PEDOMAN PELAYANAN PONEK RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN
2015
1
RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN - JAWA TIMUR Jalan Merpati No. 58-62, Sidokumpul, Lamongan, Jawa Timur 62213 Telepon : (0322) 321522, 321427, 323440. Fax : (0322) 321427 email :
[email protected]
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN NOMOR : 1769 /SK/DIR/I/2015 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENCY KOMPREHENSUF (PONEK) RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN DIREKTUR RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN
Menimbang
: a. Bahwa RSI Nashrul Ummah Lamongan perlu untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada pelanggan melalui peningkatan mutu secara berkesinambungan; b. Bahwa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Instalasi Gawat Darurat RSI Nashrul Ummah Lamongan memerlukan Pedoman Pelayanan PONEK sebagai acuan dalam memberikan pelayanan; c. Bahwa untuk tertib administrasi dan manajemen perlu ditetapkan dengan surat keputusan.
Mengingat
: 1. Keputusan Badan Pelaksana Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan Nomor 053/KPTS/BPRSINU/2012 tentang Pengangkatan Direktur RSI Nashrul Ummah Lamongan; 2. Keputusan Badan Pelaksana Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan Nomor 062/KPTS/BPRSINU/2013 tentang Perubahan Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan. 3. Keputusan Yayasan Rumah Sakit Nashrul Ummah Lamongan Nomor 064/ KPTS/ YARSINU/ III/2015 tentang Perubahan Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan.
Memperhatikan
: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 417/MENKES/PER/II/2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
ii
RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN - JAWA TIMUR Jalan Merpati No. 58-62, Sidokumpul, Lamongan, Jawa Timur 62213 Telepon : (0322) 321522, 321427, 323440. Fax : (0322) 321427 email :
[email protected]
MEMUTUSKAN
Menetapkan
: BUKU PEDOMAN PELAYANAN PONEK RUMAH SAKIT ISLAM
Pertama
: Memberlakukan Buku Pedoman Pelayanan PONEK RSI Nashrul Ummah Lamongan sebagaimana terlampir bersama Surat Keputusan ini sebagai pedoman pelayanan PONEK di RSI Nashrul Ummah Lamongan.
Kedua
: Surat keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat hal-hal yang perlu penyempurnaan, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
NASHRUL UMMAH LAMONGAN.
Ditetapkan di : Lamongan Pada Tanggal : 29 Januari 2015 -------------------------------------------Direktur,
dr. Muwardi Romli, Sp.B, M.Kes NIK. 120001
iii
RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN - JAWA TIMUR Jalan Merpati No. 58-62, Sidokumpul, Lamongan, Jawa Timur 62213 Telepon : (0322) 321522, 321427, 323440. Fax : (0322) 321427 email :
[email protected]
SAMBUTAN DIREKTUR Assalamu’alaikum wr.wb. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat, serta meningkatnya kesadaran klien/pasien akan hak-haknya perlu kita sadari bersama bahwa pelayanan Maternal dan Neonatal di rumah sakit menjadikan suatu tantangan yang harus diantisipasi untuk mencapai peningkatan yang menyeluruh. Suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan gawat darurat di rumah sakit, yaitu dengan mewujudkan suatu pelaksanaan standar pelayanan yang memadai serta perilaku yang benar, di setiap tindakan yang berhubungan dengan pelayanan gawat darurat terhadap klien/pasien. Untuk mencapai tujuan di atas maka perlu diterbitkan Buku Pedoman Pelayanan PONEK RSI Nashrul Ummah Lamongan. Besar harapan kami buku ini dapat dipelajari, dipahami serta petugas mampu melaksanakan setiap kebijakan dan prosedur yang telah ditentukan di lingkungan RSI Nashrul Ummah Lamongansehingga kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan lancar dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku pedoman ini. Kami menyadari bahwa buku pedoman ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan masukan yang berharga senantiasa kami harapkan. Wassalamu’alaikum wr.wb. Lamongan, 29 Januari 2015 Direktur RS Islam Nashrul Ummah Lamongan
dr. Muwardi Romli, Sp.B, M.Kes NIK. 120001
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerah yang diberikan kepada penyusun, sehingga Pedoman Pelayanan PONEK RSI Nashrul Ummah Lamongan ini dapat selesai disusun. Buku ini merupakan panduan kerja bagi petugas yang terkait dalam memberikan pelayanan PONEK RSI Nashrul Ummah Lamongan. Terima kasih yang sebesar besarnya, kami haturkan kepada jajaran Direksi RSI Nashrul Ummah Lamongan yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam pembuatan pedoman ini, para pejabat struktural dan tenaga fungsional di lingkungan RSI Nashrul Ummah Lamongan yang telah memberikan masukan dalam proses penyusunan pedoman ini, serta seluruh staf di RSI Nashrul Ummah Lamongan yang telah dan akan berpartisipasi aktif mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan sampai pada proses monitoring dan evaluasi pedoman ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan akreditasi rumah sakit.Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan buku panduan ini sangat kami harapkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Lamongan, 29 Januari 2015 Penyusun
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA ................................................................ ii SAMBUTAN DIREKTUR ............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v DAFTAR ISI BAB I
................................................................................................................ vi
PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Ruang Lingkup Pelayanan ....................................................................... 2 C. Pelayanan Penunjang Medik.................................................................... 4
BAB II
KRITERIA RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM ............................................. 6 A.Kriteria Umum Rumah Sakit Ponek............................................................. 6 B.Kriteria Khusus............................................................................................. 7
BAB III
STANDAR KETENAGAAN........................................................................... 8 A. Kualifikasi SDM......................................................................................... 9 B. Distribusi Ketenagaan.............................................................................. 10 C. Pengaturan Jaga.... ...................................................................................10 D. Pelatihan............... ...................................................................................11
BAB IV
STANDAR FASILITAS....................................................................................12
BAB V
A.Sarana dan Prasarana....................................................................................12 B.Prasarana dan Sarana Penunjang................................................................ 17 C.Denah Ruangan Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan............. 18 STANDAR PELAYANAN............................................................................ 19
BAB V
A.Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.......................................... 19 B.Penyelenggaraan PONEK 24 Jam............................................................. 94 C.Pelaksanaan Rawat Gabung Ibu Dan Bayi................................................ 99 D.Inisiasi Menyusui Dini Dan ASI Eksklusif............................................... 102 E. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan Metode Kanguru ..105 F. Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB)............................................. 110 G.Rujukan PONEK....................................................................................... 116 TATA LAKSANA PELAYANA N.............................................................. 119 A.Tatalaksana Penerima Pasien Baru............................................................ B.Tatalaksana Pemeriksaan Pasien (Visite) Dokter Penanggung Jawab...... C.Tatalaksana Merujuk Pasien..................................................................... D.Tatalaksana Mendampingi Pasien Untuk Dirujuk……………………… E. Tatalaksana Pasien Pulang Dari Rawat Inap............................................ F. Tatalaksana Pemeriksaan Laboratorium pasien Di rawat Inap.................. v
119 119 120 121 121 123
G.Tatalaksana pemeriksaan Radiology Pasien Di rawat Inap....................... 123 BAB V
LOGISTIK………………………………………………………………… 125 A. Obat Life Saving…………………………………………………………125 B. Peralatan Life Saving…………………………………………………… 128 C. Pemberian Resep Obat Pasien....................................................................128 D. Ketentuan Lain………………………………………………………….. 128
BAB VI KESELAMATAN PASIEN ........................................................................... 129 A. Definisi...................................................................................................... 129 B. Tujuan ....................................................................................................... 129 C. Standar Patient Safety................................................................................ 129 D. Program Pengamanan ................................................................................ 130 E. Tata Laksana ............................................................................................. 130 BAB VII KESELAMATAN KERJA............................................................................. 131 A. Pendahuluan .............................................................................................. 131 B. Tujuan ....................................................................................................... 131 C. Tindakan Beresiko Terpajan...........................................................................132 D. Prinsip Keselamatan Kerja............................................................................ 132 BAB VIII PENGENDALIAN MUTU………………………………………………… 133 BAB IX
PENUTUP………………………………………………………………….. 134
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehantan, berdasarkan pada ilmu kebidanan. Pelayanan tersebut berupa pelayanan yang komprehensif, bio-psiko-sosio-spiritual ditujukan pada perorangan, keluarga dan masyarakat serta mencakup seluruh proses kehidupan manusia(WHO, 2000) Beberapa hal yang menyebabkan tingginya angka kemataian ibu berpangkal pada kompleknya permasalahan yang melatarbelakangi yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk melahirkan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Banyaknya persalinan yang ditolong oleh tenaga non profesional, masih terdapat persalinan yang dilakukan di rumah dan paritas yang tinggi. Ada tiga hal yang berpengaruh terhadap proses terjadinya kematian ibu yang biasanya diawali dari komplikasi persalinan dan nifas yang tidak ditangani atau diketahui secara dini. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian ibu, disebut sebagai determinan dekat yaitu kehamilan ibu sendiri dan komplikasi yang terjadi, dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (wibowo, 2004). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menurut survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Sementara target AKI untuk milenium Development Goals (MDG’s). Yang ditetapkan WHO sebesar 102/100.000 kelahiran hidup dan AKBBL sebesar 15/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007). Penyebab masih tingginya AKI adalah perdarahan 20%, eklamsia 27%, infeksi 15 %, komplikasi puerpuralis 10%, partus lama 15%, trauma abortus 30%, emboli obstetrik (1 orang) 3%, KPP 5%, komplikasi lain 11%. Angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 248/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (wijaya, 2009). Komponen utama dalam menejemen kebidanan adalah fokus pada sumber daya manusia dan materi secra efektif. Tujuan dari menejemen bangsal untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kebidanan, untuk kepuasan pasien melalui peningkatan produktifitas dan kualitas kerja bidan (Nursalam, 2000).
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
1
B. Ruang Lingkup Pelayanan a. Upaya Pelayanan PONEK: 1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif 2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan 3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sektio saesaria 4. Perawatan intensif ibu dan bayi. 5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi b. PONEK di Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan ( Type D ) 1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis a. Pelayanan Kehamilan b. Pelayanan Persalinan normal dan Persalinan dengan tindakan operatif c. Pelayanan Nifas d. Asuhan Bayi Baru Lahir e. Imunisasi dan f. Intensive Care Unit (ICU) 2. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi Masa antenatal a.Perdarahan pada kehamilan muda / abortus. b.Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut / kehamilan ektopik. c.Kehamilan ektopik (KE) & Kehamilan Ektopik Terganggu d.(KET). e.Hipertensi, Preeklampsi/Eklampsi. f. Perdarahan pada masa Kehamilan Masa intranatal a. Persalinan dengan parut uterus b. Persalinan dengan distensi uterus a. Gawat janin dalam persalinan b. Pelayanan terhadap syok c.
Ketuban pecah dini
d. Persalinan macet e. Induksi dan akselerasi persalinan f. Aspirasi vakum g. Seksio sesarea
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
2
h. Episiot i. Malpresentasi dan malposisi j. Distosia bahu k. Prolapsus tali pusat l. Plasenta manual m. Perbaikan robekan serviks n. Perbaikan robekan vagina dan perineum o. Perbaikan robekan dinding uterus p. Reposisi Inersio Uteri q.
Histerektomi
r. Sukar bernapas s. Kompresi bimanual dan aorta t.
Dilatasi dan kuretase
u. Ligase arteri uterina v. Anestesia umum dan lokal untuk seksio sesaria w. Anestesia spinal, ketamin Masa Post Natal a. Masa nifas b. Demam pasca persalinan c. Perdarahan pasca persalinan d. Nyeri perut pasca persalinan e. Keluarga Berencana f. Asuhan bayi baru lahir sakit 3. Pelayanan Kesehatan Neonatal a. Hiperbilirubinemi b. Asfiksia c. Trauma kelahiran, d. Hipoglikemi e. Kejang f. Sepsis neonatal g. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, h. Gangguan pemapasan i. Gangguan pendarahan j. Renjatan (shock),
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
3
k. Aspirasi mekonium l. Inisiasi dini ASl (Breast Feeding) m. Kangaroo Mother Care n. Resusitasi Neonatus o. Pemberian minum pada bayi risiko tinggi p. Pemberian cairan Parenteral q. Kelainan bawaan 4. Pelayanan Ginekologis a.
Kehamilan ektopik
b.
Perdarahan uterus disfungsi
c.
Perdarahan menoragia
d.
Kista ovarium akut
e.
Radang Pelvik akut
f.
Abses Pelvik
g.
Infeksi Saluran Genitalia
5. Perawatan Intensif Neonatal
C.
PELAYANAN PENUNJANG MEDIK 1. Unit Bank Darah a. Jenis Pelayanan Jenis pelayanan darah di Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan hanya bersifat menyediakan darah dengan bekerja sama dengan PMI disekitar Lamongan dan sudah membuat kerjasama ( MOU ). b. Kompetensi Mempunyai kemampuan manajemen pengelolaan Bank Darah Mempunyai sertifikasi pengetahuan dan ketrampilan tentang : Transfusi darah Penerimaan darah Penyimpanan darah Pencatatan , pelaporan, pelacakan dan dokumentasi Kewaspadaan universal (universal precaution)
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
4
2. Pencitraan
Radiologi
USG / Ibu dan Neonatal
3. Laboratorium
Pemeriksaan rutin darah, urin
Kultur darah, urin, pus
Kimia
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
5
BAB II KRITERIA RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM
A. KRITERIA UMUM RUMAH SAKIT PONEK 1. Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi baik secara umum maupun emergency obstetrik — neonatal. 2. Doker, bidan dan perawat telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawat-daruratan obstetrik dan neonatus. 3. Mempunyai Standar Operating Prosedur penerimaan dan penanganan pasien kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal. 4. Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawat-daruratan obstetrik dan neonatal. 5. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu. 6. Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dan 30 menit, pelayanan darah kurang dan 2 jam. 7. Tersedia kamar operasi yang siap (siaga 24 jam) untuk melakukan operasi, bila ada kasus emergensi obstetrik atau umum. 8. Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi dalam waktu kurang dari 30 menit. 9. Memiliki kru/awak yang siap melakukan operasi atau me!aksanakan tugas sewaktuwaktu,meskipun on call. 10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK, antara lain dokter kebidanan, dokter anak, dokter / petugas anestesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan perawat. 11. Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam. 12. Tersedia pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti Laboratorium dan Radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap tersedia. 13. Perlengkapan
Semua perlengkapan bersih (bebas, debu, kotoran, bercak, cairan )
Permukaan metal bebas karat atau bercak
Semua perlengakapan kokoh (tidak ada bagian yang longgar atau tidak stabil)
Permukaan yang dicat utuh dan bebas dan goresan besar
Roda perlengkapan lengkap dan berfungsi baik
Instrumen yang siap digunakan sudah stenil
Semua perlengkapan listnik harus berfungsi baik (saklar, kabel dan steker menempel kokoh)
14. Bahan
Semua bahan berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan unit PONEK.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
6
B. KRITERIA KHUSUS 1. SUMBER DAYA MANUSIA Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan Memiliki tim PONEK Ideal yang terdiri dari:
3 dokter Spesialis Kebidanan Kandungan
3 dokter spesialis anak
1 dokter di Unit Gawat Darurat
3 orang bidan (1 koordinator dan 2 penyelia)
2 orang perawat
I Dokter spesialis anesthesi / perawat anesthesia
6 Bidan pelaksana
10 Perawat (tiap shift 2-3 perawat jaga)
1 Petugas laborat
1 Petugas administrasi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
7
BAB III STANDAR KETENAGAAN Daftar Ketenagaan penyelenggara PONEK Rumah Sakit Nashrul Ummah Lamongan No. 1.
2.
Jenis tenaga
Tugas
Dokter spesialis
Penanggung jawab pelayanan
Obstetri & Ginekologi
kesehatan maternal dan neonatal
Dokter spesialis Anak
Pelayanan kesehatan perinatal dan
Jumlah 1-2
1-3
anak 3.
Dokter spesialis
Pelayanan anestesi
1
anestesi 4.
Perawat anestesi
Pelayanan anestesi
1-2
5.
Dokter terlatih
Penyelenggaraan pelayanan medik
2-4
6.
Bidan coordinator
Koordinator asuhan pelayanan
1-2
kesehatan 7.
Bidan penyelia
Koordinasi tugas, sarana dan
2-4
prasarana
A.
8.
Bidan pelaksana
Pelayanan asuhan kebidanan
6-8
9.
Perawat coordinator
Asuhan keperawatan
1-2
10.
Perawat pelaksana
Asuhan keperawatan
8-11
11.
Petugas laboratorium
Pelayanan pemeriksaan penunjang
1-3
12.
Petugas Administrasi
Administrasi dan keuangan
2-4
KUALIFIKASI SDM Pelayanan PONEK RSI NU dipimpin oleh dokter dan staf yang terdiri dari tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan tenaga non medis, yang berkualitas untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan yang telah ditentukan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
8
Dalam pelayanan PONEK RSI NU ditetapkan adanya dokter ahli sebagai penanggung jawab pelayanan PONEK dan adanya penanggung jawab keperawatan yang memenuhi syarat kualifikasi. 1) Nama Jabatan : Penanggungjawab ponek Kualifikasi : a. Dokter ahli ( Spesialis obsgyn / anak ) b. Telah mengikuti Pelatihan : NICU, PONEK Uraian Tugas
:
Membantu direktur dalam memberikan PONEK di RSINU Mengkoordinir kegiatan pelayanan PONEKdi RSINU Memberikan bimbingan kepada staf PONEK dalam menjalankan tugasnya Melakukan evaluasi secara periodik kegiatan PONEK
2) Penanggungjawab Keperawatan Kualifikasi : a. D3 Keperawatan / Kebidanan b. Telah mengikuti pelatihan : Managemen Bangsal,Resusitasi Neonatus, Management Laktasi atau Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Uraian Tugas :
Mengkoordinir kegiatan keperawatan PONEKdi RSINU Ikut membantu memberikan bimbingan staf PONEK dalam menjalankan tugasnya Membantu melakukan evaluasi secara periodik kegiatan PONEK Menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pelayanan
3) Tenaga Pelaksana Tenaga pelaksana kegiatan PONEK adalah tenaga yang bekerja diruang Melati, Poli Obsgyn , Poli Anak , dan KIA – KB yang minimal telah mengikuti salah satu pelatihan resusitasi Neonatus, Kegawat daruratan Maternal Neonatal atau managemen Laktasi
B.
DISTRIBUSI KETENAGAAN Pola pengaturan ketenagaan di ruang unit PONEK ( Rawat inap ) 1. Untuk Dinas Pagi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
9
Petugas yang ada berjumlah 4 ( Empat ) orang dengan kategori 1 ( satu ) orang Karu 1 ( satu ) orang PJ shif 2 ( dua ) orang bidan pelaksana 2. Untuk Dinas Sore Petugas yang ada berjumlah 3 ( tiga ) orang dengan kategori 1 ( satu ) orang PJ Shift 2 ( dua ) orang pelaksana 3. Untuk Dinas Malam Petugas yang ada berjumlah 3 ( tiga ) orang dengan kategori 1 ( satu ) orang PJ Shift 2 ( dua ) orang pelaksana
C.
PENGATURAN JAGA 1. Pengaturan jadwal dinas perawat di buat dan dipertanggung jawabkan oleh Kepala ruang (Karu) dan disetujui oleh Kabag Rawat Inap. 2. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat pelaksana 3. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas, permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada ( apabila tenaga mencukupi dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui. 4. Setiap tugas jaga/ shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJS) dengan syarat pendidikan D-3 Keperawatan/Kebidanan pengalaman minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat. 5. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur, Oncall dan cuti. 6. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (terencana) maka perawat yang bersangkutan harus memberitahu Karu, sebelum memberitahu Karu, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari pengganti. Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapat pengganti maka Karu akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat yang pada hari itu libur atau perawat yang terjadwal On call. 7. Apabila ada tenaga perawat yang tiba tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan ( Tidak terencana), maka Karu akan mencari perawat pengganti yang pada hari itu libur atau perawat yang oncall. Apabila perawat penggani tidak didapatkan, maka perawat yang dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
D.
