhi oleh pengalaman secara langsung dalam menghadapi bencana. Erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya, masyarakat di Kabupaten Malang tidak terkena dam pak erupsi sehingga gambaran untuk menghadapi bencana gu nungapi belum ada di masyarakat Kabupaten Malang.
Kesimpulan Kesiapsiagaan merupakan salah satu aspek paling penting da lam menghadapi ancaman erupsi gunungapi. Kesiapsiagaan di gunakan untuk meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian. Peningkatan kesiapsiagaan harus dilakukan bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah. Kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud secara keseluruhan sudah cukup baik. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan sudah dilakukan semenjak status Gunungapi Kelud meningkat da ri normal menjadi waspada.
142lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Persiapan untuk menghadapi erupsi Gunungapi Kelud, pe merintah Kabupaten Kediri paling siap dibandingkan dengan pemerintah Kabupaten Malang dan Blitar. Pemerintah Kabupaten Kediri mendirikan SATLAK PBP sebagai posko pusat yang me nangani segala kebutuhan untuk menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang sudah mempunyai badan sendiri yang khusus menangani bencana yaitu BPBD namun masih kurang maksimal kinerjanya. Penanganan bencana banyak dibantu oleh tenaga dari TNI dan POLRI. Ada tidaknya pengalaman saat mengalami erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya mempengaruhi sikap masyarakat dalam me nanggapi bencana erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat yang berada di Kabupaten Blitar dan Kediri mempunyai pengalaman dari erupsi sebelumnya sehingga mempunyai gambaran tentang erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat tahu tanda-tanda alam yang menandakan erupsi akan terjadi dan kebutuhan yang harus di siapkan untuk menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Berbeda dengan masyarakat di Kabupaten Malang, dalam sejarah erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya, Kabupaten Malang tidak pernah terkena dampak erupsi. Masyarakat terlihat tenang tanpa persiapan apapun dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud. Kondisi wilayah yang sangat luas dan sulit dijangkau serta ter batasnya personil dari pemerintahan membuat alur ko mu nikasi dari pusat pengendalian operasi kepada masyarakat se ring menemui jalan buntu. Masyarakat yang berada di daerah terpencil jarang tersentuh informasi secara cepat tentang kon disi Gunungapi Kelud. Masyarakat yang berada di daerah ter pencil yang paling rentan dilihat dari kondisi fisik, sosial dan ekonomi. Perbaikan yang harus dilakukan adalah menyusun dan memperbarui rencana kontijensi untuk memudahkan pengelolaan bencana pada masa krisis. Standart Operational Procedures (SOP) harus disusun dengan baik untuk mempermudah alur penangan an bencana. Manajemen dan stok logistik pada setiap Kabupaten
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll143
yang terancam oleh bahaya erupsi Gunungapi Kelud harus diper siapkan sebelum bencana terjadi.
Daftar Pustaka Brotopuspito, Kirbani Sri, Wahyudi. 2007. Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempa Bumi di Sekitarnya. Berkala Mipa, 17 (3), September 2007. ESDM, 2014. Peningkatan Status G. Kelud dari Normal Menjadi Waspada, www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/ aktivitas-gunungapi/308. Diakses 2 Februari 2014 pukul 20.30 WIB. Herdwiyanti, Fima, Sudaryono. 2013. Perbedaan menghadapi Ke siapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau dari Tingkat Self-Efficacy pada Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah Dampak Bencana Gunung Kelud. Jurnal Psikologi Ke pribadian dan Sosial Vol. 2 No. 01 2013. Legowo, D., Suparman, Subarkah. 2006. Sejarah Sabo di Indonesia. Yayasan Air ADHI EKA. Jakarta. Reksowirogo, L. D., 1979a. G. Kelud, In Kusumadinata, K. (edi tor), Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vul kanologi, Indonesia, 281-303. Zaennudin, Akmad. 2008. Kubah Laba sebagai salah satu ciri hasil letusan G. Kelud. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008: 19 – 29. Zaennudin, Akmad. 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009: 1-17.
144lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
TEMA
6
Kondisi Masyarakat dan Pemerintah pada Masa Krisis Erupsi Gunungapi Kelud 2014 The Condition of Community and Government during the Kelud Eruption Crisis in 2014 (Evi Dwi Lestari, Junun Sartohadi, Galih Aries Swastanto, Hariyono Roestam)
Intisari Kondisi wilayah pada masa krisis sangat ditentukan oleh kondisi masyarakat dan kondisi pemerintahan yang ada. Koordinasi anta ra masyarakat dan pemerintah juga sangat menentukan penang gulangan bencana di suatu wilayah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi masyarakat dan kondisi pemerintah pada saat terjadi erupsi gunungapi Kelud 2014. Metode yang dipergunakan adalah survei lapangan. Survei di lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam kepada in forman kunci. Analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Daerah penelitian meliputi desa-desa yang terletak pada
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll145
radius 10 km dari Gunungapi Kelud. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) kondisi masya rakat secara umum belum siap menghadapi masa krisis, (2) masih ditemukan masyarakat kebingungan pada saat menghadapi kondisi krisis, (3) secara teori, pemerintah setempat sudah siap dalam meng hadapi kondisi krisis, namun masih terdapat beberapa ken dala dalam hal penerapannya di lapangan. Kata Kunci: masyarakat, pemerintah, masa krisis, erupsi, Gunungapi Ke lud Abstract Condition of the region during the crisis period is determined by the con dition of society and the state government there. In addition, the community and government coordination is also crucial disaster management in the region. The aim of this study was to determine the condition of society and the state government during the crisis period of Kelud Volcano eruption in 2014. The method used in this study was field observations and field surveys. Field surveys conducted in-depth interviews with key informants. The analysis used was descriptive qualitative analysis. The study area is the villages located in the radius of 10 km from Kelud. The main findings of this research are: (1) the public was not ready to face the crisis, (2) some people were confused to face the crisis, and (3) the local government was actually already prepared to deal with the crisis,however, they still faced some problems.. Keywords: community, government, crisis, eruption, Kelud Volcano
Latar Belakang
B
encana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang meng an cam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan ma
146lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 syarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan tim bulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi (UU No 24 Tahun 2007). Definisi lain tentang bencana adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresif, yang menimbulkan dampak besar sehingga masyarakat yang terpengaruh harus merespons dengan tindakan luar biasa (Carter 1991 dalam Kodoatie, 2006). Negara Indonesia dikenal dengan negara yang memilik banyak kejadian bencana. Salah satu bencana yang ada di wilayah Indonesia adalah letusan gunungapi. Indonesia memiliki 129 gunungapi yang masih aktif dan 500 tidak aktif. Gunungapi aktif yang ada di Indonesia merupakan 13% dari seluruh gunungapi aktif di dunia, di mana 70 gunung di antaranya merupakan gunungapi aktif yang rawan meletus dan 15 gunungapi kritis (Basyid, 2010).
GAMBAR 1. Sebaran Gunungapi di Indonesia (Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll147
Negara Indonesia memiliki tingkat risiko bencana Gunungapi di Indonesia (Gambar1). Gunungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi Ja wa Timur. Secara administratif, Gunungapi Kelud masuk ke dalam tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang. Kondisi wilayah pada masa krisis sangat ditentukan oleh ko ndisi masyarakat dan kondisi pemerintahan. Selain itu, koordinasi masyarakat dan pemerintah juga sangat menentukan penang gulangan bencana di suatu wilayah. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kondisi masyarakat dan kondisi pemerintah pa da saat terjadi erupsi Gunungapi Kelud 2014. Informasi kondisi masyarakat dan pemerintahan pada masa krisis sangat dibutuhkan dalam menghadapi suatu bencana. Kondisi masyarakat dan pemerintahan pada saat krisis sangat dipengaruhi oleh pengetahuan penanggulangan bencana. Kondisi krisis dapat ditangani secara baik apabila pengetahuan tentang penanggulangan bencana dipahami dengan baik. Kajian kondisi masyarakat pada saat krisis sangat diperlukan. Kajian kondisi masyarakat dan pemerintahan dapat dipergunakan untuk mengetahui apakah masyarakat dan pemerintah mengetahui proses penanggulangan suatu bencana atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah suatu wilayah masuk dalam kategori wilayah siaga bencana atau tidak. Manfaat lain dalam kajian kondisi ma syarakat pada masa krisis yaitu dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan pengawasan dalam proses penanggulangan bencana pada masa-masa mendatang.
Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian kondisi ma syarakat dan pemerintah pada masa krisis Erupsi Kelud 2014 ada lah survei langsung di lapangan. Survei dilakukan pada desa-desa
148lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 yang terletak di radius 10 km dari puncak yang terdampak langsung maupun tidak langsung Erupsi Gunungapi Kelud 2014. Wawancara mendalam dilakukan ke beberapa instansi dan war ga yang terkait penanganan bencana Erupsi Gunungapi Kelud 2014. Studi literatur dan media informasi baik berupa media elektronik maupun media-media lain menjadi salah satu sumber informasi pendukung. Informasi pendukung divalidasi dengan melakukan observasi langsung di lapangan dan wawancara mendalam kepada informan-informan kunci sehingga dapat diketahui gambaran nyata kondisi masyarakat dan pemerintahan dalam penanggulangan bencana erupsi Gunungapi Kelud 2014. Analisis yang dipergunakan dalam penelitian kondisi masya rakat dan pemerintah pada masa krisis erupsi kelud 2014adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil wawancara mendalam menjadi sumber utama dalam analisis data. Batasan analisis berdasarkan pa da satuan administratif di tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan Gunungapi Kelud yang meliputi Kabupaten Kediri, Ka bupaten Malang, dan Kabupaten Blitar. Kota Madya Blitar dan Ke diri tidak masuk ke dalam analisis karena tidak terdampak langsung oleh aktivitas erupsi Gunungapi Kelud.
Hasil dan Pembahasan Erupsi Gunungapi Kelud terjadi sejak awal Februari 2014. Gu nungapi Kelud memiliki tipe erupsi yang berbeda-beda pada setiap siklusnya. Pada tahun 2014 ini erupsi Gunungapi Kelud di golongkan sebagai tipe ekslosif, yakni erupsi yang terjadi karena adanya pergerakan magma keluar ke permukaan bumi secara le tusan. Sebagai ilustrasi kejadian erupsi Gunungapi Kelud pada ma lam hari (13 Februari 2014) dan siang hari (14 Februari 2014) dapat dilihat pada Gambar 2.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll149
GAMBAR 2. Kejadian Erupsi G.A. Kelud 2014 (A) Erupsi Susulan 14 Februari 2014(Sumber: Peneliti, 2014); (B) Erupsi utama 13 Februari 2014 (Sumber: Doc. Nizarnaharul, 2014)
Sebelum erupsi tahun 2014, aktivitas Gunungapi Kelud terakhir terjadi pada tahun 2007. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 2007 diawali dengan aktivitas kegempaan dan diakhiri dengan erupsi efusif pada tanggal 3-4 November 2007. Hasil dari aktivitas erupsi efusif 2007 adalah kubah lava, yang mengalami peningkatan volume hingga bulan Januari 2014 (Gambar 3). Kubah lava hasil aktivitas erupsi Kelud 2007 tersebut hancur akibat tekanan dari dalam bumi pada erupsi tahun 2014 dan membentuk bentukan yang baru (Gambar 4).
GAMBAR 3. Kubah lava hasil erupsi efiusif 2007 yang semakin besar volumenya sebelum erupsi 2014, Tanggal 11 Januari 2014 (Sumber: Peneliti, 2014)
150lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 4. Bentukan baru di sekitar puncak Kelud, Pascaerupsi 2014, Tanggal 1 Maret 2014 (Sumber: Peneliti, 2014)
Peningkatan status Gunugapi Kelud dari normal ke awas memiliki rentang waktu yang relatif singkat (kurang dari satu bulan). Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), peningkatan aktivitas kegempaan teramati sejak bulan Januari 2014, yang didominasi oleh gempa Vulkanik Dangkal (VB) dan Vulkanik Dalam. Ber dasarkan aktivitas kegempaan, status Gunungapi Kelud kemudian di naikkan dari Normal (Level 1) menjadi waspada (Level II) pada tanggal 2 Februari 2014, secara rinci perkembangan aktivitas Gunungapi Kelud dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1. Rentang Waktu Peningkatan Status Gunungapi Kelud, 2014 Ket. STATUS
NORMAL
WASPADA
Tanggal
KONDISI KEGEMPAAN
2/ 02/2014 3/ 02/ 2014
73 kali gempa vulkanik dangkal (VB), 12 kali gempa vulkanik dalam (VA), 4 kali gempa tektonik jauh (TJ)
4/ 02/ 2014
37x VB; 18x VA; 9x TJ
5/ 02/ 2014
40x VB; 23x VA; 6x TJ
6/ 02/ 2014
55x VB; 26x VA; 4x TJ
7/ 02/ 2014
117x VB; 42x VA; 2x TJ
8/ 02/ 2014
152x VB; 90x VA; 11x TJ
SIAGA
AWAS
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll151
9/ 02/ 2014
157x VB; 53x VA; 5x TJ
10/ 02/ 2014
92x VB; 33 VA
11/ 02/ 2014 12/ 02/ 2014 Erupsi terjadi pukul 21.15
13/ 02/ 2014
Sumber: Analisis Informasi PVMBG, 2014 Ket:
: Waktu Peningkatan Status
PVMBG menyebutkan bahwa letusan Kelud tahun 2014 me miliki letusan yang lebih besar daripada letusan yang pernah ter jadi pada tahun 1990. Hal ini didukung oleh ketinggian lontaran vulkanik yang mencapi 17 km dan area terdampak hujan abu men cakup luasan yang besar (dampak hujan abu terpantau antara lain sampai ke Ponorogo, Mojokerto, Surabaya, Daerah Istimewa Yog yakarta dan Solo — Gambar 5).
GAMBAR 5. Sebaran Abu Vulkanik Erupsi Kelud 2014 (Sumber: Earthobservatory, 2014)
Citra Satelit NASA (Lembaga Penerbangan Antariksa Amerika), menunjukkan bahwa ketingian rata-rata cendawan (plume) yang berada di udara saat letusan adalah 20 km, dengan ketinggian mak simal 25 km. Dengan ketinggian material hingga 25 km, didukung
152lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dengan kekuatan angin maka abu vulkanik menyebar hingga sejauh 1.000 km dari pusat letusan. Abu bergerak ke sisi barat dan selatan melalui sisi barat Jawa Timur, seluruh Jawa Tengah, sebagian Jawa barat dan jauh ke Samudra Hindia. Tipe erupsi Kelud dapat dikategorikan dalam tipe erupsi vul canian atau plinian. Tipe Vulcanian merupakan erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltic sampai dasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan di sekitar kawah dan sering disertai bom kerak-roti atau permukaannya retak-retak. Material yang dikeluarkan tidak melulu berasa dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik. Tipe Erupsi Plinian, merupakan erupsi yang sangat eksplosif dari magama berviskositas tinggi atau magma asam. Komposisi magma bersifat andesit sampai riolitik (ESDM, Tanpa Tahun). Hasli aktivitas erupsi Gunungapi Kelud 2014 berupa abu vulkanik dan pumice, secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6.
GAMBAR 6. Material piroklastik Erupsi Kelud 2014 berupa Abu Vulkanik dan Pumice (Sumber: Peneliti, 2014)
Erupsi Gunungapi Kelud berdampak pada berbagai kalangan, baik kalangan masyarakat dan kalangan pemerintah. Tindakan dan antisipasi yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah akan berbeda-be da. Tergantung kepada pemahaman penanggulangan bencana pada ma sing-masing pemerintah dan individu masyarakat. Pemerintah memiliki organisasi penanggulangan masa krisis, yakni melalui Badan Penang
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll153
GAMBAR 7. Peta kabupaten yang terdampak aktivitas Gunungapi Kelud 2014 (Sumber: Peneliti, 2014)
154lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 gulangan Bencana Daerah (BPBD) dan/atau Satlak Penanggulangan Ben cana. Sayangnya, dari tiga kabupaten di wilayah Kelud yang terkena dampak (Malang, Blitar, Kediri—Gambar 7), hanya dua kabupaten, yak ni Malang dan Blitar yang sudah memiliki BPBD. Kabupaten Kediri belum mempunyai BPBD hingga terjadinya erupsi Kelud 2014, sehingga penanganan bencananya masih menggunakan struktur organisasi mana jemen krisis seperti erupsi tahun 2007 (Gambar 8).
GAMBAR 8. Struktur organisasi manajemen krisis Erupsi Kelud 2007 (Sumber: De Belizal et al., 2012)
Kondisi Masyarakat 1. Kondisi Masyarakat saat erupsi Kelud di Kabupaten Malang Dari tiga kabupaten di wilayah Gunungapi Kelud, Kabupaten Ma lang merupakan salah satu kabupaten yang paling parah terdampak aktivitas erupsi Gunungapi Kelud. Kecamatan Ngantang dan Keca matan Kasembon merupakan wilayah terdampak Erupsi Gunung api Kelud 2014. Kecamatan Ngantang merupakan kecamatan yang paling parah terdampak aktivitas erupsi Kelud 2014. Berdasarkan hasil wawan
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll155
cara mendalam dengan penduduk, Desa Pandansari merupakan desa yang paling parah terdampak Erupsi Kelud 2014, khususnya akibat hujan pasir dan abu vulkanik. Berikut hasil wawancara de ngan warga Desa Pandansari: “Desa yang paling parah di Kabupaten Malang adalah Pandansari, kena hujan krikil, batu dan abu vulkanik, dengan ketebalan 25 cm. Banyak rumah ambruk”(Gambar 9) (Warga Desa Pandansari)
GAMBAR 9. Rumah roboh di Kecamatan Ngantang dampak erupsi Gunungapi Kelud 2014. (Sumber: Peneliti, 2014)
Penduduk Kabupaten Malang tidak menyangka bahwa erup si Gunungapi Kelud berdampak terhadap wilayah mereka. Berda sarkan hasil wawancara mendalam dengan penduduk, abu vulkanik dan/atau material letusan Gunungapi Kelud sebelum tahun 2014 ti dak pernah sampai ke wilayah Kabupaten Malang.: “Tidak nyangka material sampai sini, karena dahulu-dahulunya tidak pernah kena. Letusan 1966 hanya abu, letusan 1990 sini aman, tidak kena, kemarin 2007 akan meletus tidak jadi, nah kemudian paling tidak sampai, nah tahun 2014 tau-tau arah angin ke sini. Material sampai ke desa baru mengungsi. Saat peningkatan status jam 21.00 orang-orang masih menunggu dan menonton”. (Warga Desa Pandansari)
Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Ngantang mengungsi ketika hujan abu dan material sampai di wilayah mereka. Sebagai contoh: penduduk mengungsi selama empat hari di salah satu barak
156lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 pengungsian di Desa Ngantru. Sayangnya, banyak penduduk yang kebingungan dalam menghadapi kondisi kritis, misalnya dengan meninggalkan kendaraan mereka dan mengungsi ke tempat lain: “Warga Desa Mengungsi saat Abu sudah jatuh. Warga masyarakat di Malang kebingungan, ada motor yang ditinggal, mobil ditinggal yang penting selamat. (Gambar 10)(Warga Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang).
GAMBAR 10. Kendaraan yang ditinggal oleh pemiliknya saat erupsi G.A. Kelud 2014. (Sumber: Peneliti, 2014)
Di Kecamatan Ngantang, kegiatan evakuasi dilakukan setelah material sampai di wilayah mereka. Berdasarkan wawancara mendalam dengan ma syarakat, banyak warga yang mengalami kepanikan dan kebingungan lokasi evakuasi. Hal ini dikarenakan adanya kesimpangsiuran informasi me ngenai tempat evakuasi. Sebagian besar penduduk melakukan evakuasi ke Kota Batu. Titik utama evakuasi pada awalnya adalah wilayah Selorejo. Namun demikian, ternyata wilayah Selorejo dianggap tidak aman. Berikut hasil wawancara dengan warga Pandansari: “Masyarakat diarahkan untuk evakuasi ke Selorejo, tetapi ternyata tidak aman. Ke mudian di jalan diarahkan oleh relawan untuk mengungsi ke Batu” (Warga Desa Pan dansari)
2. Kondisi Masyarakat saat erupsi Kelud di Kabupaten Blitar Kabupaten Blitar memiliki potensi menjadi wilayah yang memper oleh dampak terparah pada saat erupsi Gunungapi Kelud. Selama
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll157
periode erupsi 2014, Kabupaten Blitar tidak memperoleh dampak yang besar. Material yang sampai di Kabupaten Blitar hanya berupa batu apung (pumice), sehingga kerusakan yang ditimbulkan relatif kecil (Gambar 11). Berdasarkan wawancara dengan penduduk, kon disi Kabupaten Blitar relatif lebih aman dibandingkan dengan dua kabupaten lainnya. Berikut hasil wawancara dengan warga ma syarakat: “Alhamdulillah Blitar untuk saat ini tidak ada apa-apa, Cuma Daerah Nglegok, Sum berasri. Tetapi tidak begitu parah, cuman pasir, Daerah Kecamatan Nglegok dan Garum” (Warga Desa Sumberagung).
GAMBAR 11. Material erupsi G.A. Kelud 2014 yang jatuh di Sekitar Kabupaten Blitar. (Sumber: Peneliti, 2014)
Penduduk di Kabupaten Blitar sudah dipersiapkan untuk meng hadapi krisis Gunungapi Kelud antara lain dengan adanya program tas siaga bencana yang di dalamnya terdapat barang-barang penting untuk keperluan mengungsi termasuk di dalamnya surat-surat penting yang harus dibawa. Selain itu, tanda jalur evakuasi sudah terpasang satu hari sebelum erupsi melanda. Penduduk Kecamatan Gandusari (Kabupaten Blitar) mengungsi hingga Sabtu pagi (15 Februari 2014). Namun demikian, kebanyakan masyarakat di Kabupaten Blitar kembali ke rumah masing-masing pada Jumat pagi (14 Februari 2014) untuk membersihkan atap ru mah mereka dari material erupsi. Posko-posko relatif sepi pada
158lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 hari kedua setelah erupsi, karena masyarakat sudah kembali ke rumah-rumah mereka. Kegiatan pembersihan atap dilakukan secara individu oleh masing-masing keluarga Gambar 12.
