LAPORAN PRAKTIKUM METODELOGI FISIKO KIMIA
“Penetapan Kadar Nipagin Nipasol dalam Hijab Fresh dengan Metode HPLC (H i gh Pe P er form for mance ance L i pi d C r omatogr togr aphy)”
Tanggal Praktikum: 05 Desember 2018
Disusun Oleh : Gilang Viqri (066115277) – G2 G2
Dosen: Sri Wardatun, M. Farm,. Apt Usep Suhendar, M. Si Zaldy Rusli, M. Farm
LABORATORIUM BIOFARMAKA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSSITAS PAKUAN BOGOR 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan : Penetapan Kadar Nipagin Nipasol dalam da lam Hijab Fresh dengan Metode Meto de HPLC ( High High Performance Lipid Cromatography) Nama
: Gilang Viqri
NPM
: 0661 15 277
Program Studi : Farmasi Laporan Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui: Bogor, Desember 2018 Pembimbing II
Pembimbing I
Zaldy Rusli, M. Farm
Sri Wardatun, M. Farm., Apt
Mengetahui Ketua Program Studi Farmasi
Sri Wardatun, M. Farm., Apt
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat melaksanakan praktikum Metode Fisiko Kimia dan dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Penetapan “Penetapan Kadar Nipagin Nipasol dalam Hijab Fresh dengan Metode HPLC High ( High Performance Lipid Cromatography)”. Laporan ini saya susun dengan sebaik mungkin berdasarkan pada hasil praktikum yang sebenarnya. Saya juga nengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yangsangat berperan penting dalam proses kegiatan praktikum ini. Terutama pada dosen mata kuliah Metode Fisiko yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada kami. Tak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah membantu saat praktikum berlangsung. Saya menyadari sebagai manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saya berharap atas saran dan kritik apabila terdapat kekurangan. Semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk penelitian penelitian selanjutnya. Terima kasih.
Bogor, 05 Desember 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan .................................................................................................i Kata Pengantar .......................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................iii
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Lotion .............................................................................................................. 3 2.2 HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) ....................................... 4 2.3 Sistem Peralatan HPLC ................................................................................... 4 2.4 Jenis HPLC...................................................................................................... 7 2.5 Prinsip Kerja HPLC ......................................................................................... 9 2.6 Keuntungan HPLC .........................................................................................10 2.7 Bahan Pengawet .............................................................................................12 2.8 Bahaya Paraben ..............................................................................................13 2.9 Aturan Pemakaian Paraben o leh FDA .............................................................14 BAB III METODE KERJA ...................................................................................15
3.1 Alat dan Bahan ...............................................................................................15 3.2 Cara Kerja ......................................................................................................15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................18
4.1 Data Pengamatan ............................................................................................18 4.2 Perhitungan ....................................................................................................22 4.3 Pembahasan ....................................................................................................28 BAB V KESIMPULAN ..........................................................................................30
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................31 LAMPIRAN ...........................................................................................................33
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit (kolom) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relatif singkat. HPLC atau KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer; dan industri-industri makanan. HPLC termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya yaitu mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis. Dalam era globalisasi pada saat ini, kemajuan bidang kesehatan semakin melesat dari waktu ke waktu, khususnya pada bidang Kosmetikologi. Dengan majunya era globalisasi ini, kosmetik menjadi hal yang wajib bagi umat manusia, khususnya kaum hawa dan telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap sebelah mata lagi. Dan sekarang semakin terasa bahwa kebutuhan adanya kosmetik yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan kemasan serta keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu sendiri namun juga kepraktisannya didalam penggunaannya.
