Penatalaksanaan L ow Back Pai Pai n di di Puskesmas ‗Saya tidak tahu bagaimana awalnya, namun pinggang saya sakit dan sekarang saya tidak dapat bergerak.‘[Saya bergerak.‘[Saya sangat takut, pinggang saya mungkin rusak selamanya dan saya tidak tau bagaimana saya akan berangkat kerja dan merawat keluarga saya.] ‗Pinggang saya nyeri sekali, saya tidak dapat memotong rumput, berkebun atau melakukan pekerjaan rumah apa pun.‘ [Saya tidak ingin mengalami nyeri seperti bulan lalu saat saya terakhir kali memotong rumput. Saya akan memastikan pinggang saya sembuh terlebih dahulu sebelum saya mulai bekerja lagi!] ‗Ia datang menemui saya untuk menanyakan tentang nyeri pinggang yang ia alami – saya tahu bahwa tidak ada yang dapat saya lakukan untuknya karena itu hanya nyeri pinggang biasa, namum ia tidak dapat bekerja dengan kondisi seperti itu. Hanya masalah waktu, nyeri tersebut akan hilang sendiri.‘[ Saya tahu bahwa banyak pedoman mengatakan bahwa saya harus menyarankannya agar kembali bekerja, namun ia mengatakan pada saya bahwa pinggangnya sangat nyeri dan dia hanya mengerjakan hal-hal kecil. Saya merasa ia tidak dapat mengatasi hal tersebut.] Pasien dengan low back pain pain datang ke dokter dengan berbagai alasan. Intensitas nyeri yang dirasakan dapat mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, namun masih banyak orang yang merasakan nyeri, bahkan mengalami beberapa keterbatasan akibat rasa nyeri tersebut, belum mau mencari bantuan medis. Sebanyak kurang dari sepertiga pasien yang mengalami gejala nyeri berat datang berobat, namun 30-50% pasien yang datang berobat ke puskesmas tidak memiliki kelainan diagnostik. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan utama yang mendorong seseorang untuk berobat ke puskesmas adalah akibat nyeri. Apa yang dicari saat seseorang memutuskan untuk datang berobat? Turner dan kawan-kawan menanyakakan pasien-pasien dengan low back pain pain untuk memberikan penilaian terhadap beberapa kepentingan berbeda terkait tujuan dari kunjungan mereka. Tujuan kunjungan dengan peringkat paling tinggi adalah untuk ‗memperoleh informasi‘ mengenai bagaimana cara mengatasi low back pain, pain , mengurangi rasa nyeri tanpa menggunakan obat-obatan, bagaimana agar dapat segera beraktivitas seperti semula, bagaimana mencegah rasa nyeri berulang, dan apa saja yang mungkin dan dapat menyebabkan low back pain. pain . Selain itu, pasien mengharapkan diagnosis dan kepastian bahwa dirinya tidak mengalami penyakit penyakit serius. Sekitar setengah dari pasien yang diwawancara
mengaku ingin ‗memperoleh pengobatan yang akan menyembuhkan low back pain mereka secara permanen‘. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Von Korff,‖bagi sebagian besar pasien puskesmas dengang low back pain, harapan-harapan ini hal yang tidak realistis dan membutuhkan pembahasan serta umpan balik yang jelas bahwa masih terdapat keterbatasanketerbatasan dalam diagnosis dan pengobatan medis terhadap low back pain‖. Namun para dokter memahami bahwa fokus utama mereka adalah dalam hal diagnosis dan ‗pengobatan paliatif‘sampai kerusakan penyebab nyeri sembuh dengan sendirinya. Meskipun hal ini merupakan pendekatan yang baik terhadap pasien dengan low back pain akut, namun ternyata sebagian besar pasien rutin puskesmas tidak dapat dikatakan mengalami ‗low back pain akut‘ yang sebenarnya. Von Korff dan Saunders meneliti bahwa 80% sampel pasien puskesmas yang dievaluasi satu tahun setelah kunjungan pertamanya kembali mengeluhkan gejala low back pain dalam 6 bulan kemudian, dan 60%
