PEMERIKSAAN ENZIM ASETIL CHOLIN ESTERASE (AChE)
Oleh : Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten
: Prathiwi Dhita Ayuningtyas : B1J008134 :1 :B : Mukhlish Hartoyo
LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2011
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Kemudahan dalam penggunaannya di lahan, juga menjadi alasan mendasar bagi para petani. Selain sebagai pengendali hama, juga digunakan sebagai alternatif pengendali vektor penyakit malaria (Widiarti et al ., 2003). Meluasnya penggunaan insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat, menjadi masalah yang serius terutama kaitanya dengan kesehatan manusia. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang dapat bersifat sistemik, mengingat yang menjadi sasaran kerusakan adalah enzim asetil cholin esterase. Gangguan akibat insektisida ini sering dialami oleh para petani, terutama yang dalam penyemprotan insektisida tidak menggunakan masker atau penutup hidung. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan selain petani juga dapat mengalami gangguan kesehatan yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat keracunan yang tinggi (Sudako et al ., 2007). Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat keracunan insektisida dapat dideteksi lebih awal, untuk menghindari keracunan lebih lanjut. Salah satunya adalah melalui pemeriksaan enzim asetil cholin esterase (AChE) (Sudarko et al ., 2007). Gejala keracunan insektisida ditunjukan dengan p enurunan jumlah enzim AChE.
B. Tujuan Tujuan
praktikum pemeriksaan AChE adalah:
1.
Mengetahui ada tidaknya pencemaran akibat pestisida dari pemeriksaan AChE
2.
Mengukur enzim AChE dengan spektrofotometer C. Manfaat
Manfaat praktikum pemeriksan AChE adalah memberikan informasi mengenai ada tidaknya pencemaran akibat pestisida pada darah praktikan melalui pemeriksaan AChE dan keterampilan menggunakan spektrofotometri.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian. Setiap tahun, sekitar satu juta orang keracunan pestisida dan yang meninggal sekitar 20.000 orang (Oka, 1995). Keracunan pestisida pada manusia mencapai tiga juta kasus per tahun. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta lemahnya perundang-undangan pestisida (Darmono, 2002). Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan memiliki kemampuan untuk menggantikan or ganoklorin seperti DDT, aldrin dan lindane. Insektisida ini memiliki persistensi lingkungan yang rendah dibanding organoklorin, tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al ., 2007). Penggunaan insektisida secara teus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan penurunan kerentanan serangga sasaran. Dua mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan karbamat yaiti peningkatan aktivitas enzim esterase dan insensitivitas asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase merupakan tempat sasaran golongan
insektisida
organofosfat
dan
karbamat,
sehingga
perubahan
astilkolinesterase (insensitivitas AChE) menimbulkan resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida tersebut, yaitu organofosfat dan karbamat (Widiarti et al ., 2003). Insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan piretroid sintetis berpengaruh negatif terhadap musuh alami wereng dan penggerek batang, yaitu laba-laba Insektisida
golongan
karbamat,
organofosfat,
dan
sintetik
piretroid
dapat
menurunkan populasi serangga penyerbuk ( E laeidobius kamerunicus ) pada tanaman kelapa sawit, berkisar antara 80-90% (Pardede et al . 1996).
III.
ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA
A. Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan AChE meliputi tabung reaksi 5 mL, mikropipet 100 µL, spektrofotometer, spuit, tourniquet , sentrifuge dan kuvet. B. Bahan
Bahan yang digunakan dala m praktikum AChE meliputi darah 3 cc, serum darah 300 µL, 3 cc reagen, kolinesterase dan akuades. C. Cara Kerja
Cara kerja praktikum pemeriksaan AChE meliputi: 1.
Darah probandus diambil sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit, darah dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
2.
Serum darah diambil menggunakan mikropipet sebanyak 300 µL dan di masukan ke dalam 3 cc reagen kolinesterase, kemudian dipindahkan ke dalam kuvet.
3.
Absorbansi serum dibaca menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 490 nm pada detik 0, 20, 40 dan 60.
Perhitungan: Aktivitas AChE = (A2-A1) X 68.500 unit/L Nilai normal untuk laki-laki = 3.500-12.000 unit/L Nila normal untuk perempuan = 2.500-11.000 unit/L
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tabel 1. Hasil Pengukuran Enzim AChE No Kelompok Jenis Kelamin
1. 2. 3. 4.