GAMBAR 12. Warga membersihkan atap rumah dari material erupsi G.A. Kelud 2014 (Sumber: Peneliti, 2014)
Sama halnya dengan penduduk di Kabupaten Malang, pendu duk di Kabupaten Blitar juga mengalami kebingungan akan kon disi Gunungapi Kelud. Kebingungan tersebut muncul karena keti dakjelasan informasi status Gunungapi. Hal ini juga berdampak pada kurangnya persiapan masyarakat untuk menghadapi situasi krisis (jeda antara peningkatan status dan kejadian erupsi relatif singkat). Berikut merupakan kutipan wawancara dengan warga de sa di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar: “Saat Gunung Kelud meletus saya kebingungan, arahan dari masjid hanya menyuruh untuk diam di rumah dan tetap tenang, kemudian saya mendengar kerikil-kerikil kecil jatuh di atap rumah, saya ketakutan dan kemudian mengeluarkan meja dari rumah dan mengajak anak saya untuk berlindung di bawah meja yang saya tutupi kain di luar rumah, takut rumah amburuk”(Warga Kecamatan Nglegok)
Masa tanggap darurat di Kabupaten Blitar diberlakukan selama satu minggu. Sekolah dan perkantoran yang tidak terkait dengan penanggulangan bencana diliburkan. Kondisi masyarakat relatif
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll159
cepat kembali seperti semula, dilihat dari aktivitas yang sudah se perti biasa satu hari pascaeruspi Gunungapi Kelud. 3. Kondisi Masyarakat Saat Erupsi Kelud Kabupaten Kediri Kabupaten Kediri menjadi salah satu kabupaten yang paling parah terdampak erupsi Gunungapi Kelud 2014. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya material erupsi yang jatuh di wilayah Kabupaten Kediri (Gambar 5 dan 13 menunjukkan bahwa material vulkanik lebih ba nyak yang mengarah ke barat). Material yang jatuh di Kabupaten Kediri berupa material pasir, dengan ketebalan mencapai kurang lebih 3 cm di beberapa daerah.
GAMBAR 13. Material pasir yang jatuh di Kabupaten Kediri merusak atap warga (Sumber: Peneliti, 2014)
Pada saat krisis, penduduk mengalami kepanikan akibat suara den tuman erupsi yang cukup keras terdengar di Kabupaten Kediri (bahkan sampai di Daerah Istimewa Yogyakarta). Penduduk di lereng atas Gunung api Kelud dievakuasi hingga tiga kali. Warga mengungsi sampai ke daerah Gumul dimana terdapat posko utama pengungsi Kabupaten Kediri. Satu hari setelah erupsi, warga sudah kembali ke rumah masing-masing dan melakukan pembersihan atap rumah dari pasir Kelud. Keputusan un tuk kembali ke rumah masing-masing didasari oleh kekhawatiran akan ro bohnya rumah jika tidak segera dibersihkan. Kekhawatiran tersebut memang benar karena sebagian besar rumah roboh di Kabupaten Kediri akibat tidak kuat menopang jatuhan pasir.
160lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kondisi Pemerintahan 1. Kondisi Pemerintahan saat Erupsi Kelud di Kabupaten Malang Sistem koordinasi yang sudah dibuat oleh pemerintah di Kabupaten Malang, terutama di kecamatan-kecamatan yang terdampak lang sung erupsi Gunungapi Kelud 2014 sempat terhenti beberapa saat akibat kondisi krisis. Berdasarkan wawancara dengan pamong Desa Pandansari di Kabupaten Malang, sistem koordinasi yang telah ter bentuk sedikit terhambat karena besarnya (magnitude) erupsi yang terjadi di luar prediksi. Berikut hasil wawancara mendalam pamong Desa Pandansari; “Empat hari sebelum sudah ada posko, tetapi terakhir kacau. Sistem kacau karena semua takut” (Pamong Desa Pandansari)
Erupsi Gunungapi Kelud terjadi pada malam hari tanggal 13 Februari 2014, Sehari setelahnya (Jumat, 14 Februari 2014), tidak terdapat logistik di desa-desa sekitar Gunungapi Kelud. Hal ini berlanjut selama tiga hari. Pada awalnya, kantor Desa Banturejo merupakan posko pengungsian dimana terdapat didirikan dapur umum. Namun, seiring dengan meningkatnya aktivitas Gunungapi Kelud, semua pemangku kepentingan mengungsi ke wilayah lain untuk menyelamatkan diri. Hanya beberapa warga, mayoritas la ki-laki, yang tetap tinggal di desa untuk menjaga keamanan wi layah. Sebagai contoh, di Desa Banturejo (Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang), awalnya balai desa Banturejo didirikan posko, namun pada saat kejadian posko Banturejo tidak dipergunakan (Gambar 14) karena banyak penduduk yang mengungsi Ke Batu, Pujon dan Karangploso.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll161
GAMBAR 14. Balai Desa Banturejo yang rencananya dipergunakan untuk posko pengungsian (Sumber: Peneliti, 2014)
2. Kondisi Pemerintahan saat erupsi Kelud di Kabupaten Blitar Pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah Kabupaten Bli tar telah melakukan persiapan penanggulangan bencana erupsi Gunungapi Kelud 2014. Dua hari sebelum erupsi Gunungapi Ke lud, Wakil Bupati Blitar selaku komandan penanggulangan bencana melakukan sosialisasi di tingkat desa terkait dengan persiapan eva kuasi dan persiapan logistik untuk pengungsi serta melakukan tinjauan langsung ke tempat-tempat evakuasi. Ketika kejadian erupsi Gunungapi Kelud terjadi, pemerintah daerah sedang ber usaha mengumpulkan kendaraan evakuasi. Berikut merupakan hasil wawancara mendalam dengan pamong desa di Kecamatan Gandusari: “Belum berani menyampaikan sudah dor, belum sempat disampaikan ya cuma was pada gitu, tapi masyarakat sudah siap-siap, barang-barang berharga sudah dikemas, tinggal ambil terus berangkat. Baru mengumpulkan orang-orang yang punya mobil, jam 11 langsung meletus” (Pamong Desa, Kecamatan Gandusari). Proses persiapan dalam menghadapi erupsi Gunungapi Kelud dila kukan oleh BPBD bekerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. SKPD dan lembaga yang ikut terlibat dalam penanganan bencana antara lain: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Polisi Pamong Praja, Dinas Kesehatan, Kecamatan terdampak, Batalyon
162lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 511, Kodim 008, POLRESTA dan POLRES Blitar. Koordinasi antar instan si ditujukan untuk menyiapkan segala upaya untuk meminimalkan ri siko masyarakat dari bahaya erupsi Gunungapi Kelud. Di Kabupaten Bli tar, rencana kontijensi sudah disusun dengan sangat baik, sehingga me mudahkan alur koordinasi saat fase tanggap darurat. Posko penanganan bencana erupsi Kelud yang sebelumnya dipu satkan di Kantor BPBD Wlingi, dipindahkan ke Pendopo Kabupaten Blitar untuk memudahkan koordinasi. Bupati, Wakil Bupati bersama SKPDSKPD terkait melakukan koordinasi setiap harinya sejak terjadi erupsi Gunungapi Kelud. Rapat koordinasi dilakukan untuk memantau kinerja masing-masing SKPD terkait dan instansi pendukung lainnya. Koordinasi dilakukan setiap pagi pada saat masa krisis, Gambar 15.
GAMBAR 15. Rapat Koordinasi di Pendopo Kabupaten Blitar (Sumber: Peneliti, 2014)
Sama seperti dua kabupaten sebelumnya, permasalahan yang diha dapi di Kabupaten Blitar adalah kepastian status Gunungapi Kelud. Se betulnya, informasi peningkatan status gunungapi dari siaga menjadi awas diketahui sejak pukul 15.00 WIB (dari pos pantau), namun keputusan status Gunungapi Kelud baru diketahui secara pasti pada pukul 21.00 WIB. Keterlambatan kepastian status menyebabkan adanya keterlambatan distribusi informasi sehingga masyarakat kurang siap dalam menghadapi kondisi krisis. Kabupaten Blitar, memiliki sebuah organisasi bernama SWAKARSA yang memantau perkembangan kondisi Gunungapi Kelud yang memiliki
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll163
hubungan yang baik dengan pos pengamatan PVMBG. Saat kondisi Gu nungapi Kelud yang mulai mengkhawatirkan, anggota SWAKARSA dapat melakukan evakuasi warga lebih dini bahkan sebelum status gunungapi dinaikkan menjadi awas secara resmi.
3. Kondisi Pemerintahan saat erupsi Kelud di Kabupaten Kediri Kabupaten Kediri hingga saat ini masih belum memiliki Ba dan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sehingga pengorgani sasian kebencanaan ditangani oleh Satuan Pelaksanaan Penanggu langan Bencana dan Pengungsian (SATLAK PBP). Fungsi utama SATLAK PBP kurang lebih setara dengan fungsi BPBD, yaitu se bagai pusat komando. Komando SATLAK PBP Kabupaten Kediri dipegang oleh Komandan Distrik Militer (DANDIM). Pembentukan SATLAK PBP dilakukan sebelum erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Aktivasi SATLAK PBP mulai dilakukan ketika status Gunung api Kelud naik dari normal menjadi waspada. SATLAK PBP di pusatkan di Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri. SATLAK PBP sebagai posko utama dilengkapi dengan posko pusat data dan Informasi (PUSDATIN) dan juga posko logistik. SATLAK PBP terdiri atas berbagai pemangku kepentingan dan in stansi, baik dari di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten. Beberapa instansi yang tergabung di dalam SATLAK PBP antara la in: Kepala Kelurahan, Camat, Linmas/Bakesbangpolinmas, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT), Dinas Perhubungan, Dinas Komunikasi dan Informatika. SATLAK PBP melakukan kegiatan rekapitulasi data dan pem baharuan data untuk kejadian erupsi Gunungapi Kelud saat kondisi kritis. Data yang tersedia di SATLAK dapat berupa peta-peta jalur evakuasi, data ketersediaan logistik dan data pengungsi (Gambar 16). Namun demikian, penyaluran informasi melalui media internet sempat terhenti akibat sumber daya manusia di PUSDATIN yang relatif sedikit pada saat kondisi krisis.
164lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 16. Data yang tersedia di PUSDATIN SATLAK PBP Kab. Kediri (Sumber: Peneliti, 2014)
Pemerintah di Kebupaten Kediri dirasa belum mengenali bahaya erupsi Gunungapi Kelud dengan baik, sehingga kondisi pada saat krisis pemerintah daerah kurang tanggap dengan apa yang harus dilakukan. Misalnya bahaya material vulkanik yang jatuh di atap rumah warga, dapat membuat bangunan roboh. Posko pengungsian merupakan salah satu bangunan yang roboh karena material hasil erupsi. Perkiraan kebutuhan masyarakat apabila terjadi erupsi Gunungapi Kelud juga belum dilakukan, terbukti dari ketersediaan masker yang sangat tidak memadai pada saat erupsi Gunungapi Kelud di Kabupaten Kediri. Masyarakat kesulitan dalam memperoleh masker. Terdapat pengungsi yang tercecer, tidak sesuai dengan skenario yang sudah direncanakan. Pos ko-posko baru bermunculan dan memerlukan pendataan ulang. Sistem distribusi logistik satu pintu di beberapa tempat tidak berjalan. Banyak relawan yang dipersilahkan langsung membagikan logistik ke pengungsi tanpa ada pensortiran dari pemerintah daerah sehingga sistem distribusi logistik menjadi kacau. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah berpikir bahwa untuk pembagian bantuan merupakan hak asa si relawan. Berikut merupakan hasil wawancara mendalam dengan pe merintah daerah: “ Langsung ke lokasi ya monggo, kita ndak boleh “jangan” nglarang. Itu hak nje nengan, yang punya uang kan njenengan. Tapi kalau mau kita tata, ya serahkan saja ke kami, kalau sudah kita atur dapat-dapat per dusun kalau ada relawan masuk ya itu bisa dobel. Ndak bisa diatur, namanya hak seseorang” (Pamong Desa Kepung, 2014).
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll165
Material pasir yang turun di Kabupaten Kediri cukup tebal dan menganggu aktivitas masyarakat. Untuk pembersihan abu, di perlukan alat berat. Namun demikian, sayangnya, dua hari setelah erupsi alat berat masih belum tersedia, sehingga penduduk terpaksa membersihkan atap rumah dan jalan dari abu dan pasir vulkanik dengan menggunakan peralatan rumah tangga seadanya.
Kesimpulan Secara umum, kondisi masyarakat pada masa krisis masih terlihat kurang siap, gugup dan kebingungan dalam menghadapi Erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014, meskipun sudah ada arahan dari pemerintah setempat. Kepanikan masyarakat dalam menghadapi kondisi krisis men jadi permasalahan utama dalam menghadapi kondisi krisis ter utama pada proses evakuasi. Hal ini mungkin dapat dikurangi jika penyaluran informasi kenaikan status gunungapi dilakukan dengan baik, cepat dan terorganisir. Selain itu, penempatan jalur dan tempat evakuasi yang aman perlu dipersiapkan dengan seksama. Beberapa masyarakat proaktif menanyakan kondisi Gunungapi Kelud kepada pemerintah setempat, BPBD atau instansi terkait. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya susulan erupsi gunungapi relatif baik, dilihat dari kesadaran masyarakat untuk membersihkan rumah-rumah mereka dari material gunungapi. Walaupun hal ini juga merupakan hal dilematis. Penduduk boleh kembali ke de sa masing-masing (yang terletak di Kawasan Rawan Bencana), walaupun status gunungapi belum diturunkan (masih pada level IV – awas). Hal ini tentunya akan sangat berisiko jika sewaktu-waktu terjadi letusan susulan dengan magnitude yang lebih besar. Pemerintahan Kabupaten Malang, Blitar dan Kediri relatif siap dalam menghadapi Erupsi Gunungapi Kelud. Namun demikian, banyak hal teknis dalam manajemen krisis dan pengungsian yang perlu untuk disempurnakan. Sebagai contoh: penyaluran informasi
166lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 lebih efektif dan efisian, serta sosialisasi bahaya dan risiko gu nungapi kepada masyarakat secara berkala dan menyeluruh. Selain itu, pengambilan keputusan dan ketegasan dalam penerapan per aturan menjadi hal yang paling penting untuk ditingkatkan.
Saran 1. Pemerintah setempat diharapkan mampu untuk melakukan penyebaran informasi yang akurat dan cepat dalam hal status Gunungapi 2. Pemerintah dan masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi bersama terhadap kegiatan penanggulangan ben cana yang ada. 3. Masyarakat dan Pemerintah bekerja sama dalam hal pem beritahuan pengetahuan tentang hal-hal yang harus dilakukan pada saat kondisi krisis (tanggap darurat) erup si gunungaapi secara terperinci, agar pemahaman tentang penanganan masa krisis dapat tercipta dengan baik dan ke panikan warga dapat ditangani dengan baik pada saat pro ses evakuasi.
Daftar Pustaka Basyid, A. 2010. Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api Studi Kasus: Gunung Api Lokon. Jurnal Re kayasa. Institut Teknologi Nasional: Surabaya. Badan Geologi. 2014. Peningkatan Status Gunungapi Kelud.www. vsi.esdm.go.id diakses pada taggal 31 Maret 2014, Pukul 10.00 WIB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.2014. Peta Sebaran dan Tingkat Risiko Bencana Gunungapi di Indonesia.http:// geospasial.bnpb.go.id/ diakses pada tanggal 30 Maret 2014, Pukul 16.00 WIB De Belizal, E., Lavigne, F., Gaillard, J.C., Grancher, D., Pratomo,
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll167
Indyo, Komorowski, J.-C.,. 2012. The 2007 Eruption of Kelut Volcanoe (East Java, Indonesia): Phenomenology, Crisis Management and Social Response. Elsevier Journal, Geomorphology 136, 165-175. ESDM. Tanpa Tahun. Pengenalan Gunung Api. Vulcanological Survey Of Indonesia (VSI) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Earhtobservatory. 2014. Indonesia’s Mount Kelud Erupts. http:// earthobservatory.nasa.gov/ diakses pada tanggal 30 Ma ret 2014 Pukul 15.30 WIB International Charter Space & Major Disasters. 2014. Mount Ke lud Volcanic eruption in Indonesia. http://www.disas terscharter.org/ diakses pada tanggal 30 Maret 2014, Pukul 15.45 WIB Kodoatie, Robert.J., dan Roestam.S. (2006). Pengelolaan Bencana Ter padu. Jakarta: Yarsif Watampone. Marzocchi, W., Newhall, C., Woo, G, 2012. Review The Scientific Management Of Volcanic Crises. Journal of Volcanology and Geothermal Research 247-248. 181-189.
168lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
TEMA
7
Dampak Erupsi Gunungapi Kelud Tahun 2014 pada Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Socio-economic Impact of the 2014 Kelud Volcano Eruption on the Community (Puspita Indra Wardhani, Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Febrian Maritimo)
Intisari Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Analisis dampak sosial ekonomi perlu dilakukan untuk perencanaan pembangunan masyarakat pascaerupsi Gunungapi Kelud. Metode yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Data diambil dengan cara survei lapangan dan wa wancara mendalam. Wawancara dilakukan pada masyarakat yang tinggal di kawasan Gunungapi Kelud dan mengalami kejadian erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa erupsi Gunungapi Kelud tanggal 13 Februari 2014 mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat: (1) kondisi perekonomian masyarakat sempat terhenti
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll169
sementara karena sumber penghidupan sehari-hari mereka rusak akibat erupsi, (2) namun demikian, sektor pariwisata menjadi sa lah satu sektor pembangkit ekonomi lokal yang didorong oleh an tusiasme untuk berwisata ke daerah bencana, (3) sektor lain yang dapat menjadi pembangkit ekonomi wilayah adalah pertambangan dan hutan. Kata kunci: dampak, sosial, ekonomi, masyarakat, Gunungapi Ke lud Abstract The aim of this research is to examine the socio-economic impact of the 2014 Kelud volcano eruption on the community. The socio-economic analysis is needed to create the development planning on post eruption of Kelud Volcano. Quantitative and qualitative methods had been used for this research. The data were obtained through field survey and deepth interviews. The depth interviews was carried out with people who live in Kelud Volcano prone area and who had the experience in facing the 2014 Kelud Volcano eruption. The result of this reasearch shows that the eruption of Kelud Volcano on 13th Februari 2014 gave some impacts on the socio-economic condition of the community: (1) the economic activities were halted for a while because their livelihood were damaged, (2) however, the tourism sector could lead the re-development of the local economy since many people are willing to visit the disaster area, (3) other sectors that may lead the local economic development are mining and forestry. Keywords : impact, social, economic, community, Kelud Volcano
Pendahuluan
W
ilayah kegunungapian di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya antara lain sumber daya lahan, sumberdaya mineral, hingga sumberdaya pariwisata.
170lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Sumberdaya yang melimpah memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Potensi ekonomi yang tinggi menjadi daya tarik masyarakat untuk tinggal di wilayah kegunungapian, akibatnya wilayah kegu nungapian di Indonesia menjadi salah satu wilayah yang padat penduduknya. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai gunungapi aktif terbanyak di dunia. Tercatat, 129 gunungapi aktif terletak di kepulauan Indonesia yang merupakan bagian dari rangkaian cin cin gunungapi dunia (ring of fire) yang tersaji dalam Gambar 1. Banyaknya gunungapi aktif menjadikan wilayah di Indonesia sa ngat subur karena suplai mineral dari kegiatan vulkanik. Potensi yang dapat dikembangkan di wilayah kegunungapian sangat besar, namun dibalik potensi yang besar juga terdapat ancaman bahaya yang harus diwaspadai.
GAMBAR 1. Rangkaian cincin api dunia. Sumber: USGS, 1997
Gunungapi Kelud adalah salah satu gunungapi aktif di Indonesia yang merupakan bagian dari rangkaian cincin gunung api dunia. Gunungapi Kelud terletak di Provinsi Jawa Timur, se
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll171
cara administratif Gunungapi Kelud merupakan bagian dari Ka bupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang. Ca tatan sejarah mengatakan bahwa erupsi Gunungapi Kelud sudah direkam oleh manusia sejak tahun 1000. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 1586 tercatat sebagai erupsi yang menelan korban jiwa pa ling besar (10.000 orang), sejak abad 20 erupsi Gunungapi Kelud su dah menelan korban jiwa sebanyak 5.377 orang (Wahyudi dan Bro topuspito, 2007). Gunungapi Kelud kembali bererupsi pada 13 Februari 2014 se telah erupsi terakhir pada tahun 2007. Erupsi berlangsung hanya beberapa jam saja, dimulai dengan erupsi pertama pada pukul 22.50 WIB. Gunungapi Kelud memuntahkan material piroklastik berupa lapili dan abu, serta awan panas yang terendapkan pada radius 3 km dari pusat erupsi (PVMBG, 2014). Sebaran material abu mencapai radius 400 km dari kawah Gunungapi Kelud. Material dari erupsi Gunungapi Kelud menyebabkan kerusakan di wilayah yang terkena hujan material seperti lapili dan abu.
GAMBAR 2. Estimasi sebaran abuGunungapi Kelut pada 14 Februari 2014. Sumber: A). Naharul, 2014 dan B). NASA, 2014.
Wilayah kegunungapian Kelud merupakan wilayah yang ka ya akan sumberdaya yang dimanfaatkan untuk perkebunan, pe mukiman, pertanian dan pariwisata. Jumlah penduduk yang men diami wilayah di sekitar lereng Gunungapi Kelud mencapai 500.000 jiwa. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 menyebabkan kerusakan
172lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 baik dari segi lingkungan dan fisik maupun di bidang sosial ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak erupsi Gunungapi Kelud terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dampak yang diakibatkan oleh erupsi Gunungapi Kelud dapat berupa dampak positif ataupun dampak negatif bagi masyarakat. Analisis dampak sosial ekonomi dirasa perlu untuk dilakukan sebagai salah satu masukan dalam perencanaan pembangunan masyarakat pasca-erupsi Gunungapi Kelud. Melalui analisis dam pak sosial ekonomi, maka proses pembangunan diharapkan dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan ma syarakat terdampak erupsi Gunungapi Kelud.
Metode Penelitian Metode analisis yang dipergunakan adalah metode analisis kuan titatif dan kualitatif. Data diambil dengan cara survei lapangan dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan ditujukkan kepada informan kunci (key informan) yang digunakan untuk memperkuat hasil survei lapangan. Informan kunci yang dipilih adalah masyarakat yang tinggal di kawasan Gu nungapi Kelud dan telah mengalami kejadian erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Unit kajian didalam penelitian adalah desa-desa di sekitar Gunungapi Kelud dengan radius 10 km dari kawah Gu nungapi Kelud. Data sekunder yang berisi data kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat ditujukkan untuk menguatkan data survei lapangan. Data sekunder berupa data kecamatan dalam angka tahun 2013 dari Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang yang wilayahnya terdampak erupsi Gunungapi Kelud. Data ter diri atas data statistik yang mencakup data penduduk, data peng gunaan lahan dan/atau penutup lahan, dan data sosial ekonomi masyarakat. Data dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah yang menyediakan data.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll173
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gunungapi Kelud merupakan salah satu dari sederetan gunung api aktif di zona tengah Pulau Jawa yang terbentuk karena adanya proses subdaksi di dasar Samudera Hindia. Posisi Gunungapi Ke lud berdekatan dengan Gunungapi Wilis di sisi barat, Kompleks Gunungapi Butak dan Kawi di sisi timur serta Kompleks Gunungapi Arjuno dan Welirang di sisi timur laut. Gunungapi Kelut merupakan gunungapi tipe strato yang memiliki ketinggian 1731 meter di atas permukaan laut. Tubuh Gunungapi Kelud memiliki ukuran terkecil diantara gunungapi-gunungapi disekitarnya (Gambar 3).
