I
Page Page 1 of 83 83
DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI TANAMAN PANGAN BALAI BESAR PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN JATISARI, KARAWANG, JAWA BARAT 2004
I.
PENDAHULUAN Gangguan Gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama maupun penyakit relati
tinggi setiap tahun. Gangguan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal sehingg mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil, menurunkan mutu tergang tergangguny gunya a kontinui kontinuitas tas produks produksi, i, serta serta penurun penurunan an pendapa pendapatan tan petani. petani. Di masa depa diperkir diperkirakan akan ganggua gangguan n OPT akan akan semakin semakin kompleks kompleks,, yang antara antara lain akibat akibat perubaha perubaha fenomena iklim global yang berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat era kaitannya dengan dengan perkembangan perkembangan OPT. OPT. Disamping Disamping itu permasalahan permasalahan OPT akan akan terus muncu karena masalah-masalah lain seperti dampak dari pemilikan lahan yang sempit, penggara yang bukan pemilik, terbatasnya modal, tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampila petani, permasalahan irigasi, pasar dan harga produksi. Undang-undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. tahun tahun 1995 1995 tenta tentang ng Perli Perlind ndung ungan an Tana Tanaman man menga mengaman manatk atkan an bahwa bahwa penge pengend ndali alian an OP dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). bukan n berar berarti ti penge pengenda ndalia lian n “hama” “hama” ansig ansig (dalam (dalam arti arti kata kata yan yan Konsepsi PHT buka sebe sebena narn rnya ya), ), teta tetapi pi hama hama yang yang dima dimaks ksud ud yait yaitu u OPT OPT adal adalah ah suat suatu u cara cara pend pendek ekat ata a komprehe komprehensif nsif dalam dalam pengelolaa pengelolaan n ekosistem ekosistem terpadu terpadu yang mencakup pengelolaan pengelolaan OP pada inangnya (tanaman) (tanaman) secara terpadu di suatu ekosistem dalam ruang dan waktu, untu suatu proses produksi yang optimal, secara ekonomi lebih menguntungkan, secara ekologi aman, dan secara sosial budaya dapat diterima, yang tidak terpisahkan dari sistem dan usah agribisnis. Penerapan PHT secara operasional mencakup upaya secara preemtif dan dan responsif . Upaya preemtif adalah upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi dan pengalama status status OPT OPT waktu waktu sebe sebelum lumny nya. a. Upay Upaya a ini ini mencak mencakup up pene penentu ntuan an pola pola tanam, tanam, pene penentu ntua a varietas, penentuan waktu tanam, keserentakan tanam, pemupukan, pengairan, jarak tanam penyia penyiang ngan an,, pengg penggun unaan aan antago antagonis nis dan dan budida budidaya ya lainn lainnya ya untuk untuk mencip menciptak takan an budida budiday y tanaman tanaman sehat. sehat. Sedangk Sedangkan an upaya upaya responsi responsiff adalah adalah upaya upaya pengenda pengendalian lian yang didasark didasarka a pada pada info inform rmas asii stat status us OPT OPT dan dan fakt faktor or yang yang berp berpen enga garu ruh h pada pada musi musim m yang yang seda sedan n berlangsung, berlangsung, serta pertimbangan pertimbangan biaya manfaat dari tindakan yang yang perlu dilakukan. Upaya in
I
Page Page 2 of 83 83
antara lain seperti penggunaan musuh alami, pestisida nabati, pengendalian mekanis, atraktan dan pestisida kimia Untuk Untuk melaks melaksana anaka kan n tindak tindakan an opera operasio siona nall terse tersebu butt di atas atas diperl diperluk ukan an infor informas masii ekologis ekologis,, terutama terutama tentang tentang perkemb perkembang angan an populas populasi/se i/serang rangan an OPT dan musuh musuh alaminya alaminya,, perkembangan tanaman inang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan OPT (faktor (faktor iklim, iklim, irigasi, irigasi, kondisi kondisi lahan). lahan). Informas Informasii tersebu tersebutt artimya artimya merupak merupakan an pemahama pemahaman n terhadap agroekosistem agroekosistem yang akan dikelola dengan melakukan analisis terhadap data historis ekologis atau analisis Hasil analisis analisis ekosistem ekosistem tersebut tersebut dapat dapat disusun disusun dalam analisis ekosistem ekosistem . Hasil suatu model prediksi kejadian serangan OPT atau model peramalan OPT, yang selanjutnya hasil aplikasi model peramalan berupa informasi peramalan OPT pada suatu daerah atau lokasi lokasi dapat dapat dijad dijadika ikan n input input dalam dalam merenc merencana anakan kan agroe agroekos kosist istem em atau atau merenc merencan anaka akan n usahatan usahatani. i. Pada Pada lingkup lingkup kelompok kelompok tani, tani, perencan perencanaan aan kegiata kegiatan n tersebut tersebut dapat dapat dituang dituangkan kan melalui penyusunan RDK dan RDKK . Dala Dalam m ilmu ilmu mana manaje jeme men, n, pera perama mala lan n term termas asuk uk dala dalam m unsu unsurr pere perenc ncan anaa aan, n, dan dan perencanaan perencanaan merupakan bagian yang terpenting dalam manajemen. Karena itu peramalan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu tindakan. II. PENGER PENGERTIAN, TIAN, SASARAN SASARAN DAN TUJUAN PERAMALA PERAMALA N 1. Pengertian Pera Perama mala lan n
OPT OPT
adal adalah ah kegi kegiat atan an yang yang diar diarah ahka kan n
untu untuk k
mend mendet etek eksi si dan dan
mempredi memprediksi ksi populas populasi/se i/serang rangan an OPT serta serta kemungk kemungkinan inan penyeba penyebaran ran dan akibat akibat yang ditimbulkan ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT OPT merupakan bagian penting penting dalam program dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT (budidaya tanaman sehat). 2. Sasaran Sasa Sasara rann nnya ya adal adalah ah untu untuk k (1) (1) mend mendug uga a kemu kemung ngki kina nan n timb timbul ulny nya a OPT, OPT, (2) (2) mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasar berdasarkan kan hasil hasil pengama pengamatan tan terhada terhadap p kompone komponen-ko n-kompon mponen en yang yang berpeng berpengaruh aruh di lapang, dan (3) menduga kerugian atau kehilangan hasil akibat gangguan OPT. 3. Tujuan Membe Memberik rikan an inform informasi asi tenta tentang ng popu populas lasi, i, inten intensit sitas as seran seranga gan, n, luas luas seran seranga gan, n, penyebaran penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi tersebut tersebut sebagai dasar dasar untuk untuk menyusun menyusun perenca perencanaan naan,, saran saran tindak tindak pengelol pengelolaan aan atau penangg penanggulan ulangan gan
I
Page Page 3 of 83 83
OPT sesuai dengan prinsip, prinsip, strategi dan teknik PHT. Dengan demikian demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, menguntungkan dan aman terhadap lingkungan. III. METODE PERAMAL AN 1. Jenis Secara Secara umum peramalan peramalan terdiri terdiri atas dua jenis, jenis, yakni yakni peramala peramalan n kualitat kualitatif if dan kuant kuantita itatif tif..
Peram Peramala alan n kuali kualita tatif tif tidak tidak menun menuntut tut data data seper seperti ti yang yang diperl diperluk ukan an pada pada
peramala peramalan n kuantit kuantitatif atif.. Peramal Peramalan an kualitat kualitatif if digunak digunakan an apabila apabila informas informasii data kuantita kuantitatif tif sangat sedikit atau tidak tersedia. Peramalan kuantitatif kuantitatif terbagi dalam peramalan non formal dan formal. formal . Peramalan non formal yaitu mencakup intuisi, pengalaman pengalaman maupun “ professional professional judgement” judgement” yang didasarkan didasarkan atas pengalaman empiris dengan penggunaan prinsip-prinsip prinsip-prinsip ekstrapolasi dan penetapa penetapan n nilai nilai namun namun tidak tidak menggun menggunakan akan aturan aturan yang yang baku. baku. Sedangk Sedangkan an peramal peramalan an formal menggunakan ekstrapolasi secara sistematik, bersifat baku berdasarkan kaidah statisti statistik. k. Peramal Peramalan an kuantitat kuantitatif if dapat dapat diterapk diterapkan an apabila apabila terdapat terdapat tiga syarat syarat kondisi kondisi,, sebagai berikut: 1). Tersedia informasi tentang kejadian masa lalu (data historis), 2). Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dikuantitatif kan dalam bentuk data numerik. Apabila tersedia Info Inform rmas asii
kual kualit itat atif if
maka maka
haru harus s
dapa dapatt
dibu dibuat at
kuan kuanti tita tati tiff
deng dengan an
memb membua uatt
katagori/klasifikasi numerik dari informasi kualitatif tersebut, 3). Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa datang. Secara statistik metode yang disusun dalam peramalan kuantitatif bertumpu pada metod metode e kaus kausal al (seba (sebab-a b-akib kibat) at) dan metod metode e runtu runtun n wakt waktu. u. Seca Secara ra skema skematis tis jenis jenis peramalan dapat dilihat pada Gambar 1, sebagai berikut:
I
Page Page 4 of 83 83
Gambar 1. Skema jenis peramalan (Maman, A.D., 1986) 2.
Prinsip Model Model peramala peramalan n OPT yang dikemban dikembangkan gkan secara secara statisti statistik k tersebu tersebutt menganu menganu prinsip parsimony (hemat), hemat), yakni model tersebut harus manageable dan memiliki hi g yaitu u mode modell haru harus s sese sesedi diki kitt mung mungki kin n meli meliba batk tkan an para parame mete terr namu namun n dapa dapa quality, quality , yait menyatakan data secara akurat. Artinya model yang dikembangkan sesederhana mugki sehing sehingga ga dapat dapat diapl diaplika ikasik sikan an atau atau dilak dilaksa sanak nakan an denga dengan n perti pertimba mbang ngan an sumber sumberday day manusia, dana dan sarana yang tersedia.
3. Sistem peramalan Organ Organism isme e Pengg Penggan anggu ggu Tumbu Tumbuhan han adala adalah h organ organism isme e atau atau jasad jasad yang yang dapa dapa menyeran menyerang g tanaman tanaman tanpa tanpa halangan halangan batas batas unit-uni unit-unitt wilayah wilayah ataupun ataupun satuan-s satuan-satua atuan n wilayah administrasi, maka dalam pengembangan sistem peramalan seharusnya dilakuka oleh institusi institusi baik daerah daerah maupun pusat secara terpadu. terpadu. Institus Institusii yang yang terlibat terlibat dala sistem peramalan tercantum dalam skema Gambar 2.
I
Page 5 of 83
Gambar 2. Skema sistem peramalan OPT 4.
Ruang dan waktu
a. Ruang a.1. Peramalan tingkat petak Model peramalan yang dibangun dan diimplemantasikan di tingkat petani adalah peramalan pada areal yang sempit atau tingkat petak. Ekosistem di petak petani terdiri atas komponen-komponen yang relatif homogen baik komoditi, varietas, stadia dan keadaan lingkungan fisik, kecuali komponen populasi/serangan OPT dan musuh alaminya yang mengalami perkembangan atau perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan seharusnya menjadi tanggungjawab dan dilakukan oleh seorang petani, berdasarkan hasil pengamatan faktor kunci cukup satu strata variabel yaitu populasi/intensitas
I
Page 6 of 83
serangan hama/penyakit dengan musuh alaminya pada musim tanam yang sedang berlangsung, untuk meramal populasi/ serangan saat fase kritis. a.2. Peramalan tingk at hamparan Ruang hamparan adalah cukup luas, karena itu model peramalan tingkat hamparan dibangun dan diimplemetasikan pada areal yang cukup luas (hamparan pertanaman). Kondisi ekosistem hamparan relatife heterogen ditinjau dari komoditi, varietas, stadia, budidaya dan keadaan lingkungan. Oleh karena itu pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh kelompok tani berdasarkan hasil
pengamatan
dengan
faktor
kunci
dua
strata
variabel
yaitu
(1)
populasi/intensitas serangan hama/penyakit dengan musuh alaminya dan (2) komposisi komoditi, varietas, stadia dan keadaan lingkungan, pada musim tanam yang sedang berlangsung, serta mempertimbangkan keadaan variabel tersebut pada musim tanam sebelumnya. a.3. Peramalan tin gkat wilayah Ruang wilayah adalah diartikan meliputi batas-batas administrasi tertentu, dapat meliputi desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional, regional ataupun internasional. Model peramalan tingkat wilayah dibangun dan diimplementasikan pada tingkat wilayah yang mempunyai kondisi ekosistem yang sangat heterogen dengan tingkatan sesuai luasnya dan keadaan lingkungan wilayahnya. Disamping budidaya tanaman yang sangat heterogen juga adanya perbedaan ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Pelaksanaan peramalan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh petugas/institusi yang bekerjasama dengan petugas/institusi yang terkait sampai dengan petugas lapang dan kelompok tani. Peramalan wilayah tidak hanya berdasarkan dua strata variable pada musim tanam yang sedang berlangsung dan keadaan musim tanam sebelumnya (peramalan hamparan) tetapi seharusnya juga mempertimbangkan strata yang ketiga yaitu tingkat ekonomi, sosial dan budaya masyarakat petani.
b. Waktu Adanya perbedaan waktu pada saat pengambilan keputusan dengan kejadian suatu peristiwa (waktu sesungguhnya yang diramal) adalah merupakan jarak atau selang waktu (lag) peramalan. Ditinjau dari segi operasional peramalan OPT dalam rangka menyusun perencanaan dan strategi pengendalian untuk menciptakan kondisi agroekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT maka lag peramalan yang lebih panjang adalah merupakan yang terbaik. Namun secara statistik semakin jauh waktu meramal dengan
I
Page 7 of 83
kejadian suatu peristiwa maka kesalahan ramalan akan semakin tinggi. Penentuan lag peramalan sangat berhubungan dengan karakteristik masing-masing OPT dan ekosistem spesifik lokasi. Dari segi waktu maka peramalan dapat dilakukan untuk tahunan, musiman, bulanan, mingguan dan bahkan harian. 5.
Variabel peramalan Untuk penentuan variabel-variabel tersebut dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang terdiri atas kegiatan kajian lapang yang intensif dan ekstensif, pengumpulan data secara historis (runtun-waktu), laporan PHP, surveillance dan monitoring serta informasi lainnya. Selanjutnya dari kegiatan–kegiatan tersebut akan dapat dipelajari tentang karakteristik OPT yang menjadi variabel ( faktor kunci) peramalan seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam model peramalan OPT Variabel yang menjelaskan
Variabel yang dijelaskan
(independent)
(dependent)
Populasi OPT, populasi musuh alami, intensitas serangan OPT, komposisi varietas, komposisi vegetasi, komposisi stadia tanaman, luas tanam, luas serangan, tindakan pengendalian, cara budidaya tanaman, dan iklim 6.
Cara mendapatkan v ariabel
a.
Pengamatan keliling
Populasi OPT, intensitas serangan, luas serangan, dan kehilangan hasil
Pengamatan keliling atau patroli bertujuan untuk mendapatkan variabel yaitu mengetahui kepadatan populasi, tanaman terserang dan terancam, luas pengendalian, bencana alam, serta mendapatkan informasi tentang penggunaan dan peredaran pestisida. Variabel yang diamati dan digunakan dalam peramalan dianalisis untuk metode peramalan formal khususnya terhadap kemungkinan penyebaran serangan, antara lain:
• Hubungan antara pola tanam dengan kejadian serangan OPT, • Hubungan antara komposisi varietas dengan kejadian serangan OPT, •
Hubungan antara kebiasaan/perilaku petani (dalam budidaya tanaman, tindakan pengendalian, dll) dengan kejadian serangan OPT.
b.
Pengamatan tetap Pengamatan tetap dilakukan secara berkala pada petak contoh tetap atau peralatan tertentu (alat perangkap, penakar hujan, data SMPK).
I
Page 8 of 83
b.1. Pengamatan p etak tetap Pengamatan pada petak contoh tetap bertujuan untuk mengetahui perubahan kepadatan populasi OPT dan musuh alaminya serta intensitas serangan. Variabel yang diamati digunakan dalam model peramalan dengan analisis berdasarkan metode peramalan formal antara lain:
• Hubungan antara populasi musuh alami dengan populasi dan laju pertumbuhan OPT, • Hubungan antara populasi dengan intensitas serangan OPT, • Hubungan antara intensitas serangan OPT dengan kehilangan hasil, • Hubungan antara varietas dengan OPT yang ada, • Hubungan antara stadia tanaman dengan keberadaan OPT.
b.2. Pengamatan perangkap Kepadatan populasi OPT dan musuh alami yang efektif dan mempunyai perilaku tertarik cahaya atau jenis atraktan/feromon diamati pada satu atau lebih perangkap yang mewakili wilayah pengamatan. Data hasil tangkapan dianalisis berdasarkan metode peramalan formal, antara lain:
•
Hubungan antara kepadatan populasi yang terperangkap dengan populasi pada pertanaman,
• Hubungan antara kepadatan populasi yang terperangkap dengan serangan yang ditimbulkan.
b.3. Pengamatan fakto r ikl im Pengamatan faktor iklim meliputi unsur cuaca yaitu curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi, radiasi matahari, penguapan dan arah angin. Faktor iklim digunakan sebagai variabel dalam model peramalan berdasarkan analisis peramalan formal, antara lain:
c.
Hubungan antara faktor iklim dengan kejadian serangan OPT,
Hubungan antara penyimpangan iklim dengan kejadian serangan OPT,
Hubungan antara faktor iklim dengan pola tanam.
