PENANGGULANGAN BILA TERJADI KONTAMINASI DENGAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA (B3) I. PENGERTIAN Pengertian bahan berbahaya dan beracun menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 adalah ” Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya”. Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Bentuk dari bahan berbahaya dan beracun meliputi padat, cair, gas, adapun Bahan berbahaya dan beracun dalam bentuk padat adalah fiber glass, glass wool, Asbes, phospor, berilium, serbuk kayu, sedangkan yang cair adalah terpentin, benzen, alkohol, pestisida, dan yang gas adalah hydrogen, fluoride, sulfur dioxide, phosgene, carbon monoxide, hydrogen cyanide, and hydrogen sulphide.
II. KLASIFIKASI BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
1
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 pasal 5 ayat 1 menerangkan bahwa bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Mudah meledak (explosive); Adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. b. Pengoksidasi (oxidizing); Adalah waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable); Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 00 C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 350 C. d. Sangat mudah menyala (highly flammable); Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala 00 C – 210 C.
e. Mudah menyala (flammable); Yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut : 1. Berupa cairan Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 600 C (1400 F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-Up Test. 2
2. Berupa padatan Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (250 C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan bahan berbahaya dan beracun (B3) mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh titik nyala kurang dari 400C. f. Amat sangat beracun (extremely toxic); g. Sangat beracun (highly toxic); h. Beracun (moderately toxic); Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. i. Berbahaya (harmful); Adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu. j. Korosif (corrosive); B3 yang bersifat korosif mempunyai sifat antara lain : 1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit; 2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 550 C; 3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. k. Bersifat iritasi (irritant); Adalah Bahan padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan. l. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
3
Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan. m. Karsinogenik (carcinogenic); Adalah sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh. n. Teratogenik (teratogenic); Adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio. o. Mutagenik (mutagenic). Adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.
III. DAMPAK BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Tanpa kita sadari Bahan Berbahaya dan Beracun ada disekitar kita. Contohnya saja cat rumah, gas kendaraan bermotor, cat kuku, karpet dari latex, mainan anak-anak, dan lain – lain. Secara umum Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3 merupakan bahan kimia yang bersifat racun oksida, penyebab iritasi, penyebab korosi/karat, mudah meledak dan terbakar, yang apabila dilepaskan dilingkungan dapat membahayakan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Bahan – bahan dengan kriteria B3 tersebut dapat ditemukan di lingkungan rumah dan tempat kerja kita. Karena barang yang dikonsumsi dan kita gunakan sehari – hari dan limbah yang dihasilkan oleh industri ternyata juga mengandung B3. Sangat berbahaya bila