Pengaruh Peningkatan Polusi Udara terhadap Stabilitas Lingkungan di Eropa
Penulis:
Afra Monica Anindya
071311233068
Ujian Akhir Semester (UAS) Genap Mata Ajaran MBP Eropa (SOH-314)
Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik
Universtas Airlangga
Januari 2016
Seiring dengan perkembangan zaman, aktivitas manusia semakin mengalami kompleksitas. Penggunaan bahan-bahan kimia untuk menunjang pemenuhan kebutuhan dan keinginan hidup juga tidak dapat dihindari, bahkan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut tentunya juga berpengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar, khsusunya terhadap kondisi udara seperti yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini. Para ahli dan pengamat lingkungan mengatakan bahwa hampir seluruh negara di dunia saat ini mengalami masalah berupa penurunan kualitas udara akibat meningkatnya gas polutan. Hal tersebut juga dialami oleh negara-negara di kawasan Eropa, bahkan sejak revolusi industri berlangsung pada akhir abad 18. Sejak saat itu kualitas udara di kawasan Eropa dinilai terus mengalami penurunan karena semakin banyak aktivitas industri yang dilakukan dan menghasilkan gas-gas sisa pembakaran. Hingga saat ini isu polusi udara tetap menjadi salah satu fokus dalam kajian mengenai lingkungan dan dibahas secara berkelanjutan karena dianggap mengancam stabilitas keamanan lingkungan, baik di era saat ini maupun di masa mendatang. Oleh sebab itu penulis akan membahas bagaimana polusi udara mempengaruhi stabilitas lingkungan di Eropa sejak isu tersebut menjadi sorotan hingga saat ini. Tulisan ini akan dibagi menjadi tiga bagian pembahasan yang masing-masing membahas sumber penyebab peningkatan polusi udara di Eropa, pengaruh polusi udara terhadap stabilitas lingkungan Eropa, dan sikap negara-negara Eropa dalam mengatasi masalah polusi udara.
Sumber Penyebab Polusi Udara di Eropa
Peningkatan polusi udara di kawasan Eropa tidak serta merta terjadi secara langsung begitu saja, melainkan secara bertahap dan disebabkan oleh berbagai sumber. Seperti yang telah disinggung di awal penjelasan, faktor kegiatan industri yang dimulai sejak akhir abad 18 dianggap telah berkontribusi besar terhadap peningkatan polusi udara di Eropa. Sebelum munculnya pandangan mengenai pentingnya penyelarasan pembangunan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan, pelaku industri di Eropa sangat mengabaikan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan industrinya terhadap lingkungan. Produksi besar-besaran yang dilakukan setiap hari oleh ranah-ranah industri menghasilkan berbagai limbah berbahaya, tak terkecuali gas-gas polutan di udara. Barulah pada tahun 1990 mulai muncul kesadaran di kalangan pemerintah dan masyarakat atas peningkatan polusi udara sehingga faktor industri mulai disorot karena kegiatannya dianggap telah menyumbang polusi udara yang membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan data, pada tahun 1990 kegiatan industri di Eropa telah menghasilkan 10 juta ton atau sekitar 63% sulfur dioksida dan hampir 3 juta ton atau 21% nitrogen oksida yang mana keduanya merupakan komponen utama dari polusi udara (Confartigianato, t.t: 25).
Tidak hanya disebabkan oleh faktor industri, meningkatnya polusi udara di Eropa juga dikarenakan penggunaan kendaraan berbahan bakar yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hasil pembakaran dari alat transportasi juga menimbulkan gas-gas polutan yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara. Bahkan di era modern saat ini alat transportasi berbahan bakar dianggap sebagai penyumbang utama atas emisi gas rumah kaca dan jenis polutan lainnya. Hal itu disebabkan karena 40% dari gas rumah kaca dan 70% dari total polutan yang ada di udara disebabkan oleh kendaraan (Nakate, 2011). Selain kedua sumber di atas, polusi udara juga bisa berasal dari berbagai sumber lain, yaitu kegiatan agrikultur dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat di rumah seperti penggunaan AC atau alat pendingin lainnya, melakukan pembakaran, dan lain sebagainya. Sekalipun kadar polusi yang dihasilkan oleh agrikultur dan kegiatan rumah tangga bernilai lebih kecil daripada yang dihasilkan oleh aktivitas industri dan kendaraan bermotor, namun hal tersebut juga berpengaruh terhadap degradasi lingkungan sehingga juga perlu diperhatikan dan diregulasi dengan baik. Namun pada dasarnya polusi udara tidak hanya disebabkan oleh kegiatan manusia, melainkan juga aktivitas alam yang tidak dapat dihindari seperti erupsi gunung api, badai pasir, dan emisi yang dihasilkan dari pembusukan atau penguapan komponen organik (European Environment Agency, 2015).
