PENGARUH PEMBERIAN KUKUSAN BUAH LABU SIAM (Sechium edule (Jacq.) Sw) TERHADAP KADAR GLUKOSA GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
Ahmad Zam Zami
Rosalina. S.kp.,M.Kes. **), Umi Aniroh, S.kep.,Ns **) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Penurunan glukosa darah dapat dilakukan dengan terapi herbal. Salah satu bentuk terapi herbal adalah dengan menggunakan terapi Kukusan Labu siam. Labu siam ini mengandung saponin, flavonoid, dimana senyawa saponin dan flavonoid ini dapat menstimulasi sel beta kelenjar pankreas memproduksi insulin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian Kukusan buah labu siam (Sechium (Sechium edule (Jacq). Sw) Sw ) terhadap penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi experiment . Jenis desain dalam penelitian ini non equivalent (pretest & posttest) Control group design. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diabetes melitus yang ada di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Jumlah sampel sebanyak 30 responden yang dibagi dalam kelompok kontrol dan intervensi. Menggunakan tehnik populasi purposive populasi purposive sampling sedangkan alat pengambilan data dengan menggunakan blood glocuse test meter. Analisa data menggunakan Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji tTest . Hasil penelitian, rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok intervensi dan kontrol sebelum dan setelah diberikan terapi kukusan labu siam dan terapi air putih sbanyak ± 200 ml, pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi kukusan labu siam adalah 330,33 mg/dl dengan standar deviasi 80,487 mg/dl dan setelah diberikan terapi kukusan labu siam adalah 278,33 mg/dl dengan standar deviasi 72,770 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi air putih adalah 327,40 mg/dl dengan standar deviasi 75,187 mg/dl dan setelah diberikan terapi air putih adalah 332,07 mg/dl dengan standar deviasi 67,097 mg/dl. Nilai signifikansinya 0,000, jadi lebih kecil dari nilai α (0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sedudah deberikan terapi kukusan labu siam pada penderita diabetes melitus. Kukusan labu siam dapat dijadikan sebagai alternatif intervensi non farmakologi untuk mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus. Kata kunci
: Kukusan buah labu Siam, DM tipe 2
PENDAHULUAN
Peningkatan kemakmuran di negara berkembang dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif salah satunya Diabetes Melitus (DM) (Suyono, 2006). Laporan data Mc Carty Dan Zimmert menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di dunia dari 110,4 juta jiwa pada tahun 1994 melonjak 1,5 kalilipat (175,4 juta) pada tahun 2000 dan akan melonjak 2 kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, (Tjok roprawiro, 2006). Berdasarkan informasi American Diabetes Association (ADA) 2005, ada peningkatan drastis komplikasi penyakit diabetes sejak 2001 hingga 2004. Pada 2001, penderita diabetes melitus beresiko mengalami penyakit kardiovaskuler hingga 32%. Sedang tahun 2004 angkanya meningkat 11%, yaitu mencapai 43%. Begitu juga dengan resiko yang mengalami hipertensi. Tahun 2001, 38% penderita diabetes melitus mengalami hipertensi. Tahun 2004 angkanya mencapai 69% atau meningkat 31%. Penyakit diabetes melitus bisa dikendalikan dengan cara farmakologi dan non farmakologi, secara farmakologi yaitu penggunaan terapi yang sudah ada seperti Sulfonilurea dan Biguanid dibatasi oleh sifat farmakokinetiknya, tingkat kegagalan sekunder dan efek samping yang mengiringinya (Ogundipe et al ., ., 2003). Secara non farmakologi yaitu berolahraga secara teratur, diet seimbang, kurangi asupan kalori yang berlebihan, kurangi berat badan, dan dengan menggunakan obat tradisional/ herbal. Terapi herbal yaitu suatu proses penyembuhan dengan menggunakan ramuan berbagai tanaman berkhasiat obat. Saat ini terapi seperti ini i ni sedang populer di kalangan masyarakat karena dinilai sebagai pengobatan yang mempunyai efek samping sedikit, murah, dan mudah didapat salah satunya yaitu dengan terapi labu siam (Kholis, 2011).