sampai kita terkontaminasi B3 ini, karena B3 ini bersifat racun, kronis, dan dapat menimbulkan kanker. Resistensinya terhadap proses detoksifikasi dan kemampuannya mencemari sumber air bawah tanah dan air permukaan ini membuat senyawa ini sangat berbahaya apabila masuk ke rantai makanan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Umumnya B3 masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan (menelan), paru – paru (bernapas), kulit (topikal), dan jalur parental lainnya (selain saluran usus). Bahan berbahaya dan beracun di udara
4
Udara kotor akibat polusi kendaraan bermotor dan polusi asap pembuangan industri ke udara merupakan beberapa contoh dari sumber B3 di perkotaan. Akibat yang ditimbulkan dari Bahan berbahaya dan beracun ini diantaranya adalah gangguan kesehatan mulai dari iritasi mata, asma, gangguan kesehatan, bronkitis, emphysema, dan kanker paru – paru. Polusi kendaraan bermotor menghasilkan polusi timbal yang terbesar. Kondisi timbal (Pb) di daerah perkotaan dapat mencapai 5 hingga 50 kali daerah pedesaan. Timbal yang mencemari udara ini dalam bentuk gas dan debu. Gas timbal berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor yang terdiri dari Tetra Etil Lead (TML) dan Tetra Metil Lead (TML). Beberapa komponen timbal yang dibuang melalui asap mobil bahkan ada yang meningkat meskipun telah melebihi 18 jam. Komponen Pb
Persen dari total partikel Pb di dalam asap Segera setelah starter
18 jam setelah starter
PbBrCl
32,0
12,0
PbBrCl.2PbO
31,4
1,6
PbCl2
10,7
8,3
Pb(OH)Cl
7,7
7,2
PbBr2
5,5
0,5
PbCl2.2PbO
5,2
5,6
Pb(OH)Br
2,2
0,1
PbOx
2,2
21,1
PbCO3
1,2
13,8
PbBr.2PbO
1,1
0,1
PbCO3.2PbO
1,0
29,6
Timbal yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Bila di Jakarta, setiap harinya 1 juta unit kendaraan bermotor yang bergerak sejauh 15 km akan mengemisikan 1,35 ton timbal per hari. Efek yang ditimbulkan tidak main – main. Salah satunya yaitu kemunduran IQ dan kerusakan otak yang ditimbulkan dari emisi timbal ini. Pada orang dewasa umumnya ciri – ciri keracunan 5
timbal adalah pusing, kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur, lemah, dan keguguran kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran sel darah merah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi. Berbagai industri berpotensi menghasilkan debu – debu yang banyak menghasilkan logam berat. Pada industri besi dan baja akan mengeluarkan debu Fe2O3 dan Fe2O4, sedangkan industri semen akan mengeluarkan debu asbestos, industri elektronika mengeluarkan debu timbal, besi, seng, nikel, krom, tembaga dan lain-lain. Logam – logam berbahaya di atas sangat berbahaya apabila terkontaminasi langsung melalui pernapasan dan juga kontak langsung dengan kulit. Bahaya logam berat itu juga akan semakin berlipat ganda dan besar apabila terakumulasi di dalam rantai makanan dan terakumulasi di dalam tubuh. Unsur
Sumber
Pengaruhnya pada kesehatan
Kadmium
Pembakaran
batu
bara, Penyakit
penambangan seng, pipa dan pembuluh peralatan air, asap tembakau Timbal
Gas
buang
jantung
dan
darah
serta
hipertensi pada manusia
kendaraan Kerusakan otak, kejang-kejang,
bermotor, baterai kendaraan gangguan sikap dan kematian (aki) Air Raksa/ Merkuri dalam Pembakaran batu bara, baterai Kerusakan
syaraf
dan
bentuk metil merkuri & nikel listrik, industri minyak diesel, kematian, kanker paru – paru. dalam bentuk Nikel karbonil
minyak
resida,
pembakaran
batu bara, asap rokok, bahan kimia, katalisator, alkil pada batu baja dan non besi, aditif bensin. Berilium
Antimon
Pembakaran
batu
bara, Penyakit saluran napas kronis
beberapa industri (PLTN)
dan akut, kanker paru – paru.