Pengaruh Polusi Udara terhadap Stabilitas Lingkungan Eropa
Efek yang diberikan oleh polusi udara pada lingkungan dapat bervariasi dan bisa bersifat langsung ataupun tidak langsung. Pada umumnya polusi udara dapat berpengaruh terhadap pengasaman tanah dan air, kerusakan hutan, penurunan kualitas ekosistem darat dan laut, penurunan keanekaragaman alam flora dan fauna, serta menyebabkan korosi bangunan-bangunan budaya dan struktur di dalamnya (Confartigianato, t.t: 26). Tidak hanya itu, emisi nitrogen oksida (NOx) telah dianggap sebagai prekursor utama yang terbukti menyebabkan gangguan kesehatan manusia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa gas polutan lainnya yang turut berdampak terhadap kesehatan yaitu sulfur dioksida (SO2), amonia (NH3), dan ozon (O3). Dalam jangka pendek polusi udara menyebabkan gangguan kesehatan berupa iritasi mata dan gangguan saluran pernafasan seperti bronkitis dan pneumonia. Sedangkan dalam jangka panjang, polusi udara menyebabkan gangguan kesehatan yang bersifat kronis, seperti kanker paru-paru, liver, gangguan otak, dan bahkan kematian (European Environment Agency, 2010). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Eksekutif Direktor EEA, Hans Bruyninckx yang mengatakan "Air pollution is causing damage to human health and ecosystems. Large parts of the population do not live in a healthy environment...". Dari pernyataan tersebut terbukti bahwa polusi udara telah menurunkan kualitas lingkungan dari waktu ke waktu sehingga membutuhkan penanganan yang tegas.
Selain mengganggu kesehatan, berbagai jenis polutan yang telah disebutkan di atas juga berpengaruh terhadap penurunan kualitas ekosistem lingkungan. Gas-gas polutan yang telah disebutkan di atas, khususnya sulfur dioksida dan nitrogen oksida mempengaruhi terjadinya proses pengasaman secara substansial yang berlangsung antara tahun 1990-2010 di beberapa daerah Eropa (European Environment Agency, 2015). Hal ini menyebabkan pengendapan asam sulfur dan nitrogen di udara secara berlebihan sehingga berujung pada terjadinya hujan asam. Hujan asam menyebabkan kerusakan terhadap tanaman dan bangunan-bangunan yang berada di ruangan terbuka. Pengaruh selanjutnya dari polusi udara terhadap stabilitas lingkungan di kawasan Eropa yaitu kerusakan tanaman akibat paparan ozon dalam konsentrasi tinggi. Pada umumnya kerusakan tersebut terjadi di kawasan Eropa bagian timur, tengan dan selatan.
Tidak berhenti sampai di situ, pengaruh polusi udara terhadap lingkungan juga mengarah pada terjadinya perubahan iklim sebagaimana yang belakangan ini sering dibahas oleh negara-negara di dunia. Istilah perubahan iklim atau lebih sering disebut sebagai climate change merujuk pada perubahan statistik dari pola penyebaran cuaca atau musim yang menjadi lebih lama atau lebih pendek daripada ketentuan yang seharusnya (United Nations Environment Programme, 2010). Faktor yang mendukung terjadinya perubahan iklim sangat bervariasi, namun para ahli sepakat faktor yang paling berpengaruh yaitu pemanasan global. Pemanasan global (global warmingi) merupakan suatu kondisi dimana suhu rata-rata bumi mengalami peningkatan akibat meningkatnya pelepasan energi dan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Komponen gas-gas tersebut juga berkaitan dengan kadar polusi yang ada di udara sehingga secara tidak langsung polusi udara turut berpengaruh terhadap perubahan iklim bumi.
