I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang
bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks)
tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak),
atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet.
Kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat
digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan
lain-lain.
Karet merupakan komoditi perkebunan primadona ekspor. Indonesia bersama
dua negara podusen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand dan Malaysia,
memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam dunia.
Khususnya Indonesia memberikan kontribusi sebesar 26% dari total produksi
karet alam dunia. Diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet alam dunia
akan terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,6 % per tahun
(Balitbangtan, 2005).
Prospek agribisnis karet diprediksi oleh para ahl/i akan semakin
menjanjikan di masa yang akan datang. Peningkatan harga karet alam di
pasaran dunia terjadi karena adanya defisit suplai karet alam dibanding
permintaan yang terus meningkat tajam disertai tingginya harga bahan baku
karet sintetis yang merupakan barang substitusi karet alam akibat tingginya
harga minyak mentah dunia (Anwar, 2006). Negara-negara seperti Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, dan China merupakan contoh konsumen besar karet
alam. Defisit suplai karet alam dunia salah satunya disebabkan oleh
rendahnya produktivitas tanaman karet. Usaha-usaha yang dapat ditempuh
untuk meningkatkan produktivitas tanaman di antanya adalah penggunaan bahan
tanam unggul dan penerapan sistem eksploitasi yang tepat. Selain kedua
faktor tersebut, faktor lain yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
produktivitas adalah pemeliharaan tanaman baik pada fase betum menghasilkan
(TBM) maupun fase menghasilkan (TM).
Produktivitas tanaman karet sangat ditentukan oleh kapasitas produksi
tanaman dan hamparan, sedangkan kapasitas produksi secara langsung
dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan tanaman. Oleh sebab itu, pemeliharaan
memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas tanaman. Seperti
halnya tanaman perkebunan pada umumnya, tanaman karet memerlukan tindakan
pemeliharaan secara agronomis untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Tanaman karet yang tidak dipelihara dengan baik akan
menghasilkan tanaman karet yang heterogen sehingga produktivitas areal
menjadi rendah. Di samping itu, tanaman juga mengalami hambatan pertumbuhan
dan perkembangan sehingga matang sadap dicapai dalam waktu yang lebih lama.
Pemeliharaan tanaman yang baik hendaknya dilakukan sejak pertama kali
tanaman dipindah ke lapangan.
B. Tujuan
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan acara Pemeliharaan bertujuan untuk
mengetahui pemeliharaan karet yang baik dan benar untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman karet.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Karet
Menurut Setyamidjaja (1999), karet dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiareae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasililensis
Tanaman karet berupa pohon, ketinggiannya dapat mencapai 30-40 meter.
Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghunjam tanah
hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh
10 meter (Syamsulbahri, 1996). Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas
dengan percabangan dibagian atas. Dibatang inilah terkandung getah yang
lebih terkenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin
berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3,5 – 30 cm. Helaian anak
daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong (Sianturi, 2001).
Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai
bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan
(Setyamidjaja, 1999). Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari
penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya
3-6 ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola (Setiawan dan Andoko,
2005). Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji
biasanya tinga, kadang enam. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya
cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola khas.
B. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
1) Iklim
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi
iklim sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian
200 m diatas permukaan laut, suhu optimal 28. Daerah yang cocok untuk
tanaman karet adalah pada zone antara 15 dan 15. Bila ditanam diluar
zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya
pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1999).
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan
hujan tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi.
Curah hujan rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman karet adalah
sekitar 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari
(Syamsulbahri, 1996).
2) Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas
lebih dari 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran
terhadap keasaman tanah, dapat tumbuh pada hingga 8,0 (Sianturi, 2001).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada
tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah
gambut. Tanah-tanah vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang
cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solom, kedalaman air
tanah, aerase, dan drainasenya (Setyamidjaja, 1999).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah
berpasir hingga laterit merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung,
tanah berilat serta tanah yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet
tidak memerlukan kesuburan tanah yang khusus ataupun topografi tertentu
(Syamsulbahri, 1996).
C. Pemeliharaan Tanaman Karet
1. Penyiangan
Penyiangan dalam budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet
dari gangguan gulam yang tumbuh di lahan. Karenaya, kegiatan pnyiangan
sebenarnay bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan gulma
sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman karet. Meskipun demikian,
umumnya penyiangan dilakukan 3 kali dalam setahun untuk menghemat tenaga
dan biaya (Setiawan dan Andoko, 2005).
Lakukan penyiangan untuk menghindari persaingan tanaman didalam
pengambilan unsur hara. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
yang telah mati sampai dengan tanaman telah berumur 2 tahun pada saat
musim penghujan. Tunas palsu harus dibuang selama 2 bulan pertama dengan
rotasi 2 minggu sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai tanaman
mencapai ketinggian 1,80 m. Setelah tanaman berumur 2-3 tahun, dengan
ketinggian 3,5 m dan bila belum bercabang, perlu diadakan perangsangan
dengan cara pengeratan batang,pembungkusan pucuk daun dan pemenggalan.
2. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Karet
1) Hama
Hama yang menyerang tanaman karet pada fase penanaman hingga
produksi diantaranya:
a. Rayap
Rayap yang menjadi hama tanaman karet, terutama spesies
Microtermes inspiratus dan Captotermes curvignathus.
b. Kutu
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman bagi tanaman karet
adalah Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer virgata,
Ferrisiana virgata dan Planococcus citri yang masing-masing memiliki
ciri yang berbeda.
c. Tungau
Tungau yang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase penanaman
hingga produksi ini adalah Hemitarsonemus dengan warna pucat hingga
hijau.
d. Babi hutan
Babi hutan (Sus verrucosus) adalah hama bagi hampir semua
tanaman perkebunan termasuk karet terutama yang ditanam dekat hutan.
e. Rusa dan kijang
Rusa dan kijang menjadi hama bagi tanaman dengan cara memakan
daun-daunya.
f. Tapir
Sama dengan kijang tapir ( Tapirus indicus ) menjadi hama bagi
tanaman karet juga dengan cara memakan daun tanaman muda.
g. Tupai
Tupai menjadi hama karena mengerat batang tanaman karet dengan
bentuk spiral.
h. Gajah
Gajah ( Elephas maximus ) hanya menjadi hama yang diudsahakan
di pulaau Sumatera, terutama jika areal tersebut berdekatan dengan
hutan yang merupakan habitat hewan ini. ( Setiawan dan Andoko, 2005
).
