17
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era modern seperti saat ini, manusia tidak dapat terpisahkan dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber untuk mempermudah pekerjaan mereka, seperti traktor (pembajak sawah) yang digunakan oleh petani untuk mempermudah pekerjaan mereka dalam membajak tanah yang menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya. Kegiatan tersebut, ternyata memberikan dampak yang besar bagi lingkungan, terutama terhadap perubahan iklim, pemanasan global dan emisi gas karbondioksida (CO2).
Dalam beberapa abad terakhir, suhu rata-rata bumi telah meningkat sebesar 0.74 ± 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi merupakan akibat dari meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (NO2), hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Sebagian besar emisi ini dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.
Sementara itu, banyak pihak yang belum mengetahui langkah-langkah antisipatif yang dapat dilakukan untuk menghadapi pemanasan global. Kekurangtahuan masyarakat tersebut tentunya menghambat progam-progam pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pemanasan global dimana seharusnya masyarakat ikut berperan aktif dalam menyukseskan progam tersebut.
Dari kedua permasalahan tentang pemanasan global dan kekurangtahuan masyarakat daloam menghadapi dampak dair pemanasan global, penulis membuat makalah tentang pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi permasalahan serius ini. Penulis juga memaparkan beberapa peranan dunia internasional dalam meminimalisir dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim, agar masyarakat dapat berperan aktif untuk melaksanakan progam-progam tersebut.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana pemanasan global dapat terjadi?
Apa saja dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global dan perubahan iklim?
Bagaimana peran dunia internasional dalam menghadapi dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim?
Apa saja langkah antisipatif yang dapat dilakukan dalam menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan makalah ini yaitu :
Mengetahui proses terjadinya pemanasan global.
Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global dan perubahan iklim.
Mengetahui peran dunia internasional dalam meminimalisir dampak pemanasan global dan perubahan iklim.
Mengetahui langkah-langkah antisipatif yang tepat dalam menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim.
Manfaat
Bagi Penulis
Makalah ini dapat menambah wawasan yang didapatkan penulis, khususnya tentang pemanasan global dan perubahan iklim.
Memberikan kesadaran bagi penulis akan pentingnya pembelajaran tentang pemansan global dan perubahan iklim di sekolah.
Bagi Masyarakat
Dapat menjadi sumber referensi untuk masyarakat yang isinya dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.
Menambah kesadaran masyarakat akan pentingya pelaksanaan progam-progam pemerintah dalam meminimalisir dampak pemanasan global.
Mendorong masyarakat agar lebih berperan aktif dalam meminimalisir dampak dari pemanasan global maupun perubahan iklim.
BAB II
PEMANASAN GLOBAL
Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungann dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.
Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbondioksida, metana dan nitrogen oksida yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia. Keadaan tersebut mengakibatkan temperatur global rata-rata setiap tahun dan lima tahunan tampak meningkat, seperti pada diagram berikut (Anonim, 2004).
Gambar 1: Temperatur rata-rata global setia tahun dan lima tahunan. Sumber: Jurnal Pemanasan Global: Dampak dan Upaya Meminimalisirnya oleh Ramli Utina
Penyebab Pemanasan Global
United Nations Framework Convention on Climate Change menyimpulkan bahwa perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.
Beberapa aktivitas yang ditengarai menghasilkan GRK (CO2, CH4 , dan N2O) adalah :
Aktivitas yang menghasilkan gas CO2 (karbon dioksida) seperti kegiatan penggunaan bahan bakar kayu (biomass), minyak bumi, gas alam dan batubara oleh industri, kendaraan bermotor, dan rumah tangga serta pembakaran hutan.
Kegiatan yang menghasilkan gas CH4 (Methane) seperti kegiatan proses produksi dan pengangkutan batubara, minyak bumi, dan gas alam; kegiatan industri yang menghasilkan bahan baku (ekstractive industri); kegiatan pembakaran biomas yang tidak sempurna; serta kegiatan penguraian oleh bakteri di tempat pembuangan akhir (TPA), ladang padi dan peternakan.