PELATIHAN
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
10
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, keterampilan dan pengetahuan perawat/Bidan yang bekerja di ruang PONEK maka diperlukan pelatihan pelatihan yang mendukung profesionalisme agar senantiasa dapat memberikan pelayanan yang bermutu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran dan keperawatan. Pelatihan yang diperlukan yaitu : 1. Pengenalan tanda kegawat daruratan neonatal :
Penatalaksaan pada Bayi Asfixia
Penatalaksaan pada bayi dengan sepsis
Penatalaksaan pada bayi BBLR Yankes Level I-II
2. Pelatihan kegawatan Meternal Neonatal
Resusitasi Maternal
Resusitasi Neonatus
3. Pelayanan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien
Managemen Laktasi
Konseling Menyusui
Managemen BBLR dengan metode kangguru
4. Program keselamatan dan kesehatan kerja
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD )
5. Program pengendalian infeksi
Penyegaran SPO mencucui tangan
Penyegaran SPO tindakan infasif
6. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman
Penyegaran SPO penggunaan alat medik : Monitor, Shiringe pump, infus pump, inkubator, CPAP
7. Pelayanan prima
Komunikasi
BAB IV STANDAR FASILITAS
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
11
A.
STANDAR SARANA DAN PRASARANA Dalam rangka Program Menjaga Mutu pada penyelenggaranaan PONEK dipenuhi hal-hal sebagi berikut:
Ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman
Ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang lengkap
Ruang pulih / observasi pasca tindakan
Protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan termasuk koordinasi internal
a. KriteriaUmum Ruangan: 1). Struktur Fisik
Spesifikasi ruang lebih dari 15-20 m2
Lantai porselen
Dinding dilapis keramik.
2). Kebersihan
Cat dan lantai berwarna terang sehingga kotoran dapat terlihat dengan mudah
Ruang bersih dan bebas debu, kotoran,sampah dan limbah rumah sakit
Lantai, mebel, perlengkapan, instrumen, pintu, jendela,dinsing,steker listrik dan langit-langit.juga bebas dari debu, kotoran, sampah dan limbah Rumah Sakit.
3). Pencahayaan
Pencahayaan terang dan cahaya alami atau listrik
Semua jendela diberi kawat nyamuk sehingga seranggga tidak masuk.
Listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh
Tersedia peralatan gawat darurat
Ada cukup lampu untuk setiap neonatus
4). Ventilasi
Ventilasi, termasuk jendela, cukup ventilasi jika dibandingkan dengan ukuran ruang.
Kipas lasti dam pendingin ruang berfungsi baik.
Suhu ruangan tetap dijaga 24-26°C.
Pendingin ruang dilengkapi filter (sebaiknya anti bakteri).
5). Pencucian tangan
Wastafel dilengkapi dengan dispenser sabun atau disinfektan yang dikendalikan dengan siku.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
12
Wastafel, keran dan dispenser dipasang pada ketinggian yang sesuai (dari Iantai dan dinding).
Tidak ada saluran pembuangan air yang terbuka
Pasokan air panas cukup dan dilengkapi pemanas air yang dipasang kokoh di dinding, pipa ledeng sesuai dan tidak ada kawat terbuka.
Tersedia tisu dalam dispensing untuk mengeringkan tangan, diletakkan di sebelah Westafel.
b. Kriteria Khusus Ruangan 1) Area Cuci Tangan di ruang di Ruang Obstetri dan Neonatus Di ruang dengan lebih dan satu tempat tidur, jarak tempat tidur adalah 6 meter dengan wastafel 2). Area resusitasi dan stabilisasi di Ruang Obstetri dan Neonatus IGD
Unit Perawatan Khusus.
Kamar PONEK di unit gawat darurat terpisah dari kamar gawat darurat lain.
Tujuan kamar ini ialah : memberikan pelayanan darurat untuk stabilisasi kondisi pasien, misalnya syok, henti jantung, hipotermia, asfiksia dan apabila perlu menolong partus darurat serta resusitasi.
Dilengkapi dengan meja resusitasi bayi, dan inkubator.
Kamar PONEK /VK IGD: -
ruang berukuran 15 m
-
berisi : lemari dan troli darurat
-
tempat tidur bersalin serta tiang infus.
-
Inkubator transpor
-
pemancar panas
-
meja,kursi
-
aliran udara bersih dan sejuk
-
pencahayaan
-
lampu sorot dan lampu darurat.
-
Mesin isap
-
Defibrilator
-
Oksigen berasal dan sumber dinding (outlet)
-
lemani isi: perlengkapan persalinan, vakum, forsep, kuret, obat/infus.
-
alat resusitasi dewasa dan bayi
-
wastafel dengan air mengalir dan antiseptik
-
alat komunkasi dan telepon ke kamar bersalin
-
nurse station dan lemani rekam medik
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
13
-
USG mobile.
-
Sarana Pendukung, meliputi: toilet, kamar tunggu keluarga, kamar persiapan peralatan (linen dan instrumen), kamar kerja kotor, kamarjaga, ruang sterilisator dan jalur ke ruang bersalin/kamar operasi terletak saling berdekatan dan merupakan bagian dan unit gawat darurat.
3) Ruangan Maternal/ bersalin a)
Kamar bersalin - Lokasi berdekatan dengan Kamar Operasi dan IGG - Luas minimal: 6 m per orang. Berarti bagi I pasien, 1 penunggu dan 2 penolong diperlukan 4x4m 16m - Paling kecil, ruangan berukuran 12 m (6 m untuk masing-masing pasien). - Ada ruang isolasi ibu di tempat terpisah. - Tiap ibu bersalin mempunyai privasi agar keluarga dapat hadir - Ruangan bersalin bukan merupakan tempat lalu lalang orang. - Ada 4 bed brsalin di Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan. - Kamar bersalin terletak sangat dekat dengan kamar - Ruang bersalin merupakan unit ter-integrasi: kala 1, kala 2 dan kala 3 yang berarti setiap pasien diperlakukan utahsampai kala 4 bagi ibu bersama bayinya- secara privasi. - Kamar bersalin dekat dengan ruang jaga perawat (nurse station) sehingga memudahkan pengawasan ketat setelah pasien partus sebelum dibawa ke ruang rawat (postpartum). Selanjutnya bila diperlukan operasi, pasien akan dibawa ke kamar operasi yang berdekatan dengan kama rbersalin. - Ada kamar mandi berhubungan kamar bersalin. - Ruang postpartum cukup luas, - Ruang tersebut terpisah dan fasilitas : toilet, kioset, lemari. - Pada ruang post partum terdapat beberapa bed/ tempat tidur. - Jumlah tempat tidur per ruangan maksimum 4 - Tiap ruangan mempunyai jendela sehingga cahaya dan udara cukup. - Ada fasilitas untuk cuci tangan pada tiap ruangan - Tiap pasien punya akses ke kamar mandi privasi (tanpa ke koridor) - Kamar periksa/diagnostik benisi: tempat tidur pasien/ob/gin, kursi pemeriksa, meja, kursi, lampu sorot, troli alat, lemari obat kecil, USG mobile dan troli emergensi. - Kamar periksa harus rnempunyai luas sekurang kurangnya 1 1m dan ada 1 tempat tidur.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
14
- Ruang perawat —nurse station- berisi : meja, telepon, lemari berisi perlengkapan darurat/obat - Ada Ruang isolasi bagi kasus infeksi di kamar bersalin. - Ruang tindakan operasi/kecil daruratlone day care untuk kuret, penjahitan dsb berisi : meja operasi lengkap, lampu sorot, lemari perlengkapan operasi kecil, wastafel cuci tangan operator, mesin anestesi, inkubator, perlengkapan kuret (MVA) dsb. - Ada Ruang tunggu bagi keluarga pasien b)
Unit Perawatan Intensif /Eklamsi/Sepsis - Tempatnya jauh dari area yang sering dilalui. - Di ruang dengan beberapa tempat tidur, sedikitnya ada jarak 8 kaki (2,4 m) antara ranjang ibu. - Ruang dilengkapi paling sedikit enam steker listrik yang dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan, aman dan berfungsi baik
4) Ruangan Neonatal a)
Unit perawatan Intensif - Unit mi harus berada di samping ruang bersalin, atau setidaknya jauh dan area yang sering dilalui, - Minimal ruangan berukuran 18 m (6-8 m untuk masing-masing pasien) - Di ruang dengan beberapa tempat tidur sedikitnya ada jarak 8 kaki(2,4 m) antara ranjang bayi.
- Ada ruang isolasi untuk bayi di area terpisah - Ruang dilengkapi paling sedikit enam steker ysng dipasang denga tepat untuk peralatan listrik, b) Unit Perawatan Khusus - Unit ini harus berada di samping ruang bersalin, atau setidaknya jauh dan area yang sering dilalui, - Minimal Ruangan berukurn 12 m (4 m untuk masing-masing pasien) - Ada tempat isolasi bayi terpisah - Paling sedikit hams ada jarak I m antara inkubator atau tempat tidur bayi c) Area laktasi Ruangan berukuran + 6 m d) Area pencucian lasticr Minimal ruangan berukuran 6-8 m Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
15
5) Ruang Operasi
Unit operasi diperlukan untuk tindakan operasi seksio sesarea dan laparotomia.
kamar operasi mempunyai luas:< 25 m2 dengan 4 kamar operasi
Ada unit komunikasi dengan kamar bersalin. Didalam kamar operasi tersedia pemancar panas, inkubator dan perlengkapan resusitasi dewasa dan bayi.
Ruang resusitasi mi berukuran : 3 m2 tersedia 6 sumber listrik.
Kamar pulih ialah ruangan bagi pasien pasca bedah dengan standar luas : 8 m , ada 3 tempat tidur, selain itu isi ruangan ialah : meja, kursi perawat, lemari obat, mesin pemantau tensi/nadi oksigen dsb, tempat rekam medik, inkubator bayi, troli darurat.
Pengawasan Iangsung dan meja perawat ke tempat pasien. Demikian pula agar keluarga dapat melihat melalui kaca.
Disediakan alat komunikasi ke kamar bersalin dan kamar operasi, serta telepon. Sekurang kurang ada 4 sumber listrik/bed.
Fasilitas pelayanan yang disediakan di unit operasi: 1. Nurse station yang juga berfungsi sebagai tempat pengawas lalu lintas orang. 2. Ruang kerja — kotor yang terpisah dan ruang kerja bersih- ruang mi berfungsi membereskan alat dan kain kotor. Perlu disediakan tempat cuci wastafel besar untuk cuci tangan dan fasilitas air panas/dingin. Ada meja kerja dan kursi kursi, troli troli. 3. Saluran pembuangan kotoran/cairan. 4. Kamar pengawas KO: 10 M2 5. Ruang tunggu keluarga : tersedia kursi kursi, meja dan tersedia toilet 6. Kamar sterilisasi yang berhubungan dengan kamar operasi. Ada autoklaf besar berguna bila darurat. 7. Kamar obat berisi lemari dan meja untuk distribusi obat. 8. Ruang cuci tangan (scrub) 3 orang, terdapat di depan kamar operasi/kamar bersalin. Wastafel itu dirancang agar tidak membuat basah lantai. Air cuci tangan haruslah steril. 9. Ruang kerja bersih. Ruang mi berisi meja dan lemari berisi linen, baju dan perlengkapan operasi. Juga terdapat troli pembawa linen. 10. Ruang gas/tabung gas 11. Gudang alat anestesi : alat mesin yang sedang di reparasi-dibersihkan, meja dan kursi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
16
12. Gudang 12 m2 tempat alat alat karnar bersalin dan kamar operasi 13. kamar ganti : pria dan wanita masing masing 12m2 berisi loker, meja, kursi dan sofa/tempat tidur, ada toilet. 14. Kamar diskusi bagi staf dan paramedik : 15 m2 15. Kamarj aga dokter ; 15 m2 16. Kamar jaga paramedik: 15 m 17. Kamar rumatan rumah tangga (house keeping) berisi lemari, meja, kursi, peralatan mesin isap, sapu, ember, perlengkapan kebersihan,dsb. 19. Ruang tempat brankar dan kursi dorong. 6) Ruangan penunjang lain:
B.
ruang perawatl bidan
kantor perawat
ruang rekam medik
toilet staf
ruang staf medik
ruang loker staf/perawat
ruang rapat/konferensi
ruang keluarga pasien
ruang cuci
ruang persiapan diperlukan bila ada kegiatan persiapan alat/bahan
gudang peralatan
ruang kotor —peralatan — harus terpisah dan ruang cuci/steril. Ruang ini mempunyai tempat cuci dengan air panas-dingin, ada meja untuk kerja.
ruang obat : wastafel,meja kerja dsb.
ruang linen bersih.
dapur kecil untuk pembagian makan pasien.
PRASARANA DAN SARANA PENUNJANG a. Unit Bank Darah Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan memiliki Unit Bank darah yang membuat kerjasama dengan PMI disekitar daerah Lamongan..
b. Laboratorium
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
17
Unit ini berfttngsi untuk melakukan tes labotratorium dalam penanganan kedaruratan maternal dalam pemeriksaan hemostasis penunjang untuk pre eklamspsia dan neonatal c. Radiologi dan USG Unit ini berfungsi untuk diagnosis Obstetri dan Thoraks
C.
DENAH RUANGAN RS ISLAM NASHRUL UMMAH LAMONGAN ( TERLAMPIR )
BAB V STANDAR PELAYANAN Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
18
Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) ada kebijakan tertulis mengenai prosedur tindakan medik meliputi : A. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal A. KEHAMILAN NORMAL Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Masa kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu: 1. Kehamilan trimester pertama (0-12minggu) 2. Kehamilan trimester kedua (12-28minggu) 3. Kehamilan trimester ketiga (28-40minggu) Kebijakan program kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan 1. Satu kali pada trimestes pertama 2. Satu kali pada trimester kedua 3. Dua kali pada trimester ketiga Standart pelayanan minimal antenatal meliputi 14 T 1. Tanya dan sapa ibu 2. Timbang BB dan 3. Ukur TB 4. Ukur tekanan darah 5. Temukan kelainan 6. Tekan payudara 7. Ukur TFU 8. Test Leopold dan DJJ 9. Test laboratorium 10. Imunisasi TT 11. Pemberian tablet Fe 12. Tingkatkan senam hamil 13. Tingkatkan pengetahuan 14. Temu wicara KEBIJAKAN TEKNIS Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
19
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Pemberian vitamin zat besi Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilng. Tiap tablet mengandung FeS04 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg minimal masing masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama the dan kopi karena akan mengganggu penyerapan. Imunisasi TT selama hamil 1. Melindungi bayi 2000). Tetanus (bayi berusia
baru
lahir dari tetanus
neonatorum (BKKBN,
neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi kurang
1
bulan)
yang
disebabkan
2005;
Chin,
pada neonatus
oleh clostridium
tetani,
yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001). 2. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000) B. PERSALINAN NORMAL Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002) Tahap Persalinan Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani; dkk, 2011)
1. Kala I (Kala Pembukaan) Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
20
membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. a. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam. b. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase. 1) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. 2) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. 3) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/ jam. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama. 2. Kala II (Kala Pengeluaran Janin) Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam. Tanda dan gejala kala II a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit. b. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. c. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina. d. Perineum terlihat menonjol. e. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
21
f. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah 3. Kala III Perubahan psikologis kala III a. Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya. b. Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah. c. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu dijahit. d. Menaruh perhatian terhadap plasenta 4. Kala IV (Kala Pengawasan) Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV : a. Tingkat kesadaran. b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan. c. Kontraksi uterus. d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak e. melebihi 400 samapai 500 cc. Asuhan dan pemantauan pada kala IV a. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus berkontraksi. b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. d. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi). e. Evaluasi kondisi ibu secara umum. f. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
PENGGUNAAN PARTOGRAF Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
22
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka. Partograf APN dapat digunakan: 1. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. 2. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain). 3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (dokter spesialis obstetrik, bidan, dokter umum, PPDS obgin dan mahasiswa kedokteran). Cara pengisian partograf APN Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi : 1. Informasi tentang ibu Identitas pasien. Bidan mencatat nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada bagian atas partograf secara teliti. 2. Kesehatan dan kenyamanan janin Bidan mencatat pada kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan: a. Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus; b.
Warna dan adanya air ketuban, penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan lambang-lambang seperti berikut: (a) U jika ketuban utuh atau belum pecah; (b) J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih; (c) M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium; (d) D jika ketuban
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
23
sudah pecah dan air ketuban bercampur darah; (e) K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau "kering"; c. Molase atau penyusupan tulang tulang kepala janin, menggunakan lambinglambang berikut ini (a) 0 jika tulang tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi; (b) 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan; (c) 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan; (d) 3 jika tulang tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan. Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. 3.
Kemajuan persalinan kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin. Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan persalinan meliputi: (1) Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus; (2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "-" pada garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus. (3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm. dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan terjadi laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada 4.
Pencatatan jam dan waktu meliputi:
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
24
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan b. Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya ataii lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Bidan mencatat kontraksi uterus pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan simbol:a). ░ bila kontraksi lamanya kurang dari 20 menit; b) bila kontraksi lamanya 20 menit sampai dengan 40 menit; c) bila kontraksi lamanya lebih dari 40 menit. 5.
Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV) yang diberikan dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktu. Untuk setiap pemberian oksitosin drip, bidan harus mendokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan dalam satuan tetesan per menit (atas kolaborasi dokter), catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV.
6.
Kesehatan keselamatan ibu ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan ibu, meliputi: (1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dicurigai adanya penyulit menggunakan simbol titik (•). Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit menggunakan simbol pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2 jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya infeksi dalam kotak yang sesuai.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
25
(2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin. C. NIFAS NORMAL Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang erasal dari bahasa latin yaitu dari kata "puer" yang artinya bayi dan "Parous" berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40 hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran). Tahapan dalam Masa Nifas 1. Puerperium Dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan bediri dan berjalan-jalan. 2. Puerperium Intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. 3. Remote Puerperium (Later puerperium) : waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi. waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan dan tahun. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas 1. Mendukung dan memantau kesehatan fisik ibu dan bayi 2. Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial serta memberikan semangat pada ibu 3. Membantu ibu dalam menyusui bayinya 4. Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu 5. Sebagai promotor hubungan antar ibu dan bayi serta keluarga 6. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman 7. Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam perannya sebagai orang tua 8. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak serta mampu melakukan kegiatan administrasi Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
26
9. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan 10. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman. 11. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. 12. memberikan asuhan secara professional. Kebijakan Program Pemeritah dalam Asuhan Masa Nifas Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan dalam masa nifas antara lain: 1. Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan) a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarah berlanjut c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri d. Pemberian ASI awal, 1 jam setelah Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berhasil dilakukan e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. 2. Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan) a. Memastikan involusi uteris berjalan normal uterus berkontraksi fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdaran abnormal, tidak ada bau b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. c. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit pada bagian payudara ibu d. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 3. Kunjungan 3 (2 minggu setelah persalinan a. Memastikan involusi uteris berjalan normal uterus berkontraksi fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdaran abnormal, tidak ada bau b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
27
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan cairan dan istirahat d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 4. Kunjungan 4 (6 minggu setelah persalinan) a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia atau bayi alami b. Memberikan konseling untuk menggunakan KB secara dini. D. BAYI BARU LAHIR NORMAL 1.
PRINSIP DASAR
Pelayanan kesehatan neonatal harus di mulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antara persalinan dan buruknya hygiene. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan prenatal ya g memadai dan penanggualangan faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal yang meliputi 1) perdarahan, 2) hipertensi, 3) infeksi, 4) kelahiran preterm/ bayi berat lahir rendah, 5) asfiksia dan 6) hipotermia. 2.
PENILAIAN KLINIK
Tujuannya adalah mengetahui derajat vitalitas dan mengukur reaksi bayi terhadap tindakan resusitasi. Derajat vitalitas bayi adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk berlangsungnya kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflex-refleks primitive seperti menghisap dan mencari putting susu. 3.