2) Penyakit
Penyakit adalah gangguan yang terus menerus pada tanaman yang
disebabakan oleh patogen, virus, bakteri dan jasad renix lain. Beberapa
jenis yang cukup merugikan antara lain:
a. Penyakit Embun Tepung
b. Penyakit Daun Colletotrichum
c. Penyakit Kanker garis
d. Penyakit Jamur Upas.
e. Penyakit Bidang Sadapan
f. Penyakit Cendawan Akar putih
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara rutin dengan
memperhatikan tingkat serangan yang terjadi. Untuk mengetahui akan
terjadinya serangan hama/penyakit sejak awal maka perlu dilakukan
pengontrolan tanaman secara rutin (early warning system). Pada cara ini
terdapat tim yang bertugas mengidentifikasi tingkat serangan dan tim
pengendalian serangan hama/penyakit. Pengendalian hama pada umumnya
dilakukan dengan cara menakut-nakuti, mencegah kehadiranya, menangkap
dan meracuni.
Pada tanaman menghasilkan lebih banyak mengalami serangan penyakit
dari pada hama. Penyakit gugur daun yang menyerang daun muda (setelah
gugur daun) sering dijumpai di lapangan jika kondisi iklim lembab. Pada
tanaman yang disadap cukup berat juga sering dijumpai penyakit
kekeringan alur sadap.
Penyakit tanaman karet tanaman menghasilkan yang umum ditemukan pada
perkebunan dan cara penegndalianya adalah :
a) Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus
(Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar
tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun
terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati.
Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal.
Pada perakaran tanaman sakit tampak benang benang jamur berwarna
putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang kadang membentuk badan
buah mirip topi berwarna jingga kekuning kuningan pada pangkal akar
tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga
tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada
tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak
akar tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran
tanaman sakit.
Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1 5
tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa
akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengobatan tanaman
sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan
keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila
pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan
pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis
fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
a. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
b. Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250
EC,
c. Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
d. Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+
b) Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap
sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering,
terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks
ethepon.
Adanya kekeringan alur sadap mula mula ditandai dengan tidak
mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu dian dalam beberapa
minggu saja kese luruhan alur sadap ini kering tidak me ngeluarkan
lateks. Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena
pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat
meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit
perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan
penyakit ini adalah terjadinya pecah pecah pada kulfit dan pembengkakan
atau tonjolan pada batang tanaman.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menghindari penyadapan
yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon
yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB
330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang
terus menerus pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon
yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka
penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau
1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk
mencegah agar pohon pohon lainnya tidak mengalami kering alur sadap.
Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3 4 mm dari kambium dengan
memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan
bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F 96 sekali satu
bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan
penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali
seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek. Penyadapan dapat
dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat
dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan
Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami
kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat
pemulihan kulit (Anwar, 2001).
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan
karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil
akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengendaliannya. Oleh karena itu langkah langkah pengendalian secara
terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut
perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di
perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai
kerugian ekonomis yang ditimbulkannya ( Anwar, 2001).
3) Gulma Tanaman Karet
Pada daerah barisan tanaman karet harus bebas dari gulma. Untuk itu
digunakan pengendalian gulma secara kimia/herbisida. Pengendalian gulma
dengan herbisida dilakukan 1 bulan sebelum pemberian pupuk agar pada
saat pemupukan tanaman dapat menyerap pupuk secara optimal. Walaupun
pada daerah gawangan terdapat gulma lunak tetapi tidak boleh tumbuh
gulma berkayu seperti Melastoma malabatrichum (http://binaukm.com,
2010).
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-
alang, Mekania, Eupatorium, dll. (Anwar, 2001).
a. Pemberantasan Gulma
Pengendalian gulma pada tanaman karet menghasilkan lebih diarahkan
pada daerah 1 meter sebelah kiri dan kanan barisan tanaman karet,
sedangkan gawangan karet tetap dapat ditumbuhi gulma lunak. sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik.
b. Kerugian Hama dan Penyakit serta Gulma
Masalah gulma di perkebunan karet dianggap serius karena bisa
mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Disamping itu, juga ada beberapa jenis
gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan sehingga tanaman
terhambat dan menjelang waktu penyadapan produksinya rendah. Gulma juga
dapat menjadi tanaman inang (host plant) dari hama dan penyakit tanaman.
Oleh karena itu, gulma harur diberantas. Pengendalian gulma harus
dilakukan sejak tanaman masih di pembibitan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga pertumbuhan tanaman agar tetap baik. Pengendalian gulma dapat
dilakukan dengan cangkul, kored, dengan tangan, atau dengan bahan kimia.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah penjelasan yang diberikan karyawan PT.
Perkebunan Nusantara IX Kebun Krumput (Persero) dan alatnya yaitu alat
tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Mengunjungi kebun krumput yang memiliki tinggi tempat 175-250,
topografi kemiringan 5' s.d 45', jenis tanah Latosol dan kesuburan
Sedang.
2. Mendengarkan staf dari krumput yang menerangkan tentang pemeliharaan
TBM dan TM tanaman karet di PT. Perkebunan Nusantara IX.