Industri barang enamel
Jantung
6
Arsen
Pembakaran minyak,
batubara
deterjen,
dan Beracun
pada
tingkat
pestisida, akumulasi tinggi dan kanker
limbah tambang Selenium
Pembakaran batu bara, minyak Merusak syaraf dan belerang, industri kertas
Tabel 1 Pembakaran Fosil yang mengeluarkan B3 di udara (Juwito, 1996) Polusi udara lainnya adalah asap rokok. Resiko penyakit yang ditimbulkan asap rokok bagi perokok pasif dan aktif sama saja, karena penyebab dari 87 % dari seluruh kematian adalah akibat dari kanker paru – paru. Penyakit lain akibat dari merokok adalah jantung koroner, kanker kerongkongan, stroke, kanker mulut, kanker esophagus, gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan dan penurunan berat bayi yang baru lahir. Bahan berbahaya dan beracun di air Pencemaran air saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Banyak sungai – sungai yang kondisinya tercemar oleh berbagai polutan dan logam berat yang berbahaya. Industri merupakan penyumbang B3 terbesar melalui limbah – limbah cairnya. Contohnya industri pestisida, petrokimia, peleburan timbal bekas, peleburan tembaga, tinta, tekstil, cat, otomotif, elektrogalvani dan elektroplating, baterai kering, aki, perakitan elektronika, eksplorasi minyak dan gas bumi, kilang minyak, pertambangan, penyamakan dan pengelolaan kulit, zar warna, dan obat – obatan merupakan contoh – contoh yang menghasilkan B3. Rumah sakit dan laboratorium riset juga ikut menghasilkan logam berat seperti air raksa/ merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cr), dan nikel (Ni). Logam – logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan akan tetap berada di dalam tubuh manusia dan terakumulasi dalam jangka waktu yang lama. Air ini dapat melarutkan zat – zat pencemar, maka air juga dapat menjadi medium untuk mempercepat reaksi kimia diantara bahan – bahan yang terlarut.Sehingga air menjadi reaktor kimia yang dapat mengubah sifat racun dari berbagai Bahan Berbahaya dan Beracun di air. Misalnya dalam kondisi tertentu, polusi air raksa atau merkuri (Hg) di air yang terjadi bila merkuri dalam keadaan anorganik, dapat menjadi lebih berbahaya lagi bila mikroorganisme 7
akuatik tertentu seperti bakteri penghasil methanol yang hidup di dalam lumpur di dasar danau atau sungai, maka akan merubah proses akumulasi dan bio transformasi merkuri menjadi senyawa organiknya dan akan menyebabkan efek yang serius. Merkuri ini sangat mudah menjalar dan menyebar ke seluruh tubuh melalui siklus peredaran darah dan merusak sel – sel otak. Gejala keracunan merkuri ditandai dengan kehilangan penglihatan, sukar berbicara dan menelan, kehilangan pendengaran, ketidakstabilan emosi, hingga kematian. Tragedi minamata merupakan salah satu contoh keracunan merkuri yang merenggut banyak jiwa. Lokasi
Tahun
Korban (Orang)
Teluk Minamata, Jepang
1953 – 1956
54 meninggal, 146 cacat/ sakit
Irak
1961
35 meninggal, 321 cacat / sakit
Pakistan Barat
1963
4 meninggal, 34 cacat / sakit
Guatemala
1966
20 meninggal, 45 cacat / sakit
Nigata, Jepang
1968
5 meninggal, 25 cacat / sakit
Tabel 2 Keracunan Merkuri (Anonim, 1970) Bahan Berbahaya dan Beracun dalam tanah Zat – zat pencemar udara dan air ada yang masuk melalui medium tanah. Kemudian zat – zat tersebut akan bertranformasi kimiawi oleh organisme yang hidup dalam tanah. Contohnya gas amoniak yang ada di atmosfer dan cukup mudah terlarut dalam air hujan dan jatuh mencapai tanah, amoniak kemudian diubah oleh mikroorganisme dalam tanah menjadi nitrat, yang merupakan unsur hara tanaman. Nitrat ini juga memiliki kemungkinan untuk diubah menjadi nitrit yang tingkat keracunannnya lebih tinggi dari dua bentuk sebelumnya.
Contoh – contoh penyebaran zat – zat yang terkandung dalam tanah adalah sebagai berikut : 1. Zat – zat polutan langsung dapat diserap oleh tanaman yang hidup di dalam tanah dan kemungkinan akan di makan oleh manusia dan organisme lainnya. Contohnya unsur hara selenium, yang seringkali ditemukan di tanah – tanah yang terkena hembusan angin dari 8
industri yang membakar minyak, diserap oleh tanaman yang berdaun hijau dan dimakan manusia. 2. Pestisida yag mesuk melewati air yang mengalir kemudian menuju ke sawah atau danau. 3. DDT yang menguap bersama air dari permukaan tanah ke atmosfer dan mampu bergerak jauh. 4. Beberapa polutan yang ada di dalam tanah akan berada di dalam tanah selamanya karenazat – zat tersebut bukan merupakan zat yang mudah menguap, tidak terlarut dalam air dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Secara alamiah logam berat merupakan unsur hara mikro di dalam tanah. Adapun unsur– unsur yang digolongkan sebagai unsur hara mikro esensial tanaman meliputi Boron (B), Klorin (Cl), Tembaga (Cu), Besi (Fe), Molibdat (Mo), Natrium (Na), Vanadium (V), dan Seng (Zn) dan dibutuhkan oleh tanaman dalam konsentrasi yang sangat rendah. Sebaliknya dalam konsentrasi yang sangat tinggi, unsur – unsur tersebut akan bersifat racun. IV. PENGEMASAN, PENGUMPULAN, DAN PENYIMPANAN LIMBAH B3 Intisari Kepka Bapedal No.01 thn 1995 ttg Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR: KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 1 Setiap limbah B3 yang belum diketahui sifat dan karakteristiknya wajib dilakukan pengujian pada laboratorium yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1.