Surveillance Variabel (faktor kunci) yang tidak diamati melalui pengamatan tetap dan keliling, dapat diamati dengan melakukan surveillance. Misalnya pengamatan populasi larva penggerek batang padi putih pada tunggul padi, pemantauan populasi bakteriofag dll.
d.
Studi, kajian, dan penelitian Studi, kajian maupun penelitian adalah untuk mempelajari ekosistem suatu OPT
I
Page 9 of 83
sehingga diharapkan dapat mengetahui karakteristik serta stadia kritis tanaman maupun OPT sebagai faktor kunci peramalan. Studi, kajian dan penelitian dapat dilakukan dalam petak percobaan, maupun skala luas di daerah endemis serangan OPT seperti studi ekologi dan epidemiologi OPT, kajian reaksi varietas terhadap OPT (Rice Garden), uji biotipe wereng batang coklat, uji kemampuan memangsa dari musuh alami, kajian pengaruh jumlah dan efektivitas musuh alami, penelitian kemampuan vektor dalam penyebaran virus yang ditularkan.
7. An alisi s m od el per amal an Peramalan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari pengkajian masalah untuk pengambilan keputusan. Hal tersebut yang menuntun untuk mengetahui kapan suatu peristiwa akan terjadi sehingga tindakan yang tepat segera diambil untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi. Karena ramalan tidak sepenuhnya dapat menghilangkan resiko, maka faktor ketidakpastian harus diperhitungkan secara eksplisit dalam proses pengambilan keputusan. Hubungan antara keputusan, ramalan, dan galat (error) ramalan dapat dirusmuskan sebagai berikut:
Gambar 3. Persamaan pengambilan keputusan untuk peramalan Dalam merumuskan masalah peramalan kita perlu menentukan:
• Apa yang akan diramal (variabel yang dilibatkan), • Bentuk peramalan, • Bagaimana keakuratan yang diinginkan. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan peramalan adalah:
• Ketersediaan data, • Pola data, • Komputasi. Penentuan faktor-faktor dalam pengembangan model peramalan selalu berpegang pada prinsip hemat, yakni model harus dapat diaplikasikan dan mempunyai ketepatan cukup tinggi. Tahapan kegiatan dalam proses analisis pengembangan model peramalan
I
Page 10 of 83
sebagaimana tertera pada Lampiran 1.
a.
Model Peramalan a.1. Metode Kausal Metode ini menganggap bahwa variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan atau variabel yang diramal (Y) memiliki hubungan kausal (sebab-akibat) dengan satu atau beberapa variabel bebas atau variable yang menjelaskan (X). Analisis model peramalan dengan metode kausal adalah suatu proses yang bertujuan menyelidiki bentuk hubungan antara variabel-variabel bebas (independent = yang m enjelaskan = explanatory = preditor = regressor = stimulus = variabel kontrol), dan variabel tak bebas (dependent = yang dijelaskan = explaned = predictand = regressand = response). Menurut kaidah statistik proses analisis yang menyelidiki bentuk hubungan satu faktor dengan faktor lainnya dilakukan melalui pendekatan model regresi. Apabila variabel dependen/tak bebas (Y) hanya dipengaruhi satu variabel independen/bebas (X), maka hubungan tersebut dinamakan analisis regresi linier sederhana atau regresi dua variabel. Sedangkan apabila variabel independen (X) lebih dari satu, maka regresi tersebut dinamakan regresi berganda. Apabila regresi berganda yang mempergunakan variabel independen (X) dalam pangkat lebih dari satu atau dalam bentuk perkalian dua variabel X, maka model tersebut dinamakan model regresi polinomial. Selanjutnya bentuk hubungan itulah yang digunakan dalam model peramalan. Bentuk-bentuk umum model persamaan regresi sebagai berikut : a. Linear sederhana
:
Y
= b 0 + b1 X
b. Linear berganda
:
Y
= b 0 + b1 X1 + b2 X2 + …..+ bn Xn
c. Logaritmik/Semilog
:
Y
= b o + b1 log (X)
d. Doublelog
:
log (Y) = b o + b1 log (X)
e. Invers f. Kuadratik
: :
g. Kuadratik 2 variabel :
Y Y
= bo + (b1 / X) = b 0 + b1 X + b2 X2 = b 0 + b1X1+ b2X2+ b3X12 + b4 X22 + b5 X1X2
Y
h. Kubik
:
Y
= b0 + b1 X + b2 X2 + b3 X3
i. Campuran
:
Y
= b0 (b1)X
ln (Y) j. Power
:
Y ln (Y)
= ln (bo) + {ln (b 1) X} = b0 Xb1 = ln (bo) + b1 ln (X)
I
Page 11 of 83
k. Sigmoid
:
Y ln (Y)
l. Pertumbuhan
:
Y ln (Y)
m. Eksponensial
:
:
= bo + b1 / X = e (bo + b1 X) = bo + b1 X = b o (e b1 X)
Y ln (Y)
n. Logistik
= e (bo + b1 / X)
Y
= ln (bo) + b1 X = 1/ (1/u + b o (b1X)
ln (1/Y – 1/u) = ln (b o) + {ln (b1)} X Dalam pengembangan model peramalan OPT selalu melibatkan data historis ekologis yang sangat komplek yang saling berhubungan sebab-akibat antara satu atau beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menyelidiki bentuk hubungan langsung maupun tidak langsung perlu dilandasi oleh pengetahuan dalam bidang ekologi yang lebih mendekati suau proses analisis ekosistem. Dalam kaidah statistik proses penyelidikan hubungan tersebut digunakan Metode Analisis Path yang ditunjukan dengan skema sebab-akibat dan nilai koefisien korelasi antara masing-masing faktor yang diperoleh dari Anali sis Korelasi Silang , sebagaimana contoh pada Gambar 4. Bentuk-bentuk persamaan tersebut di atas dibedakan menurut transformasi terhadap variabel independen dan atau variabel dependen berdasarkan pola sebaran data yang dapat dilihat dan dipelajari dari diagram pencar. Namun secara umum berdasarkan kaidah statistik semua persamaan regresi diatas bertumpu pada bentuk persamaan regresi linear sederhana, regresi linear berganda dan regresi polinomial. Proses analisis untuk ketiga persamaan regresi secara umum diuraikan berikut ini.
I
Page 12 of 83
Gambar 4. Contoh Skema Analisis Path Hubungan Sebab-Akibat Pada Hama Penggerek
I
Page 13 of 83
Batang Padi. Regresi Sederhana Model Persamaan Regresi Sederhana : Y = bo + b1 X + e Y
=
Dependen variabel/Variabel yang dijelaskan
bo
=
Konstanta/Intersep b1
X1
= E
=
Slope/Koefisien kemiringan
Independen variabel/Variabel yang menjelaskan =
Galat ramalan
Perhitungan Model Regresi Sederhana Persamaan Regresi : y =
b 0 + b 1 x
b0 = adalah intersep atau konstanta, nilai terendah apabila nilai X = 0 b0 =
y - b1 x
n
x = Σ X1 / n x : adalah rerata dari nilai X
n
y = Σ Y1 / n y : adalah rerata dari nilai Y : b1 =
Slope/koefisien kemiringan atau penambahan/pengurangan dari setiap satuan nilai X.
I
Page 14 of 83
n n
n
n ∑ Xi Yi – (∑ Xi )( ∑ Yi ) i=1 i=1
i=1
= ------------------Perhitu ngan Korelasi d an Koefisien Determin asi Pada setiap kejadian, suatu hubungan dapat dinyatakan dengan perhitungan korelasi antara dua variabel. Koefisien korelasi ( r ) adalah suatu ukuran asosiasi (linear) relatif antara dua variabel. Koefisien korelasi dapat barvariasi dari -1 hingga 1. Jika 0 < r < 1 maka dua variabel dikatakan berkorelasi positif dan jika –1 < r < 0 dikatakan
berkorelasi negatif. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya hubungan dan nilai -1 atau 1 menunjukan adanya hubungan sempurna. Rumus matematis perhitungan korelasi dan koefisien determinasi adalah : Koefisien korelasi atau r = n
n
n
n ∑ Xi Yi – (∑ Xi) (∑ Yi ) i=1
i=1
i=1
r = -------------------------------------------------------------------------n
{ n ∑ Xi
n 2
n 2
– ( ∑ Xi ) }{ n ∑ Yi
n 2
– ( ∑ Yi )2 }
Koefisien Determinasi atau r 2 = JKR JK – JKS JKS r 2 = ---------- = ------------------- = 1 - --------JK JK JK
Perhitungan JK, JKS, JKR dapat dilihat pada uji signifikasi persamaan regresi di bawah. Koefisien determinasi adalah nilai hubungan relatif antara dua variabel yang langsung dapat diinterpretasikan pada tingkat persentase hubungan tersebut. Sebagai contoh r 2 = 0,75, maka dapat diinterpretasikan bahwa variabel bebas (X) mempunyai hubungan atau besarnya pengaruh terhadap perubahan variabel tak bebas (Y) adalah
I
Page 15 of 83
75%.
Signifikasi Persamaan Regresi Ada 2 (dua) uji signifikasi yang akan dikemukakan di bawah ini, yaitu : uji- F untuk signifikasi menyeluruh, dan uji-t untuk signifikasi koefisien korelasi ( r ) serta untuk mengetahui sebaran data yang dibenarkan pada interval konfidensi tertentu.
1)
Uji–F untuk Signi fikasi menyeluruh . Uji-F memberikan kesempatan kepada kita untuk menguji signifikasi model
regresi atau untuk menjawab pertanyaan secara statistik: Apakah ada hubungan yang signifikan antara X dan Y atau adanya suatu hubungan linear (Uji Linearitas). Uji– F dapat ditunjukan dengan Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. ANAVA Uji Signifikasi/Linearitas Model Regresi Sumber Variansi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rerata Kuadrat
Regresi
p-1
JKR
RKR
Sesatan
n-p
JKS
RKS
Total
n-1
JK
Jumlah Kuadrat (JK) = n
(Σ Yi )2 i=1
n
JK = Σ Yi 2 - ------------i=1 n Jumlah kuadrat regresi (JKR) = n
n
n
{ ∑ Xi Yi – (∑ Xi ∑ Yi ) / n }2 i=1
i=1
i=1
JKR = -------------------------------------------n
{ ∑ Xi i=1
n 2
– ( ∑ Xi )2 / n} i=1
Nilai
Nilai
F- hitung
F-tabel Lihat Tabel F .
RKR/RKS
I
Page 16 of 83
JKS
=
JK - JKR
RKR
=
JKR/ (p-1); p = banyaknya variabel = 2
RKS
=
JKS / (n-p); n = banyaknya obsevasi data
Apabila F – hitung lebih besar dari F – tabel maka H 0 di tolak atau terdapat suatu hubungan linear yang sangat signifikan (pada α = 0,01) atau signifikan ( pada α = 0,05) antara X dengan Y. Nilai F -tabel dapat dilihat pada tabel F (α , 1, n – 2) dengan Hipotesis H0 : β1 = 0 dan H1 : β1 ≠ 0.
2)
Uji –t untuk signifikasi r. Untuk mengetahui stabilitas dari nilai r dan membuktikan bahwa terdapatnya
suatu hubungan atau nilai pengaruh dari X ke Y, maka perlu dianalisis uji- t dengan rumus sebagai berikut:
(n–2) r t 0 = ----------------------( 1 – r 2 )
= r
(n–2) ---------------( 1 – r 2 )
Apabila t 0 ( t -hitung) lebih besar dari t -tabel pada t ( α, n-2) maka H0 ditolak atau nilai r signifikan pada tingkatan α tertentu yang berarti bahwa X mempunyai pengaruh untuk meramalkan Y.
3)
Interval Konfi densi . Untuk mengetahui interval kondifensi dari model persamaan regresi sederhana
yang telah kita dapatkan, maka dapat dianalisis interval konfidensi untuk garis regresi menggunakan metode Scheffe sabagai berikut: Untuk X = X h, batas-batas konfidensinya (lihat Gambar 5) dengan analisis sebagai berikut : Yh - S s (Yh)
S
=
≤
β0 + β1 Xh
{2 F (α,2,n-2)}
≤
Yh + S s (Yh)
I
Page 17 of 83
Yh = b0 + b1 Xh Dengan:
( Xh - X )2
1 S (Yh) =
{ RKS
( ------ + ---------------------) } n
n
__
∑ ( Xi - X )2 i=1
Yh + S s (Yh)
Y
-S s
X Gambar 5. Batas konfidensi untuk garis regresi.
Beberapa Perin gatan dalam Regresi Sederhana Apabila suatu model regresi dipilih untuk suatu aplikasi peramalan, maka biasanya model tersebut tidak begitu saja dianggap sesuai atau tepat. Oleh karena itu perlu diperiksa dulu ketepatan model untuk data. Metode Uji- F untuk signifikasi menyeluruh dan uji- t untuk signifikan r serta interval konfikasi diatas adalah sebagian cara untuk meguji ketepatan model. Sebagai bahan pertimbangan bagi para peramal ada beberapa peringatan yang perlu diperhatikan dalam analisis regresi sederhana sebagai berikut : 1)
Peringatan untuk analisi s koefisien kor elasi. Koefisien korelasi digunakan secara luas dalam analisis statistik dan merupakan
suatu statistik yang sangat berguna. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
I
Page 18 of 83
•
Korelasi adalah suatu ukuran sosial linear antara dua ukuran. Juga ukuran berhubungan dengan cara non-linear, koefisien korelasi tidak mampu lagi untuk menyatakan kekuatan hubungan antara dua ukuran tersebut.
•
Jika ukuran contoh kecil, berarti hanya terdapat sedikit pasangan data untuk menghitung korelasi yang berakibat nilai r contoh tidak stabil. Sebagai pesan bagi para peramal adalah bahwa jika korelasi didasarkan pada ukuran sampel yang kecil maka harus disadari bahwa korelasi mempunyai kesalahan standar yang besar (dalam hal ini berarti tidak stabil) dan hanya jika ukuran sampel mendekati n = 50 maka mereka menjadi stabil.
•
Nilai r dapat sangat dipengaruhi oleh satu nilai ekstrim/pencilan (data outlier). Untuk mempelajari ada tidaknya nilai ekstrim perlu terlebih dahulu dibuat plot data dengan diagram pencar.
2)
Penyimpangan Model Regresi Linear dengan Sesatan Normal Terdapat 6 (enam) tipe penyimpangan terhadap model regresi linear dengan
sesatan normal ( e) yang perlu diperhatikan oleh para peramal, yaitu:
•
Fungsi regresi non-linear.
•
Suku-suku sesatan tidak mempunyai variansi konstan.
•
Suku-suku sesatan tidak berdsitribusi normal.
•
Model sesuai, kecuali untuk satu atau beberapa observasi luar atau nilai ekstrim/pencilan (data outlier).
•
Suku-suku sesatan tidak indipenden.
•
Satu atau beberapa variabel independen tidak dimasukkan. Disamping secara grafis pengujian nilai residu ei dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Darbin-Watson (D-W test). Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya oto-korelasi antara suku sesatan dalam model regresi sehingga dapat ditentukan apakah parameter oto-korelasi ρ sama dengan nol, sehingga suku sesatan ε t adalah independen. Uji ini sangat penting khususnya apabila melakukan analisis regresi terhadap data runtun waktu. Statistik penguji D-W digunakan rumus :
I
Page 19 of 83
n ∑ ( et - e t-1 ) 2
i =2 D-W = -----------------------n
Nilai e diperoleh dari rumus : ei = Yi - Ŷi
Dengan Hipotesis : H 0 : ρ = 0
dan H1 : ρ ≠ 0 ; maka hasil D-W dapat
dibandingkan dengan nilai teoritik Tabel D-W pada derajat bebas (df); n-k-1 pada Tabel D-W tercantum nilai df terendah adalah 15, maka apabila banyaknya data (n) kurang dari 18 (n<18) untuk regresi linier sederhana maka digunakan df = 15. Interprestasi hasil perbandingan tersebut adalah sebagai berikut :
•
•
Untuk ρ > 0 (Untuk menentukan adanya oto-korelasi positif)
-
DW > dU, maka H0 diterima. Jadi ρ = 0 berarti tidak ada oto-korelasi positif
-
DW < dL, maka H0 ditolak. Jadi ρ ≠ 0 berarti ada oto-korelasi positif
-
dL < DW < dU , tidak dapat disimpulkan
Untuk ρ < 0 (Untuk menentukan adanya oto-korelasi negatif) H0 diterima. Jadi ρ = 0 berarti tidak ada oto-korelasi negatif
-
(4-DW)
≥ d maka U,
-
(4-DW)
≥
-
dL < (4-DW) < d U , tidak dapat disimpulkan
dL, maka H0 tolak. Jadi ρ ≠ 0 berarti ada oto-korelasi negatif
Nilai D-W berkisar antara > 0 sampai <4. Dengan cara sederhana dalam menginterpretasikan nilai D-W yang baik adalah apabila nilai D-W mendekati 2. Apabila model regresi linear tidak sesuai untuk data yang sedang dianalisa dengan mempertimbangan uji nilai sesatan (residu), maka untuk selanjutnya dapat dilakukan :
• Mencari model yang lebih sesuai (mungkin; regresi polinomial) atau
I
Page 20 of 83
•
Menggunakan tranformasi, terhadap data, sehingga model linear dapat digunakan untuk data yang telah ditranformasikan Beberapa fungsi non-linear yang dapat disajikan dalam linear dengan
transformasi data tercantum dalam Tabel 3 dan Gambar 6. Tabel 3. Transformasi fungsi non-linear Gambar a.
Fungsi non-linear yang dapat dilinearkan Y = ß0 ’ X ß 2 ß0’ = 10 ß0
b.
ß0’ Y = -------------X ß1 ß0’ = 10 ß0
c.
d.