3. Hasil diskusi dan meteri dicatat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Pemeliharaan tanaman karet pada prakteknya dibagi dua bagian yaitu :
1. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM)
a. Pengendalian gulma
- Gulma berbahaya
- Gulma lunak
Cara pengendalian gulma dengan :
- Cara prevetif
- Cara mekanis
- Cara hayati
- Cara kimia
b. Merangsang percabangan
Tujuan dari perangsangan percabangan adalah:
- Untuk mendorong tanaman bercabang pada ketinggian yang dikehendaki
- Untuk memperoleh cabang yang sesuai diperlukan agar tanaman memiliki
mahkota yang baik (Rimbun) sehingga proses fotosintesis dapat
berlangsung optimal.
- Untuk menambah kesuburan pertumbuhan tanaman dan memperoleh pokok
yang rimbun.
c. Pemupukan
Pemupukan terhadap tanaman harus dilakukan secara seimbang dan
teratur, karena karet yang masih muda perlu berkembang menjadi
tanaman yang telah berproduksi, sedang tanaman yang telah berproduksi
untuk menjaga agar hasil produksi tetap optimal.
d. Penyulaman
Penyulaman adalah mengganti tanaman yang mati/pertumbuhan tidak
normal dengan bibit yang baru, penyulaman yang paling tepat adalah
saat masih ada hujan atau pada saat tanam tahun berikutnya. Bila umur
tanaman, mencapai 4-5 tahun, tidak perlu dilakukan penyulaman.
e. Pengukuran lilit batang
Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman, perlu dilakukan pengukuran
lilit batang sekali dalam setahun. Petumbuhan lilit batang tergantung
pada kesuburan tanah, pemeliharaan tanaman, jenis klon dan lain-lain.
2. Pemeliharaan tanaman menghasilkan
a. Penyiangan
Seperti halnya pada tanaman yang belum menghasilkan, cara
penyiangan pada tanaman menghasilkan dipakai cara konvensional dengan
dibabad, dicangkul, atau dikored dan memakai herbisida.
b. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman yang telah menghasilkan mempunyai dua
tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil dan mempertahankan serta
memperbaiki kesekatan dan kesuburan pertumbuha tanaman pokok.
c. Kerapatan tanaman dan penjarangan
Tanaman karet menghendaki kerapatan yang optimal agar diperoleh
pertumbuhan dan hasil baik. Sedangkan penjarangan mempertahankan
kondisi pertumbuhan dan produksi tanaman karena dengan pertumbuhan
karet yang semakin melebar baik didalam maupun diluar tanah,
menyebabkan terjadinya persaingan yang bertambah besar antar tanaman,
penjarangan tanaman karet harus dilakukan dengan acara selektif dan
teratur.
B. Pembahasan
Secara garis besar tindakan pemeliharaan terbagi dalam tiga kategori
yaitu pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama-penyakit. Selain
tindakan-tindakan tersebut, beberapa tindakan pemeliharaan yang spesifik
berdasarkan fase tumbuh tanaman merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk
menjamin pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal. Dalam makalah
ini disajikan tindakan-tindakan pemeliharaan tanaman karet secara
konprehensif yang terbagi dalam dua fase tanaman yaitu tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) yang disertai teknologi-
teknologi terkini mengenai pemeliharaan tanaman karet.
Pemeliharaan tanaman karet pada fase TBM dititikberatkan pada upaya
mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama lilit batang untuk
mempercepat teracapainya matang sadap serta menyeragamkan pertumbuhan
tanaman. Tindakan pemeliharaan pada fase ini memberi dampak secara terus-
menerus selama siklus ekonomi tanaman. Tindakan pemeliharaan fase TBM
meliputi: 1). Penyisipan/penyulaman, 2). Pemeliharaan tanaman penutup tanah
(LCC/Legume Cover Crops), 3). Penunasan (Pembuangan tunas palsu), 4).
Induksi Percabangan, 5). Pengendalian gulma, 6). Pemupukan, dan 7).
Pengendalian hama-penyakit. Pemeliharaan pada fase TM berkaitan dengan
kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Kegiatan pemeliharaan pada fase TM
di antaranya : 1). Manajemen Tajuk, 2). Pengendalian gulma, 3). Pemupukan,
dan 4). Pengendalian hama-penyakit.
A. Pemeliharaan TBM Karet
1. Penyisipan/ penyulaman
Penyisipan adalah tindakan penggantian tanaman karet yang mati
dengan bibit karet yang baru dengan tujuan untuk mempertahankan populasi
tanaman dan tingkat keseragaman. Pemeriksaan tanaman dilakukan selama
dua minggu sekali dalam kurun waktu tiga bulan. Tanaman yang mati
sesegera mungkin disulam dengan bahan tanam dari klon yang sama dan
relatif sama umurnya atau lebih tua dari tanaman yang disulam. Untuk
memperoleh bahan tanaman yang seumur, haruslah disediakan bahan tanam
dalam polibeg sebanyak maksimal 10% ketika menyiapkan bibitan. Selain
bibit dalam polibag, bahan tanam yang dapat digunakan untuk penyulaman
adalah stum mini, stum tinggi, dan core stump (CS).
Penggunaan bahan tanam tersebut disesuaikan berdasarkan umur tanaman
utama. Jika tidak tersedia tanaman dalam polibag, bahan tanaman
disediakan di pembibitan dan disulamkan sebagai stum mini. Stum mini
adalah bibit hasil okulasi yang tunas okulasinya ditumbuhkan di
pembibitan selama 6-8 dibongkar. Stum mini memilki persentase kematian
lebih rendah bila disbanding stum mata tidur. Stum mini hanya dapat
disulamkan pada tahun pertama. Jika penyulaman masih harus dilakukan
pada tahun kedua dan merupakan penyulaman terakhir, maka bahan
penyulaman menggunakan stum tinggi atau bibit core stump (CS) (Siagian,
2005).
