DAFTAR ISI KataPengantar………………………………….……………………………………i Daftar Isi……………………………………………………………………………ii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1 A. Latar Belakang……………………………………………..……………….1 B. Tujuan………………………………………………………………………1 C. Ruang Lingkup……………………………………………………….……..1 D. Batasan Operasional…………………………………………………….…..1 E. Landasan Hukum…………………………………………………………...2 BAB II TINJAUAN UMUM……………………………………………………….3 A. Tim Farmasi dan Terapi 3 B. Format Formularium 4 C. Manfaat Formularium 4 BAB III SISTEM FORMULARIUM 6 A. Evaluasi Penggunaan Obat 6 B. Penilaian 6 C. Pemilihan Obat 6 D. Penggunaan Obat Non-Formularium 7 E. Kriteria Obat 7 BAB IV TATA LAKSANA PENYUSUNAN FORMULARIUM A. Proses Penyusunan Formularium 10 B. Isi Formularium 10 C. Permberlakuan 11 D. Distribusi Formularium 11 E. Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Formularium 11 BAB V PENUTUP 12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, biaya pengobatan di sarana pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit semakin mahal. Salah satu penyebab mahalnya adalah penggunaan obat
1
yang tidak rasional, dalam kontek rasional berarti tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat dosis, tepat waktu pemberian, dan juga tepat pasien. B. Tujuan Umum Sebagai pedoman dalam menyusun formularium rumah sakit Khusus 1. Pedoman pemilihan obat di Rumah Sakit 2. Memperbaiki pengelolaan obat di Rumah Sakit 3. Meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat 4. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional 5. Meningkatkan komunikasi antar profesi C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup formularium rumah sakit ini meliputi penggunaan obat diseluruh Rumah Sakit Umum Sumbawa Besar D. Batasan Operasional Formularium merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus direvisi memuat sediaan obat dan informasi penting lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit. Daftar obat adalah daftar produk yang telah disetujui digunakan di rumah sakit dimana daftar obat ini adalah daftar sederhana tanpa informasi tentang tiap produk obat hanya terdiri atas nama generik, kekuatan dan bentuk. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui TFT, mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan bentuk sediaan yang dianggap terbaik dalam perawatan pasien dimana keberadaannya sangat bermanfaat bagi rumah sakit karena rumah sakit hanya menyediakan jenis dan jumlah obat sesuai kebutuhan pasien. Kebutuhan staf medik terhadap obat dapat terakomodasi, karena perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat di rumah sakit mengacu pada formularium tersebut. D. Landasan Hukum 1. Undang- undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
2
BAB II TINJAUAN UMUM Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.
3
Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT. A. Tim Farmasi dan Terapi 1. Tujuan TFT Memberikan usulan penggunaan atau membantu di dalam merumuskan kebijakan, metode untuk evaluasi, pemilihan dan pemakaian obat-obatan di rumah sakit dan memberikan usulan atau membantu di dalam merumuskan program yang dibuat guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan professional (dokter, perawat, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya) akan pengetahuan yang terbaru dan lengkap berkenaan dengan obat-obatan dan penggunaannya. a. Fungsi TFT Memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS mengenai rumusan kebijakan dan prosedur untuk evaluasi, pemilihan dan penggunaan obat di rumah sakit dan merumuskan program yang berkaitan dengan edukasi tentang obat dan penggunaannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit. b. Struktur Organisasi TFT Penasehat
: 1. Direktur RSUD Sumbawa Besar 2. Ketua Komite Medik RSUD Sumbawa Besar
Ketua
:
Sekretaris
:
Anggota
: 1. 2. 3.