Labu siam makanan tergolong makanan sehat untuk jantung dan pembuluh darah karena mengandung rasio kalium: natrium minimal 5:1. Setiap 100 gram buah labu siam mengandung kalium: natrium dengan perbandingan 62:1, buah labu siam kaya akan kalium. Menurut Mardisiswojo (2010), dalam kalium berguna bagi tubuh untuk mengendalikan tekanan darah, membersihkan karbondioksida di dalam darah, berkhasiat menurunkan kolsterol,serta memicu kerja otot dan simpul saraf. Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman oksigen ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan cairan, sehingga tubuh menjadi lebih segar. Pada labu siam juga terkandung komponen tanin yang bersifat antimikroba, anti mikroba, serta se rta alkoloid alkoloi d yang mampu memperlancar peredaran darah sehingga mencegah penyakit dan membuka pembuluh darah yang tersumbat (Dalimartha, 2008). Selain itu, labu siam juga mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, dan dapat dikonsumsi dengan cara di kukus yang di dalamnya terdapat kandungan pati yang mengenyangkan, sehingga penderita diabetes mellitus tak lagi mengonsumsi makanan pokok secara berlebihan. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan data yang didapat dari Puskemas Leyangan terdapat 170 orang yang menderita diabetes melitus Tipe II . Penderita biasanya memakan buah alpokat, pare untuk menurunkan kadar gula darah. Beberapa penderita diabetes melitus ada yang meminum obat antidiabetik dan menggunakan labu siam untuk mengendalikan gula darahnya dengan cara satu labu siam segar dikukus, dan di buat sebagai makanan/lalapan setiap hari. Hasil kukusan buah labu siam dimakan secara rutin oleh penderita satu kali dalam satu hari. Menurut mereka kukusan buah labu siam tersebut cukup membantu untuk mengatasi/mengontrol gula darah. Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian kukusan Buah Labu Siam Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe II Di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur Kabupaten Semarang”.
cara memilih sample di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenali sebelumn ya.
MASALAH PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan fenomena dalam latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui “Apakah ada pengaruh pemberian kukusan buah labu siam terhadap kadar gula darah pada pada penderita diabetes diabet es melitus (DM) Tipe II?”. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Eksperiment ). ). Quasi Eksperiment merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik (Notoadmodjo, 2010). Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain non equivalent ( pretest pretest dan posttest ) kontrol group design. Adapun rancangan penelitian ini adalah ada lah sebagai berikut beriku t : Pretest
Perlakuan
Kelompok intervensi
1
X
Kelompok kontrol
3
Postest
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kadar Gula Darah Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Diberikan Kukusan Buah Labu Siam pada Penderita DM Tipe 2 Mean Std Deviasi n Perlakuan (mg/dl) (mg/dl) 15 330,33 80,487 Sebelum 15 278,33 72,770 Sesudah Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kadar Gula Darah Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penelitian pada Penderita DM Tipe 2 Mean Std Devias n Perlakuan (mg/dl) (mg/dl) 15 327,40 75,187 Sebelum 15 332,07 67,097 Sesudah Perbedaan Kadar Gula Darah Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Diberikan Kukusan Buah Labu Siab pada Penderita DM Tipe 2
2 Variabel
-
Perlaku n
n Mean
SD
t
p-valu
4
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik sampel kuota atau quota sampling. Teknik ini dilakukan tidak berdasarkan pada strata atau daerah tetapi berdasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan oleh peneliti yaitu 30 orang, dimana 30 orang di bagi menjadi 2 kelompok yaitu 15 0rang kelompok intervensi dan 15 orang kelompok kontrol. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan
Kadar Gul Sebelum Darah Sesudah
15 330,33 80,487 8,812
0,000
15 278,33 72,770
Perbedaan Kadar Gula Darah Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Penderita DM Tipe 2 Variabel
Perlaku n
Kadar Gul Sebelum Darah Sesudah
n Mean
SD
t
p-valu
15 327,40 75,187 -1,633 0,125 15 332,07 67,097
Perbedaan Kadar Gula Darah Sesudah Perlakuan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Penderita DM Tipe 2 Varia Variabel bel Ke Kelom lompo po n
Kadar Gula Darah
Mean Mean
SD
t
p-valu p-valu
Intervensi 15 278,33 72,770 -2,102 0,045 Kontrol
15 332,0 67,09
PEMBAHASAN
Gambaran Kadar Glukosa darah Penderita DM Tipe 2 Sebelum Diberikan Terapi Kukusan labu siam pada Kelompok Intervensi dan Kontrol. Berdasarkan hasil penelitian terhadap penderita DM tipe 2 sebelum diberikan terapi kukusan labu siam di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, untuk responden kelompok intervensi yang berjumlah 15 orang sebelum diberikan terapi kukusan labu siam rata-rata gula darah sewaktu responden sebesar 330,33 mg/dl. Sedangkan untuk kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang sebelum diberikan terapi air putih rata-rata gula darah sewaktu responden sebesar 327,40 mg/dl. Ini dapat diartikan bahwa rata-rata gula darah responden kelompok intervensi dan kontrol sebelum diberikan terapi kukusan labu siam tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kadar gula darah d arah sewaktu pada p ada responden berada diatas normal atau hiperglikemia. Tingginya kadar gula darah ini akan menyebabkan peningkata kekentalan darah (viskositas darah), yang akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat terbentuk endapan atau plak sepanjang dinding pembuluh darah yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga beresiko terhadap serangan stroke, gangguan fungsi jantung, dsb. Kadar gula darah dipengaruhi oleh hormon dan mekanisme metabolik. Konsentrasi glukosa
dalam darah normal orang dewasa adalah 3,95,8 mmol/L (70-105 mg/100mL). Saat makan kadar gula darah dapat meningkat hingga 6,57,2 mmol/L dan selama puasa dapat turun hingga 3,3-3,9 mmol/L. Alasan utama pengaturan gula darah dilakukan secara ketat adalah karena otak secara normal tergantung pada glukosa. Walaupun otak dapat menggunakan keton dari hasil perombakkan lemak sebagai sumber energinya sebagai mekanisme adaptasi. Glukosa di dalam aliran darah berkisar 16 gram dimana kecepatan peningkatan gula darah adalah 8-10 gram tiap jamnya setelah absorbsi dan pergantiannya dilakukan setiap 2 jam. Hati merupakan produsen glukosa utama untuk menjaga stabilitas kadar gula darah. Selain melaui mekanisme kontrol metabolik kadar gula darah juga dipengaruhi oleh mekanisme hormonal. Hormon yang berpengaruh adalah insulin, glukagon, epinefrin, hormon tiroid, glukokortikoid dan hormon pertumbuhan. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari dua rantai yaitu rantai A dan B, yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfida antarrantai (Graner, 2003). Gambaran Kadar Glukosa darah Penderita DM Tipe 2 Setelah Diberikan Terapi kukusan labu siam pada Kelompok Intervensi dan Kontrol. Berdasarkan hasil penelitian terhadap penderita DM tipe 2 setelah diberikan terapi kukusan labu siam di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, untuk responden kelompok intervensi yang berjumlah 15 orang setelah diberikan terapi kukusan labu siam ratarata gula darah sewaktu responden sebesar 278,33 mg/dl. Sedangkan untuk kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang setelah diberikan terapi air putih sebanyak 200 ml ratarata gula darah sewaktu responden sebesar 332,07 mg/dl. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kadar gula darah responden ada perubahan dari kadar gula darah sebelum diberikan terapi kukusan labu siam dan terapi air putih tetapi kadar gula darah pada responden diatas masih diatas normal atau hiperglikemi.