2. Pemeliharaan tanaman penutup tanah (Legume Cover Crops (LCC))
Gambar 8. LCC
LCC memiliki banyak manfaat, beberapa manfaat langsung yang
ditimbulkan dari penggunaan LCC pada pertanaman karet di antaranya
(Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, 1986): a). Meningkatkan kesuburan
tanah, b). Melindungi tanah dari erosi, c). Memperbaiki sifat fisik
tanah, d). Memperpendek masa TBM, e). Meningkatkan produksi karet, f).
Mengurangi serangan Jamur Akar Putih (JAP), g). Mempertinggi homogenitas
tanaman, h). Mempercepat regenerasi kulit pulihan.
Beberapa jenis LCC yang dianjurkan sebagai tanaman penutup tanah ada
tanaman karet adalah sebagai berikut :
a) Centrosema pubescens Benth.
b) Calopogonium mucunoides Desv. (Roxb.)
c) Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth.
d) Pueraria javanica
e) Calopogonium cearuleum Hemsl.
f) Centrosema plumeri (Turp. Ex Pers.) Benth.
g) Psophocarpus palustris Desv.
h) Pueraria thunbergiana (S & Z.) Benth.
i) Mucuna cochinchinensis.
j) Mucuna bracteata.
Dari beberapa jenis LCC tersebut di atas, saat ini Mucuna bracteata
merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa
keunggulan yaitu : pertumbuhannya cepat, produksi biomassa tinggi, tahan
terhadap naungan, tahan terhadap kekeringan, menekan pertumbuhan gulma,
dan tidak disukai ternak. Pemeliharaan LCC sebaiknya dilakukan secara
berkala sejak LCC ditanam di lapangan. Pada tanaman karet, LCC umumnya
ditanam di antara barisan tanaman (gawangan). Tindakan pemeliharaan
meliputi : pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit,
dan pemurnian.
3. Penunasan/ pembuangan tunas palsu
Penunasan adalah membuang tunas palsu dan tunas cabang. Tunas palsu
adalah tunas yang tumbuh bukan dari mata okulasi. Tunas ini banyak
dijumpai pada stum mata tidur, sedangkan pada bibitan dalam polibeg
tunas palsu tersebut relatif kecil. Tunas palsu perlu dibuang supaya
tanaman dalam satu blok dapat tumbuh seragam. Tunas palsu dapat
menghambat tumbuhnya mata okulasi dan bahkan dapat menyebabkan mata
okulasi tidak dapat tumbuh sama sekali. Pemotongan tunas palsu harus
dilakukan sebelum tunas berkayu.
Pembuangan tunas cabang perlu dilakukan untuk mendapatkan bidang
sadap yang baik yaitu berbentuk bulat, lurus dan tegak dengan tinggi 2,5
- 3 meter. Tunas-tunas cabang yang tumbuh pada ketinggian 2,5 - 3 meter
diatas tanah dibiarkan untuk membentuk percabangan. Pembuangan tunas
harus dilakukan secepat mungkin jangan menunggu sampai berkayu selain
sulit dipotong, juga akan merusak bidang sadap kalau pemotongannya tidak
hati-hati. Penunasan dilakukan menggunakan pisau tajam dengan rotasi
hingga 12 kali per tahun. Pemotongan dilakukan sedekat mungkin dengan
batang.
4. Induksi percabangan
Pada tanaman karet muda sering dijumpai tanaman yang tumbuhnya
meninggi tanpa membentuk cabang. Tanaman dengan pertumbuhan seperti ini
pertumbuhan batangnya lambat sehingga terlambat mencapai matang sadap,
selain itu bagian ujungnya mudah dibengkokan oleh angin, akibatnya akan
tumbuh tunas cabang secara menyebelah, sehingga tajuk yang terbentuk
menjadi tidak simetris. Keadaan cabang seperti ini akan sangat berbahaya
karena cabang mudah patah bila diterpa angin kencang. Beberapa klon yang
pada awal pertumbuhannya cenderung meninggi dan lambat bercabang,
diantaranya adalah klon GT 1 dan RRIM 600. Induksi percabangan selain
untuk memodifikasi bentuk tajuk tanaman juga bertujuan untuk mempercepat
pertumbuhan lilit batang tanaman.
Ketinggian cabang yang dikehendaki umumnya 2.5-3 m dari pertautan
okulasi. Bagi klon-klon yang pertumbuhan cabangnya lambat dan baru
terbentuk di atas ketinggian tiga meter, perlu dilakukan perangsangan
untuk mempercepat pembentukan cabang agar tajuk tanaman lebih cepat
terbentuk. Terdapat beberapa metode induksi percabangan namun metode
yang sering dilakukan yaitu : (a). Clipping (b). Penyanggulan/folding,
(c) pemenggalan batang (topping).
a. Clipping
Sebagian helaian daun pada payung teratas yang cukup tua (berumur
1,5–2 tahun) dipotong hingga tangkai daun, sehingga hanya menyisakan 3-
4 helaian daun yang letaknya paling ujung saja. Dua-tiga minggu
kemudian tunas cabang akan tumbuh. Pelihara cabang yang bertingkat,
agar tanaman lebih kuat terhadap angin kencang dan serangan jamur
upas. Cara pengguguran daun ini kurang efisien, sebab cabang yang
terbentuk hanya sedikit sekali dan tingkat keberhasilannya hanya 55%
saja.
b. Penyanggulan/folding
Daun payung teratas yang sudah tua pada tanaman berumur 1,5 – 2
tahun diikat dengan tali atau karet menyerupai sanggul. Apabila tunas
cabang mulai tumbuh ikatan harus dilepas. Jika tidak dilepas akan
menyebabkan kematian pada daun payung teratas.
c. Pemenggalan batang/Topping
Pemenggalan batang dilakukan pada ketinggian 2,5–3 m sedikit di
atas kumpulan mata. Pemenggalan ini dilakukan pada waktu tanaman muda
berumur 2–3 tahun, dimana pada waktu tersebut tanaman sudah mencapai
tinggi kurang lebih 5 meter. Pemenggalannya dilakukan pada waktu awal
musim hujan. Tanaman-tanaman yang dapat dipenggal adalah tanaman
dimana pada tinggi kurang lebih tiga meter tersebut batangnya sudah
berwarna coklat. Alat-alat yang digunakan dalam pemenggalan adalah
gergaji kayu, dan sebaiknya digunakan gergaji tarik. Arah irisan
gergaji harus miring, tidak boleh mendatar. Luka tanaman karet
dipenggal pada tinggi yang diinginkan tersebut, 2–4 minggu kemudian
tunas-tunas mulai tumbuh, biasanya lebih dari 10 tunas. Untuk itu
perlu dilakukan penjarangan tunas.