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir, ialah: a. Membersihkan jalan nafas b. Memotong dan merawat tali pusat c. Mempertahankan suhu tubuh d. Identifikasi e. Pencegahan infeksi Penilaian bayi untuk tanda-tanda kegawatan Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
28
Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tandatanda berikut: a. Sesak nafas b. Frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali/menit c. Gerak retraksi di dada d. Malam minum e. Panas atau suhu tubuh bayi rendah f. Kurang aktif g. Berat lahirrendah (1500-2500) dengan kesulitan minum Tanda-tanda bayi sakit berat Apabila terdapat salah satu atau lebih tanda-tanda berikut a. Sulit minum b. Sianosis sentral (lidah biru) c. Perut kembung d. Periode apnue e. Kejang/periode kejang-kejang kecil f. Merintih g. Perdarahan h. Sangat kuning i. Berat badan lahir < 1500 gram.
PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL DENGAN MASALAH A.
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA 1. ABORTUS
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
29
a. Pengertian Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Wiknjosastro, 2010). Proses Abortus dapat dibagi atas 4 tahap : abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplet dan abortus komplet. 1. Abortus Iminens Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks masih tertutup Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan. Penatalaksanaan: a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang. b. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas. c. Tes kehamilan dapat dilakuka. Bila hasil negatif mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. d. Berikan obat penguat kehamilan
2. Abortus Insipiens Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus. Ciri :
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
30
perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka. Penatalaksanaan : a. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 1 amp intramuskular. b. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam ringer laktat 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. c. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual. 3. Abortus Inkomplit Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar. Penatalaksanaan : a. Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah. b. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuskular c. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual. d. Berikan antibiotik untuk mencegah infeks 4. Abortus Komplit Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan
konsepsi
sebelum
usia
kehamilan
20
minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
31
ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus. Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya. Penatalaksanaan : 1. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari. 2. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah. 3. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi. 4. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral. e. Diagnostik 1. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi. 2. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal HARUS selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan. 3. Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. JIKA keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera. 4. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium. 5. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche). 6. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium dengan mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya. f. Pemeriksaan penunjang 1. Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
32
2. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. 3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion. g. Penatalaksanaan Teknik pengeluaran sisa abortus: 1. Pengeluaran jaringan pada abortus : setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase. 2. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus. 3. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90o untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut. 4. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa masuk. 5. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua denganeksplorasi jari maupun kuret. Pertimbangan: Kehamilan usia lebih dari 12 minggu sebaiknya diselesaikan dengan prostaglandin (misoprostol intravaginal) atau infus oksitosin dosis tinggi (2050 U/drip). Kini dengan alat hisap dan kanul plastik dapat dikeluarkan jaringan konsepsi dengan trauma minimal, terutama misalnya pada kasus abortus mola. Jaringan konsepsi dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi, agar dapat diidentifikasi kelainan villi. Bahaya/komplikasi yang dapat terjadi pasca mola adalah keganasan (penyakit trofoblastik gestasional ganas / PTG). 2. KEHAMILAN EKTOPIK Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endimetrium kavum uteri. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada disaluran telur (tuba Fallopii). Fatofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga Rahim. a. Tanda-Tanda (Gambaran Klinik) Gambaran klinik kehamilantuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
33
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar danb lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterin atau kehamilan ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memeriksakan kehamilan mudanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk kedalam rongga perut, rasa nyeri menjalar kebagian tengah atau keseluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehailan ektopik yang terganggu. Amenorea juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea, karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadi nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Penatalaksaanaan A. Pembedahan Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 3.
MOLA HIDATIDOSA
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
34
a. DEFINISI Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. b. PATOLOGI Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang – kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm. c. ETIOLOGI Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara lain : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari Tropoblast. 3. Keadaan sosioekonomi yang rendah. 4. Paritas tinggi. 5. Kekurangan protein. 6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. d. GEJALA KLINIS 1. Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan. 2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. 3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan. 4. Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballotement. 5. Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat. 6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24. 7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti. 8. Tirotoksikosis
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
35
e. DIAGNOSIS 1. Klinis a. Berdasarkan anamnesis b. Pemeriksaan fisik 1. Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola (mola face) 2. Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
3. Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin 4. Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
2. Laboratorium Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) :
Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa
3. Radiologik a. Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin. b. USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju. 4. Uji Sonde (cara Acosta-sison) Tidak rutin dikerjakan. Biasanya dilakukan sebagai tindakan awal curretage. 5. Histopatologik Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab. Patologi Anatomi.
6. Diagnosa Banding a. Kehamilan ganda b. Abortus iminens c. Hidroamnion Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
36
d. Kario Karsinoma 7. Komplikasi a. Perdarahan yang hebat sampai syok. b. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia. c. Infeksi sekunder d. Perforasi karena tindakan atau keganasan 8. Penatalaksanaan a. Evakuasi 1. Perbaiki keadaan umum. 2. -
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
-
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita. 4. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. 5. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih. B. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT DAN PERSALINAN 1. a.
PLASENTA PREVIA Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir ( ostium uteri internum ). 1. Klasifikasi 1) Plasenta previa totalis : plasenta yang seluruhnya menutupi ostium uteri internum 2) Plasenta previa lateralis : plasenta yang sebagian menutupi ostium uteri internum 3) Plasenta previa marginalis : plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
37
4) Plasenta letak rendah : plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan berada pada jarak kurang dari 2 cm ostium uteri internum 2. Tanda dan Gejala 1) Waktu terjadinya pada saat hamil 2) Warna merah segar 3) Perdarahan berulang 4) Adanya anemia 5) Perdaraan tanpa disertai rasa nyeri 6) Timbulnya perlahan – lahan 7) His tidak ada 8) Rasa tidak tegang pada saat palpasi 9) Denyut jantung janin ada 10) Teraba jaringan plasenta pada saat periksa dalam 11) Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul 3. Penyebab 1) Vaskularisasi desidua yang tidak memadai sebagai akibat dari proses radang atau atrofi 2) Mioma Uteri 3) Paritas tinggi 4) Usia lanjut 5) Peradangan rahim sebagai akibat dari bekas sectio cesarea, kerokan, miomektomi, kuretase yang berulang 6) Ada riwayat plasenta previa sebelumnya 7) Kehamilan ganda 8) Terjadinya radang panggul 9) Kelainan bawaan rahim 4. Diagnosis 1) Anamnesis : adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab 2) Pemeriksaan luar : sering diketemukan kelainan letak, bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu aas panggul 3) Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum 4) USG : untuk menentukan letak plasenta
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
38
5) Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui canalis servicalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perarahan yang banyak. Oleh karena itu,harus dilakukan diatas meja operasi. 5. Penatalaksanaan 1) Penanganan konservatif bila : a. Kehamilan < 37 minggu b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (hb dalam batas normal) c. Bila tempat tinggal klien dekat dengan rumah sakit, dapat ditempuh dalam waku 15 menit Therapi berupa : a) Istirahat baring, hematinik, spasmolitik b) Antibiotika (atas indikasi) c) LAB : HB, hemtokrit, USG d) Bila dalam 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah menggunakan perawatan
konservatif
maka
lakukan
mobilisasi
secara
bertahap.Pasien dipulangkan bilaq tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera ke rumah sakit dan tidak boleh senggma 2) Penanganan aktif bila a) Perdarahan banyak tanpa melihat usia kehamilan b) UK > 37 minggu c) Anak mati Therapi berupa : a) Persalinan per-vaginam b) Persalinan per-abdominal 2. SOLUSIO PLASENTA a. Pengertian Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal sebelum waktunya, yakni sebelum anak lahir. b. Klasifikasi Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut :
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
39
1. Solusio plasenta ringan Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250ml. Gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali dari warna darah yang kehitaman. Komplikasi ibu dan janin belum ada. 2. Solusio plasenta sedang Luas plasenta yang sudah terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai 50%. Jumlah darah yang keluar melebihi 250ml tetapi belum 1000ml. Gejala dan tanda-tanda sudah jelasseperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, takikardi. 3. Solusio plasenta berat Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar sudah melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk seperti syok, dan janinnya beresiko meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai oleh oligouri biasanya telah ada. c. Etiologi Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa hal dibawah ini diduga merupakan penyebab kejadian solusio plasenta, antara lain sebagai berikut: 1. Riwayat solusio plasenta 2. Ketuban pecah preterm/korioamnionitis 3. Hipertensi kronik 4. Sindroma preeklamsia 5. Tali pusat yang pendek 6. Trauma 7. Mioma dibelakang plasenta d. Gejala Beberapa gejala dari solusio plasenta adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his 2. Anemia dan syok, beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar 3. Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang, karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
40
4. Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras 5. Fundus uteri makin lama makin naik 6. Bunyi jantung biasanya tidak ada 7. Sering terjadinya proteinurea karena disertai pre ekla e. Komplikasi Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsungsehingga menimbulkan akibat pada ibu seperti : 1. Anemia 2. Syok hipovolemik 3. Insufisiensi fungsi plasenta 4. Gangguan pembekuan darah 5. Gagal ginjal mendadak Sedangkan komplikasi pada janin adalah sebagai berikut : 1. Kematian janin 2. Kelahiran premature 3. Kematian perinatal f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dilakukan untuk solusio plasenta adalah sebagai berikut 1. Tindakan gawat darurat : Pemasangan infus dan mempersiapkan tranfusi 2. Persalianan per vaginam : persalinan pervaginam dapat dilakukan jika derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan janin baik 3. Seksio sesar : indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan janin. Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan dilatasi 3-4cm kejadian solusio plasenta pada nulipara) 4. RUPTUR UTERI a.
Pengertian Ialah keadaan robekan pada rahim di dimana telah terjadi hubungan langsung
antara rongga amnion dan rongga peritonium. b. Tanda dan gejala -
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
-
Penghentian kontraksi uterus disertai dengan hilangnya rasa nyeri
-
Perdarahan vagina
-
Syok, denyut nadi meningkat, TD menurun dan nafas sesak (pendek)
-
Perkembangan persalinan menurun
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
41
-
Kemungkinan terjadi muntah
-
Nyeri tekan menungkat diseluruh abdomen c. Klasifikasi
Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil : -
Pembedahan pada miometrium : seksio sesaria atau histerotomi, histerorafia, miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
-
Trauma uterus koinsidental : instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul, atau tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya.
-
Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak berkembang.
2. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan -
Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus-menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalianan, instilasi cairan kedalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpil atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.
-
Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin, yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
-
Cacat rahim yang didapat ; plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia, neoplasia trofoblas gestasional, adeniomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.
d. Etiologi Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesaria pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalianan dirangsang dengan oksitosin atau sejenis. e. Komplikasi Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi
adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptur uteri. Syok
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
42
hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan tranfusi darah segar. Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana rupter uteri telah terjadi sebelum tiba dirumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. f. Penanganan Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di manapun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tingi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsungdalam rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur uteri tindakan terpuilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan tranfusi darah yang banyak, tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika spekktrum luas, dan sebagainya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya anak hidup. C.
PERDARAHAN PASCA SALIN 1. ATONIA UTERI a. Pengertian Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontrkasi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan Menurut JNPK-KR (2008) Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus otot/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2010) b. Tanda-tanda 1) Setelah 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massase) uterus tidak berkontrkasi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
43
2) Tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek, melebar, tidak bereaksi terhadap rangsangan 3) Bila uterus diangkat, jatuh kembali secara bebas 4) Saat plasenta belum lepas tidak ada perdarahan, setelah plasenta lepas perdarahan banyak (>500-1000cc) 5) Ibu merasa pusing, lemas, pandangan gelap, mual/muntah, keringat banyak, menggigil, mengantuk/menguap. c. Penyebab 1) Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar. 2) Kala I dan/atau II yang memanjang 3) Persalinan cepat (partus presipitatus) 4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin 5) Infeksi intrapartum 6) Multiparitas tinggi 7) Magnesium
sulfat
digunakan
untuk
mengendalikan
kejang
pada
preeklampsia/eklampsi 8) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun 9) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim 10) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. 11) Jarak kehamilan < 2 tahun d. Akibat -
Syok
-
Kematian ibu, karena atonia uteri menjadi penyebab > 90% perdarahan pascapersalinan
e. Penanganan 1) Petugas medis melakukan penanganan atonia uteri dengan langkah pertama menyuntikkan metilergometrin 1 amp secara intramuscular serta melakukan massase uterus selama 10 menit. 2) Petugas medis melakukan penilaiaan kontraksi uterus dan mengamati perdarahan. Jika perdarahan tetap berlanjut dilanjutkan dengan resusitasi cairan. 3) Petugas medis memasang infus dua jalur, masing-masing flabot ditambah dengan 1 amp oksitosin, dan 1 ampu metilergometrin, tetesan loss (guyur). Flabot habis dalam waktu 7 menit. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
44
4) Petugas medis memberikan oksigen 8-10 ml menggunakan masker. 5) Petugas medis memasang katheter untuk evaluasi produksi urine. 6) Petugas medis mengambil darah pemeriksaan laboratorium untuk cross matc. 7) Petugas medis melalukan pijat fundus uterus secara kontinyu. 8) Petugas medis melakukan evaluasi. Flabot infus habis, perdarahan belum berhenti dan kontraksi uterus belum baik, petugas medis mengganti infus Ringer Laktat guyur. Petugas medis memberikan tablet misoprostol 400 mcg secara oral dan 600 mcg secara rectal. Dan pijat fundus uteri secara kontinyu. 9) Petugas medis melakukan evaluasi ulang, Jika perdarahan masih berlanjut, petugas medis mengganti infus 1 dengann oksitosin dan metilergometrin dan infus jalur 2 dengan RL kosong. Setelah itu melakukan Komptresi Bimanual Internal (KBI). 10) Petugas medis melakukan evaluasi kembali kontraksi dan perdarahan. Jika kondisi tidak membaik dan uterus tetap tidak berkontraksi, petugas medis menyipalkan untuk rujukan pasien. f. Penanggulangan Pemantauan melekat kondisi ibu selama kala III dan IV serta selalu siap untuk menatalaksana atonia uteri pascapersalinan merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun berbagai faktor diketahui dapat meningkatkan risiko perdarahan
pascaperdarahan,
dua
per
tiga
dari
semua
kasus
perdarahan
pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko tersebut atau tidak diketahui sebelumnya. Tidak mudah memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pascapersalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan. 2. ROBEKAN SERVIKS a.
Pengertian Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke forniks; robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan kadang-kadang sampai ke SBR dan membuka parametrium. (UNPAD, 1984:219)
b. Etiologi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
45
Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan: ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi dan kranioklasi terutama kalau dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. (UNPAD, 1984:219) Apabila serviks kaku dan his huat, serviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lam ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. (Sarwono, 2005:668) c.
Diagnosis Perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk memeriksa cervix in spekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan in spekulo. (UNPAD, 1984:220)
d. Komplikasi Robekan serviks bias menimbulkan perdarahan banyak, khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus desendens dari arteri uterina. (Sarwono, 2005:411) Robekan ini kalau tidak dijahit selain menimbulkan perdarahan juga dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis dan mungkin juga memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma cervix. (UNPAD, 1984:219) Kadang-kadang menimbulkan perdarah nifas yan lambat. e. Terapi Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru kemudian diadakan jahitan terus ke bawah. (Sarwono, 2005:668) Robekan serviks harus dijahit kalau berdarah atau lebih besar dari 1 cm. (UNPAD, 1984:220)
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
46
Pada robekan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari serviks; jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan. (Sarwono, 2005). g. Tanda dan Gejala 1. Robekan jalan lahir Tanda dan Gejala yang selalu ada : a) Pendarahan segera b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir c) Uterus kontraksi baik d) Plasenta baik Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada a) Pucat b) Lemah c) Menggigil i. Penatalaksanaan 1. Penjahitan robekan servick a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar c. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat d. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
47
e. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan. f. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan. g. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0. h. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya : Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan. Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep. 3. INVERSIO UTERI a. PENGERTIAN Inversio uteri merupakan kegawat daruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan. Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus(endometrium) turun dan keluar ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit. b. FAKTOR PENYEBAB Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba(misalnya batuk atau bersin). Selain tu melakukan traksi umbilicus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus yang masih atonia memungkinkan terjadinya inversio uteri. c. TANDA DAN GEJALA a. Syok karena kesakitan b. Perdarahan yang banyak bergumpal Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
48
c. Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat d. Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiaannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi. d. Penatalaksanaan a. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan atau darah pengganti dan pemberian obat b. MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak. c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uteotonika lewat infus atau secara i.m tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan d. Pemberian antibiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya e. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis. 4. RETENSIO PLASENTA Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
49
Patofisiologi Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang. Penyebab retensio plasenta Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta Gejala
Separasi/ akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk fundus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat
uterus
plasenta Syok
seluruhnya Sering
jarang
Jarang sekali
Tanda dan Gejala Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
50
Penanganan Retensio Plasenta Ø Tentukan jenis retensio yang terjaid karena berkaitan dengan tindakan yang di ambil. Ø Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat. Ø Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri). Ø Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Ø Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan. Ø Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g supositoria/oral). Ø Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik. Penatalaksanaan retensio plasenta Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta seiknya bidan harus mengambi beberapa sikap dalam menghadapi kejadian retensio plasenta yaitu : a.
Sikap umum bidan melakukan pengkajian data secara subyekitf dan obyektif antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes plasenta dengan metode kustner, metode klein, metode strastman, metode manuaba, memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
b.
Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008).
D.
PERSALINAN LAMA 1.
Pengertian
2.
Persalinan lama adalah persalinan yang telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi dimana fase laten lebih dari 8 jam dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf (Saifuddin, 2002).
Sedang menurut Manuaba (1998)
persalinan lama adalah persalinan pada primigravida berlangsung lebih dari 18 – 20 jam dan multigravida (kehamilan >1) lebih dari 12 -24 jam 3.
Etiologi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
51
4.
Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multi kompleks dan bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya
5.
Penanganan a.
Persalinan palsu / belum in partu (fase labour) Periksa apakah ada infeksi saluran kemih, periksa apakah ketuban pecah, bila didapatkan adanya infeksi, berikan obat secara adekuat, bila tidak ada pasien boleh dirawat jalan.
b.
Fase laten memanjang Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Faktorfaktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anastesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan. (Sarwono, 2008).
c.
Fase aktif memanjang Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam . Prognosis persalinan yang berkepanjangan dan macet cukup berbeda, sekitar 30 % ibu dengan persalinan berkepanjangan mengalami disporposi sefalopelvik, sedangkan kelainan ini didiagnosis pada 45% ibu yang mengalami gangguan kemacetan persalinan. Faktor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan adalah sedasi berlebihan, anastesia regional, dan malposisi janin. Yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa CPD.
E. MALPRESENTASI DAN MALPOSISI 1.
MALPOSISI
a.
Pengertian
Malposisi merupakan posisi abnormal verteks kepala janin (dengan oksiput sebagai titik acuan) terhadap panggul ibu. Malpresentasi merupakan presentasi janin selain verteks.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
52
b.