Seiring dengan perkembangan kosmetik yang begitu pesat membuat para produsenkosmetik berlomba-lomba dalam membuat produknya agar laku dan memberikan efek yang cepat dalam pemakaian kosmetik tersebut. Dan dalam setiap kosmetik hampir semuamengandung zat kimia atau mengandung pengawet yang digunakan seperti Metil Parabendan Propil Paraben yang dapat menimbulkan alergi dan iritasi bagi orang yang hipersensitivitas. Maka dari itu kami akan melakukan praktikum pengujian yang bertujuan untuk memastikan ada tidaknya Metil Paraben dan Propil Paraben pada sediaan Hijab Fresh. Metode analilis yang dipakai dalam pengujian campuran bahan pengawet tersebut adalahdengan metode HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) yang memiliki daya pisah, ketepatan dan ketelitian yang tinggi untuk menetapkan senyawa dalam campuran tersebut. 1.2 Tujuan
Untuk memastikan ada tidaknya Metil Paraben dan Propil Paraben pada sediaan Hijab Fresh dengan metode HPLC ( High Performance Liquid Chromatography)
Menganalisis kadar Methylparaben dan Propil paraben pada larutan sirup dan sediaan Hijab Fresh dengan metode HPLC ( High Performance Liquid Chromatography)
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lotion
Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit tubuh dan tangan. Lotion merupakan produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi tipe minyak dalam air. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Hanifah, 2016). Lotion sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan biasanya menyebar dengan bantuan zat pengemulsi atau bahan penstabil lain yang sesuai. Pada umumnya pembawa dari lotion adalah air. Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas (Ansel, 2005). Lotion merupakan sediaan setengah padat hampir sama dengan krim tetapi memiliki konsistensi yang lebih rendah. Sifat lotion umumnya berwarna put ih, mudah dicuci dengan air, tidak tembus cahaya dan tidak mudah kering (Faramayuda dkk., 2010). Salah satu sediaan kosmetik untuk perawatan kulit adalah Handbody lotion. Handbody lotion terdiri dari beberapa bahan penyusun, salah satunya adalah bahan pengawet.
Bahan
pengawet
digunakan
untuk
mencegah
pertumbuhan
mikroorganisme dan melindungi Handbody lotion dari kontaminasi sehingga menghasilkan produk tanpa cacat. Berdasarkan penelitian yang pernah menunjukkan bahwa golongan ester paraben (metil, etil, propil dan butyl paraben) sebagai bahan pengawet yang paling umum dan sering digunakan (Mandasari, 2016).
3
2.2 HPLC (H igh Performance Liquid Chromatography )
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). HPLC dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an (Wiji, dkk, 2010). Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif.Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar.Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Wiji, dkk, 2010). Untuk analisa kualitatif dengan membandingkan kromatogram sampel dengan kromatogrambaku pembanding berdasarkan waktu retensinya. Sedangkan untuk analisa kuatitatif dapat digunakan dengan persamaan : Cx = Ax / Ap X Cp
Keterangan : A = Peak area = Luas puncak C= Konsentrasi X = sampel P = pembanding Atau jika ingin mendapatkan data yang lebih valid dapat pula ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar. 2.2 Sistem Peralatan HPLC
Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung
4
buangan
fase
gerak,
dan
suatu
komputer
atau
integrator
atau
perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :
a. Wadah Fase Gerak & Fase Gerak Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1-2 liter pelarut (Settle, 1997). Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Meyer, 2004).. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.
5
Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik (Meyer, 2004). b. Pompa Pompa yang digunakan harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Munson, 1981). Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Munson, 1981). c. Tempat Penyuntikan Sampel Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel ( sample loop) internal atau eksternal (Meyer, 2004).
Posisi saat memuat sampel
posisi saat penyuntikan sampel
d. Kolom dan Fase Diam Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom
merupakan
bagian HPLC
yang
mana
terdapat
fase
diam
untuk
berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. 6
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH) (Meyer, 2004). e. Detektor HPLC Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakter istik sebagai berikut: 1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel. 2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil. 3. Stabil dalam pengopersiannya. 4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. 5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier). 6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Meyer, 2004). 2.3 Jenis HPLC
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
7
1. Kromatografi Adsorbsi Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor (Kealey, 2002). 2. Kromatografi fase terikat Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat..Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat (Kealey, 2002). 3. Kromatografi penukar ion KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak.Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini 8
disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin (Kealey, 2002). 4. Kromatografi Pasangan ion Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampelsampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan (Meyer, 2004). 5. Kromatografi Eksklusi Ukuran Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul >2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai B M yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain (Meyer, 2004). 6. Kromatografi Afinitas Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks (Meyer, 2004). 2.4 Prinsip Kerja HPLC
Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran
9
fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponenkomponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Prinsip
kerja
HPLC
adalah
pemisahan
komponen
analit
berdasarkan
kepolarannya, setiap campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran (Hendayana, 2006). 2.5 Keuntungan HPLC
HPLC
dapat
dipandang
sebagai
pelengkap
kromatografi
gas
(KG).
Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek pemisahan yang sama baiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada HPLCzat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atautidak menguap, HPLC adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti HPLC menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada HPLC karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV visibel yang umumnya digunakan. HPLC menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain:
Cepat Waktu analisis umumnya kurang dari1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit, waktu analisis kurang dari 9 menit bisa dicapai
10
Resolusi Berbeda dengan KG, kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat pada pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam. kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan fasa diam dan fasa gerak
pada HPLC
memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
Sensitivitas Selektif Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam HPLC dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam% macam zat.Detektordetektor fluoresensi dan elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai pictogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti spektrofotometer massa, indeks refraksi, radiometri, dll dapat juga digunakan dalam HPLC
Kolom yang dapat digunakan kembali Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom HPLC dapat digunakan kembali (reusable). banyak analisis yang bisa dilakukandengan kolom yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik zat-zat yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisi spsesies ionik. HPLC dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat-zat tersebut.
Mudah rekoveri sampel Umumnya setektor yang digunakan dalam HPLC tidak menyebabkan destruktif (kerusakan pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karenaitu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detector. Solvennya
dapat
dihilangkan
dengan
menguapkan
ksecuali
untuk
kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus (Effendy De Luv Putra, 2004).
11
2.6 Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pada produk farmasi yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengamasan, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabakan oleh mikroorganisme. Menurut FDA, keamanan makanan suatu pengawetharus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalamproduk dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet danpotensi toksisitas yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan (Rusli, 2014). Methylparaben / Nipagin
Struktur molekul metil paraben Rumus kimia : C8H8O3 Massa molar : 152.15 g/mol Titik didih
: 125-1280C
Pemerian
: Serbuk, tidak berwarna, putih; tidak berbau; rasa terbakar
Kelarutan
: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter (Depkes RI, 1995).
Efektifitasnya memiliki rentang pH 4 - 8. Konsentrasi yang umum digunakan adalah rentang 0,02%-0,3%. Berbagai penelitian menunjukkan jika dalam batas wajar pemakaian, substansi ini tidak beracun. Rekomendasi dari FAO dan WHO (1974) adalah 10mg/kg berat badan untuk konsumsi setiap harinya. Namun berdasarkan penelitian Meijo University Jepang (2008), kulit yang diobati dengan methylparaben jika terkena sinar ultraviolet akan rusak. Metil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetikal lainnya. Dapat digunakan secara kombinasi
12
dengan senyawa paraben lainnya atau dengan zat antimikroba lainnya (Hanifah, 2013). Propylparaben / Nipasol
Struktur molekul propilparaben Rumus kimia : C10H12O3 Massa molar : 180.2 g/mol Titik didih
: 130o C
Pemerian
: Bubuk kristal putih atau kristal yang tidak berwarna dan tidak berwarna, hampir tidak berbau
Kelarutan
: Dapat larut dalam etanol, etil eter, aseton dan pelarut organik lainnya, sedikit larut dalam air (Depkes RI, 1995).
Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet dan antioksidan, dan juga digunakan di industri farmasi; digunakan sebagai pengawet antimikroba Universitas Sumatera Utara 11 dalam farmasi dan kosmetik; dan digunakan sebagai antiseptik dan antimikroba (Elder, 1984). 2.8 Bahaya Paraben
- Tingkat Estrogen Tinggi Estrogen berperan penting dalam pengaturan siklus menstruasi dan pematangan organ reproduksi wanita. Penggunaan paraben dapat menyebabkan tingkat hormon estrogen dalam tubuh meningkat, dikarenakan zat paraben yang merembes ke dalam melalui kulit. Tubuh menganggap paraben ini sama dengan estrogen. Penyakit yang ditimbulkan dari tingginya tingkat estrogen adalah kembung, kista ovarium dan perubahan suasana hat i (depresi) (Astuti, 2016).