Pembentukan cabang dengan cara pemenggalan batang dapat berhasil
dengan baik dan cukup efisien. Namun kelemahannya adalah mudah
terserang penyakit jamur upas dan tidak tahan terhadap angin, karena
cabang tertumpuk pada bekas penggalan. Untuk menekan kerusakan akibat
angin dan serangan jamur upas, sebaiknya cabang dijarangkan menjadi
tiga buah cabang saja agar tajuk yang terbentuk dapat tumbuh dan kuat
dan kokoh. Upaya lebih lanjut untuk mengurangi kerusakan akibat angin
dapat dilakukan pemenggalan kemabi pada saat tanaman sudah memasuki
fase menghasilkan (TM).
5. Pengendalian gulma pada TBM
Pengendalian gulma dimaksudkan untuk mengurangi persaingan tanaman
karet dengan gulma ataupun tanaman lain yang tumbuh di areal tanaman
karet. Persaingan terjadi antara tanaman karet dengan gulma dalam bentuk
penyerapan hara, penyerapan air, persaingan ruang tumbuh. Selain itu
jenis gulma tertentu seperti alang-alang mengeluarkan zat alelopati yang
dapat menghambat pertumbuhan tanaman karet.
Gulma yang sering tumbuh di areal pertanaman karet antara lain:
ilalang (Imperata cylindrica), Cyperus rotundus, Cyperus killingia,
Mikania micranta, Nephrolepis bisserata, Ageratum, dan Erchtites
valerianifolia. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan
kimia. Di samping itu, penanaman LCC juga berperan dalam pengendalian
gulma di perkebunan karet. Pengendalian gulma pada areal tanaman karet
yang berumur kurang dari satu tahun dilakukan secara manual dengan
menyiang rumput secara melingkar dengan radius 50 cm dengan peralatan
yang umumnya sederhana seperti cangkul, koret, garpu, dan sabit.
Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida adalah jenis
pengendalian yang sering digunakan pada tanaman yang sudah berumur lebih
dari satu tahun, penyiangan dapat dilakukan secara melingkar ataupun
mengikuti jalur penanaman karet dengan jarak 1,5 - 2,0 meter dari
barisan pohon. Rotasi penyiangan akan tergantung dari kecepatan
pertumbuhan gulma. Pada areal dengan laju pertumbuhan gulma yang tinggi,
rotasi penyiangan dilakukan 2 minggu sekali, tetapi pada lokasi
pertumbuhan gulma yang biasa, rotasi penyiangan dapat dilakukan 3-4
minggu sekali. Pada tanaman menghasilkan pengendalian gulma dilakukan
mengikuti jalur penanaman karet dengan jarak 2-3 meter dari barisan
tanaman. Penyemprotan dilakukan dengan knapsack hand sprayer.
6. Pemupukann tanaman TBM
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya tanaman sangat membutuhkan
unsur hara. Jumlah unsur hara yang berada di dalam tanah tidak dapat
mendukung pertumbuhan tanaman karet, oleh karena itu dibutuhkan tambahan
hara berupa pupuk. Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh secara
langsung kepada efektifitas dan efisiensi pemupukan yaitu : a). dosis
pupuk, b). jadwal pemupukan, dan c). cara pemupukan.
a) Dosis pupuk
Cara terbaik untuk menentukan kebutuhan hara pupuk tanaman karet
ialah melalui analisis tanah dan analisis tanaman (daun). Pelaksanaan
analisis tanah bertujuan untuk mengetahui kondisi karakteristik tanah,
hasil analisis tanah dapat diketahui status kesuburan tanah serta sifat-
sifat tanah yang mempengaruhi efektifitas pemupukan seperti reaksi tanah
(pH) dan kapasitas pertukaran kation (CEC).
b) Saat/waktu pemupukan
Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan
saat pemupukan antara lain : saat paling dibutuhkan oleh tanaman, daya
larut hara pupuk di dalam tanah, dan keadaan cuaca/curah hujan. Saat
pemberian pupuk yang paling tepat pada tanaman karet ialah pada saat
tanaman sedang membentuk tunas-tunas baru (flush), setelah tanaman
mengalami gugur daun alamiah.
Jenis pupuk yang tergolong sangat lambat larut seperti jenis pupuk P
(RP dan TSP), dapat diberikan sekali dalam setahun dan lebih awal yaitu
saat menjelang gugur daun atau segera setelah gugur daun berakhir,
sedangkan yang lebih mudah larut seperti jenis pupuk N (Urea dan AS), K
(MoP), dan Mg (Kies) menyusul kemudian.
c) Cara pemupukan
Bagian tanaman yang menyerap hara pupuk ialah akar tanaman terutama
akar hara. Atas dasar itu, letak tebar pupuk hendaknya diusahakan
bertumpang tindih dengan penyebaran akar hara terbanyak. Untuk
mengoptimalkan penyebaran hara pupuk, letak tebar pupuk hendaknya bebas
dari persaingan dengan gulma. Oleh sebab itu diperlukan pengendalian
gulma minimal dua minggu sebelum pemupukan.