Macam-macam
1). Posisi Oksiput Posterior a). Etiologi Janin : abnormal, besar, prematur, multipel Uterus : abnormal, polihidramnion, tonus uterus memburuk, abdomen pendulus, ketuban pecah dini. Pelvis : abnormal, disproporsi (pelvis berkontraksi atau longgar) Ibu : multiparitas, bekas robekan, plesenta previa. b). Penyebab Keadaan dimana oksiput berada di arah posterior dari diameter transversal pelvis dan satu bentuk kelainan putar paksi dalam (internal rotation) pada proses persalinan. Pada letak belakang biasanya ubun-ubun kecil akan memutar ke depan dengan sendirinya dan janin akan lahir secara spontan. Kadang- kadang ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang dan dinamakan posisi oksipito oksiput posterior persistens. c). Diagnosis Pada pemeriksaan abdomen, perut agak membesar, bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior, DJJ terdengar disampingkepala menonjol diatas pintu atas panggul. Pada pemeriksaan dalam, UUK teraba di belakang. Putar paksi terhalang atau tidak terjadi, oksiput kearah sakrum, UUB dianterior akan mudah diraba bila kepala defleksi. d). Penanganan Dalam menghadapi persalinan ubun-ubun kecil di belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan secara spontan. Tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama, atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Berikut beberapa cara penangan khusus: a. Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau denyut jantung janin (DJJ) lebih dari 180 atau kurang dari 100 pada fase apapun, lakukan seksio caesaria. b. Jika ketuban utuh, pecahkan menggunakan pengait amnion atau klem kokher. c. Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
53
d. Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, periksa kemungkinan adanya obstruksi. Jika ada tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan oksitosin. ·
Jika pembukaan lengkap dan jika: Ø Kepala janin terasa 3/5 atau lebih di atas simfisis pubis (pintu atas panggul) atau kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesaria. Ø Kepala janin di antara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan kepala janin di antara stasion 0 dan -2 lakukan ekstraksi vacum atau seksio caesaria. Ø Kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan dari kepala janin berada di stasiun 0, lakukan ekstraksi vacum
e). Komplikasi komplikasi yang dapat terjadi pada ibu : ·
partus lama
·
laserasi jalan lahir komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
·
asfiksia
·
moulase hebat
·
mortalitas tinggi
f). Prognosis Jalannya persalinan pada posisi oksiput posterior sulit diramalkan karena keungkinan adanya penyulit, umumnya berlansung lama, kerusakan jalan lahir lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi. 2). Posisi Oksiput Transversal a). Etiologi faktor ibu (panggul sempit, multiparitas, vekas robekan, inersi uteri) faktor janin (janin kecil/mati, mikrosepalus, bentuk bundar) b). Penyebab karena adanya kemacetan pada panggul tengah dan biasanya karena diameter panggul tangah yang tidaj memadai seperti pada panggul android. c). Diagnosis denominator uuk periksa dalam : sutura sagitalis melintang dengan uuk kanan dan kiri
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
54
d). Penatalaksaan ·
observasi/konservasi
·
putar arah kedepan Ø jika berhasil lahir pervaginam dengan uuk didepan Ø jika tidak berhasil lahir UUK tranveralis dengan episiotomi medoilateral dan anestesi blok pudendal serta ekstraksi forsep/vakum
2.
MALPRESENTASI a.
Pengertian Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks.
b.
Macam-macam 1). Presentasi Dahi
a). Etiologi faktor ibu : (panggul sempit, multiparitas, perut gantung) faktor janin: janin besar, janin mati, lilitan tali pusat faktor uterus :plasenta previa, letak uretus yang miring, tumor leher depan, spasma otot leher rahim b). Penyebab adanya ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih tinggi dari sinsiput. c). Diagnosis pada pemeriksaan abdomen, kepala 3/5 di atas simpisis pubis. Oksiput lebih tinggi dari sinsiput, tonjolan kepala sepihak dengan punggung janin, DJJ sepihak dengan bagian kecil, dagu dan oksiput mudah diraba pada pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior dan orbita. d). Penanganan pada presentasi dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan macet. Konversi spontan kearah presentasi verteks dan muka jarang terjadi, khususnya jika janin mati atau kecil. Konversi spontan biasanya jarang terjadi pada janin hidup dengan ukuran normal jika ketuban telah pecah. ·
Jika janin kecil bisa lahir dengan spontan tanpa masalah
·
Jika janin hidup, lakukan sectio secaria
·
Jika janin mati dan pembukaan serviks: Ø Tidak lengkap, lakukan seksio sesaria Ø Lengkap, lakukan kraniotomi Ø Jika tidak terampil melakukan kraniotomi, lakukan seksio sesaria.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
55
e). Komplikasi ibu : morbiditas meningkat, robekan perinium janin : mortanitas meningkat 20%, moelase berat, kerusakan otak yang reversible f). Prognosis Pada letak dahi yang bersifat sementara anak dapat lahir spontan sebagai letak belakang kepala atau letak muka. Kalau letak dahi menetap maka prognosa buruk kecuali kalau anak kecil. Janin besar atau panggul sempit lahir dengan seksia sesarea karena rentang infeksi dan partus lama. 2). Presentasi Muka penyebab adanya hiperekstensi kepala janin sehingga tidak teraba oksiput maupun sinsiput pada pemeriksaan vagina. Diagnosis pada pemeriksaan abdomen, teraba lekukan antara oksiput dan punggung, tonjolan kepala bertentangan letak dengan bagian kecil (letak dada), auskultasi DJJ terdengan jelas pada bagian kecil antara kepala dan tubuh terdapat sudut runcing. Pada pemeriksaan vagina teraba dagu yang runcing, mulut dengan gusi yang keras, puncak hidung dan pangkal hidung atau cekungan orbita. Penanganan dagu berfungsi sebagai indikator posisi kepala. Dalam hal ini, sangatlah penting untuk membedakan posisi dagu depan, di mana dagu terletak di bagian depan pada rongga panggul ibu, dengan posisi dagu belakang. Sering terjadi persalinan lama. Kepala bisa lahir spontan apabila dagu anterior dan fleksi. Presentasi muka dengan dagu posterior kepala tidak akan turun dan persalinan akan macet. ·
Posisi dagu anterior Ø Jika pembukaan lengkap: -
Biarkan persalinan spontan
-
Jika kemajuan lambat dan tidak terdapat tanda – tanda obstruksi, percepat persalinan dengan oksitosin.
-
Jika kepala tidak turun dengan baik, lakukan ekstrasi cunam (forseps).
Ø Jika pembukaan tidak lengkap dan tidak ada tanda – tanda obstruksi:
·
-
Akselerasi dengan oksitosin
-
Periksa kemajuan persalinan secara presentasi verteks. Posisi dagu posterior
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
56
Ø Jika pembukaan serviks lengkap, lahirkan dengan seksio sesarea Ø Jika pembukaan serviks tidak lengkap, nilai penurunan, rotasi, dan kemajuan persalinan. Jika macet, lakukan seksia sesarea Ø Jika janin mati, lakukan kraniotomi (jika terampil), atau seksia sesarea. ·
jika janin mati lakukan embriotomi
Prognosis pada umumnya persalinan pada presentasi muka berlangsung tanpa kesulitan. Hal ini dapat dijelaskan karena kepala masuk kedalam panggul dengan simkunferensial trakeoperiental yang hanya sedikit lebih besar daripada simkumferensial suboksipito bregmatika. Tetapi kesulitan persalinan dapat terjadi karena adanya kesempitan panggul dan janin yang besar merupakan penyebab terjadinya presentasi muka tersebut. Disamping itu dibandingkan dengan letak belakang kepala, muka tidak dapat melakukan dilatasi servik secara sempurna dan bagian terendah harus turun sampai kedasar panggul sebelum ukuran terbesar kepala melewati pintu atas panggul. Dalam keadaan dimana dagu berada dibelakang, prognosis kurang baik bila dibandingkan dengan dagu didepan karena dalam keadaan tersebut janin yang cukup bulan tidak mungkin dapat lahir pervaginam. Angka kematian perinatak pada persetaasi muka adalah 2,5 – 5%. 3). Presentasi Ganda (Majemuk) a). Etiologi prematuritas, KPD, multiparitas, panggul sempit, bayi kembar, perut gantung, janin kecil. b). Penyebab terjadi jika prolaps tangan bersamaan dengan bagian terendah janin, tangan yang mengalami prolaps dan kepala janin terdapat dirongga panggul secara bergantian. c). Diagnosis pada pemeriksaan vagina eraba 2 bagian (lengan dan kaki), selain itu kemungkinan juga teraba tali pusat menumbung. d). Penanganan persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil atau mati dam maserasi. Persalinan macet terjadi pada fesa ekspulsi. ·
Lengan yang mengalami prolaps, kadang – kadang dapat diubah posisinya: Ø Bantulah ibu untuk mengambil posisi knee-chest (posisi trendelenburg)
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
57
Ø Sorong tangan keatas keluar dari simpisis pubis, pertahankan disanan sampai timbul kontraksi kemudian dorong kepala masuk kedalam kepanggul Ø Lanjutkan dengan penatalaksanaan persalinan normal Ø Jika prosedur gagal atau terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea e). Komplikasi janin : tali pusat menumbung, prolaps tali pusat. f). Prognosis kematian perinatal meningkat akibat persalinan prematur, prolapsus tali pusat dan tindakan obstetrik yang traumatik 4). Presentasi Bahu a)
EtiologI Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi, riwayat kehamilan (prematur, gemeli, polihidramniom), panggul sempit, adanya tumor didaerah panggul yang menutupi jalan lahir, plasenta previa,
b)
Penyebab insiden letak lintang adalah sekitar 1:5000. Letak ini terjadi jika aksis panjang ibu dan janin membentuk sudut satu sama lain.bayi dapat langsung berada pada posisi lintang atau miring dengan kepala atau bokong pada fosa iliaka. Bagian presentasi yang paling sering adalah bahu. Penyebab maternal meliputi lemahnya otot uterus, seperti yang terlihat pada multipara dan anomali uterus. Plasenta previa dan panggul yang berkontraksi juga meningkatkan resiko. Penyebab janin meliputi prematuritas dan polihidramnion, yang dalam kondisi tersebut janin memiliki lebih banyak ruang untuk mengubah posisi, serta kehamilan multipel.letak melintang lebih sering terjadi pada bayi kedua dari kehamilan kembar.
c)
Diagnosis pada pemeriksaan abdomen, perut membuncit kesamping, DJJ setinggi pesat kanan kiri, fundus lebih rendah dari usia kehamilan seharusnya. sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar (kepala atau bokong) pada simpisis pubis. Kepala biasanya teraba didaerah pinggang. Pada pemeriksaan vagina, dapat teraba bahu, tetapi tidak selalu. Lengan dapat menjadi prolaps dan siku, lengan atau tangan dapat teraba di vaginal..
d)
Penanganan ·
Lakukan versi luar jika ibu pada permulaan inpartu dan ketuban intak Ø Jika versi luar berhasil, lanjutkan dengan persalinan normal
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
58
Ø Jika versi luar gagal. Atau tidak dianjurkan, lakukan seksia sesarea. ·
Lakukan pengawasan adanya prolapsus tali pusat. Jika tali pusat mengalami
prolaps dan persalinan belum mulai, lakukan seksio sesarea. e) Komplikasi ruptur uteri, tali pusat menumbung dan trauma akibat versi ekstraksi. f) Prognosis pada persalinan letak lintang prognosisnya jelek baik bagi ibu maupun bagi bayi. Namun dengan meningkatnya frekuensi seksio sesarea pada letak lintang maka angka kematian janin manurun. 5). Presentasi Bokong (Sungsang) a) Etiologi ibu : panggul sempit, antropoid, multiparitas. Janin : Janin kecil, janin besar, gemeli, kepala janin panjang. Uterus : Plasenta previa, polihidramniom, uteri bicormus b) Penyebab terjadi jika bokong dengan/atau kaki merupakan bagian terendah janin. Presentasi bokong terbagi menjadi 3 macam, yaitu : ·
Presentasi bokong sempurna terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi pada panggul dan lutut
·
Presentasi bokong murni terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi pada panggul dan ekstensi pada lutut
·
Presentasi kaki terjadi jika sebuah kaki mengalami ekstensi pada panggul dan lutut
c) Diagnosis Diagnosis ditegakan dengan pemerikasaan abdominal. Pada palpasi di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras dan kurang bundar, sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan melenting. Denyut jantung janin terdengar di atas pusat. Pemeriksaan dengan USG atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada pemeriksaan pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba bagian sacrum. d) Penanganan Persalinan dianjurkan di rumah sakit di bawah pengawasan dokter ahli obstetri, anastesi dan ahli anak. Jika ibu tidak partus spontan pada 40 minggu biasanya dilakukan induksi persalinan. Kebanyakan dokter ahli kebidanan menganjurkan induksi persalinan pada 38 minggu, ketika fetus masih agak kecil
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
59
1) Dalam Kehamilan Bila ditemui pada primigravida hendaknya dilakukan versi luar pada umur kehamilan 34 – 38 minggu, sebelum melakukan versi luar lakukan diagnosis letak janin secara pasti dan DJJ dalam keadaan baik, kontraindikasi dalam versi luar adalah : panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, gemeli, dan plasenta previa. 2) Kala I persalinan Kala I persalinan lebih lama daripada letak belakang kepala. Jika bokong enganged seperti pada bokong murni dimana terdapat resiko pecah selput ketuban dan prolapsus umbilikal, ibu sebaiknya tidak berjalan-jalan. Kadang-kadang kontraksi uterus hipotonis sehingga dapat dirangsang dengan pemberian oksitosin. Pada saat pembukaan servik tercapai ¾ nya biasanya ibu ingin mengejan, bokong dapat melalui servik tetapi kepala tidak melalui servik sehinga ibu dilarang untuk mengejan sampai dilatasi servik lengkap 3) Kala II persalinan Pemeriksaan vaginal dilakukan untuk mengetahui pembukaan lengkap sebelum menyuruh ibu mengedan. 4) Mekanisme persalinan letak sungsang : Hubungan sacrum dengan panggul ibu akan menentukan posisi janin, posisinya sama dengan letak kepala tetapi pada letak sungsang sacrum sebagai penunjuk. Persalinan pada presentasi sungsang 1.
Persalinan pervaginam: ·
Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)
·
Ekstraksi bokong parsialis
·
Ekstraksi bokong / kaki totalis
2.
Persalinan perabdominal: Sectio Caesar
Indikasi : ·
Janin besar
·
Janin “viable” dengan gawat janin
·
Nilai anak sangat tinggi ( high social value baby )
·
Keadaan umum ibu buruk
·
Inpartu tapi dengan kemajuan persalinan yang tidak memuaskan ( partus lama, “secondary arrest“ dsbnya)
·
Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul
·
Hiperekstensi kepala
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
60
·
Bila sudah terdapat indikasi pengakhiran kehamilan dan pasien masih belum inpartu (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri kehamilan dengan oksitosin drip)
·
Disfungsi uterus (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri persalinan dengan oksitosin drip)
·
Presentasi bokong tidak sempurna atau presentasi kaki
·
Janin sehat preterm pada pasien inpartu dan atau terdapat indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan atau persalinan.
·
Gangguan pertumbuhan intrauterine berat
·
Riwayat obstetri buruk
·
Operator tidak berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan sungsang spontan pervaginam
·
Pasien menghendaki untuk dilakukan sterilisasi setelah persalinan ini.
e). Komplikasi Komplikasi ibu
Perdarahan
Trauma jalan lahir
Infeksi Komplikasi anak
·
Sufokasi / aspirasi : Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya aspirasi.
·
Asfiksia : Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat
·
Trauma intrakranial
F. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan 1. Hipertensi gestasional: timbulnys hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria hingga 12 mgg post partum 2. Preeklamsia-eklampsia: hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah 20 mgg
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
61
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preclampsia: hipertensi kronik yg disertai proteinuria 4. Hipertensi kronik: didapatkan HT sebelum 20 mgg dan tidak menghilang setelah 20 mgg post partum DEFINISI •
Hipertensi – Nilai absolut 140/90 mmHg – Peningkatan 30/15 mmHg – Diastolik 90 mmHg
•
Posisi duduk dengan lengan setinggi jantung
•
Ukuran cuff sesuai
•
Sfigmomanometer air raksa (akurat)
•
Dicatat bunyi Korotkoff I dan IV
•
Konfirmasi TD dalam 4 jam (kecuali bila sangat tinggi)
•
Proteinuria (mengindikasikan disfungsi glomerular) – Protein urin 2+ pada dipstick – Protein urin 300 mg/dL pada urin 24 jam
•
Pikirkan pemeriksaan urin 24 jam bila protein urin 1+ pada dipstick
•
Edema mungkin akibat vasospasme dan penurunan tekanan onkotik, namun bukan merupakan bagian definisi
DERAJAT PROTEINURIA
INSIDEN
10% dari seluruh kehamilan terkomplikasi oleh hipertensi (2/3 nya mengalami proteinuria)
Mayoritas preeklamsia pada pasien nullipara – Peningkatan mortalitas pada gravida lebih tua – Peningkatan risiko pada kehamilan pertama dengan pasangan baru – Peningkatan risiko dengan hipertensi kronik, penyakit ginjal, diabetes mellitus
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
62
MANIFESTASI KEPARAHAN •
Preeklamsia dengan komplikasi – TD diastolik > 110 mmHg – Bukti lab: AT , SGOT & SGPT , asam urat – Efek renal: proteinuria > 3 g/hari, oliguria – Efek SSP: kejang, sakit kepala, gangguan penglihatan – Keterlibatan organ lain: paru-paru, hati, hematologi – Gangguan janin – Sebelumnya dikenal sebagai preeklamsia berat
•
Preeklamsia merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu langsung
PRINSIP MANAJEMEN 1. Pengakhiran kehamilan yang aman 2. Melahirkan bayi mampu hidup 3. Perbaikan kondisi ibu MANAJEMEN 1. Making sure the airways are clear and the woman can breathe. 2. Controlling the fits. 3. Controlling the blood pressure. 4. General care and monitoring, including controlling fluid balance. 5. Delivering the baby. 6. Monitoring carefully to prevent further fits and identify complications. PENATALAKSANA •
Pengurangan stres
•
Penilaian keadaan ibu dan janin
•
Terapi TD bila diastolik > 110 mmHg
•
Terapi mual/ muntah (k/p)
•
Terapi nyeri epigastrik (kalau ada)
•
Pertimbangkan profilaksis kejang
•
Pertimbangkan waktu/cara persalinan
PENGURANGAN STRES •
Komponen TD ibu adalah adrenergik
•
Minimalkan rasa tak nyaman ibu
•
Beberapa komponennya: – Ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
63
– Protokol tatalaksana terencana dengan baik – Penjelasan rencana dengan jelas pada pasien/keluarga – Minimalkan rangsangan – Pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan (bidan, perawat, obgin, anestesi, hematologi, neonatalogi, nefrologi) PENILAIAN KLINIK IBU •
•
•
•
•
Tekanan darah •
Penilaian derajat keparahan
•
Konsistensi dalam pengukuran
•
Hubungan TD dengan CVA, bukan kejang
Sistem Saraf Pusat •
Keberadaan dan keparahan sakit kepala
•
Gangguan penglihatan – buta kortikal, kabur
•
Tremor, iritabilitas, hiperrefleksi, somnolen
•
Mual dan muntah
Hematologi •
Edema
•
Perdarahan, petekiae
Hepatik •
Nyeri kuadran kanan atas dan epigastrik
•
Mual dan muntah
Ginjal •
•
•
•
Output dan warna urin
Hematologi •
Hemoglobin, AT, apusan darah: burr cell
•
PTT, APTT, fibrinogen, FDP
•
LDH, asam urat, LDH
Hepatik •
SGOT, SGPT, LDH
•
Glukosa
Ginjal •
Proteinuria
•
Kreatinin, urea, asam urat
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
64
PENILAIAN KEADAAN JANIN •
Gerakan janin
•
Penilaian denyut jantung janin
•
USG untuk perkembangan
•
Profil biofisik
•
Indeks cairan amnion
•
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat, a. serebri media
TERAPI
Mual dan muntah – Antiemetik
Nyeri subhepatik – Morfin 2-4 mg IV – Antasida – Minimalkan palpasi
TUJUAN ANTI HIPERTENSI
Meminimalkan risiko CVA pada ibu
Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman
Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut – Memfasilitasi persalinan pervaginam bila mungkin – Memperpanjang kehamilan bila tepat/mungkin
OBAT ANTI HIPERTENSI
-blocker – Atenolol, Labetalol
Kalsium antagonis – Nifedipin – ISDN
Obat simpatolitik sentral – Methyldopa
Hidralazin (belum ada di Indonesia)
Penurunan tekanan darah yang terlalu besar akan mencetuskan fetal distress KRISIS HIPERTENSI
Stabilkan hipertensi berat – Mempertahankan TD diastolik pada 90-100 mmHg – Monitor status janin sementara terapi TD
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
65
Profilaksis kejang
Status volume intravaskuler – Kateter Foley – jarang mengalami ARF – Jangan kelebihan cairan – jarang membutuhkan CVP
Lahirkan
PROFILAKSIS KEJANG •
Sulit diprediksi siapa yang akan jadi kejang – Tidak berhubungan langsung dengan derajat hipertensi atau proteinuria
•
Number needed to treat besar untuk mencegah kejang
•
Diperlukan bahan yang tidak bahaya atau sangat efektif
•
MgSO4 merupakan agen pilihan bila profilaksis kejang diindikasikan
EFEK PADA IBU •
respiratory problems (asphyxia, aspiration of vomit, pulmonary oedema, bronchopneumonia)
•
cardiac problems (heart failure)
•
effects on the brain (haemorrhage, thrombosis, oedema)
•
renal complications (acute kidney failure)
•
hepatic disease (liver necrosis)
•
HELLP syndrome
•
coagulopathy (clotting/coagulation failure)
•
visual disturbances
•
injuries during convulsions (fractures).