c. Tata Kerja 1. Melakukan rapat rutin, agenda rapat harus disiapkan jauh hari sebelumnya agar memungkinkan anggota untuk mempelajari masalahmasalah yang akan dibahas dalam rapat. 2. Anggota yang berhalangan hadir dapat menunjuk wakilnya 3. Notulen rapat harus selalu didokumentasikan dengan baik oleh Sekretaris TFT 4. Usulan – usulan TFT harus disampaikan kepada pimpinan rumah sakit dan Komite Medik
4
B. Format Formularium Format formularium sangat penting karena dapat menentukan kepraktisan penggunaan sehari-hari dan efisiensi biaya penerbitan. Formularium dengan ukuran buku saku mudah dibawa oleh professional kesehatan dan hal itu dapat meningkatkan penggunaan obat formularium. Formularium rumah sakit mempunyai komposisi sebagai berikut : 1. Sampul luar dengan judul formularium obat, nama rumah sakit, tahun berlaku, dan nomor edisi 2. Daftar isi 3. Sambutan 4. Kata Pengantar 5. SK TFT, SK Pemberlakuan Formularium 6. Petunjuk penggunaan formularium 7. Informasi tentang kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat 8. Monografi obat 9. Informasi khusus 10. Lampiran (formulir, indeks kelas terapi obat, indeks nama obat) C. Manfaat Formularium Formularium yang dikelola dengan baik mempunyai manfaat untuk rumah sakit. Adapun manfaat dimaksud mencakup antara lain : 1. Meningkatkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit 2. Merupakan bahan edukasi bagi professional kesehatan tentang terapi obat yang rasional 3. Memberikan rasio manfaat-biaya yang tertinggi, bukan hanya sekedar mencari harga obat yang termurah 4. Memudahkan professional kesehatan dalam memilih obat yang akan digunakan untuk perawatan pasien 5. Memuat sejumlah pilihan terapi obat yang jenisnya dibatasi sehingga professional kesehatan dapat mengetahui dan mengingat obat yang mereka gunakan secara rutin 6. IFRS dapat melakukan pengelolaan obat secara efektif dan efisien. Penghematan terjadi karena IFRS tidak melakukan pembelian obat yang tidak perlu. Oleh karena itu, rumah sakit mampu membeli dalam kuantitas yang lebih besar dari jenis obat yang lebih sedikit. Apabila ada dua jenis obat yang indikasi terapinya sama, maka dipilih obat yang paling cost effective. Kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam menjalankan peran tersebut antara lain: a. Merekapitulasi usulan obat yang akan dibahas dalam rapat penyusunan formularium b. Mengkaji informasi dari pustaka ilmiah yang terkait dengan obat yang diusulkan c. Menyajikan data ketersediaan dan harga obat d. Melakukan evaluasi terhadap usulan yang masuk
5
e. f. g. h.
Menyiapkan informasi yang akan dimuat dalam formularium Berpartisipasi aktif dalam rapat pembahasan penyusunan formularium Berpartisipasi aktif dalam sosialisasi formularium Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi formularium
secara berkesinambungan i. Melakukan pengkajian penggunaan obat
BAB III SISTEM FORMULARIUM A. Evaluasi Penggunaan Obat Bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Evaluasi penggunaan obat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pengkajian dengan mengambil data dari pustaka Kegiatannya meliputi : a. Mengumpulkan naskah ilmiah berkaitan dengan aspek keamanan, efektivitas dan biaya dari jurnal ilmiah yang terpercaya. b. Melakukan telaah ilmiah terhadap naskah yang didapat c. Pengkajian dengan mengambil data sendiri, yaitu suatu proses terus menerus, sah secara organisasi, terstruktur, ditujukan untuk memastikan bahwa obat digunakan secara tepat, aman dan bermanfaat. B. Penilaian Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan, bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat lama yang sudah tercantum di dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang mendukung keunggulannya, perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara pengobatan terdahulu. Kecuali yang memiliki data bioekuivalensi (BE) dan/ atau rekomendasi tingkat I evidence-based medicine (EBM). Obat yang terpilih