7. Pengendalian hama-penyakit tanaman TBM
Pada pertanaman karet, serangan penyakit lebih intensif bila
dibandingkan dengan serangan hama. Penyakit yang menyerang tanaman
terbagi menjadi penyakit akar, penyakit daun dan penyakit batang/cabang.
a. Penyakit akar
Penyakit akar yang sering ditemui antara lain:
1) Penyakit jamur akar putih (Rigidoporus lignosus)
2) Penyakit jamur akar merah (Ganoderma prseudoferrum)
3) Penyakit jamur akar coklat (Phellinus noxious)
4) Ustulina zonata (Ustulina zonata)
Inspeksi serangan penyakit akar sebaiknya dilakukan berkala pada TBM
setiap bulan mulai 6 bulan setelah tanam. Penyakit akar yang sering
ditemui di lapangan adalah serangan jamur akar putih (JAP). Pengobatan
JAP dapat dilakukan dengan cara menggali tanah disekitar pohon yang
terdeteksi terserang penyakit akar putih. Tanah digali sampai leher akar
dan dilanjutkan bila akar lateral juga terserang. Penggalian tanah
menelusuri perakaran yang terserang jamur sampai batas akar yang tidak
terserang. Setelah tanah digali, akar kemudian dikerok dengan
menggunakan sebilah bambu tipis untuk menghilangkan jamur yang melekat.
Jika terdapat perakaran yang terinfeksi berat dan menunjukkan gejala
pembusukan, maka dilakukan pemahatan. Akar kemudian dibersihkan dengan
kain lap dan diolesi dengan fungisida Anvil 50 CP yang telah dicampur
dengan lateks.
b. Penyakit Daun
Penyakit daun yang sering menyerang pertanaman karet antara lain:
1) Colletrotichun gloeosporioides
2) Oidium heveae
3) Dreschlera heveae
4) Microcylus ulei
Colletrotichun gloeosporioides sangat merugikan bila menyerang TBM
atau TM yang masih muda yang dapat menyebabkan gugur daun berkelanjutan.
Penyakit tersebut berkembang pada kondisi cuaca yang lembab mencapai 90%
dengan curah hujan 10 cm/bulan dan suhu kira-kira 32 0C. Gejala
serangannya ditandai dengan adanya bintik 1-2 mm dan di bagian
pinggirnya berkerut membentuk lingkaran kuning.
Oidium heveae menyebabkan penyakit embun tepung yang sangat
berbahaya bila menyerang tanaman muda pada saat pembentukan daun
sehingga daun gugur kembali. Gejala serangannya berupa bintik-bintik
terpisah. Penyakit ini mudah menyerang pada kondisi cuaca yang lembab
dengan kelembaban mancapai 90% dan suhu udara kurang lebih 32OC.
B. Pemeliharaan Karet TM
1. Manajemen tajuk pada TM
Pada tanaman menghasilkan (TM), manajemen tajuk ditujukan untuk
mengurangi kerusakan akibat angin. Kerusakan akibat terjangan angin
merupakan masalah yang penting di perkebunan karet terutama di wilayah-
wilayah yang merupakan daerah jalur lintasan angin. Kerugian yang
ditimbulkan sangat besar, selain hilangnya produksi pada tiap pohon yang
tumbang/patah, penurunan populasi seringkali memaksa pekebun me-
replanting areal tanaman karetnya lebih awal dari yang telah
diproyeksikan sehingga keuntungan sangat kecil atau bahkan tidak dapat
menutupi biaya investasi awal. Tanaman karet, seperti halnya tanaman
keras atau berkayu lainnya memiliki kemampuan memperkecil permukaan
kontak dengan angin (steramlining) dan lengkung (bending) yang rendah
sehingga mudah patah bila diterjang angin yang kuat (Karyudi et al.,
2003).
Manajemen tajuk pada TM dapat ditempuh dengan cara pemenggalan
(topping). Topping dapat dilakukan pada 2 tahun setelah sadap (TM 2)
kurang lebih 7 m di atas permukaan tanah. Topping dilakukan pada saat
produksi turun dan tidak diperbolehkan dilakukan pada saat produksi
puncak. Manfaat topping terlihat dari percabangan yang relatif seragam
dan kerapatan populasi yang terus dapat dipertahankan sampai tanaman
tua.
2. Pengendalian gulma pada TM
Pada tanaman yang telah menghasilkan pengendalian dilakukan secara
stripan dengan lebar stripan 1,5 m setiap sisinya. Alat yang digunakan
dapat berupa knapsack hand sprayer atau dengan alat micron herbi.
Herbisida yang digunakan adalah Glyphosate dan 2,4 D Amine dengan
konsentrasi 0,4 %. Gulma Mikania micrantha dikendalikan dengan
penyemprotan 2,4 D Amine 0,4 % dengan dosis 300 liter/Ha. Gulma Mikania
dikendalikan sampai dengan umur tanaman 10 tahun. Alang-alang (Imperata
cylindrica) adalah gulma yang sangat merugikan bagi pertanaman karet.
Bila alang-alang tumbuh dalam kelompok-kelompok kecil, maka dikendalikan
dengan wiping. Wiping dilakukan dengan mengoleskan herbsida Glyphosate
ke bagian tajuk alang-alang. Bila alang-alang tumbuh dalam bentuk
hamparan, maka dikendalikan dengan penyemprotan menggunakan Glyphosate
1% dengan dosis 600 liter/ Ha. Gulma alang-alang dikendalikan sampai
dengan 6 tahun sebelum replanting. Gulma pakis dikendalikan dengan
penyemprotan Glyphosate dan 2,4 D Amine 0,8% dengan dosis 300 liter/Ha.
Dalam penerapan herbisida untuk mengendalikan gulma perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a) Cuaca (diperlukan 6 jam kering setelah penyemprotan)
b) Stadia gulma (gulma masih muda/hijau dan belum berbiji)
c) Pengendalian gulma harus selesai sebelum periode pemupukan
d) Pemilihan herbisida dan alat harus tepat
3. Pemupukan pada TM
Pemupukan pada tanaman TM ditujukan untuk mengganti hara tanah yang
diangkut keluar seiring dengan eksploitasi tanaman. Efektifitas dan
efisiensi pemupukan tidak dapat terlepas dari mekanisme roduksi tanaman.