pasien
mengalami gejala tersebut dalam satu minggu kemudian. Dengan kata lain, low back pain berulang adalah keluhan yang sering ditemui. Mengapa hal ini penting? Low back pain akut sebagaimana dikutip dari New Zealand Acute Low Back Pain Guide didefinisikan sebagai ‗low back pain yang berlangsung kurang dari tiga bulan‘. Definisi ini meliputi pernyataan bahwa terdapat kemungkinana keluhan low back pain dapat menetap atau memberat dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Low back pain kronik adalah nyeri yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Low back pain berulang adalah episode low back pain akut yang berlangsung kurang dari tiga bulan namun berulang setelah beberapa saat tanpa gejala low back pain yang dapat membatasi aktivitas atau fungsi. Berdasarkan definisi ini, sebagian besar pasien yang didiagnosa mengalami low back pain akut sebenarnya mengalami low back pain berulang. Oleh karenanya, sebagian besar pasien dapat memeperkirakan bahwa mereka akan mengalami beberapa kali keluhan low back pain berulang dalam dua bulan selanjutnya. Hal ini penting karena beberapa pasien yang berharap bahwa konsultasi dengan dokter dapat menyediakan mereka pengobatan medis yang menyembuhkan keluhan low back pain secara permanen mungkin belum pernah mendengar infomas mengenai perlunya mengatasi kemungkinan berulangnya keluhan low back pain atau kekambuhan. Oleh karena itu, jika para dokter tidak perhatian terhadap perbedaan dalam penanganan low back pain akut dan low back pain berulang, mereka mungkin tidak dapat memberikan informasi yang baik pada pasien mengenai bagaimana mengatasi gejala low back pain ini secara mandiri, atau mempersiapkan pasien tentang kemungkinan bahwa pasien mungkin mengalami kekambuhan yang mengganggu, namun tidak serius.
Pedoman Evidence-Based Penanganan L ow Back Pain
Kemajuan dalam beberapa pedoman dan pelayanan medis yang bersifat evidencebased telah menyediakan para pemberi dan pengguna pelayanan kesehatan sejumlah cara yang secara sistematis merangkum tentang ‗informasi terbaru dari penelitian yang terpercaya dan relevan mengenai efek dari berbagai bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda, potensi buruk yang dapat timbul akibat terpapar agen tertentu, dan akurasi dari berbagai pemeriksaan penunjang diagnosis, serta perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis‘ New Zealand acute low back pain guidelines pertama kali diterbitkan pada tahun 1998 dan ditinjau kembali pada tahun 2000. Cetakan ulang dari New Zealand acute low back pain guidelines saat ini telah beredar luas bersama dengan Guide to assessing psychosocial yellow flags. Pesan utama dalam New Zealand guidelines dan pedoman lainnya adalah dukungan terhadap pendekatan self-management , dan sebagian besar dokter umum mengetahui pesan pesan dasar tentang saran penggunaan anti nyeri yang baik, tingkatan aktivitas, dan memberikan rasa percaya diri pada pasien dengan low back pain akut. Sejak awal, Guides to assessing risk factors for chronicity: Psychosocial yellow flags telah disertakan dalam acute low back pain guide. Pedoman-pedoman ini menyarankankan sejumlah cara dalam mengenal individu yang memiliki risiko disabilitas akibat low back pain. Sementara itu, di seluruh dunia, ketersediaan berbagai pedoman mengenai struktur penilaian dan penatalaksanaan, anjuran-anjuran agar para pemberi layanan kesehatan dapat mendukung kebiasaan yang sehat, tinjauan mengenai penatalaksanaan dan