Di Eropa sendiri isu perubahan iklim ditandai dengaan peningkatan suhu rata-rata di seluruh wilayah Eropa dan terjadinya perubahan curah hujan (European Environment Agency, 2013). Di Eropa bagian selatan curah hujan mengalami penurunan, sebaliknya di Eropa bagian utara curah hujan mengalami peningkatan. Selain itu, lapisan es di Greenland, Kutub Utara, dan banyak gletser di seluruh Eropa perlahan-lahan mengalami pencairan sehingga jumlah lapisan salju menurun dan sebagian besar tanah permafrost telah menghangat. Fenomena mencairnya lapisan salju tersebut menimbulkan ancaman baru terhadap kelangsungan ekosistem di dalamnya karena hewan-hewan yang berhabitat di wilayah kutub akan kehilangan tempat tinggal sehingga lama-kelamaan akan mengalami kepunahan. Hal tersebut diprediksi akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang dan berakibat serius karena mencairnya lapisan es juga akan meningkatkan ketinggian air laut sehingga bisa berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil, baik di kawasan Eropa maupun di negara-negara lain di luar Eropa.
Kembali lagi soal pengaruh polusi udara terhadap stabilitas lingkungan di Eropa, di sini penulis mengambil dua contoh negara Eropa yang mengalami polusi udara dengan tingkat yang memprihatinkan dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu Lithuania dan Inggris. Kadar polusi udara di Lithuania semakin meningkat dari tahun ke tahun, bahkan sepertiga dari total wilayah udaranya telah ditutupi oleh polutan (Nakate, 2011). Hal ini menyebabkan Lithuania dianggap sebagai negara yang mengalami penurunan kualitas udara bersih terparah di Eropa. Selain itu, Inggris khususnya Kota London juga disorot sebagai bagian Eropa yang mengalami degradasi lingkungan berupa peningkatan polusi udara sejak awal abad 20, tepatnya pada tahun 1905. Buruknya kualitas udara di London ditandai dengan munculnya kabut asap yang dianggap telah mengganggu stabilitas lingkungan dalam waktu tertentu. Kabut asap tersebut berasal dari gas kendaraan bermotor dan aktivitas pabrik yang tidak terkendali karena belum ada regulasi yang tetap dari pemerintah mengenai ambang batas polusi udara. Kabut asap yang terjadi di London pada tahun 1952 dinilai sebagai peristiwa kabut asap terparah di Eropa yang menyebabkan orang-orang tidak dapat melihat dalam jarak jauh selama empat hari berturut-turut. Bahkan peristiwa kabut asap London tahun 1952 tersebut menyebabkan banyak orang mengalami gangguan kesehatan pernafasan hingga kematian.
Sikap Negara-negara Eropa dalam Mengatasi Masalah Polusi Udara
Untuk mengatasi peningkatan kadar polusi udara yang terus mengancam stabilitas lingkungan, negara-negara Eropa bekerjasama melakukan berbagai program pencegahan dan pemeliharaan kualitas udara, baik berupa aksi maupun kebijakan. Aksi-aksi dan kebijakan yang dibentuk oleh Uni Eropa ditujukan untuk mengembalikan kualitas udara Eropa menjadi lebih baik melalui penurunan emisi gas sehingga tidak memberi kerugian dan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (European Environment Agency, 2015). Dalam hal ini peran Uni Eropa sebagai organisasi regional utama di kawasan Eropa yaitu membentuk legislasi, meningkatkan hubungan kerjasama negara-negara anggotanya dengan badan-badan non-pemerintah yang dinilai mampu menangani masalah polusi udara, baik dalam skala nasional maupun regional, serta menggalakkan penelitian terkait perkembangan polusi udara.