Kegiatan yang menghasilkan gas N2O (Nitrous Oksida) hasil dari pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan di dalam usaha penanaman padi, aktivitas industri dengan menggunakan limbah padat sebagai bahan bakar alternatif dan penggunaan bahan bakar minyak bumi.
Dari berbagai GRK di atas yang diperkirakan sebagai gas yang paling berperan di dalam proses terjadinya pemanasan global adalah CO2 dan kemudian disusul oleh CH4.
Gambar 2: Besarnya konsentrasi CO2 di atmosfer. Sumber: Upaya Dampak Penanggulangan Pemanasan Global oleh Nawa Suwedi.
Kenaikan suhu permukaan bumi akibat adanya peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer diperkirakan akan mempengaruhi pola radiasi matahari (khusunya gelombang panjang) yang masuk dan mencapai permukaan bumi. Radiasi matahari (khususnya gelombang panjang) tidak dapat langsung di lepaskan/ dipantulkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan dan dipantulkan kembali ke bumi oleh GRK. Atau dengan kata lain GRK yang berlebihan di atmosfer akan dapat menahan radiasi panas matahari untuk keluar dari atmosfer bumi. Kejadian tertahannya radiasi matahari ini akan meningkatkan suhu bumi, dan bila kejadian ini berlangsung cukup lama dan terjadi pada wilayah yang luas maka pemanasan bumi secara global akan terjadi.
Faktor lain penyebab terjadinya kenaikan suhu muka bumi adalah akibat adanya penipisan lapisan ozon di atmosfer, terutama di wilayah kutub. Lapisan ozon ini sangat bermanfaat bagi perlindungan terhadap radiasi langsung dari sinar matahari ke permukaan bumi yang merugikan keberlangsungan dan kehidupan makluk hidup di bumi. Keberadaan bahan perusak ozon yang merupakan sumber utama penyebab rusaknya lapisan ozon merupakan ancaman yang cukup serius bagi umat manusia dan makluk hidup yang ada di muka bumi.
Adapun kegiatan yang menghasilkan bahan perusak ozon (BPO) antara lain adalah kegiatan industri pendingin udara (kulkas dan AC), pesawat terbang, katalisator proses industri, bahan pencegah kebakaran dan fumigasi yang menggunakan CFC, Halon,Aerosol, Solvent, dan Metil Bromida.
Meningkatnya GRK dan BPO di atmosferbisa juga diakibatkan oleh menurunnyakemampuan alam di dalam menyerap karbon.Aktivitas penggundulan hutan serta polapenggunaan lahan yang tidak berwawasanlingkungan ditengarai akan mengurangikemampuan alamiah alam dalam menyerapkarbon yang ada di atmosfer.
Gejala Pemanasan Global
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca (wikipedia: 2011). Sehingga dengan adanya peningkatan intensitas efek rumah kaca disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gas rumah kaca ( GRK ) seperti uap air, karbondioksida, ozon,metana, CFC, dan lain sebagainya yang ada di udara.
Dalam rumah kaca (greenhouse) yang digunakan dalam budidaya terutama di negara yang mengalami musim salju, atau percobaan tanaman dalam bidang biologi dan pertanian, energi matahari (panas) yang masuk melalui atap kaca sebagian dipantulkan keluar atmosfer dan sebagian lainnya terperangkap di dalam greenhouse sehingga menaikkan suhu di dalamnya. Gambar berikut menunjukkan bagaimana terjadinya efek rumah kaca.
Gambar 3: Proses terjadinya efek rumah kaca. Sumber: http://campaign,pelangi.or.id diakses pada 20 Maret 2016
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpa efek rumah kaca planet bumi akan menjadi sangat dingin lebih kurang -18°C, sehingga sekuruh permukaan bumi akan tertutup lapiesan es. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15°C, bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C dengan efek rumah kaca. Akan tetapi jika gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, maka akan terjadi sebaliknya dan mengakibatkan pemanasan global.