masuk
dalam
formularium
adalah
obat
yang
memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan
6
keamanannya. Bila dari segolongan obat yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat dan keamanan yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
C. Pemilihan Obat Tahap pemilihan obat merupakan tahap yang paling sulit dalam proses penyusunan
formularium
karena
keputusan
yang
diambil
memerlukan
pertimbangan dari berbagai faktor : 1. Faktor Institusional ( Kelembagaan ) Obat yang tercantum dalam formularium adalah obat yang sesuai dengan pola penyakit, populasi penderita dan kebijakan lain rumah sakit. 2. Faktor Obat Obat yang tercantum dalam formularium harus mempertimbangkan efektivitas,
keamanan,
profil
farmakokinetik
dan
farmakodinamik,
ketersediaan obat dan fasilitas untuk penyimpanan atau pembuatan, kualitas produk obat, reaksi obat yang merugikan serta kemudahan dalam penggunaan. Produk obat telah memiliki izin edar dari Departemen Kesehatan 3. Faktor biaya Setelah pertimbangan ilmiah dibuat, Tim Farmasi Terapi harus mempertimbangkan biaya terapi obat secara keseluruhan. Hal ini termasuk biaya sediaan obat, biaya penyiapan obat, biaya pemberian obat dan biaya monitoring selama penggunaan obat. Obat terpilih adalah obat dengan biaya terapi keseluruhan yang peling rendah. D. Penggunaan Obat Non-Formularium Secara umum, hanya obat formularium yang disetujui untuk digunakan secara rutin dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Prinsip yang mendasari adanya proses untuk menyetujuui pemberian obat non formularium adalah pada keadaan dimana penderita sangat memerlukan terapi obat yang tidak tercantum di formularium, sebagai contoh : a. Perkembangan terapi yang sangat memerlukan adanya obat baru yang belum terakomodir dalam formularium b. Obat-obat yang sangat mahal dan penggunaannya dikendalikan secara ketat Mekanisme proses pengajuan obat non formularium : a. Dokter
pengusul
mengisi
formulir
dan
disetujui
oleh
Kepala
Departemen/Bagian b. Formulir diajukan ke Tim Farmasi Terapi c. Penilaian oleh Tim Farmasi Terapi terhadap usulan yang disampaikan
7
d. Usulan yang disetujui disampaikan ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk
diadakan e. Usulan yang tidak disetujui dikembalikan ke Departemen/Bagian f. Penilaian terhadap usulan obat non formularium cukup dilakukan oleh
pelaksana harian Tim Farmasi Terapi (ketua, sekretaris dan salah satu anggota) agar tidak menghambat proses penyediaan obat non formularium. E. Kriteria Obat 1. Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium a. Mengutamakan penggunaan Obat generik; b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita; c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas; d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan; e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan; f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien; g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau. 2. Kriteria penghapusan obat dari Formularium a. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi. b. Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3(tiga) bulan maka akan diingatkan kepada dokter-dokter terkait yang menggunakan obat tersebut. Apabila pada 3(tiga) bulan berikutnya tetap tidak/kurang digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari buku formularium. c. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh pemerintah/BPOM atau dari pabrikan.
BAB IV TATA LAKSANA PENYUSUNAN FORMULARIUM A. Proses Penyusunan Formularium
8
Proses penyusunan formularium di rumah sakit dilakukan dengan mengikuti tahapan di bawah ini : 1. Rekapitulasi usulan obat dari Komite Medik berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik 2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi 3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar 4. Rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi Terapi dikembalikan ke Komite 5. 6. 7. 8.