GAMBAR 3.
Posisi Gunungapi Kelud di antara Gunungapi Wilis, Kompleks Gunungapi Butak dan Kawai dan Kompleks Gunungapi Arjuna. (Sumber: Peneliti, 2014.)
Erupsi Gunungapi Kelud yang memiliki frekuensi antara 15 hingga 30 tahun mengancam penduduk yang bermukim di se
174lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 4. Desa terletak di sekitar Gunungapi Kelud pada radius 10 km dari kawah Gunungapi Kelud. (Sumber: Peneliti, 2014)
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll175
kitar lereng. Wilayah yang berada pada radius 10 km dari Kawah Gunungapi Kelud meliputi Kecamatan Nglegok, Kecamatan Ga rum, dan Kecamatan Gandusari di Kabupaten Blitar; Kecamatan Ngancar, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu, dan Keca matan Kepung di Kabupaten Kediri; serta, Kecamatan Ngantang, Kecamatan Selorejo, dan Kecamatan Kasembon di Kabupaten Ma lang (Gambar 4). Penduduk yang tinggal di seluruh kecamatan-ke camatan yang berdekatan dengan kawah Gunungapi Kelud men capai 500.000 jiwa. Penggunaan lahan di sekitar Gunungapi Kelud dimanfaatkan untuk hutan, perkebunan, pemukiman dan wisata yang tersaji pada Gambar 5. Hutan masih cukup luas terutama di sisi utara Gunungapi Kelud. Masyarakat disekitar lereng Gunungapi Kelud banyak yang mencari penghidupan dari hutan dengan mengambil kayu, jamur maupun rebung (bambu muda) untuk dijual. Sebagian besar penggunaan lahan dimanfaatkan untuk daerah perkebunan.
GAMBAR 5. Penggunaan lahan di daerah Gunungapi Kelud dan sekitarnya. (Sumber: Peneliti, 2014)
176lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Perkebunan yang ada di wilayah lereng Gunungapi Kelud meliputi perkebunan kopi, cengkeh, cokelat, teh, karet, sengon, jati, nanas dan sayur-sayuran.
Hasil dan Pembahasan Erupsi Gunungapi Kelud pada 13 Februari 2014 hanya berlangsung singkat, namun dampak yang ditimbulkan sangatlah besar. Dam pak sangat besar akibat dari sebaran material vulkanik (pumice, abu dan pasir) hasil erupsi Gunungapi Kelud. Sebaran abu dan pasir telah melumpuhkan kehidupan masyarakat. Sarana dan prasarana mengalami kerusakan akibat tumpukan material hasil erupsi Gu nungapi Kelud. Lontaran piroklastik menyebabkan hutan di sekitar lereng Gunungapi Kelud terbakar habis. Perkebunan sebagai tempat penghidupan masyarakat lereng Gunungapi Kelud mengalami ke rusakan karena tumpukan pumice, abu dan pasir (Gambar 6). Akti vitas hingga kegiatan perekonomian masyarakat terhenti total se lama kurang lebih satu minggu.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll177 Keterangan: A. Atap bangunan banyak yang rubuh karena tidak kuat menahan beban abu dan pasir. B. Material erupsi abu dan pasir menutupi jalan dengan ketebalan hingga 2 cm menyebabkan jalanan licin sehingga masyarakat harus berhati-hati dalam berkendara. C. Aliran piroklastik menyebabkan hutan terbakar habis. D. Kebun masyarakat rusak karena tertutup material erupsi Gunungapi Kelud berupa abu dan pasir.
GAMBAR 6. Kondisi bangunan dan jalan pasca erupsi Gunungapi Kelud 13 Februari 2014. Sumber: Peneliti, 2014.
Kondisi pascaerupsi sangat mempengaruhi masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Gunungapi Kelud. Masyarakat lereng Gu nungapi Kelud yang sebagian bekerja di hutan dan di kebun harus kehilangan sumber mata pencahariannya. Dampak erupsi di ra sakan oleh masyarakat dari segi positif maupun negatif. Hasil te muan di lapangan menyatakan bahwa masyarakat menanggapi dampak erupsi Gunungapi Kelud secara berbeda. Masyarakat yang sebelumnya sudah menyiapkan diri untuk menghadapi erupsi mengalami dampak lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang belum menyiapkan apa pun. Dampak yang dialami masyarakat di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang dijabarkan seperti berikut. Dampak Erupsi Gunungapi Kelud terhadap Kondisi Sosial Masyarakat 1. Masyarakat Lereng Gunungapi Kelud dan Kehidupan Sosial Masyarakat Masyarakat yang tinggal di lereng Gunungapi Kelud sebagian besar adalah masyarakat Jawa yang mayoritas menganut agama Islam, namun masih menggunakan falsasah Jawa dalam kehidupannya sehari-hari. Salah satu falsafah yang digunakan adalah konsep ke jawen, yaitu sangkan paraning dumadi. Falsafah Jawa mempunyai arti bahwa manusia hidup di dunia hanya sementara hanya untuk menumpang makan dan minum, aspek moralitas lebih ditonjolkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbuat baik antarsesama dan sa ling tolong-menolong merupakan hal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.
178lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Masyarakat lereng Gunungapi Kelud juga memiliki falsafat hidup yang sama dengan masyarakat Jawa umumnya. Kegiatan yang melibatkan banyak orang masih dilakukan seperti larung se saji untuk Gunungapi Kelud yang dilakukan setiap tahun. Untuk menyiapkan acara larung dibutuhkan sesaji dalam jumlah yang be sar dengan rentetan acara adat yang panjang. Kegiatan larung se saji melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan. Larung sesaji sebagai contoh bahwa di dalam kehidupan masyarakat di lereng gunungapi kerja sama di antara masyarakat masih terjalin kuat. 2. Dampak Erupsi Gunungapi Kelud terhadap Kondisi Sosial Masyarakat Material hasil erupsi Gunungapi Kelud berupa pumice, abu dan pasir menyebabkan gangguan yang mempengaruhi kondisi masyarakat. Masyarakat yang tinggal pada radius 10 km dari kawah Gunungapi Kelud harus mengungsi untuk mengantisipasi bahaya seperti awan panas yang dapat mencapai radius 10 km. Material hasil erupsi yang sampai hingga ke wilayah permukiman penduduk adalah pu mice, pasir dan abu dengan ketebalan bervariasi antara satu wilayah dengan lainnya. Kegiatan masyarakat terhenti total karena hujan pumice, abu dan pasir hasil erupsi Gunungapi Kelud. Kondisi jalan tidak me mungkinkan masyarakat untuk bermobilitas dengan aman. Kete balan abu bercampur pasir di jalanan Kabupaten Kediri mencapai 3 cm yang menyebabkan kondisi jalan licin dan dapat menyebabkan selip untuk kendaraan. Kondisi udara di luar sangat buruk karena udara bercampur dengan material abu yang bertebangan. Material abu yang mengandung silika berbahaya bagi pernafasan karena dapat melukai paru-paru. Akibatnya, ma syarakat lebih memilih untuk tinggal di dalam rumah. Kondisi sosial masyarakat yang ada di Kabupaten Kediri ham pir sama dengan kondisi masyarakat yang ada di Kabupaten Blitar. Pasca erupsi Gunungapi Kelud, masyarakat langsung turun ke ja
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll179
GAMBAR 7. Material pasir bercampur abu hasil erupsi Gunungapi Kelud diambil di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri berjarak 15 km dari pusat erupsi. (Sumber: Peneliti, 2014)
lan untuk bergotong royong membersihkan jalan dari abu dan pasir (Gambar 8). Kegiatan gotong royong menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai kesadaran tinggi untuk ikut tanggap da rurat bencana. Menggunakan alat seadanya secara berkelompok, masyarakat membuka jalan agar dapat dilewati kendaraan. Masya rakat juga memberikan bantuan dengan memberikan nasi bungkus untuk masyarakat yang ada di pengungsian. Wilayah di Kabupaten Malang yang terdampak meliputi Keca matan Ngantang, Pujon, dan Kasembon. Sebelum erupsi tahun 2014. masyarakat di Kabupaten Malang menghadapi erupsi Gunungapi
Keterangan: A. Masyarakat di Kabupaten Kediri gotong royong memberishkan jalan. B. Masyarakat di Kabupaten Malang bekerjabakti membersihkan jalan.
GAMBAR 8. Masyarakat gotong royong membersihkan material hasil erupsi Gunungapi Kelud. (Sumber: Peneliti, 2014)
180lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kelud dengan cukup tenang karena pada erupsi wilayah tersebut tidak pernah terdampak. Namun, hal itu berubah pada tanggal 14 Februari 2014 pagi hari. Akibat hujan abu dengan intensitas lebat di Kecamatan Ngantang, Pujon, dan Kasembon, maka terjadi ke panikan diantara masyarakat yang diikuti dengan pengungsian ke tempat-tempat pengungsian yang sudah ditentukan (Gambar 9). Pada kondisi pascaerupsi, masyarakat di Kabupaten Malang masih mengalami trauma. Mereka enggan untuk kembali ke rumah dan tetap bertahan di pengungsian. Tebalnya material abu bercampur pasir yang jatuh di wilayah Kabupaten Malang menyebabkan ba nyak bangunan yang roboh. Satu minggu pascaerupsi, bangunan yang roboh mulai diperbaiki oleh anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) dengan dibantu oleh sukarelawan. Beberapa permasalahan yang timbul pada saat pasca krisis antara lain: • Bantuan yang diberikan oleh anggota TNI dan sukarelawan ternyata memunculkan dampak sosial bagi masyarakat Malang. Banyaknya tenaga TNI dan sukarelawan yang diterjunkan di daerah bencana untuk membantu masya rakat menyebabkan masyarakat menjadi tergantung dengan adanya bantuan. Perbaikan rumah yang seharusnya di kerjakan bergotong royong antara TNI dengan masyarakat, namun pada nyatanya rumah diperbaiki oleh anggota TNI dan sukarelawan sedangkan pemilik rumah menjadi pe nonton. • Bantuan yang tidak tepat sasaran menimbulkan masalah so sial, misalnya kecemburuan. • Bantuan terkonsentrasi di wilayah Kabupaten Malang aki bat banyaknya soroton media di wilayah tersebut.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll181
GAMBAR 9. Kondisi wilayah Ngantang Kabupaten Malang pascaerupsi Gunungapi Kelud tahun 2014. Masyarakat yang panik meninggalkan saja tempat tinggalnya menuju lokasi pengungsian. ( Sumber: Peneliti, 2014)
Selain permasalahan di atas, kejadian bencana erupsi Gu nungapi Kelud juga memunculkan antusiasme warga untuk me ngunjungi wilayah bencana, atau dalam istilah lain disebut wisata bencana. Pasca erupsi Gunungapi Kelud masyarakat dari daerah lain secara berbondong-bondong pergi ke daerah terdampak un tuk menyaksikan seberapa parah kejadian erupsi Gunungapi Ke lud. Masyarakat datang dengan atau tanpa membawa bantuan untuk dapat masuk ke daerah terdampak bencana. Tentu saja, ke hadiran “wisatawan bencana” tersebut dirasa mengganggu oleh warga korban bencana, misalnya: penggunaan kendaraan ber motor dengan kecepatan sedang-tinggi dapat menyebabkan abu beterbangan sehingga rumah yang sudah dibersihkan menjadi ko tor kembali. Fenomena lain yang muncul adalah animo masyarakat untuk mendekati daerah bahaya yang berisiko tinggi sangat besar. Pas ca-erupsi Gunungapi Kelud banyak obyek-obyek wisata baru ber munculan. Obyek-obyek wisata baru yang muncul seperti kejadian aliran lahar hujan di Sungai Konto dan Srumbung di Kabupaten Kediri yang menjadi pusat tontonan masyarakat. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Blitar, tumpukan material yang ada di sungai Kali Putih menjadi tujuan wisatayang diminati oleh masyarakat (Gambar 11). Sungai Kali Putih merupakan salah satu sungai yang
182lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 berpotensi mengalami lahar hujan. Masyarakat tidak menyadari akan bahaya yang terjadi, namun semakin hari jumlah pengunjung semakin bertambah bahkan disetiap objek wisata disediakan fasilitas parkir kendaraan.
GAMBAR 10. Penolakan masyarakat terdampak terhadap kunjungan wisata. (Sumber: Peneliti, 2014)
Keterangan: A. Masyarakat menonton turunnya lahar hujan yang melewati sungai Konto di Kabupaten Kediri. B. Masyarakat menonton tumpukan material erupsi Gunungapi Kelud di sungai Kali Putih Kabupaten Blitar.
GAMBAR 11. Animo masyarakat yang sangat besar saat mengunjungi daerah bahaya. (Sumber: Peneliti, 2014.)
Fenomena baru yang tercipta dikalangan masyarakat menggam barkan bahwa pengetahuan bencana masih belum tersampaikan dengan baik. Animo masyarakat untuk melihat bencana sangat be sar. Masyarakat tidak memikirkan ancaman bahaya yang terjadi bila berada di lokasi rawan bencana. Peran pemerintah selaku pe
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll183
mangku kepentingan diperlukan untuk membendung animo masyarakat. Wilayah-wilayah yang masih bahaya dan berpotensi dijadikan tempat wisata seharusnya dikelola oleh pemerintah se hingga keselamatan masyarakat dapat dijaga. Dalam konteks ini, maka penanaman pengetahuan bencana kepada masyarakat harus untuk ditingkatkan. Dampak Erupsi Gunungapi Kelud terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat 1. Perekonomian Masyarakat Lereng Gunungapi Kelud Pra-erupsi Masyarakat lereng Gunungapi Kelud terutama yang berada di dae rah Kabupaten Blitar dan Kediri, sebagian besar menggantungkan hidup dari kekayaan sumberdaya yang ada di sekitar lereng Gu nungapi Kelud. Sumberdaya yang ada di lereng Gunungapi Kelud dalam bentuk lahan, flora dan fauna, air serta mineral. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya dengan mengambil ataupun mengolah sumberdaya yang sudah tersedia. Sumberdaya lahan yang diman faatkan oleh masyarakat yaitu hutan, perkebunan, pertanian dan pariwisata. Sumberdaya mineral yang dimanfaatkan oleh masya rakat adalah tambang batu dan pasir. Selain dari sumberdaya, ma syarakat juga mempunyai hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing. Hutan yang ada di sekitar lereng Gunungapi Kelud, hanya di manfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat. Masyarakat meng ambil kayu dan tanaman seperti jamur dan bung (bambu muda) untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar masya rakat bekerja di sektor perkebunan dengan menjadi buruh kebun milik pemerintah maupun swasta. Perkebunan yang ada di sekitar lereng Gunungapi Kelud yaitu perkebunan cokelat, karet, kopi, tebu, cengkeh, dan teh. Masyarakat yang mempunyai lahan sendiri mengolah lahan dengan sistem pertanian tadah hujan yang ditanami nanas, sayur-sayuran, jagung dan ketela pohon (Gambar 12).
184lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 12. Penggunaan lahan di sekitar kawasan Gunungapi Kelud. (Sumber: Peneliti, 2014)
Di sektor pariwisata, wisata Gunungapi Kelud berkembang dengan pesat sejak diresmikan pada tahun 2012 oleh Kabupaten Kediri. Masyarakat banyak yang bekerja dengan berjualan di areal wisata, menyewakan homestay dan membuka warung makan di sekitar areal wisata Gunungapi Kelud. Wisata Gunungapi Kelud sangat membantu perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di Desa Sugihwaras Kediri. Untuk sumberdaya mineral seperti batu dan pasir ditambang di sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Kelud. Batu dan pasir hasil erupsi Gunungapi Kelud sebelumnya, ditambang menggunakan truk-truk pengangkut pasir. Masyarakat yang tinggal di Kabupaten Malang memiliki sum ber penghidupan yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di Kabupaten Blitar dan Kediri. Penghidupan masyarakat di Kabu paten Malang dibagi menjadi tiga tipe, yaitu bertani, berternak, dan berdagang. Bertani karena sebagian besar masyarakat mempunyai lahan pertanian dengan sistem tadah hujan. Beternak karena kondisi lingkungan cocok untuk perkembangan ternak terutama ternak sa pi. Berdagang karena merupakan wilayah perbatasan antara Ka bupaten Malang dan Kediri sehingga menjadi tempat untuk transit. Wisata waduk Selorejo juga dimanfaatkan masyarakat setempat un tuk mencari penghidupan dengan berjualan disekitar waduk.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll185
2. Kondisi Pascaerupsi Gunungapi Kelud Erupsi Gunungapi Kelud pada 13 Februari 2014 berlangsung singkat namun dampak yang diakibatkan sangat mempengaruhi kondisi masyarakat. Masyarakat di Kabupaten Blitar dan Kediri yang se bagian besar bergantung pada sumberdaya di Gunungapi Kelud kehilangan sumber penghidupannya. Hutan tempat masyarakat mencari makan, habis terbakar akibat lontaran piroklastik. Untuk sektor perkebunan, lahan tidak ada yang rusak parah, namun da un-daun tanaman banyak yang rusak akibat jatuhan pumice. Lahan pertanian tertutup material erupsi berupa abu bercampur pasir (Gambar 13). Kondisi lahan yang tertutup abu dan pasir memerlukan pengelolaan intensif agar lahan pertanian dapat ditanami kembali.
Keterangan: A. Hutan yang habis terbakar di lereng Gunungapi Kelud pascaerupsi tanggal 13 Februari 2014. B. Tanaman nanas yang mulai layu karena tertutup pumice dan pasir.
GAMBAR 13. Kondisi lahan pascaerupsi Gunungapi Kelud 13 Februari 2014. (Sumber: Peneliti, 2014)
Kondisi sektor pariwisata terhenti sementara pasca erupsi Gunungapi Kelud. Kawasan wisata Gunungapi Kelud ditutup ka rena kondisi jalan yang rusak belum dapat dilewati. Status Gu nungapi Kelud masih waspada karena kondisi belum stabil ditandai masih dikeluarkannya asap putih dari kawah sehingga masyarakat dilarang mendekat pada radius 3 km dari kawah Gunungapi Kelud. Kegiatan masyarakat yang masih berjalan pascaerupsi adalah per tambangan batu dan pasir. Pascaerupsi truk-truk sudah banyak
186lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 yang mengantri di sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Ke lud. Namun yang menambang bukan berasal dari masyarakat se tempat melainkan masyarakat dari luar daerah (Gambar 14).
GAMBAR 14. Masyarakat menambang pasir di Sungai Lekso, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. (Sumber: Peneliti, 2014)
Kondisi di Kabupaten Malang, hampir sama dengan di Kabu paten Blitar dan Kediri. Aktivitas masyarakat terhenti total karena banyak fasilitas umum dan bangunan yang roboh. Jalan tidak dapat dilewati karena adanya longsoran dari tebing-tebing jalan. Wisata ke Waduk Selorejo sementara juga ditutup. Pusat perekonomian masyarakat seperti pasar juga berhenti karena banyak bangunan pasar yang roboh. Banyaknya bangunan yang roboh menjadikan dua kecamatan di Kabupaten Malang seperti kota mati karena tidak ada aktivitas apapun dari masyarakatnya. 3. Perekonomian Masyarakat Pascaerupsi Gunungapi Kelud Erupsi Gunungapi Kelud telah melumpuhkan untuk sementara sumber penghidupan ekonomi masyarakat di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Masyarakat sangat bergantung pada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan namun sumber
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll187
penghidupan masyarakat mengalami kerusakan. Geliat kegiatan perekonomian masyarakat pascaerupsi pertama kali mulai tampak di Kabupaten Blitar. Sehari pasca-erupsi, masyarakat di Kabupetn Blitar sudah beraktivitas seperti biasa karena dampak erupsi sangat kecil untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat. Untuk dapat bertahan hidup pascaerupsi, masyarakat ha rus mempunyai alternatif sementara sumber penghidupan di luar pertanian, perkebunan dan kehutanan. Sektor pariwisata merupa kan salah satu sektor yang dapat ditingkatkan untuk pembangkit ekonomi masyarakat. Besarnya animo wisatawan untuk berkunjung di kawasan terdampak bencana menjadi salah satu faktor pendu kung majunya sektor pariwisata. Pemerintah dan masyarakat se harusnya dapat bekerja sama untuk mengelola wisata bencana agar dapat dikemas dengan baik sehingga dapat mendatangkan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat terdampak, namun tidak mengesampingkan faktor keselamatan bagi wisatawan. Pembangkit perekonomian lainnya adalah tambang galian C yang merupakan material hasil erupsi Gunungapi Kelud. Namun sayangnya, penambangan banyak dilakukan oleh masyarakat luar sehingga masyarakat terdampak yang tinggal di sekitar sungai ti dak mendapatkan hasilnya. Pemerintah setempat perlu mengelola kegiatan pertambangan yang ada di sungai-sungai sehingga ma syarakat terdampak dapat mengambil hasil dari material erupsi Gunungapi Kelud. Masyarakat lain yang mengalami dampak paling parah pascaerupsi Gunungapi Kelud adalah masyarakat perambah hutan. Ma syarakat yang bekerja sebagai buruh di perkebunan, masih men dapat bantuan dari pemilik pekerbunan. Masyarakat yang bekerja di pertanian dapat mengelola lahannya secara intensif untuk bisa ditanami. Masyarakat perambah hutan tidak mempunyai hutan lagi karena hutan habis terbakar akibat lontaran piroklastik. Untuk mengangkat perekonomian masyarakat perambah hutan, peme rintah hendaknya bekerjasama dengan para perambah hutan untuk
188lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 kegiatan penghutanan kembali. Adanya kegiatan penanaman hutan kembali diharapkan dapat menyelamatkan sementara kebutuhan ekonomi masyarakat perambah hutan dan membantu masyarakat hutan mendapatkan kembali sumber penghidupannya.
Kesimpulan Erupsi Gunungapi Kelud pada tanggal 13 Februari 2014 mem pengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya masya rakat yang tinggal di kawasan lereng Gunungapi Kelud. Namun demikian, adanya modal sosial (gotong royong dan tolong me nolong) yang tinggi membantu masyarakat dalam kegiatan tanggap darurat dan rekontruksi pascabencana. Dampak erupsi Gunungapi Kelud terhadap kondisi ekonomi masyarakat sangat besar. Masya rakat sebagian besar menggantungkan sumber penghidupan da ri sumberdaya yang ada di sekitar lereng Gunungapi Kelud. Ma syarakat memerlukan pembangkit ekonomi sementara karena ma syarakat harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangkit eko nomi yang dapat dimanfaatkan masyarakat antara lain di bidang pariwisata, pertambangan dan penghutanan kembali. Sektor pa riwisata merupakan sektor pembangkit ekonomi yang cukup sig nifikan karena animo masyarakat yang sangat besar untuk datang melihat daerah bencana. Namun demikian, pembangkit wisata hendaknya dikelola secara bersama antara pemerintah dengan ma syarakat terdampak dengan memperhatikan unsur keselamatan masyarakat.