Untuk meningkatkan efektivitas dalam mengatasi masalah polusi udara, Uni Eropa membentuk badan khusus yang disebut sebagai European Environment Agency (EEA). Badan lingkungan eropa tersebut fokus merumuskan undang-undang Uni Eropa mengenai pelepasan emisi gas dan kualitas udara. EEA juga berkontribusi terhadap evaluasi kebijakan polusi udara yang dijalankan oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa, serta bertanggung jawab untuk pengembangan strategi jangka panjang demi meningkatkan kualitas udara di Eropa. Tanggung jawab lain yang harus dipenuhi oleh EEA yaitu mengamati tingkat polusi udara di seluruh wilayah Eropa secara berkelanjutan dan menyusun berbagai data polusi udara, mendokumentasikan dan menilai tren dan kebijakan terkait polusi udara di Eropa, serta menyelidiki trade-off dan sinergi antara angka polusi dan kebijakan yang dibentuk (European Environment Agency, 2015).
Selain melalui EEA, Uni Eropa juga membentuk program kerjasama kelingkungan yang di dalamnya juga membahas masalah polusi udara. Program tersebut dikenal sebagai Environmental Action Program (EAP) yang mana pertama kali dimulai pada tahun 1973. EAP dijalakan sebanyak tujuh kali dan pada masing-masing periode tersebut isu polusi udara tidak pernah absen untuk dibahas. Pada EAP pertama (1973-1977) isu polusi udara masih belum terlalu dibahas secara luas. Pembahasan mengenai polusi udara hanya sebatas identifiikasi terhadap sumber-sumber penyebab polusi tersebut. Namun dalam EAP pertama tersebut telah diusung prinsip "who pollutes pays" yang menggambarkan keseriusan negara-negara Eropa dalam mengurangi angka polusi udara di kawasannya (Confatigianato, t.t: 7). Isu polusi udara tersebut terus dibahas dalam EAP selanjutnya, bahkan hingga EAP ketujuh yang dilangsungkan mulai tahun 2013 hingga 2020 mendatang. Dalam EAP ketujuh ini pembahasan mengenai polusi udara mulai spesifik terhadap penanganan dampak-dampak kerugian yang disebabkan oleh peningkatan polusi udara di Eropa. Untuk mencegah angka polusi semakin meningkat, EAP juga mengatur proses produksi dari kegiatan industri agar menggunakan cara-cara yang efisien dan tidak menimbulkan polusi besar-besaran.
Selain dengan membentuk EEA dan EAP, Uni Eropa juga berusaha mengurangi angka polusi udara melalui beberapa cara. Pertama yaitu menggalakkan kampanye dan sosialisasi tentang bahaya gas-gas polutan bagi kesehatan dan lingkungan agar seluruh negara Eropa bersedia bersama-sama mengatasi masalah polusi udara tersebut. Sosialisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, seperti seminar dan sosialisasi melalui internet. Kedua yaitu mendorong negara-negara anggotanya untuk bersedia menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, termasuk juga bahan bakar yang digunakan dalam kendaraan. Uni Eropa juga menetapkan kebijakan yang mengatur kualitas bahan bakar yang dapat digunakan sehari-hari. Langkah kedua ini didukung oleh diciptakannya mobil-mobil modern ramah lingkungan yang mulai ramai diproduksi oleh negara-negara Eropa. Mobil tersebut dinilai ramah lingkungan karena memerlukan bahan bakar yang relatif lebih sedikit dan melepaskan gas polutan rendah jika dibandingkan dengan mobil-mobil pada umumnya (European Environment Agency, 2015). Ketiga yaitu dengan cara membatasi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan transportasi umum. Negara-negara Uni Eropa melakukan pendekatan secara berkelanjutan terhadap masyarakatnya agar bersedia merubah perilaku yang sebelumnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum. Hal ini bertujuan agar jumlah penggunaan bahan bakar menurun sehingga berpengaruh pula terhadap menurunnya polusi udara. Sedangkan cara yang keempat yaitu dengan menggalakkan aksi menanam dan merawat pohon karena hal tersebut dinilai sangat berdampak positif dalam upaya mengurangi angka polusi di udara.