Pasal 2 Hasil pengujian sifat dan karakteristik limbah limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib dilaporkan kepada Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
9
Pasal 3 Apabila dari hasil pengujian sifat dan karakteristik limbah B3 yang dilakukan oleh laboratorium di daerah terdapat keraguan, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan menunjuk laboratorium rujukan untuk melakukan pengujian ulang.
Pasal 4 Tata cara pengujian sifat dan karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Laboratorium Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
Pasal 5 Tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Pasal 6 Setiap pengumpul dan penyimpan limbah B3 wajib melaporkan limbah B3 yang diterimanya dari penghasil kepada Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01 /Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September/1995
TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH
BAHAN
BERBAHAYA
DAN
BERACUN
PENDAHULUAN
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. 10
Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman. 1. PERSYARATAN PENGEMASAN Ketentuan dalam bagian ini berlaku bagi kegiatan pengemasan/ pewadahan limbah B3 di fasilitas: a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil; b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai pengumpul c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah; d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan.
1.1 Persyaratan pra pengemasan, persyaratan umum kemasan dan prinsip pengemasan limbah B3 Persyaratan pra pengemasan 1). Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/ dikumpulkannya. Apabila ada keragu-raguan dengan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut harus dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium yang telah mendapat persetujuan Bapedal
dengan
prosedur
dan
metode
pengujian
yang
ditetapkan
oleh
Bapedal.
2). Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah B3 dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka terhadap masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali terhadap karakteristiknya. 3). Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya..
Persyaratan umum kemasan 1). Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran. 11
2). Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.
Gambar 1. Kemasan untuk penyimpanan limbah B3, a. kemasan drum penyimpan limbah B3 dair; b. kemasan drum untuk limbah B3 sludge atau padat.
3). Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
Prinsip pengemasan limbah B3 1). Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan bahan yang tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu kemasan; 2). Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas atau terjadinya kenaikan tekanan. 3). Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak (misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau jika mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3. 4). Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. 12
5).
Kemasan
yang
telah
diisi
atau
terisi
penuh
dengan
limbah
B3
harus:
a). ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan pada kemasan limbah B3-1 b). selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya, c). disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya. d). Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali. e). apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1 di atas. f). apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. g). Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 dengan karakteristik : a). sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau b). saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya.
Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai kemasan limbah B3 dengan memenuhi ketentuan butir 1) di atas. h). Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus disimpan di tempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai 13
dengan sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan disimpan dengan memasang "label KOSONG" sesuai dengan ketentuan penandaan kemasan limbah B3. i). Kemasan yang telah rosak (bocor atau berkarat) dan kemasan yang tidak digunakan kembali sebagai
kemasan
limbah
B3
harus
diperlakukan
sebagai
limbah
B3.