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
(Perempuan) (Laki-laki) (Laki-laki) (Laki-laki)
Nilai AChE
2740 unit/L 0 unit/L 2760 unit/L 41.100 unit/L
Perhitungan Kelompok I Absorbansi detik ke-0 = 0,27 Absorbansi detik ke-20 = 0,26 Absorbansi detik ke-40 = 0,27 Absorbansi detik ke-60 = 0,25 A1 = Absorbansi detik ke-20 ± Absorbansi ke-0 = 0,26 - 0,27 = 0,01 A2 = Absorbansi detik ke-60 ± Absorbansi detik ke 40 = 0,25 ± 0.27 = 0.02 Aktivitas AChE = (A1-A2) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran) = (0,02-0,01) X 68.500 X 4 = 2.740 unit/L B. Pembahasan
Berdasrkan hasil praktikum yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah enzim AChE untuk kelompok I dan IV tidak ada yang dibawah normal. Hal ini terlihat dari jumlah AChE dengan sampel darah dari jenis kelamin perempuan untuk kelompok I tidak dibawah 2.500 unit/L dan kelompok IV untuk sampel darah dari jenis kelamin
laki-laki tidak dibawah 3.500 unit/L. Hal ini sebaliknya untuk kelompok II dan III jumlah enzim AChE dari sampel darah jenis kelamin laki-laki justru didapatkan hasil yang dibawah nilai normalnya yaitu sebesar 0 unit/L untuk kelompok II dan 2.760 unit/L untuk kelompok III. Penurunan jumlah enzim AChE ini menujukan adanya gejala pencemran ata u keracunan akibat pestisida. Insektisida bersifat racun bagi tubuh karena merupakan inhibitor AChE. Ada dua macam model inhibisi organofosfat, yaitu fosforilasi irreversibel pada sisi aktif dan interaksi reversibel pada sisi perifer. AB + AChE p AChE - A + B p AChE + A qo
AB + AB -- AChE p AB -- AChE ± A + B p AB -- AChE Pengikatan organofosfat pada asetilkolinesterase berkorelasi positif dengan organofosfat. Pada konsentrasi rendah, organofosfat menyerang sisi perifer. Apabila sisi perifer telah jenuh, maka organofosfat akan menyerang sisi aktif serin (Sudako et al ., 2007).
Mekanisme masuknya pestisida organofosfat ke dalam tubuh antara lain melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, dan pernafasan. Pestisida organofosfat berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya syaraf yaitu kolinesterase. Kolinesterase adalah enzim darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat, tingkat aktivitas kolinesterase akan turun. Ada dua tipe kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah merah dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat, enzim tidak dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke otot-otot tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1991). Pestisida golongan karbamat merupakan
racun kontak, racun perut dan racun pernafasan. Bekerja seperti golongan organofosfat yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan golongan organofosfat, tapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan menghebat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernafasan (Sartono, 2001). Enzim AChE merupakan enzim yang mendegradasi asetil cholin menjadi cholin dan asetat. Asetil cholin merupakan neurotransmitter pada sistem syaraf pusat yang berfungsi dalam transmisi sinaps. AChE memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, dimana satu molekul AChE mampu mendegradasi 25.000 molekul asetil cholin tiap detik. AChE dapat ditemukan pada membran sel darah merah dengan membentuk konstitusi bersama antigen (Buncharoen, W. et al ., 2010). Menurut Achmadi (1991), mengatakan bahwa berdasarkan berbagai penelitian yang pernah dijalankan, kepekaan manusia terhadap zat beracun dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1.
Keadaan Gizi
Orang yang status gizinya jelek a kan mengakibatkan malnutrisi dan anemia, keadaan ini dapat mengakibatkan turunnya kadar kolinesterase. 2.
Keadaan kesehatan atau penyakit yang diderita
Menurut Davidson dan Henry, penyakit dapat menurunkan aktivitas kolinesterase dalam serum ialah hepatitis, abcess, metastatic carcinoma pada hati, dan dermatomyosis.
3.
Pengobatan
Di-isopropytefluorophospate yang digunakan sebagai pengobatan myastenia graves, paralytic ileus, glaukoma, dan obat physostigmin, prostigmin merupakan penghambat antikolinesterase yang dapat menurunkan aktivitas kolinesterase. 4.
Umur
Aktivitas kolinesterase pada anak-anak dan orang dewasa atau umur di atas 20 tahun mempunyai perbedaan, baik dalam keadaan tidak bekerja dengan pestisida organofosfat maupun selama bekerja dengan organofosfat. Umur yang masih muda di bawah 18 tahun, merupakan kontra indikasi bagi tenaga kerja dengan organofosfat, karena akan dapat memperberat terjadinya keracunan atau menurunnya aktivitas kolinesterase. 5.