manajemen
diagnostik untuk low back pain menunjukkan keberagaman dokter dalam praktek mereka sehari-hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Pruit dan Von Korff,‘Distribusi luas dari pedoman yang bersifat evidence-based diharapkan mengubah praktek klinis para dokter, menganggap bahwa kurangnya pengetahuan merupakan alasan utama beragamnya praktek kedokteran, namun cara pendekatan tunggal ini telah gagal‘. Sebuah tantangan nyata bagi para dokter untuk mengetahui bukti yang terbaik dan mampu menerapkannya dalam keadaan klinis. Beberapa alasan telah diungkapkan terkait kegagalan Acute low back pain guidelines dalam merubah tingkah laku para pemberi pelayanan kesehatan secara konsisten. Pruit dan Korff beranggapan bahwa diperlukan perubahan sikapdalam penerapan ALBP guidelines. Berbeda dengan pedoman-pedoman dalam penanganan penyakit medis lainnya, misalnya perawatan penyakit asma yang mengutamakan sikap dokter pada umumnya (seperti meresepkan obat yang dibutuhkan), pedoman low back pain akut mengimbau para dokter untuk meyakinkan pasien agar kembali mengerjakan aktivitasnya seperti biasa, dan yang
terpenting, untuk tetap menjalankan imbauan ini bahkan jika pasien mengeluhkan nyeri. Melaksanakan imbauan ini dalam menghadapi pasien yang tertekan membutuhkan sejumlah keterampilan yang mungkin tidak biasa digunakan oleh para dokter. Walaupun diagnosis dan penatalaksaan medis terhadap low back pain akut relatif jelas, praktek penatalaksanaan dalam kondisi klinis yang sebenarnya dan penerapan yang sedang belangsung dalam menangani pasien dengan faktor risiko merupakan hal yang lebih sulit. Petugas puskesmas mungkin memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan kronisitas – sekalipun pada tingkat dugaan, namun belum percaya diri untuk melakukan assessment pada kasus ini, dan ragu-ragu kepada siapa kasus ini harus dirujuk, dan sekalipun seseorang telah dapatdiidentifikasi sebagai individu dengan risiko, petugas masih belum mengetahui hal apa yang selanjutnya akan dilakukan.
Faktor risiko psikososial bagi kronisitas low back pain
Apa
faktor
risiko
utama
bagi
kronisitas
pasien
yang
mengalami
nyeri
muskuloskeletal? Walaupun faktor biologis dipercaya memulai timbulnya disfungsi fisik, faktor psikologis dapat mempengaruhi persepsi nyeri dan faktor sosial dapat mempengaruhi sikap pasien dalam menghadapi nyeri tersebut. Kedua faktor terakhir dipercaya mempengaruhi perkembangan panyakit menjadi disabilitas kronis. Faktor psikososial yang digali sebagian besar berasal dari spektrum kecemasan, sebagai contoh faktor kewaspadaan terhadap munculnya nyeri dan interpretasi nyeri. Linton mengutip dari sebuah tinjauan oleh Turk dimana pada beberapa penelitian ditemukan bahwa intensitas dan waktu munculnya nyeri merupakan prediktor dari nyeri dan disabilitas yang muncul selanjutnya, rasa cemas, rasa takut, depresi, dan tekanan psikologis juga terbukti memiliki pengaruh berdasarkan beberapa penelitian. Maladaptive coping , kognisi pasif, dan stres juga terbukti mempengaruhi kronisitas. Hal paling penting bagi para dokter puskesmas, rasa takut akan nyeri berhubungan kuat dengan disabilitas yang persisten.