Hal ini digambarkan sebagai fungsi dari empat faktor yaitu : pertumbuhan
tanaman, karakteristik tanah, kondisi iklim, dan manajemen perusahaan.
Dari keempat faktor tersebut, ada faktor yang dapat dikuasai seperti
pertumbuhan tanaman, karakteristik tanah, dan manajemen, sedangkan
faktor iklim merupakan faktor tidak dapat dikuasai karena merupakan
gejala alam.
Program pemupukan perlu disesuaikan dengan keadaan iklim setempat,
terutama pada curah hujannya. Jika dosis pupuk lebih besar dari 300
g/p/th, pemberian pupuk agar dipecah menjadi dua kali masing-masing
setengah dosis setiap aplikasi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan
tanah memegang pupuk di wilayah I yang terlihat rendah. Kapasitas Tukar
Kation (KTK) tanah rendah yaitu 10 meq%. Dalam praktek ada kecenderungan
dosis 300 g/p diberikan hanya satu kali saja dengan alasan biaya untuk
tenaga penabur pupuk menjadi lebih besar. Penafsiran dosis 2x/th jika
dosis lebih besar daripadai 300 g/p, cenderung keliru ditafsirkan yaitu
berdasar jenis hara N, P, K, dan Mg pada hal yang dimaksud dengan
pemecahan 2x adalah berdasar berat kombinasi dosis N, P, K, dan Mg.
4. Pengendalian hama-penyakit pada TM
a. Hama bubuk pada tanaman karet
Penyebab utama terjadinya serangan hama bubuk diduga bermula dari
serangan patogen Fusarium pada batang tanaman karet. Fusarium
merupakan parasit lemah yang dapat menginfeksi tanaman melalui luka
dan kemudian patogen terbawa ke dalam jaringan tanaman. Umumnya
Fusarium dapat bertahan hidup di dalam tanah sampai beberapa tahun
dalam kondisi dorman dalam bentuk clamydospora dengan membentuk
dinding sel yang tebal. Fusarium merupakan parasit luka yang menyerang
dan masuk ke dalam jaringan tanaman jika ada luka di kulit tanaman.
Masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman diduga melalui luka
jika pada waktu terjadi luka terdapat inokulum patogen maka inokulum
patogen akan mudah masuk ke dalam jaringan tanaman dan menginfeksi
tanaman sehingga menyebabkan pelemahan dan pembusukkan jaringan kulit.
Kulit yang busuk tidak akan menghasilkan lateks.Tetapi pada panel
sehat pada pohon yang sama masih menghasilkan lateks. Selain itu juga
panel sadap yang terserang menjadi rentan terhadap serangan kumbang
bubuk. Akibatnya batang tanaman karet menjadi lapuk dan mudah patah.
Infeksi awal yang terjadi terlambat terdeteksi dan diidentifikasi
sehingga menyebar dan meluas. Penyebaran/penularan penyakit dari pohon
sakit ke pohon sehat lainnya dapat terjadi melalui pisau sadap.Untuk
mencegah meluasnya serangan penyakit Fusarium dan hama bubuk, maka
perlu diambil tindakan sebagai berikut:
1) Mencegah meluasnya dan terjadinya serangan penyakit pada batang
tanaman karet agar tidak terjadi serangan hama bubuk.
2) Pengendalian penyakit batang Fusarium dapat dilakukan dengan cara
pelumasan fungisida berbahan aktif benomyl (Benlate), carbendazim
(Derosal 60 WP), dan tridemorf (Calixin RM) dengan konsentrasi 0,2-
0,5%.
3) Tanaman yang mendapat serangan hama bubuk sebaiknya penyadapan
diteruskan pada bidang yang sehat dengan interval sadap yang
diturunkan. Hal ini bertujuan untuk mencegah/mengisolasi meluasnya
serangan pada kulit yang masih sehat, dengan catatan pisau sadap
sebelum digunakan terlebih dahulu didisinfektan dengan alkohol 70%,
formalin 1%, atau chlorox. Untuk mengendalikan hama bubuk dilakukan
aplikasi insektisida berbahan aktif carbaryl (Sevin 80 S, Sevin 50
WP), deltametrin (Decis 25 F), atau lamda sihalotrin (Matador 25 EC)
dengan konsentrasi 0,5-1%.
4) Cara pengobatan
Bagian kulit yang mengering/mati dikerok hingga ke bagian
jaringan kulit yang sehat. Setelah dikerok, segera lumas dengan
larutan insektisida dan keesokkan harinya dilumas dengan larutan
fungsida. Aplikasi insektisida maupun fungisida dilakukan sebanyak 4-
5 kali, atau sampai tidak terjadi infeksi baru lagi. Interval
aplikasi 5-7 hari. Untuk mencegah meluasnya infeksi ke jaringan
kulit yang masih sehat, dapat dilakukan dengan membuat isolasi yakni
memotong jaringan kulit sehat ±5 cm dari batas kulit sakit dengan
kedalaman ±2 mm dari kambium.
b. Penyakit Kering Alur Sadap (KAS)
Kering Alur Sadap (KAS) merupakan salah satu faktor yang membatasi
produktifitas hampir di semua perkebunan karet. Serangan KAS tidak
hanya menurunkan produktifitas karena merusak kulit yang akan disadap,
tetapi KAS juga menjadi faktor penyebab kehilangan tegakan karena
tanaman menjadi rentan terhadap angin (Tistama et al., 2006).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi gangguan KAS tanaman karet.
Cara paling sederhana adalah bila gejala awal (KAS parsial) telah
terjadi yakni dengan test tusuk sesuai dengan arah penyebaran KAS.