EFEK PADA BAYI •
Pre-eclampsia is associated with a reduction in maternal placental bloodflow which results in: – Hypoxia – intrauterine growth retardation (IUGR) – in severe cases the baby may be stillborn.
•
Hypoxia may cause brain damage if severe or prolonged, and can result in: – physical or mental disability
Magnesium sulfat
Standar obstetri, tetapi tidak digunakan pada keadaan lain
Superior terhadap fenitoin untuk profilaksis
Superior terhadap fenitoin atau diazepam dalam mencegah rekurensi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
66
Dosis 2-4 g IV diikuti dengan 1-2 g/jam IV atau 4 g IM/6 jam
Efek samping: lemas, paralisis, toksisitas jantung
Monitor: refleks, pernapasan, derajat kesadaran
Jika over dosis •
Observasi efek samping – Lemas – samnolen – RR kurang dari 16 x/menit – Urin output berkurang
•
Risiko tinggi terutama pada pasien dengan oliguria atau mendapat kalsium antagonis
•
ANTIDOTUM – Hentikan infus magnesium – Kalsium glukonas 10% 10 ml IV dalam 3 menit – Assist ventilasi dgn mask dan bagging
Rujukan Pertimbangkan rujukan jika sumber daya terbatas dan kondisi ibu/janin memungkinkan
TD dan gejala ibu stabil
Status janin meyakinkan
Pemberian agen antihipertensi yangsesuai dimulai
MgSO4 diberikan jika memenuhi syarat
Diskusikan dengan pasien dan keluarga
MgSO4 dan antihipertensi berpotensi fatal bila overdosis
Persalinan dilakukan
37 minggu dengan hipertensi gestasional/PER
34 minggu dengan preeklamsia berat
< 34 minggu dengan: – TD yang sulit dikontrol – Bukti laboratorium adanya keterlibatan multiorgan yang memburuk – Dugaan gawat janin – Kejang tidak terkontrol – Gejala tidak responsif terhadap terapi yang sesuai
Persalinan di saat tepat meminimalkan morbiditas ibu dan mortalitas mortalitas neonatal (misal 35 minggu)
Mengoptimalkan status ibu sebelum intervensi persalinan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
67
Tunda persalinan untuk mendapatkan maturitas janin dan lakukan rujukan hanya jika kondisi ibu dan janin memungkinkan
Preeklamsia merupakan penyakit progresif, manajemen konservatif potensial berbahaya bila ada penyakit yang berat atau dugaan gawat janin
Tatalaksana peri dan post partum
G.
Jangan turunkan TD terlalu rendah karena berisiko gawat janin
Jangan berikan cairan berlebih (1500-2000 ml/hari)
Analgesia epidural lebih dipilih bila tidak ada koagulopati atau AT yang rendah
Pendekatan multispesialisasi
Postpartum pasien harus dimonitor KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak. A. PATOGENESIS 1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotililtas rahim ini. 2. Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) 3. Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis) 4. Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi, disproporsi, cervik incompeten dll. 5. Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini Cara menentukan ketuban pecah dini a.
Adanya cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo dan kadang kala berbau kalau sudah infeksi
b.
Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah.
c.
Lakus
(litmus)
jadi
biru
(basa)……….air
kertuban
jadi
merah
(asam)……….air kemih (urine) d.
Pemeriksaan pH forniks posterior pada prom [H adalah basis (air ketuban)
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
68
e.
Pemeriksaan hispatologi air (Ketuban)
f.
Abozination dan sitologi air ketuban. (TAILOR)
Penilaian Klinik 1.
Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan ketuban dari vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
2.
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG
3.
Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan 38oC, air ketuban yang keluar dan berbau, janin mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine
4.
tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.
B. PENANGANAN 1.
Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi
2.
Kalau anak premature diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron.
3.
Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan induksi
4.
Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/- 72 jam)
5.
Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress janin/kelainan lainnya pada ibu dan pada janin
6.
Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
7.
KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa tindakan
mendadak
mungkin
ditambah
dengan
pertimbangan
untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. 8.
Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
69
C. KOSERVATIF 1. Rawat di rumah sakit 2. Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). 3. Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air kertuban tidak keluar lagi . 4. Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada infeksi, tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. 5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah 24 jam 6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi 7. Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri ) 8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. D. AKTIF 1. Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal Sc dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. 2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan di akhiri. a. Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan Sc. b. Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam. PELAYANAN KESEHATAN BAYI BARU LAHIR BERMASALAH A.
ASFIKSIA NEONATORUM Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
70
Diagnosis 1. Anamnesis Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. 2. Pemeriksaan fisik a. Bayi tidak bernafas atau menangis b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit c. Tonus otot menurun d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi e. BBLR 3. Pemeriksaan penunjang Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat: a. PaO2 < 50 mm H2O b. PaCO2 > 55 mm H2 c. pH < 7,30 Resusitasi neonatus Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal. 1. Langkah Awal Resusitasi Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan: a. apakah bayi cukup bulan? b. apakah air ketuban jernih? c. apakah bayi bernapas atau menangis? d. apakah tonus otot bayi baik atau kuat? Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan: (1) langkah awal dalam stabilisasi (a) memberikan kehangatan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
71
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat. (b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal. (c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning),
namun bukti penelitian dari beberapa senter
menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
72
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernafasan dan meletakkan pada posisi yang benar. Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil. (2) ventilasi tekanan positif (3) kompresi dada (4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander) Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1). 2. Penilaian Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut: a. Pernapasan Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megapmegap adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan. b. Frekuensi jantung Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi jantung permenit. c. Warna kulit Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
73
menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang memerlukan intervensi. 3. Pemberian oksigen Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak jaringan. Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal. 4. Ventilasi Tekanan Positif Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma. Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda dengan keuntungan dan kerugian yang berbeda.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
74
a. Tekno tube and mask Iwan, dkk (2003) melakukan penelitian yang membandingkan volume ventilasi antara Tekno tube and mask, Ambu bag and mask, Topster bag and mask dan Laerdal tube and mask menggunakan manekuin. Dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam rerata volume ventilasi yang adekuat. Dari segi harga, Tekno tube and mask adalah alat yang paling dapat dijangkau oleh bidan desa. Namun alat tersebut memiliki kelemahan pada desain katupnya, sehingga memerlukan modifikasi, sulit dibersihkan dan tidak dapat digunakan lagi setelah 5 kali prosedur High-Level Desinfectans (HLD). Tekno tube and mask yang digunakan dalam studi tersebut efektif dan dapat diterima untuk digunakan oleh bidan desa, namun untuk resusitasi neonatus di rumah sakit balon mengembang sendiri dan masker harus tersedia. b. Balon mengembang sendiri (self inflating bag) Balon mengembang sendiri (self inflating bag) setelah dilepaskan dari remasan akan terisi spontan dengan gas (oksigen atau udara atau campuran keduanya) ke dalam balon. c. Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating bag), Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating bag),disebut juga balon anestesi, terisi hanya bila gas yang berasal dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon. d. T-piece resuscitator T-piece resuscitator Bekerja hanya bila dialiri gas yang berasal dari sumber bertekanan ke dalamnya. Gas mengalir langsung, baik ke lingkungan sekitar maupun ke bayi, dengan cara menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu jari. 5. Kompresi Dada Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif—satu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
75
jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian. Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. Prinsip dasar kompresi dada adalah : a. Posisi Bayi Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah. b. Kompresi Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu. neonatus. Edisi ke-5, 2006. 1) Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari (tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan. 2) frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi. Penghentian kompresi: a. setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi dihentikan. b. frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan. c. jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
76
alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan. 6. Intubasi Endotrakheal Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi: a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas. b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi. c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif. d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena. e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus. 7. Pemberian Obat-obatan Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir.40 Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan.16 Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya. a. Epinefrin Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
77
mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal b. Volume ekspander Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. c. Bikarbonat Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. d. Nalokson Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
78
B.
IKTERUS NEONATORUM
1.
Definisi Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan. Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a.
Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati saluran darah otak.
b.
Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak.
Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi). Kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukoronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengasung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah. 2. Etiologi a.
Peningkatan produksi : 1) Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. 2) Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran 3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis 4) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase) 5) Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
79
6) Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR 7) Kelainan kongenital b.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
c.
Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasis, syphilis.
d.
Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatik.
e.
Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
3. Macam Ikterus Neonatorum Ikterus pada bayi baru lahir dibedakan menjadi dua yaitu : 1.
Ikterus fisiologis a. Timbul pada hari kedua – ketiga b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% per hari pada kurang bulan c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari d. Ikterus hilang pada 10 hari pertama e. Tidak mempunyai dasar patologis f. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi g. Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus
2.
Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis dan kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut : a. Menurut Surasmi (2003) bila : 1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran 2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam 3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5% pada neonatus cukup bulan 4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis) 5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom
gangguan
pernafasan,
infeksi,
hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
80
b. Menurut Tarigan (2003), adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. 4. Tanda dan Gejala Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala : 1.
Dehidrasi
2.
Pucat
3.
Trauma lahir
4.
Letargik dan gejala sepsis
5.
Petekiae (bintik merah di kulit)
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi : 1.
Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.
Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mataterlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi kerena ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. 5. Pemeriksaan dan Pembagian Ikterus Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru Lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Salah satu pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
81
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya. Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Daerah
Luas Ikterus
Kadar Biliribin (mg%)
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1 (+) badan bagian atas
9
3
Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan 11 tungkai
4
Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki di 12 bawah dengkul
5
Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki
16
6. Pemeriksaan Penunjang Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1.
Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
2.
Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
3.
Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
7. Penatalaksanaan Berdasarkan
pada
penyebabnya
maka
manajemen
bayi
dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat. 1.
Foto therapi
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
82
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah. Dalam menentukan kebutuhan fototeri, mengikuti acuan:
2.
Usia
BL <1.500 g
BL 1.500-2.000 g
BL >2.000 g
(jam)
kadar bilirubin
kadar bilirubin
kadar bilirubin
(mg/dl)
(mg/dl)
(mg/dl)
< 24
R.T:>4.1
R.T.:>4.1
>5
25-48
>5
>7
>8.2
49-72
>7
>9.1
>11.8
>72
>8.2
>10
>14.1
Transfusi Pengganti/ Tukar Darah Transfuse pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu b. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir c. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama d. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
83
e. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama f. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl g. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus h. Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung Transfusi pengganti digunakan untuk: a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan) c. Menghilangkan serum bilirubin d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin 3.
Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika. Phenobarbital 1 – 2 mg/ kg BB/ dosis 2 – 3 kali/ hari ( 3 hari )
8. Efek Samping Pengobatan 1.
Phenobarbital : Banyak tidur.
2.
Foto terapi : a. Segera : Suhu tubuh hipotermia/ hipertermia, kulit terbakar, insensible water loss meningkat, evakuasi usus lebih cepat, diare, gelisah. b. Lama : Perubahan DNA. c. Tranfusi tukar : Infeksi, jantung, sirkulasi hipervolemia/ hipovolemia, elektrolit hipocalcemia, metabolik.
C. INFEKSI NEONATORUM A. Sepsis neonatorum 1. Pengertian Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonates dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
84
sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonates dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi,2003) Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat inneksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, Virus, Jmur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 20007) Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjaadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran. Mochtar, 2005) 2. Faktor-faktor yang mempengarui sepsis pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a. Faktor maternal terdiri dari: 1)
Ruptur ketuban yang lama
2)
Persalinan premature
3)
Amnionitis klinis
4)
Demam maternal
5)
Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
6)
Persalinan yang lama
b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya prakter cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilicus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula. c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi premature, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu. (Wijayarini, 2005) 3. Patofisiologi Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: a. Pada masa antrenatal atau sebelum lahir Pada masa antenatal kuman dan ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antarra lain: Virusrubella, herpes, sitomegalo, Koksaki, influenza, Parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: Malaria, sipilis, dan toksoplasma. b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis,
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
85
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de antre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea). c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim ( misalnya melalyui alatalat penghisap lender, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botolminuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi juga dapat melalui luka umbilicus. ( Surasmi, 2003) 4. Factor predisposisi Terdapat berbagia factor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Factor predisposisi diantaranya adalah: penyakit yang diderita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai, ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus, pertolongan persalinan yang tidak hygiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan , BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasive pada neonatus. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak, ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau, pemberian minum melalui botol dan pemberian minum buatan. 5. Manifestasi klinis Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu: a. Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermia bahkan normal, aktifitas lemah atau tidak ada, tampak sakit b. Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi, dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan, merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung c. Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis. d. Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, diare
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
86
e. Tanda dan gejala pada system saraf pusat meliputi reflek moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiperrefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur. 6. Penanganan Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolism tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termaseuk kebutuhan nutrisi. Antibiotik untuk sepsis neonatorum hendaknya memenuhi kriterian efektif berdasarkan hasil pemantauan. D.
BAYI BERAT LAHIR RENDAH 1. Pengertian Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam: a. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram b. Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 c. Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram (Prawirohardjo, 2006) Sebelumnya bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Untuk mendapatkan keseragaman pada kongres “European Perinatal medicine ke II di London (1970) telah disusun definisi sebagai berikut: a. Bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) b. Bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari) c. Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih). Dengan pengertian diatas, maka bayi dengan berat lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu prematuritas dan dismaturitas (Arief dan Kristiyanasariari, 2009). Bayi premature (lahir sebelum gestasi 37 minggu) cenderung mengalami lebih banyak masalah dibandingkan bayi cukup bulan yang kecil (berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir) (WHO, 2008). Pada umumnya bayi berat lahir rendah yang lahir cukup bulan, alat-alat dalam tubuhnya sudah bertumbuh lebih baik bila dibandingkan dengan bayi premature
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
87
dengan berat lahir sama. Dengan demikian, bayi yang cukup bulan dengan BBLR lebih mudah hidup di luar kandungan dibandingkan dengan bayi premature. Walaupun demikian, harus tetap waspada akan terjadi beberapa komplikasi yang harus ditangulangi dengan baik. Beberapa hal yang harus diwaspadai adalah: a. Aspirasi mekoneum yang sering diikuti pneumotoraks. Ini disebabkan distress yang sering dialami bayi pada saat persalinan. Insiden idiophatik respiratory distress syndrome berkurang oleh karena IUGR mempercepat maturnya jaringan paru. b. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi cukup bulan mempunyai hemoglobin yang tinggi yang mungkin disebabkan oleh hipoksia kronis di dalam uterus. c. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya hipoglikemia ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi. d. Keadaan lain yang mungkin terjadi adalah: asfiksia, perdarahan paru yang masif, hipotermia, cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom Down’s, Turner, dan lain-lain), cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterine dan sebagainya (Prawirohardjo, 2006). 2. Penyebab Terjadinya BBLR Penyebab BBLR umumnya tidak hanya satu, oleh karena itu kadang sulit untuk dilakukan pencegahan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Faktor ibu BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor dari ibu, yaitu bisa karena penyakit yang diderita ibu (toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, diabetes mellitus, dan lain-lain), usia ibu (usia kurang dari 16 tahun, usia lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat), keadaan social (golongan social ekonomi rendah, perkawinan yang tidak sah), sebab lain (ibu yang merokok, ibu peminum alcohol, ibu pecandu narkotik). b. Faktor janin Dari faktor janin, BBLR dapat disebabkan oleh hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain. c. Faktor lingkungan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
88
Dari faktor lingkungan dapat berupa tempat tinggal dataran tinggi, radiasi, zat-zat racun, dan lain-lain (Arief dan Kristiyanasari, 2009). 3. Manifestasi Klinik BBLR a. Ciri-ciri Bayi Berat Lahir Rendah Sesuai Masa Kehamilan adalah: 1) Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram. 2) Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm. 3) Lingkar dada kurang dari 30 cm. 4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm. 5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu. 6) Kulit tipis, merah dan transparan. 7) Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga, lengan. 8) Verniks kaseosa ada, lemak subkutan sedikit. 9) Ubun-ubun dan sutura lebar 10) Tulang tengkorak lunak dan mudah bergerak. 11) Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat terlihat. 12) Reflek tonus otot, menghisap, menelan belum sempurna. b. Ciri-ciri Bayi Berat Lahir Rendah Kecil Masa Kehamialan adalah 1) Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram. 2) Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm. 3) Lingkar dada kurang dari 30 cm. 4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm. 5) Umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) 6) Kulit tipis transparan. 7) Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga, lengan. 8) Lemak subkutan kurang, kulit kering keriput. 9) Ubun-ubun dan sutura lebar. 10) Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat terlihat. 11) Reflek tonus otot, menghisap, menelan belum sempurna (Saifuddin, 2009).
4. Diagnosis BBLR Diagnosis (Arief dan Kristiyanasari, 2009) pada BBLR dapat diketahui sebelum bayi lahir maupun sesudah bayi lahir, yaitu: a. Sebelum bayi lahir
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
89
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir mati. 2) Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur kehamilan. 3) Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat, walaupun kehamilannya sudah agak lanjut. 4) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya. 5) Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum, dan pada kehamilan lanjut dijumpai adanya toksemia gravidarum atau perdarahan antepartum. b. Setelah bayi lahir 1) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterine Secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala yang keras, gerakan bayi terbatas, vernik caseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat, dan tali pusat lembek, tipis dan berwarna kehijauan. 2) Bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 37 minggu Verniks caseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka (doll like), abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot hipotoni, dan kulit tipis, merah, transparan. 3) Bayi premature kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, oleh karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Pada bayi KMK, alat-alat tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi premature berat yang sama. Oleh karena itu bayi KMK akan lebih mudah hidup di luar rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan bayi matur dengan badan normal. 5.
Prognosis BBLR Prognosis bayi baru lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/ makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia/ iskemia otak, sindroma gangguan pernafasan, perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasias, infeksi, gangguan metabolic (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Prognosis
ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
90
mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernafasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain (Wiknjosastro,2006). Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih tinggi dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama.Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intracranial, dan hipoglikemi. Bila bayi selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf, gangguan bicara, IQ rendah, dan gangguan lainnya (Hidayat, 2005). 6. Komplikasi BBLR Menurut Surasmi (2008) beberapa penyakit yang berhubungan dengan BBLR: a. Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membrane hialin) b. Pneumonia aspirasi, karena reflek menelan dan batuk belum sempurna c. Perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan) d. Hiperbilirubinemia, kerana fungsi hati yang belum matang e. Hipotermia 7.
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Mengingat belum sempurnanya alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan untun penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Sitohang, 2006): b. Termoregulasi atau mempertahankan suhu Kebutuhan yang paling kursial pada BBLR adalah pemberian kehangatan ekternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan system kardiovaskuler, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5 °C-37,5 °C. Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu (Kosim Sholeh, 2005): 1) Kanggoro Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. 2) Pemancar pemanas 3) Ruangan yang hangat
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
91
4) Inkubator Suhu ikubator yang direkomendasikan: Berat Bayi
Suhu inkubator dalam celcius 35 °C
< 1500 g
1-10 hari
1500-2000 g
34 °C
33 °C
32 °C
11 hr - 3 mg
3 – 5 mg
>5 mg
1-10 hr
11 hr – 4 mg .>4 mg
2100-2500 g
3 hr – 3 mg
>3mg
>2500 g
1-2 hr
>hr
c. Dukungan respirasi Tujuan primer dalam asuhan bayi beresiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi yang memerlukan oksigen seplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periodic apnue. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tengkurap jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi lebih baik, terapi oksigen yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat menimbulkan efek oedem paru dan retinopathy of prematurity. d. Mencegah infeksi Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan bayi sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan terhadap penyakit. beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain: 1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci tangan terlebih dahulu. 2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruangan perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
92
3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruangan perawatan bayi samapai mereka dinyatakan sembuh. e. Pengawasan nutrisi/ASI Reflek menelan bayi berat lahir rendah (BBLR) belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan bayi untuk sesegera mungkin mencukupi kebutuhan cairan kalori.Kapasitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap jam.Perhatikan apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat, menjadi biru atau perut membesar atau kembung. Bagan kebutuhan cairan pada bayi baru lahir menurut IDAI Berat
Hari I
II
III
IV
V dst
>2500 gr
60
80
100
120
150
<2500 gr
80
100
120
140
150
lahir
f. Penghematan energi Salah satu tujuan utama perawatan bayi beresiko tinggi adalah menghemat energi. Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam incubator tidak membutuhkan pakaian, tetapi hanya membutuhkan popok atau alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan. Selain itu observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang tidak menggunakan energy tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu tubuh, energy tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. g. Penimbangan ketat Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi dan nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Prawirohardjo, 2006). E.