Y = ß0’ e ß1 X ß0’ = e ß0 ß0’
Transformasi
Bentuk linear
Y’ = log Y X’ = log X
Y’ = ß0 + ß1 X’
Y’ = log Y X’ = log X
Y’ = ß0 - ß1 X’
Y’ = ln Y
Y’ = ln Y
Y’ = ln Y
Y’ = ß0 + ß1 X
Y = ß0 ± ß1 X’ Y’ = ß0 ± ß1 X’
Y = ---------------℮ ß1 x ß0’ = ℮ß0 e, f.
Y = ß0 ± ß1 log X
X’ = log X
g, h.
X Y = --------------ß0 X ± ß1
1 Y’ = ------------Y 1 X’ = ------------X
I
Page 21 of 83
Gambar 6. Grafik dari fungsi non-linear yang dapat dijadikan linear
a.2. Metod e Runtu n Waktu Metode peramalan ini didasarkan pada data masa lalu dengan menggunakan satu variabel. Tujuannya untuk menyelidiki pola dalam deret data historis (data masa lalu) dan mengekstrapolasikannya ke masa depan. Langkah penting dalam memilih metode peramalan dengan model runtun waktu adalah mengkaji pola data. Beberapa jenis pola data yang khas adalah pola stasioner (horizontal), pola musiman, pola siklik (periodik), dan pola kecenderungan (trend): Pola data histor is 1)
Pola stasioner (horizontal) Yakni bila data berfluktuasi sekitar mean yang konstan secara horizontal
(stasioner dalam mean) (Gambar 7.a). 2)
Pola musiman Data dipengaruhi oleh faktor musim ini dapat berupa waktu ½ tahun, ¼ tahun,
mingguan atau mungkin harian (Gambar 7.b). Contoh: Jumlah curah hujan di satu daerah, ditentukan oleh pergerakan matahari. Dengan demikian polanya dapat memiliki pola musiman dimana dalam setahun ada dua musim.
I
Page 22 of 83
3)
Pola data sikli k (periodik) Pola ini hampir sama dengan pola musiman, pada pola musiman panjang
interval dari suatu musim adalah konstan dan pergantian pola data berjalan secara berulang. Sedangkan pada pola siklik, pengulangan pada data tidak konstan baik dalam panjang intervalnya maupun dalam harganya/nilainya (Gambar 7.c). 4)
Pola Trend Variansi data dari suatu waktu ke waktu lainnya memiliki kecenderungan (trend)
naik atau turun dengan tidak mengikuti panjang interval waktu tertentu. Banyak data runtun waktu yang mencakup kombinasi dari pola-pola di atas. Metode peramalan yang dapat membedakan setiap pola harus dipakai bila diinginkan adanya pemisahan komponen pola tersebut (Gambar 7.d). Analisis peramalan dengan pemodelan runtun waktu didasarkan atas nilai ratarata, kondisinya adalah data harus stasioner, data berada dalam keseimbangan sekitar nilai konstan dan variannya tetap konstan pada waktu tertentu. Beberapa metode yang digunakan dalam analisis runtun waktu adalah sebagai berikut:
γ
a
b
c
Waktu
d
Waktu
Gambar 7. Bentuk-bentuk pola data historis : (a) pola data stasioner horizontal, (b) pola data musiman horizontal, (c) pola data siklis dan (d) pola data trend.
I
Page 23 of 83
Peramalan Naif Tujuan ditetapkannya peramalan naif adalah sebagai dasar perbandingan yang baik untuk tingkat ketepatan yang dibuat dengan menerapkan suatu metode peramalan tertentu. Metode peramalan yang paling sederhana adalah metode peramalan naif (Naif Forecasting = NF). Terdapat dua jenis peramalan naif yang ditetapkan yaitu Peramalan Naif -1 (NF-1) dan Peramalan Naif -2 (NF-2). 1)
Peramalan Naif-1 Peramalan Naif-1 (NF-1) yaitu peramalan yang menggunakan informasi terakhir
mengenai nilai aktual yang tersedia sebagai nilai ramalan. Jadi jika ramalan dipersiapkan untuk suatu horison waktu satu periode, maka nilai aktual terakhir dapat digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya. 2)
Peramalan Naif-2 Peramalan Naif-2 (NF-2) lebih unggul dari NF-1 dalam hal bahwa NF-2
memperhitungkan kemungkinan adanya unsur musiman dalam deret. Karena musiman sering menyebabkan persentase fluktuasi yang besar dalam suatu deret, metode ini sering kali dapat lebih baik daripada NF-1 dan sekalipun demikian masih merupakan pendekatan sangat sederhana yang mudah dimengerti. Prosedurnya adalah menghilangkan unsur musiman dari data semula agar diperoleh data yang disesuaikan dengan musim. Bila unsur musiman telah dihilangkan NF-2 dapat dibandingkan dengan NF-1 dalam hal bahwa NF-2 menggunakan nilai terakhir yang disesuaikan dengan musiman sebagi ramalan untuk nilai berikutnya yang disesuaikan dengan musim. Metode Perataan (Average) 1)
Rerata (Mean) Metode rerata sederhana dalah metode peramalan yang menggunakan rerata
dari semua data dalam kelompok inisialisasi sebagai ramalan untuk periode (T+1). T
X =
Σ Xi / T = F T+1 i=1
I
Page 24 of 83
X1, X2 … XT X T + 1 …. XN
adalah kelompok inisialisasi dan adalah kelompok pengujian
Kemudian bilamana data periode (T+1) tersedia, maka dimungkinkan untuk menhitung nilai galat ramalan. eT+1 = XT+1 - FT+1
Metode yang sangat sederhana ini cocok digunakan apabila proses yang mendasari nilai pengamatan X :
• •
Tidak menunjukkan adanya trend, dan Tidak menunjukkan adanya unsur musiman.
2)
Rerata Bergerak Tunggal (Single Moving Average) Salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah
sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai tengah. Metode ini disebut rerata bergerak ( moving average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rerata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang terbaru. Apabila kita akan membuat ramalan dengan rerata bergerak setiap T periode maka disebut rerata bergerak berorde T atau MA (T), maka penyelesaiannya dapat dilihat pada Tabel 4. Dibandingkan dengan rerata sederhana sederhana, rerata bergerak berorde T mempunyai karakteristik sebagai berikut:
• Hanya menyangkut T periode terakhir dari data yang diketahui. • Jumlah titik data dalam setiap rerata tidak berubah dengan berjalannya waktu. Tabel 4. Perhitungan Rerata Bergerak Tunggal Rerata bergerak T
_ X
X1 + X2 + … XT
=
---------------------------
Ramalan _ FT+1 =
T
T T+1
X
=
--------------------------T
T+2
_
X3 + X4 + … XT+2
X1 / T
i=1
X2 + X3 + … XT +1
_
∑
X =
_ FT+2 =
X =
T+1
∑ i=2
X1 / T
I
Page 25 of 83
X
=
_
--------------------------T
Dst.
FT+3 =
X =
T+2
∑
X1/T
i=3
Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
• Metode ini memerlukan penyimpanan data yang lebih banyak karena semua T observasi terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya, • Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibangdingkan rerata total. Karena seorang peramal harus memilih jumlah periode T dalam rerata bergerak, beberapa aspek dari pemilihan ini dapat dikemukakan:
• MA (1) – yaitu rerata bergerak dengan orde-1 data terakhir yang diketahui (X T) digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (F T+1 = XT). Metode ini dinamakan Ramalan Naif orde-1 (NF-1).
• MA (4) – untuk data kuartalan, rerata bergerak empat periode secara efektif mengeluarkan pengaruh musiman (terutama jika pengaruh musiman ini bersipat aditif), namun jika digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang tidak akan menyesuaikan unsur trend atau musiman itu sendiri.
• MA (12) – untuk data bulanan, metode ini menghilangkan pengaruh musiman dari deret data dan bermanfaat dalam mendekomposisi deret menjadi komponen trend atau musiman, tetapi metode ini tidak efektif jika digunakan sebagai alat peramalan untuk data yang menunjukkan kecenderungan atau musiman.
• MA (besar) – secara umum, makin besar orde dari rerata bergerak, maka pengaruh penghalusan data akan semakin besar. Jika digunakan untuk peramalan, MA (besar) tidak memperhatikan fluktuasi dalam deret data. 3)
Rerata Bergerak Ganda (Double Movin g Av erage) Rerata bergerak ganda ini merupakan rerata bergerak dari rerata bergerak, dan
menurut simbol dituliskan sebagai MA (M x N) dimana artinya adalah MA orde M-periode dari MA orde N-periode. Pada umumnya metode rerata bergerak ganda ini apabila digunakan untuk data yang berkecenderungan (trend) akan terjadi kesalahan yang sistematik, maka untuk mengurangi kesalahan tersebut dikembangkan metode rerata bergerak linear (linear moving average). Untuk mempermudah pengertian tentang rerata bergerak ganda dan rerata bergerak linear dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
I
Page 26 of 83
Prosedur peramalan rerata bergerak linear meliputi tiga aspek, yaitu:
• Penggunaan rerata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis S’ t), • Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rerata bergerak tunggal dan ganda pada waktu t (ditulis S’ t - S”t), dan • Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke periode t+m jika ingin meramalkan m periode kemuka). Prosedur rerata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut: Xt + X t-1 + X t-2 + … + X t-N+1 S’ t = ----------------------------------------
S’t + S’ t-1 + S’ t-2 + … + S’ tN+1
”
= ------------------------------------------
a t = S’t + (S’ t – S” t ) = 2 S’ t – S” 2 b t = --------N-1
(S’ t – S” t )
F t+m = at + bt Tabel 5.
Peramalan suatu deret yang mempunyai trend dengan menggunakan rerata bergerak ganda dan linear. (7)
(1)
(2)
Periode
Nilai Aktual
(3) Rata-rata Bergerak Tunggal (N = 3)
1 2 3 4 5 6 7
2 4 6 8 10 12 14
4 6 8 10 12
(4) Perbedaan Kesalahan (2) – (3)
2 2 2 2 2
(5) Rata-rata Bergerak Ganda (N = 3)
6 8 10
(6) Perbedaan Kesalahan (3) – (5)
2 2 2
(8)
Ramalan (3) + (6) + Trend
Perbedaan Kesalahan (2) – (7)
12 14
0 0
I
Page 27 of 83
8 9 10 11
16 18 20
14 16 18
2 2 2
12 14 16
2 2 2
16 18 20 22
0 0 0
Tabel 6. Aplikasi Rerata bergerak linier
(1) Periode Produksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
P E R I O D E P E N G U J I A N
140,00 159,00 136,00 157,00 173,00 131,00 177,00 188,00 154,00 179,00 180,00 160,00 182,00 192,00 224,00 188,00 198,00 206,00 203,00 238,00 228,00 231,00 221,00 259,00 273,00
(2) Rata-rata Bergerak Empat Bulanan dari (1)
148,00 156,25 149,25 159,50 167,25 162,50 174,50 175,25 168,25 175,25 178,50 189,50 196,50 200,50 204,00 198,75 211,25 218,75 225,00 229,50 234,75 246,00
(3) Rata-rata Bergerak Empat Bulanan dari (2)
153,25 158,06 159,62 165,93 169,87 170,12 173,31 174,31 177,87 184,93 191,25 197,62 199,93 203,62 208,18 213,43 221,12 227,00 233,81
(6)
(4)
(5)
Nilai a
Nilai b
165,75 178,43 165,37 183,06 180,62 166,27 177,18 162,68 201,12 208,06 209,75 210,37 197,56 218,87 229,31 236,56 237,87 242,50 253,8
4,166 6,125 1,916 5,708 3,583 1,250 1,291 2,791 7,750 7,708 6,166 4,250 0,791 5,083 7,041 7,708 5,583 5,166 8,125
26
Nilai a+b (m) Bila m = 1
169,91 182,56 167,29 188,77 184,20 165,12 178,47 185,47 208,87 215,77 215,91 214,62 196,77 223,95 236,35 244,27 243, 45 247,66 266,31
MAPE untuk periode 10 sampai 25 = 8,61 MSE untuk periode 10 sampai 25 = 431.6 Catatan: MAPE untuk periode 10 sampai 25 = 7,46 bila menggunakan MA tunggal berorde
4)
4.
Rerata Bergerak Terpusat (Centered Moving Average)
Metode ini sama dengan metode rerata bergerak tunggal yang terdahulu, hanya menempatkan hasil reratanya di tengah-tengah, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti. Pada periode data yang ganjil, meletakkan nilai rerata ditengah
I
Page Page 28 28 of 83
tidak menjadi masalah karena akan diletakkan pada (N+1)/2. Sedangkan untuk rerata bergerak pada orde genap biasanya diletakkan pada (N+1)/2+0,5. Untuk mempermudah pengertian dapat dilihat pada Tabel 7. Rerata bergerak terpusat sering juga digunakan untuk data musiman, para analis biasanya mengabungkan dengan anlisis indeks musiman untuk pemulusan data musiman. Penyelesaian tabel di atas adalah sebagai berikut : Kolom (3) Kolom (4) Kolom (5)
Kolom (6)
Gunakan rumus pada Tabel 3, hasilnya tempatkan pada posisi n = (N+1)/2+0,5. Adalah rasio data Asli (kolom 3) dibagi Rerata Bergerak (kolom 4). Perhitungan Indeks Musiman Gunakan Rumus yang terdapat pada Metode Pemulusan Eksponensial Tripel untuk data Kecenderungan dan Musiman dari Winter. Pemulusan data Musiman adalah data asli (kolom 2) dibagi Indeks Musiman (kolom 5).
Tabel 7. Rerata Bergerak Terpusat dan Pemulusan Faktor Musiman dengan MA (4 x 2) (1) Periode
(2) Data Asli
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
25 28 24 28 26 25 31 30 26 28 23 28
(3) Rerata Bergerak Terpusat MA (4x2)
(4) Rasio MA (2) / (3)
(5) Indeks Musiman
(6) Pemulusan
0.910 1.072 0.977 0.901 1.107 1.057 0.937 1.057
0.957 0.979 1.009 1.065 0.957 0.979 1.009 1.065 0.957 0.979 1.009 1.065
26.13 28.61 23.80 26.30 27.18 25.54 30.74 28.18 27.18 28.61 22.81 26.30
26.38 26.13 26.63 27.75 28.00 28.38 27.75 26.50
Metode Metode Pemulus Pemulus an (Smoothing) Eksponensial 1)
Pemulus Pemulus an Eksponensial Tunggal Dalam kasus rerata bergerak, bobot yang dikenakan pada nilai observasi
merupakan hasil sampingan dari sistem MA tertentu yang diambil. Tetapi dalam pemulusan eksponensial, terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilihan ini menentukan bobot yang dikenakan pada nilai observasi. Bentuk persamaan umum yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan metode pemulusan eksponensial adalah:
I
Page Page 29 29 of 83
F t+1 = (1 / N) X t + {1 – (1 / N) } F t apabila 1 / N kita notasikan dengan α maka persamaan tersebut menjadi : F t +1 = α Xt + (1 – α) Ft dengan 0 < α < 1 Pemilihan nilai α mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam aplikasi pemulusan eksponensial. Untuk menetukan nilai α yang optimal untuk meminimumkan nilai kesalahan ramalan (error = MSE, MAPE) atau yang lainnya maka para analis biasanya melalui cara coba dan salah (Trial and Error). Aplikasi peramalan dengan pemulusan eksponensial dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk Ramalan yang pertama (inisialisasi) digunakan Ramalan Naif–1 (NF-1). Tabel 8. Peramalan dengan menggunakan pemulusan eksponensial Bulan
1 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Periode Waktu
Nilai Pemulusan Eksponensial
α = 0,1
3 4 200,0 135,0 200,0 195,0 193,5 197,5 193,7 310,0 194,0 175,0 205,6 155,0 202,6 130,0 197,8 220,0 191,0 277,5 193,9 235,0 202,3 205,6 Periode Pengujian Analisis Kesalahan α = 0,1 Nilai Tengah Kesalahan 5,56 Nilai Tengah Kesalahan Absolut 47,76 Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut 24,58 (MAPE) Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias) 61,53 Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE) 3438,33 Statistik Durbin-Watson 1,57 Statistik U dari dari Theil 0,81 Rata-rata Batting dari Mc Laughlin 319,12
2)
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai Pengama-tan
α = 0,5
α = 0,9
5 290,0 167,5 181,3 189,4 249,7 212,3 183,7 156,8 188,4 233,0 234,0
6 200,0 141,5 189,7 196,7 298,7 187,4 158,2 132,8 211,3 270,9 238,6
α = 0,5
α = 0,9
6,80 56,94 29,20
4,29 61,32 30,81
69,13 4347,24 1,84 0,92 307,84
74,69 5039,37 2,30 0,98 301,79
Pemulu Pemulu san Eksponensial Ganda (Untuk (Untuk Data Linear Linear d ari Bro wn) Dengan cara analogi yang dipakai pada waktu berangkat dari rerata bergerak
tunggal ke pemulusan eksponensial tunggal, maka kita dapat juga berangkat dari rerata bergerak ganda ke pemulusan eksponensial ganda. Persamaan yang dipakai dalam
I
Page Page 30 30 of 83
implementasi pemulusan eksponensial ganda ditunjukkan di bawah ini dan aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 9. S’ t
=
α Xt + (1 – α) S’ t-1
S” t
=
α S’t + (1 – α) S” t –1 (eksponensial ganda)
at
=
S’ t + (S’t – S” t ) = 2 S’ t - S”t
bt
=
α / (1 – α ) (S’ t - S” t )
Ft
=
a t + b t (m), m adalah jumlah eriod eke muka.