13
-
Kanker Payudara Sebuah studi yang dilakukan oleh Darbre dalam Journal of Applied Toxicology (2004) terdeteksi paraben dalam tumor payudara. Meskipun dia juga mengatakan tidak ada petunjuk signifikan yang berhasil membuktikan bahwa paraben menyebabkan atau mempengaruhi pembentukan sel kanker pada payudara. Justru aktivitas estrogen yang bertanggung jawab atas pembentukan sel kanker tersebut (Astuti, 2016).
-
Kenaikan Berat Badan Penggunaan paraben dalam jangka panjang dapat menyebabkan rusaknya kelenjar tiroid, yaitu kelenjar yang bertempat di bagian bawah leher dan berbentuk seperti kupu-kupu. Kelenjar ini memiliki peran penting dalam proses metabolisme tubuh. Jika kelenjar ini bermasalah maka berat badan akan naik dan berpotensi menyebabkan obesitas (Astuti, 2016).
2.10 Aturan Pemakaian Oleh FDA
Berhubung paraben digunakan hampir dalam semua produk yang notabene adalah kebutuhan kita sehari-hari, maka FDA ( Federal Food, Drug and Cosmetic) menyatakan bahwa penggunaan paraben dalam produk harus mematuhi persyaratan dan mencantumkannya dalam ingredients, serta harus lolos uji keamanan dari badan pengawasan obat dan makanan. Selain itu, FDA juga memberikan batasan aman dalam penggunaan paraben, yaitu tidak lebih dari 25%. Sedangkan kosmetik pada umumnya hanya berkisar 0,01% - 0,3% saja. Setiap negara memiliki kebijakan tersendiri mengenai penggunaan paraben. Amerika, Kanada dan Singapura mengizinkan sekitar 1.000mg/kg, Hongkong 550mg/kg sedangkan di Indonesia (BPOM) memberikan kebijakan sekitar 250mg/kg.
14
BAB III METODELOGI KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat Alat yang digunakan adalah seperangkat alat HPLC berisi Oktadesilsilana (C18),
sonikator (sonica), penyaring membran 0,2 µm, penangas air, penyaring vakum, timbangan analitik, dan alat-alat gelas.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu: Aquadest, Asam sulfat pekat, Baku Metil
Paraben, Baku Propil Paraben, Metanol , Sediaan Hijab Fresh, Sirup. 3.2 Cara Kerja Pembuatan Pereaksi
1. Pembuatan Pelarut Campur Metanol : Aquadest (7 :3) Dimasukkan metanol sebanyak 210 ml ke dalam labu ukur kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 90 ml lalu dikocok sampai homogen 2. Pembuatan Fase Gerak Metanol dan Aquadest Dimasukkan metanol sebanyak 250 ml ke dalam labu ukur, kemudian dalam labu ukur yang berbeda dimasukkan aquadest sebanyak 200 ml. Disaring metanol dan aquadest tersebut dengan membran filter 0,2 nm. Pembuatan Baku Standar
- Ditimbang metil paraben sebanyak 48,2 mg dan propil paraben sebanyak 28,3 mg - Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml metil paraben yang telah ditimbang (566 ppm), ditambahkan H2SO4 1 ml, lalu di ad 50 ml pelarut camput (larutan induk propil paraben) - Larutan induk metil paraben diencerkan hingga konsentrasi 50 ppm, lalu disaring dengan membran filter 0,45 nm
15
- Larutan induk propil paraben diencerkan hingga konsentrasi 50 ppm, lalu disaring dengan membran filter 0,45 nm - Untuk deret standar, dibuat konsentrasi 15, 30, 45, 60, 75 ppm, dengan memipet dari larutan induk metil dan propil paraben sesuai perhitungan pengenceran ke dalam 5 labu ukur 10 ml - Ke dalam masing-masing labu ukur 10 ml ditambahkan H2SO4 1 ml, lalu di ad 10 ml pelarut campur - Disaring dengan membran filter 0,45 nm - Larutan standar tunggal dan deret standar diukur luas areanya dengan HPLC Persiapan Larutan Uji
