1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan
kesehatan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan. Masih tingginya angka kematian bayi dan prevalensi gizi kurang pada balita menjadi masalah di Kecamatan Ampelgading, yang tidak dapat ditangani sendiri oleh sektor kesehatan, melainkan perlu ditangani bersama dengan sektor di luar kesehatan dan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat
dalam
pembangunan
kesehatan
sangat penting sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga sebagai berikut 1) Dari hasil kajian ternyata
70%
sumber
kontribusi/partisipasi masyarakat/partisipasi
daya
pembangunan
masyarakat; masyarakat
2)
nasional
berasal
Pemberdayaan
berazaskan
gotong
royong,
merupakan budaya masyarakat Indonesia yang perlu dilestarikan; 3) Perilaku masyarakat merupakan faktor penyebab utama, terjadinya permasalahan kesehatan, oleh sebab itu masyarakat sendirilah yang dapat
menyelesaikan
pendampingan/bimbingan
masalah pemerintah;
4)
tersebut
dengan
Pemerintah
mempunyai
keterbatasan sumber daya dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang
semakin
kompleks
di
masyarakat,
sedangkan
masyarakat
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dapat dimobilisasi dalam upaya pencegahan di wilayahnya; 5) Potensi yang dimiliki masyarakat diantaranya meliputi community leadership, community organization, community financing, community material, community knowledge, community technology, community decision making process , dalam upaya peningkatan kesehatan, potensi tersebut perlu dioptimalkan; 6) Upaya
pencegahan
lebih
efektif
dan
efisien
dibanding
upaya
pengobatan, dan masyarakat juga mempunyai kemampuan untuk melakukan upaya pencegahan apabila dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat terutama untuk ber-perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2
Untuk
keberhasilan
penyelenggaraan
berbagai
upaya
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lebih difokuskan pada: a) meningkatnya perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, b) meningkatnya kemandirian masyarakat dalam sistem peringatan dini, penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana, serta terjadinya wabah/KLB, c) meningkatnya keterpaduan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dengan kegiatan yang berdampak
pada
income
generating .
Disamping
itu,
upaya
pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari masalah dan potensi spesifik daerah, oleh karenanya diperlukan pendelegasian wewenang lebih besar kepada daerah.
B. Tujuan Meningkatnya upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM/ Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) sehingga masyarakat mampu mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan peran pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di Kecamatan Ampelgading.
D. Batasan Operasional Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak
tahu
menjadi
tahu
atau
sadar
(aspek
pengetahuan
atau
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari
3
mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice). Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu proses aktif, dimana sasaran/klien dan masyarakat yang diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan dan kemitraan masyarakat dan fasilitator
(pemerintah,
LSM/Lembaga
Sosial
Masyarakat)
dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kegiatan dan program kesehatan serta memperoleh manfaat dari
keikutsertaannya
dalam
rangka
membangun
kemandirian
masyarakat. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam proses pemberdayaan
masyarakat
adalah
pendampingan
oleh
fasilitator
pemberdayaan masyarakat. Peran fasilitator pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu menyelenggarakan UKBM secara mandiri dan menerapkan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
4
Pemberdayaan
masyarakat
bidang
kesehatan
dilaksanakan
dengan prinsip-prinsip: 1.
Kesukarelaan,
yaitu
keterlibatan
seseorang
dalam
kegiatan
pemberdayaan masyarakat tidak boleh berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya
untuk
memperbaiki
dan
memecahkan
masalah
kehidupan yang dirasakan. 2.
Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3.
Keswadayaan,
yaitu
kemampuannya
untuk
merumuskan
melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar. 4.
Partisipatif, yaitu keikutsertaan semua pemangku kepentingan sejak pengambilan keputusan, perencanan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.
5. Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa direndahkan. 6. Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama pemangku kepentingan. 7. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling memperdulikan. 8. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme. 9. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun. 10. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumber daya kesehatan
bagi
sebesar-besar
kemakmuran
kesinambungan pembangunan kesehatan.
masyarakat
dan
5
E. Landasan Hukum 1.
Kebijakan Pemerintah tentang pemberdayaan masyarakat secara tegas tertuang didalam GBHN Tahun 1999, serta UU. Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Didalam GBHN Tahun 1999, khususnya didalam “Arah Kebijakan Pembangunan Daerah”, antara lain dinyatakan “mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga
keagamaan,
lembaga
adat
dan
lembaga
swadaya
masyarakat, serta seluruh potensi masya rakat dalam wadah NKRI “ 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, antara lain ditegas-kan bahwa “Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang
ini
adalah
mendorong
untuk
memberdayakan
masyarakat, menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas, serta meningkatkan peran serta masyarakat “. 3.
Undang-Undang Pembangunan
Nomor
Nasional
25
Tahun
(PROPENAS)
2000
tentang
Tahun
Program
2000-2004
dan
Program Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dinyatakan bahwa tujuan
pemberdayaan
masyarakat
adalah
meningkatkan
keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat
setempat,
perlindungan
sosial
penanggulangan
masyarakat,
kemiskinan
peningkatan
dan
keswadayaan
masyarakat luas guna membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik “.
6
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat mulai di Kepala Puskesmas, Penanggung jawab
UKP,
Penanggung
jawab
UKM,
dan
seluruh
karyawan.
Penanggung jawab UKM Promosi Kesehatan merupakan koordinator dalam
penyelenggaraan
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
di
Kecamatan Ampelgading. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan sektor terkait yaitu: Camat, PKK, penanggung jawab KB, agama, pendidikan, pertanian, dan sektor terkait lainnya dengan kesepakatan peran masingmasing dalam pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
B. Distribusi Ketenagaan Pengaturan dan penjadualan Penanggung jawab UKM, UKP, dan karyawan puskesmas dikoordinir oleh Penanggung jawab UKM Promosi Kesehatan sesuai dengan kesepakatan.
C. Jadual Kegiatan Jadual
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
disepakati dan disusun bersama dengan sektor terkait dalam pertemuan lokakarya mini lintas sektor tiap tiga bulan sekali
7
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang Koordinasi
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
dilakukan oleh Penanggung jawab UKM Promosi Kesehatan yang menempati ruang Promosi Kesehatan. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di ruang Rapat.
R. Admin
R. Kapus R. Rapat Puskesmas
R. Promkes
B. Standar Fasilitas 1. Buku Panduan PHBS : 1 buah 2. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat : 1 kit 3. Kit audiovisual audividual, yang terdiri dari: a. Wireless system/Amplifier dan Wireless Microphone 2 Unit b. Microphone : 2 buah c. Speaker : 2 buah d. Laptop : 1 buah e. LCD projektor : 1 buah
8
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN
Adapun tatalaksana pelayanan meliputi : 1. Persiapan a. Diseminasi informasi pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan tingkat Kecamatan dan pihak lain yang terkait. b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan tingkat Kecamatan 2. Perencanaan a. Merencanakan teknis kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan lintas sektor terkait b. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan
yang
bersumber
dari
dana
pemberdayaan
masyarakat dari masing-masing sektor untuk kegiatan terintegrasi 3. Pelaksanaan a. Menetapkan mekanisme koordinasi antar sektor terkait dengan leading sektor dari Puskesmas (penanggung jawab Promosi Kesehatan) b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan untuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di tingkat Kecamatan. 4. Melaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan sesuai dengan jadual yang telah disusun kepada Kecamatan. 5. Monitoring Evaluasi a. Monitoring pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat b. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masayarakat.
9
BAB V LOGISTIK
Kebutuhan
dana
dan
logistik
untuk
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan masyarakat direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas sektor sesuai dengan tahapan kegiatan dan metoda pemberdayaan yang akan dilaksanakan.
10
BAB VI KESELAMATAN SASARAN
Dalam
perencanaan
sampai
dengan
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
11
BAB VII KESELAMATAN KERJA
Dalam
perencanaan
sampai
dengan
pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan perlu diperhatikan keselamatan kerja karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan
12
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut: 1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual 2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan 3. Ketepatan metoda yang digunakan 4. Tercapainya indikator PHBS Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap tribulan.
13
BAB IX PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dengan tetap memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat. Keberhasilan kegiatan pemberdayaan masyarakat tergantung pada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam bidang kesehatan.