Persyaratan pewadahan limbah B3 dalam Tangki 1). Sebelum melakukan pemasangan tangki penyimpanan limbah B3, pemilik atau operator harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Bapedal dengan melampirkan laporan hasil evaluasi terhadap rancang bangun dari sistem tangki yang akan dipasang untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
a). rancang bangun dan peralatan penunjang sistem tangki yang akan dipasang; b). karakteristik limbah B3 yang akan disimpan; c). jika sistem tangki dan atau peralatan penunjangnya terbuat dari logam dan kemungkinan dapat terkontak dengan air dan atau tanah, maka evaluasi harus mencakup pengukuran potensi korosi yang disebabkan oleh faktor lingkungan serta daya tahan bahan tangki terhadap faktor korosi tersebut; d). perhitungan umur operasional tangki; e). rencana penutupan sistem tangki setelah masa operasionalnya berakhir; f). jika tangki dirancang untuk dibangun di dalam tanah, maka harus dengan memperhitungkan dampak kegiatan di atasnya serta menerapkan rancang bangun atau kegiatan yang dapat melindungi sistem tangki terhadap potensi kerusakan.
2). Selama masa konstruksi berlangsung, maka pemilik/operator harus memastikan agar selama pemasangan tangki dan sistem penunjangnya telah diterapkan prosedur penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan selama tahap konstruksi. Pondasi, rangka penunjang, keliman, sambungan, dan kontrol tekanan (jika ada) dirancang memenuhi persyaratan keamanan 14
lingkungan. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangka yang memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah yang akan disimpan atau diolah, dan aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah rusak. 3). Terhadap tangki penyimpanan limbah B3 yang telah terpasang dan atau telah dioperasikan sebelum keputusan ini ditetapkan, atau terhadap tangki penyimpan bahan yang menurut peraturan yang berlaku merupakan limbah B3, maka pemilik/operator diharuskan untuk mengajukan rekomendasi pengoperasian tangki dengan melampirkan laporan hasil evaluasi sesuai dengan butir 1) di atas. 4). Dalam pengoperasian tangki sebagai tempat pengemasan/pewadahan limbah B3, maka :
a). tangki dan sistem penunjangnya harus terbuat dari bahan yang saling cocok dengan karakteristik
dan
jenis
limbah
B3
yang
dikemas/
disimpannya.
b). limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak ditempatkan secara bersama-sama di dalam tangki. Apabila tangki akan digunakan untuk menyimpan limbah yang tidak saling cocok dengan karakteristik limbah sebelumnya, maka tangki harus terlebih dahulu dicuci bersih; c). tidak digunakan untuk menyimpan limbah mudah menyala atau reaktif kecuali:
1 . limbah tersebut telah diolah atau dicampur terlebih dahulu sebelum/segera setelah ditempatkan di dalam tangki, sehingga olahan atau campuran limbah yang terbentuk tidak
lagi
berkarakteristik
mudah
menyala
atau
reaktif;
atau
2. limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara sehingga tercegah dari kondisi atau bahan yang menyebabkan munculnya sifat mudah menyala atau reaktif.
5). Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari ketentuan berikut: a. pelapisan (di bagian luar tangki),
15
b. tanggul (vault; berm) dan atau tangki berdinding ganda,dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus:
a). dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat pengaruh tekanan; b). ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan atau uplift,
c). dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer data sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder. d). Penampungan sekunder, dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairan¬cairan yang berasal dari kebocoran, ceceran atau presipitasi.
6). Pemilik atau operator harus melakukan pemeriksaan sekurangkurangnya 1 (satu) kali sehari selama sistem tangki dioperasikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap: a). peralatan pengendalian luapan/tumpahan; b). mendeteksi korosi atau lepasnya limbah dari tangki; c). pengumpulan data untuk memastikan bahwa sistem tangki berfungsi sesuai dengan rancarig bangunnya; dan d). bahan-bahan konstruksi dan areal seputar sistem tangki termasuk struktur pengumpul sekunder (misalnya tembok isolasi tumpahan) untuk mendeteksi pengikisan atau tanda¬tanda terlepasnya limbah B3 (misalnya bintik lembab, kematian vegetasi);
7).Pemilik atau operator harus memeriksa sistem perlindungan katodik (jika ada), untuk memastikan bahwa peralatan tersebut bekerja sempurna. Pemeriksaan meliputi: a). fungsi sistem perlindungan katodik harus dilakukan dalam 6 (enam) bulan setelah pengoperasian awal, dan selanjutnya setiap tahun sekali; 16
b). semua bagian yang dapat mempengaruhi sistem perlindungan (a) harus diperiksa sekurangkurangnya 2 (dua) bulan sekali.