Kesimpulan dan Opini
Berdasarkan penjelasan mengenai pengaruh peningkatan polusi udara terhadap stabilitas lingkungan di Eropa, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa polusi udara yang terus meningkat dari waktu ke waktu nyatanya telah berkontribusi dalam proses perusakan lingkungan. Polusi udara yang semakin meningkat di kawasan Eropa tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kegiatan industri, gas kendaraan berbahan bakar fosil, kegiatan agrikultur, rumah tangga, dan faktor alam seperti erupsi gunung api, badai pasir, dan sebagainya. Secara garis besar polusi udara memberi pengaruh besar terhadap dua hal, yaitu kesehatan masyarakat dan ekosistem lingkungan. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara pun beragam, mulai dari gangguan kecil hingga penyakit kronis, dan bahkan kematian. Sedangkan pengaruhnya terhadap ekosistem lingkungan, polusi udara menyebabkan terjadinya perubahan komponen senyawa di udara karena terjadi peningkatan gas-gas polutan seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, amonia, dan ozon sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hujan asam, kerusakan tanaman, dan peningkatan suhu udara yang akhirnya berujung pada perubahan iklim atau climate change.
Melihat berbagai pengaruh polusi udara yang cukup merugikan lingkungan tersebut, negara-negara Eropa semakin aktif menyelenggarakan kerjasama lingkungan, khususnya membahas polusi udara. Kerjasama tersebut ditujukan untuk menemukan cara yang tepat dalam mengurangi gas-gas polutan agar kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Beberapa langkah nyata yang ditunjukkan oleh negara-negara eropa melalui Uni Eropa yaitu dengan membentuk badan dan program khusus yang fokus menangani masalah lingkungan, termasuk juga polusi udara, seperti European Environment Agency (EEA) dan serangkaian aksi yang diberi nama Environmental Action Program (EAP). Selain itu, negara-negara Eropa juga mulai mempertimbangkan isu polusi udara dalam perumusan kebijakannya sehingga kebijakan yang dibentuk juga dikaitkan dengan masalah polusi udara tersebut, misalnya yaitu pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, batas emisi gas pembuangan, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini penulis beropini bahwa peninngkatan polusi udara sudah sepatutnya menjadi konsentrasi negara-negara Eropa demi kestabilan lingkungan, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Sekalipun polusi udara di kawasa Eropa mulai bisa dikendalikan belakangan ini, namun upaya pencegahan dan pemeliharaannya harus dilakukan secara terus-menerus agar stabilitas lingkungan tetap terjaga dengan baik. Seperti yang telah diketahui bersama, udara merupakan komponen utama dalam lingkungan setara dengan air dan tanah yang berarti berperan penting bagi kelangsungan hidup umat manusia. Apabila udara dipenuhi oleh gas-gas polutan berbahaya, maka hal tersebut akan berdampak terhadap kondisi lingkungan secara keseluruan dan menghambat perkembangan negara. Upaya integrasi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa dalam mengatasi masalah polusi udara sebenarnya patut dijadikan sebagai contoh oleh kawasan-kawasan lain karena masalah lingkungan -termasuk juga polusi udara- akan lebih efektif penyelesaiannya apabila dilakukan secara kolektif.
(2.557 kata)
Referensi:
Confartigianato. t.t. EU Environmental Issues and Policies Guidelines. [pdf]
European Environment Agency. 2010. The European Environment State and Outlook 2010: Air Pollution. Copenhagen.
. 2013. Climate Change Evident Across Europe, Confirming Urgent Need for Adaptation. [online] Tersedia dalam: http://www.eea.europa.eu/ media/newsreleases/climate-change-evident-across-europe [diakses pada 3 Januari 2016].
. 2015. Air Pollution. [online] Tersedia dalam: http://www. eea.europa.eu/themes/air/intro [diakses pada 5 Januari 2016].
. 2015. Technological Solutions and Behavioural Change Needed to Decarbonise Transport. [online] Tersedia dalam: http://www.eea. europa.eu/highlights/technological-solutions-and-behavioural-change [diakses pada 5 Januari 2016].
Nakate, Shashank. 2011. Environmental Issues in Europe. [online] Tersedia dalam: http://www.buzzle.com/articles/environmental-issues-in-europe.html [diakses pada 5 Januari 2016].
United Nations Environment Programme. 2010. Climate Change: Introduction. [online] Tersedia dalam: http://www.unep.org/climatechange/Introduction.aspx [diakses pada 3 Januari 2016].
1