(eksponensial tunggal)
Untuk inisialisasi analisis pemulusan Eksponensial Linear dari Brown ini dapat digunakan rumus : S”1
=
S’ 1
a1
=
X1
=
(X2 - X1) + (X 4 - X3) ----------------------------------------- -----------------
b1
= X1
2 Tabel 9. Aplikasi Peramalan dengan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (1) Produk
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
143,00 152,00 161,00 139,00 137,00 174,00 142,00 141,00 162,00 180,00 164,00 171,00 206,00 193,00 207,00 218,00 229,00 225,00 204,00 227,00 223,00 242,00
(2) Pemulusan Eksponensial Tunggal 143,00 144,80 148,04 146,23 144,39 150,31 148,65 147,12 150,09 156,08 157,66 160,33 169,46 174,17 180,74 188,19 196,35 202,08 202,46 207,37 210,50 216,80
(3)a Pemulusan Eksponensial Ganda 143,00 143,36 144,30 144,68 144,62 145,76 146,34 146,49 147,21 148,99 150,72 152,64 156,01 159,64 163,86 168,72 174,25 179,82 184,35 188,95 193,26 197,97
(4) Nilai a t
(5) Nilai b t
146,240 151,754 147,781 144,148 154,856 150,956 147,741 152,974 163,164 164,599 168,014 182,919 188,701 197,614 207,653 218,452 224,346 220,584 225,793 227,735 235,629
0,300 0,936 0,387 -0,060 1,137 0,577 0,156 0,720 1,772 1,735 1,921 3,364 3,633 4,219 4,866 5,525 5,566 4,530 4,605 4,309 4,708
(6) Nilai Ramalan a+b (m) {(4)+(5)}
146,00 152,72 148,17 144,09 155,99 151,53 147,90 153,69 164,94 166,33 169,94 186,28 192,33 201,83 212,52 223,98 229,91 225,11 230,40 232,04
I
Page Page 31 31 of 83
23 24 25 26 27 28 29 30
239,00 266,00
221,24 230,19
202,62 208,14
239,855 252,246
4,654 5,514
240,34 244,51 257,76 263,27 268,78 274,30 279,81 285,33
(m (m (m (m (m (m
= = = = = =
1) 2) 3) 4) 5) 6)
Analsis Kesalahan dari Periode 10 ke P eriode 24 7,99 = Nilai Tengah Kesalahan 273,47 = Nilai tengah kesalahan Kuadrat (MSE) 12,73 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut 1,33 = Statistik Durbin-Watson 6,04 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase 0,98 = Statistik U dari dari Theil Absolut (MAPE) 14,59 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias) 302,48 = Rata-rata Batting dari McLaughlin a Nilai α ditetapkan pada 0,2
b.
Evaluasi Ketepatan Model Peramalan Peramalan Untuk mengetahui seberapa jauh metode peramalan itu mampu memprdiksi data yang telah telah diketahu diketahui, i, maka perlu perlu dilakuk dilakukan an evaluas evaluasii kesesua kesesuaian ian metode metode peramala peramalan n terha terhada dap p suatu suatu kumpu kumpulan lan data data yang yang diber diberika ikan. n. Dalam Dalam pemod pemodela elan n eksp eksplan lanato atoris ris (kausal), ukuran ketepatan ketepatan cukup menonjol. Dalam pemodelan runtun waktu, sebagian sebagian data yang diketahui dapat digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya sehingga memungkinkan memungkinkan orang untuk mempelajari ketepatan ramalan secara langsung. langsung. Untuk mengevaluasi ketepatan ramalan dapat digunakan beberapa cara yaitu; Ukjuran Statistik standar, ukuran-ukuran Relatif dan statistik – U dari dari Theil. b.1. Statist ik Standar ei = Xi – Fi = Kesalahan ramalan periode i. Xi = Data aktual periode i. Fi = Data hasil ramalan periode i. Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka dapat dihitung:
Nilai Tengah Kesalahan (ME=Mean Error): n
ME = Σ ei / n Nilai Tengah Tengah Kesalahan Kesalahan A bsolu t
I
Page 32 of 83
(MAE=Mean Abso lut e Erro r) : n
MAE = Σ | ei | / n i=1 Juml ah Kuadrat Kesalahan (SSE= Sum o f Squared Err or) : n SSE =
Σ
ei 2
= Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE=Mean Sguared Error) : n MSE = Σ ei 2 / n i=1 Deviasi Standar Kesalahan (SDE=standard Deviation of Error) :
n
Σ ei 2 / (n-1)
SDE =
i=1 b.2. Ukuran-uku ran Relatif Kesalahan persentase (PE=Percentage Error) : Xt – Ft PEt = (--------------) x 100% X
I
Page 33 of 83
Nilai Tengan Kesalahan persentase (MPE= Mean Percentage Error) : n MPE = ∑ PEt / n Nilai Tengah kesalahan Persentase Absolut (MAPE=Mean Abso lut e Percentage Erro r) : n MAPE = ∑ | PEt | / n MAPE untuk Peramalan Naif 1 : Xi – X i-1
n
∑ i=1
MAPE-NF1 =
-------------Xi
------------------------------- x 100% n-1
MAPE untuk Peramalan Naif 2 : n
∑ i=1
X’i – X’ i-1 -------------X’i
MAPE-NF2 = ------------------------------ x 100% n-1 di mana X’i adalah nilai X i yang disesuaikan dengan musiman. b.3.Statistik – U dari Theil Statistik–U dari Theil ini adalah suatu metode evaluasi ketepatan ramalan yang membandingkan antara metode peramalan formal dengan pendekatan naif dan juga
I
Page 34 of 83
mengkuadratkan kesalahan yang terjadi sehingga kesalahan yang besar diberikan lebih banyak bobot daripada kesalahan yang kecil. Karakteristik positif yang ditimbulkan dalam menggunakan statistik –u dari Theil sebagai ukuran ketepatan adalah mengenai interpretasi yang intuitif. Rumus matematis:
n-1
F i+1 – X i+1
∑ ( -----------------------) 2 i=1 Xi
U=
-----------------------------------Xi+1 – Xi+1 n-1 ∑ ( ----------------------) 2 i=1 Xi
Statistik–U dari Theil dapat lebih dimengerti dengan memeriksa interpretasinya, yaitu: U = 1 : U < 1 :
Metode Naif sama baiknya dengan teknik peramalan formal yang dievaluasi. Teknik peramalan formal yang digunakan adalah lebih baik daripada metode Naif. Makin kecil nilai statistik–U, makin baik teknik peramalan formal
dibanding metode naif secara relatif. U > 1 : Tidak ada gunanya menggunakan metode naif akan menghasilkan ramalan yang lebih baik.
IV. OPERASIONAL MODEL PERAMALAN Model peramalan yang telah dikembangkan oleh Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari berdasarkan hasil penelitian, studi, kajian dan mempelajari data-data historis. Penelitian, studi, kajian dan data-data historis yang digunakan dalam pengembangan model peramalan dikumpulkan dari beberapa lokasi yang dianggap sebagai daerah endemis suatu OPT di Indonesia. Tentunya karena ada perbedaan karakteristik dan agroekosistem maka model peramalan OPT kemungkinan akan ada perbedaan bobot masing-masing variabel atau bahkan ada perbedaan variabel spesifik lokasi ekosistem. Oleh karena itu masih perlu dilakukan evaluasi model untuk penyesuaian terhadap spesifik lokasi. Model-model peramalan yang telah dikembangkan dibagi kedalam 4 (empat) kelompok komoditi yaitu komoditi padi, palawija, hortikultura (sayuran dan buah-buahan) dan komplek sebagaimana tercantum berikut ini. 1.
KOMODITI PADI
I
a.
Page 35 of 83
Wereng Batang Cok lat (Nilaparvata lu gens) Model 1.1 : Peramalan Populasi WBC pada musim hujan
a. Log G-2 = 2,403 + 0,61 Log G-0 ; (R 2 = 0,80) b. Log G-2 = 1,273 + 0,566 Log G-1 ; (R 2 = 0,89) Contoh Model 1.1.a : Padat populasi WBC pada G-0 adalah 0,2 ekor, maka pada populasi pada G-2 adalah: Log G-2 = 2,403 + 0,61 Log G-0 = 2,403 + 0,61 Log(0,2) = 2,403 + 0,61 (-0,699) = 2,403 – 0,426 = 1,977. Jadi padat populasi G-2 adalah 10 1,977 = 94,8 ekor per rumpun. Contoh Model 1.1. b: Padat populasi WBC pada G-1 adalah 20 ekor, maka pada populasi pada G-2 adalah: Log G-2 = 1,273 + 0,566 Log G-1 = 1,273 + 0,566 Log(20) = 1,273 + 0,566 (1,301) = 1,273 + 0,736 = 2,009. Jadi padat populasi G-2 adalah 10 2,009 = 102,09 ekor per rumpun. Model 1.2 : Peramalan Populasi WBC pada musi m kemarau
Log G-2 = Lo g (G-1) - 0.98 Log (S-1) + 1.29 ; (R 2 = 0,82) Keterangan Model 2, 3 : G-2 = Populasi generasi puncak G-0 = Populasi generasi pendatang G-1 = Populasi generasi penetap S-1 = padat populasi laba- laba pada G-1 Contoh Model 1.2 : Diketahui padat populasi G-0 sebanyak 0,2 ekor per rumpun, G-1 sebanyak 20 ekor per rumpun dan pada populasi laba-laba S-1 sebanyak 10 ekor epr rumpun. Maka dapat diduga pada populasi generasi puncak G-2, yaitu: Log G-2 = Log (G-1) - 0.98 Log (S-1) + 1.29 = Log (20) – 0,98 Log (10) + 1,29 = 1,301 – 0,98 (1) + 1,29 = 1,611. Jadi padat populasi G-2 adalah 10 1,611 = 40,8 ekor per rumpun. Model 1.3 : Peramalan serangan WBC tingkat wilayah pengamatan
I
Page 36 of 83
Y = 1.17 X 1 + 0.35 X2 + 0.61 X3 - 3.74 ; (R2 = 0,81) Keterangan : Y
=
Luas serangan WBC pada akhir musim tanam (KLTS) dengan klasifikasi
sebagai berikut : 1 = tidak ada serangan, 2 = serangan < 50 ha, 3 = serangan 51 - 100 ha, 4 = serangan 101 - 500 ha dan 5 = serangan > 500 ha X1
=
Kepadatan populasi generasi awal pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut :
1 = populasi < 0.2 ekor per-rumpun 2 = populasi 0.2 - 0.4 ekor per-rumpun 3 = populasi > 0.4 ekor per-rumpun X2
= Persentase luas tanam varietas peka pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut : 1 = kurang dari 10 %, 2 = 10 - 30 %, 3 = 30 - 60 %, 4 = 60 - 80 % dan 5 = lebih dari 80 %
X3
= Persentase luas tanam tanaman muda pada puncak tanam dengan klasifikasi sebagai berikut : 1 = kurang dari 10 %, 2 = 10 - 30 %, 3 = 30 - 60 %, 4 = 60 - 80 % dan 5 = lebih dari 80 %
Contoh Model 1.3 : Berdasarkan surveillance pada awal musim hujan (waktu puncak tanam) di Kecamatan A ditemukan populasi WBC dengan kepadatan 0,3 ekor/rumpun, varietas peka yang ditanam di kecamatan tersebut seluas 1500 ha dari luas areal tanam keseluruhan 7500 ha. Pada saat yang sama luas tanaman muda yang berumur <60 hari setelah tanam (HST) seluas 5000 ha.
I
Page 37 of 83
Maka pada akhir musim hujan sekarang dapat diramalkan kumulatif luas tambah serangan (KLTS) di Kecamatan A sebagai berikut: Padat populasi WBC 0,3 ek/rmp atau X 1 = 2. Persentase varietas peka = 1500 / 7500 * 100 = 20% atau X 2 = 2. Persentase tanaman muda = 5000 / 7500 * 100 = 66,7% atau X3 = 4. Jadi KLTS pada akhir musim (Y) adalah sebesar: Y = 1,17 (2) + 0,35 (2) + 0,61 (4) – 3,74 = 2,34 + 0,7 + 2,44 – 3,74 = 1,74 atau dibulatkan 2 jadi diduga KLTS musim hujan adalah seluas <50ha. Model 1.4 :
Peramalan serangan WBC pada musi m kemarau
a.
Log Y = 0,249 + 0,731 Log (X 1) ± 0,12 ; (R 2 = 0,44)
b.
Log Y = 0,161 + 0,570 Log (X 1) + 0,278 Log (X 2) ± 0,12 ; (R2 = 0,48; CL = 0,12)
Model 1.5 : Peramalan serangan WBC pada musim hujan
a.
Log Y = 0,673 + 0,596 Log (X 1) ± 0,11 ; (R2 = 0,37)
b.
Log Y = 0,503 + 0,365 Log (X 1) + 0,380 Log (X 2) ± 0,12 ; (R2 = 0,46)
Keterangan Model 1.4 dan 1.5 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 1.4 yang diterapkan pada model 1.4.b : Ramalan KLTS WBC pada padi Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,161 + 0,570 Log (X 1) + 0,278 Log (X 2) ± 0,12 Log YMK = 0,161 + 0,570 Log (10) + 0,278 Log (100) Log YMK = 0, 161 + 0, 570 (1) + 0, 278 (2) Log YMK = 0, 161 + 0, 570 + 0, 556 = 1,696 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,696 = 49,66 ha, Minimum = 10 (1,696-0,12) = 10 1,576 = 37,67 ha, dan
I
Page 38 of 83
Maksimum = 10 (1,696+0,12) = 10 1,816 = 65.46 ha. Contoh Model 1.5 yang diterapkan pada model 1.5.b : Ramalan KLTS WBC pada padi Musim Hujan 2003/2004. Dilaporkan KLTS MK 2003 seluas 10 ha dan KLTS MH 2002/2003 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMH = 0,503 + 0,365 Log (X 1) + 0,380 Log (X 2) ± 0,12 Log YMH = 0,503 + 0,365 Log (10) + 0,380 Log (100) Log YMH = 0,503 + 0,365 (1) + 0,380 (2) Log YMH = 0,503 + 0,365 + 0,76 = 1,628 Jadi Ramalan KLTS MH 2003/2004 = 10 1,628 = 42,5 ha, Minimum = 10 (1,628-0,12) = 10 1,16 = 14,5ha, dan Maksimum = 10 (1,628+0,12) = 10 1,748 = 56,0 ha.
b.
Tikus Sawah (Ratus ratus argentiv enter ) Model 2.1:
Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia pembentukan anakan:
Y = 0,90 X – 7,68 ; (R 2 = 0,91) Model 2.2 :
Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia anakan maksimum:
Y = 0,89 X – 2,39 ; (R 2 = 0,94) Model 2.3 :
Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia primordia:
Y = 1,07 X – 1,97 ; (R 2 = 0,98) Model 2.4 :
Kehilangan hasil akibat gangguan pada stadia pembentukan malai:
Y = 1,07 X – 0,43 ; (R 2 = 0,98) Keterangan Model 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4 : Y = Kehilangan hasil (%) X = Intensitas kerusakan akibat serangan tikus (%) Contoh Model 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4 yang diterapkan pada model 2.4: Berdasarkan hasil pengamatan pada saat stadia pembentukan malai diketahui intensitas serangan tikus sebesar 50%, maka diduga kehilangan hasil yang diakibatkannya adalah: Y = 1,07 X – 0,43 = 1,07 (50) – 0,43 = 53.5 - 0,43 = 53.07%
I
Page 39 of 83
Model 2.5 :
Peramalan serangan Tikus pada musim kemarau
a. b.
Log Y = 0,7658 + 0,7333 Log (X 1) ± 0,07 ; (R 2 = 0,61) Log Y = 0,3817 + 0,3085 Log (X 1) +0,5638 Log (X2) ± 0,06 ; (R2 = 0,72)
Model 2.6 :
Peramalan serangan Tikus pada musim hujan
a. b.
Log Y = 0,2887 + 0,8914 Log (X 1) ± 0,07 ; (R 2 = 0,67) Log Y = 0,160 + 0,4516 Log (X 1) + 0,5073 Log (X 2) ± 0,06 ; (R2 = 0,76)
Keterangan Model 2.5 dan 2.6 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 2.5 yang diterapkan pada model 2.5.b: Ramalan KLTS Tikus pada tanaman padi Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMK = 0,3817 + 0,3085 Log (X 1) +0,5638 Log (X 2) ± 0,06 Log YMK = 0,3817 + 0,3085 Log (10) +0,5638 Log (100) Log YMK = 0,3817 + 0,3085 (1) +0,5638 (2) Log YMK = 0,3817 + 0,3085 + 1,1276 = 1.8178 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,8178 = 65,7 ha, Minimum = 10 (1,8178-0,06) = 10 1.7578 = 57,2 ha, dan Maksimum = 10 (1,8178+0,06) = 10 1.8778 = 75,5 ha. Contoh Model 2.6 yang diterapkan pada model 2.6.b: Ramalan KLTS Tikus pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMH = 0,160 + 0,4516 Log (X 1) + 0,5073 Log (X 2) ± 0,06
I
Page 40 of 83
Log YMH = 0,160 + 0,4516 Log (10) + 0,5073 Log (100) Log YMH = 0,160 + 0,4516 (1) + 0,5073 (2) Log YMH = 0,160 + 0,4516 + 1,0146 = 1.6262 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,6262 = 42,3 ha, Minimum = 10 (1,6262-0,06) = 10 1,5662 = 36,8 ha, dan Maksimum = 10 (1,6262+0,06) = 10 2.2262 = 168,3 ha.
c. Penggerek Batang Padi Kompl eks(S. innotata, S. incertulas, Sesamia inferen dan Chilo su presalis) Model 3.1 : Peramalan serangan PBP pada musi m kemarau
a. b.