Daftar Pustaka Brotopuspito. K.S., Wahyudi. 2007.“Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempa Bumi di Sekitarnya”.Berkala Mipa, 17 (3), September 2007. ESDM, 2014. Penurunan Status Gunungapi Kelud dari Awas (level IV) menjadi Siaga (level III), www.vsi.esdm.go.id/index.
BAGIAN II Kondisi Sosial Masyarakat Pra- dan Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll189
php/gunungapi/aktivitas-gunungapi/326. Diakses 20 Februari 2014 (Pukul 20.15 WIB). Reksowirogo, L. D., 1979a. G. Kelud, In Kusumadinata, K. (editor), Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi, Indonesia, 281-303. Zaennudin, Akmad., 2008, “Kubah Laba sebagai aslah satu ciri hasil letusan G. Kelud”,Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008: 19 – 29. Zaennudin, Akmad., 2009. Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelud. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009: 1-17. Belizel. E, Lavigne. F, Gaillard, Grancher. J, Pratomo. I, Komorowski. J. 2012., “ The 2007 Eruption of Kelut Volcano (East Java, Indonesia): Phenomenology, crisis management and social response”, Science Direct, No. 136, Hal. 165-175. Boudier. J.L, Pratomo. I, Thouret. J.C, Boudon. G, Vincent. P.M., “Observations, Stratigraphy and Eruptive Rocesses of The 1990 Eruption of Kelut Volcano, Indonesia”. Elseveir Science, No. 79, Hal. 181-203 Bergen. M, Bernard. A, Sumarti. S, Sriwana. T, Sitorus. K, 2000, Creater Lakes of Java: Dieng. Kelud and Ijen, Bali: IAVCEI General Assembly. Bronto, Sutikno, 2001, Volkanologi, Bandung : P3M DIKTI. Carter, Nick, 1992, Disaster Management : A Disaster Manager’s Handbook, Manila: Asian Development Bank. Creswell, John.W., 2010, Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Earth Observatory, 2014, Indonesia’s Mount Kelud Erups. http:// earthobservatory.nasa.gov diakses pada 20 Februari 2014 (Pukul 10.47 WIB).
190lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll191
BAGIAN III: Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014
192lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll193
TEMA
8
Kajian Strategi Penghidupan Masyarakat di Areal Gunungapi Kelud Pasca Erupsi 2014: Studi Kasus Desa Pandansari dan Puncu A Study of the Community Livelihood Strategy at the Kelud Volcano Area after the 2014 eruption: Case study in Pandansari and Puncu Villages (Listyo Yudha Irawan, Galih Aries Swastanto, Junun Sartohadi)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi penghidupan rumah tangga (household livelihood strategy) pasca erupsi Gunungapi Kelud pada tanggal 13 Februari 2014. Fokus penelitian ini adalah desa terdampak paling parah di dua kabupaten, yaitu Desa Pun cu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri dan Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dan wawacara mendalam (indepth inteview), serta data sekunder diperoleh dari
194lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 posko rehabilitasi dan rekonstruksi bencana Kelud yang didirikan oleh TNI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Pandansari dan Puncu sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian baik sebagai petani, peternak, maupun penggolah hutan negara (pesanggem). Secara umum, penduduk di Desa Pandansari belum mengetahui rencana (dan langkah-langkah) yang harus dilakukan pascaerupsi untuk memulihkan kondisi ekonomi. Hal yang kontras terjadi di Desa Puncu, dimana penduduk telah memiliki rencana untuk membersihkan lahan petaniannya untuk kemudian ditanami dengan tanaman yang cepat untuk dipanen, sehingga relatif cepat untuk mengembalikan kondisi ekonomi mereka seperti sediakala. Kata Kunci: strategi, penghidupan, Gunungapi Kelud, erupsi Abstract The objective of this research was to analyze the household livelihood strategy after Kelud volcano eruption on 13th February 2014. The focus of this research was two most devastated villages namely Puncu in the district Puncu of Kediri Regency and Pandansari in district Ngantang of Malang regency. The primary data was collected by surveis and in-depth interviews, while the secondary data was obtained from Army notes. This study has shown that most resident of Pandasari and Puncu are working as farmer, cattleman, and forest worker (pesanggem). The people in Pandansari were confused and had no idea how to deal with the condition after the eruption. Conversely, the resident of Puncu had a plan to clean their farmland and to cultivate rapid cycle crop in order to recover their economic condition as fast as possible. Keywords: livelihoods strategy, Kelud Volcano, eruption
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll195
Pendahuluan
G
unungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi aktif di Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah Gunungapi Kelud telah beberapa kali mengalami peningkatan status dan kemudian terjadi erupsi (Brotopuspito dan Wahyudi, 2007). Kejadian erupsi terakhir Gunungapi Kelud adalah pada tanggal 13 Februari 2014. Terhitung sejak pukul 21.15 WIB PVMBG telah menaikan status Kelud pada level awas (VSI.ESDM). Kurang dari satu jam peningkatan status tersebut diikuti dengan erupsi yang terjadi pada pukul 22.15 WIB. Perubahan status dari level siaga menjadi awas dan kemudian di susul oleh erupsi tersebut terjadi dalam tempo yang sangat cepat se hingga warga di sekitar Gunungapi Kelud segera diungsikan menuju tempat yang aman. Material erupsi yang berupa jatuhan abu vulkanik dan pumice telah mengganggu aktivitas warga di sekitar Gunungapi Kelud. Selain dampak abu vulkanik, penduduk juga mendapatkan potensi ancaman aliran lahar hujan. Hujan material vulkanik dan lahar telah mengakibatkan kerusakan pada hunian dan fasilitas umum. Erupsi Gunungapi Kelud tahun 2014 mengakibatkan warga di Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dan Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri kehilangan mata pencaharian sementara karena harus mengungsi. Setelah pulang dari pengungsian penduduk harus memperbaiki rumahnya dan memerlukan biaya untuk melakukan perbaikan rumah. Di lain pi hak, penduduk yang bekerja sebagai petani harus memperbaiki lahan pertanian mereka agar dapat diolah dan ditanami kembali. Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji strategi penghidupan ekonomi rumah tangga ma syarakat desa Pandansari dan Puncu pra-pasca erupsi Gu nungapi Kelud tahun 2014. 2. Memberikan alternatif rekomendasi untuk strategi penghi dupan ekonomi berkelanjutan ekonomi pascaerupsi Gu nungapi Kelud di Desa Pandansari dan Puncu.
196lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Metode Penelitian Kerangka analisis penghidupan berkelanjutan pada penelitian ini mengacu pada Department for International Development (DFID, 1999) yang memiliki lima dimensi yaitu aset kemanusiaan (human assets)1, aset sosial (social assets)2, aset fisik (physical assets)3, aset ala miah (natural assets)4, dan aset finansial (financial assets)5. Kelima pa rameter dalam strategi penghidupan berkelanjutan digunakan de ngan menentukan komponen-komponen yang menjadi bahan ka jian.
GAMBAR 1. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan (DFID, 1999)
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode pengambilan data menggunakan survei lapangan dan wawancara mendalam kepada warga serta kepala dusun sebagai informan kunci. Informasi dari kepala dusun dipilih dari wilayah yang terdampak paling parah yaitu Dusun Munjung, Dusun Kutut, dan Dusun Pait yang terletak di Desa Pandansari Kecamatan Ngatang Kabupaten Malang. Sedangkan untuk wilayah yang terdampak paling parah di Kabupaten Kediri meliputi Dusun Puncu, Dusun Sukomoro, dan Dusun Laharpang. Keenam dusun ter sebut dianggap representatif untuk mendeskripsikan kondisi
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll197
penghidupan masyarakat pascaerupsi Gunungapi Kelud di wilayah yang paling terdampak.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang terletak pada 7°5304 LS dan 112°2149 (BPS Kab. Malang, 2012). Berdasarkan Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 Desa Pandasari memiliki luas wilayah 18,40 Km2. Jumlah penduduk sebesar 5.677 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.445 yang tersebar dalam tujuh dusun. Desa Puncu merupakan bagian dari Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri yang terletak di sebelah tenggara ibukota Kabu paten Kediri. Terdapat lima dusun di Desa Puncu yaitu Laharpang, Sukomoro, Puncu, Pugeran, dan Margomulyo dengan luas 12,22 Km2. Jumlah penduduk pada tahun 2012 adalah 8.144 dengan tingkat kepadatan penduduk 666 jiwa/km2. Berdasarkan peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kelud yang dibuat oleh PVMBG pada tahun 2014, Desa Pandansari dan Desa Puncu terletak pada KRB II dan KRB I.
GAMBAR 2. Kawasan Rawan Bencana Kelud di Kecamatan Ngantang dan Puncu Berdasarkan Peta KRB Kelud BNPB 2014
198lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Lokasi daerah penelitian desa yang berada di radius 10 km dari Gunungapi Kelud secara lebih detail dapat dilihat pada gambar be rikut.
GAMBAR 3. Lokasi penelitian
Hasil dan Pembahasan Strategi Penghidupan Rumah Tangga Keluarga Praerupsi Gunungapi Kelud di Desa Pandansari Pada fase pra-erupsi Gunungapi Kelud 2014, strategi penghidupan penduduk Desa Pandansari tidak mengalami gangguan yang berarti pada aset manusia, alamiah, fisik, finansial, dan sosial. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Malang sumber pendapatan utama Desa Pandasari berasal dari sektor pertanian dengan pro duk unggulan berupa padi. Luas lahan per ta nian berpengairan yang diusahakan pada tahun 2011 seluas 93 Ha dan lahan kering seluas 1.747 Ha. Selain sektor pertanian yang mendukung strategi penghidupan praerupsi Gunungapi Kelud jenis pekerjaan lain yang
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll199
dapat dijumpai di Desa Pandansari sebagai berikut: TABEL 1. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Pandansari Pra-erupsi Kelud JUMLAH PEKERJA
PERSENTASE
Perikanan
21
1,25%
Peternakan
577
34,43%
Pedagang
187
11,16%
PNS
40
2,39%
TNI/Polri
1
0,06%
Buruh Pabrik/Industri
173
10,32%
Penggalian/Penambangan
43
2,57%
Buruh Tani
603
35,98%
Buruh Bangunan
31
1,85%
1.676
100%
SEKTOR PEKERJAAN
Total
Sumber: BPS Kab. Malang Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa buruh tani meru pakan jenis pekerjaan dengan jumlah terbesar yakni 603 orang atau 35,98%. Penduduk yang bekerja di sektor peternakan sebesar 577 orang atau 34,43%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Pandansari mengantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Penghidupan rumah tangga keluarga di Desa Pan dansari digerakan oleh sektor pertanian. Keadaan alam Desa Pandansari yang berbukit dan waduk Selo rejo merupakan potensi pariwisata yang dimiliki wilayah tersebut. Aset penduduk berhubungan dengan potensi pariwisata Pandansari meliputi kepemilikan toko/kios/warung yang berjumlah 31 unit, restoran/kedai makanan berjumlah 44 unit, dan hotel/penginapan 1 unit. Kondisi ini berpengaruh terhadap penerimaan Desa Pandan sari yang memiliki porsi terbesar di Kecamatan Ngantang yakni Rp. 1.116.837.000. Konfigurasi topografi perbukitan di Desa Pandansari selain memiliki potensi wisata yang besar juga memiliki risiko bencana
200lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 yang besar pula. Hal ini dibuktikan dengan adanya kejadian longsor pada tahun 2010 dengan jumlah korban 10 jiwa. Beberapa kelompok usia dan penduduk di Desa Pandansari memiliki kerentanan yang tinggi. Jumlah penduduk usia rentan ternyata mencapai lebih dari 30% jumlah penduduk total. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara demografis, Desa Pandansari memi liki tingkat kerentanan demografis yang cukup tinggi (Tabel 2). Selain itu, terdapat penduduk dengan keterbatasan fisik dan mental sebanyak 33 orang (< 0,5% dari jumlah penduduk total) (Tabel 3). Apabila dilihat dari kelompok keluarga sejahtera versi BPS BKKBN, maka hanya sekitar 19% keluarga di Desa Pandansari yang merupakan keluarga pra sejahtera yang sangat rentan terhadap ancaman bencana. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ke luarga tersebut untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan) dalam kondisi normal (ti dak ada bencana). Namun demikian, secara mayoritas, kondisi ke luarga di Desa Pandansari termasuk keluarga sejahtera tahap III (>50%) yang berarti mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan psikologis, namun belum dapat memberikan kontribusi optimal terhadap masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam ma syarakat. Hanya 2% dari jumlah keluarga di Desa Pandansari yang masuk dalam kategori keluarga sejahtera tahap III+. Hal ini berarti tingkat kerentanan penduduk terhadap bencana di Desa Pandansari cukup tinggi. TABEL 2. Kelompok Usia Rentan Terhadap Bencana di Desa Pandansari KELOMPOK USIA
JUMLAH
PERSENTASE
Balita (0-5 tahun)
327
16,99%
Anak-anak (5-6 tahun)
716
37,19%
Lansia (≥ 60 tahun)
882
45,82%
Total
1925
100%
Jumlah penduduk total
5677
-
Sumber: BPS Kab. Malang Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 dengan modifikasi
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll201
TABEL 3. Jumlah Penyandang Cacat yang tinggal di Permukiman Penduduk KELOMPOK USIA
JUMLAH
PERSENTASE
Tuna Netra
4
12,12%
Tuna Rungu/Wicara
4
12,12%
Tuna Grahita
19
57,58%
Tuna Daksa
6
18,18%
33
100%
Total
Sumber: BPS Kab. Malang Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 dengan modifikasi
TABEL 4. Kelompok Keluarga Rentan Secara Ekonomi Berdasarkan Penahapan Keluarga Sejahtera KELOMPOK USIA
JUMLAH
PERSENTASE
Pra Sejahtera
283
19,58%
Sejahtera I
144
9,97%
Sejahtera II
213
14,74%
Sejahtera III
776
53,70%
Sejahtera III+
29
2,01%
1445
100%
Total
Sumber: BPS Kab. Malang Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 dengan modifikasi
Strategi Penghidupan Rumah Tangga Keluarga Praerupsi Gunungapi Kelud di Desa Puncu Sektor pertanian memegang peran dominan dalam mengerakkan perekonomian penduduk di Desa Puncu. Pertanian memiliki jum lah yang terbesar pada rumahtangga menurut sektor ekonomi mata pencaharian utama. Selain sektor pertanian beberapa sektor lain memiliki peran dalam strategi penghidupan penduduk dalam rumah tangga. Jumlah rumah tangga menurut sektor ekonomi mata pencaharian utama pada tahun 2011 di Desa Puncu selengkapnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
202lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 TABEL 5. Jumlah Rumahtangga Menurut Sektor Ekonomi Mata Pencaharian Utama RUMAHTANGGA MENURUT SEKTOR EKONOMI MATA PENCAHARIAN UTAMA
JUMLAH
PERSENTASE
2828
87,39%
Industri
56
1,73%
Konstruksi dan Transportasi
84
2,60%
Perdagangan
168
5,19%
Penggalian
11
0,34%
PNS, TNI, Polri dan Jasa-jasa
89
2,75%
3236
100%
Pertanian
Total
Sumber: BPS Kab. Kediri Kecamatan Puncu dalam Angka Tahun 2012/2013 dengan modifikasi
Dampak Erupsi Gunungapi Kelud di Desa Pandansari dan Puncu Kelud merupakan gunungapi dengan bentuk strato yang seca ra administratif terletak pada tiga wilayah kabupaten, yaitu Ka bupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang. Secara astronomis terletak pada posisi 7º 56’ 00” LS, 112º 18’ 30” BT dengan ketinggian puncak 1.731 meter di atas permukaan laut. Erupsi Gu nungapi Kelud pada tahun 2014 merupakan rangkaian peristiwa peningkatan aktivitas vulkanik yang ditandai oleh perubahan status Kelud. Peningkatan aktivitas Gunungapi Kelud terakhir kali tercatat pada tahun 2007 diawali dengan peningkatan aktivitas kegempaan dan diakhiri dengan erupsi efusif pada tanggal 3-4 November 2007 berupa kubah lava ditengah danau kawah (VSI. ESDM). Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sum berdaya Mineral Republik Indonesia Gunungapi Kelud statusnya dinyatakan aktif normal menjadi waspada pada tanggal 2 Februari 2014. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik da lam dan gempa vulkanik dangkal. Peningkatan status berikutnya terjadi pada tanggal 10 Februari 2014 atau hanya berselang delapan hari dinyatakan dalam level siaga. Level siaga ke awas memiliki ren tang yang lebih pendek lagi, yakni hanya 3 hari atau pada tanggal
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll203
13 februari 2014. Pada tanggal tersebut setelah penentuan status awas hanya berselang kurang dari satu jam telah terjadi erupsi Gu nungapi Kelud. Material erupsi yang keluar pada saat erupsi gunung Kelud be rupa hujan abu vulkanik dan batuan pumice. Material erupsi berupa abu vulkanik menyebar luas hampir ke seluruh Pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh erupsi gunungapi dengan ketinggian mencapai 17 km. Sedangkan daerah yang berada di wilayah KRB III, II, dan I terdapat lontaran batuan pumice dari erupsi tersebut. Pada wilayah KRB I tidak semua wilayah terdampak guguran batuan pumice, namun pada beberpa tempat di Kabupaten Kediri dan Malang terdampak langsung. Akibat dari guguran tersebut adalah kerusak an pada rumah dan fasilitas umum dapat ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut: TABEL 6. Rekapitulasi Kerusakan Rumah di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri Kerusakan Rumah Desa
Persentase Kerusakan
Rusak Ringan
Rusak Berat
Rusak Ringan
Rusak Berat
Puncu
433
1732
8,06%
32,25%
Asmorobangun
505
1755
9,40%
32,68%
Satak
330
615
6,15%
11,45%
Jumlah
1268
4102
23,61%
76,39%
Total
5370
100%
Sumber: Pusat Komando Rehabilitasi dan Rekonstruksi TNI
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah rumah yang mengalami kerusakan di Kecamatan Puncu sebanyak 5370 unit atau 23,61% rusak ringan dan 4102 unit atau 76,39% rusak berat. Kerusakan ringan tebesar adalah di Desa Asmorobangun yakni 505 unit atau sebesar 9,4% diikuti oleh Desa Puncu sebanyak 433 unit atau 8,06% dan Desa Satak 330 unit atau 6,15%. Kondisi kerusakan berat terbesar pada Desa Asmorobangun yakni sebesar 1755 unit
204lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 atau 32,68%, Desa Puncu 1732 unit atau 32,25%, dan Desa Satak 615 unit atau 11,45%. TABEL 7. Rekapitulasi Kerusakan Fasilitas Umum di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri DESA
FASILITAS UMUM
PERSENTASE KERUSAKAN
Sekolah
Kantor
R. Ibadah
Sekolah
Puncu
4
5
4
7,84%
9,80%
7,84%
Asmorobangun
10
3
10
19,61%
5,88%
19,61%
Satak
3
7
5,88%
0,00%
13,73%
Kantor
R. Ibadah
Wonorejo
2
1
2
3,92%
1,96%
3,92%
Jumlah
19
9
23
37,25%
17,65%
45,10%
Total
51
100%
Sumber: Pusat Komando Rehabilitasi dan Rekonstruksi TNI
Berdasarkan tabel tersebut kerusakan terbesar pada rumah ibadah sebanyak 23 atau sebesar 45,10%. Kerusakan fasilitas umum terbesar kedua adalah bangunan sekolah sebanyak 19 atau 37,25%. Kantor merupakan bangunan dengan kerusakan terkecil yakni 9 atau 17,65%. TABEL 8. Rekapitulasi Kerusakan Rumah di Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang KERUSAKAN RUMAH DUSUN
Rusak Sedang
Rusak Berat
PERSENTASE KERUSAKAN Rusak Sedang
Rusak Berat
Kutut
243
30,72%
Pait
182
23,01%
Klangon
115
14,54%
Munjung
189
23,89%
Plumbang Mbales Jumlah Total
12
3
1,50%
0,38%
47
5,94%
12
779
1,50%
98,48%
791
Sumber: Pusat Komando Rehabilitasi dan Rekonstruksi TNI
100%
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll205
Berdasarkan data yang diperoleh dari posko TNI di Desa Pan dasari terdapat 12 rumah (1,5%) mengalami kerusakan sedang dan 779 rumah (98,48%) mengalami kerusakan parah. Tiga dusun yang terletak di sebelah selatan Waduk Selorejo mengalami kerusakan terparah yaitu Dusun Kutut 243 rumah (30,72%), Dusun Pait 182 rumah (23,01%), dan Dusun Munjung sebanyak 189 rumah (23,89%). Dusun Klangon merupakan daerah terdampak terbesar keempat yakni 115 rumah (14,54%), diikuti oleh Dusun Mbales sebesar 47 rumah (5,94%). Dusun dengan jumlah keusakan terkecil adalah Plumbang yaitu 12 rumah rusak sedang (1,5%) dan 3 rumah (0,38%) rusak berat.