Cara ini digunakan untuk pelaksanaan mengatasi KAS secara kuratif.
Deteksi gangguan KAS sebaiknya dilakukan secara rutin setiap tiga
bulan sekali. Semakin cepat terdeteksi adanya gangguan KAS akan
meminimalkan penyebaran KAS dan segera diambil tindakan pengobatan.
Deteksi dini dampak intensitas exploitasi terhadap tanaman karet
dapat dilakukan dengan analisis fisiologi berupa sukrosa, Pi (fosfat
anorganik) dan thiol. Status ketiga unsur tersebut dapat digunakan
untuk menilai kondisi keletihan fisiologis tanaman. Titik kritis
status ketiga unsur tersebut sangat tergantung pada klon, umur, dan
dinamika fisiologis tanaman atau variasi musiman. Secara umum dapat
digambarkan bahwa titik kritis untuk sukrosa < 4 mM, untuk FA > 25 mM
dan untuk tiol < 0.4 µM. Dalam penilaian ini biasanya masih
membutuhkan peubah-peubah yang lain (produksi g/p/s, kadar karet
kering dan sebagainya), namun cara ini dapat secara preventif
mengatasi terjadinya KAS.
Penanggulangan KAS yang hingga kini masih diterapkan di sebagian
besar perkebunan karet di Indonesia maupun negara produsen karet alam
lainnya (Malaysia, Thailand, India, Vietnam, China dan Ivory Coast),
hanyalah dengan mengistirahatkan atau tidak menyadap pohon terserang
KAS. Cara pengistirahatan ini terbukti tidak efektif, karena
berdasarkan pengamatan di kebun ternyata pohon yang telah
diistirahatkan selama 3 – 5 tahun tidak menjadi sembuh bahkan KAS
menjalar ke bidang sadap lain baik ke kulit perawan atau pada tahap
lanjut ke kulit pulihan.
Sebaiknya KAS ditanggulangi secara terpadu baik preventif maupun
kuratif. Secara preventif penanggulangan KAS memerlukan beberapa
pendekatan, antara lain melalui kultur teknis dan sistem eksploitasi
yang tepat. Pemulihan kas secara kuratif dapat dilakukan dengan
pembuangan/pengikisan/pengerokan kulit (bark scraping) hingga kedalam
3 mm dari kambium pada hari ke-1. Untuk mencegah serangan hama bubuk
dengan penyemprotan insektisida Decis Matador, Akodan atau Supracide
pada hari ke-1. Aplikasi atau pengolesan formula NoBB sekitar 50
ml/pohon pada hari ke-2, 30 dan 60. Penyadapan kulit sehat dapat
diteruskan setelah proses pengobatan selesai yakni mulai hari ke-90.
Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scraping
dilakukan dan ketebalan kulit mencapai > 7 mm. Fakta di lapangan
efektivitas penyembuhan dengan teknik ini mencapai 85 – 95%.
c. Penyakit Batang pada Tanaman Karet
Penyakit batang yang sering dijumpai antara lain : Black sripe,
Mouldy rot, Kanker batang, Nekrosis kulit. Klon-klon yang rentan
penyakit Black stripe di antaranya PR 107, RRIM 600, RRIM 605, RRIM
607, dan RRIM 623. Pengendalian serangan penyakit black stripe dengan
aplikasi 0,5 % Actidione atau 2 % Difolatan. Klon-klon yang rentan
serangan mouldy rot adalah RRIM 600, RRIM 501, RRIM 606, PR 107, dan
LCB 1320. Penanganan serangan mouldy rot adalah dengan aplikasi 0,2%
Benlate, 2 % Difolatan, atau larutan Izal 5%. Penyakit kanker batang
sering menyerang tanaman klon RRIM 605, pengendaliannya dengan
aplikasi 4% Difolatan. Nekrosis kulit sering ditemui pada klon GT 1,
PR 107, dan RRIM 625. Pengendalian penyakit nekrosis kulit dengan
pemberian 0,5% Antimucin 2 hari sekali 4-6 kali rotasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pemeliharaan memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas
tanaman.
2. Tindakan pemeliharaan fase TBM meliputi: Penyisipan/penyulaman,
pemeliharaan tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover Crops), penunasan
(pembuangan tunas palsu), induksi percabangan, pengendalian gulma,
pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit.
3. Pemeliharaan pada fase TM berkaitan dengan kualitas dan kuantitas
produksi tanaman. Kegiatan pemeliharaan pada fase TM di antaranya :
manajemen tajuk, pengendalian gulma, pemupukan, dan psengendalian hama-
penyakit.
B. SARAN
1. Perbaikan pemeliharaan pada tanaman belum menghasilkan harus lebih baik
lagi agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan bisa panen tepat
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2001. Teknologi Budidaya Karet. Pusat penelitian karet Mig
Crop, Medan.
Anwar, Chairil. 2006. Perkembangan pasar dan prospek agribisnis karet di
Indonesia . Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. Pusat
penelitian Karet.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengambangan Agribisnis Karet. Departemen Pertanian. 42 hal.
Karyudi, Indraty, Suharyanti dan Sudiharto. 2003. Teknologi budidaya karet
untuk daerah kering di kawasan timur Indonesia. Prosiding Konferensi
Karet Menujang Industri Lateks dan Kayu. Pusat Penelitian Karet. 11
Hal.
Setiawan, D. H. dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius, Yogyakarta. 150 hal
Siagian, N. 2006. Perbanyakan bahan tanam karet core stump dan potensinya
dalam mempersingkan masa TBM. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman
Karet. Pusat penelitian Karet.
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera
Utara Press, Medan.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tistama, R., Sumarmadji, Siswanto. 2006. Kejadian kering alur sadap (kas)
dan teknik pemulihannya pada tanaman karet. Prosiding Lokakarya
Budidaya Tanaman Karet. Pusat penelitian Karet.