Rasa takut terhadap injury/reinjury (kinesiophobia)
Kinesiophobia adalah istilah yang ditemukan pada tahun 1990 oleh Kori, Miller, dan Todd yang mengacu pada perasaan takut berlebihan yang tidak rasional, dan upaya melemahkan pergerakan dan aktifitas fisik akibat perasaan takut akan rasa nyeri. Model kinesiofobia telah ditelaah oleh para pakar dan terlihat bahwa konsep dasarnya menyerupai definisi fobia spesifik dalam DSM IV. Vlaeyen dan kawan-kawan menemukan perbedaan utama antara fobia spesifik dan rasa takut akan nyeri; orang dengan fobia pada umumnya
mengetahui bahwa rasa takutnya berlebihan dan tidak rasional, sementara orang dengan nyeri sangat yakin bahwa pencegahan mereka akibat rasa takut akan nyeri melindungi mereka dari cedera. Jadi, pasien yang berobat ke dokter puskesmas ‗tahu‘ bahwa nyeri yang mereka rasakan adalah penyebab mereka tidak dapat mengerjakan tugas-tugas mereka – mereka jarang sekali meragukan keyakinan ini dan seperti kebanyakan manusia pada umumnya, mereka akan cenderung mencari pembenaran terhadap keyakinan bahwa mereka tidak boleh melakukan aktivitas daripada harus menerima informasi yang menerangkan bahwa kembali beraktivitas seperti biasa aman bagi mereka. Kecenderungan sebagian besar orang terhadap bias ini sangat kuat berdasarkan penelitian terbaru oleh Vlaeyen, hasil penelitian ini memperkuat bahwa di kalangan praktisi pelayanan kesehatan sendiri masih memegang keyakinan fear-avoidant dan lengah terhadap gagasan bahwa kembali beraktivitas seperti biasa merupakan hal yang terbaik bagi pasien. Pertanyaan ini yang paling banyak menjadi pergulatan bagi para dokter terutama tentang bagaimana mereka menyarankan pasien, misalnya menyarankan pada perawat bahwa ia boleh kembali bekerja. Efek dari rasa takut akan nyeri adalah pasien cenderung menghindari aktivitas yang mereka yakini akan meningkatkan rasa nyerinya. Sikap ini bermula saat fase nyeri akut. Pantangan untuk melakukan aktivitas adalah respon perlindungan – yang memungkinkan seseorang terhidar dari paparan keadaan dimana mereka rentan terhadap cedera yang lebih parah, dan memungkinkan penyembuhan jaringan. Biasanya, pasien baru akan kembali beraktivitas ketika nyeri menghilang, dan rasa nyeri yang berkurang biasanya berhubungan dengan penyembuhan jaringan. Ada dua hal yang dapat mengganggu proses ini, yang pertama, nyeri tidak berkurang – akibat banyak hal, termasuk perubahan psikologis pada sistem saraf perifer dan sentral. Yang kedua, ketika seseorang takut untuk kembali beraktivitas karena menghindari timbulnya nyeri. Lama kelamaan, hal ini akan menyebabkan reaktivitas dan disuse otot, yang selanjutnya akan menyebabkan nyeri. Bagaimana keluhan pasien dengan ketakutan akan nyeri? Secara umum, pasien-pasien ini menunjukkan karakteristik yang serupa dengan pasien yang mengalami nyeri persisten. Mereka mungkin mengeluhkan gangguan tidur, perubahan pola gerak, rasa kurang bertenaga dan gangguang kesehatan, serta sistem kompensasi yang gagal mengatasi penyakit mereka. Mereka jadi disable — gangguan aktivitas sehari-hari mereka menyebabkan kehilangan pekerjaan, menarik diri dari kegiatan yang menghibur, dan perubahan dinamika keluarga. Hal yang menjadi karakteristik dari pasien yang mengalami rasa takut akan nyeri adalah tingkat catastrophising dan tingkat gangguan nyeri yang telah mereka buat. Sedangkan yang lain
mengeluhkan dirinya tidak dapat lagi menikmati hal-hal yang biasa mereka lakukan, dan kehidupan mereka didominasi oleh rasa kehilangan, dan yang lainnya menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan bukan merupakan masalah besar – bagaimanapun, pemeriksaan yang hati-hati dapat memperlihatkan bahwa mereka telah menyesuaikan kehidupan mereka sehingga mereka jarang melakukan aktivitas yang dapat memicu rasa n yeri. Pasien-pasien ini cemas akan keadaan yang mereka yakini dapat memicu nyeri. Jika diminta melakukan aktifitas, mereka akan tampak cemas, menunjukkan respon kecemasan termasuk penghindaran atau menarik diri, peningkatan emosi fisik dan rasa waspada yang berlebihan. Beberapa pasien mengeluhkan dirinya berhenti mengerjakan hal yang mereka senangi karena rasa nyeri yang mereka rasakan, mereka mungkin telah berusaha menghentikan aktivitas ini sejak pertama kali mulai merasakan nyeri. Saat ditanyakan tentang nyeri yang mereka alami, mereka mungkin menunjukkan rasa khawatir dirinya tidak dapat mengatasi jika nyerinya memberat, atau menggambarkan dengan istilah yang jelas apa yang mereka bayangkan akan terjadi jika tubuh mereka harus melakukan aktivitas tertentu. Keyakinan ini tidak dapat digoyahkan – karena menurut mereka, jika mereka tidak melakukan aktivitas, maka mereka tidak akan merasa nyeri, sehingga hal ini menjadi pembenaran terhadap keyakinan ini. Deaktivasi dari anggota gerak kemudian berlanjut disertai dengan berkurangnya kenyamanan dalam melakukan aktivitas biasa.