Pemilik atau operator harus menyimpan catatan hasil pemeriksaan kegiatan nomor 6 dan 7 tersebut. 8).Sistem tangki atau sistem pengumpul sekunder yang mengalami kebocoran atau gangguan yang menyebabkan limbah B3 yang disimpannya terlepas, maka pemilik atau operator harus segera melakukan: a). penghentian operasional sistem tangki dan mencegah aliran limbah, b). memindahkan limbah B3 dari sistem tangki atau sistem penampungan sekunder. c). mewadahi limbah yang teriepas ke lingkungan, mencegah terjadinya perpindahan tumpahan ke tanah atau air permukaan, serta mengangkat tumpahan yang terlanjur masuk ke tanah atau air permukaan. d). membuat catatan dan laporan mengenai kecelakaan dan penanggulangan yang telah dilakukan.
3. PERSYARATAN PENYIMPANAN LIMBAH B3 Ketentuan dalam bagian ini berlaku bagi penghasil limbah B3 yang melakukan kegiatan penyimpanan sementara yang dilakukan di dalam lokasi pabrik/fasilitas.
3.1. Tata cara Penyimpanan limbah B3 a. Penyimpanan kemasan limbah B3 1). Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan (gambar 2), sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani. 2). Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukkannya. Lebar gang untuk lalu¬lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu-lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.
17
Gambar 2. la peyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak minimum antar blok.
3). Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dari 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak. (gambar 3).
4). Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.
5). Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk kedalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.
b. Penempatan tangki Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki (gambar 4) dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang menuju bak penampung. 18
2). Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110 % dari kapasitas maksimum volume tangki. 3). Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain. 4). Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara langsung.
3.2 Persyaratan Bangunan Penyimpanan limbah B3 a. Persyaratan bangunan penyimpan kemasan limbah B3. 1) Bangunan tempat penyimpanan kemasan limbah B3 harus: a). memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan; b). terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung; c). dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai (gambar 5) untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan; d). memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan. e). dilengkapi dengan sistem penangkal petir. f). pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku. 2). Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 % pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan.
19
Gambar 5. Sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan limbah B3.
3). Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 (satu) karakteristik limbah B3, maka ruang penyimpanan: a). harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok (gambar 6). b). antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok, pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya. c). setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai. d). sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas maksinium limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan.
Gambar 6. Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3
20
4). Sarana lain yang harus tersedia adalah : a) Peralatan dan sistem pemadam kebakaran b) Pagar pengamanan; c) Pembangkit listrik cadangan; d) Fasilitas pertolongan pertama; e) Peralatan komunikasi f) Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan; g) Pintudarurat h) Alarm
b. Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan Limbah B3 1) Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar a) Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok pemisah tahan api, berupa : a. tembok beton bertulang, tebal minimum 15 cm; atau b. tembok bata merah, tebal minimum 23 sm; atau c. blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal minimum 30 cm. b) Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api pada butir a. c) Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum dengan bangunan laian adalah 20 meter. d) Untuk kestabilan struktur tembok penahan api dianjurkan agar digunakan tiang-tiang betron bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.
e) Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala. Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga asap dan panas akan mudah keluar. f) Penerangan, jika menggunakan lampu, harus menggunakan instalsi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik (explotion proof). g) Faktor-faktor lain yang harus dipenuhi : 1. sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran; 2. persediaan air untuk pemadam api; 3. hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran. 21
2). Rancang bangun untuk limbah B3 mudah meledak. a). Konstruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan sangat kuat akan mengarah ke atas (tidak samping) b). Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang gudang. 3). Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun a). Konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat. b). Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api. 4. Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki a). Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat penyimpanan limbah B3; b). Bangunan penyimpan tangki merupakan konstruksi tanpa dinding yang memiliki atap pelindung dan memiliki lantai yang kedap air; c). Tangki dan daerah, tanggul serta bak penampungnya harus terlindung dari penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan, baik secara langsung maupun tidak langsung-, 3.3 Persyaratan lokasi untuk tempat penyimpanan limbah B3 Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat penyimpanan bak container dan bangunan tempat penyimpanan tangki harus : a. Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir; b. Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.