MASTITIS Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
93
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001 : 324). Pada kasus mastitis ini biasanya tidak segera ditangani, jika mastitis tidak segera ditangani menyebabkan abses payudara yang biasa pecah kepermukaan kulit dan akan menimbulkan borok yang besar. Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan. A. Tanda dan Gejala 1.
Payudara bengkak, terlihat membesar
2.
Teraba keras dan benjol-benjol
3.
Nyeri pada payudara
4.
Merasa lesu
5.
Suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38oC
(Asuhan Persalinan Normal, 2007 : 104) B. Pengobatan 1.
Segera setelah mastitis ditemukan berikan ASI sesering mungkin tanpa jadwal
2.
Karena penyebab utama adalah sthaphylo coccus aureus, maka dapat diberikan antibiotika jenis penicillin
3.
Kompres dingin
4.
Berikan kloksalisin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
Berikan paracetamol 500 mg 3 x sehari 5.
Sangga payudara
6.
Lakukan perawatan payudara “post natal breast care”
B. Penyelenggaraan PONEK 24 jam Upaya Pelayanan PONEK : a. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sektio saesaria d. Perawatan intensif ibu dan bayi. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
94
e. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi A. Pelayanan Maternal Pelayanan maternal dilayani di ruang bersalin meliputi pelayanan persalinan fisiologis maupun patologis. Pelayanan di bawah pemantauan dokter spesialis obsgin. B. Pelayanan Neonatal Pelayanan bayi dilaksanakan di Ruang bayi RSU Queen Latifa pelayanan meliputi bayi normal dan bayi sakit level I. pelayanan di bawah pemantauan dokter spesialis anak. C. Peralatan Esensial yang tersedia No 1.
Jenis Peralatan
Jumlah
Kotak Resusitasi :
1
- Balon yang bisa mengembang sendiri
1
berfungsi baik - Bilah Laringoskop berfungsi baik - Bola lampu laringskop ukuran dewasa - Batre AA (cadangan) untuk bilah laringoskop - Bola lampu laringoskop cadangan - Selang reservoar oksigen - Masker oksigen dewasa - Pipa endotrakeal - Plester - Gunting - Kateter penghisap - Pipa minuman - Alat suntuk 1, 21/ , 3, 5, 10, 20 cc 2 - Ampul Epinefrin / Adrenalin
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
- NaCL 0,9% / larutan Ringer Asetat / RL
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
95
- MgSO4 40%
1
- Sodium bikarbonat 8,4%
1
- Kateter Vena
1
- Infus set
1
3
Incubator
1
4
Penghangat (Radian Warner)
1
5
Forceps naegele
1
6
AVM
0
7
Pompa vakum listrik
1
8
Monitor denyut jantung / pernapasan
1
9
Foetal Doppler
1
10
Set Sectio saesaria
1
2
D. Pelayanan Penunjang Medik 1. Pelayanan Darah Pelayanan darah dialkukan dengan bekerja sama dengan PMI. 2. Perawatan Intensif a. Jenis Pelayanan •
Pemantauan terapi cairan
•
Pengawasan gawat nafas / ventilator
•
Perawatan sepsis
b. Tempat Pelayanan •
Unit Perawatan Intensif di Ruang 1CU
c. Kompetensi •
Pelayanan pengelolaan resusitasi segera untuk pasien gawat, tunjangan kardiorespirasi jangka pendek dan mempunyai peran memantau serta mencegah penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko.
•
Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
96
d. Sumber Daya Manusia •
Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru.
•
Dokter Spesialis Anestesiologi (oncall)
e. Ruang Pelayanan Ruang Pelayanan Intensif (1CU) 3. Pencitraan a.Radiologi b. USG 4. Laboratorium a.Pemeriksaan rutin darah, urin b. Kultur darah, urin, pus c.Kimia klinik E. Manajemen Direktur RSI Nashrul Ummah melaksanakan komitmen untuk menyelenggarakan program PONEK menyelaraskan program RS untuk mendukung program PONEK dalam bentuk SK Direktur. F. Sistem Informasi PONEK merupakan suatu program pelayanan dimana setiap unsur tim yang ada di dalamnya melakukan fungsi yang berbeda, sangat membutuhkan keterpaduan, kecepatan dan ketepatan informasi yang ditujukan kepada peningkatan mutu, cakupan dan efektifitas layanan kepada masyarakat. Keberadaan sistem informasi ditujukan untuk medukung proses pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit dalam rangka pencapaian misi yang ditetapkan. Sistem informasi dimaksud pada PONEK adalah : 1. Sistem informasi sehubungan dengan PONEK yang sejalan dengan visi dan misi rumah sakit 2. Sistem informasi yang dapat mengintegrasikan seluruh data penting dari kamar bersalin dan ruang neonatal yang melaksanakan PONEK yang dapat diakses secara transparan melalui workstation. 3. Sistem informasi yang mampu memberikan peningkatan mutu pelayanan PONEK bagi pasien, yaitu dengan tersedianya data PONEK yang lengkap dan akurat. 4. Sistem informasi yang dapat mendukung mekanisme pemantauan dan evaluasi. 5. Sistem informasi yang dapat membantu para pengambil keputusan dengan adanya ketersediaan data yang lengkap,akurat dan tepat waktu.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
97
6. Sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan operasional (rutin) serta dapat meminimalkan pekerjaan yang kurang memberikan nilai tambah, meningkatkan kecepatan aktivitas rumah sakit serta dapat menciptakan‘titik kontak tunggal’ atau ‘case manager’ bagi pasien. 7. Sistem informasi yang dapat memberdayakan karyawan (empowering). 8. Sistem informasi yang dapat mengakomodasi aktivitas yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan keilmuannya di bidang obstetri dan ginekologi dengan ketersediaan teknologi informasi yang mampu untuk memperoleh, mentransmisikan, menyimpan, mengolah atau memproses dan menyajikan informasi dan data baik data internal maupun data eksternal. 9. Pelayanan ibu dan bayi berupa 10 langkah menuju perlindungan Ibu dan Bayi secara terpadu dan paripurna G. Sistem Rujukan PONEK 1. Sistem informasi rujukan a. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : Nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda tangan dokter yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan yag dipandang perlu. b. Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat pasien rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien rujukan memuat : nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujuan penerima, nama dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut yang diperlukan. 2. Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Kriteria pasien yang layak untuk dirujuk adalah sebagai berikut : a.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi di RSI Nashrul Ummah, yang sudah dikonfirmasikan kepada dokter spesialis yang terkait.
b.
Apabila telah mendapatkan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit Queen Latifa, tetapi ternyata pasien perlu penanganan lebih lanjut, pasien dirujuk ke pelayanan yang lebih tinggi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Salah
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
98
satunya, RSUD Soegiri, RSM Lamongan dan RSU Dr. Soetomo Surabaya merupakan salah satu rumah sakit yang telah melakukan kerjasama MOU rujukan dengan RSI Nashrul Ummah mengenai system rujukan PONEK. 3. Prosedur Klinis merujuk pasien: a. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis banding. b. Memberikan tindakan stabilisasi sesuai dengan kondisi pasien. c. Memutuskan unit pelayanan kesehatan tujuan rujukan yang mampu menangani kasus pasien. d. Pasien dengan kondisi ini harus diantar dengan menggunakan ambulans yang dilengkapi peralatan yang dibutuhkan, seperti peralatan dan obat – obatan life saving. Prosedur administrative merujuk pasien: b.
Membuat rekam medis pasien
c.
Menjelaskan / memberikan informed consent kepada pasien atau keluarga dengan sebaik – baiknya.
d.
Membuat surat rujukan rangkap 2, lembar pertama dikirim ketempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
e.
Mencatat identitas pasien dan informasi medis secara singkat pada buku register rujukan pasien.
f.
Menghubungi rumah sakit yang dituju dan menjelaskan kondisi dan kebutuhan medis pasien. Patugas harus memastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan bersedia menerima pasien yang akan dirujuk.
g.
Merujuk pasien dengan pendampingan perawat, petugas ambulan dan dokter jika memang di perlukan (disesuaikan dengan derajat rujukan).
C. Pelaksanaan Rawat Gabung Ibu Dan Bayi A. Persiapan. Untuk melaksanakan
rawat gabung ibu yang perlu dipersiapakan adalah instansi
pelayanan, ibu hamil, suami dan atau keluarga petugas, sarana dan prasarana pelayanan. 1. Instansi pelayanan: a. Perlu adanya kebijakan yang tertulis dari rumah sakit yang merupakan komitmen dari unsur terkait untuk menunjang keberhasilan pelaksanan rawat gabung ibu dan bayi.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
99
b. Rawat gabung ibu dan bayi merupakan salah satu kegiatan atau program untuk mendukung keberhasilan menyusui dan program sayang ibu dan sayang bayi. c. Program sayang ibu dan sayang bayi dengan memberikan hak ibu antara lain mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standart , dekat dengan bayinya, bisa mencurahkan kasih sayang sesuai keinginan. d. Hak bayi antara lain mendapatkan gizi terbaik untuk tumbuh dan kembang. Gizi yang terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI) yang tidak dapat digantikan oleh apapun, dan juga dapat setiap saat mendapatkan ASI sesuai kebutuhan, mendapat kasih sayang, dan selalu dekat dengan ibu. 2. Ibu hamil, suami, dan keluarga : a. Salah satu faktor keberhasilan menyusui adalah kesiapan calon ibu dan dukungan dari keluarga. Sehingga sejak awal ibu hamil sudah memahami pengertian rawat gabung. b. Suami dan keluarga perlu juga mendapat informasi tentang rawat gabung ibu dan bayi sejak masa kehamilan pada waktu pelayanan Ante Natal Care (ANC ). c. Informasi dapat diperoleh melalui sosialisasi tentang rawat gabung ibu dan bayi minimal dua kali pada ANC (trimester II dan trimester III), dimulai secara kelompok, dilanjutkan dengan konseling kepada ibu, suami, keluarga. 3. Petugas. kesiapan petugas dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi adalah sebagai berikut: a. memahami pentingnya rawat gabung untuk kesejahteraan ibu dan bayi. b. mampu menilai prasyaratan ibu dan bayi untuk dilakukan rawat gabung. c. terampil dalam memberikan asuhan rawat gabung untuk kesejahteraan ibu dan bayi. d. terampil melakukan asuhan pada bu dan bayi baru lahir dengan tindakan. e. mampu menolong ibu dalam memposisikan bayinya dan pendekatan yang baik. f. mampu menolong ibu dalam mengatasi kendala yang timbul dalam menyusui bayinya, misalnya puting ibu lecet, payudara bengkak. g. mampu menolong ibu memerah ASI, bila atas indikasi medis bayi harus berpisah dari ibunya. h. memahami dan mampu melaksanankan laktasi yang benar. i. pelatihan petugas untuk menghindari hambatan dalam pelaksanaan rawat gabung. 4.
Sarana dan prasyarana pelayanan rawat gabung.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
100
untuk melaksanakan rawat gabung perlu adanya sarana dan prasarana yang mendukung, antara lain: a. ruang poli kebidanan atau Ante Natal Care (ANC) dilengkapi dengan ruang konsultasi dan pojok laktasi. b. kamar bersalin: ruang nifas dengan rawat gabung dan ruang penyuluhan dan bimbingan. c. ruang perinatologi dilengkapi ruang istirahat bagi ibu yang bayinya dirawat. d. sarana dan prasyarana yang tersedia harus memenuhi prasyarataan rawat gabung disesuaikan di masing-masing institusi / fasilitas pelayan persalinan dan di komunitas. B. Pelaksanaan rawat gabung ibu dan bayi. 1. pelaksanaan rawat gabung hendaknya disiapkan semenjak perawatan kehamilan (ANC ) . 2. diawali dengan inisiasi menyusu dini pada masa persalinan di kamar bersalin. 3. dilanjutkan rawat gabung di ruang nifas, sebagai berikut: a. menyusui On Cue (melihat tanda-tanda bayi ingin menyusu) b. menyusui ekslusif. c. asuhan bayi baru lahir 1) mencegah hipotermi. 2) Pemeriksaan klinis bayi 3) Perawatan umum (merawat tali pusat, mengganti popok, memandikan bayi, menjaga hygiene bayi). 4) Deteksi dini tanda bahaya bayi baru lahir. d. Asuhan ibu nifas antar lain: 1) Peurperium. 2) Breast care, termasuk memerah dan menyimpan ASI 3) Pendampingan menyusui, termasuk perlekatan dan
posisi menyusui yang
benar, mengenali tanda bayi ingin menyusu, dan tanda bayi telah puas dalam menyusu. 4) Mengenali hambatan pada masa nifas . 5) Asuhan ibu nifas pasca tindakan. 6) Membantu ibu bila ditemukan penyulit dalam menyusui (kelainan putting, pembengkakan mamae, engorgement, dll). 7) Senam nifas.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
101
e. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). keberhasilan dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi, untuk mendukung keberhasilan menyusui, calon ibu perlu mendapatkan informasi tentang berbagai hal sebagai berikut: 1) Nutrisi ibu menyusui. 2) Pengetahuan tentang menyusui secara ekslusif. 3) Kerugian bila bayi tidak mendapatkan ASI. 4) Manajemen laktasi yang benar, termasuk kendala-kendala dalam menyusui bayi. 5) Mengenali tanda-tanda bahaya pada ibu dan bayi. 6) Perawatan payudara. 7) Cara memerah, menyimpan, dan memberikan ASI dengan sendok. 8) KB terutama Metode Amenore Laktasi (MAL). D. Inisiasi Menyusui Dini dan Asi Eksklusif Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Menurut Waba & Unicef : 1.
Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan
2.
Dalam menolong ibu saat melahirkan, tidak atau mengurangi mempergunakan obat kimiawi mengganti dengan pijat, aromatherapy atau music.
3.
Setelah bayi lahir, bayi dikeringkan secepatnya terutama kepalanya, kecuali tangannya , tanpa menghilangkan lemak putih (vernix). Mulut dan hidung dibersihkan dan tali pusat potong.
4.
Bila tak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Keduanya diselimuti. Bayi dapat diberi topi.
5.
Menganjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati puting. Biarkan bayi mencari puting sendiri
6.
Mendukung ibu bila perlu dibantu mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
7.
Membiarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak selama 1 jam atau lebih sampai proses menyusu awal selesai
8.
Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, dekatkan puting ke bayi tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. beri waktu 30 menit atau 1 jam lagi
9.
Setelah kontak kulit ibu-bayi sekitar 1 jam, atau lebih, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, diberi vit K, tetes mata dan dicap/tanda.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
102
10.
Rawat gabung Bayi: Ibu– bayi dirawat dalam satu kamar, dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis.
Tatalaksanan IMD bagi ibu yang menjalani persalinan dengan operasi sesar adalah: 1. Menyiapkan tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif 2. Pembiusan dilakukan secara epidural 3. Usahakan suhu ruangan 20-25 C dan menyediakan selimut untuk menutupi punggung bayi sampai kepala untuk mengurangi terjadinya proses kehilangan panas pada bayi. 4. Tatalaksana sama dengan tatalaksana IMD pada ibu persalinan spontan. 5. Jika IMD belum terjadi di kamar operasi IMD bisa dilakukan di kamar pemulihan atau kamar perawatan ibu dengan pemantauan dari petugas. A. TEKNIK MENYUSUI 1. Posisi dan Langkah-langkah Menyusui yang Benar a. Posisi menyusui yang tepat 1) Duduklah dengan posisi yang enak atau santai, pakailah kursi yang ada sandaran punggung dan lengan, kaki harus menapak tidak menggantung 2) Gunakan bantal untuk mengganjal bayi agar bayi tidak terlalu jauh dari payudara ibu 3) Posisi bayi, kepala bayi berada di siku ibu sebelah dalam, tangan bayi berada pada ketiak ibu atau melingkar pada punggung ibu dan perut bayi menenpel pada perut ibu. b. Langkah-langkah menyusui yang benar a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting (cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan putting susu), duduk atau berbaring dengan santai. b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi kepala bayi berada di siku ibu sebelah dalam, tangan bayi berada pada ketiak ibu atau melingkar pada punggung ibu dan perut bayi menenpel pada perut ibu, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar. c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
103
dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan bibir bawah bayi membuka lebar. 2. Cara Memasukkan Puting Susu Ibu ke Mulut Bayi a. Bila dimulai dengan payudara kanan, letakkan kepala bayi pada siku bagian dalam lengan kanan, badan bayi menghadap kebadan ibu. b. Lengan kiri bayi diletakakan diseputar pinggang ibu, tangan kanan ibu memegang pantat/paha kanan bayi. c. Sangga payudara kanan ibu dengan empat jari tangan kiri, ibu jari diatasnya tetapi tidak menutupi bagian yang berwarna hitam (areola mamae). d. Sentuhlah mulut bayi dengan puting payudara ibu e. Tunggu sampai bayi membuka mulutnya lebar f. Masukkan puting payudara secepatnya ke dalam mulut bayi sampai bagian yang berwarna hitam (areola) 3. Teknik Melepaskan Hisapan Bayi Setelah selesai menyusui kurang lebih selama 10 menit, lepaskan hisapan bayi dengan cara: a. Masukkan jari kelingking ibu yang bersih kesudut mulut bayi b. Menekan dagu bayi ke bawah c. Dengan menutup lubang hidung bayi agar mulutnya membuka d. Jangan menarik puting susu untuk melepaskan. 4. Cara Menyendawakan Bayi Setelah Minum ASI Setelah bayi melepaskan hisapannya, sendawanya bayi sebelum menyusukan dengan payudara yang lainnya dengan cara: a. Sandarkan bayi dipundak ibu, tepuk punggungnya dengan pelan sampai bayi bersendawa b. Bayi ditelungkupkan dipangkuan ibu sambil digosok punggungnya 5. Tanda-tanda Teknik Menyusui Sudah Baik dan Benar a. Bayi dalam keadaan tenang b. Mulut bayi terbuka lebar c. Bayi menempel betul pada ibu d. Mulut dan dagu bayi menempel pada payudara e. Sebagian besar areola mamae tertutup oleh mulut bayi f. Bayi nampak pelan-pelan menghisap dengan kuat g. Kuping dan lengan bayi berada pada satu garis
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
104
E. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan Metode Kanguru A. Konsep Pelayanan Perawatan Metode Kanguru (PMK) 1. Dilakukan secara komprehensif (promotif, preventif, Kuratis, dan rehabilitatif) 2. Hospiotal based dan community based 3. Harus integrasi dengan pelayanan yang ada 4. Semua tindakan harsu terdokumentasi 5. PMK utamanya merupakan intervensi perawatan dengan dukungan medis. B. Alur pasien dalam pelayanan Bayi dengan berat lahir rendah bisa mendapatkan perawatan metode kanguru (PMK) di dalam dan luar RS. Bayi bayi yang masih memerlukan fasilitas perawatan spesialistik dirawat di rumah sakit. Sedangkan bayi-bayi dengan kondisi umum stabil, toleransi minum baik dan ibu dianggap mampu melakukan PMK dapat dirawat di luar RS atau di rumah dengan pengawasan kesehatan terlatih. Jika bayi kembali masuk dalam keadaan gawat dapat langsung datang ke RS/UGD. C. Prosedur / Algoritme pelayanan Pelayanan PMK diberikan sesuai dengan standar profesi. Prosedur pelayanan sebagai berikut: 1. PMK pada BBLR dilakukan setelah pemeriksaan dan persetujuan oleh tenaga medis (dokter) 2. Setelah dokter memutuskan bahwa BBLR dapat dialkukan PMK, selanjutnya inisiasi oleh tenaga keperawatan/bidan 3. Keluarga pasien diberikan informasi mengenai pelayanan PMK, setelah setuju maka keluarga menandatangai informed consent. 4. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai pelaksanaan PMK sesuai dengan level perawatan bayi -
Ruang perawatan PMK (level 1): dilakukan PMK secara kontinu
-
Level II : dilakukan PMK intermiten
5. Melatih keluarga untuk melakukan PMK terutama mengenai posisi bayi, cara menyusui dan personal hygiene. Setelah keluarga dilatih maka dilakukan uji coba penerapan PMK (dengan persetujuan dokter) 6. Perawat melakukan observasi terhadap pasien dan keluarga pasien selama melaksanakan perawatan PMK 7. Pulang dan kunjungan ulang (kontrol):
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
105
-
Pemulangan (discharge) pasien dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dokter
-
Pada saatpulang keluarga diberikan edukasi mengenai hal- hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan selama melakukan PMK di rumah. Dapat diberikan catatan mengenai kesehatan bayi menggunakan buku KIA.