Dampak Pemanasan Global
Hasil penelusuran terhadap database bencana alam intenasional (International Disaster Database) menunjukkan bahwa banyak bencana alam yang masuk ke dalam kategori bencana global ialah sebanyak 345 bencana (Boer dan Perdinan, 2008). Temuan ini sejalan dengan hasil kajian Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC, 2007) bahwa pemanasan global akan meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim. Beberapa perubahan ekstrim yang terjadi di lingkungan adalah sebagai berikut:
Perubahan Iklim
Para pakar lingkungan sependapat bahwa pemanasan global akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim sedunia. Karena kenaikan suhu udara di permukaan bumi, maka laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian jumlah awan dan hujan secara umum akan meningkat; dan menyebabkan distribusi curah hujan secara regional akan berubah. Di suatu daerah tertentu jumlah hujannya naik, akan tetapi di beberapa tempat lainnya akan mengalami penurunan.
Di Asia Tenggara, curah hujan akan bertambah; sedangkan di wilayah Indonesia bagi daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, penambahan curah hujan akan menimbulkan bahaya banjir dan meningkatnya erosi. Sedangkan kenaikan suhu udara karena pemanasan global akan mempersulit masalah kekurangan air (defisit air) di daerah tertentu.
Mencermati pernyataan Scneirder (1989), terhadap perubahan suhu udara, kecenderungan yang kini dirasakan telah menjadi kenyataan. Di beberapa kota di Indonesia, pada tahun 1970-an rata-rata suhu udara di Jakarta tercatat berkisar antara 24oC dan 26oC, dan kini telah berubah antara 28,12oC dan 30,26oC; di Bogor tercatat berkisar antara 24,09oC dan 25,11oC, kini telah berubah antara 25,14oC dan 27,31oC, sedangkan di kota Bandung tercatat berkisar antara 18,11oC dan 23,15oC, dan kini telah berubah antara 24,28oC dan 26,22oC. Perubahan suhu udara di beberapa kota juga berpengaruh terhadap kelembaban relatif, yang cenderung turun rata-rata dari ketiga kota 6,23% hingga 8,35%.
Perkiraan lainnya yang menyertai perubahan iklim di Asia Tenggara, menurut Scneirder (1989), naiknya frekuensi dan intensitas badai. Indonesia saat ini masih beruntung karena terletak di luar daerah badai topan.
Mencairnya Es di Kutub
Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata di Arktik telah berkurang sebesar 2.7% per dekade. Berkurangnya luas laut es di Artik tersebut telah mengkibatkan naiknya permukaan air laut.
Para pakar lingkungan memprediksi bahwa permukaan air laut akan naik setinggi satu meter sejak tahun 2045, dan akan terlihat efektif pada tahun 2060. Suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan
Kenaikan air laut diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
Adanya kenaikan suhu air laut, hingga menyebabkan pemuaian di atas permukaan; dan menyebabkan volumenya bertambah.
Melehnya es abadi di benua Antartika, dan pengunungan-pegunungan tinggi
Kenaikan air laut juga disebabkan turunnya permukaan tanah sebagai akibat dari proses geologi.
Sebagai akibat kenaikan permukaan air laut, menyebabkan:
Terendamnya daerah-daerah genangan (rawa), seperti di daerah pasang surut Pulau Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan dan Irian Jaya bagian Barat
Meningkat dan meluasnya intrusi air laut yang menyusur melalui badan-badan sungai pada saat musim kemarau.
BAB III
ALTERNATIF SOLUSI
Dengan mengetahui pentingnya pengurangan dampak pemanasan global, maka penulis membagi alternatif solusi tersebut ke dalam dua katergori, yaitu
Efisiensi Penggunaan Energi
Energi bersifat abstrak dan sukar dibuktikan, tetapi dapat dirasakan adanya. Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain, misalnya pada kompor di dapur, energi yang tersimpan dalam minyak tanah diubah menjadi api. Berdasarkan pengertian diatas, energi adalah kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan kerja pada sistem yang lain.
Berikut ini adalah beberapa cara sederhana dalam menghemat penggunaan energi:
Menghemat penggunaan air, listrik
Mematikan ac bila tidak diperlukan
Menggunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon.
Mencari energi aternatif Sebagian besar pembangit listrik menggunakan bahan bakar fosil: minyak bumi, batu bara, gas alam.
