LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN 2
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
Disusun oleh :
Golongan II Kelompok 4
Dina Prarika (G1F014003)
Kintyas Asokawati (G1F014069)
Irenne Agustina Tanto (G1F014071)
Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
Tanggal Praktikum : 15 April 2015
Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Ika Mustikaningtias
Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
(Percobaan 2)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat adalah bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada organisme hidup dan dapat menimbulkan respon pada pemakainya. Disini kita mempelajari tentang farmakologi yang dapat didefinisikan secara sempit sebagai ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi.
Jalur pemakaian obat tersebut harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya.
Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu.
Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan secara intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat.
Dalam praktikum ini, Diazepam digunakan sebagai sampel obat agar cepat diketahui efek farmakologinya, sehingga dapat diketahui perbandingan efek farmakologi yang dihasilkan berdasarkan perbedaan cara pemberian obat.
Tujuan Percobaan
Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya.
Dasar Teori
Obat adalah bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada organisme hidup dan dapat menimbulkan respon pada pemakainya. Disini kita mempelajari tentang farmakologi yang dapat didefinisikan secara sempit sebagai ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi (Syamsuni, 2006).
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi tiga fase:
Fase farmaseutik
Fase ini meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan. Karena itu fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat.
Fase farmakokinetika
Fase ini termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi. Yang dimaksud dengan invasi adalah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat dalam organisme,sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme.
Fase farmakodinamika
Fase farmakodinamik merupakan interaksi obat–reseptor dan juga proses-proses yang terlibat di mana akhir dari efek farmakologi terjadi. Dari bentuk kerja obat yang digambarkan, jelas bahwa ini tidak hanya bergantung pada sifat farmakodinamika bahan obat, tetapi juga tergantung pada:
jenis dan tempat pemberian
keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi
distribusi dalam organisme
ikatan dan lokalisasi dalam jaringan
biotransformasi
keterekskresian dan kecepatan ekskresi
Suatu obat dapat diberikan baik pada permukaan tubuh, yakni pada kulit atau mukosa, maupun disuntikkan dengan bantuan alat perforasi ke dalam bagian tubuh.
Tempat pemberian, cara pemberian dan bentuk sediaan obat diatur menurut:
sifat fisika dan kimia obat
munculnya kerja dan lama kerja yang diinginkan
tempat obat seharusnya bekerja
Apabila diinginkan kerja yang cepat maka harus dipilih suatu cara pemberian yang pada cara ini periode laten antara waktu pemberian dan munculnya kerja singkat yaitu dengan meniadakan absorpsi. Sebaliknya jika diinginkan kerja yang tertunda,umumnya yang mungkin ialah bentuk-bentuk pemberian yang melalui absorpsi.
Agar dapat diabsorpsi, obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam cairan badan sebelum diabsorpsi. Absorbsi obat dilakukan dengan menembus membran yang memisahkan obat di tempat pemberian dengan tempat tempat kerja obat.
Perjalanan obat itu sendiri didalam tubuh melalui 4 tahap (disebut fase farmakokinetik), yaitu:
Absorpsi
Yaitu pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau system pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat baru berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorbsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik,sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Dikatakan cukup apabila kadar obat yang telah diabsorpsi tidak melewati batas KTM, yaitu Kadar Toksik Minimum, namun masih berada di dalam batas KEM, yaitu Kadar Efektif Minimum (Anief, 2007).
Distribusi
Yaitu proses penyebaran zat aktif yang telah masuk ke peredaran darah ke seluruh tubuh, baik secara kualitatif maupun kuantitati (Anief, 2007).
Metabolisme dan Ekskresi (Eliminasi).
Obat harus melalui proses metabolisme dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Dimana pada saat inilah badan berusaha merubahnya menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar mudah dikeluarkan melalui sistem ekskresi, misal lewat anus, paru, kulit, dan ginjal.
Obat pada awalnya akan menembus barrier membrane atau biasa disebut sebagai sawar absorbsi. Sawar absorbsi yaitu batas pemisah antara lingkugan dalam dan lingkungan luar, ialalah membrane permukaan sel. Absorpsi dan sama halnya distribusi dan ekskresi tidak mungkin tetjadi tanpa suatu transport melalui membrane. Penetrasi senyawa melalui membrane dapat terjadi sebagai:
difusi (pasif murni)
difusi terfasilitasi (melalui pembawa)
transport aktif
pinositosis, fagositosis, dan persorpsi.
Absorbsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. Kecepatan absorpsi dan kuosien absorpsi bergantung pada banyak faktor. Diantaranya yang terpenting adalah:
sifat fisikokimia bahan obat terutama sifat stereokimia dan kelarutannya
besar partikel dan jenis permukaan
sediaan obat
dosis
rute pemberian dan tempat pemberian
waktu kontak dengan permukaan absorbsi
besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi
nilai pH dalam darah yang mengabsorbsi
integritas membrane
aliran darah organ yang mengabsorbsi (Anief, 2007).
ALAT DAN BAHAN
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde, labu ukur 10 ml, stop watch, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat gelas.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquabidest, diazepam, hewan coba(tikus), kapas, dan alkohol.
CARA KERJA
Hewan UjiHewan UjiDiazepamDiazepam
Hewan Uji
Hewan Uji
Diazepam
Diazepam
ditimbang bobot badannya - dihitung konversi dosis
- dihitung konsentrasi larutan stok obat
- dihitung jumlah obat yang diambil
- dihitung volume diazepam yang akan diberikan dengan dosisi 10/70 mg/kg BB
Obat diberikan ke hewan ujiObat diberikan ke hewan uji
Obat diberikan ke hewan uji
Obat diberikan ke hewan uji
SubkutanSubkutanIntraperitonialIntraperitonialIntravenaIntravenaIntramuskularIntramuskularperoralperoral
Subkutan
Subkutan
Intraperitonial
Intraperitonial
Intravena
Intravena
Intramuskular
Intramuskular
peroral
peroral
Hewan UJiHewan UJi
Hewan UJi
Hewan UJi
diamati dan dicatat dengan seksama waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai dengan kembalinya reflek balik badan
dihitung onset dan durasi waktu tidur diazepam dari masing-masing kelompok percobaan
HasilHasil
Hasil
Hasil
PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN
Jumlah Jatuh Tikus dari Rotarod
Onset menit ke - / durasi berapa menit
menit
Onset
Ip
Durasi
ip
Onset
im
Durasi
im
Onset
sc
Durasi
sc
Onset
iv
Durasi
iv
Onset
po
Durasi
po
15
5
1
-
-
-
-
4
6
-
-
30
-
-
40
20
30
10
29
1
-
-
60
-
-
70
15
60
1
-
-
51
15
90
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
120
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Data Perhitungan
Intra Peritoneal
Dosis Konversi = 10mg × 0.018
= 0.18200 gram BB tikus
Larutan Stok = 0,18 mg5 ml
= 1.8 mg50 ml
Volume Zat yang diambil
V1× M1 = V2×M2
V1× 5mg/ml = 50 ml×0,18
V1 = 0,36 ml add 25 ml aquadest
V Pemberian
Tikus I = BB tikus100×2 × (12 × 2 × Vmax)
= 220200 × (12×2×5)
= 5.5 ml
Tikus II = BB tikus100×2 × (12 × 2 × Vmax)
= 140200 × (12×2×5)
= 3,5 ml
Perhitungan dosis dan volume stok melalui intravena
Diketahui:
Berat tikus 1 : 100 gr
Berat tikus 2 : 200 gr
Vomule maksimal : 5 ml
Dosis konversi = faktor konversi x dosis obat
= 0,018 x 10 mg/ml
= 0,18 mg/ml
Larutan Stok = 0.18 mg5 mg/ml = x12 × 2 × Vmax
= 0.18 mg5 mg = x12 × 2 × 1.0
x = 0.036 mg/ml
Volume Zat yang diambil
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 5 mg/ml = 10 ml × 0.036 mg/ml
V1 = 0.072 ml ad 10 ml
Volume Pemberian
Tikus I = BB tikus100×2× (12× 2 × Vmax)
= 140200× (12×2×1)
= 0,7 ml
Tikus II = BB tikus100×2× (12× 2 × Vmax)
= 150200× (12×2×1)
= 0,75 ml
Subkutan
Dosis Konversi = 10 mg × 0.018 = 0,18 mg200 gr BB tikus
Larutan Stok = 0.18 mg5 mg/ml = x2 × 2.5
= 0.18 ml
Berat zat yang diambil
V1 × 5 mg/ml = 10 ml×0,18
V1 = 0.36 ml ad 10 ml
V Pemberian
Tikus I = BB tikus100×2× (12× 2 × Vmax)
= 152200× (12×2×5)
= 3,8 ml
Tikus II = BB tikus100×2× (12× 2 × Vmax)
= 200200× (12×2×5)
= 5 ml
Per Oral
Dosis Konversi = faktor konversi x Dosis manusia
= 0.018 x 10
= 0.18200 gram BB tikus
Larutan Stok = 2 x Dosis konversiVmax = 2 x 0.185
= 0.072 ml
Berat tablet yang diambil = konsentrasi larutan stock x berat tabletdosis tablet
= 0.072 x 116.42 mg
= 4.1904 mg
V Pemberian
Tikus I = BB tikus100 × (12 × Vmax)
= 150100 × (12×5)
= 3.75 ml
Tikus II = BB tikus100 × (12 × Vmax)
= 120100 × (12×5)
= 3 ml
Intra muskular
Dosis konversi = faktor konversi x Dosis manusia
= 0.018 x 10
= 0.18200 gram BB tikus
Larutan Stok = V1 . M1 = V2 . M2
= V1 . 5 mg/ml = 10 . 1,8
V1 = 3.6 ml
V Pemberian
Tikus I = BB tikus100 × (12 × Vmax)
= 200100 × (12×0.1)
= 0.1 ml
Tikus II = BB tikus100 × (12 × Vmax)
= 100100 × (12×0.1)
= 0.05 ml
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Sekedar informasi, selanjutnya mencit hanya disebut sebagai hewan uji
Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui cara oral, intravena, subkutan, intraperitonial, dan intramuscular. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji. Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah). Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keempat dengan cara intraperitonial (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi). Yang kelima atau yang terkhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas.
Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan durasi yang berbeda. Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat. Durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang. Dari pengamatan berdasarkan onsetnya, injeksi dengan cara intravena memiliki waktu yang tercepat dan yang paling lambat adalah injeksi dengan pemberian oral. Dari data-data diatas dapat kita ketahui bahwa cara intravena merupakan cara pemberian obat yang reaksinya paling cepat dan yang paling lambat adalah cara oral. Cara intravena yaitu cara pemberian obat langsung masuk ke pembuluh darah, sehingga cara ini tentu saja lebih cepat memberikan efek karena tidak melalui proses absorbsi dulu untuk masuk ke sistem sistemik dari pada cara-cara injeksi yang lain. Sedangkan cara oral merupakan cara pemberian obat melalui pencernaan sehingga prosesnya berjalan lambat. Untuk durasinya, hasil pengamatan kelompok efek obat yang paling cepat hilang yaitu cara intravena dan yang efeknya lama yaitu cara peroral.
Cara per oral merupakan salah satu cara pemberian obat melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak factor yang dapat mempengaruhi bioavailibilitasnya. Dimana bioavailibilitasnya adalah jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh maupun aktif.
Pemberian secara Intra Peritoneal
Saat penyuntikan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomen jarum disuntikandengan sudut 45 derajat dengan abdomen. Untuk menghindari terkenanya hati dan kandungkemih. Mencapai durasi waktu 3 menit sampai tidur.
Pemberian secara Subkutan
Penyuntikan dilakukan di bawah kulit atau abdomen. Seluruh jarum di masukankebawah kulit dan larutan didesak keluar dari jarum. Pada saat praktikum di perolehdurasi selama 23 menit hingga tidur.
Pemberian secara Intra Muscular
Obat dimasukan kedalam otot sekitar gluteus maximus/kedalam otot paha dari kaki belakang. Sehingga di peroleh durasi waktu 3 menit, waktu yang relatif cepat setelahintra vena.
Pemberian secara Intra Vena
Penyuntikan di lakukan pada daerah distal ekor. Obat tidak mengalami absorpsi, tapi langsung ke sel pembuluh darah. Maka efek obat sangat cepat yaitu 2 menit sehingga mencit tidur.
(Syarif, Amir dkk., 2007)
KESIMPULAN
Cara pemberian obat yang paling cepat adalah melalui intravena.
Cara pemberian obat yang paling lama adalah melalui per oral.
Cara pemberian obat terbagi menjadi dua, yaitu enteral dan parenteral. Kedua cara ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pemberian obat secara per-oral menyebabkan mula kerja obat menjadi lambat karena obat dimetabolisme pada lintasan pertamanya melalui organ-organtertentu (first pass metabolism), sedangkan mula kerja obat menjadi lebih cepat jika diberikan secara parenteral karena tidak melalui saluran cerna sehingga obat tidak melalui first pass metabolism.
Cara pemberian obat berpengaruh terhadap proses absorbsi obat oleh tubuh karenasangat menentukan efek biologis suatu obat termasuk cepat atau lambatnya obat mulaibekerja (onset of action).
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2007, Farmasetika, UGM Press, Yogyakarta
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi, EGC, Jakarta
Syarif, Amir dkk., 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FKUI, Jakarta