Catastrophising
Catastrophising dideskripsikan sebagai proses kognitif yang ditandai dengan dugaan buruk mengenai hal yang akan terjadi dan kurangnya rasa percaya diri. Beberapa contoh dari pernyataan catastrophe adalah ―rasa
nyeri ini sangat menyakitkan dan saya tidak dapat
mengatasinya‖ dan ―rasa nyeri ini tidak akan berhenti, dan saya rasa saya akan mati‖. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan oleh Picavet, Vlaeyen, dan Schouten, warga negara Belanda yang ikut dalam survei sebelumnya mengenai low back pain dilakukan follow up enam bulan kemudian. Hasil follow up menunjukkan para penderita yang sebelumnya mengalami low back pain, dengan tingkat catastrophising nyeri yang tinggi memungkinkan timbulnya low back pain kronis, low back pain berat, dan low back pain yang disertai beberapa disabilitas selama follow up. Pada penderita yang sebelumnya tanpa low back pain, tingkat catastrophising yang tinggi atau kinesiofobia memungkinkan timbulnya low back pain disertai disabilitas selama follow up. Catastrophising terbukti berhubungan dengan tingkat tekanan psikologis yang lebih tinggi, penampilan dan fungsi fisik selama evaluasi kapasitas fisik, menarik diri dri
pekerjaan, dan depresi. Pasien yang melakukan catastrophising menggambarkan perasaan yang kuat bahwa mereka tidak mampu mengendalikan rasa nyeri yang mereka alami. Hubungan antara catastrophising dengan avoidance akan nyeri dalam melakukan aktivitas tampaknya berhubungan dengan penilaian mereka terhadap bagaimana rasa nyeri tersebut bagi mereka dan cara mereka memilih pendekatan atau mengendalikan keadaan mereka. Catastrophising dikaitkan dengan penggunaan passive coping – termasuk menghindari keadaan yang dapat menyebabkan nyeri. Sebagian besar orang tidak dapat menggambarkan bagaimana mereka menghindari aktivitas karena rasa takut mereka – bagi mereka hal tersebut adalah wajar sehingga mereka harus berhenti melakukan aktivitas yang dapat memicu nyeri. Beberapa orang bahkan takut mengonsumsi anti nyeri karena merek a yakin ‗hal ini dapat menutupi rasa nyeri dan saya tidak tahu apakah saya dapat membahayakan diri saya sendiri‘.