Inovasi Sumber Energi Alternatif
Sumber energi alternatif yang ramah lingkungan penting untuk dibuat. Dengan energi alternatif tersebut, otomatis pengunaan bahan bakar fosil dan emisi gas kabondioksida akan menurun. Beberapa sumber energi alternatif yang telah ditemukan hingga saat ini adalah sebagai berikut:
Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
Biodiesel dari minyak nabati baik CPO, CPKO/CNO ataupun minyak goreng baru/ bekas ini, didapat dengan proses transesterifikasi, yaitu mereaksikannya dengan alkohol (methanol atau ethanol) dengan katalis basa kuat.
Minyak Jarak Pengganti Solar.
Gambar 4: Tanaman Jarak (Jatropha Curcas L). Sumber: Jurnal Beberapa Energi Alternatif yang Terbaharukan dan Proses Pembuatannya oleh Melvin Emil Simanjuntak
Tanaman jarak (Jatropha Curcas L) sangat potensial dikembangkan untuk mendapatkan biodiesel, tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh subur pada daerah beriklim panas/tropis dan curah hujan 200~1500 mm/tahun. Biji jarak mengandung sekitar 35 – 45% berbagai trigliserida yang berasal dari asam asam lemak risinoleat, palmitat, stearat, dan kurkolat. Kandungan yang terbesar adalah asam risinoleat yang dapat mencapai 90% dari bermacam-macam trigliserida tadi dan merupakan bahan dasar dari minyak jarak. Wujud minyak jarak ini seperti minyak goreng, kental, licin dan baunya tidak mencolok.
Bioetanol
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu "bio" dan "etanol" yang berarti sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan pangan (Prihandana, 2007). Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH). Etanol merupakan senyawa alkohol maka etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih), berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah terbakar.Bioetanol atau etanol(C2H5OH) yang diperoleh dari bahan organik merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007a).
Biogas dari Kotoran Ternak
Biogas merupakan merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, karena diproses secara alami, gas ini merupakan campuran beberapa gas yang tergolong sebagai bahan bakar di mana gas yang dominan adalah CH4 dan yang lain yang jauh lebih kecil adalah CO2, NO2, SO2, dan lain-lain. Biogas ini memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu pada kisaran 4800~6700 kkal/m3, sedang gas metana murni nilai kalornya 8900 kkal/m3.
BAB IV
PERANAN DUNIA INTERNASIONAL
IPCC (International Panel and Climate Change)
Gambar 5: Photo of lead autors meeting of the IPCC, Changwon, Korea, July 2011, Benjamin Kriemann, IPCC. Sumber: www.dialyclimate.org/tdc-newsroom/2015/03/future-of-IPCC diakses pada 19 Maret 2016
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau "Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim" adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dan ahli dari berbagai disiplin ilmu dari seluruh dunia. IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh dua organisasi PBB, World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengevaluasi risiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia, dengan meneliti semua aspek berdasarkan pada literatur teknis/ilmiah yang telah dikaji dan dipublikasikan. Panel ini terbuka untuk semua anggota WMO dan UNEP. Terdapat 6 skenario yang dibuat IPCC untuk melakukan penanggulangan perubahan iklim yang tiap skenario berisikan tentang skenario untuk populasi, pertumbuhan ekonomi, dan persediaan energi.
IPCC bersekretariatan di Jenewa Swiss dan bertemu setiap satu tahun sekali dalam sidang pleno yang membahas tiga hal utama yaitu:
Informasi ilmiah tentang perubahan iklim
Dampak, adaptasi, dan kerentanan
Mitigasi perubahan iklim.
Laporan-laporan dari IPCC sering dikutip dalam setiap perdebatan yang berhubungan dengan perubahan iklim. Badan-badan nasional dan internasional yang terkait dengan perubahan iklim menganggap panel iklim PBB ini sebagai layak dipercaya.