Medik untuk mendapatkan umpan balik Membahas hasil umpan balik dari Komite Medik Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium Susun kebijakan dan pedoman untuk implementasi Lakukan edukasi mengenai formularium kepada staf dan lakukan monitoring. Tim
Farmasi
Terapi
bertanggung
jawab
dalam
penyusunan/revisi
formularium yang dibantu secara aktif oleh IFRS B. Isi Formularium Formularium berisi tiga bagian utama yaitu : 1. Informasi kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat 2. Daftar obat Bagian ini merupakan inti dari formularium yang berisi informasi dari setiap obat disertai satu atau lebih indeks untuk memudahkan penggunaan formularium. Nama obat disusun dengan cara : a. Pembagian kelas terapi merujuk kepada DOEN yang berlaku b. Nama obat perkelas terapi dituliskan dalam nama generik berdasarkan abjad 3. Informasi khusus Informasi khusus tergantung pada kebutuhan masing-masing rumah sakit. Contoh : a. Tabel ekivalensi dosis dari obat yang sama golongan farmakologinya b. Cara perhitungan dosis untuk anak c. Daftar racun yang dapat didialisis d. Cara perhitungan penyesuaian dosis e. Interaksi obat f. Daftar obat dengan indeks terapi sempit C. Pemberlakuan Kepatuhan penggunaan formularium memerlukan dukungan dari pimpinan rumah sakit berupa surat keputusan tentang pemberlakuan formularium. Sosialisasi harus dilakukan kepada seluruh profesional kesehatan dengan cara : pertemuan, surat edaran, dan penyerahan buku formularium ke masing-masing SMF. D. Distribusi Formularium Formularium didistribusikan kepada:
9
a. Unit pelayanan untuk penderita rawat inap, rawat jalan, gawat darurat b. Instalasi farmasi dan seluruh depo farmasi c. Pimpinan rumah sakit d. Pusat pelayanan informasi obat e. Departemen/SMF f. Anggota staf medik dan apoteker g. Perpustakaan h. Bagian pengadaan i. Bagian lain yang dianggap perlu E. Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Formularium Evaluasi dapat dilakukan secara menyeluruh atau sebagian tergantung pada sumber daya yang tersedia. Indikator untuk menilai kepatuhan penggunaan formularium terdiri dari: 1. Kepatuhan penulisan resep sesuai formularium Rumus perhitungan dan contoh : Jumlah item obat yang diresepkan sesuai formularium Jumlah seluruh item obat dalam formularium
x
100%
Catatan : Diperlukan analisis penyebab ketidakpatuhan dan selanjutnya dilakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kepatuhan penulisan resep melalui sosialisasi formularium maupun supervisi di masing-masing bagian. 2. Kepatuhan pengadaan sesuai formularium Rumus perhitungan dan contoh : Jumlah item obat yang diadakan sesuai formularium Jumlah seluruh item obat yang ada dalam formularium
x
100%
Catatan: Diperlukan analisis penyebab ketidakpatuhan dan selanjutnya dilakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pengadaan. Arahan dari direksi sangat penting karena pengadaan merupakan kunci keberhasilan penulisan resep. Penyebab ketidakpatuhan penulisan resep obat formularium maupun pengadaan antara lain : a. Sistem formularium tidak berjalan dengan baik di rumah sakit b. Tidak adanya surat keputusan pimpinan rumah sakit untuk menggunakan formularium, sehingga staf medik tidak merasa berkewajiban menggunakan formularium c. Tidak adanya sosialisasi formularium oleh TFT kepada staf medik, sehingga
staf medik tidak mengenal formularium d. Tidak adanya supervisi secara regular guna mengingatkan staf medik untuk menggunakan obat yang ada dalam formularium e. TFT tidak berfungsi dengan baik f. Formularium tidak pernah direvisi sesuai dengan kebutuhan penderita dan staf medik
10
g. Apoteker di IFRS tidak berperan sebagaimana seharusnya h. Tidak adanya mekanisme penghargaan dan hukuman (rewards and punishment) i. Adanya konflik kepentingan dari pihak yang terlibat dalam pengadaan
BAB V PENUTUP Buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit dalam menyusun formularium yang baik. Formularium yang disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi merupakan pedoman pemilihan dan penggunaan obat yang paling bermanfaat bagi pasien dan akan mendorong penggunaan obat yang rasional di rumah sakit. Adanya formularium di rumah sakit diharapkan dapat menyederhanakan penyediaan obat, membatasi penggunaan obat yang tidak perlu dan meningkatkan efisiensi biaya pengobatan. Diharapkan dengan tersusunnya formularium di rumah sakit, akan memberikan sumbangan terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
11