Perawatan primer bagi pasien dengan risiko tinggi mengalami disabilitas persisten
Waktu
yang
tersedia
untuk
evaluasi
komprehensif
yang
dapat
membantu
mengidentifikasi orang-orang yang memiliki risiko dalam konsultasi praktek umum sangat terbatas. Penelitian kualitatif terhadap ‗anatomy of consultation‘ yang dilakukan oleh Turner pada tahun 1998 menunjukkan bahwa dokter merancang konsultasi mereka sangat ketat sehingga dapat selesai dalam waktu 10-15 menit. Bagaimanapun, seperti yang dilaporkan oleh Von Korff, konsultasi ini tidak secara koheren, ‗ mempertimbangkan kecemasan pasien, mencari kesulitasn fungsional, mencari hasil akhir yang dapat mengatasi kesulitan tersebut, menyusun rencana untuk mewujudkan hasil tersebut, atau secara sistemik mencari dan menyampaikan kesulitan signifikan dalam melakukan aktifitas kerja.‘ Pasien dengan low back pain akut datang ke klinik konsultasi membawa keyakinan mereka tentang nyeri, kecemasan akan disabilitas serius yang sedang berlangsung, kekhawatiran tentang hal yang aman dan tidak aman dilakukan dalam aktifitas mereka, dan keinginan untuk dapat kembali menjalani kehidupan mereka secara normal dengan intervensi medis seminimal mungkin. Para dokter juga datang ke prakteknya dengan keyakinan akan berhasil dalam peran mereka melakukan diagnosis dan manejemen gejala. Dalam melakukan hal ini, mereka sering berpedoman pada anjuran-anjurang yang bersifat evidence-based , dimana dalam kasus low back pain akut membutuhkan sejumlah sikap dokter yang mungkin berbeda dari yang mereka biasa temukan selama praktek konsultasi. Pedoman dari New Zealand secara eksplisit memperkenalkan himbauan dalam menilai pasien yang memiliki risiko perkembangan penyakit menjadi kronis, dan cara untuk menggiatkan self-care.
Konsultasi selama 10-15 menit mungkin terlalu singkat untuk menerapkan himbauan ini, namun beberapa penelitian kualitatif telah menunjukkan bahwa dokter sering melewatkan kesempatan untuk mengajarkan pasien tentang self-care, dan berupaya lebih untuk melawan kecemasan dan ketakutan pasien. Himbauan-himbauan berikut diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Von Korff. Von Korrf dan Turner mendapatkan bahwa selama pemeriksaan fisik, dokter harus mampu menjelaskan apa yang mereka cari, secara eksplisit mencari tahu kecemasan pasien tentang keadaan patologis yang serius. Pada waktu yang bersamaan, pertanyaan pasien tentang masalah kesehatan lainnya yang mereka curigai mungkin berhubungan dengan low back pain yang mereka alami harus dicari dan ditelaah secara spesifik. Pasien pada umumnya khawatir low back pain yang mereka alami dapat menyebabkan mereka tidak mampu mengerjakan aktivitas normal dalam jangka panjang, dan walaupun sebagian besar pasien disarankan untuk melakukan olahraga, penjelasan yang jelas mengenai mengapa olahraga dan aktivitas aman dilakukan dan disarankan harus diberikan. Hal ini akan memberikan sebuah pandangan yang relistis mengenai keutamaan yang diperoleh melalui pengaturan aktivitas bagi pasien yang merasa takut dan cemas – walaupun rasa nyeri belum tentu akan hilang dengan cepat. Pasien sering menyebutkan hal-hal yang mereka kerjakan untuk diri mereka sendiri dalam menangani nyeri. Penelitian Turner menyebutkan hal ini mendukung kesempatan selfcare yang sering dilewatkan oleh para dokter. Dukungan bagi pasien untuk terus melakukan aktivitas perawatan diri dapat membantu pasien dengan nyeri mengatur fokus terhadap hal apa yang dapat mereka kerjakan dibanding bergantung pada pengobatan medis secara pasif untuk sembuh. Para dokter dapat menanyakan pada pasien hal apa yang biasanya dilakukan sebagai olahraga atau untuk relaksasi, dan mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini meningkatkan pendekatan kolaboratif yang juga akan dapat menyediakan kesempatan bagi para dokter untuk mengerahkan konsultasi dari pengobatan medis menjadi