Analisis Perubahan Strategi Penghidupan Penduduk Desa Pandansari dan Desa Puncu Perubahan pada aset manusia (human capital) Aset manusia mencakup kondisi manusia sebagai seorang in di vidu, yaitu berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, pendi dikan, kesehatan, umur, dan jenis kelamin. Human Capital atau aset manusia memiliki arti penting dalam kehidupan karena men dukung keberlangsungan penghidupan di masa mendatang/pasca bencana baik sebagai individu maupun dalam rumah tangga. Ber dasarkan hasil survei dan wawancara mendalam terhadap tiga orang kepala dusun di Desa Pandansari dampak erupsi Gunungapi Kelud terhadap aset manusia tidak besar. Kepala Dusun Munjung Desa Pandansari menjelaskan bahwa hanya satu orang warganya yang meninggal sesaat setelah erupsi. Korban meninggal tersebut telah berusia 80 tahun dan menderita sesak nafas sehingga nyawanya tidak dapat diselamatkan. Hasil wawancara lainnya terhadap 4 orang responden lain menyatakan bahwa sakit yang diderita pasca erupsi tidak terlalu berdampak atau tidak begitu berarti. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditemukan di Desa Puncu Kabupaten Kediri hasil wawancara dengan penduduk
206lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dan Kepala Dusun Sukomoro dan Laharpang. Penduduk tidak me ngalami perubahan pada anggota keluarga. Perubahan pada aset alamiah (natural capital) Aset alamiah yang dimiliki oleh warga Desa Pandansari dan Puncu adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar di kedua desa tersebut bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani, buruh tani, peternak dan pesanggem (pengolah hutan negara). Sebagian besar petani menggarap lahan pertaniannya sendiri, sedangkan sisanya merupakan lahan garapan sewa dan menggarap lahan milik orang lain/buruh tani. Berdasarkan wawancara dengan penduduk, aktivitas pertanian berhenti total pasca erupsi. Hal ini dikarenakan lahan pertanian se luruhnya tertutup oleh material erupsi baik berupa abu vulkanik maupun batuan pumice. Menurut penduduk, untuk mengembalikan lahan pertanian seperti sebelum erupsi dan siap untuk ditanami kembali, maka dibutuhkan waktu beberapa minggu. Penduduk di Desa Pandansari khususnya di Dusun Munjung, Dusun Pait, dan Dusun Kutut merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat mengembalikan kondisi lahan dan kon disi perekonomian seperti sedia kala. Beberapa dari penduduk menyatakan akan menjadi penambang pasir apabila kondisi telah dinyatakan aman. Perubahan pada aset finansial (financial capital) Erupsi Gunungapi Kelud pada 13 Februari 2013 memberikan dam pak finansial yang cukup signifikan bagi responden baik di De sa Pandansari maupun Puncu. Hujan abu vulkanik dan pumice menyebabkan gagal panen, sebagai contoh tanaman cabai yang siap panen rusak dan tidak dapat dijual. Kegagalan panen berarti kerugian yang sangat besar bagi petani. Hal ini dikarenakan se bagian besar petani telah mengeluarkan seluruh modal yang dimi
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll207
likinya untuk biaya tanam sebelum terjadinya erupsi. Dan pada umumnya, modal yang digunakan oleh petani untuk menggarap lahan pertanian merupakan modal pinjaman dari perbankan yang harus segera dikembalikan. Pada fase pascaerupsi, penduduk yang bermata pencaharian pe tani masih belum memiliki modal untuk dapat memulai melakukan aktivitas perekonomian kembali. Oleh karena itu, penduduk di daerah terdampak erupsi Gunungapi Kelud mengharapkan ada nya bantuan dari pemerintah maupun pihak swasta berupa kredit lunak maupun bantuan bibit dan pupuk agar dapat segera memulai aktivitas pertanian kembali. Menurut informasi yang diperoleh, diperlukan waktu sekitar 6 bulan hingga satu tahun untuk dapat mengembalikan produktivitas lahan pertanian pascaerupsi. Pendu duk, khususnya yang bermata pencaharian sebagai petani, selain mengharapkan bantuan modal pertanian juga mengharapkan ban tuan untuk dapat bertahan hidup hingga lahan pertanian mereka normal kembali. Permasalahan yang cukup besar juga dialami oleh penduduk yang bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah. Pascaerupsi Gunungapi Kelud penduduk kesulitan untuk mendapatkan rumput sebagai pakan utama hewan ternak. Pada saat dilakukan survei di peroleh informasi bahwa sudah ada beberapa dari penduduk yang memiliki sapi terpaksa menjual hewan ternak mereka karena kha watir ternak mereka akan mati. Pasca-erupsi ada beberapa ko munitas relawan yang memberikan bantuan pakan hewan ternak, namun bantuan yang diberikan tidak berlangsung lama dan jumlah yang diberikan tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan hewan ter nak yang ada. Perubahan pada aset fisik (physical capital) Perubahan aset fisik paling besar dirasakan oleh masyarakat di Du sun Munjung, Dusun Pait, dan Dusun Kutut, Desa Pandansari Ke camatan Ngantang Kabupaten Malang. Kerusakan bangunan paling
208lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 utama terdapat pada atap rumah yang hancur karena lon taran material vulkanik dengan ukuran antara 4-13 cm di Desa Puncu dan ukuran 6-2 cm di Desa Pandansari. Hasil survei juga menunjukkan terdapat kerusakan permanen pada furnitur dan barang elektronik yang dimiliki oleh masyarakat. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memutuskan untuk memban tu memperbaiki rumah warga yang rusak bekerja sama dengan Kodam V Brawijaya sebagai pelaksana proses rehabilitasi dan re konstruksi. Semua rumah penduduk yang mengalami kerusakan di data dan diberi tanda untuk kemudian diperbaiki oleh anggota TNI sesuai nomor urut. Bentuk kerusakan yang sama, yaitu pada atap rumah mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan genting pada saat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sehingga meng hambat proses perbaikan yang dilakukan. Namun demikian, tidak semua penduduk hanya menunggu bantuan TNI dan relawan, se bagian warga Desa Puncu yang rumahnya tidak mengalami ke rusakan terlalu parah melakukan perbaikan secara mandiri. Pen duduk melakukan perbaikan mandiri dengan memanfaatkan ba han material bantuan dari pihak swasta yang diterima langsung oleh warga. Namun demikian, proses pemberian bantuan secara langsung tersebut malah terkadang menimbulkan kecemburuan di masyarakat. Kondisi berbeda terjadi di Desa Pandansari dimana masyarakat menunggu bantuan dari pemerintah. Bantuan dari pihak swasta terlebih dahulu disampaikan kepada pusat komando yang berada di akses jalan utama masuk ke Desa Pandansari. Proses pengumpulan bantuan material bangunan di Desa Pandansari dikarenakan akses utama menuju desa terputus setelah terjadi aliran lahar hujan. Pada saat awal kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Desa Pandansari masyarakat terkesan menunggu bantuan dari pemerintah. Setelah melakukan wawancara diketahui bahwa masyarakat masih trauma dan kurang siap menghadapi erupsi Gunungapi Kelud 2014.
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll209
Perubahan pada aset sosial (social capital) Aset sosial erat kaitannya dengan hubungan sosial masyarakat baik dalam masyarakat itu sendiri maupun dengan pihak di luarnya. Berdasarkan hasil survei dan wawancara di Desa Pandansari me nunjukkan bahwa terdapat hubungan sosial yang baik atau erat antarwarga dengan warga, warga dengan kepala dusun, dan warga dengan pihak dari luar desa seperti TNI. Hal ini dapat dilihat da ri adanya kerja sama warga saat memperbaiki rumah mereka. Ma sing-masing rumah mendapatkan giliran untuk diperbaiki dan mendapatkan bantuan genting sesuai dengan kebutuhan per ba ikan rumah mereka. Tradisi gotong-royong tampak sangat baik, bahkan warga dari luar daerah juga sangat antusias untuk mem berikan bantuan khususnya pada hari sabtu-minggu. Tradisi go tong royong seperti di Desa Pandansari kurang nampak di Desa Puncu. Keeratan hubungan antarwarga terlihat kurang baik, se hingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-erupsi berjalan kurang cepat. Beberapa warga dari luar memanfaatkan momentum pascaerupsi di Desa Puncu sebagai objek wisata bencana. Hal de mikian menurut beberapa warga di Desa Puncu sangat menggangu kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang dilakukan. Se lain menggangu kegiatan rehab-rekon, masyarakat di Desa Puncu juga merasa tersinggung dengan adanya masyarakat dari luar yang sekadar ingin melihat dan berfoto di daerah bencana tanpa mem berikan bantuan yang berarti.
GAMBAR 4. Papan larangan wisata bencana yang dipasang oleh warga di Desa Puncu
210lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Analisis Rekomendasi Kebijakan untuk Strategi Penghidupan Berkelanjutan di Desa Pandansari dan Puncu Pascaerupsi Gunungapi Kelud 2014 Dampak erupsi Gunungapi Kelud telah mengakibatkan penghi dupan masyarakat di sekitarnya mengalami penurunan secara drastis. Terganggunya penghidupan masyarakat khususnya yang bekerja di sektor petanian memerlukan pemulihan dalam waktu yang cepat. Kerusakan pada lahan pertanian dan gagal panen meru pakan permasalahan yang muncul pascaerupsi Gunungapi Kelud. Guna melakukan pemulihan (recovery) diperlukan beberapa strategi yang pernah diterapkan di tempat yang lain dan terbukti berhasil. Widyatmoko (2012) dan Usman et al. (2012) menawarkan beberapa strategi pemulihan kondisi masyarakat pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 sebagai berikut: 1. Upaya pemulihan (recovery) dilakukan dengan bentuk revi talisasi kelompok-kelompok usaha tani. 2. Kelompok-kelompok usaha tani dibagi ke dalam kelompokkelompok yang lebih kecil lagi dengan beranggotakan 10-12 orang. 3. Kelompok usaha tani menjadi pusat koordinasi kegiatan pertanian seperti koordinasi dengan lembaga-lembaga ke uangan yang diharapkan mampu memberikan bantuan mo dal. 4. Kelompok tani harus mampu meningkatkan kemampuan anggotanya yaitu dengan memberi pelajaran, membina, dan mengkoordinasikan kegiatan guna memulihkan kondisi lahan pertanian para petani dan menentukan jenis tanaman yang dapat ditanam dengan cepat serta dapat dipanen de ngan segera. Hasil dari panen tersebut diharapkan mam pu untuk mengembalikan serta meningkatkan taraf peng hidupan pasca-erupsi. 5. Ketua setiap kelompok tani bertugas menjembatani temuan
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll211
inisiator (pemerintah, pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat) dengan kepentingan petani dalam kegiatan bu didaya, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian. Kelima rekomendasi tersebut dapat mulai dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada rumah tangga petani pascaerupsi Gunungapi Kelud. Prinsip-prinsip partisipasi dapat digunakan dalam proses recovery agar masyarakat terlibat secara aktif dalam penyelesaian masalah dengan memberikan kontribusi pemikiran serta tindakan.
Kesimpulan 1. Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dan Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri me rupakan dua wilayah yang memiliki risiko tinggi dalam erupsi Gunungapi Kelud. Kondisi ini berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan pasca erupsi Kelud pada 13 Feb ruari 2014. 2. Aset finansial merupakan aset yang paling terdampak akibat erupsi Kelud. Kondisi ini dapat ditinjau dari kerusakan dan kehilangan yang dialami oleh kedua penduduk di wilayah terdampak tersebut. Sektor pertanian terhenti total pascaerupsi Gunungapi Kelud dan memerlukan bantuan sesegera mungkin untuk dapat pulih seperti sebelumnya. 3. Budaya gotong-royong yang tinggi antarpenduduk diman faatkan untuk memperbaiki kerusakan pascaerupsi Gu nungapi Kelud. Hal in merupakan modal sosial yang cu kup baik guna membentuk dan mengembangkan strategi penghidupan berkelanjutan dalam masyarakat. 4. Pemulihan atau recovery dapat dilakukan dengan mencipta kan partisipasi masyarakat dalam menggelola aset yang di miliki khususnya lahan pertanian. Melalui upaya tersebut diharapkan kondisi ekonomi masyarakat segera pulih dan
212lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 memiliki strategi penghidupan berlanjutan yang baik pada masa yang akan datang.
Daftar Pustaka Badan Geologi Kementrian ESDM, 2014, Status Gunungapi Kelud dipublikasikan http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/ gunungapi/aktivitas-gunungapi/informasi-g-kelud (diakses 7 Maret 2014) BNPB, 2014, Peta Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunungapi Kelud Provinsi Jawa Timur dipublikasikan http://geo spasial.bnpb.go.id/2014/02/25/peta-kawasan-rawanbencana-gunungapi-kelud/ (diakses 13 Maret 2014) BPS Kabupaten Malang, 2012, Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 dipublikasikan dalam http://malangkab.bps. go.id (diakses 11 Maret 2014) BPS Kabupaten Kediri, 2014, Kecamatan Puncu dalam Angka Tahun 2012/2013 http://kedirikab.bps.go.id (diakses 11 Maret 2014) Brotopuspito, Kirbani Sri, dan Wahyudi. 2007. Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempa Bumi di Sekitarnya. Berkala MIPA, 17 (3), September 2007. DFID, 1999, Sustainable Livelihoods Guidance Sheets, London: DFID. Muta’ali, Luthfi., 2012, Potensi Tingkat Daya Pulih Wilayah per desaan di Kawasan Rawan Bencana Merapi dalam Me rapi dalam Kajian Multidisiplin, Diedit oleh hartono, dkk, Yogyakarta: Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM. Hal. 229-244. Republika Online, BPBD Jatim: Pengungsi Gunung Kelud 83.207 Jiwa, http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawatimur/14/02/18/n17a8c-bpbd-jatim-pengungsi-gunungkelud-83207-jiwa (diakses 7 Maret 2014)
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll213
Usman, Sunyoto, Agriawan, Juhri Iwan, dan Amiruddin Lutfi, 2012, Pengembangan Infrastruktur Hunian Sementara Bagi Korban Bencanan Letusan Gunung Merapi dalam Merapi dalam Kajian Multidisiplin, Diedit oleh Hartono, dkk, Yogyakarta: Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM. Hal.425-450. Widyatmoko, M. R. Djarot Sidharto., 2012, Analisis Risiko Dampak Erupsi Gunungapi Merapi Terhadap Penghidupan Pe tani Salak di Kabupaten Sleman dalam Merapi dalam Kajian Multidisiplin, Diedit oleh Hartono, dkk, Yog yakarta: Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM. Hal. 451468.
214lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
TEMA
9
Pelaksanaan RehabilitasiRekonstruksi Fisik Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014 di Kabupaten Kediri The Physical (Infrastructures and Facilities) Rehabilitation-Reconstruction after the 2014 Eruption of Kelud Volcano in Kediri Regency (Galih Aries Swastanto, Edwin Maulana, Puspita Indra Wardana, Evi Dwi Lestari)
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan rehabi litasi-rekonstruksifisik (bangunan) pasca erupsi Gunungapi Ke lud 2014 di Kabupaten Kediri. Penelitian dilakukan di tiga keca matan terdampak paling parah yang meliputi Kecamatan Puncu, Kecamatan Kepung, dan Kecamatan Ploso Klaten. Metode pene litian yang digunakan adalah metode induktif kualitatif dengan pendekatan phenomenology. Pengumpulan data dilakukan dengan
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll215
cara survei lapangan, wawacara mendalam (in-depth inteview), dan informasi dari instansi terkait. Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi fisik dampak erupsi Gu nungapi Kelud di lokasi penelitian dilakukan dalam waktu tiga minggu (24 Februari-14 Maret 2014) oleh Pemerintah Provinsi Ja wa Timur. Fokus utama kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi fi sik adalah perbaikan rumah warga yang rusak. Pelaksanaan re habilitasi-rekonstruksi fisik dampak bencana erupsi Gunungapi Kelud berbeda dengan pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi yang pernah dilakukan di wilayah lain di Indonesia. Peran masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi fisik sangat minim se kali, sehingga menyebabkan proses rehabilitasi-rekonstruksi men jadi terhambat. Kata Kunci: Rehabilitasi, Rekonstruksi, Erupsi, Gunungapi Kelud Abstract The aim of this research is to analyze the infrastructures and facilities rehabilitation and reconstruction after Kelud Volcano eruption on 2014 in the Kediri Regency. The research was conducted in the most affected sub-districs namely Puncu, Kepung and Ploso Klaten. The method used in this research was inductive qualitative method with phenomenology approach. The data was obtained through field survey, in-depth interview, and information from related institutions. The implementation of housing rehabilitation-reconstruction was done within 3 weeks (24 February-14 March 2014). The government of East Java Province played a major role in the process. The primary focus in the rehabilitation-reconstruction process was repairing the damaged houses. The implementation of rehabilitation-reconstruction in the Kelud Volcano eruption’s case different from other rehabilitation – reconstruction processes which had been done in other places in Indonesia. The lack of community participation had slowed down the process. Keywords: Rehabilitation, Reconstruction, Eruption, Kelud Volcano
216lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Pendahuluan
G
unungapi Kelud merupakan gunungapi bertipe strato yang relatif kecil dengan ketinggian 1731 m di atas muka laut atau 1650 m diatas Kota Kediri dan Blitar (Sahara et al, 2009). Gunungapi Kelud adalah salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur yang sering bererupsi dengan tipe letusan eksplosif (Zaennudin 2009). Menurut catatan sejarah aktivitas Gunungapi Kelud pada tahun 1586 yang mengakibatkan 10.000 orang meninggal dunia, dan erupsi tahun 1919 dengan korban jiwa mencapai 5160 merupakan erupsi terdah syat yang pernah terjadi (Kusumadinata, 1979). Erupsi Gunungapi Kelud terjadi pada tanggal 13 Februari 2014. Peristiwa erupsi Gunungapi Kelud ditandai dengan peningkatan status Gunungapi Kelud oleh PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mi tigasi Bencana Gunungapi) dari aktif normal ke waspada tanggal 2 Februari 2014. Pada status waspada, PVMBG merekomendasikan agar masyarakat tidak mendekat ke kubah lava dalam radius 2 km. Karena aktivitas Gunungapi Kelud terus mengalami peningkatan, status Gunungapi Kelud ditingkatkan menjadi siaga pada 10 Feb ruari 2014. Pada tanggal 13 Februari 2014 pukul 21.15 WIB, PVMBG menetapkan status awas dan diikuti dengan erupsi pada pukul 22.55 WIB. Dampak erupsi Gunungapi Kelud paling besar dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Kediri. Berdasarkan data dari Pusat Ko mando Rehabilitasi-rekonstruksiTNI tahun 2014, terdapat 10.740 rumah dan 108 fasilitas umum yang rusak karena erupsi Gunungapi Kelud. Kerusakan paling parah tersebar di tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Kediri yaitu: Puncu, Kepung dan Plosoklaten (Tabel. 1). Kerusakan bangunan permukiman harus menjadi prioritas utama dalam tahap rehabilitasi-rekonstruksi. Hal ini disebabkan kerusakan rumah karena bencana dapat menghambat usaha ma syarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Lindell, 2013).
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll217
Kegiatan perbaikan permukiman dimulai tanggal 24 Februari-9 Maret 2014 pada masa rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunungapi Kelud. Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan KO DAM V/Brawijaya dan POLDA Jawa Timur. TABEL 1. Rekapitulasi Kerusakan Bangunan di Kabupaten Kediri Kecamatan
Puncu
Kepung
Plosoklaten
Jumlah
Kerusakan Rumah
Fasilitas Umum
Jmlh
Ringan Sedang Berat
Jmlh
Puncu
2165
433
0
1732
13
4
5
4
Asmorobangun
2260
505
0
1755
23
10
3
10
Satak
954
330
0
615
10
3
0
7
Wonorejo
0
0
0
0
6
2
1
3
Kebon Rojo
1400
280
0
1120
8
3
3
2
Kampung Baru
1504
404
0
1100
13
5
2
6
Besowo
2280
1475
0
805
5
3
2
0
Sepawon
24
24
0
0
0
0
0
0
Sumber Agung
15
15
0
0
0
0
0
0
Pranggang
15
15
0
0
2
0
0
2
Trisulo
10
10
0
0
6
2
2
2
Punjol
10
10
0
0
3
1
2
Kawedusan
15
15
0
0
8
3
1
4
Klanderan
21
21
0
0
2
1
0
1
Brenggolo
14
14
0
0
0
0
0
0
Ploso Lor
15
15
0
0
1
0
0
1
Ploso Kidul
13
13
0
0
2
0
0
2
Jarak
17
17
0
0
2
0
1
1
Panjer
8
8
0
0
0
0
0
0
Gondang
0
0
0
0
4
2
1
1
3604
0
7127
108
38
22
48
Desa
Sekolah Kantor
R. Ibadah
Sumber: Pusat Komando Rehabilitasi-rekonstruksiTNI, 2014
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana proses rehabilitasi-rekonstruksi yang telah dilakukan oleh
218lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 pemerintah. Apakah pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksitelah menyentuh semua aspek yang menjadi fokus dalam rekonstruksirehabilitasi untuk menciptakan kondisi yang lebih baik pascabencana (Build Back Better). Pengalaman pengelolaan bencana diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam menghadapi bencana yang akan datang.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan di tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Kediri yaitu: Puncu, Kepung dan Plosoklaten. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan wilayah Kabupaten Kediri merupakan wilayah yang memiliki dampak paling besar dari erupsi Gunungapi Kelud 2014. Jarak Kecamatan Puncu, Kepung dan Plosoklaten berada diantara 3-25 km dari puncak Gunungapi Kelud atau berada diantara Kawasan Rawan Bencana III dan Kawasan Rawan Bencana II. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian induktif kualitatif serta menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi adalah untuk mencari unit-unit infor masi yang ada di lapangan yaitu berupa pikiran-pikiran, pendapat, dan sesuatu yang sifatnya kegiatan atau aktivitas yang bisa diamati (Muhadjir, 1996). Informan yang akan diteliti adalah masyarakat terkait, yaitu penduduk desa/kelurahan, tokoh dalam masyarakat yaitu kepala dusun/kepala desa, pemerintah kecamatan, anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunungapi Kelud un tuk mendapatkan kualitas data yang memadai. Data dari di la pangan berupa hasil wawancara mendalam, hasil observasi dan dokumentasi dianalisis menggunakan tahapan analisis yang di kemukakan oleh Sugiyono (2009 : 92-99), yaitu: Data Reduction (Re duksi Data), Data Display (Penyajian Data), dan Conclusion Drawing/ Verification (penarikan kesimpulan).
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll219
Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Daerah Penelitian Kecamatan Plosoklaten terletak di sisi timur Kabupaten Kediri de ngan luas wilayah 88,59 km2, yang terdiri dari 15 desa dengan jumlah penduduk 66.896 jiwa. Masyarakat di Kecamatan Plosoklaten mayo ritas bermatapencaharian sebagai petani (10.951 jiwa). Kecamatan Puncu terletak di sebelah barat Kecamatan Ploso klaten. Luas wilayah Kecamatan Puncu adalah 68,25 km2 yang ter bagi menjadi 8 desa. Jumlah penduduk di Kecamatan Puncu se banyak 57.506 jiwa yang bekerja di beberapa sektor antara lain: pertanian (14.319 jiwa), industri (1338 jiwa), konstruksi (479 jiwa), perdagangan (1106 jiwa), penggalian (158 jiwa), PNS/TNI/POLRI (620 jiwa). Kecamatan Kepung terletak di sisi barat Kecamatan Puncu. Wilayah kecamatan Puncu terdiri dari 10 desa dengan total luas wilayah 101,53 km2. Penduduk Kecamatan Kepung berjumlah 77.709 jiwa yang terdiri dari 38.446 laki-laki dan 39.263 perempuan.
GAMBAR 1. Daerah Terdampak Parah Erupsi Gunungapi KeludSumber: peneliti 2014
220lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Dampak Erupsi Gunungapi Kelud Dampak erupsi Gunungapi Kelud tidak hanya dirasakan di wilayah Kabupaten Kediri. Berdasarkan data dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sebagian besar wilayah di Provinsi Jawa Timur merasakan dampak erupsi Gunungapi Kelud antara lain Kabupaten Malang, Blitar, Surabaya, Ponorogo, Pacitan, Ngawi dan Madiun. Peristiwa erupsi Gunungapi Kelud memaksa 87.629 Jiwa dari 35 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang untuk mengungsi (BNPB, 2014). Ber dasarkan dampak yang diakibatkan dari erupsi Gunungapi Kelud Gubernur Provinsi Jawa Timur menetapkan Provinsi Jawa Timur dalam situasi tanggap darurat erupsi Gunungapi Kelud.