4. PERSYARATAN PENGUMPULAN LIMBAH B3 Ketentuan dalama bagian ini berlaku bagi : a. penghasil lirnbah B3 yang melakukan kegiatan penyimpanan sementara yang dilakukan di luar lokasi pabrik/fasilitas, tetapi bertindak sebagai pengumpul; b. kegiatan pengumpulan (penyimpanan) limbah B3 yang dilakukan oleh pengumpul dan atau pengolah; 22
c. kegiatan pengumpulan (penyimpanan) limbah B3 yang dilakukan oleh Pengolah dan atau penimbun. 4.1. Persyaratan lokasi pengumpulan a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar; b. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan; c. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah: 1). 150 meter dari jalan utama atau jalan tol, 50 meter dari jalan lainnya; 2). 300 meter dari fasilitas umum seperti: daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll. 3). 300 meter dari perairan seperti : garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll. 4). 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti: cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll. 4.2 Persyaratan bangunan pengumpulan a. Fasilitas pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang harus dilengkapi dengan berbagai sarana untuk penunjang dan tata ruang yang tepat sehingga kegiatan pengumpulan dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan (gambar 7). b. Setiap bangunan perigumpulan limbah B3 dirancang khusus hanya untuk menyimpan 1 (satu) karakteristik limbah, dan dilengkapi dengan bak penampung tumpahan/ceceran limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pengangkatannya; c. Fasilitas pengumpulan harus dilengkapi dengan: 1). Peralatan dan sistem pemadam kebakaran; 2). Pembangkit listrik cadangan; 3). Fasilitas pertolongan pertama; 4). Peralatan komunikasi; 5). Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan; 6). Pintu darurat; dan alarni; 23
Gambar 7. Tata ruang fasilitas penyimpanan sementara limbah B3 di luar lokasi pabrik penghasil atau di pengumpul dan atau di pengolah.
d. Persyaratan banguinan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar 1). Bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar sekurang-kurangnya berjarak 20 meter dari bangunan penyimpanan limbah karakteristik lain atau dari bangunan-bangunan lain dalam fasilitas pengumpulan-I 2). Dinding bangunari terbuat dari tembok tahan api yang dapat berupa: a. tembok beton bertulang dengan tebal minimum 15 cm, atau b. tembok bata merah dengan tebal minimum 25 cm, atau c. blok-blok (padat) tak bertulang dengan tebal minimum 30 cm 3). Rangka pendukung atap terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Atap tanpa plafon, terbuat dari bahan yang ringan dan mudah hancur jika terbakar, sehingga jika terjadi kebakaran dalam tempat pengumpulan, asap dan panas menjadi mudah untuk keluar; 4). Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan-, 5). memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan: 6). Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1
24
%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan;
7). Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 mudah terbakar, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.
e. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah meledak 1). Bangunan penyimpanan harus memiliki lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap ledakan. Konstruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap sehingga jika terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke atas (tidak ke samping); 2). Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur suhu dan atau desain bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang pengumpulan tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan; 3). Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan; 4). memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan; 5). Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 %. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan-I 6). Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 mudah meledak, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.
f. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 bersifat korosif atau reaktif atau beracun 1). Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas sehingga penanganan limbah dalam keadaan darurat lebih mudah untuk dilakukan; 2). Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif, maka konstrliksi bangunan (atap, 25
lantai dan dinding) harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan api/panas; 3). Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan; 4). memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan larnpu, maka lampu penerangan harus dipasang minimum 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan-, 5). Lantai bangunan pengunipulan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 %. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir ke arah menjauhi bangunan penyimpanan; 6) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda simbol limbah B3 sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.