self-care. Seperti yang disampaikan sebelumnya, sebagian besar orang yang mengeluhkan low back pain pernah atau merasa akan mengalami kembali episode low back pain yang lebih berat. Penelitian Turner menunjukkan 72 persen pasien diberitahukan bahwa nyeri mereka mungkin akan membaik, namun tidak diberikan penjelasan mengenai hal apa yang dimaksud dengan membaik. Memberikan harapan pada pasien bahwa pengobatan medis seharusnya dapat menyembuhkan nyeri, penting untuk menyampaikan pola penyembuhan yang biasanya terjadi. Dengan mengatakan bahwa nyeri biasanya akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, dapat menimbulkan kecemasan yang tidak diperlukan atau sikap
pencegahan yang tidak perlu pada pasien yang mendapati bahwa nyeri mereka hilang dalam waktu yang lebih lama. Von Korff menyarankan agar pasien diberitahu bahwa low back pain akan membaik dalam beberapa waktu sampai paling lama dua bulan. Ia menyarankan agar pasien juga diberitahu bahwa suatu hal yang normal ketika suatu saat pasien akan merasakan kembali keluhan nyeri tersebut, namun bukan berarti hal ini adalah s erius yang berbahaya dan mungkin saja mereka dapat mengalami penyembuhan total justru saat itu. Hal ini secara langsung mengatasi kecemasan pribadi bahwa penyakit mereka disebabkan oleh suatu kondisi serius dan mungkin dapat menyebabkan disabilitas permanen, sementara diberitahu tentang pola kemungkinan kambuh. Pasien datang ke dokter dengan beragam alasan. Von Korrf menyarankan bahwa salah satu tugas utama dalam sebuah konsultasi adalah untuk mengetahui apa yang diinginkan pasien dari kunjungannya. Hal ini dapat ditanyakan oleh perawat yang bertugas sebelum konsultasi medis dimulai, atau diatasi dengan mengisi daftar yang harus dilengkapi pasien sebelum memulai konsultasi saat sedang berada di ruang tunggu. Saat pasien dan dokter membahas tentang keterbatasan fungsional tertentu (misal: menyetir, mengangkat benda-benda, berjalan, dan duduk), sebagian besar pertanyaan yang ditanyakan oleh dokter tampak berhubungan dnegan kualitas dan pola nyeri. Hal ini dapat secara tidak langsung memperkuat gejala nyeri, yang dapat sembuh perlahan, dan menjauhi strategi perawatan diri yang dapat membantu pasien kembali berkativitas seperti biasa. Dokter sebaiknya disarankan untuk bertanya hal apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh pasien, dan meyakinkan pasien bahwa aktivitas fisik boleh dilakukan walaupun nyeri, dibandingnkan menunggu nyeri hilang lebih dulu. Hal ini membantu mengatasi keyakinan kinesiofobik. Penghindaran persisten terhadap aktivitas yang telah secara spesifik direkomnedasikan selama konsultasi klini adalah indikator utama bahwa pasien mungkin memerlukan saran yang jelas tentang keecemasan dan ketakutan spesifiknya, dan mungkin tingkat paparan aktivitas yang selama ini ia hindari. Kecemasan mengurangi kapasitas manusia untuk menyerap dan memahami informasi. Pasien yang datang ke praktek dokter biasanya merasa cemas dan akan sulit mengingat rekomendasi dan saran yang diberikan padanya selama berlangsungnya konsultasi. Saran tertulis yang merangkum rekomendasi dapat diintegrasikan dalam ‗Green Prescription‘ – hal ini biasanya menolong ketika pasien tidak diresepkan obat apa pun. Pasien dengan low back pain akan mengunjungi puskesmas karena lebih mudah dijangkau dan dokter berperan sebagai pintu gerbang untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Sementara penanganan medis pasien-pasien ini relatif sederhana, penanganan klinis melalui
upaya menurunkan tekanan dan memberikan dukungan untuk mau kembali melakukan aktvitas yang selama ini mereka hindari membutuhkan keterampilan yang sebenarnya dimiliki oleh dokter puskesmas, namun belum digunakan dengan percaya diri. Saran-saran pada pasien seperti yang disampaikan di atas dapat mengurangi jumlah pasien yang memerlukan penanganan medis bagi gejala low back pain biasa.