-
Kunjungan ulang (kontrol) dilakukan di tempat rumah sakit.
D. Langkah-Langkah Perawatan Metode Kanguru Pada BBLR 1. Persiapan Sebelum ibu mampu melakukan PMK dilakukan latihan untuk adaptasi selama kurang lebih 3 hari. Saat melakukan latihan ibu diajarkan juga mengenai personal higyene: dibiasakan memcuci tangan, kebersihan kulit bayi (tidak dimandikan hanya dengan baby oil), kebersihan tubuh ibu dnegan mandai sebelum melakukan PMK. Serta diajarkan tanda-tanda bahaya seperti: a. Kesulitan bernafas 9dada tertarik kedalam, merintih) b. Bernafas sangat cepat atau sangat lambat c. Serangan henti nafas 9apnea) sering dan lama d. Bayi terasa dingin : suhu tubuh di bawah normal walaupun telah dilakukan penghangatan e. Sulit minum : bayi tidak lagi terbangun untuk minum, berhenti minum dan muntah f. Kejang g. Diare h. Sklera/ kulit menjadi kuning 2. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan PMK perlu diperhatikan 4 komponen PMK yaitu: a. Posisi bayi Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak, dada bayi menempel ke dada ibu. Posisi bayi dijaga dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ektensi). Ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi ”kodok”, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar saat iu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir. Pastikan juga bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada di bayi. Perut bayi jangan sampai tertekan dan sebaliknnya berda di sekitar epigastrum ibu. Dengan cara ini bayi dapat melakukan pernafasan perut.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
106
Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju kanguru, misalnya saat akan disusui: -
Pegang bayi dengan satu tangan diletallan di belakang leher sampai punggung bayi.
-
Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran nafas ketika bayi berada pada posisi tegak.
-
Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat bayi.
b. Nutrisi dengan pemberian ASI Dengan melakukan PMK, proses menyusui menjadi lebih berhasil dan sebagian besar bayi yang dipulangkan memperoleh ASI. Bayi pada kehamilan kurang dari 30-32 minggu biasanya perlu diberi minum melalui pipa nasogastrik, untuk ASI yang diperas (axpressed breast milk). Bayi dengan masa kehamilan 32-34 minggu dapat diberi minum melalui gelas kecil. Sedangkan bayi-bayi dengan usia kehamilan sekitar 32 minggu atau lebih, sudah dapat mulai menyusu pada ibu. c. Dukungan Saat bayi telah lahir, ibu memerlukan dukungan dari berbagai pihak, diantaranya berupa: 1) Dukungan emosional: ibu memerlukan dukungan untuk melakukan PMk. Banyak ibu-ibu muda yang mengalami keraguan sangat besar untuk memenuhi kebutuhan bayi pertamanya sehingga membutuhkan dukungan dari keluarga, teman serta petugas kesehatan. 2) Dukungan fisik : selama beberapa minggu pertama PMK, merawat bayi akan sangat menyita waktu ibu. Istirahat dan tidur yang cukup sangat penting pada peranannya pada PMK. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan untuk membantu menyelesaikan tugas rumah. 3) Dukungan edukasi : sangat penting memberikan informasi yang ibu butuhkan agar ia dapat memahami seluruh proses PMK dan mengetahui manfaat PMK. Hal ini membuat PMK menjadi lebih bermakna dan akan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan berhasil menjalankan PMK baik di rumah sakit ataupun saat di rumah. Dukungan bisa diperoleh dari petugas kesehatan, seluruh anggota keluarga, ibu dan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, akan sangat sulit bagi ibu untuk dapat melakukan PMK dengan berhasil.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
107
d. Pemulangan Pemulangan bayi dilakukan atas persetujuan dokter berdasarkan laporan perawat. Bayi PMK dapat dipulangkan dari rumah sakit setelah memenuhi kriteria dibawah ini: -
Kesehatan bayi secara keseluruhan dalam kondisi baik dan tidak ada henti nafas (apneu) atau infeksi
-
Bayi minum dengan baik
-
Berat
bayi
selalu
bertambah
(sekurang0kurangnya
15g/kg/hari)
untuk
sekurangnya tiga hari berturut-turut. -
Ibu mampu merawat bayi dan dapat datang secara teratur untuk melakukan follow up
Mereka akan tetap memerlukan dukungan meskipun tidak sering dan seintnsif seperti sebelumnya. Jika tidak ada layanan tindak lanjut atau lokasi RS letaknya jauh, pemulangan dapat ditunda. Sebelum dipulangkan, pastikan ibu sudah mengerti tandatanda bahaya bayi, jadwal kontrol bayi, monitoring tumbuh kembang dan bagaiman cara merujuk ke RS jika terjadi bahaya. 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan 1. Monitoring kondisi bayi Hal-hal yang harus dimonitoring adalah -
Tanda vital 3x/hari (setiap ganti shif)
-
Barat badan bayi 1x/hari
-
Panjang badan dan lingkar kepala 1xseminggu
-
Predischarge score setiap hari
-
Jejas persalinan
-
Skrining bayi baru lahir
-
Tumbuh kembang bayi : terutama panca indranya
2. Monitoring kondisi ibu Hal-hal yang perlu dimonitoring antara lain: -
Tanda-tanda vital
-
Involusi uteri
-
Laktasi
-
Perdarahan post partum
-
Luka operasi
-
Luka perineum
3. Penanganan dan pencegahan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
108
-
Untuk mencegah BBLR mendapat penyakit, maka BBLR perlu mendapatkan imunisasi sesuai jadwal yang dianjurkan.
-
Tanya dan cari tanda-tanda apapun yang mengidentifikasikan adanya penyakit, baik yang dilaporkan atau tidak oleh ibu.
-
Tangani setiap penyakit berdasarkan standart operasional prosedur dan juklak lokal.
-
Jika pertambahan berat badan tidak mencukupi, tanya dan cari permasalahannya, penyebab dan solusi. Semua ini umumnya berhubungan dengan pemberian minum dan penyakit.
E. Sistem Rujukan Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tangung jawab dan wewenang secara timbale balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan paripurna. Rujukan dapat berlangsung secara vertical maupun horizontal sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki. Rujukan dapat terjadi dari unit PMK di luar RS atau unit PMK di RS ke RS lain dnegan kelas rujukan lebih tinggi. Kegiatan rujukan mencakup: 1. Rujukan pasien Rujukan pasien internal adalah rujukan antar spesialis dalam satu rumah sakit. Rujukan eksternal adalah rujukan antar spesialis keluar rumah sakit dengan mengikuti system rujukan yang ada. 2. Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan kemampuan tenaga unit PMK serta sumber daya kesehatan lainnya (dana, alat dan sarana) 3. Rujukan manajemen System pelayanan rujukan bila BBLR tidak dapat ditangani sendiri segera rujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap sarana dan tenaga kesehatannya. Harus ada koordinasi, mudah, sehingga tidak memperlambat pertolongan dan tidak merugikan pasien. Mudah, cepat dan tepat adalah yang utama.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
109
F. Rumah Sakit Sayang Ibu Dan Bayi (RSSIB) A. LANGKAH 1 Ada kebijakan tertulis tentang manajemen yang mendukung pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk pemberian ASI eklusif dan Perawatan Metode Kanguru (PMK) untuk BBLR PELAKSANAAN 1. Direktur rumah sakit membuat kebijakan tertulis tentang: a.
Pelaksanaan program RSSIB dengan penerapan 10 langkah perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna.
b.
Penetapan komite di rumah sakit yang bertangung jawab terhadap pelaksanaan dan evaluasi program RSSIB
c.
Pemberian ASI termasuk IMD yang secara rutin dikomunikasikan kepada petugas kesehatan
d.
Pelaksanaan PMK bagi BBLR
e.
System rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan system regionalisasi
f.
Kerjasama dengan kelompok pendukung ASI dan posyandu di wilayah rumah sakit tentang proses rujukan pasca persalinan dalam rangka monev ASI eklusif dan PMK pada BBLR
g.
Semua kebijakan harus dikomunikasikan kepada seluruh petugas RS
2. Direktur rumah sakit membuat SK tentang Pemberian ASI dan penerapan kode pemasaran PASI yang secara rutin dikomunikasikan kepada seluruh petugas RS dan dipampangkan 3. Dierektur rumah sakit menandatangani protap-protap pelaksanaan program RSSIB terpadu yang telah dibuat komite dan cara/format pelaporan seperti: a. Kegawatdaruratan kebidanan b. Kegawatdaruratan neonatal c. Pelayanan antenatal d. Persalinan bersih dan aman (APN) termasuk persalinan yang ditunggu oleh suami dan keluarga e. Perawatan bayi baru lahir (perinatologi) termasuk pemberian vitamin K1 injeksi (untuk bayi normal setelah IMD, bayi sakit setelah resusitasi) dan salep mata/tetes mata f. Perawatan nifas dan rawat gabung g. Perawatan PMK untuk bayi BBLR dan premature
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
110
h. Pencegahan infeksi nosokomial i. Pelaksanaan 10 langkah keberhasilan menyusui (termasuk IMD, membantu ibu dalam masalah pelekatan dan cara menyusui yang benar, on demand, ASI eklusif) j. Tindakan medis dan operasi Caesar k. Hygiene perineum l. Pengaturan jadwal dokter, perawat dan bidan sehingga pelayanan siap 24 jam m. Pelayanan kebutuhan darah, obat dan cairan untuk pasien n. Pelayanan penunjang laboratorium dan radiologi o. Keluarga berencana p. Imunisasi q. Audit Maternal dan Perinatal (AMP) 4. Adanya pertemuan berkala untuk melakukan evaluasi program RSSIB PROGRAM YANG DIKEMBANGKAN RUMAH SAKIT Rumah sakit mempunyai ruang dan klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam. B. LANGKAH 2 Menyelenggarakan pelayanan antenatal termasuk konseling kesehatan maternal neonatal PELAKSANAANNYA 1. Adanya pelayanan antenatal sesuai standar pelayanan kebidanan pada ibu hamil 2. Melakukan penapisan dan pengenalan dini kehamilan resiko tinggi dan komplikasi kehamilan 3. Mengadakan kegiatan senam ibu hamil 4. Memberikan informasi kepada ibu hamil mengenai keuntungan pemberian ASI, manajemen laktasi, penyuluhan gizi dan penyuluhan “perubahan pada ibu dan janin serta kebutuhan setiap trimester kehamilan, persiapan persalinan, tandatanda bahaya” 5. Mempertimbangkan tindakan-tindakan yang dilakukan ibu berlatar belakang kepercayaan/agama dan tradisi/adat setempat 6. Diterapkannya upaya pencegahan infeksi dalam pelayanan antenatal 7. Melibatkan suami saat pemeriksaan dan penyuluhan konseling 8. Memberikan konseling kepada ibu hamil yang terinfeksi HIV
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
111
9. Semua petugas di bagian kebidanan dan anak dapat memberikan informasi kepada ibu-ibu yang habis melahirkan mengenai cara menyusui yang benar dan pentingnya ASI. PROGRAM YANG DIJALANKAN RUMAH SAKIT 1. Pembentukan TIM Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) untuk melakukan konseling 2. Menyediakan bahan materi konseling 3. Menjalankan program prenatal class C. LANGKAH 3 Menyelenggarakan persalinan bersih dan aman serta penanganan pada bayi baru lahir dengan inisiasi Menyusu Dini dan kontak kulit ibu dan bayi PELAKSANAANNYA 1. Melakukan penapisan resiko persalinan dan pemantauan persalinan 2. Diterapkannya standar pelayanan kebidanan pada persalinan 3. Adanya fasilitas kamar bersalin sesuai standar 4. Adanya fasilitas pencegahan infeksi sesuai standar 5. Adanya fasilitas peralatan resusitasi dan perawatan bayi baru lahir 6. Adanya fasilitas kamar operasi sesuai standar 7. Inisiasi menyusu dini 8. Perawatan bayi baru lahir (perinatologi) termasuk pemberian vitamin K1 injeksi dan tetes/salep mata (tetrasiklin/eritromicin) 9. Adanya pelatihan berkala bagi dokter, bidan dan perawat I(in house training) dalam penanganan persalinan aman dan penanganan pada bayi baru lahir. 10. Adanya pelatihan IMD neonatus 11. Penanggungjawab program perinatal resiko tinggi dan program RSSIB berkoordinasi melalui pertemuan lintas sector maupun lontas program secara rutin.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
112
D. LANGKAH 4 Menyelenggarakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) PELAKSANAANNYA 1. Adanya standar pelayanan terhadap kasus potensial resiko tinggi, kasus resiko tinggi dan kasus gawat darurat obstetric dan neonatal 2. Adanya pelayanan tranfusi yang dapat dilaksanakan 24 jam 3. Tindakan operatif dapat dilaksanakan 24 jam 4. Kesiapan pelayanan kebidanan 24 jam 5. Adanya dokter jaga 24 jam yang telah mengikuti pelatihan penanggulangan gawat darurat kebidanan dan neonatal. 6. Ada
fasilitas
unit
gawat
darurat
kebidanan
dan
fasilitas
pelayanan
HCU/ICU/NICU/PICU sesuai standard an kompetensi 7. Adanya pelatihan bagi dr.Sp.OG, dr.Sp.A, dokter, bidan dan perawat tentang pelayanan obstetric neonatal emergenci komprehensif 8. Adanya pelatihan untuk penanganan bayi kurang bulan dengan perawatan metode kanguru. PROGRAM YANG DIJALANKAN Membentuk TIM PONEK dan menjalankan sistem PONEK E. LANGKAH 5 Menyelenggarakan pelayanan adekuat untuk nifas, rawat gabung termasuk membantu ibu menyusui yang benar, dan pelayanan neonatus saki. PELAKSANAANNYA 1. Mempraktekkan rawat gabung ibu dan bayi bersama 24 jam sehari 2. Adanya pemantauan infeksi nosokomial pada bayi yang dirawat gabung. 3. Melakukan manajemen laktasi dan perawatan bayi 4. Ada tata tertib/jam kunjungan ibu dan bayi 5. Ada larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya 6. Melaksanakan pemberian ASI sesuai kebutuhan bayi atau sesering semau bayi 7. Tidak memberikan minuman atau makanan kepada bayi baru lahir selain ASI kecuali ada indikasi medis 8. Melaksanakan perawatan Metode Kanguru untuk BBLR 9. Memberitahu ibu bagaimana cara menyusui yang benar Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
113
10. Tidak memberikan dot/kempeng pada bayi 11. Tetap mempertahankan laktasi walaupun harus terpisah dari bayinya. 12. Adanya fasilitas ruang nifas sesuai standar 13. Melakukan perawatan nifas 14. Melakukan hygiene perineum 15. Pencegahan infeksi nosokomial pada ibu yang dirawat. F. LANGKAH 6 Menyelenggarakan pelayanan rujukan dua arah dan membina jejaring rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain PELAKSANAANNYA 1. RS sebagai pembinaan wilayah rujukan 2. Menyediakan pelayanan ambulan 24 jam 3. Melaksanakan umpan balik rujukan 4. Menyelenggarakan pelatihan PONEK atau pelatihan yankes ibu bayi lainnya bagi semua petugas yang terkait dan bagi petugas puskesmas/rumah bersalin dan bidan praktek swasta diwilayah lingkup rujukan. 5. Membina jejaring rujukan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain diwilayah binaannya PROGRAM YANG DIJALANKAN Membentuk keterpaduan dalam system rujukan G.
LANGKAH 7 Menyelenggarakan pelayanan imunisasi bayi dan tumbuh kembang PELAKSANAANNYA 1. Menyelenggarakan konseling dan pelayanan imunisasi bayi di RS sesuai dengan usia 2. Memantau tumbuh kembang bayi sejak lahir (stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang) 3. Memantau pemberian ASI Eklusif pada bayi 4. Penanganan penyakit bayi sesuai standar PROGRAM YANG DILAKSANAKAN 1. Pelayanan imuniasai poli bidan dan poli dokter spesialis
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
114
2. Program deteksi tumbuh kembang dengan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) H.
LANGKAH 8 Menyelenggarakan pelayanan keluarga berencana termasuk pencegahan dan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan serta kesehatan reproduksi lainnya. PELAKSANAANNYA 1. Menyelenggarakan konseling mengenai KB dan kontrasepsi termasuk metode Amenorhea laktasi (MAL) untuk pasien dan suami sebelum meninggalkan RS 2. Menyelenggarakan pelayanan KB paripurna termasuk kontrasepsi baik untuk perempuan dan laki-laki 3. Menyelenggarakan konseling mengenai kesehatan reproduksi termasuk konseling pranikah.
I.
LANGKAH 9 Melaksanakan Audit Maternal dan perinatal rumah sakit secara periodik dan tindak lanjut. PELAKSANAANNYA 1. Komite medik agar dapat bertindak sebagai Tim AMP yang mengadakan pertemuan secara rutin yang berfungsi melaksanakan audit. 2. Menyebarluaskan laporan AMP dan tindak lanjut secara rutin
J.
LANGKAH 10 Memberdayakan kelompok pendukung ASI dalam menindaklanjuti pemberian ASI eklusif dan PMK PELAKSANAANNYA 1. Adanya kelompok binaan rumah sakit sebagai pendukung ASI dan PMK, dimana anggota kelompok ini akan saling membantu dan mendukung pemberian ASI eklusif termasuk pelaksanaan PMK. 2. Adanya ruang menyusui PROGRAM YANG DILAKSANAKAN Melatih anggota pendukung ASI yang di luar RS (Posyandu, ibu-ibu yang pernah melahirkan di RS) sehingga mampu berperan dalam kelompok pendukung ASI.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
115
G. Rujukan Ponek MEKANISME RUJUKAN Sistem rujukan adalah system jejaring pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya pelimpahan tangung jawab atas problem yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih mampu. Pelimpahan tangung jawab meliputi berbagai jenis rujukan, yang dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Rujukan medis a. Rujukan pasien Adalah pengiriman pasien (dalam hal ini maternal dan perinatal) dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan yang kurang mampu kepada unit kesehatan yang lebih mampu. Sebaliknya unit kesehatan yang lebih mampu akan mengembalikan pasien ke unit yang mengirim untuk pengawasan/ melanjutkan yang diperlukan. b. Rujukan laboratorium Adalah pengiriman bahan pemeriksaan laboratorium, dari laboratorium yang kurang mampu ke laboratorium yang lebih mampu/lengkap. 2. Rujukan kesehatan a. Rujukan iptek dan ketrampilan 3. Rujukan manajemen a. Pengiriman informasi Guna kepentingan monitoring semua kegiatan pelayanan kesehantan diperlukan system informasi. 1. Sistem informasi rujukan a. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : Nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda tangan dokter yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan yag dipandang perlu. b. Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat pasien rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien rujukan memuat : nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujuan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
116
penerima, nama dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut yang diperlukan. 2. Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Kriteria pasien yang layak untuk dirujuk adalah sebagai berikut : a.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi di RSI Nashrul Ummah Lamongan, yang sudah dikonfirmasikan kepada dokter spesialis yang terkait.
b.