Log Y = 0,5533 + 0,76 Log (X 1) ± 0,07 ; (R 2 = 0,51) Log Y = 0,2275 + 0,3567 Log (X 1) + 0,5533 Log (X 2) ± 0,06 ; (R2 = 0,64)
Model 3.2 : Peramalan serangan PBP pada musim hujan
a. b.
Log Y = 0,833 + 0,7184 Log (X 1) ± 0,06 ; (R 2 = 0,56) Log Y = 0,3358 + 0,3116 Log (X 1) + 0,5857 Log (X 2) ± 0,05 ; (R2 = 0,71)
Keterangan Model 3.1 dan 3.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 3.1 yang diterapkan pada model 3.1.b: Ramalan KLTS PBP pada tanaman padi Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Mak dapat diramalkan: Log YMK = 0,2275 + 0,3567 Log (X 1) + 0,5533 Log (X 2) ± 0,06 Log YMK = 0,2275 + 0,3567 Log (10) + 0,5533 Log (100) Log YMK = 0,2275 + 0,3567 (1) + 0,5533 (2) Log YMK = 0,2275 + 0,3567 + 1,1066 = 1.6908 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,6908 = 49,1 ha,
I
Page 41 of 83
Minimum = 10 (1,6908-0,06) = 10 1.6308 = 42,7 ha, dan Maksimum = 10 (1,6908+0,06) = 10 1.7508 = 56,3 ha. Contoh Model 3.2 yang diterapkan pada model 3.2.b: Ramalan KLTS PBP pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMH = 0,3358 + 0,3116 Log (X 1) + 0,5857 Log (X 2) ± 0,05 Log YMH = 0,3358 + 0,3116 Log (10) + 0,5857 Log (100) Log YMH = 0,3358 + 0,3116 (1) + 0,5857 (2) Log YMH = 0,3358 + 0,3116 + 1.1714 = 1.8188 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,8181 = 65,8 ha, Minimum = 10 (1,8181-0,05) = 10 1,7681 = 58,6 ha, dan Maksimum = 10 (1,8181+0,05) = 10 1.8681 = 73,8 ha.
c.
Penggerek Batang Padi K unin g (Scirpoph aga incertul as) Model 4.1 :
Peramalan luas serangan b eluk.
a. Log (Y+1) = 1,0034 Log (X+1) – 0,20 ; (R2 = 0,72) Keterangan : Y = Luas puncak serangan beluk dalam bentuk transformasi Log (Y+1) X = Populasi ngengat penerbangan pendatang (G-0) b. Log Y = 1,585 Log X + 1,825 ; (R 2 = 0,894) Keterangan : Y
= Luas serangan penggerek batang pada fase generatif (ha)
X = Populasi kelompok telur penggerek batang pada pesemaian (ekor/m 2) Contoh Model 4.1.a : Diketahui populasi ngengat penerbangan pendatang (G-0) pada lampu perangkap sebanyak 100 ekor. Maka dapat diduga luas puncak serangan beluk adalah sebagai berikut: Log (Y+1) = 1,0034 Log (X+1) – 0,20
I
Page 42 of 83
Log (Y+1) = 1,0034 Log (100+1) – 0,20 = 1,0034 (2.004) – 0,20 Log (Y+1) = 1,8111 Y
= 10 1,8111 – 1 = 63,7 ha
Contoh Model 4.1.b : Diketahui populasi kelompok telur pada pesemaian sebanyak 2 kelompok per meter persegi. Maka dapat diduga luas serangan pada fase generatif (beluk) adalah sebagai berikut: Log Y = 1,585 Log X + 1,825 Log Y = 1,585 Log (2) + 1,825 = 1,585 (0,301) + 1,825 Log Y = 2,5813 Y = 10 2,5813 = 381,3 ha Model 4.2 : Peramalan intensitas serangan beluk
Kemunculan intensitas serangan PBPK pada fase generatif (beluk) dapat diramalkan dengan populasi kelompok telurnya pada fase pesemaian dan serangan pada fase vegetatif (sundep) dengan model sebagai berikut : a. Log Y = 1,262 Log X 1 + 1,122 ; (R 2 = 0,796) b. Log Y = 1,265 Log X1 + 1,354 Log X2 + 1,125 ; (R2 = 0,896) Keterangan : Y
=
X1 =
Intensitas serangan penggerek batang pada fase generatif / beluk (%) Populasi kelompok telur penggerek batang pada pesemaian (ekor/m 2), dengan
kisaran 0 < X 1 ≤ 0,5 ekor/m2. X2 = Intensitas serangan penggerek batang pada fase vegetatif / sundep (%) dengan kisaran 0 < X 2 ≤ 6 %. Contoh Model 4.2 : Pengamatan pada saat fase pesemaian ditemukan rata-rata 0,2 kelompok telur PBPK dan pada pengamatan periode berikutnya dipertanaman fase vegetatif diketahui intenasitas serangan sundep sebesar 10%. Maka dengan menggunakan model 4.2 dapat diduga intensitas serangan PBPK pada fase generatif / beluk adalah sebagai berikut: a.
Log Y = 1,262 Log (0,2) + 1,122
I
Page 43 of 83
Log Y = 1,262 (-0,699) + 1,122 = 0,2399 Y = 10 0,2399 = 1,74% b.
Log Y = 1,265 Log X 1 + 1,354 Log X 2 + 1,125 Log Y = 1,265 Log (0,2) + 1,354 Log (10) + 1,125 Log Y = 1,265 (-0,699) + 1,354 (1) + 1,125 = 1,5948 Y = 10 1,5948 = 39.3%
e.
Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata) Model peramalan untuk musim hujan pada tingkat wilayah kecamatan dengan memanfaatkan beberapa faktor yang aktual dari lapangan, seperti : luas puncak serangan beluk pada akhir musim kemarau, populasi larva diapause pada tunggul dan penerbangan ngengat generasi awal (G-0) yang dipantau dari lampu perangkap. Model 5.1 : (untuk digunakan pada akhir musim kemarau)
Y = 0,7843673 + 0,52551 X 1 ; (R 2 = 0,56) Model 5.2 : (untuk digunakan pada saat bera/setelah survei tunggul)
Y = 0,4466202 + 0,4427815 X 1 + 0,29687 X 2 ; (R 2 = 0,60) Model 5.3 : (untuk digunakan pada saat pesemaian)
Y = 0,453077 + 0,428118 X 1 + 0,29426 X 2 + 0,0148885 X 3;
(R2 = 0,61) Keterangan : Y = X1 =
Luas puncak serangan yang akan terjadi pada musim hujan Luas puncak serangan yang terjadi pada musim kemarau Luas puncak serangan (Y dan X 1) menggunakan klasifikasi sebagai berikut : 1= 2= 3= 4= 5=
X2 =
0 1 – 50 51 – 100 101 – 500 >500
Ha Ha Ha Ha Ha
Populasi larva diapause pada tunggul padi bekas panen dengan klasifikasi sebagai berikut : 1= 2=
0 1 – 10
Ha Ha
I
Page 44 of 83
3= 4= 5= X3 =
11 – 50 51 – 100 > 100
Ha Ha Ha
Populasi ngengat G-0 tangkapan lampu perangkap dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut : 1= 2= 3= 4= 5=
0 1 – 100 101 – 500 501 – 1000 > 1000
Ha Ha Ha Ha Ha
Contoh Model 5.1, 5.2. dan 5.4 : Berdasarkan laporan diketahui luas puncak serangan PBPP pada MK 2003 seluas 500 ha. Hasil pengamatan pada fase bera ditemukan populasi larva diapause pada tunggul padi rata-rata sebanyak 65 ekor per tunggul. Pada fase vegetatif (periode puncak tanam) dari pengamatan lampu perangkap diperoleh data tangkapan ngengat G0 rata-rata sebanyak 200 ekor per malam. Maka dapat diduga luas puncak serangan PBPP pada MH 2003/2004 adalah sebagai berikut: Model 5.1:
Y = 0,7843673 + 0,52551 X 1
Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut: Y = 0,7843673 + 0,52551 (4) = 2.9 atau dibulatkan menjadi 3. Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha. Model 5.2:
Y = 0,4466202 + 0,4427815 X 1 + 0,29687 X 2
Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4 dan populasi larva diapause 65 ekor termasuk pada kelas 4, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut: Y = 0,4466202 + 0,4427815 (4) + 0,29687 (4) Y = 0,4466202 + 1.771126 + 1.18748 = 3.4 atau dibulatkan menjadi 3. Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha. Model 5.3:
Y = 0,453077 + 0,428118 X 1 + 0,29426 X 2 + 0,0148885 X 3
I
Page 45 of 83
Pada klasifikasi luas serangan seluas 500 ha termasuk pada kelas 4, populasi larva diapause 65 ekor termasuk pada kelas 4 dan populasi ngengat G-0 200 ekor termasuk kelas 3, jadi dapat disubtitusikan sebagai berikut: Y = 0,453077 + 0,428118 (4) + 0,29426 (4) + 0,0148885 (3) Y = 0,453077 + 1.712472 + 1.17704 + 0.0446655 = 3.4 atau dibulatkan menjadi 3. Maka luas puncak serangan yang akan terjadi pada MH 2003/2004 termasuk kelas 3 atau diramalkan berkisar antara 51 – 100 Ha.
f.
Ganjur (Orseoli a oryzae Wood-Masson) Model ini bersifat spesipik lokasi yang diperoleh di Kabupaten Cirebon yang merupakan salah satu daerah endemis hama ganjur di Jawa Barat. Model peramalan yang diperoleh adalah : Model 6.1 : Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (X MK ) ; (R 2 = 0,15)
Keterangan : Ramalan kumulatif luas serangan (ha) pada musim hujan YMH = XMK =
Total tangkapan hama ganjur (ekor) dengan lampu perangkap pada musim kemarau
Contoh Model 6.1 : Berdasarkan data hasil pengamatan populasi hama ganjur dengan lampu perangkap selama MK 2003 didapat total sebanyak 1.000 ekor. Maka dapat diramalkan kumulatif luas serangan pada MH 2003/2004 adalah sebagai berikut: Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (X MK) Log (YMH) = 0,54640 + 0,44569 Log (1000) = 0,54640 + 0,44569 (3) = 1,88347 (YMH) = 10 1,88347 = 76,5 Ha.
g.
Penyakit Tungro Model 7.1: Peramalan luas serangan pada pola tanam serempak
Y = 0,25 (X 1+0,5)2 + 0,08
(X2+0,5) – 0,19 ; (R 2 = 0,75)
Keterangan : Y
=
Proporsi gejala tungro pada hamparan, (hasil bagi antara luas petak yang
I
Page 46 of 83
bergejala tungro dengan luas keseluruhan hamparan) X1 = Proporsi tanaman muda (2-6 MST) pada hamparan tersebut. X2 =
Populasi wereng hijau ( Nephotetix virescens) per 25 ayunan tunggal dengan jaring (sweeping).
Contoh Model 7.1 : Pada suatu hamparan padi dengan pola tanam serempak diketahui luas pertanaman 100 ha, sebagian tanaman masih berumur muda (2-6 MST) dengan luas 10 ha. Berdasarkan pengamatan dengan jaring sebanyak 25 kali ayunan tunggal diperoleh rata-rata populasi wereng hijau 36 ekor. Maka dapat diramalkan proporsi luas serangan tungro yang akan terjadi pada hamparan tersebut, sebagai berikut: Proporsi tanaman muda diketahui sebesar 10/100 ha = 0,1 dengan menggunakan transformasi (X+0,5) 2 maka diperoleh nilai X 1 = 0,36. Populasi wereng hijau sebanyak 36 ekor, dengan tranformasi √ (X+0,5) diperoleh nilai X 2 = 6,04. Apabila disubtitusikan pada model maka akan diperoleh hasil ramalan: Y = 0,25 (0,1+0,5) 2 + 0,08 √ (36+0,5) – 0,19 Y = 0,25 (0,36) + 0,08 (6,04) – 0,19 = 0,09 + 0,4832 – 0,19 = 0.3832 Jadi apabila luas pertanaman pada hamparan tersebut adalah 100 ha maka dapat diduga luas pertanaman yang akan terserang oleh tungro adalah : 0,3832 x 100 ha = 38,32 Ha. Model 7.2:
Peramalan luas serangan pada pola tanam ti dak serempak
Y =
(0,43 X 1 + 0,00014 Log (X 2+0,01) – 0,214 Log (X 3+0,01) – 0,133 Log (X4+0,01) - 0,19) ; (R 2 = 0,87)
Keterangan : Y = Proporsi gejala tungro pada hamparan, (hasil bagi antara luas petak yang bergejala tungro dengan luas keseluruhan hamparan), X1 = Proporsi tanaman muda (2-6 MST) pada hamparan tersebut. X2 =
Proporsi singgang pada hamparan tersebut,
X3 =
Proporsi luas panen pada hamparan tersebut,
X4 =
Proporsi penggunaan tanah lain (olah tanah, pesemaian, baru tanam) pada hamparan tersebut.
Contoh Model 7.2 : Pada suatu hamparan padi dengan pola tanam tidak serempak diketahui luas pertanaman 100 ha yang terdiri dari tanaman muda (2-6 MST) seluas 10 ha, singgang
I
Page 47 of 83
seluas 25 ha, panen 50 ha dan kondisi lainnya (bera/pesemaian/ olah tanah/baru tanam) seluas 15 ha. Maka dapat diramalkan proporsi luas serangan tungro yang akan terjadi pada hamparan tersebut, sebagai berikut: Proporsi tanaman muda (X1) diketahui sebesar 10/100 ha = 0,1. Proporsi singgang 25/100 ha = 0,25 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X 2 = 0,585. Proporsi luas panen 50/100 ha = 0,5 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X 3 = -0,2924. Proporsi areal lainnya 15/100 ha = 0,15 dengan tranformasi log (X+0,01) maka diperoleh nilai X 4 = -0,79588. Apabila disubtitusikan pada model maka akan diperoleh hasil ramalan: Y =
√ (0,43(0,1)
+ 0,00014 Log (0,25+0,01) – 0,214 Log (0,5+0,01) – 0,133 Log
(0,15+0,01) - 0,19) Y=
√(0,43(0,1) + 0,00014(-0,585) – 0,214(-0,2924) – 0,133(-0,79588) - 0,19)
Y=
√ ( 0,043 – 0,0000819 + 0,0625736 + 0,10585204 - 0,19) = 0.357 Jadi apabila luas pertanaman pada hamparan tersebut adalah 100 ha maka
dapat diduga luas pertanaman yang akan terserang oleh tungro adalah : 0,357 x 100 ha = 35,7 Ha Model 7.3: Peramalan intensitas serangan pada pola tanam serempak
Log (Y+1,02) = 0,19
X 1 + 0,44 (X 2+0,1)2 – 1,97 ; (R 2 = 0,79)
Keterangan : Y = Ramalan intensitas serangan tungro pada dekade berikutnya. X1 = Curah hujan pada satu dekade terakhir (mm) pada awal musim, dengan kisaran 0 < X1 ≤ 100 mm. X2 = Populasi wereng hijau ( Nephotetix virescens) per 25 ayunan tunggal dengan jaring (sweeping) pada awal musim, dengan kisaran 0
≤ X ≤ 2 2
ekor.
Contoh Model 7.3 : Berdasarkan pengamatan curah hujan pada suatu hamparan padi dengan pola tanam serempak pada awal musim dalam periode satu dekade terakhir tercatat sebanyak 50 mm. Pada saat yang sama hasil pengamatan dengan jaring sebanyak 25 kali ayunan tunggal diperoleh rata-rata populasi wereng hijau 2 ekor. Maka dapat diramalkan intensitas serangan tungro yang akan terjadi pada dekade berikutnya adalah
I
Page 48 of 83
sebagai berikut: Log (Y+0,01)
= 0,19 √ X1 + 0,44 (X 2+0,1)2 – 1,97
Log (Y+0,01)
= 0,19 √ 50 + 0,44 (2+0,1) 2 – 1,97
Log (Y+0,01)
= 0,19 (7,071) + 0,44 (4.41) – 1,97
Log (Y+0,01)
= 1,34349 + 1,9404 – 1,97 = 1,31389
Y Model 7.4:
= 10 1,31389 – 0,01 = 20,6% Peramalan serangan pada musi m kemarau
a. Log Y = 0,3122 + 0,7385 Log (X 1) ± 0,1 ; (R 2 = 0,55) b. Log Y = 0,1929 + 0,375 Log (X 1) +0,4972 Log (X2) ± 0,09; (R2 = 0,65) Model 7.5:
Peramalan serangan pada musim hujan (ramalan antar musim)
a. Log Y = 0,3394 + 0,8173 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,60) b. Log Y = 0,2712 + 0,718 Log (X 1) +0,1324 Log (X2) ± 0,09; (R2 = 0,62) Keterangan Model 7.4 dan 7.5 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 7.4 yang diterapkan pada model 7.4.b: Ramalan KLTS Tungro pada tanaman padi Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMK = 0,1929 + 0,375 Log (X 1) + 0,4972 Log (X 2) ± 0,09 Log YMK = 0,1929 + 0,375 Log (10) + 0,4972 Log (100) Log YMK = 0,1929 + 0,375 (1) + 0,4972 (2) Log YMK = 0,1929 + 0,375 + 0,9944 = 1,5623 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,5623 = 36,5 ha, Minimum = 10 (1,5623-0,09) = 10 1,4723 = 29,7 ha, dan
I
Page 49 of 83
Maksimum = 10 (1,5623+0,09) = 10 1,65 = 44,9 ha. Contoh Model 7.5 yang diterapkan pada model 7.5.b: Ramalan KLTS Tungro pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log YMH = 0,2712 + 0,718 Log (X 1) +0,1324 Log (X 2) ± 0,09 Log YMH = 0,2712 + 0,718 Log (10) +0,1324 Log (100) Log YMH = 0,2712 + 0,718 (1) + 0,1324 (2) Log YMH = 0,2712 + 0,718 + 0,2648 = 1,254 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,254 = 17,9 ha, Minimum = 10 (1,254-0,09) = 10 1,164 = 14,6 ha, dan Maksimum = 10 (1,254+0,09) = 10 1,6523 = 21,6ha.
h.