GAMBAR 2. Sebaran Material Erupsi Gunungapi Kelud. Sumber: European Space Agency, 2014
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll221
Material erupsi yang dikeluarkan Gunungapi Kelud pada saat erupsi berupa hujan abu vulkanik, pasir, batuan dasit dan batuan pumice. Material erupsi berupa abu vulkanik menyebar luas hampir ke seluruh Pulau Jawa (Gambar 2). Persebaran material erupsi hingga mencapai jarak 200 Km disebabkan oleh semburan material erupsi Gunungapi Kelud mencapai Ketinggian 25 Km. Kabupaten Kediri merupakan wilayah yang merasakan dampak erupsi paling besar khususnya di wilayah Kecamatan Puncu, Kepung, dan Plosoklaten (Tabel 2). TABEL 2. Perbandingan Jumlah Rumah dan Jumlah kerusakan akibat erupsi Gunungapi Kelud 2014 Kecamatan
Jumlah Rumah
Rumah Rusak
Persentase
Plosoklaten
19252
177
1
Puncu
14547
5379
37
Kepung
18116
5184
29
Total
51915
10740
21
Sumber: Kecamatan Plosoklaten, Puncu, Kepung dalam angka 2013, Posko Rehabilitasi-rekonstruksiKabupaten Kediri 2014 dengan modifikasi
Pelaksanaan Rehabilitasi-Rekonstruksi Rehabilitasi merupakan kegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang me madai pada wilayah pascabencana. Sasaran utama kegiatan re habilitasi adalah normalisasi semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelem bagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat. Sasaran utama kegiatan rekonstruksi adalah tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran ser ta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak bencana erupsi Gunung Kelud dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
222lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi terbagi dalam tiga kluster utama yaitu: Pengungsi, fisik (sarana dan prasarana), dan ketertiban/ keamanan. Kluster pengungsi ditangani pemerintah Provinsi Ja wa Timur dibawah pimpinan wakil Gubernur Saifullah Yusuf. Kluster fisik (sarana dan prasarana) dibawah komando Pangdam V/Brawijaya Mayjend. Ediwan Prabowo. Kluster ketertiban dan keamanan di bawah komando Kapolda Jatim Irjen Pol Unggung Cahyono. Pembagian kluster dimaksudkan agar pelaksanaan reha bilitasi-rekonstruksi dapat segera diselesaikan sehingga masyarakat dapat beraktivitas kembali. Perbaikan fisik rumah warga menjadi fokus utama dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak bencana erupsi Gu nungapi Kelud. Perbaikan rumah warga menjadi prioritas utama karena sebagian besar masyarakat telah kembali ke rumah masingmasing sejak satu hari pasca-erupsi. Kegiatan perbaikan fisik di mulai dengan pendataan kerusakan rumah yang dilakukan oleh Pemerintah bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (Kompas, 2014). Pengerjaan perbaikan rumah warga dilakukan oleh anggota TNI dari KODAM V/Brawijaya yang berjumlah 14.000 personel. Masyarakat kembali menempati rumah dengan kondisi mem prihatinkan meskipun masih dalam masa tanggap darurat. Ma syarakat memilih untuk kembali dan tinggal di rumah masing-ma sing karena pertama, masyarakat takut jika rumahnya tidak segera dibersihkan maka ada ancaman roboh, kedua, masyarakat merasa tahu sifat erupsi Gunungapi Kelud. Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunung Kelud dilakukan dalam waktu tiga minggu (24 Februari-14 Maret 2014). Penyelesaian pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi yang cepat mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat bahkan pemerintah Swiss dan Kanada (Kompas, 2014). Berdasarkan wawancara dengan staff KODAM V/Brawijaya, TNI diberi waktu selama 3 minggu un tuk memperbaiki kerusakan rumah warga saja. Masyarakat meng gunakan terpal plastik untuk menutupi atap rumah yang rusak
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll223
karena lontaran material erupsi Gunungapi Kelud (Gambar 3). Pelaksanaan perbaikan sarana umum dan pemerintah akan di lakukan oleh pemerintah setelah masa rehabilitasi-rekonstruksi ru mah warga selesai dilakukan.
GAMBAR 3. Rumah warga yang telah dipasang terpal. (Sumber: Peneliti, 2014)
Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak bencana erupsi Gunungapi Kelud berbeda dengan pelaksanaan rehabilitasi-re konstruksi yang pernah dilakukan di Indonesia. Pemerintah Pro vinsi Jawa Timur memberikan bantuan perbaikan rumah war ga tanpa melihat jarak rumah warga dengan Gunungapi Kelud. Sebagaimana yang terjadi Gunungapi Merapi Pascaerupsi peme rintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui rencana aksi rehabilitasi-rekonstruksi pascabencana erupsi Gunungapi Merapi menetapkan Kawasan Rawan Bencana (KRB) III menjadi hutan lindung. Penetapan KRB III Merapi menjadi hutan lindung mendapat penolakan dari banyak pihak khususnya masyarakat masyarakat yang tinggal di KRB III (Ageng, 2012). Perdebatan terkait relokasi tidak terjadi dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunungapi Kelud, sehingga pelaksanaan rehabilitasi-re konstruksi dapat selesai dengan cepat. Namun demikian, peranan masyarakat dalam pelaksanaan re habilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunungapi Kelud sangat
224lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 mi nim sekali. Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan pada tanggal 27 Februari-1 Maret 2014, pelaksanaan rehabilitasirekonstruksi dilakukan sepenuhnya oleh anggota TNI. Masyarakat setempat cenderung pasif dan hanya menunggu pelaksanaan reha bilitasi-rekonstruksi. Partisipasi masyarakat justru datang dari ma syarakat luar daerah rehabilitasi-rekonstruksi sebagai bentuk em pati terhadap korban erupsi Gunungapi Kelud. Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi sedikit terhambat karena jenis kerusakan fisik yang sama. Akibat lontaran material vulkanik, atap (genting) rumah warga merupakan bagian yang mengalami kerusakan terbesar. Hal ini tentu saja menimbulkan kenaikan kebu tuhan genting untuk proses rehabilitasi-rekonstruksi, khusus di Kabupaten Kediri, kebutuhan genting mencapai 10 juta yang harus dipenuhi dalam jangka waktu bersamaan (Kompas, 2014). Sebagian warga memperbaiki rumah mereka secara mandiri khususnya rumah yang mengalami kerusakan ringan, sedangkan rumah warga yang mengalami rusak sedang hingga parah perbaikan dilakukan oleh anggota TNI (Gambar 4 dan 5).
GAMBAR 4. Rumah warga yang rusak ringan GAMBAR 5. Rumah warga yang rusak berat perbaikan dilakukan secara yang telah diperbaikan oleh mandiri anggota TNI
Pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunung api Kelud dinyatakan selesai setelah semua rumah warga selesai diperbaiki. Kerusakan fasilitas umum dan pemerintah akan di la kukan oleh masing-masing instansi terkait. Pelaksanaan reha
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll225
bilitasi-rekonstruksi lanjutan dilaksanakan melalui programprogram pemerintah daerah dan pusat. Beberapa kebijakan terkait rehabilitasi-rekonstruksi yang telah dikeluarkan pasca erupsi Gu nungapi Kelud antara lain: 1. Pemerintah tetap akan memberikan pasokan sembako, dan menjamin ketersediaan air bersih selama 3 bulan setelah rehabilitasi-rekonstruksi selesai (Kompas,2014) 2. Bank Indonesia memberikan kebijakan relaksasi dalam bentuk rescheduling, restructuring dan reconditioning kredit kepada para debitur yang terkena dampak erupsi Gunung Kelud (Tempo, 2014). 3. Pemerintah Jawa Timur memberikan jaminan terhadap agunan yang menjadi jaminan pinjaman petani kepada bank, melalui program Jamkrida. Menurut UU No 24 tahun 2007, kegiatan rehabilitasi fisik dila kukan melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan sarana umum; pemberian bantuan per baikan rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan; rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan sosial eko nomi budaya; pemulihan keamanan dan ketertiban; pemulihan fungsi pemerintahan; pemulihan fungsi pelayanan publik. Namun demikian, kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi di Gunungapi Kelud yang dilakukan hingga masa rehabilitasi-rekonstruksi dinyatakan selesai baru menyentuh aspek pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan. Kegiatan rekonstruksi berdasarkan UU No 24 tahun 2007 me liputi: pembangunan kembali bangunan fisik; penerapan rancang bangun yang tepat melalui penggunaan bahan tahan bencana; membangkitkan kembali dan meningkatkan kehidupan sosial, eko nomi, budaya, pelayanan publik. Kegiatan rekonstruksi fisik untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik (Build Back Better) belum dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi
226lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Gunungapi Kelud. Kegiatan rekonstruksi fisik di daerah dampak bencana seharusnya diusahakan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik (tahan bencana).
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan, dapat disim pulkan bahwa: 1. Kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi penting untuk dilakukan agar masyarakat segera pulih dan bangkit dari dampak erupsi Gunungapi Kelud. 2. Kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi lebih fokus pada perba ikan rumah warga. Berbeda dengan pengelolaan bencana yang pernah dilakukan di Indonesia dimana rehabilitasi-re konstruksi lebih mengutamakan perbaikan sarana dan pra sarana umum. 3. Masyarakat terdampak erupsi Gunungapi Kelud masih dipandang sebagai korban. Sudut pandang yang tersebut meng akibatkan minimnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gu nungapi Kelud. 4. Kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gu nungapi Kelud masih menyentuh aspek rehabilitasi saja, sedangkan aspek rekonstruksi untuk menciptakan ling kungan yang lebih aman belum dilakukan. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang dikemukakan pe neliti antara lain: 1. Rehabilitasi rumah warga yang rusak akibat bencana alam harus mendapatkan prioritas utama dalam kegiatan
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll227
rehabilitasi-rekonstruksi agar masyarakat tidak terlalu la ma tinggal di pengungsian. Kebijakan yang dilakukan Pe merintah Provinsi Jawa Timur dapat menjadi pembelajaran dalam pengelolaan bencana di masa mendatang. Pemulihan sektor ekonomi sosial dan budaya akan lebih mudah ketika masyarakat telah kembali ke rumah masing-masing, karena berkaitan dengan kondisi psikologis masyarakat dimana rumah sebagai tempat perlindungan. 2. Kegiatan rehabiitasi-rekonstruksi dampak erupsi Gunung api Kelud harus dilanjutkan dengan kebijakan-kebijakan lanjutan untuk membangkitkan aspek sosial ekonomi dan budaya.
Daftar Pustaka Anonim. 2014. European Space Agency. Diakses dari http://www.esa. int/ESA tanggal 18 April 2014 Pukul 15.36 WIB. Anonim. 2011. Ringkasan Eksekutif Rencana Aksi Rehabilitasirekonstruksi Pascabencana Erupsi merapi Di Wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013. BNPB dan BAPPENAS. Badan Geologi Kementrian ESDM, 2014, Status Gunungapi Kelud. Diakses dari http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/ gunungapi/aktivitas-gunungapi/informasi-g-kelud tanggal 7 Maret 2014 pukul 12.30 WIB. BPS Kabupaten Kediri, 2014, Kabupaten Kediri dalam Angka Tahun 2012/2013 diakses dari http://kedirikab.bps.go.id tanggal 11 Maret 2014 pukul 15.48 WIB. Hakim, M.A.S. 2014. Dampak Letusan Kelud, Kediri Butuh 10 Juta Genting. Sabtu, 22 Februari 2014 | 16:44 WIB http:// regional.kompas.com (diakses 18 April 2014 10.58 WIB). Hakim, M.A.S. 2014. Selama 3 Bulan, Korban Kelud Tetap Mendapat Suplai Sembako Jumat, 7 Maret 2014 | 17:32 WIB http://
228lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 regional.kompas.com (diakses 18 April 2014 10.58 WIB). Faizal. A. 2014. Soekarwo: Swiss dan Kanada Tertarik Penanganan Erupsi Kelud diakses dari http://regional.kompas.com tanggal 14 April 2014 | 16.55 WIB. Kadarsetia, E., Primulya, S.,Sitinjak, P., dan Saing, U.B. 2006. “Karakteristik Kimiawi Air Danau Kawah Gunungapi Kelut, Jawa Timur Pasca Letusan 1990”, Jurnal Geologi Indonesia, Volume I, No. 4, hal. 185-192. Lindell, M.K. 2013. Recovery and Reconstruction After disaster. Diakses dari http://www.springer.com/978-90-481-86990 tanggal 16 April 2014 pukul 20.50 WIB. Listyanti. A.S. Debitur Korban Letusan Kelud Dapat Kelonggaran diakses dari http://www.tempo.com tanggal 18 April 2014 pukul 16.13 WIB. Sahara, D.P., Kusumo, A.W., Widiyantoro, S., Sule, R. 2009. Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung kelud Secara Akurat, JTM Volume XVI, No.1, hal 31-40. Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit Alfabeta. Bandung Kusumadinata. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Penerbit Departemen perkembangan dan energi. Muhadjir, N. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif telaah Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, Realisme Methaphisik. Penerbit Rake Sarasin. Yogyakarta. Nugroho, S.P. 2014. Dampak Erupsi Gunung Kelud. Undang-undang republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan bencana Peraturan Kepala badan nasional penanggulangan bencana Nomor 11 tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi dan rekonstruksi Pasca bencana Wibowo, A., Immanuel, H.P., Santana, P., Catra, A., Andreawan, A., Rembulan, A. 2011. Panduan Penyusunan Rencana
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll229
Pembangunan Desa Berbasis Mitigasi Bencana. The World Bank Indonesia. Zaenudin, A. 2009. “Prakiraan Bahaya Erupsi Gunung Kelut”, Buletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4, No. 2, hal. 1-17.
230lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
TEMA
10
Pengelolaan Bencana Erupsi Gunungapi Kelud 2014 Berbasis Masyarakat Community-based Disaster Management of the 2014 Kelud Volcano Eruption (Listyo Yudha Irawan, Puspita Indra Wardhani, Junun Sartohadi)
Intisari Peran masyarakat dalam menerapkan pengelolaan bencana berbasis masyarakat penting untuk dikaji. Penelitian tentang pengelolaan bencana erupsi Gunungapi Kelud 2014 berbasis masyarakat ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam penge lolaan bencana erupsi Gunungapi Kelud 2014. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan melaui wawancara mendalam (in-depth interview) kepada kepala dusun dan penduduk di delapan dusun yang terse bar di KRB II, yang merupakan wilayah terdampak langsung erupsi Gunungapi Kelud, di Kabupaten Blitar, Malang, dan Kediri. Terdapat perbedaan dalam pengelolaan bencana berbasis ma syarakat pada tiga kabupaten. Pengelolaan bencana bencana erupsi
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll231
Kelud di Desa Penataran Kabupaten Blitar telah dilakukan dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman tertimpa erupsi Kelud di tahun 1990. Pengelolaan bencana yang baik juga dilakukan di Desa Pandansari berkat peran aktif kepala dusun dan tingginya partisipasi penduduk. Namun demikian, pengelolaan bencana di Desa Puncu Kabupaten Kediri sayangnya belum terkoordinasi de ngan optimal walaupun bantuan dari luar berlimpah. Secara umum, perbedaan pengelolaan bencana di KRB II dipengaruhi oleh pe ngalaman, pengetahuan, dan sikap dari masyarakat. Kata Kunci: pengelolaan, bencana, masyarakat, erupsi, Gunungapi Kelud Abstract The role of community on community-based disaster management is important to be studied. This research on community-based disaster ma nagement has objective to understand the community participation on disaster management during the 2014 Kelud volcano eruption. We used the qualitative approach through in-depth interview method in eight subvillages located in the area of KRB II (directly affected by the 2014 Kelud eruption) in three regencies namely, Blitar, Malang, and Kediri. There were significant differences on disaster management in those three regencies. Residents of Penataran Village in Blitar Regency already have a good disaster management toward Kelud eruption. It was due to their experience in dealing with the 1990 Kelud eruption. In general, the residents of Pandansari Village in Malang Regency had already shown a good disaster management example even though they had never experienced a big eruption like the one in 2014. On the other side, the disaster mana gement in Puncu Village in Kediri Regency was not coordinated properly even though they had dealt with Kelud eruptions as in Penataran Village. Although there were aids and assistances in Puncu Village from both provincial and central government, the community-based disaster manage ment did not run effectively. The differences of the 2014 Kelud volcanic
232lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 eruption disaster management were associated to experiences, knowledge and attitude of community. Keywords: management, disaster, community, eruption, Kelud Volcano
Pendahuluan
I
ndonesia merupakan negara dengan jumlah gunungapi aktif sebanyak 129 atau sekitar 17% di seluruh dunia (Zaennudin, 2010; Santosa, 2012). Keberadaan gunungapi aktif di Indonesia me rupakan konsekuesi dari letak geografis wilayah yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif. Salah satu dari gunungapi aktif di Indonesia adalah Kelud yang terletak di Provinsi Jawa Ti mur, tepatnya di antara Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang dengan koordinat 7,9° Lintang Selatan dan 112,8° Bujur Timur (Bro topuspito dan Wahyudi, 2007). Berdasarkan catatan sejarah, erup si Gunungapi Kelud memiliki durasi yang singkat (Hidayati et al., 2009; Zaennudin, 2009). Kejadian erupsi terakhir Gunungapi Kelud terjadi pada tang gal 13 Februari 2014. Erupsi Kelud terakhir bersifat eksplosif yang menghancurkan kubah lava yang terbentuk pada tahun 2007. Kejadian erupsi pada 13 Februari 2014 sesuai dengan penjelasan (Zaennudin, 2009) bahwa erupsi Gunungapi Kelud diawali dengan durasi erupsi eksplosif yang singkat dan diikuti dengan pembentukan kubah. Karakter erupsi Gunungapi Kelud didominasi oleh letusanletusan eksplosif kuat sampai sangat kuat, baik yang terjadi pada prasejarah maupun dalam masa sejarah ma nusia menghasilkan endapan-endapan freatik, freatomagmatik, aliran piroklastika, dan jatuhan piroklastika pada di sekitar tubuh gunungapi (Zaennudin et al., 2013). Gunungapi Kelud memiliki potensi ancaman bahaya kegu nungapian yang berkaitan dengan kondisi bentanglahan bagian puncak (bentuk kawah), tipe, serta dinamika letusan (Pratomo,
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll233
2006). Berdasarkan catatan sejarah letusan Gunungapi Kelud dari abad ke X memberikan dampak yang besar terhadap penduduk di sekitarnya (Kusumadinata, 1979 dalam Zaennudin et al., 2013). Sejarah erupsi Gunungapi Kelud mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang besar seperti pada tahun 1586, 1919, dan 1966. Catatan selengkapnya mengenai sejarah erupsi Gunungapi Kelud beserta jumlah korban dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1. Sejarah Erupsi Gunungapi Kelud sejak tahun 1000 Masehi Tahun Erupsi
Jumlah Korban Jiwa
1000
Tidak diketahui
1311
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1334
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1376
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1385
Tidak diketahui
1395
Tidak diketahui
1411
Tidak diketahui
1451
Tidak diketahui
1462
Tidak diketahui
1481
Tidak diketahui
1548
Tidak diketahui
1586
10.000
1641
Tidak diketahui
1716
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1752
Tidak ada
1771
Tidak ada
1776
Tidak diketahui
1785
Tidak diketahui
1811
Tidak diketahui
1825
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1826
Tidak ada
1835
Tidak diketahui
1848
Ada, namun jumlah tidak diketahui
1851
Tidak diketahui
1864
Tidak diketahui
234lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 1901
Tidak ada
1919
5.160
1951
Tidak ada
1966
210
1990
Tidak ada
2007
Tidak ada
2014
3
Sumber: Zaennudin et al., 2013 dengan modifikasi
Berdasarkan paparan jumlah korban jiwa dalam Tabel 1, pen duduk yang berada di Gunungapi Kelud khususnya di KRB II memiliki kerentanan yang tinggi terhadap ancaman bencana erupsi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keren tanan penduduk terhadap erupsi Gunungapi Kelud di masa depan dengan melakukan pengelolaan bencana berbasis masyarakat. Pe ngelolaan bencana berbasis masyarakat (Community-Based Disaster Managemet) merupakan suatu proses dimana masyarakat yang me miliki risiko terhadap bencana terlibat secara aktif dalam proses mengidentifikasi, menganalisis, melakukan tindakan, memantau dan penilaian risiko (Gonsalves & Mohan, 2011). Pengelolaan bencana berbasis masyarakat menempatkan pen duduk sebagai kelompok rentan yang harus menjadi pelaku utama dalam pengelolaan bencana. Pengelolaan bencana harus dibangun dengan upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman masya rakat tentang perwatakan wilayah di sekitar Gunungapi Kelud. Perwatakan wilayah mencakup sejarah kebencanaan berikut dam pak yang diakibatkan terhadap kehidupan. Pengelolaan bencana berbasis masyarakat di Gunungapi Kelud menggunakan pendekatan yang diajukan oleh Kelman dan Mather (2008) dan Tanaka (2012). Kelman dan Mather (2008) mengajukan pendekatan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihoods ap proach) dalam skenario pengelolaan bencana gunungapi yang meliputi:
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll235
1. pemahaman, komunikasi, manajemen kerentanan dan risi ko serta persepsi penduduk lokal tentang kerentanan dan risiko yang mengancam kehidupan. 2. memaksimalkan keberdaan komunitas dalam masyakat se lama masa tenang (aktif normal) untuk mengurangi keren tanan 3. pengelolaan krisis. 4. pengelolaan proses rekonstruksi dan pemukiman kembali pasca krisis. Pendekatan berbasis masyarakat/komunitas oleh Tanaka (2012) dibagi menjadi: 1. pelatihan evakuasi lokal (local evacuation drill). 2. sistem pencegahan bencana (disaster prevention systems). 3. perilaku evakuasi grup (group evacuation behavior during di saster). 4. kerja sama dalam aktivitas pada komunitas selama tanggap darurat (cooperative activity in the community during emergen cies). 5. membangun kesepakatan lokal selama proses penyebaran dan usaha bersama (local consensus-building during the diffu sion process and joint efforts). Pengelolaan bencana berbasis masyarakat difokuskan pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) II. Erupsi Gunungapi Kelud 2014 mengakibatkan masyarakat yang menghuni wilayah KRB II terdampak paling parah. Area terdampak erupsi pada KRB II yang dipilih menjadi objek penelitian meliputi Desa Penataran di Kabupaten Blitar, Desa Pandansari di Kabupaten Malang, dan Desa Puncu di Kabupaten Kediri.