Pada 1990, IPCC menerbitkan hasil penelitian yang pertama (First Assassment Report). Laporan tersebut menyebutkan bahwa perubahan iklim dipastikan merupakan sebuah ancaman bagi kehidupan manusia. IPCC menyerukan pentingnya sebuah kesepakatan global untuk menanggulangi masalah perubahan iklim, mengingat hal tersebut merupakan sebuah proses global yang berdampak pada seluruh dunia
Majelis umum PBB menanggapi seruan IPCC dengan secara resmi membentuk sebuah badan negoisasi antar pemerintah, yaitu Intergonvermental Negotiating Committee (INC) untuk merundingkan sebuah konvensi mengenai perubahan iklim. Laporan IPCC terakhir tahun 2007 secara garis besar terdiri dari:
Laporan Kelompok Kerja I dikeluarkan pada Februari 2007, menekankan bahwa manusia adalah penyebab utama peningkatan gas rumah kaca (GRK) di lapisan udara.
Laporan Kelompok Kerja II mengenai dampak dan adaptasi perubahan iklim dikeluarkan awal April 2007, membeberkan perkiraan ancaman bencana di banyak negara apabila tidak dilakukan upaya segera untuk mengurangi kegiatan yang dapat menyebabkan pemanasan global.
Laporan Kelompok Kerja II yang dikeluarkan Mei 2007 menganalisis proses pengurangan emisi karbon yang sudah dan harus dilakukan, dan strategi adptasi untuk bertahan hidup terhadap dampak perubahan iklim yang tidak bisa dihindari.
Pada 12 Oktober 2007, IPCC diumumkan sebagai pemenang anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel bersama dengan Al Gore "untuk usaha mereka dalam membangun dan menyebar luaskan pengetahuan mengenai perubahan iklim yang disebabkan manusia serta dalam merintis langkah-langkah yang diperlukan untuk melawan perubahan tersebut."
Protokol Kyoto
Gambar 6: Dec.11.1997: World signs onto Kyoto Protocol Sumber: www.wired.com/2009/12/1211kyoto-climate-accord/ diakses pada 20 Maret 2016
Kyoto Protocol atau Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuahpersetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global dan jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) yang dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB:
"Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca - karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida,HFC, dan PFC - yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia."
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992). Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang.
Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.
Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak perlu menanda tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi simbolis saja.
Menurut syarat-syarat persetujuan protokol ini mulai berlaku "pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16 Februari 2005.
Hingga 3 Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Juga ada dua negara yang telah menanda tangani namun belum meratifikasi protokol tersebut:
Amerika Serikat (tidak berminat untuk meratifikasi)
Kazakstan
Pada awalnya AS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang. Namun pada awal Desember 2007 Australia akhirnya ikut seta meratifikasi protokol tersebut setelah terjadi pergantian pimpinan di negera tersebut.
APPCDC (Asia-Pacific Partnership on Clean Development and Climate)
Gambar 7: Bendera negara anggota APCDC. Sumber: en.wikipedia.org diakses pada 20 Maret 2016
Asia Pasific on Clean Development and Climate, dikenal dengan APPCDC. Merupakan kerjasama internasional yang bersifat sukarela antara Australia, Kanada, India, Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat yang mengumumkan pembentukannya pada tanggal 28 Juli 2005. Menteri Luar Negeri, Lingkungan dan Energi dari negara-negara peserta sepakat untuk bekerjasama dalam pengembangan dan transfer teknologi yang memungkinkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersesuaian dengan UNFCC dan perangkat internasional lainnya seperti Protokol Kyoto.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata suhu di permukaan bumi yang dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi. Penyebab utama terjadinya pemanasan global adalah meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global menjadi permasalahan serius di berbagai segi kehidupan. Oleh karena itu, pemerintah dari berbagai negara telah menyelenggarakan berbagai konferensi yang mengkaji tentang pemanasan global yang terjadi. Dari konverensi tersebut, telah dihasilkan berbagai kebijakan-kebijaka yang mendorong masyarakat dunia untuk mencari alternatif solusi bagi permasalahan tersebut, seperti: efisiensi penggunaan energi dan penemuan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Saran
Bumi tidak membutuhkan manusia untuk merawatnya namun, manusialah yang membutuhkan bumi untuk kelangsungan hidupnya. Maka dari itu, lakukan langkah-langkah kecil yang kita mulai dari diri sendiri untuk menyelamatkan bumi dan menjadikannya tempat hidup yang lebih baik.