Jenis kelamin
Menurut diagnosa dari merck, jenis kelamin antara laki-laki dan wanita mempunyai angka normal aktivitas kolinesterase yang berbeda. Pekerja wanita yang berhubungan dengan pestisida organofosfat, lebih lagi dalam keadaan hamil akan mempengaruhi derajat penurunan aktivitas kolinesterase. Disini wanita lebih banyak menyimpan lemak dalam tubuhnya. 6.
Suhu
Suhu lingkungan yang tinggi akan mempermudah penyerapan pestisida ke dalam tubuh melalui kulit dan atau ingesti. 7.
Kebiasaan merokok
Adanya senyawa-senyawa tertentu diantaranya nikotin yang pengaruhnya mirip dengan pengaruh antikolinesterase terhadap serabut otot sehingga mampu menginaktifkan kolinesterase yang menyebabkan dalam keadaan sinaps, tidak akan menghidrolisis acetylcholinesterase yang dilepaskan pada lempeng akhiran. 8.
Kebiasaan memakai alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri yang dipakai pada waktu bekerja akan mempengaruhi tingkat pemajanan pestisida, karena dengan memakai alat pelindung diri akan terhindar atau terminimasi pestisida yang terabsorbsi (Achmadi, 1991). Bahaya pencemaran dan efek yang ditimbulkan dari keracunan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian.serta penanggulangannya Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta lemahnya perundang-undangan pestisida (Laba, 2010). Pestisida berpengaruh terhadap makhluk hidup karena akumulasi dan absorpsi pestisida melalui rantai makanan sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekologi (Tarumingkeng, 1977). Taktik
pengendalian OPT meliputi: (1) penggunaan varietas tahan atau toleran, (2)
mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat dengan berbagai kultur teknik, (3) memanfaatkan agens hayati yaitu predator, parasitoid, dan patogen serangga, (4) menerapkan pengendalian secara fisikmekanik, (5) menggunakan zat-zat kimia semio seperti hormon/feromon, pengendalian secara genetik dengan teknik jantan mandul dan (6) menggunakan pestisida bila diperlukan. PHT bukan tujuan, melainkan suatu pendekatan ilmiah untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian hama agar secara ekonomis tidak merugikan, mempertahankan kelestarian lingkungan, serta menguntungkan petani dan konsumen (Sastrosiswojo 1989, Oka 1992).
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Terdapat
2.
Kadar enzim AChE yaitu sebesar 0 unit/L, 2.740 unit/L, 2.760 unit/L, 41.100 unit/L.
tanda-tanda keracunan akibat pencemaran pestisida.
DAFTAR REFERENSI
Achmadi, U.F. 1991. Aspek Kesehatan Kerja Sektor Informal. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. DepKes RI, Jakarta. Buncharoen, W. et al. 2010. Acetylcholinesterase Inhibitory Effect of Pseuderanthemum palatiferum in Albino Rats Wararut Buncharoen, Supap Saenphet, Kanokporn Saenphet. Trends Research in Science and Technology. 2 (1): 13-18. Darmono, T.W. 2002. Menuju pertanian organik berbekalkan pengalaman implementasi pengendalian hama terpadu (PHT) pada perkebunan rakyat. Prosiding Seminar Nasional dan Pa meran Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 77-89. Laba. 2010. Analisis Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3(2): 120-137. Oka, I.N. 1992. Program nasional pelatihan dan pengembangan pengendalian hama terpadu sebagai salah satu usaha mengembangkan tenaga manusia dalam menuju pertanian tangguh. Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta. Oka, I. N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Salaramoli, J. Acetyl Cholinesterase Activity Decreases by Time after Death in Cow. Asian Journal of Animal and Veterinary Advances, 3 (6): 453-456. Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Widya Medika, Jakarta. Sastrosiswojo. 1989. Konsepsi pengendalian hama terpadu dan penerapannya di Indonesia. Latihan Metodologi Penelitian Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Hortikultura, Sukamandi, Lembang. Sudarko, D. Suwardiyanto dan A. A. I. Ratnadewi, 2007. Modifikasi Asetikoliesterase dengan Mutasi Kombinasi secara In Sillico untuk Biosensor Organofosfat. Jurnal Kimia Indonesia, 2(1): 25-30. Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Tarumingkeng.
1977. Dinamika pestisida dalam lingkungan. Dalam Aspek Pestisida qdi Indonesia. Edisi Khusus Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. No. 3: 52-58.