4.3 Fasilitas tambahan a. Laboratorium Laboratorium yang tersedia harus mampu: 1). melakukan pengujian jenis dan karakteristik dari limbah B3 yang diterima, sehingga penanganan lebih lanjut seperti pencampuran, pengemasan ulang atau pengolahan awal (pre treatment) dapat dilakukan dengan tepat; 2). melakukan pengujian kualitas terhadap timbulan dari kegiatan pengelolaan limbah yang dilakukan (misalnya cairan dari fasilitas pencucian atau dari kolam penampung darurat) sehingga dapat penanganan sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditetapkan.
b. Fasilitas pencucian 1). Setiap pencucian peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan limbah B3 harus dilakukan di dalam fasilitas pencucian. Fasilitas tersebut harus dilengkapi bak penampung dengan kapaistas yang memadai dan harus kedap air; 2). Sebelum dapat dibuang ke lingkungan, maka terhadap cairan dalam bak penampung tersebut 26
harus dilakukan analisis laboratorium guna memperoleh kepastian pemenuhan terhadap baku mutu. Cairan dari bak penampung dapat dibuang ke lingkungan sepanjang beban maksimum tidak dilampauinya; 3). Setiap kendaraan pengangkut yang akan meninggalkan lokasi pengumpulan harus dibersihkan/dicuci terlebih dahulu, terutama pada bagian-bagian yang diduga kuat terkontaminasi limbah B3 (misalnya bak kendaraan pengangkut, roda, dll.)
c. Fasilitas untuk bongkar-muat 1). Fasilitas bongkar-muat harus dirancang sehingga memudahkan kegiatari pemindahan limbah dari dan ke kendaraan pengangkut-, 2). Lantai untuk kegiatan bongkar-muat harus kuat dan kedap air serta dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampung untuk menjamin tidak ada tumpahan atau ceceran limbah B3 yang lepas ke lingkungan.
d. Kolam Penampungan darurat 1). Kolam penampung darurat dimaksudkan untuk menampung cairan atau bahan yang terkontaminasi oleh limbah B3 dalam jumlah besar (misalnya cairan dari bekas pemakaian bahan pemadam kebakaran, dil); 2). Kolam penampung darurat harus dirancang kedap air dan mampu menampung cairan/bahanyang terkontaminasi dalam jumlah memadai;
e. Peralatan penanganan tumpahan 1. Pemilik atau operator harus memiliki dan mengoperasikan alat-alat atau bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan dan membersihkan ceceran atau tumpahan limbah B3; 2. Bekas alat atau bahan pembersih tersebut, jika tidak dapat digunakan kembali harus diperlakukan sebagai limbah B3.
4.4 Tata cara penyimpanan/pengumpulan 1). Tata cara pengemasan dan tata cara pengumpulan/penyimpanan limbah untuk kemasan drum dan atau tong dan atau bak Container mengacu pada ketentuan 2.2. a dan 3. 1. a di atas;
27
2). Tata cara pewadahan dan tata cara penempatan tangki limbah B3 di fasilitas pengumpul dan atau pengolah mengacu pada ketentuan 2.2.b dan 3.l.b di atas.
V. PENGOLAHAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya
peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi standar
Teknologi Pengolahan Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration. 1. Chemical Conditioning Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah: o
menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
o
mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
28
o
mendestruksi organisme patogen
o
memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
o
mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Concentration thickening Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini. 2. Treatment, stabilization, and conditioning Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. 3. De-watering and drying De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press. 4. Disposal Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
29
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well. 2. Solidification/Stabilization Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu: 1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar 2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik 3. Precipitation 4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi. 5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat 6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
30
3. Incineration Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan. Penanganan Limbah B3
Hazardous Material Container Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam
31
atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan. Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi. Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
32
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3. Pembuangan Limbah B3 (Disposal) Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995. Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill clay liner dan masingmasing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun. Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung 33
drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
34
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat. Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah. Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi. Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa: 1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah. 2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.
35