Penyaki t Hawar Daun Bakt eri (HDB, Xanthom onas campestris pv. Oryzae) Model 8.1:
Peramalan rasio petak terinfeksi penyakit HDB pada stadia anakan maksimum.
Y = 8,99 Log (X1+0,05) + 0,36 X 2 + 62,44 ; (R 2 = 0,68) Keterangan : Y = X1 =
Proporsi petak terinfeksi hawar daun bakteri pada stadia keluar malai. Populasi bakteriophage pada umur tanaman 14 HST.
X2 =
Jumlah hari hujan yang terjadi pada periode 1 – 42 HST.
Contoh Model 8.1: Pengamatan pada tanaman padi umur 14 HST dengan luas hamparan 100 ha ditemukan bakteriophage 40, sedangkan hari hujan pada periode umur tanaman 1 – 42 HST sebanyak 30 hari. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia anakan maksimum sebagai berikut: Y = 8,99 Log (X 1+0,05) + 0,36 X 2 + 62,44 Y = 8,99 Log (40+0,05) + 0,36 (30) + 62,44 Y = 8,99 (1,6026) + 0,36 (30) + 62,44 = 14,407 + 10,8 + 62,44 Y = 87,647
I
Page 50 of 83
Jadi kalau luas hamparan 100 ha maka 87,647% (87,647 Ha) akan terserang oleh penyakit HDB. Model 8.2:
Peramalan luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian .
(Y+0,01) = 2,06
(X 1+0,01) + 0,05 Log (X 2) + 0,01 ;
(R2 = 0,87) Keterangan : Y = Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian. X1 = Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pembungaan. X2 = Curah hujan harian selama stadia anakan maksimum. Contoh Model 8.2 : Pengamatan pada tanaman padi stadia pembungaan dengan luas hamparan 100 ha terserang oleh penyakit HDB seluas 25 ha, sedangkan rata-rata curah hujan harian selama stadia anakan maksimum sebanyak 10 mm. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian sebagai berikut: Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pembungaan (X 1) adalah 25/100 = 0,25, jadi dapat disubtitusikan kedalam model dibawah ini:
√ (Y+0,01) = 2,06 √ (X1+0,01) + 0,05 Log (X 2) + 0,01 √ (Y+0,01) = 2,06 √ (0,25+0,01) + 0,05 Log (10) + 0,01 √ (Y+0,01) = 2,06 (0,5099) + 0,05 (1) + 0,01 √ (Y+0,01) = 1,050394 + 0,05 + 0,01 = 1,110394 Y = 1,110394 2 – 0,01 = 1,23 Jadi apabila luas hamparan 100 ha, maka diduga akan terjadi serangan penyakit HDB seluas 1,23% (1,23 ha). Model 8.3:
Peramalan proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pemasakan .
Y = 1,06
(X 1+0,01) + 0,06
(X2) – 0,20 ; (R2 = 0,75)
Keterangan : Y = Proporsi luas serangan HDB pada stadia pemasakan. X1 = Proporsi luas serangan pada stadia pengisian malai
I
Page 51 of 83
X2 = Curah hujan harian antara stadia pengisian malai sampai awal pemasakan. Contoh Model 8.3 : Pengamatan pada tanaman padi stadia pengisian malai dengan luas hamparan 100 ha terserang oleh penyakit HDB seluas 50 ha, sedangkan rata-rata curah hujan harian selama stadia antara pengisian malai sampai awal pemasakan sebanyak 10 mm. Maka dapat diramalkan luas serangan penyakit HDB pada stadia pemasakan sebagai berikut: Proporsi luas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian (X 1) adalah 50/100 = 0,5, jadi dapat disubtitusikan kedalam model dibawah ini:
√ Y = 1,06 √ (X1+0,01) + 0,06 √ (X2) – 0,20 √ Y = 1,06 √ (0,5+0,01) + 0,06 √ (10) – 0,20 √ Y = 1,06 (0,714) + 0,06 (3,162) – 0,20 √ Y = 0,75684 + 0,18974 – 0,20 = 0,74658 Y = 0,74658 2 = 0,557 Jadi apabila luas hamparan 100 ha, maka diduga akan terjadi serangan penyakit HDB seluas 0,557% (0,557 ha). Model 8.4:
Peramalan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian malai
Y 2 = 3,31 Log (X1+5) + 0,69
(X2) + 1,09 ; (R2 = 0,89)
Keterangan : Y = Intensitas penyakit HDB pada stadia pengisian malai. X1 = Intensitas penyakit HDB pada stadia pembungaan. X2 = Curah hujan harian pada stadia pembungan. Contoh Model 8.4 : Pengamatan pada tanaman padi stadia pembungaan ditemukan intensitas serangan penyakit HDB sebanyak 10% dan pada saat yang sama curah hujan rata-rata harian diketahui sebanyak 10 mm. Berdasarkan data tersebut dapat diramalkan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian malai sebagai berikut:
I
Page 52 of 83
Y 2 = 3,31 Log (X 1+5) + 0,69
√ (X2) + 1,09
Y 2 = 3,31 Log (10+5) + 0,69
√ (10) + 1,09
Y 2 = 3,31 (1,17609) + 0,69 (3,1623) + 1,09 Y 2 = 3,8928579 + 2,182 + 1,09 = 7,1648579 Y = √ (8,4328579) = 2,9% Model 8.5:
Peramalan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pemasakan
Y 2 = 6,84
(X1) - 0,05
(X 2) - 1,41 ; (R2 = 0,86)
Keterangan : Y = Intensitas penyakit hawar daun bakteri pada stadia pemasakan. X1 = Intensitas penyakit pada stadia pengisian malai. X2 = Curah hujan harian pada stadia pengisian malai. Contoh Model 8.5 : Pengamatan pada tanaman padi stadia pengisian malai ditemukan intensitas serangan penyakit HDB sebanyak 20% dan pada saat yang sama curah hujan rata-rata harian diketahui sebanyak 10 mm. Berdasarkan data tersebut dapat diramalkan intensitas serangan penyakit HDB pada stadia pengisian malai sebagai berikut: Y 2 = 6,84
√ (X1) - 0,05 √ (X2) - 1,41
Y 2 = 6,84
√ (20) - 0,05 √ (10) - 1,41
Y 2 = 6,84 (4,472) - 0,05 (3,16228) - 1,41 Y 2 = 30,58848 – 0,1581+ 1,41 = 31,84038 Y = √ (31,84038) = 5,64% Model 8.6 : Peramalan intensitas serangan HDB pada stadia kritis
Y = 0,10 X1 + 0,11 X2 + 1,06 X3 – 0,91 ; (R 2 = 0,44) Keterangan : Y = X1 =
Intensitas penyakit HDB pada stadia kritis. Kondisi air di persawahan sampai dengan stadia anakan maksimum.
X2 =
Rata rata curah hujan harian sampai dengan stadia anakan maksimum
X3 =
Rata rata populasi bakteriophage di saluran sampai stadia anakan maksimum
I
i.
Page 53 of 83
Penyakit B las (Pyricularia oryzae Cav.) Model 9.1:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a. b.
Log Y = 0,4040 + 0,5781 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,42) Log Y = 0,2685 + 0,3916 Log (X 1) + 0,3402 Log (X 2) ± 0,08; (R2 = 0,48)
Model 9.2:
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a. b.
Log Y = 0,7180 + 0,7522 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,44) Log Y = 0,3289 + 0,3516 Log (X 1) + 0,5433 Log (X 2) ± 0,09; (R2 = 0,57)
Keterangan Model 9.1, 9.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 9.1 yang diterapkan pada model 9.1.b: Ramalan KLTS Blas pada tanaman padi Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2685 + 0,3916 Log (X 1) + 0,3402 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,2685 + 0,3916 Log (10) + 0,3402 Log (100) Log Y = 0,2685 + 0,3916 (1) + 0,3402 (2) Log Y = 0,2685 + 0,3916 + 0,6804 = 1,3405 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,3405 = 21,9 ha, Minimum = 10 (1,3405-0,08) = 10 1,2605 = 18,2 ha, dan Maksimum = 10 (1,3405+0,08) = 10 1,4205 = 26,3 ha. Contoh Model 7.5 yang diterapkan pada model 7.5.b:
I
Page 54 of 83
Ramalan KLTS Blas pada tanaman padi Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Mak dapat diramalkan: Log Y = 0,3289 + 0,3516 Log (X 1) + 0,5433 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,3289 + 0,3516 Log (10) + 0,5433 Log (100) Log Y = 0,3289 + 0,3516 (1) + 0,5433 (2) Log Y = 0,3289 + 0,3516 + 1,0866 = 1,7671 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,7671 = 58,5 ha, Minimum = 10 (1,7671-0,09) = 10 1,6771 = 47,5 ha, dan Maksimum = 10 (1,7671+0,09) = 10 1,8571 = 72,0 ha.
2.
KOMODITI PALAWIJA
a.
OPT Kedelai
a.1.
Kut u kebul Kedelai (Bemisia tabaci) Pengamatan populasi kutu kebul dilakukan dengan menghitung populasi yan
tertangkap oleh perangkap lem pada papan yang ditempatkan di lokasi pertanaman. Model 10.1:
Peramalan populasi kutu kebul (G-1) di daerah tanam kedelai teru menerus .
Log G-1 = 1,002 Log G-0 – 0,17 ; (R 2 = 0,65) Keterangan : G-1 = Populasi kutu kebul generasi 1 (G-1) (ekor/perangkap) G-0 = Populasi kutu kebul generasi pendatang (G-0) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.1: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 2 MST (periode G-0) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diramalkan populasi pad periode G-1 (umur 4-5 MST) adalah sebagai berikut: Log G-1 = 1,002 Log G-0 – 0,17
I
Page 55 of 83
Log G-1 = 1,002 Log (50) – 0,17 Log G-1 = 1,002 (1.69897) – 0,17 Log G-1 = 1,7023679 – 0,17 = 1,5324 G-1 = 10 1,5324 = 34,1 ekor per perangkap. Model 10.2:
Peramalan populasi kutu kebul (G-2) di daerah tanam kedelai teru menerus .
Log G-2 = 0,73 Log G-1 – 0,66 ; (R 2 = 0,74) Keterangan : G-2 = Populasi puncak kutu kebul generasi 2 (G-2) (ekor/perangkap) G-1 = Populasi kutu kebul generasi 1 (G-1) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.2: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 4-5 MST (periode G-1) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diramalkan populasi pad periode G-2 (umur 6-7 MST) adalah sebagai berikut: Log G-2 = 0,73 Log G-1 – 0,66 Log G-2 = 0,73 Log (50) – 0,66 Log G-2 = 0,73 (1,69897) – 0,66 Log G-2 = 1,2402481 – 0,66 = 0,58025 G-1 = 10 0,58025 = 3,8 ekor per perangkap. Model 10.3:
Peramalan populasi kutu kebul (G-1) di daerah tanam kedelai pada pol tanam padi-padi-palawija .
Log G-1 = 0,81 Log G-0 + 0,21 ; (R 2 = 0,93) Keterangan : G-1 = Populasi kutu kebul generasi 1 (G-1) (ekor/perangkap) G-0 = Populasi kutu kebul generasi pendatang (G-0) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.3: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 2 MST (periode G-0) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diramalkan populasi pad
I
Page 56 of 83
periode G-1 (umur 4-5 MST) adalah sebagai berikut: Log G-1 = 0,81 Log G-0 + 0,21 Log G-1 = 0,81 Log (50) + 0,21 Log G-1 = 0,81 (1,69897) + 0,21 Log G-1 = 1,3762 + 0,21 = 2,7524 G-1 = 10 2,7524 = 565,5 ekor per perangkap. Model 10.4:
Peramalan populasi kutu kebul (G-2) di daerah tanam kedelai pad pola tanam padi-padi-palawija .
Log G-2 = 0,77 Log G-1 – 0,22 ; (R 2 = 0,67) Keterangan : G-2 = Populasi puncak kutu kebul generasi 2 (G-2) (ekor/perangkap) G-1 = Populasi kutu kebul generasi 1 (G-1) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.4: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 4-5 MST (periode G-1) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diramalkan populasi pad periode G-2 (umur 6-7 MST) adalah sebagai berikut: Log G-2 = 0,77 Log G-1 – 0,22 Log G-2 = 0,77 Log (50) – 0,22 Log G-2 = 0,77 (1,69897) – 0,22 Log G-2 = 1,3082 – 0,22 = 1,0882 G-1 = 10 1,0882 = 12,3 ekor per perangkap. Model 10.5:
Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G-0) di daerah tanam kedelai t erus menerus .
Log I-0 = 0,65 Log G-0 – 0,01 ; (R 2 = 0,83) Keterangan: I-0
= Intensitas serangan pada periode G-0 (%)
G-0 = Populasi kutu kebul generasi pendatang (G-0) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.5: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 2-3 MST (periode G-0) denga
I
Page 57 of 83
menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 25 ekor per perangkap, maka dapat diduga intensitas seranga yang terjadi pada pada periode yang sama (I-0) adalah sebagai berikut: Log I-0 = 0,65 Log G-0 – 0,01 Log I-0 = 0,65 Log (25) – 0,01 Log I-0 = 0,65 (1,39794) – 0,01 = 0,90866 – 0,01 = 0,89866 I-0 = 10 0,89866 = 7,9% Model 10.6:
Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G-1) di daerah tanam kedelai t erus menerus .
Log I-1 = 0,80 Log G-1 – 0,30 ; (R 2 = 0,80) Keterangan: I-1
= Intensitas serangan pada periode G-1
G-1 = Populasi kutu kebul generasi pendatang (G-1) (ekor/perangkap) Contoh Model 10.6: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 4-5 MST (periode G-1) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diduga intensitas seranga yang terjadi pada pada periode yang sama (I-1) adalah sebagai berikut: Log I-1 = 0,80 Log G-1 – 0,30 Log I-1 = 0,80 Log (50) – 0,30 Log I-1 = 0,80 (1,69897) – 0,30 = 1,359176 – 0,30 = 1,059176 I-1 = 10 1,059176 = 11,5% Model 10.7:
Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G-2) di daerah tanam kedelai t erus menerus .
Log I-2 = 0,56 Log G-2 + 0,32 ; (R 2 = 0,73) Keterangan: I-2
= Intensitas serangan pada periode G-2
G-2 = Populasi kutu kebul generasi 2 (G-2) ( ekor/perangkap). Contoh Model 10.7: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 6-7 MST (periode G-2) denga
I
Page 58 of 83
menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diduga intensitas seranga yang terjadi pada pada periode yang sama (I-2) adalah sebagai berikut: Log I-2 = 0,56 Log G-2 + 0,32 Log I-2 = 0,56 Log (50) + 0,32 Log I-2 = 0,56 (1,69897) + 0,32 = 0,9514232 + 0,32 = 1,2714 I-2 = 10 1,2714 = 18,7% Model 10.8:
Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G-1) di daerah tanam kedelai dengan pola tanam padi-padi-palawija .
Log I-1 = 0,96 Log G-1 + 0,28 ; (R 2 = 0,70) Keterangan: I-1
= Intensitas serangan pada periode G-1
G-1 = Populasi kutu kebul generasi pendatang (G-1) Contoh Model 10.8: Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 4-5 MST (periode G-1) denga menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui rata rata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diduga intensitas seranga yang terjadi pada pada periode yang sama (I-1) adalah sebagai berikut: Log I-1 = 0,96 Log G-1 + 0,28 Log I-1 = 0,96 Log (50) + 0,28 Log I-1 = 0,96 (1,69897) + 0,28 = 1,631 +0,28 = 1,911 I-1 = 10 1,911 = 81,5% Model 10.9:
Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G-2) di daerah tanam kedelai pada pola tanam padi-padi-palawija .
Log I-2 = 1,74 Log G-2 – 1,37 ; (R 2 = 0,66) Keterangan: I-2
=
G-2 =
Intensitas serangan pada periode G-2 Populasi kutu kebul generasi 2 (G-2) dengan kisaran 0
Contoh Model 10.9:
I
Page 59 of 83
Pengamatan pada tanaman kedelai yang berumur 6-7 MST (periode G-2) dengan menggunakan perangkap papan lem berwarna kuning (yellow-sticky trap) diketahui ratarata populasi kutu kebul 50 ekor per perangkap, maka dapat diduga intensitas serangan yang terjadi pada pada periode yang sama (I-2) adalah sebagai berikut: Log I-2 = 1,74 Log G-2 – 1,37 Log I-2 = 1,74 Log (50) – 1,37 Log I-2 = 1,74 (1,69897) – 1,37 = 2,9562 – 1,37 = 1,5862 I-2 = 10 1,5862 = 38,6%
a.2. Pengg erek pol ong kedelai (Etiella spp.) Model 11.1:
Peramalan intensitas polong terserang berdasarkan populasi telur
Y = 4,45 + 1,08 X ; (R 2 = 0,56) Keterangan: Y = Intensitas polong terserang (%) X = Rata-rata populasi telur per 3 rumpun Contoh Model 11.1: Berdasarkan pengamatan diketahui rata-rata populasi telur p enggerek polong kedelai 2
butir per 3 rumpun, maka dapat diduga intensitas polong yang akan terserang adalah sebagai berikut: Y = 4,45 + 1,08 X Y = 4,45 + 1,08 (2) Y = 4,45 + 2,16 Y = 6,61% Model 11.2:
Peramalan intensitas polong terserang berdasarkan populasi larva
Y = 1,83 + 3,49 X ; (R 2 = 0,72) Keterangan: Y = Intensitas polong terserang X = Rata-rata populasi larva per 3 rumpun Contoh Model 11.2:
I
Page 60 of 83
Berdasarkan pengamatan diketahui rata-rata populasi larva p enggerek polong kedelai
5 ekor per 3 rumpun, maka dapat diduga intensitas polong yang akan terserang adalah sebagai berikut: Y = 1,83 + 3,49 X Y = 1,83 + 3,49 (5) Y = 1,83 + 17,45 Y = 19,28% Model 11.3:
Peramalan penurunan produksi oleh serangan penggerek polong
Y = 138,0 – 4,38 X ; (R 2 = 0,74) Keterangan : Y = Produksi per 20 tanaman sampel (gram) X = Intensitas polong terserang Etiella spp. dengan kisaran 0
Model 11.5 :
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,5421 + 0,5758 Log (X 1) ± 0,14 ; (R 2 = 0,35)
b.