Metode Penelitian Penelitian tentang pengelolaan bencana erupsi Gunungapi Kelud
236lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 2014 berbasis masyarakat dilakukan dengan menggunakan pen dekatan kualitatif melalui survei lapangan. Pengambilan data dila kukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan kepada beberapa penduduk dan kepala dusun yang bertempat tinggal di wilayah KRB II sebagai informan kunci (key informants). Hasil survei lapangan berupa data disajikan dalam bentuk kata-kata dan gambar sebagai laporan akhir.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipilih pada tiga wilayah kabupaten yang berbeda yang berada pada KRB II meliputi: (1) Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, (2) Desa Pandansari Kecamatan Ngan tang Kabupaten Malang, (3) Desa Puncu Kecamatan Puncu Ka bupaten Kediri. Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning merupakan dua area yang terletak di Desa Penataran. Dusun Munjung, Pait, dan Kutut di Desa Pandansari. Dusun Puncu, Sukomoro, dan Laharpang di Desa Puncu. Desa Penataran merupakan bagian dari Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar dengan luas wilayah 31,56 km2. Pada tahun 2012, Desa Penataran memiliki penduduk sebanyak 9.391 jiwa dengan 2.466 rumah tangga dan 2.418 kepala keluarga. Kepadatan penduduk sebesar 298 per km2. Sebagian besar penduduk di Desa Penataran bekerja pada sektor pertanian dengan komoditas utama padi. Desa Pandasari memiliki luas wilayah 18,40 km2 dan jumlah penduduk sebesar 5.677 dengan kepadatan penduduk 298 jiwa/ km2 (Kecamatan Ngantang dalam Angka tahun 2011). Penduduk Desa Pandansari sebagian besar bekerja pada sektor pertanian baik sebagai petani, buruh tani, peternakan, dan perikanan. Desa Puncu memiliki luas 12,22 km2 dan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar 8.144 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 666 jiwa/km2. Penduduk di Desa Puncu sebagian besar bekerja di sektor pertanian yakni sebesar 87,39%, sisanya bekerja di
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll237
berbagai sektor lain seperti industri, konstruksi dan transportasi, perdagangan, penggalian, PNS, TNI, Polri, dan Jasa.
GAMBAR 1. Peta Daerah Penelitian
Hasil dan Pembahasan Salah satu prioritas utama dalam pengelolaan risiko bencana ada lah melalui penguatan peran masyarakat dalam pengelolaan bencana (community-based disaster management). Pendekatan dalam upa ya penguatan peran masyarakat dalam pengelolaan bencana dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen yang ada di masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bencana berkaitan erat dengan kemampuan mengidentifikasi fak tor-faktor risiko, pemahaman cara menangani dan menghadapi ben cana (coping strategies). Partisipasi masyarakat pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan. Partisipasi dan pengetahuan bencana sangat penting dalam upaya pengelolaan bencana Gunungapi Kelud.
238lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Pengelolaan Bencana di Daerah Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan secara langsung dapat dijelaskan bahwa masyarakat yang tinggal di wi layah KRB II Gunungapi Kelud telah memiliki pengetahuan tentang bahaya erupsi gunungapi. Pengalaman yang diperoleh pascaerupsi Gunungapi di masa lalu yang disampaikan secara turun-temurun dalam keluarga dan masyarakat mempengaruhi pengetahuan pen duduk. Penduduk di KRB II mengetahui bahwa mereka tinggal di daerah berisiko tinggi terhadap bencana erupsi gunungapi. Terdapat hal-hal yang mungkin dapat menguatkan dan mele mahkan pengelolaan bencana terhadap bencana erupsi Gunungapi Kelud. Perkembangan zaman menyebabkan penduduk kurang ber interaksi dengan lingkungan di sekitar. Keterikatan antarwarga yang lemah dapat berakibat pada rendahnya akses informasi tentang ancaman bencana. Interaksi yang kurang pada umumnya dijumpai pada penduduk yang bekerja di luar sektor pertanian. Penduduk yang bekerja di luar sektor pertanian memiliki kecenderungan un tuk tidak terlibat secara langsung memantau ancaman bencana yang ada. Kondisi sebaliknya terjadi pada masyarakat yang seba gian besar masih tergantung pada kondisi fisik wilayah untuk penghidupannya (petani). Masyarakat yang penghidupannya ma sih tergantung pada kondisi fisik alam akan lebih memiliki rasa ikut memiliki dan memelihara lingkungan alam. Rasa keterikatan dengan alam dituangkan dalam bentuk peran aktif masyarakat pe tani dalam hal memantau ancaman bencana. Meskipun di sisi lain, keterikatan dengan alam dapat menjadikan penduduk menjadi ren tan secara ekonomi. Pengelolaan bencana erupsi Gunungapi Kelud 2014 berbasis masyarakat dan pendekatan penghidupan berkelanjutan selengkap nya dibahas sebagai berikut:
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll239
1. Pendekatan penghidupan berkelanjutan di Desa Penataran Kabupaten Blitar Penduduk di Desa Penataran khususnya Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning telah memiliki pemahaman yang baik akan perwatakan erupsi Gunungapi Kelud. Tanda-tanda akan terjadinya erupsi be sar telah pula dimengerti oleh para tokoh masyarakat. Beberapa anggota masyarakat telah ikut aktif dalam memantau aktivitas ke gunungapian melalui cara tradisional melalui pengamatan perilaku binatang liar maupun binatang piaraan. Perubahan kondisi cuaca berupa peningkatan suhu udara pada saat terjadinya perubahan pe rilaku satwa juga telah dikaitkan dengan akan datangnya bahaya erupsi Gunungapi Kelud. Berbekal pada pengalaman terdampak serius oleh erupsi Gu nungapi Kelud pada tahun 1990, masyarakat Desa Penataran telah meningkatkan komunikasi dengan berbagai pihak. Masyarakat aktif berkomunikasi dengan stasiun pengamatan kegunungapian yang ada untuk mendapatkan berita terbaru mengenai aktivitas Gu nungapi Kelud. Selain itu, masyarakat aktif berkoordinasi dengan aparat desa, kecamatan, dan kabupaten. Hasil dari komunikasi yang intens dengan berbagai pihak telah membawa kepada masyarakat yang siap menghadapi ancaman bencana. Persiapan untuk mela kukan pengungsian telah secara sadar dilakukan sebelum diperin tahkan, sehingga proses evakuasi dapat berlangsung secara cepat sesaat sebelum kejadian erupsi. Pengelolaan krisis untuk penduduk di Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning dilakukan oleh pemerintah daerah berserta TNI dan Polri. Pengelolaan krisis pada saat erupsi juga berlangsung dengan baik. Evakuasi berlangsung lancar dan penanganan pengungsi juga berjalan sesuai dengan harapan. Beberapa bantuan yang diperoleh penduduk sebagian besar berasal dari pemerintah daerah baik Ka bupaten Blitar maupun Kota Blitar. Namun demikian, pengelolaan proses rekonstruksi pasca ke jadian erupsi dan pemukiman kembali setelah krisis belum dapat
240lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 dilakukan oleh pihak terkait. Fokus kegiatan penanganan bencana masih terfokus pada pengembalian penduduk ke rumah masingmasing. Beberapa penduduk kembali menempati rumahnya mes kipun kondisinya belum layak untuk dihuni kembali. Kondisi per mukiman penduduk pascaerupsi Gunungapi Kelud 2014 di Desa Penataran dapat dilihat pada Gambar 2.
GAMBAR 2. Kondisi permukiman pascaerupsi Kelud di Desa Penataran
2. Pendekatan penghidupan berkelanjutan di Desa Pandansari Kabupaten Malang Pemahaman penduduk di Desa Pandansari khususnya di Dusun Munjung, Pait, dan Kutut akan bahaya gunungapi masih kurang baik. Pada umumnya, penduduk menganggap bahwa jika terjadi erupsi Gunungapi Kelud maka wilayah Desa Pandansari tidak akan terdampak parah. Persepsi penduduk bahwa wilayah yang di tinggalinya aman dari bahaya erupsi didasarkan pada sejarah erupsi Gunungapi Kelud, seperti pada tahun 1990 dan 2007. Pada dua erupsi tersebut, penduduk tidak terkena dampak erupsi secara langsung. Pada saat erupsi Gunungapi Kelud pada 13 Februari 2014, penduduk Dusun Munjung, Pait, dan Kutut tidak langsung me nanggapi informasi tentang kondisi yang mengancam jiwa me reka. Penduduk baru bersedia dievakuasi setelah beberapa dari mereka mendapat informasi dari kepala dusun. Hal ini me nunjukkan bahwa kepala dusun memiliki peran yang besar dalam
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll241
pengelolaan bencana, terutama dalam komunikasi antar penduduk. Peran kepala dusun nampak dari proses evakuasi, tanggap daru rat, sampai rehabilitasi dan rekonstruksi. Kepala dusun meng koordinasi hampir keseluruhan bantuan baik yang berupa kebu tuhan dasar (makanan dan pakaian) hingga perbaikan rumah. Khusus untuk perbaikan rumah atau proses rekonstruksi, kepala du sun melakukan koordinasi bersama TNI. Proses rekonstruksi rumah dilakukan dengan membagi dalam urutan, sehingga proses rekonstruksi dapat berjalan dengan cepat. Upaya rekonstruksi di Desa Pandansari merupakan yang tercepat apabila dibandingkan dengan wilayah terdampak erupsi Gunungapi Kelud di wilayah lain. Kondisi permukiman pascaerupsi Gunungapi Kelud di Desa Pandansari dilihat pada Gambar 3.
GAMBAR 3. Kondisi permukiman pascaerupsi Gunungapi Kelud di Desa Pandansari
3. Pendekatan penghidupan berkelanjutan di Desa Puncu Kabupaten Kediri Desa terakhir yang menjadi objek penelitian adalah Desa Puncu. Terdapat tiga dusun yang terdampak parah di Desa Puncu yaitu: Puncu, Sukomoro, dan Laharpang. Kondisi ketiga dusun di Desa Puncu tidak jauh berbeda dengan di Pandansari. Penduduk pada awalnya tidak memiliki persiapan yang cukup baik untuk meng antisipasi erupsi Gunungapi Kelud. Kondisi ini tidak terlepas dari
242lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 sejarah erupsi Gunungapi Kelud pada tahun 1990 yang tidak terlalu berdampak bagi daerah mereka. Selain itu, komunikasi antar penduduk di saat krisis juga belum terlalu baik yang tercermin pada saat pengelolaan rekonstruksi dan permukiman kembali penduduk pascaerupsi. Bantuan berupa gen ting disalurkan secara langsung dengan jumlah yang sama untuk setiap rumah yang mengalami kerusakan. Pembagian genting yang kurang tepat mengakibatkan proses rekonstruksi rumah tidak berjalan secepat di Desa Pandansari Kabupaten Malang. Terlebihlebih, sebagian penduduk Desa Puncu hanya berkonsentrasi mem perbaiki rumah masing-masing tanpa dikoordinasi untuk bekerja sama dan bergotong-royong. Lemahnya kerjasama dan gotong-royong penduduk dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi Desa Puncu yang sangat bervariasi. Kondisi sosial ekonomi penduduk tampak pada ragam pekerjaan dan variasi pendapatan. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk merekonstruksi rumah miliknya sendiri. Keadaan yang berbeda dijumpai pada penduduk dengan tingkat ekonomi menengah dan bawah yang menunggu bantuan untuk melakukan rekontruksi. Kerusakan pada rumah penduduk dengan kondisi so sial ekonomi menengah akibat erupsi Gunungapi Kelud di Desa Puncu dapat dislihat pada Gambar 4.
GAMBAR 4. Kondisi pascaerupsi Kelud di Desa Puncu
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll243
4. Pendekatan berbasis masyarakat dalam pengelolaan bencana di Kawasan Rawan Bencana II Gunungapi Kelud (Studi Kasus Desa Penataran, Pandansari, dan Puncu) Pendekatan berbasis masyarakat berupa pelatihan evakuasi dan sistem pencegahan dini untuk penduduk di tiga desa kajian selama ini masih belum dilakukan. Mengacu pada kejadian erupsi tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa meskipun belum ada pelatihan evakuasi lokal dan sistem pecegahan dini, penduduk telah memiliki perilaku evakuasi kelompok yang baik, salah satunya tercermin dari persiapan beberapa moda transportasi sebelum terjadi erupsi. Namun demikian, ketersediaan moda transportasi untuk pro ses evakuasi belum didukung dengan jaringan jalan yang baik pu la. Sebagai contoh, jaringan jalan di Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning masih berupa jalan tanah dan berbatu/makadam (Gambar 5). Kondisi jalan yang masih kurang baik disertai dengan jarak ke lokasi pengungsian yang jauh dikhawatirkan akan memperlambat laju evakuasi, khususnya evakuasi untuk penduduk rentan (balita, anak-anak, lansia, ibu hamil) maupun penyandang catat (tuna net ra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, cacat ganda). Proses evakuasi tanpa memperhatikan penduduk kelompok rentan dan penyandang cacat akan memperlambat pro ses evakuasi serta dapat mengakibatkan penduduk pada kedua kelompok tersebut menjadi korban. Jumlah kelompok rentan dan penderita cacat di wilayah penelitian dapat ditampilkan pada Gam bar 6 dan 7.
GAMBAR 5. A. Satu-satunya jalan menuju Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning, B. Papan arah ke Dusun Kali Bladak dan Kali Kuning, C. Jalan Dusun Kali Kuning
244lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
GAMBAR 6. Jumlah Penduduk pada Usia Rentan di Kecamatan Nglegok
GAMBAR 7. Jumlah Penduduk pada Usia Rentan di Kecamatan Ngantang
Penduduk di Kecamatan Nglegok memiliki jumlah penduduk pada usia rentan yang lebih tinggi daripada Kecamatan Ngantang. Penduduk di Kecamatan Nglegok yang berada pada kelompok rentan memiliki kemungkinan yang besar untuk terpapar bencana apabila terjadi erupsi Gunungapi Kelud. Berdasarkan hasil per hitungan kerentanan sosial/penduduk di Kecamatan Nglegok se besar 0,185 atau tergolong rendah. Kategori rendah didasarkan pada indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata-rata bobot kepadatan penduduk (60%), kelom pok rentan (40%) yang terdiri dari rasio jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat (10%) dan kelompok umur (10%). Kerentanan sosial rendah apabila 0-0,33, sedang 0,34-0,66, dan tinggi 0,67-1. Meskipun hasil perhitungan kerentanan sosial di Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar rendah tidak berarti pemerintah beserta masyarakat lalu tidak perlu memiliki rencana pengelolaan terhadap kelompok penduduk rentan dan cacat. Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang seyogyanya memiliki upaya yang baik
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll245
untuk mengantisipasi dan mengurangi kerentanan pada penduduk khususnya di KRB II seperti Desa Penataran Kecamatan Nglegok dan Desa Pandansari Kecamatan Ngantang. Kurang siapnya peme rintah disertai dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bencana akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Korban jiwa pada kelompok rentan saat kejadian erupsi Gunungapi Kelud 2014 ditemukan di Desa Pandansari. Pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan mem perbaiki kondisi jalan yang dapat memudahkan pemindahan penduduk dari wilayah yang rawan ke wilayah yang lebih aman. Pascaerupsi Gunungapi Kelud akses jalan menuju Dusun Munjung, Pait, dan Kutut Desa Pandasari terhambat yang disebabkan oleh putusnya jembatan menuju Dusun Munjung, Pait, dan Kutut. Jem batan yang putus mengakibatkan distribusi bantuan terhambat pu la. Kondisi jalan dan jembatan pascaerupsi Gunungapi Kelud di Desa Pandansari dapat dilihat pada Gambar 8.
GAMBAR 8. A. Akses Jalan Menuju Dusun Munjung, Pait, dan Kutut Setelah Jembatan Penghubung Desa Terputus Akibat Lahar Hujan B. Kendaraan yang Pembawa Bantuan yang Tidak Bisa Memasuki D Munjung, Pait, dan Kutut , C. Jalan Utama Dusun Munjung, Pait, dan Kutut
Perhatian terhadap penduduk dengan kondisi cacat atau pen derita disabilitas pada umumnya masih belum ada. Penduduk de ngan kondisi cacat memerlukan bantuan evakuasi khusus yang ha rus dipersiapkan secara matang agar dapat mempercepat proses evakuasi dan mengurangi korban. Hal ini dapat terlaksana dengan baik jika ada kerjasama antar warga dan pemerintah. Jumlah pe nyandang cacat di Kecamatan Ngantang dan Desa penataran dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
246lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 TABEL 1. Jumlah Penyandang Cacat di Kecamatan Ngantang Kelompok Usia
Jumlah
Tuna Netra
4
Tuna Rungu/Wicara
4
Tuna Grahita
19
Tuna Daksa
6 Total
33
Sumber: BPS Kab. Malang Kecamatan Ngantang dalam Angka Tahun 2011 dengan modifikasi
TABEL 2. Jumlah Penyandang Cacat di Desa Penataran Kelompok Usia
Jumlah
Tuna Netra
2
Tuna Rungu
3
Tuna Wicara
2
Tuna Rungu dan Wicara
1
Tuna Daksa
1
Tuna Grahita
1
Tuna Laras
4
Cacat Ganda
1
Total
15
Sumber: BPS Kab. Blitar Kecamatan Nglegok dalam Angka Tahun 2013 dengan modifikasi
Penyandang cacat di Kecamatan Ngantang terdiri 58% tuna grahita, 18% tuna daksa, 12% tuna netra, dan 12 % tuna rungu/wi cara. Presentase penyandang tuna grahita memerlukan perhatian dan perlakuan khusus pada saat evakuasi. Penderita tuna grahita lebih sulit menerima informasi atau stimulus dibandingkan de ngan penderita cacat yang lain. Namun demikian, persiapan dan pengelolaan perhatian terhadap penyandang cacat yang lain tetap perlu diperhatikan. Presentase penyandang cacat di Kecamatan Ngantang dapat dilihat pada Gambar 9.
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll247
GAMBAR 9. Persentase Penyandang Cacat di Kecamatan Ngantang
GAMBAR 10. Persentase Penyandang Cacat di Desa Penataran
248lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Mekanisme penanganan terhadap penyandang cacat selama proses evakuasi grup dan kerja sama dalam aktivitas tanggap da rurat juga diperlukan di Desa Penataran. Jenis penyandang cacat di Desa Penataran lebih banyak dibandingkan di Kecamatan Ngan tang. Konsekuensi dari kondisi penyandang cacat yang lebih banyak jenisnya mengharuskan persiapan yang lebih baik pada masyarakat untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa dari ke lompok penyandang cacat. Presentase penyandang cacat di Desa Penataran dapat dilihat pada Gambar 10. Secara keseluruhan kondisi pascaerupsi Gunungapi Kelud menunjukkan kerja sama dalam aktivitas pada tingkat komunitas selama tanggap darurat terjalin dengan baik. Masyarakat selama berada di pengungsian terkoordinasi dengan baik. Koordinasi ter sebut nampak pada pemenuhan kebutuhan dasar yang dike lola bersama antara masyarakat dengan pemerintah. Usaha mem bangun kesepakatan lokal selama proses penyebaran dan usa ha bersama memerlukan kajian yang lebih mendalam dengan keterlibatan aktif masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam usa ha pengelolaan bencana diharapkan mampu menumbuhkan ke siapsigaan penduduk lokal terhadap ancaman erupsi Gunungapi Kelud di masa mendatang. Salah satu bentuk pengelolaan bencana berbasis masyarakat yang saat ini perlu segera dikembangkan adalah informasi lisan maupun tertulis tentang bahaya erupsi gunungapi dan bahaya lahar yang dapat disampaikan baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Penyampaian informasi mengenai bencana sesuai dengan Undang-Undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana yang tertuang dalam Bab V. Dalam Bab V dijelaskan bahwa penye lengaraan penanggulangan bencana, mendapatkan dan menyebar luaskan informasi yang akurat mengenai penanggulangan bencana adalah merupakan hak dan kewajiban setiap orang dan masyarakat. Informasi yang tersampaikan kepada masyarakat dengan baik akan
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll249
ditanggapi secara positif pula. Apabila informasi tersampaikan de ngan baik maka akan terbangun kesepakatan lokal dalam proses pengurangan risiko bencana secara kooperatif.
Kesimpulan Munculnya pengelolaan bencana yang baik diawali dengan ada nya kesadaran masyarakat yang tinggi. Timbulnya kesadaran masyarakat bahwa pengelolaan bencana adalah tanggung jawab semua pihak termasuk didalamnya masyarakat yang terancam oleh bencana itu sendiri, diawali dengan pemahaman atas perwatakan wilayah tempat tinggal. Adanya kesadaran masyarakat yang tinggi dengan sendirinya akan mendorong peran aktif masyarakat dalam pengelolaan bencana. Bantuan dan ulur tangan pihak luar baik itu pemerintah maupun swasta tidak cukup untuk memunculkan pengelolaan bencana yang baik di masyarakat. Pada berbagai kasus, bantuan yang melimpah kadang malah berpotensi melemahkan semangat gotong royong yang ada di masyarakat. Gotong royong merupakan modal dasar yang baik dalam pengelolaan bencana berbasis masyarakat. Namun demikian, pengelolaan bencana berbasis masyarakat di KRB II Gunungapi Kelud belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Koordinasi antara pemerintah lokal dengan masyarakat ma sih kurang. Pengelolaan bencana yang saat ini lebih banyak dila kukan oleh instansi pemerintah dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan masyarakat secara aktif. Setiap daerah di KRB II Gu nungapi Kelud (Blitar, Kediri, Malang) harus memiliki program upaya meningkatkan keterlibatan aktif warga masyarakat dalam pengelolaan bencana. Pengelolaan bencana juga harus mem per hatikan kelompok rentan (balita, anak-anak, ibu hamil dan lan sia) serta kelompok penyandang cacat. Sayangnya, selama ini pemerintah dan masyarakat masih kurang memperhatikan kelom pok-kelompok rentan tersebut. Akibatnya, timbul korban jiwa pada
250lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 saat erupsi Gunungapi Kelud pada kelompok rentan. Pengelolaan bencana berbasis masyarakat bertujuan meningkatkan kesiapsia gaan masyarakat menghadapi ancaman dan risiko bencana.
Rekomendasi Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk pengelolaan bencana berbasis masyarakat dengan mengembangkan beberapa kompetensi seperti: (1) diskusi tentang ancaman bencana, (2) diskusi tentang penyelesaian masalah bencana, (3) membangun sinergi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah serta pihak terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan kolektif dalam menghadapi bencana, (4) meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana melalui pelatihan, (5) mempersiapkan dan mengembangkan model evakuasi khusus untuk penduduk pada usia rentan dan penyandang cacat.
Daftar Pustaka Belizal, E. D., Lavigne, F., Gaillard, J.C., Grancher, D., Pratomo I., Komorowski, J. C., 2011, The 2007 eruption of Kelut volcano (East Java, Indonesia): Phenomenology, crisis management and social response, Geomorphology 136 (2012). hal 165–175 tersedia dalam http://www.elsevier. com/locate/geomorph. BPS Kabupaten Blitar, 2014, Kecamatan Nglegok dalam Angka 2013, dipublikasikan dalam http://http://blitarkab.bps.go.id/ index.php?hal=publikasi_detil&id=1 (diakses 18 April 2014) BPS Kabupaten Malang, 2012, Kecamatan Ngantang dalam Angka Ta hun 2011 dipublikasikan dalam http://malangkab.bps. go.id (diakses 11 Maret 2014) BPS Kabupaten Kediri, 2014, Kecamatan Puncu dalam Angka Tahun 2012/2013 http://kedirikab.bps.go.id (diakses 11 Maret 2014).