- Ditimbang sebanyak 1 g sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml - Ditambahkan 1 ml H2SO4 dan 50 ml pelarut campur - Dikocok sampai homogen - Dipanaskan di atas penangas air pada suhu 60o selama 5 menit - Didinginkan sebentar pada temperatur kamar - Disaring dengan penyaring membran, kemudian dimasukkan ke dalam vial - Didegasing selama ± 10 menit - Dianalisis dengan menggunakan HPLC Pembuatan Sirup
R/ Nipagin
0,2%
Nipasol
0,1%
Metanol
10 ml
Aquadest ad 100 ml - Ditimbang 0,2 g nipagin dan 0,1 g nipasol lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml - Ditambahkan metanol 10 ml kemudian disonikasi ± 10 menit - Ditambahkan aquadest ad 100 ml
16
- Dipipet larutan 0,25 ml dengan mikrometer pipet, dimasukkan ke dalam 3 buah labu ukur 10 ml - Masing-masing labu ditambahkan H2SO4 1 ml dan pelarut campur ad 10 ml - Setelah itu ketiganya disaring dengan membran filter 0,2 nm dan didegasing ± 5 menit - Dianalisis dengan HPLC
17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan 4.1.1
Metil
4.1.2
Propil
4.1.3
Standar 1
18
4.1.4
Standar 2
4.1.5
Standar 3
4.1.6
Standar 4
19
4.1.7
Standar 5
4.1.8
Lotion 1
4.1.9
Lotion 2
20
4.1.10 Cair 1
4.1.11 Cair 2
4.1.12 Cair 3
21
4.2 Perhitungan 4.2.1
Larutan Baku (induk)
Metil paraben
= 0,0482 g ~ 48,2 mg Ppm
48,2 50
x 1000 ml = 964 ppm
Propil paraben = 0,0203 g ~ 28,3 mg Ppm
4.2.2
=
=
28,3 50
x 1000 ml = 566 ppm
P engenceran H 2SO4
V1 x M1
= V2 x M2
V1 x 18 M = 50 ml x 2 M V1 = 4.2.3
100 18
= 5,5 ml
Pengenceran Standar Tunggal
Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 50 ppm V1
= 0,518 ml ~ 518 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 566 ppm = 10 ml x 50 ppm V1 4.2.4
= 0,833 ml ~ 833 µm
Larutan Deret Standar a. 15 ppm Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 15 ppm V1
= 0,155 ml ~ 155 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
22
V1 x 566 ppm = 10 ml x 15 ppm V1
= 0,265 ml ~ 265 µm
b. 30 ppm Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 30 ppm V1
= 0,311 ml ~ 311 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 566 ppm = 10 ml x 30 ppm V1
= 0,530 ml ~ 530 µm
c. 45 ppm Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 45 ppm V1
= 0,466 ml ~ 466 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 566 ppm = 10 ml x 45 ppm V1
= 0,795 ml ~ 795 µm
d. 60 ppm Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 60 ppm V1
= 0,622 ml ~ 622 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 566 ppm = 10 ml x 15 ppm V1
= 1,06 ml ~ 1060 µm 23
e. 75 ppm Metil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 964 ppm = 10 ml x 75 ppm V1
= 0,778 ml ~ 778 µm
Propil paraben
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 566 ppm = 10 ml x 15 ppm V1 4.2.5
= 1,325 ml ~ 1325 µm
Perhitungan Konsentrasi Nipagin dan Nipasol a. Sirup
Nipagin Ppm
= mg/ml x 1000 ml =
50 ppm
200 100
x 1000 ml = 2000 ppm
= V1. N1 = V2. N2 = V1. 2000 = 10. 50 ppm
V1
= 0,25 ml
Nipasol Ppm =
= mg/ml x 1000 ml 100 100
50 ppm
x 1000 ml = 1000 ppm
= V1. N1 = V2. N2 = V1. 1000 = 10. 50 ppm
V1
= 0,5 ml
24
4.2.6
Penetapan Kadar Sampel Nipagin dan Nipasol a. Larutan (cair) Standar
AUC nipagin
AUC nipasol
15
58787
35193
30
101363
46943
45
101833
51267
60
136306
-
75
108912
56511
Metil paraben
y = bx + a y = 901,28 x + 60882 r = 0,7689
Propil paraben
y = bx + a y = 328,92 x + 33910 r = 09283
b. Sirup
Metil paraben
Bahan
AUC nipagin
AUC nipasol
Larutan 1
377062
41003
Larutan 2
66172
50321
Larutan 3
21455
19726
Luas area rata-rata
154896,3
37016,6
25
Diketahui: a (persamaan regresi linier)
= 60882,3
b (persamaan regresi linier)
= 901,286
kadar
= =
−
x fp
154896,3−60882,3 901,286
x
100 0,25
= 41724,38 ppm = 4172,438 mg/100 ml Teoritis
= 0,2 gr/100 ml
% kadar
=
4172,438 200