Gula darah yaitu gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas dimana pankreas menghasilkan hormon insulin jika hormon insulin yang tersedia kurang dibandingkan kebutuhan, maka gula akan menumpuk dalam sirkulasi darah sehingga darah meningkat. Insulin adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan “efektor” utama dalam homoestasis karbohidrat. Hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein-hormon ini memiliki properti anabolik. Diabetes mellitus tipe 2 insulin masih tetap diproduksi tetapi kualitasnya tidak baik sehingga tidak bisa berfungsi sebagaimana seharusnya yaitu tidak seluruh glukosa dapat ditransfer ke sel-sel, akibatnhya terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah, atau hormon insulin tidak dapat berfungsi sebagaimana seharusnya karena reseftor tertutup lemak (jika penderita diabetes mellitus bertubuh gemuk) sehingga insulin tidak dapat membawa glukosa ke sel-sel tubuh. Disamping fungsi-fungsi tersebut, insulin juga menurunkan kadar glukosa dengan memfasilitasi proses pemasukannya pada jaringan yang sensitif terhadap insulin. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kadar transporter dalam jaringan seperti otot. Pada hati, insulin merangsang penyimpanan glukosa sebagai glikogen atau meningkatkan metabolismenya melalui jalur glikolitik. Namun pemasukkan glukosa ke dalam sel hati tidak disebabkan oleh perubahan fungsi transporter glukosa. Hepatosit memiliki transporter tersendiri yaitu GLUT 1 dan GLUT 2. Glukosa memiliki efek pada sekresi insulin dan insulin memiliki pengaruh pada penyimpanan glukosa normal dan pertumbuhan sel serta diferensiasinya. Sehingga, secara tidak langsung glukosa memiliki pengaruh pada kejadiankejadian di tingkat seluler (Levin, 1998). Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Pemberian Kukusan Labu Siam Pada Kelompok Intervensi.
Berdasarkan uji t dependen, diperoleh nilai dengan p-value sebesar 0,000., ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pe rbedaan yang yan g signifikan kadar gula darah kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan kukusan buah labu siam pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Pada kelompok intevensi rata-rata kadar gula darah sebesar 330,33 mg/dl sebelum pemberian kukusan buah labu siam kemudian turun menjadi 278,33 mg/dl setelah pemberian kukusan labu siam. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah 1). Enzim : Glukokinase penting dalam pengaturan glukosa darah setelah makan (Murray et al ., ., 2003), 2). Hormon : Insulin bersifat menurunkan kadar glukosa darah. Glukagon, GH, ACTH, glukokortikoid, epinefrin, dan hormon tiroid cenderung menaikkan kadar gula darah, dengan demikian mengantagonis kerja insulin (Murray et al ., ., 2003), 3). Sistem gastrointestinal : Gangguan pada sistem gastrointestinal gastrointestin al dapat mengurangi absorbsi karbohidrat di usus dan menurunkan glukosa darah (Sherwood, 1996), 4). Stres : Hampir semua jenis stres akan meningkatkan sekresi ACTH oleh kelenjar hipofise anterior. ACTH merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Kortisol ini yang akan meningkatkan pembentukan glukosa (Guyton dan Hall, 1997), 5). Asupan karbohidrat : Penurunan dan peningkatan asupan karbohidrat (pati) mempengaruhi kadar gula dalam darah (Sherwood, 1996). Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Pemberian Kukusan Labu Siam Pada Kelompok Kontrol. Berdasarkan uji t dependen, diperoleh nilai t hitung sebesar -1,663 dengan p-value sebesar 0,125. Terlihat bahwa p-value 0,125 > α (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kadar gula darah kelompok kontrol sebelum dan sesudah penelitian pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Pada kelompok kontrol rata-rata kadar gula darah mengalami kenaikan dari 327,40 mg/dl sebelum perlakuan
sedikit naik menjadi 332,07 mg/dl perlakuan.