BAGIAN III Upaya Pembangkitan Kembali Kehidupan Masyarakat Pasca-Erupsi Gunungapi Kelud 2014llflll251
Brotopuspito, K. dan Wahyudi, 2007, Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempabumi di Sekitarnya, Berkala MIPA, 17(3), September 2007. Hal 47-56 Gonsalves, Julian & Mohan, Priyanka (Ed), 2011, Strengthening Re silience in Post-disaster Situations, New Delhi: Academic Foundation. Kelman, I., dan Mather T.A., 2008, Living with volcano: The sustainable livelihoods aprroach for volcano-related opportunities, Journal of Volcanology and Geothermal Research, Vol. 172 hal 189-198, http://sciencedirect.com (diakses 11 Maret 2014). Hidayati, S., Basuki, A., Kristianto, Mulyana, A., 2009, Emergence of Lava Dome from the Crater Lake of Kelud Volcano, East Java, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009, hal 229-238. Paton, D., Smith, L., Daly M., Johnston, D., 2008, Risk perception and volcanic hazard mitigation: Individual and social perspectives, Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 (2008). hal 179–188 tersedia dalam www. sciencedirect.com(diakses 11 Maret 2014). Pratomo, Indyo, 2006, Klasifikasi Gunungapi Aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunungapi dalam Sejarah, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4 Desember 2006, hal. 209-227. Santosa, Langgeng Wahyu. 2012. Implementasi Prinsip Dasar ”UN FORMITARIANISM” dalam Geomorfologi Sebagai Ke rangka Dasar Perumusan Pola Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi dalam Merapi dalam Kajian Multidisiplin, Hasse,J., Siregar, F.M., Purwitosari, P., (edi tor) Yogyakarta: Penerbit Sekolah Pascasarjana UGM, hal. 451-468. Tanaka, Shigeyoshi, 2012, Community Approach and Community Preparedness to Disaster dalam Community Approach to
252lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 Disaster, Mardiatno, Djati dan Takahashi, Makoto (edi tor), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 1-37. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Ten tang Penanggulangan Bencanadalam http://www.bnpb. go.id/uploads/pubs/1.pdf(diakses 11 Maret 2014) Zaennudin, Akhmad, 2009, Prakiraan Bahaya Erupsi Gunungapi Kelud, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009, hal 1-17. Zaennudin, A., Primulyana, S., dan Siregar D., 2013, Letusan Gunung Kelud pada 690 ± 110 tahun yang lalu merupakan letus an yang sangat dahsyat dan sangat berdampak pada Kerajaan Majapahit, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geo logi, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013, hal 117 – 133.
PENUTUPllflll253
PENUTUP: “Beberapa Catatan Penting Hasil Penelitian Pengelolaan Bencana Kegunungapian Kelud”
T
ubuh gunungapi tersusun atas satuan-satuan bentuklahan ke rucut, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah, dan dataran kaki. Bagian kerucut gunungapi adalah bagian yang tersusun oleh material vulkanis jatuhan dan dicirikan oleh kelerengan yang pa ling terjal dibandingkan dengan bagian satuan bentuklahan lain penyusun tubuh gunungapi. Bagian lereng atas gunungapi ter susun oleh material hasil runtuhan kerucut gunungapi yang pada umumnya berlangsung secara kering bercampur dengan material vulkanis jatuhan. Bagian lereng tengah gunungapi tersusun atas material runtuhan dari lereng atas yang terpindahkan secara ke ring bercampur dengan material yang terpindahkan secara basah oleh media air. Pada bagian lereng tengah ketersediaan air mulai melimpah. Bagian lereng bawah tersusun atas material hasil pe
254lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 rombakan dari lereng-lereng di sebelah atasnya melalui proses pe mindahan secara basah. Satuan bentuklahan dataran kaki gunungapi seperti halnya lereng bawah tersusun atas material hasil rombakan dari satuan-satuan bentuklahan lain penyusun tubuh gunungapi. Perbedaan antara lereng kaki dan dataran kaki lebih terletak pada orientasi sudut lereng. Orientasi sudut lereng pada lereng kaki gunungapi adalah ke arah puncak gunungapi, sementara pada dataran kaki adalah ke arah saluran sungai. Tubuh Gunungapi Kelud yang kerucutnya hanya mempunyai diameter < 4 km dan ketinggian < 1800 m dpal, tergolong kecil di bandingkan dengan gunungapi-gunungapi lain di Provinsi Jawa Timur. Tubuh Gunungapi Kelud dapat digolongkan ke dalam ke lompok gunungapi strato. Tubuh Gunungapi Kelud tidak mempu nyai bentuk kerucut yang ideal karena sifat erupsinya yang eksplosif biasanya berskala VEI > 3. Tubuh Gunungapi Kelud tersusun atas material vulkanis lepas-lepas yang mudah tererosi sehingga mem bentuk torehan-torehan besar dan dalam di bagian kerucut gunung api. Material erupsi Gunungapi Kelud yang terlempar ke angkasa sangat potensial mencapai wilayah permukiman perdesaan yang ada disekitar gunungapi yang mempunyai radius < 10 Km. Mate rial vulkanis jatuhan mempunyai kecenderungan bertambah ke cil diameternya seiring dengan semakin panjangnya radius da ri kawah gunungapi sebagai pusat erupsi. Material vulkanis jatuh an dari angkasa pada radius < 10 km dari kawah Gunungapi Ke lud mempunyai ukuran kerikil hingga boulder yang potensial menimbulkan kerusakan parah pada permukiman. Material vul kanis jatuhan dari angkasa pada radius < 10 km juga sangat ber bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Material vulkanis yang terlempar ke angkasa paling banyak jatuh pada zone kerucut hingga lereng atas Gunungapi Kelud. Material vulkanis jatuhan untuk selanjutnya mengalami redistribusi secara gravitasional ke dalam torehan-torehan besar pada zone kerucut
PENUTUPllflll255
gunungapi dan akan menjadi sumber material lahar. Material vul kanis hasil erupsi Gunungapi Kelud secara umum tersusun atas batu apung (pumice = Bahasa Inggris; watu gombong = Bahasa lo kal) dengan ukuran debu hingga boulder. Pada zone dekat kawah gunungapi, material vulkanis jatuhan bercampur dengan fragmen andesit-basaltik yang berasal dari hancuran kubah lava hasil erupsi Gunungapi Kelud 2007. Material batu apung rakus akan air pada awalnya sehingga tidak segera menjadi aliran lahar pada periode pertama musim hujan, khususnya pada sungai-sungai yang mengalir ke arah selatan, barat, dan utara. Sangat dimungkinkan aliran lahar akan terjadi secara berangsur-angsur jika hingga akhir periode kedua musim hujan tidak terjadi aliran secara besar-besaran. Material vulkanis yang tertimbun di lembah-lembah sungai sangat dimungkinkan telah mengalami proses pembatuan (lithification) setelah 2 kali periode musim hujan. Sungai-sungai yang mengalir ke arah Timur Laut (Kali Konto) dan ke arah Tenggara (Kali Lekso) sudah mulai mengalirkan lahar. Sangat dimungkinkan ada pengaruh kuat dari material penyusun dasar sungai yang berasal dari batuan vulkanis ButakKawi-Anjasmara. Adanya kompleks batuan vulkanis yang berbeda memungkinkan terbentuknya mata air sehingga proses penjenuhan berlangsung lebih cepat daripada material yang tertimbun pada hulu-hulu sungai pada sisi-sisi lain Gunungapi Kelud. Wilayah permukiman pada radius < 10 km dari kawah Gu nungapi Kelud merupakan permukiman pedesaan yang masya rakatnya tergantung pada lahan budidaya pertanian. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya lahan yang ada secara tradisional yang sangat terpengaruh oleh kondisi fisik lereng dan ketersediaan air. Pada wilayah hulu yang mempunyai lereng terjal dan ketersediaan air terbatas dimanfaatkan untuk sumber hijauan ternak. Pada wi layah di sebelah bawahnya dimanfaatkan untuk perkebunan, dan terus ke arah lereng bawah dengan ketersediaan air semakin me
256lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 ningkat diusahakan untuk tanaman semusim hingga sawah untuk menanam padi. Masyarakat yang tinggal di sekitar kerucut Gunungapi Kelud telah paham akan perilaku erupsi melalui pengalaman hidup dan cerita turun temurun dari nenek moyang. Masyarakat dapat meli hat dan merasakan akan terjadinya erupsi Gunungapi Kelud me lalui tanda-tanda alam yang ada. Berpindahnya binatang liar dari kawasan kerucut ke lereng bawah yang relatif jauh dari pusat erupsi merupakan tanda-tanda alam yang umum di kawasan gunungapi manapun. Burung beterbangan menjauh dari zone kerucut dengan mengeluarkan suara yang tidak biasanya juga menjadi pertanda alam yang lain. Naiknya suhu udara hingga semua orang yang tinggal di sekitar kerucut gunungapi merasa kegerahan merupakan tanda alam lain yang bukan berbasis pada perilaku satwa. Kemun culan pratanda alam pada saat pra erupsi telah ditangkap oleh ma syarakat hingga mereka secara mandiri menyiapkan proses evakuasi, khususnya di Kabupaten Blitar. Pemerintah daerah melalui badan-badan yang ada telah me nyiapkan moda transportasi untuk proses evakuasi masyarakat. Lebih dari pada itu, pemerintah daerah juga telah menyiapkan lokasi pengungsian berikut logistik untuk keperluan pengungsi. Sinergi antara masyarakat dan pemerintah dalam hal evakuasi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana kegunungapian Kelud dapat diambil sebagai lesson learnt untuk daerah lain. Penanganan pengungsi juga sudah baik walaupun masih ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan karena penanganan dalam jumlah besar memang tidak mudah hingga perlu personil lokal yang terlatih. Rentang yang lebar atas pemahaman pengelolaan bencana kegunungapian Kelud terlihat nyata pada saat pasca-erupsi. Ma syarakat menyakini bahwa Gunungapi Kelud hanya akan meng alami erupsi eksplosif yang kuat dalam waktu singkat dan setelah itu reda. Masyarakat segera kembali ke permukiman masing-ma sing segera setelah kejadian erupsi eksplosif yang kuat. Larangan
PENUTUPllflll257
pemerintah untuk tidak segera kembali ke permukiman masingmasing relatif tidak diindahkan. Berbagai alasan dapat dikemukakan untuk menjelaskan perilaku berbahaya masyarakat pasca-erupsi. Pada umumnya masyarakat khawatir akan barang kepemilikan yang masih tertinggal dan tidak sempat terbawa pada saat evakuasi yang berlangsung secara singkat. Terjadi perubahan kondisi lingkungan fisik pasca-erupsi se hing ga masyarakat harus menyesuaikan tatanan kehidupan dan penghidupan mereka. Kehidupan sehari-hari yang semula nyaman karena hawa sejuk wilayah gunungapi tiba-tiba berubah menjadi panas dan berdebu, permukiman dengan segala infrastruktur pen dukungnya rusak. Berbagai kehidupan sosial masyarakat juga terganggu sehubungan dengan perubahan kondisi lingkungan fisik. Penghidupan masyarakat yang pada umumnya bergantung pada sektor pertanian juga terganggu sebagai akibat dari rusaknya tanaman dan vegetasi, perubahan sifat tanah, hingga matinya sumber air. Pemulihan kondisi fisik lingkungan tentu membutuhkan waktu yang relatif panjang namun kebutuhan akan lingkungan yang layak untuk tempat tinggal dan sumber penghidupan segera harus dipenuhi. Langkah yang diambil pemerintah adalah memperbaiki per mukiman berikut infrastrukturnya yang umumnya mengalami rusak parah akibat material vulkanis jatuhan. Pada sisi Timur Laut Gunungapi Kelud, kerusakan infrastruktur juga terjadi se bagai akibat dari aliran lahar. Pembersihan jalan sebagai urat na di perekonomian juga dilakukan seiring dengan perbaikan per mukiman. Rehabilitasi lingkungan fisik lain yang berkaitan dengan penghidupan masyarakat belum dilakukan selama periode penelitian berlangsung. Rencana-rencana pemerintah terkait pen ciptaan sumber penghidupan baru untuk menggantikan sumber penghidupan yang besifat sementara maupun permanen belum juga tersusun. Hasil kajian terkait dengan strategi menghidupkan kembali sumber-sumber penghidupan ada pada individu anggota
258lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 masyarakat, namun perlu dikelola secara bersama agar lebih efektif dan efisien. Erupsi Gunungapi Kelud pada tanggal 13 Februari telah men ciptakan lingkungan fisik baru berupa: (1) adanya material baru; dan (2) adanya pemandangan alam baru. Terciptanya lingkungan fisik baru dapat dimaknai sebagai terciptanya sumberdaya lahan baru yang mengharuskan pola pemanfaatannya yang berbeda dengan pemanfaatan sumberdaya lahan sebelum kejadian erupsi. Adanya pemandangan alam baru telah banyak menarik minat masyarakat untuk berkunjun, namun sayangnya belum dikelola dengan baik agar sinergi dengan proses pembangkitan kehidupan masyarakat yang terkena dampak erupsi. Adanya material baru hasil er”upsi gunungapi juga telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang bukan sumber penghidupannya rusak karena erupsi. Strategi global yang mencakup seluruh kawasan terdampak hanya mungkin dapat diciptakan oleh pemerintah dan bukan oleh masyarakat yang menjadi korban erupsi. Strategi pemulihan kembali kehidupan masyarakat yang terdampak erupsi Gunungapi Kelud 2014 mungkin dapat dila kukan melalui 3 pentahapan yang disesuaikan dengan sumber penghidupan mereka pada saat pra-erupsi. Ketiga tahapan pemu lihan mencakup: (1) pemulihan kondisi rumah dan lingkungan permukiman, termasuk di dalamnya infrastruktur pendukung per mukiman, (2) pemulihan lingkungan pertanian, perkebunan, dan kehutanan sehingga dapat kembali menjadi sumber penghidupan, (3) penciptaan lapangan kerja baru agar masyarakat tidak sepenuh nya tergantung pada sektor pertanian. Pemulihan kondisi rumah dan lingkungan permukiman menjadi prioritas pertama karena didasarkan fakta bahwa masyarakat merasa tenang dan akan mudah diajak bekerja memulihkan kondisi lingkungan jika rumah tempat tinggal mereka menjadi layak huni kembali. Warga masyarakat lebih memilih tinggal di rumah masing-masing yang untuk sementara beratap terpal plastik daripada di tempat pengungsian walaupun
PENUTUPllflll259
lingkungannya lebih baik. Pemulihan lingkungan lahan pertanian dimaksudkan agar ma syarakat dapat segera memanfaatkan lahan kembali setelah tanaman dan tanahnya rusak karena adanya material vulkanis jatuhan dari Gunungapi Kelud. Pemilihan tanaman komoditas yang dapat ce pat dipanen agar masyarakat tidak lagi tergantung pada bantuan luar, mungkin dapat dikenalkan kepada masyarakat. Komoditas tanaman yang sudah ada dan biasa diusahakan oleh masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam pemberian bantuan bibit. Pemberian bantuan peralatan pertanian berupa hand tractor dan pupuk mungkin akan menjadi bantuan sangat bermanfaat untuk pengolahan tanah yang mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda dengan kondisi pada saat pra-erupsi. Penciptaan lapangan kerja baru berbasis memanfaatkan kondisi lingkungan baru mungkin harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membangkitkan perekonomian masyarakat terdampak erupsi Gunung Kelud 2014. Sektor wisata dan juga industry berbasis kondisi lingkungan fisik baru pasca-erupsi sangat dimungkinkan untuk digalakkan. Adanya pemandangan baru berupa sungai lahar berikut aktivitas penambangan mungkin dapat menjadi obyek wisata jika dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan kondisi sosialekonomi pengunjung. Masyarakat lokal tidak hanya ditantang un tuk menjadi penambang batu apung, namun akan menjadi lebih baik jika diberikan keterampilan mengolah material vulkanis hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 menjadi bahan lain yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Struktur perekonomian masyarakat yang tidak hanya didominasi oleh satu sektor akan memungkinkan terbentuknya ketahanan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana Gunungapi Kelud dimasa yang akan datang. Editor
260lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Indeks
A Abu Ancaman Awan panas B Bahaya Bencana Bentanglahan Bentuklahan Berkelanjutan C D Dam Dampak Dasit Darurat E Efusif Eksplosif Erupsi Evakuasi
F Fluvial G Geomorfologi Gunungapi H Homoki I Igir Interpolasi J K Kapasitas Kawah Kegunungapian Kejawen Kemampuan Kerentanan Kerugian
INDEKSllflll261
Kesiapsiagaan Kontijensi Koordinasi Krisis L Lahar lapili lereng M Mitigasi Morfoaransmen Morfogenesa Morfologi Morfostruktur N O
R Rehabilitasi Rekonstruksi Relief Risiko S Sampel Siaga Skoring Subdaksi Spasial Sumberdaya Survei Strategi T Tanggap darurat Tefra
P Pemulihan Penanggulangan Pencegahan Penghidupan Pengungsi Perambah Peta Piroklastik Pumice
U
Q
Z
V Vulkanik W X Y
262lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014
Biodata Penulis
ARIES DWI WAHYU RAHMADANA menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Malang pada tahun 2007. Pendidikan jenjang S1 ditempuhnya di UGM, Fakultas Geografi, Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan pada tahun 2011. Master of Science bidang Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) diperoleh dari Fakultas Geografi, UGM pada tahun 2013. Aktif dalam penelitian bidang geomorfologi dan kebencanaan sejak bergabung menjadi asisten pada Laboratorium Geografi Tanah Fakultas Geografi UGM sejak tahun 2011 hingga kini. EDWIN MAULANA menyelesaikan pen didikan dasar hingga menengah di Kota Malang. Gelar sarjana diperoleh di Universitas Negeri Malang pada program studi Pendidikan Geografi. Master of Science diperoleh pada jurusan Magister Manajemen Bencana UGM pada tahun 2013. Beberapa riset yang telah dilakukan ber fokus pada kajian pengelolaan ben cana gunungapi.
BIODATA PENULISllflll263
LISTYOYUDHAIRAWAN menamatkan pen-didikan dasar hingga menengah di Kota Blitar pada tahun 2007. Pendidikan jenjang S1 ditempuh di Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang pada ta hun 2011. Sejak Juni 2012 ter catat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Malang di program studi S2 Pendidikan Geografi. Agustus 2013 tercacat sebagai mahasiswa S2 Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management Sekolah Pascasarjana Universitas Ga djah Mada Yogyakarta melalui beasiswa BPKLN Kemendikbud. GALIH ARIES SWASTANTO mena matkan pendidikan dasar hingga menengah di Kota Madiun 2006. Pendidikan jenjang S1 ditempuh di Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang pada tahun 2011. Agustus 2012 tercatat sebagai mahasiswa S2 Magister Manajemen Bencana Sekolah Pas ca sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melalui program beasiswa BPKLN Kemendikbud. EVI DWI LESTARI menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Yog yakarta pada tahun 2006. Pendidikan jenjang S1 ditempuhnya di UGM, Fa kul-tas Geografi, Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan pada tahun 2010. Master of Science bidang Magister Ma najemen Bencana (MMB) diperoleh dari Sekolah Pascasarjana, UGM pada tahun 2014.
264lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 PUSPITA INDRA WARDHANI me- namatkan pendidikan dasar hingga me nengah di Kota Blitar pada tahun 2007. Pendidikan jenjang S1 ditempuh di Uni versitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Pendidikan Geografi pada tahun 2011. Master of science bidang Manajemen Bencana (MMB) diperoleh da ri Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada tahun 2013. Pendidikan jen jang S3 sedang ditempuh di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada sejak tahun 2014. GARRI MARTHA KUSUMAWAR DHAN A menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Bekasipada tahun 2009. Pendidikan jenjang S1 ditempuhnya di UGM, Fakultas Geografi, Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan pada tahun 2013. Aktif sebagai asisten di laboratorium Geografi Tanah FakultasGeografi, UGM. Saat ini masih menempuh pendidikan jenjang S2 di Perencanaan Pengelolaan Pe sisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) Fakultas Geografi, UGM.
BIODATA PENULISllflll265
FEBRIAN MARITIMO menamatkan pen didikan dasar hingga menengah atas di Kabupaten Berau Kalimantan Timur pada tahun 2007. Jenjang S1 diselesaikan di Jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakutas Geografi UGM padaFebruari 2012. Saat ini masih me nempuh pendidikan jenjang S2 di Geo-In formation for Spatial Planning and Disaster Risk Management Sekolah Pascasarjana UGM. Pengalaman riset mengenai geomorfologi dan kebencanaan diperolehnya selama menjadi asisten di Laboratorium Geografi Tanah Fakultas Geografi UGM. HARYONO menamatkan pendidikan dasar dan menengah di Malang tahun 1979. Pendidikan jenjang S1 diselesaikan di Departemen Sosek Pertanian IPB ta hun 1983. Master of Science bidang Geografi (penginderaan jauh) diperoleh dari Tokyo Metropolitan University Ja pan tahun 1992. Tahun 1984 bekerja di Ditjen Agraria dalam bidang pemetaan teristris Tata Guna Tanah. Tahun 1985 mulai bekerja di Bakosurtanal dalam bidang pemetaan Geografi Fisik menggunakan teknologi inderaja dan SIG. Tahun 2010 sampai sekarang bekerja di bidang kebencanaan dan perubahan iklim di Balai Penelitian Geomatika dan Pusat Pemetaan dan Integrasi Te matik BIG.
266lllflllPENGELOLAAN BENCANA KEGUNUNGAPIAN KELUD PADA PERIODE KRISIS ERUPSI 2014 ALI AMMARULLAH, lahir dan besar di Bandung pada tanggal 22 November 1986. Menyelesaikan pendidikan di ju rusan Teknik Geodesi Geomatika Institut Teknologi Bandung angkatan 2004. Pe ngalaman penelitian lebih banyak di bidang pemodelan dari fenomena yang ada di alam seperti pemodelan laju ero si, kebencian akan dan perubahan iklim. Sekarang bekerja sebagai surveyor peme taan di Badan Informasi Geospasial. MUNAWAROH menamatkan pendi dikan dasar hingga menengah di Ciamis pada tahun 2008. Pendidikan jenjang S1 ditempuhnya di UGM (Universitas Ga djah Mada), Fakultas Geografi, Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, pada tahun 2012. Tahun 2013 hingga saat ini tengah menempuh jenjang Master of Science di Magister Perencanaan dan. Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai di Fakultas Geografi UGM dan menjadi Peneliti Geospasial Tematik di Badan Informasi Geospasial (BIG).