Log Y = 0,3021 + 0,2213 Log (X 1) + 0,5090 Log (X2) ± 0,09; (R 2 = 0,49)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,1527 + 0,7244 Log (X 1) ± 0,08 ; (R 2 = 0,53)
b.
Log Y = 0,0333 + 0,3608 Log (X 1) + 0,5237 Log (X2) ± 0,09; (R 2 = 0,61)
Keterangan Model 11.4, dan 11.5 :
I
Page 61 of 83
Y = X1 =
Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 11.4 yang diterapkan pada model 11.4.b: Ramalan KLTS penggerek polong pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,3021 + 0,2213 Log (X 1) + 0,5090 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,3021 + 0,2213 Log (10) + 0,5090 Log (100) Log Y = 0,3021 + 0,2213 (1) + 0,5090 (2) Log Y = 0,3021 + 0,2213 + 1,018 = 1,5414 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,5414 = 34,8 ha, Minimum = 10 (1,5414-0,09) = 10 1,454 = 28,4ha, dan Maksimum = 10 (1,5414+0,09) = 10 1,6314 = 42,8 ha. Contoh Model 11.5 yang diterapkan pada model 11.5.b: Ramalan KLTS penggerek polong pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,0333 + 0,3608 Log (X 1) + 0,5237 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,0333 + 0,3608 Log (10) + 0,5237 Log (100) Log Y = 0,0333 + 0,3608 (1) + 0,5237 (2) Log Y = 0,0333 + 0,3608 + 1,0474 = 1,4415 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,4415 = 27,6 ha, Minimum = 10 (1,4415-0,09) = 10 1,3515 = 22,5 ha, dan Maksimum = 10 (1,44151+0,09) = 10 1,5315 = 34,0 ha.
a.3. Ulat Grayak Kedelai (Spodoptera litura) Model 12.1:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
I
Page 62 of 83
Model 12.2:
a.
Log Y = 0,6898 + 0,5455 Log (X 1) ± 0,13 ; (R 2 = 0,31)
b.
Log Y = 0,2988 + 0,5174 Log (X 1) + 0,2609 Log (X 2) ± 0,11; (R 2 = 0,49)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,3571 + 0,5918 Log (X 1) ± 0,11; (R 2 = 0,34)
b.
Log Y = 0,2022 + 0,2533 Log (X 1) +0,4745 Log (X 2) ± 0,12; (R 2 = 0,41)
Keterangan Model 12. dan 12.2 : Y = X1 =
Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 12.1 yang diterapkan pada model 12.1.b: Ramalan KLTS ulat grayak pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2988 + 0,5174 Log (X 1) + 0,2609 Log (X 2) ± 0,11 Log Y = 0,2988 + 0,5174 Log (10) + 0,2609 Log (100) Log Y = 0,2988 + 0,5174 (1) + 0,2609 (2) Log Y = 0,2988 + 0,5174 + 0,5218 = 1,338 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,338 = 21,8 ha, Minimum = 10 (1,338-0,11) = 10 1,228 = 16,9 ha, dan Maksimum = 10 (1,338+0,11) = 10 1,448 = 28,0 ha. Contoh Model 12.2 yang diterapkan pada model 12.2.b: Ramalan KLTS ulat grayak pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2022 + 0,2533 Log (X 1) +0,4745 Log (X 2) ± 0,12 Log Y = 0,2022 + 0,2533 Log (10) +0,4745 Log (100) Log Y = 0,2022 + 0,2533 (1) +0,4745 (2)
I
Page 63 of 83
Log Y = 0,2022 + 0,2533 + 0,949 = 1,4045 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,4045 = 25,4 ha, Minimum = 10 (1,4045-0,12) = 10 1,2845 = 19,2 ha, dan Maksimum = 10 (1,40451+0,12) = 10 1,5245 = 33,5 ha.
a.4. Pengg ulu ng Daun Kedelai Model 13.1:
Model 13.2:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,6028 + 0,6648 Log (X 1) ± 0,10; (R 2 = 0,39)
b.
Log Y = 0,2089 + 0,1957 Log (X 1) +0,6491 Log (X 2) ± 0,08; (R 2 = 0,62)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,2555 + 0,6345 Log (X 1) ± 0,08; (R 2 = 0,45)
b.
Log Y = 0,2249 + 0,6489 Log (X 1) +0,1772 Log (X 2) ± 0,09; (R 2 = 0,60)
Keterangan Model 13.1 dan 13.2 : Y = X1 =
Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 13.1 yang diterapkan pada model 13.1.b: Ramalan KLTS penggulung daun pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2089 + 0,1957 Log (X 1) +0,6491 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,2089 + 0,1957 Log (10) +0,6491 Log (100) Log Y = 0,2089 + 0,1957 (1) +0,6491 (2) Log Y = 0,2089 + 0,1957 + 1,2982 = 1,7028 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,7028 = 50,4 ha,
I
Page 64 of 83
Minimum = 10 (1,7028-0,08) = 10 1,6228 = 42,0 ha, dan Maksimum = 10 (1,7028+0,08) = 10 1,7828 = 60,6 ha. Contoh Model 13.2 yang diterapkan pada model 13.2.b: Ramalan KLTS penggulung daun pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2249 + 0,6489 Log (X 1) +0,1772 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,2249 + 0,6489 Log (10) +0,1772 Log (100) Log Y = 0,2249 + 0,6489 (1) +0,1772 (2) Log Y = 0,2249 + 0,6489 + 0,3544 = 1,2282 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,2282 = 16,9 ha, Minimum = 10 (1,2282-0,09) = 10 1,1382 = 13,7 ha dan Maksimum = 10 (1,22821+0,09) = 10 1,3182 = 20,8 ha.
a.5. Ulat Jengk al Kedelai Model 14.1:
Model 14.2:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,3429 + 0,5122 Log (X 1) ± 0,10; (R 2 = 0,32)
b.
Log Y = 0,130 + 0,2850 Log (X 1) + 0,4683 Log (X 2) ± 0,05; (R 2 = 0,48)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,3110 + 0,6005 Log (X 1) ± 0,10 ; (R 2 = 0,31)
b.
Log Y = 0,1704 + 0,2826 Log (X 1) + 0,5482 Log (X 2) ± 0,18; (R 2 = 0,51)
Keterangan Model 14.1 dan 14.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu. Contoh Model 14.1 yang diterapkan pada model 14.1.b:
I
Page 65 of 83
Ramalan KLTS ulat jengkal pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,130 + 0,2850 Log (X 1) + 0,4683 Log (X 2) ± 0,05 Log Y = 0,130 + 0,2850 Log (10) + 0,4683 Log (100) Log Y = 0,130 + 0,2850 (1) + 0,4683 (2) Log Y = 0,130 + 0,2850 + 0,9366 = 1,3516 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,3516 = 22,5 ha, Minimum = 10 (1,3516-0,05) = 10 1,3016 = 20,0 ha, dan Maksimum = 10 (1,3516+0,05) = 10 1,4016 = 25,2 ha. Contoh Model 14.2 yang diterapkan pada model 14.2.b: Ramalan KLTS ulat jengkal pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,1704 + 0,2826 Log (X 1) + 0,5482 Log (X 2) ± 0,18 Log Y = 0,1704 + 0,2826 Log (10) + 0,5482 Log (100) Log Y = 0,1704 + 0,2826 (1) + 0,5482 (2) Log Y = 0,1704 + 0,2826 + 0,7088 = 1,1618 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,1618 = 14,5 ha, Minimum = 10 (1,1618-0,18) = 10 0,9818 = 9,6 ha dan Maksimum = 10 (1,16181+0,18) = 10 1,3418 = 22,0 ha.
a.6. Lalat Kacang Kedelai Model 15.1: Peramalan luas serangan pada musim kemarau
Model 15.2:
a.
Log Y = 0,4449 + 0,6596 Log (X 1) ± 0,09 ; (R2 = 0,44)
b.
Log Y = 0,2021 + 0,2579 Log (X 1) + 0,5388 Log (X 2) ± 0,08; (R 2 = 0,58)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
I
Page 66 of 83
a.
Log Y = 0,1238 + 0,6973 Log (X 1) ± 0,08; (R 2 = 0,51)
b.
Log Y = 0,0448 + 0,6694 Log (X 1) +0,1098 Log (X 2) ± 0,09; (R 2 = 0,59)
Keterangan Model 1, 2 : Y X1
= =
Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2
=
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 15.1 yang diterapkan pada model 15.1.b: Ramalan KLTS lalat kacang pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,2021 + 0,2579 Log (X 1) + 0,5388 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,2021 + 0,2579 Log (10) + 0,5388 Log (100) Log Y = 0,2021 + 0,2579 (1) + 0,5388 (2) Log Y = 0,2021 + 0,2579 + 1,0776 = 1,5376 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,5376 = 34,5 ha, Minimum = 10 (1,5376-0,08) = 10 1,4576 = 28,7 ha, dan Maksimum = 10 (1,5376+0,08) = 10 1,6176 = 41,5 ha. Contoh Model 15.2 yang diterapkan pada model 15.2.b: Ramalan KLTS lalat kacang pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,0448 + 0,6694 Log (X 1) +0,1098 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,0448 + 0,6694 Log (10) +0,1098 Log (100) Log Y = 0,0448 + 0,6694 (1) +0,1098 (2) Log Y = 0,0448 + 0,6694 + 0,2196 = 0,9338 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 0,9338 = 8,6 ha, Minimum = 10 (0,9338-0,09) = 10 0,8438 = 7,0 ha dan
I
Page 67 of 83
Maksimum = 10 (0,9338+0,09) = 10 1,0238 = 10,6 ha.
a.7. Tikus Kedelai Model 16.1:
Model 16.2:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,3749 + 0,6038 Log (X 1) ± 0,10;(R2 = 0,33)
b.
Log Y = 0,1740 + 0,2604 Log (X 1) + 0,5031 Log (X 2) ± 0,15; (R 2 = 0,50)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,1164 + 0,5731 Log (X 1) ± 0,04; (R 2 = 0,37)
b.
Log Y = 0,1640 + 0,2504 Log (X 1) +0,4031 Log (X 2) ± 0,15; (R 2 = 0,60)
Keterangan Model 16.1 dan 16.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 16.1 yang diterapkan pada model 16.1.b: Ramalan KLTS tikus pada tanaman kedelai Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,1740 + 0,2604 Log (X 1) +0,5031 Log (X 2) ± 0,15 Log Y = 0,1740 + 0,2604 Log (10) +0,5031 Log (100) Log Y = 0,1740 + 0,2604 (1) +0,5031 (2) Log Y = 0,1740 + 0,2604 + 1,0062 = 1,4406 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,4406 = 27,6 ha, Minimum = 10 (1,4406-0,15) = 10 1,2906 = 19,5 ha, dan Maksimum = 10 (1,4406+0,15) = 10 1,5906 = 39,0 ha. Contoh Model 16.2 yang diterapkan pada model 16.2.b: Ramalan KLTS tikus pada tanaman kedelai Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:
I
Page 68 of 83
Log Y = 0,1640 + 0,2504 Log (X 1) +0,4031 Log (X 2) ± 0,15 Log Y = 0,1640 + 0,2504 Log (10) + 0,4031 Log (100) Log Y = 0,1640 + 0,2504 (1) + 0,4031 (2) Log Y = 0,1640 + 0,2504 + 0,8062 = 1,2206 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,2206 = 16,6 ha, Minimum = 10 (1,2206-0,15) = 10 1,0706 = 11,8 ha, dan Maksimum = 10 (1,2206+0,15) = 10 1,3706 = 23,5 ha.
b.
OPT Jagung b.1. Penggerek Batang Jagung Model 17.1:
Model 17.2:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,458 + 0,467 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,27)
b.
Log Y = 0,263 + 0,202 Log (X 1) + 0,511 Log (X 2) ± 0,08; (R 2 = 0,45)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,450 + 0,646 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,33)
b.
Log Y = 0,177 + 0,354 Log (X 1) +0,514 Log (X 2) ± 0,08; (R 2 = 0,53)
Keterangan Model 17.1 dan 17.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 17.1 yang diterapkan pada model 17.1.b: Ramalan KLTS penggerek batang pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,263 + 0,202 Log (X 1) + 0,511 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,263 + 0,202 Log (10) + 0,511 Log (100) Log Y = 0,263 + 0,202 (1) + 0,511 (2)
I
Page 69 of 83
Log Y = 0,263 + 0,202 + 1,022 = 1,487 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,487 = 30,7 ha, Minimum = 10 (1,487-0,08) = 10 1,407 = 25,5 ha, dan Maksimum = 10 (1,487+0,08) = 10 1,567 = 36,9 ha. Contoh Model 17.2 yang diterapkan pada model 17.2.b: Ramalan KLTS penggerek batang pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,177 + 0,354 Log (X 1) +0,514 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,177 + 0,354 Log (10) +0,514 Log (100) Log Y = 0,177 + 0,354 (1) +0,514 (2) Log Y = 0,177 + 0,354 + 1,028 = 1,559 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,559 = 36,2 ha, Minimum = 10 (1,559-0,08) = 10 1,479 = 30,1 ha, dan Maksimum = 10 (1,559+0,08) = 10 1,639 = 43,6 ha.
b.2. Ulat Grayak Jagun g Model 18.1:
Model 18.2 :
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,339 + 0,206 Log (X 1) ± 0,08; (R 2 = 0,08)
b.
Log Y = 0,28 + 0,143 Log (X 1) + 0,194 Log (X 2) ± 0,08; (R2 = 0,11)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,451 + 0,577 Log (X 1) ± 0,14; (R 2 = 0,19)
b.
Log Y = 0,351 + 0,407 Log (X 1) + 0,294 Log (X 2) ± 0,11; (R 2 = 0,24)
Keterangan Model 18.1 dan 18.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 18.1 yang diterapkan pada model 18.1.b:
I
Page 70 of 83
Ramalan KLTS ulat grayak pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,28 + 0,143 Log (X 1) + 0,194 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,28 + 0,143 Log (10) + 0,194 Log (100) Log Y = 0,28 + 0,143 (1) + 0,194 (2) Log Y = 0,28 + 0,143 + 0,388 = 0,811 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 0,811 = 6,5 ha, Minimum = 10 (0,811-0,08) = 10 0,011 = 1,0 ha, dan Maksimum = 10 (0,811+0,08) = 10 0,171 = 1,5 ha. Contoh Model 18.2 yang diterapkan pada model 18.2.b: Ramalan KLTS ulat grayak pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,351 + 0,407 Log (X 1) + 0,294 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,351 + 0,407 Log (10) + 0,294 Log (100) Log Y = 0,351 + 0,407 (1) + 0,294 (2) Log Y = 0,351 + 0,407 + 0,588 = 1,346 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,346 = 22,2 ha, Minimum = 10 (1,346-0,11) = 10 1,236 = 17,2 ha, dan Maksimum = 10 (1,346+0,11) = 10 1,456 = 28,6 ha.
b.3. Lalat Bibi t Jagung Model 19. 1:
Model 19.2:
Peramalan luas serangan pada musi m kemarau
a.
Log Y = 0,181 + 0,523 Log (X1) ± 0,08; (R 2 = 0,35)
b.
Log Y = 0,0895 + 0,281 Log (X 1) + 0,489 Log (X 2) ± 0,07 ; (R 2 = 0,52)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
I
Page 71 of 83
a.
Log Y = 0,381 + 0,628 Log (X1) ± 0,09; (R 2 = 0,31)
b.
Log Y = 0,351 + 0,407 Log (X 1) +0,294 Log (X 2) ± 0,09; (R 2 = 0,38)
Keterangan Model 19.1 dan 19.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 19.1 yang diterapkan pada model 19.1.b: Ramalan KLTS lalat bibit pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,0895 + 0,281 Log (X 1) + 0,489 Log (X 2) ± 0,07 Log Y = 0,0895 + 0,281 Log (10) + 0,489 Log (100) Log Y = 0,0895 + 0,281 (1) + 0,489 (2) Log Y = 0,0895 + 0,281 + 0,978 = 1,3485 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,3485 = 22,3 ha, Minimum = 10 (0,3485-0,07) = 10 1,2785 = 19,0 ha, dan Maksimum = 10 (0,3485+0,07) = 10 1,4185 = 26,2 ha. Contoh Model 19.2 yang diterapkan pada model 19.2.b: Ramalan KLTS lalat bibit pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,351 + 0,407 Log (X 1) +0,294 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,351 + 0,407 Log (10) +0,294 Log (100) Log Y = 0,351 + 0,407 (1) +0,294 (2) Log Y = 0,351 + 0,407 + 1,176 = 1,934 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,934 = 85,9 ha, Minimum = 10 (1,934-0,09) = 10 1,844 = 69,8 ha, dan Maksimum = 10 (1,934+0,09) = 10 2,024 = 105,7 ha.