setelah
Pada kelompok kontrol yang menderita DM tipe 2 di Desa Leyangan setelah diberikan suatu perlakuan tidak mengalami perubahan kadar gula darah. Kelompok kontrol yaitu kelompok yang menderita DM tipe 2 namun tidak diberikan terapi kukusan labu siam hanya diberikan air putih yang tidak memberikan efek untuk kadar gula darah pada penderita DM tipe2. Hal tersebut salah satunya disebabkan responden kelompok kontrol tidak dapat mengendalikan faktor yang dapat menurunkan kadar gula darah dan faktor yang dapat meningkatkan kadar gula darah bagi penderita DM tipe 2. Menurut PERKENI (perkumpulan dokter ahli endokrin Indonesia), ada empat pilar dalam pengelolaan DM. Keempat pilar tersebut adalah (1)Perencanaan makan atau disebut pula terapi gizi medik; (2) keseimbangan kerja, OR dan istirahat; (3) manajemen stres yang baik dan benar; dan (4) penggunaan obat dan kalau perlu insulin. Manajemen stres sangat penting karena hormon stres seperti kortisol dan adrenalin juga dapat menaikkan kadar gula darah. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemantauan gula darah secara teratur dengan/tanpa pengukuran HbA1c dan kontrol ke dokter yang merawat paling tidak setiap 3 bulan sekali. Penyakit diabetes melitus bisa dikendalikan dengan cara farmakologi dan non farmakologi, secara farmakologi yaitu penggunaan terapi yang sudah ada seperti Sulfonilurea dan Biguanid dibatasi oleh sifat farmakokinetiknya, tingkat kegagalan sekunder dan efek samping yang mengiringinya (Ogundipe et al ., ., 2003). Secara non farmakologi yaitu berolahraga secara teratur, diet seimbang, kurangi asupan kalori yang berlebihan, kurangi berat badan, dan dengan menggunakan obat tradisional/ herbal. Terapi herbal yaitu suatu proses penyembuhan dengan menggunakan ramuan berbagai tanaman berkhasiat obat. Saat ini terapi seperti ini i ni sedang populer di kalangan masyarakat karena dinilai sebagai pengobatan yang mempunyai efek
samping sedikit, murah, dan mudah didapat salah satunya yaitu dengan terapi labu siam (Kholis, 2011). Pengaruh Pemberian Kukusan Buah Labu Siam Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes melitus tipe 2 pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Rata-rata kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 pada kelompok intervensi di Desa Leyangan Ungaran Timur setelah diberikan kukusan buah labu siam sebesar 278,33 mg/dl. Sedangkan rata-rata kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 pada kelompok kontrol di Desa Leyangan Ungaran Timur setelah diberikan terapi air putih sebesar 332,07 mg/dl. Ini menunjukkan bahwa setelah pemberian kukusan buah labu siam, kadar gula darah kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan uji t independen, diperoleh nilai t hitung sebesar -2,102 dengan p-value sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian kukusan ku kusan labu siam terhadap terh adap kadar gula darah sesudah diberikan perlakuan antara kelompok intervensi dan kontrol pada penderita DM tipe 2 di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Penelitian lain tentang labu siam yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Alkohol 70% Kulit Buah Labu Siam (Sechium (Sechium edule) edule) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Kelinci yang Dibebani Glukosa memberikan hasil Ekstrak alkohol 70% kulit buah labu siam dengan dosis 0,6 g/kgbb dapat menurunkan kadar glukosa darah pada kelinci yang dibebani glukosa. Kulit maupun buah labu siam mengandung zat aktif yang mempunyai efek hipoglikemik, salah satunya adalah flavonoid. Pada penelitian Dire, et al., (2005), ekstrak alami kulit labu siam (maserasi) ditunjukkan dengan cara menginduksi pembentukan metabolit aktif yang aksinya ditunjukkan pada proses labeling. labeling. Proses labeling ini kemungkinan beraksi pada sel membran dan pada ikatan protein yang berhubungan dengan stres oksidatif yang terjadi pada diabetes.