x 100%
= >2000%
Propil paraben
Diketahui: a (persamaan regresi linier)
= 25644,3
b (persamaan regresi linier)
= 879,993
kadar
= =
−
x fp
37016,6−25644,3 879,993
x
100 0,5
= 2584,63 ppm = 258,463 mg/100 ml Teoritis
= 0,1 gr/100 ml
% kadar
=
258,463 100
x 100%
= >258,463% c. Lotion Bahan
AUC nipagin
AUC nipasol
Losion 1
41215
33534
Losion 2
111540
134536
Luas area rata-rata
76377,5
84035
26
Metil paraben
Diketahui: a (persamaan regresi linier)
= 60882,3
b (persamaan regresi linier)
= 901,286
kadar
= =
− 76377,5− 60882,3 901,286
= 17,192 ppm~ 17,192 µg x 50ml = 859,6 µg ~ 0,8596 mg Teoritis
= 0,1% x 10 mg = 0,01 g ~ 10 mg
% kadar
=
0,8596 mg 10
x 100%
= 8,596%
Propil paraben
Diketahui: a (persamaan regresi linier)
= 25644,3
b (persamaan regresi linier)
= 879,993
kadar
= =
− 84035−25644,3 879,993
= 66,353 ppm~ 66,353 µg x 50ml = 1658,8 µg ~ 1,6588 mg Teoritis
= 0,1% x 10 mg = 0,01 g ~ 10 mg
% kadar
=
1,6588 mg 10
x 100%
= 16,588%
27
4.3 Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar nipagin (metil paraben) dan nipasol (propil paraben) menggunakan losion “Hijab Refresh” dan larutan sirup yang hanya mengandung nipagin dan nipasol sebagai sampel dengan menggunakan metode HPLC yang didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam peak HPLC. Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase gerak dan fase diam, sehingga akan didapat waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Percobaan ini menggunakan metode HPLC fase terbalik karena fase gerak yang digunakan adalah methanol dan air yang bersifat polar sedangkan fase diam yang digunakan adalah C-18 yang bersifat non polar dengan system elusi isokratik, artinya selama analisis digunakan fase gerak dengan perbandingan pelarut yang tetap. Prinsip kerja HPLC adalah
sampel yang larut dalam fasa gerak dialirkan
melalui kolom kedetektor dengan cara penyuntikkan. Volume yang dapat ditampung adalah 0,2 ml. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Yang pertama dilakukan dalam percobaan ini adalah pembuatan pelarut campur sebagai eluen yaitu menggunakan methanol dan aquadest. Metanol digunakan sebagai pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang akan dianalisis yaitu nipagin dan nipasol yang memang sangat larut dalam methanol. Pada pembuatan larutan standar, dibuat deret dengan konsentrasi 15, 30, 45, 60, dan 75 ppm. Bahan yang digunakan adalah metil paraben, propil paraben, H2SO4 dan pelarut campur. Begitu juga pada persiapan larutan uji losion dan sirup menggunakan penambahan pelarut yang sama yaitu H2SO4 dan pelarut campur. Semua pelarut tersebut masing-masing disaring dengan melewati membran filter 0,2 nm dan didegasing selama ± 10 menit untu 28
menghilangkan gas-gas terlarut dari cairan sampel. Penyaringan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel agar tidak menghambat kolom yang merupakan bagian dari HPLC. Ber dasarkan hasil penetapan kadar nipagin, nipasol dalam sampel “Hijab Fresh” dan sediaan sirup dengan metode HPLC, diperoleh hasil sebagai berikut yaitu kadar metil paraben sebanyak 8,596% dan kadar propil paraben 16,588% pada sediaan “Hijab Fresh” sedangkan pada sediaan sirup diperoleh kadar metil paraben sebanyak >2000% dan kadar propil paraben sebanyak >258,463%. Hasil ini tidak memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
oleh
Peraturan
BPOM
RI
No:
HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 dan Asean Cosmetic Method No 04 yaitu kadar Metil Paraben dan Propil Paraben diizinkan maksimal 0,4% dan kadar pengawet campuran diizinkan maksimal 0,8%. Bahan pengawet tersebut ditetapkan kadarnya dengan metode HPLC karena keuntungan dari analisi dengan HPLC adalah cepat, memiliki daya pisah yang baik, penyiapan sampel yang mudah dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai. Panjang gelombang yang dipakai untuk analisis adalah 280 nm, karena pada panjang gelombang tersebut Metil Paraben dan Propil Paraben akan memberikan respon puncak yang baik. Dan untuk melihat ada atau tidaknya pengawet dalam sediaan kosmetik dilihat dari kromatogram dan waktu retensi dari sampel yang dibandingkan dengan kromatogram dan waktu retensi baku pengawet (Munson,1991 dan Rohman, 2007).
29
BAB IV KESIMPULAN
1. Dari hasil pengujian kadar pengawet pada sediaan Hijab Fresh diperoleh kadar metil paraben sebanyak 8,596% dan kadar propil paraben 16,588% 2. Dari hasil pengujian kadar pengawet pada sediaan sirup diperoleh kadar metil paraben sebanyak >2000% dan kadar propil paraben seba nyak >258,463% 3. Hasil pengujian ini tidak memenuhi persyaratan kadar maksimum yang diizinkan sesuai Peraturan BPOM RI No: HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 dan Asean Cosmetic Method No 04 yaitu Metil Paraben dan Propil Paraben 0,4% dan kadar pengawet campuran 0,8%.
30
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-PRESS. Hal: 519. Cserhati, T. And Forgacs, E. 1999. Chromatography in Food science and Technology, Technomic Publishing, Lancaster, Basel. Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif . Jakarta: Erlangga. Hendayana,
Sumar.
2006. KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan
Elektroforensis Modern.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Hal 774. Elder, R.L. 1984. Journal of The American College of Toxicology. Final Report on the Safety Assessment of Methylparaben, Ethylparaben, Propylparaben, and Butylparaben. 3(5): 147-209 Faramayuda, F., Alatas, F., dan Desmiaty, Y. (2010). Majalah Obat Tradisional. Formulasi Sediaan Lotion Antioksidan Ekstrak Daun Teh Hijau. 15(3): 105111. Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset Hanifah, Nisa Dian. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.). Bandung: Universitas Islam Bandung Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers Limited, New York.
31
Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th.Edition., CRC Press, U.S.A. Mandasari, V., Anam, S., dan Yuyun, Y. (2016). Kovalen Jurnal Riset Kimia. Analisis Penetapan Kadar Nipagin Dalam Sediaan Body Lotion Tanpa Izin Edar Yang Beredar Di Pasar Tradisional Kota Palu. 2(3) : 73-79. Munson, J.W., 1981, Phrarmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and B, diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press, Surabaya. Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Ed., John Wiley & Sons, New York. Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi, diterjemahkan oleh Harjana, 231-235, Univeresitas Air Langga, Surabaya. Rusli. 2014. Tuntutan Praktikum Mikrobiologi & Farmasi Dasar . Makassar Rohman dan Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit UGM. Hal 378-394 Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development , John Wiley & Son, New York. Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry, Prentice Hall PTR, New Jersey, USA. Tim Kimia Analitik Instrumen. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI 512). Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Wiji, dkk. 2010. Analisis Kafein dengan Alat HPLC . Jakarta: Universitas Indonesia
32
LAMPIRAN
Seperangkat Alat HPLC
Mikrometer Pipet
Sampel yang siap diuji dengan HPLC
33