I
Page 72 of 83
b.4. Tikus Jagung Model 20.1:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,414 + 0,467 Log (X 1) ± 0,11; (R 2 = 0,20)
b.
Log Y = 0,215 + 0,153 Log (X 1) +0,611 Log (X 2) ± 0,09; (R 2 = 0,48)
Model 20.2: Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,457 + 0,50 Log (X 1) ± 0,10; (R 2 = 0,24)
b.
Log Y = 0,261 + 0,377 Log (X 1) + 0,366 Log (X 2) ± 0,10; (R 2 = 0,35)
Keterangan Model 1, 2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 20.1 yang diterapkan pada model 20.1.b: Ramalan KLTS tikus pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,215 + 0,153 Log (X 1) +0,611 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,215 + 0,153 Log (X 1) +0,611 Log (100) Log Y = 0,215 + 0,153 (1) +0,611 (2) Log Y = 0,215 + 0,153 + 1,956 = 2,324 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 2,324 = 210,9 ha, Minimum = 10 (2,324-0,09) = 10 2,234 = 171,4 ha, dan Maksimum = 10 (2,324+0,09) = 10 2,414 = 259,4 ha. Contoh Model 20.2 yang diterapkan pada model 20.2.b: Ramalan KLTS tikus pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,261 + 0,377 Log (X 1) + 0,366 Log (X 2) ± 0,10
I
Page 73 of 83
Log Y = 0,261 + 0,377 Log (10) + 0,366 Log (100) Log Y = 0,261 + 0,377 (1) + 0,366 (2) Log Y = 0,261 + 0,377 + 0,732 = 1,37 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,37 = 23,4 ha, Minimum = 10 (1,37-0,09) = 10 1,27 = 18,6 ha, dan Maksimum = 10 (1,37+0,09) = 10 1,47 = 29,5 ha.
b.5. Penyaki t Bul ai Jagun g Model 21.1:
Model 21.2:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,385 + 0,365 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,19)
b.
Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X 1) + 0,539 Log (X 2) ± 0,08; (R 2 = 0,42)
Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,640 + 0,546 Log (X 1) ± 0,11; (R 2 = 0,19)
b.
Log Y = 0,452 + 0,313 Log (X 1) +0,358 Log (X 2) ± 0,11; (R 2 = 0,26)
Keterangan Model 21.1 dan 21.2 : Y = X1 =
Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.
X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 21.1 yang diterapkan pada model 21.1.b: Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X 1) + 0,539 Log (X 2) ± 0,08 Log Y = 0,172 + 0,174 Log (10) + 0,539 Log (100) Log Y = 0,172 + 0,174 (1) + 0,539 (2) Log Y = 0,172 + 0,174 + 1,078 = 1,424 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,424 = 26,5 ha,
I
Page 74 of 83
Minimum = 10 (1,424-0,08) = 10 1,344 = 22,1 ha, dan Maksimum = 10 (1,424+0,08) = 10 1,504 = 31,9 ha. Contoh Model 21.2 yang diterapkan pada model 21.2.b: Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,452 + 0,313 Log (X 1) +0,358 Log (X 2) ± 0,11 Log Y = 0,452 + 0,313 Log (10) +0,358 Log (100) Log Y = 0,452 + 0,313 (1) +0,358 (2) Log Y = 0,452 + 0,313 + 0,716 = 1,481 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,481 = 30,3 ha, Minimum = 10 (1,481-0,11) = 10 1,371 = 23,5 ha, dan Maksimum = 10 (1,481+0,11) = 10 1,591 = 39,0 ha.
b.6. Penggerek Tongko l Jagung Model 22.1:
Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a.
Log Y = 0,255 + 0,474 Log (X 1) ± 0,09; (R 2 = 0,29)
b.
Log Y = 0,194 + 0,309 Log (X 1) + 0,441 Log (X 2) ± 0,07; (R 2 = 0,52)
Model 22.2: Peramalan luas serangan pada musim hujan
a.
Log Y = 0,576 + 0,634 Log (X 1) ± 0,10; (R 2 = 0,30)
b.
Log Y = 0,329 + 0,247 Log (X 1) + 0,518 Log (X 2) ± 0,09; (R 2 = 0,46)
Keterangan Model 22.1 dan 22.2 : Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang. X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu. X2 =
Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.
Contoh Model 22.1 yang diterapkan pada model 22.1.b: Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan
I
Page 75 of 83
KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,194 + 0,309 Log (X 1) + 0,441 Log (X 2) ± 0,07 Log Y = 0,194 + 0,309 Log (10) + 0,441 Log (100) Log Y = 0,194 + 0,309 (1) + 0,441 (2) Log Y = 0,194 + 0,309 + 0,882 = 1,385 Jadi Ramalan KLTS MK 2003 = 10 1,385 = 24,3 ha, Minimum = 10 (1,385-0,07) = 10 1,315 = 20,6 ha, dan Maksimum = 10 (1,385+0,07) = 10 1,455 = 28,5 ha. Contoh Model 22.2 yang diterapkan pada model 22.2.b: Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Hujan 2002/2003. Dilaporkan KLTS MK 2002 seluas 10 ha dan KLTS MH 2001/2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan: Log Y = 0,329 + 0,247 Log (X 1) + 0,518 Log (X 2) ± 0,09 Log Y = 0,329 + 0,247 Log (10) + 0,518 Log (100) Log Y = 0,329 + 0,247 (1) + 0,518 (2) Log Y = 0,329 + 0,247 + 1,036 = 1,612 Jadi Ramalan KLTS MH 2002/2003 = 10 1,612 = 40,9 ha, Minimum = 10 (1,612-0,09) = 10 1,522 = 33,3 ha, dan Maksimum = 10 (1,612+0,09) = 10 1,702= 50,4 ha.
3.
KOMODITI KOMPLEKS a.
Peramalan Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis ) di Lampung.
Model 27.1:
Peramalan kualitatif penentuan pusat sum ber serangan .
Berdasarkan analisis spasial dengan menggunakan SIG dengan melibatkan peta dijital penggunaan tanah, sistem tanah, ketinggian tanah, curah hujan, dan tingkat kerawanan serangan belalang kembara di Lampung menghasilkan bahwa pusat sumber serangan belalang kembara di Lampung terdapat di daerah perbatasan kabupaten Lampung Utara dengan Tulangbawang sebelah utara yang berbatasan langsung dengan propinsi Sumatera Selatan.
I
Page 76 of 83
Gambar 8.
Pusat sumber serangan (tanda panah), daerah penyebaran primer da skunder serangan belalang kembara di Propinsi Lampung.
Model 27.2:
Peramalan kualitatif, peluang terjadinya serangan berdasarkan pol anomali curah hujan.
Apabila rata-rata curah hujan bulanan di propinsi Lampung berada di bawah cura hujan normal (rata-rata 30 tahun) yang terjadi pada bulan kering (curah hujan <100 mm maka ada peluang terjadinya serangan belalang. Semakin panjang kondisi seperti diata maka peluang terjadinya serangan semakin tinggi. Model 27.3:
Peramalan luas serangan belalang bulanan (lag 1 bulan) untuk tingka kecamatan..
X t+1 = 1,722126 (X t ) 0,811875 ; (R 2 = 0,82) Keterangan : X t+1 = Luas serangan yang akan terjadi 1 bulan yang akan datang. Xt
= Luas serangan bulan ini.
Contoh model 27.3: Diketahui pada bulan Agustus 2002 kumulatif luas tambah serangan (KLTS) belalan kembara di Lampung 200 ha. Maka dapat diramalkan KLTS bulan September 200 sebagai berikut: X t+1; September = 1,722126 (X t; Agustus) 0,811875
I
Page 77 of 83
X t+1; September = 1,722126 (200) 0,811875 X t+1; September = 1,722126 (73,815697) X t+1; September = 127,1 ha. Model 27.4:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan curah hujan (lag 1-
bulan) untuk tingkat propinsi. 1,016672 (1,037488) X Y t+1 = ----------------------------------; (R 2 = 0,76) 1,0000496 2X Keterangan : Y t+1 = Luas serangan yang akan terjadi 1 bulan yang akan datang. X
= Rata-rata curah hujan dari 3 bulan pada bulan t sampai t-2.
Contoh model 27.4: Diketahui curah hujan pada bulan Juli, Agustus dan September 2002 berturut-turut 5 mm, 10 mm dan 60 mm. Maka dapat diduga luas serangan yang akan terjadi pada sat bulan yang akan datang (Oktober 2002) sebagai berikut: 1,016672 (1,037488) X Y t+1 = --------------------------------1,0000496 2X Rata-rata curah hujan 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan September) adala (50+10+60)/3 = 40 mm, maka dapat disubtitusikan kedalam rumus sebagai berikut: 1,016672 (1,037488) 40 Y t+1 = --------------------------------1,0000496 2(40) 1,016672 (4,3584) Y t+1 = --------------------------------1,0000496 80 4,431 Y t+1 = --------------------- = 4,4 ha. 1,00398 Model 27.5:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan curah hujan (lag 7-
bulan) untuk tingkat propinsi. 791,281478 Y t+7 = ------------------------; (R 2 = 0,72)
I
Page 78 of 83
1,016738
Keterangan: Yt+7 = Luas serangan yang akan terjadi 7 bulan yang akan datang. X
= Rata-rata curah hujan dari 3 bulan pada bulan t sampai t-2.
Contoh model 27.5: Diketahui curah hujan pada bulan Juli, Agustus dan September 2002 berturut-turut 5 mm, 10 mm dan 60 mm. Maka dapat diduga luas serangan yang akan terjadi pada (tujuh) bulan yang akan datang (April 2003) sebagai berikut: 791,281478 Y t+7 = -----------------------1,016738 X Rata-rata curah hujan 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan September) adala (50+10+60)/3 = 40 mm, maka dapat disubtitusikan kedalam rumus sebagai berikut: 791,281478 Y t+7 = -----------------------1,016738 40 791,281478 Y t+7 = ------------------------ = 407,3 ha. 1,9425 Model 27.6:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan luas serangan (lag 1
bulan) dan curah hujan (lag 1-3 bulan) untuk tingkat propinsi. 1,730055 (Y t ) 0,81307 Y t+1 = --------------------------- (1,00000227) 2X ; (R 2 = 0,76) 1,000503 X Keterangan : Y t+1 = Luas serangan yang akan terjadi 1 bulan yang akan datang. Yt
= Luas serangan pada bulan ini.
X
= Rata-rata curah hujan dari 3 bulan pada bulan t sampai t-2.
Contoh model 27.6: Diketahui curah hujan pada bulan Juli, Agustus dan September 2002 berturut-turut 5 mm, 10 mm dan 60 mm. Pada bulan September 2002 juga diketahui kumulatif lua tambah serangan (KLTS) belalang kembara di Lampung 100 ha. Maka dapat diduga lua
I
Page 79 of 83
serangan yang akan terjadi pada satu bulan yang akan datang (Oktober 2002) sebaga berikut: 1,730055 (Y t) 0,81307
Y t+1 = ------------------------------- (1,00000227) 2X 1,000503 X
Rata-rata curah hujan 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan September) adala (50+10+60)/3 = 40 mm dan KLTS September seluas 100 ha, maka dapat disubtitusika kedalam rumus sebagai berikut:
1,730055 (100) 0,81307 Y t+1 = ------------------------------- (1,00000227) 2(40) 1,000503 40 1,730055 (42,28) Y t+1 = ------------------------------- 1,000182 1,02032 73,1467254 Y t+1 = ------------------------------- 1,000182 1,02032 Y t+1 = 71,7 ha.
Model 27.7:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan luas serangan (lag 1
bulan) dan juml ah koloni untuk tingkat propinsi. Log (Yt+1 +1) = 0,002342 + 0,219787 Log (Y t +1) + 0,715199 Log (X t +1) (R2 = 0,72) Keterangan: Yt+1 = Kumulatif luas tambah serangan bulan depan. Yt
= Kumulatif luas tambah serangan bulan ini.
Xt
= Jumlah koloni belalang kembara bulan ini
Contoh model 27.7: Pada bulan September 2002 diketahui kumulatif luas tambah serangan (KLTS) belalan kembara di Lampung 100 ha dan jumlah koloni sebanyak 20. Maka dapat diduga lua serangan yang akan terjadi pada satu bulan yang akan datang (Oktober 2002) sebaga berikut:
I
Page 80 of 83
Log Yt+1 = 0,002342 + 0,219787 Log (Y t+1) + 0,715199 Log (X t+1) Log Yt+1 = 0,002342 + 0,219787 Log (100+1) + 0,715199 Log (20+1) Log Yt+1 = 0,002342 + 0,219787 (2,004) + 0,715199 (1,3222) Log Yt+1 = 0,002342 + 0,440453148 + 0,945588 = 1,388383148 Yt+1 = 10 1,388383148 = 24,5 ha Model 27.8:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan luas serangan (lag 1
bulan), jumlah koloni dan curah hujan (lag 1-3 bulan) untuk tingka propinsi.
Log Yt+1 = 4,976 + 0,212111 Log Y t + 0,509336 Log X t – 2,05375 Log Z t ; (R2 = 0,87) Keterangan: Yt+1 = Kumulatif luas tambah serangan bulan depan. Yt
= Kumulatif luas tambah serangan bulan ini.
Xt
= Jumlah koloni belalang kembara bulan ini.
Zt
= Rata-rata curah hujan bulan ini sampai 2 bulan sebelumnya (lag 1-3 bulan)
Contoh model 27.8: Diketahui curah hujan pada bulan Juli, Agustus dan September 2002 berturut-turut 5 mm, 10 mm dan 60 mm. Pada bulan September 2002 diketahui kumulatif luas tamba serangan (KLTS) belalang kembara di Lampung 100 ha dan jumlah koloni sebanyak 20 Maka dapat diduga luas serangan yang akan terjadi pada satu bulan yang akan datan (Oktober 2002) sebagai berikut: Log Yt+1 = 4,976 + 0,212111 Log Y t + 0,509336 Log X t – 2,05375 Log Z t Rata-rata curah hujan 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan September) adala (50+10+60)/3 = 40 mm, KLTS September seluas 100 ha dan jumlah koloni 20, mak dapat disubtitusikan kedalam rumus sebagai berikut: Log Yt+1 = 4,976 + 0,212111 Log(100) + 0,509336 Log(20) – 2,05375 Log(40) Log Yt+1 = 4,976 + 0,212111 (2) + 0,509336 (1,301) – 2,05375 (1,602) Log Yt+1 = 4,976 + 0.424222 + 0,662646136 – 3,2901075 = 2,772760636 Yt+1 = 10 2,772760636 = 592,6 ha.
I
Page 81 of 83
b.
Peramalan Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis) di Pulau Sumba, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Model 28.1:
Peramalan kualitatif penentuan pusat sum ber serangan .
Berdasarkan analisis spasial dengan menggunakan SIG dengan melibatkan peta dijital penggunaan tanah, sistem tanah, ketinggian tanah, curah hujan, dan tingkat kerawanan serangan belalang kembara di Pulau Sumba, Propinsi NTT menghasilkan bahwa pusat sumber serangan belalang kembara adalah terdapat di 3 (tiga) tempat, yaitu: • Pinggir pantai utara sekitar muara Sungai L. Kadaha dan L. Kapunduk, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, • pinggir pantai selatan sekitar muara Sungai L. Sendi dan L. Praikajelu, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Barat, dan • sedikit berada di sekitar Sungai L. Rita, L. Watupanggada dan L. Limatake, Kecamatan Wawea Barat, Kabupaten Sumba Barat. Model 28.2:
Peramalan kualitatif, peluang terjadinya serangan berdasarkan pola anomali curah hujan.
Apabila rata-rata curah hujan bulanan di kabupaten Sumba Timur, propinsi NTT berada di atas curah hujan normal (rata-rata 30 tahun) maka ada peluang terjadi peningkatan serangan belalang kembara. Peningkatan serangan tersebut juga dipicu oleh kejadian curah hujan dibawah normal yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya, khususnya pada musim kemarau. Model 28.3:
Peramalan luas serangan belalang bulanan (lag 1 bulan).
Log Yt = 0,127225 + 0,870733 Log(Y t-1 ); (R2 = 0,75) Keterangan : Yt = Luas serangan yang akan terjadi 1 bulan yang akan datang. Yt-1
= Luas serangan bulan ini.
I
Page 82 of 83
Gambar 9. Pusat sumber serangan (tanda panah), daerah penyebaran primer dan skunder serangan belalang kembaran di Pulau Sumba, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Contoh model 28.3: Diketahui pada bulan Agustus 2002 kumulatif luas tambah serangan (KLTS) belalang kembara di Kabupaten Sumba Timur adalah 200 ha. Maka dapat diramalkan KLTS bulan September 2002 sebagai berikut: Log Yt = 0,127225 + 0,870733 Log(Y t-1) Log Yt = 0,127225 + 0,870733 Log(200) Log Yt = 0,127225 + 0,870733 (2,301) Log Yt = 0,127225 + 2,003583 = 2,1308 Yt = 10 2,1308 = 135,1 ha. Model 28.4:
Peramalan luas serangan belalang berdasarkan curah hujan .
Yt +1 = 197,071 + 2,044 X t – 2,759 X t-5 + 1,870 X t-7 ; (R 2 = 0,83) Keterangan : Y t+1 = Luas serangan yang akan terjadi 1 bulan yang akan datang. X
= Rata-rata Curah hujan (mm) bulanan.