Penelitian ini dilakukan pada tikus Wistar yang dibuat diabetes dengan cara menginjeksikan Streptozotocine sehingga terjadi perusakan pada pankreas. Diduga senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek hipoglikemik dari buah labu siam, berasal dari senyawa flavonoidnya (Andrade-Cetto and Heinrich, 2005).
yang dapat menurunkan kadar gula darah adalah kadar saponin kadar saponin yang terkandung di dalam labu siam berperan penting untuk mencegah meningkatnya kadar glukosa di dalam darah setelah makan serta memperlambat proses cerna karbohidrat. DAFTAR PUSTAKA
Kadar kalsium yang terkandung di dalam labu siam juga tergolong tinggi, ini membuat pengkomsumsian labu siam bisa menaikkan produksi sel-sel β dalam pankreas untuk menghasilkan insulin. Bila insulin dalam tubuh mencukupi maka kemungkinan kadar glukosa yang membanjir dapat dicegah, sehingga kadar gula darah sewaktu menjadi normal atau terkontrol. Metabolisme glukosa yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan perubahan rasio ATP/ADP dan hal ini menyebabkan menutupnya kanal ion kalium dan terjadi depolarisasi sel β pankreas. Sebagai kompensasi, terjadi aktivasi kanal ion kalsium dan ion ini akan masuk ke sel β selanjutnya kalsium intrasel ini merangsang sekresi insulin dari granulanya, sehingga kadar glukosa darah dapat menurun karena pengaruh dari insulin. Kandungan lain dalam labu siam yaitu flavonoid, polifenol serta vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mencegah pembentukan LDL oksidasi. Almatsier (2004), Selain kalsium, buah labu siam juga mengandung niasin yang merupakan komponen koenzim nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) dan berfungsi pada proses glikogenesis (glukosa menjadi glikogen) sehingga kadar glukosa darah dapat menurun. Menurut Winarsi dan Hery (2006), Flavonoid juga terdapat dalam buah b uah labu siam yang bekerja bek erja sebagai penghambat enzim-enzim penting yang berperan dalam pemecahan karbohidrat menjadi monodakarida yang dapat diserap oleh usus yaitu enzim alfa amilase dan enzim alfa glukosidase. Penghambatan pada kedua enzim tersebut berakibat terganggunya proses pemecahan karbohidrat menjadi monosakarida sehingga tidak dapat diserap oleh usus. Dengan demikian, kadar glukosa darah tidak meningkat setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung glukosa. Kandungan labu siam
Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT.
Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Graner, D.K. 2003. Hormon 2003. Hormon pankreas dan traktus gastrointestinal , dalam Biokimia harper. Murray, R.K.m Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W. (diterjemahkan oleh Andry Hartono). Jakarta : EGC. Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kediokteran. Kediokteran. Edisi 9.Penerjemah: Irawati Setawan. Jakarta: EGC Heri Winarsi. 2006. Antioksidan alami & radikal bebas : potensi dan aplikasinya dalam kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. h. 189. Kholis, Nur.2011. Bebas Hipertensi Seumur Hidup Dengan Terapi Herbal . Yogyakarta:Real books. Levin, R.J. 1998. Carbohyrates dalam Modern Nutrition in Health and Disease Ninth Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta kesehatan.Jakarta :RinekaCipta. Ogundipe, O.O., Moody, J.O., Akiyemi, T.o., Raman, A. 2003. Hypoglicemicpotentials of methanolic extracts of selected plant foods in alloxanizedmice. http://www.springerlink.com/content/jp87 971655n3m53u/ (10Oktober 2009). Perkeni. 2002. Konsesus Pengelolaan Diabetes Millitus Tipe 2 Di Indonesia 2002. PB PERKENI.
Sherwood L. 1996. Fisiologi 1996. Fisiologi Manusia dari Selke Sel . Edisi 2. Penerjemah:Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.