Apabila telah mendapatkan perawatan dan pengobatan di RSI Nashrul Ummah Lamongan, tetapi ternyata pasien perlu penanganan lebih lanjut, pasien dirujuk ke pelayanan yang lebih tinggi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satunya, RSUD dr SOEGIRI, RSML Lamongan dan RSU dr SOETOMO merupakan salah satu rumah sakit yang telah melakukan kerjasama MOU rujukan dengan RSI Nashrul Ummah Lamongan mengenai system rujukan PONEK.
3. Prosedur Klinis merujuk pasien: e. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis banding. f. Memberikan tindakan stabilisasi sesuai dengan kondisi pasien. g. Memutuskan unit pelayanan kesehatan tujuan rujukan yang mampu menangani kasus pasien. h. Pasien dengan kondisi ini harus diantar dengan menggunakan ambulans yang dilengkapi peralatan yang dibutuhkan, seperti peralatan dan obat – obatan life saving. Prosedur administrative merujuk pasien: h.
Membuat rekam medis pasien
i.
Menjelaskan / memberikan informed consent kepada pasien atau keluarga dengan sebaik – baiknya.
j.
Membuat surat rujukan rangkap 2, lembar pertama dikirim ketempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
k.
Mencatat identitas pasien dan informasi medis secara singkat pada buku register rujukan pasien.
l.
Menghubungi rumah sakit yang dituju dan menjelaskan kondisi dan kebutuhan medis pasien. Patugas harus memastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan bersedia menerima pasien yang akan dirujuk.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
117
m. Merujuk pasien dengan pendampingan perawat, petugas ambulan dan dokter jika memang di perlukan (disesuaikan dengan derajat rujukan).
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
118
BAB VI TATA LAKSANA PELAYANAN A. TATALAKSANA PENERIMAAN PASIEN BARU 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat Pelaksana 2. Perangkat Kerja a. Surat pengantar rawat b. Berkas Rekam Medis c. Alat tulis d. Stetoskop, thermometer e. Timbangan badan 3. Tata Laksana a. IBU masuk ruang perawatan dengan membawa surat pengantar rawat inap dari IGD atau surat rujukan b. Perawat menerima pesanan kamar dari adminission c. Perawat menghubungi petugas IGD/IRJ bahwa kamar perawatan sudah siap untuk digunakan d. Perawat IGD/IRJ mengantarkan pasien ke ruang perawatan e. Pasien diterima diruang perawatan dengan ramah dan perawat mengucapkan salamkepada pasien f. Perawat IGD/IRJ melakukan serah terima pasien beserta Berkas Rekam Medis pasien dengan perawat ruang rawat g. Perawat membaca instruksi dokter dan menjalankan instruksi tersebut h. Perawat memeriksa tanda-tanda vital pasien serta mendokumentasikan pada berkas Rekam Medis pasien i. Apabila pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium atau radiologi, maka perawat menghubungi petugas laboratorium radiologi B. TATALAKSANA
PEMERIKSAAN
PASIEN
(VISITE)
DOKTER
PENANGGUNG JAWAB 1. PETUGAS PENANGGUNG JAWAB a. Dokter penanggung jawab pasien b. Perawat PJ shift 2. PERANGKAT KERJA a. Berkas Rekam Medis pasien b. Stethoscope
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
119
3. TATALAKSANA a. Perawat memberitahukan dokter penanggung jawab pasien bahwa pasien sudah masug ruang rawat dan menanyakan rencana waktu visite b. Perawat menemani dokter visite dengan membawa rekam medis dan peralatan media yang dibutuhkan dokter tersebut c. Dokter
memeriksa
kondisi
dan
perkembangan
pasien
serta
mengisi/melengkapi rekam medis pasien. d. Dokter penanggung jawab memberikan informasi kepada pasien / keluarga tentang kondisi penyakit serta perkembangan pasien yang bersangkutan e. Perawat mencatat semua instruksi dokter di catatan kegiatan harian f. Perawat mencatat kondisi dan perkembangan pasien dalam buku laporan harian untuk diinformasikan kepada perawat jaga shift berikutnya. C. TATA LAKSANA MERUJUK PASIEN 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat pelaksana 2. Bahan Kerja a. Form Rujukan b. Ringkasan pasien pulang c. Resume keperawatan d. Obat-obatan dan barang-barang milik pasien e. Alat-alat tulis 3. Tata Laksana a. Pasien yang dirujuk disebabkan karena tidak lengkapnya alat, fasilitas atau pasien memerlukan penanganan lanjutan yang tidak tersedia di RSI Nashrul Ummah Lamongan b. Siapkan formulir rujukan, yang diisi oleh dokter PJ pasien atau dokter jaga. c. Perawat menghubungi RS yang dituju, pastikan di RS tersebut sudah ada tempat untuk pasien tersebut. d. Perawat menghubungi petugas IGD untuk permintaan ambulance RSI Nashrul Ummah Lamongan e. Perawat menyiapkan obat-obatan, hasil pemeriksan lain dan barang-barang milik pasien dan pesanan pulang. f. Petugas administrasi Ruang Inap menyelesaikan administrasi ruangan dan mengirim ke kasir rawat inap g. Keluarga diminta untuk meyelesaikan administrasi ke bagian kasir rawat inap dengan membawa surat pulang rawat inap
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
120
h. Keluarga menunjukkan kwitansi dan surat izin pulang dari kasir kepada perawat i. Antarkan pasien ke RS yang dituju D. TATA LAKSANA MENDAMPINGI PASIEN UNTUK DIRUJUK 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat pelaksana 2. Perangkat Kerja a. Form Rujukan b. Incubator c. Ambulance d. Alat-alat tulis 3. Tata Laksana a. Perawat yang mendampingi pasien yang dirujuk harus sudah PJ Shift b. Dokter PJ pasien membuat surat rujukan dan melengkapi hasil-hasil pemeriksan yang telah dilakukan untuk dibawa perawat pendamping c. Perawat menghubungi RS rujukan untuk memastikan adanya tempat untuk penerimaan pasien di RS rujukan d. Cek kesiapan transportasi/ ambulance RSI Nashrul Ummah Lamongan /ambulance 118 e. Perawat pendamping pasien menyiapkan pasien dan surat rujukan beserta dokumen medis yang akan dibawa antara lain : foto copy hasil pemeriksaan, foto rontegent, dll. f. Observasi Suhu, Nadi, RR (lihat SPO …..) sebelum pasien dibawa. g. Perawa pendamping pasien harus selalu memantau keadaan umum pasien selama dalam perjalanan, antara lain : Suhu, Nadi, Pernapasan pasien (lihat SPO …..), dan mencatat hasil pemantauan di formulir observasi h. Perawat pendamping pasien melakukan serah terima pasien dan menyerahkan surat rujukan pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan, obat-obatan. E. TATA LAKSANA PASIEN PULANG DARI RAWAT INAP 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat pelaksana 2. Perangkat Kerja a. Ringkasan pasien pulang dan resume keperawatan b. Obat-obatan c. Foto rontgent, USG Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
121
d. Foto copy hasil pemeriksaan laboratorium/radiology sesuai dengan permintaan pasien e. Surat pengantar control ulang f. Alat-alat tulis 3. Tata Laksana a. Beri tahu petugas ADM, bahwa pasien sudah ada rencana pulang minta petugas Administrasi untuk mengecek administrasi pasien selama di rawat b. Beri tahu pasien dan keluarga, bahwa pasien sudah dilaporkan pulang pada tanggal ……… dan jam ……….. (sebelum jam 12.00) atau pulang tunggu dokter dating melihat pasien terlebih dahulu. c. Siapkan berkas-berkas yang harus dibawa pasien pulang seperti ringkasan pulang dan resume keperawatan, obat-obatan yaitu resep/obat-obatan yang akan dibawa pulang, surat istirahat, surat pengantar control ulang, surat asuransi, foto copy hasil pemeriksaan diagnostic dan hasil laboratorium d. Kirim resep obat pasien pulang ke farmasi, bila pasien diberikan obat tambahan dalam bentuk resep, masukkan nomor resep dalam transaksi e. Cek obat-obatan pasien, jika ada yang akan diretur, berikan ke petugas ADM untuk diretur, kecuali obat-obat yang dibeli diluar farmasi RS f. Keluarga diminta untuk menyelesaikan administrasi ke kasir rawat inap dengan membawa surat ijin pulang rawat inap g. Keluarga menunjukkan kwitansi dan surat ijin pulang dari kasir kepada perawat h. Beri penjelasan kepada pasien mengenai pesanan pulang seperti perawatan khusus dirumah, obat-obatan yang diminum, tanggal control kembali i. Serahkan obat-obatan yang dibawa pulang, barang milik pasien, foto rontgent, ringkasan pulang, surat istirahat, keterangan sakit dll, minta pasien/keluarga member tanda tangan pada buku pemulangan foto/USG dan meminta keluarga untuk menndatangani resume keperawatan j. Buatlah perjanjian untuk control ke praktek dokter sesuai dengan jadwal yang diminta oleh dokter yang merawat, bila pasien pulang pada hari libur/minggu, catat pada buku ekspedisi pasien untuk dibuatkan perjanjian setelah hari libur k. Bayi diantar oleh perawat sampai di pintu utama/tengah RSI Nashrul Ummah Lamongan tau sampai naik kendaraan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
122
F. TATA LAKSANA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PASIEN DI RAWAT INAP 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat pelaksana b. Petugas Analis 2. Perangkat Kerja a. Berkas Rekam Medis b. Formulir pemeriksaan Laboratorium/Radiologi 3. Tata Laksana a. Dokter menjelaskan kepada pasien/keluarganya tentang pemeriksaan yang akan dilakukan b. Dokter mengisi formulir pemeriksaan laboratorium c. Perawat mencatat tentang pemeriksaan laboratorium yang akan diperiksa pada catatan kegiatan harian d. Bidan / Perawat menurunkan form permintaan pemeriksaan laboratorium e. Petugas analis dating ke rawat inap untuk mengambil sampel pemeriksaan f. Petugas laboratorium menghubungi perawat dan memberitahukan hasil pemeriksaan sudah selesai dan dapat diambil segera g. Bidan / Perawat mengambil hasil pemeriksaan ke laboratorium h. Hasil pemeriksaan laboratorium yang diterima dari bagian Laboratprium, dimasukkan ke dalam BRM pasien yang bersangkutan dan perawat melaporkan hasil pemeriksaan kepada dokter penanggung jawab pasien. G. TATA LAKSANA PEMERIKSAAN RADIOLOGY PASIEN DI RAWAT INAP 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat pelaksana b. Petugas Radiografer 2. Perangkat Kerja a. Berkas Rekam Medis b. Formulir pemeriksaan Laboratorium/Radiologi 3. Tata Laksana a. Dokter menjelaskan kepada pasien/keluarganya tentang pemeriksaan yang akan dilakukan b. Dokter mengisi formulir pemeriksaan Radiology c. Perawat mencatat tentang pemeriksaan Radiology yang akan diperiksa pada catatan kegiatan harian Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
123
d. Perawat menginformasikan ke bagian radiology tentang permintaan pemeriksaan radiology e. Bidan / Perawat membawa pasien ke bagian radiologi dengan menggunakan incubator sesuai kondisi bayi beserta form permintaan pemeriksaan radiologi f. Untuk bayi dengan keadaan umum yang tidak memungkinkan maka petugas radiology dapat melakukan pemeriksaan di ruang bayi (level 2) g. Petugas radiology menghubungi perawat dan memberitahukan hasil pemeriksaan sudah selesai dan dapat diambil segera. h. Bidan / Perawat mengambil hasil pemeriksaan ke bagian radiologi i. Hasil pemeriksaan Radiologi diterima dari bagian radiologi, dimasukkan ke dalam BRM pasien yang bersangkutan dan perawat melaporkan hasil pemeriksaan kepada dokter penanggung jawab pasien
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
124
BAB VII LOGISTIK A. Obat Life Saving 1.
Pendahuluan Upaya pelayanan yang optimal pada penderita gawat darurat tidak terlepas dari tersedianya alat-alat / obat-obat emergency habis pakai di Ruang Obgyn yang selalu siap pakai. Dalam hal ini perlu petunjuk pelaksanaan yang jelas dalam hal penggunaannya.
2. Tujuan Memberikan petunjuk penggunaan alat yang benar, tepat dan cepat dalam hal penanganan
pasien gawat.
a. Abocath. 1) Indikasi Memberikan jalur yang dapat memasukkan obat dan cairan kedalam tubuh pasien. 2) Cara pemasangan a) Lakukan ikatan diatas vena yang, vena yang dipilih. b) Masukkan jarum setelah dilakukan tindakan antiseptik sehingga darah keluar kemudian hubungkan dengan infus set dengan botol infus yang telah disediakan. c) Kemudian ditutup dengan kasa ber antiseptik dan lakukan fixasi. b. Infus set / tranfusi set. 1) Indikasi a) Penghubung abocath dengan cairan infus / darah, sekaligus pengatur besarnya aliran cairan infus/ darah. b) sebagai jalan masuk obat – obatan yang diberikan secara intravena. 2) Cara pemasangan : dipasang antara abbocath dan botal infus. 3.
Obat-obat Emergency a. Adrenalin 1) Indikasi a) Shok anafilaktik b) Henti jantung pada kegagalan RKP Dosis : 1 mg untuk dewasa dan 10 mcg / kg untuk anak-anak. c) Asthma Bronchiale Dosis : 0,2 - 0,3 mg secara SC 2) Pemberian Bisa diulang tiap 5 menit sampai timbul denyut jantung. b. Dexametason, Kalmethason Indikasi :
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
125
1) Syok anafilaktik. Dosis : 10 mg (dewasa) secara IV, bisa diulang tiap jam. 2) Asthma Bronchiale. Dosis : 10 mg (dewasa) secara IV, bisa diulang tiap 6-8 jam. Catatan : Hanya diberikan pada status asmatikus dan penderita Asma yang sudah tergantung dengan obat Glukocortikostereiod. 3) Allergi Dosis : 5 mg (dewasa) secara IV / IM c. Natrium Bicarbonat Indikasi : Henti jantung (Asidosis) Dosis : 1 mg / kg secara IV d. Dopamin Indikasi : Hipotensi / shock Cardiogenic. Dosis : 2 - 20 mg / kg BB/menit per drip (dititrasi) sampai tercapai tekanan yang diinginkan. e. Lidocain Indikasi : 1) Disaritmia Ventrikuler Dosis : 1 mg / kg BB bolus, diikuti per infus 1 - 4 mg / menit sampai hilang disaritmianya. 2) Anestesi lokal 3) Dosis : 2% dengan jumlah cc sesuai besarnya luka. f. Sulfat Atrofin Indikasi : 1) Bradikardi Dosis : 0,5 - 2 mg IV sampai tercapai efek yang diinginkan. 2) Keracunan obat Insektisida. Dosis : 0,5 - 2 mg IV sampai tercapai efek yang diinginkan. g. Aminophyllin Indikasi : Asma Bronchiale Dosis : 0,5 ampul bollus diteruskan 1,5 ampul dalam D5 per drips 20 tetes/menit. h. Ethibernal Indikasi : Pasien Gaduh Gelisah Dosis : 100 mg 1 m (dewasa). i. Diazepam Indikasi : pasien kejang. Dosis : 10 mg IV untuk dewasa, 5 mg per rectal untuk anak-anak denganberat badan < 10 kg dan 10 mg per rectal untuk anak-anak dengan berat badan > 10 kg. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
126
Bila masih kejang bisa diulang tiap 10 M k. Primperan Indikasi : Pada Pasien dengan keluhan mual dan muntah. Dosis : 1 ampul IV (dewasa). l. Cimetidine Indikasi : Digunakan pada pasien Epigastric pain / Gastritis. Dosis : 1 ampul IV (dewasa). m. Lasix Indikasi : Digunakan pada Diuresis cepat, pada pasien oedem pulmonum. Dosis : 2 ampul IV (dewasa). n. Profenid, Pronalges, Kaltrofen Indikasi : Digunakan sebagai analgetic kuat. Dosis : 1 ampul IM. o. Transamin Indikasi : Digunakan pada kasus perdarahan. Dosis : 1 ampul IV (dewasa) 4.
Cairan (infus) a. Ringer lactate Indikasi : Digunakan pada kasus : Hipovolemia / dehidrasi dan asidosis metabolic. b. Na Cl 0,9% Indikasi digunakan pada pasien : 1) Alkolosis metabolic misalnya pasien muntah terus menerus. 2) Cairan kuras lambung. c. Dextrose 5% Indikasi : Digunakan untuk maintenance. d. Dextrose 10% Indikasi : Digunakan untuk pasien sulit makan (pengganti glucose). e. DS. ¼ S Indikasi : Digunakan pada pasien Neonatus.
5. Untuk obat-obatan dan peralatan habis yang ada dan belum terdaftar dalam ketentuan ini maka berlaku sesuai dengan leaflet dan buku petunjuk yang dibuat oleh produsen/ pembuat yang bersangkutan.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
127
B. Peralatan Life Saving 1. Pengertian Adalah alat-alat yang diperlukan dalam pelayanan pasien di Instalasi ruang obgyn seperti ambu bag set,monitor, kain kasa dan peralatan infus seperti Abbocath, Infus set dsb , catheter, kantong urin dan lain-lain. 2. Tujuan Melancarkan semua kegiatan pelayanan kesehatan di ruang obgyn. 3. Tatacara penyediaan Petugas obgyn yang bertugas dan mengetahui adanya kekurangan obat dan alat habis pakai segera melaporkan kepada petugas farmasi untuk dipenuhi kembali
.
4. Tatacara penggunaan obat dan alkes Semua bidan di ruang obgyn yang menggunakan alat berkewajiban : a. Mencatat penggunaan obat dan alat habis pakai. b. Sesuai dengan pasien yang mempergunakan obat dan alat habis pakai tersebut mak Pada pasien rawat inap perincian dilampirkan pada status penderita sehingga dapat ditagihkan pada saat pasien pulang C. Pemberian Resep Obat Untuk Pemakaian obat dan alat kesehatan, pasien diberi resep sesuai kebutuhan diantar ke Farmasi untuk dipakai sesuai kebutuhan
D. Ketentuan Lain Pelaksanaan operasional RIO secara umum dilakukan dengan mengacu pada protap yang berlaku.Hal-hal yang belum diatur dalam protap, dilaksanakan dengan sebaik mungkin dengan mengutamakan kepentingan penderita, dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Selanjutnya untuk hal – hal seperti tersebut, diusahkan pembuatan protap secepatnya.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
128
BAB VIII KESELAMATAN PASIEN
A. DEFINISI Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman B. TUJUAN 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di RSI Nashrul Ummah Lamongan 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) C. STANDAR PATIENT SAFETY Standar keselamatan pasien untuk pelayanan maternal dan perinatal adalah : 1. Hak Pasien Pasien/keluarga pasien mempunyai hak mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD 2. Mendidik Pasien dan Keluarga Edukasi kepada keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam asuhan perawatan/asuhan kebidanan. Untuk keluarga pasien diajarkan cara mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial seperti mencuci tangan 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga (dokter, bidan/perawat, gizi, dll) dan antar unit pelayanan terkait. 4. Penggunaan metode-metode peningkat kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah Sakit harus terus menerus memperbaiki pelayanan, monitor dan mengavaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja dankeselamatan pasien 5. Peran pimpinan Rumah Sakit dalam meningkatkan keselamatan pasien Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient safety melalui penerapan tujuh standar Patien Safety 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
129
Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan sesuai standar profesi, standar pelayanan rumah sakit dan Standar Prosedure operasional untuk meningkatkan kompetensi staf dalam pelayanan maternal dan perinatal 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Komunikasi antar tenaga kesehatan dan keluarga pasien selama melaksanakan pelayanan dapat mencegah kemungkinan terjadinya KTD D. PROGRAM PENGAMANAN 1. Program pengamanan Fasilitas dan Peralatan Sistem pemeriksaan secara berkala harus dilakukan terhadap semua peralatan untuk pertolongan maternal dan perintal anata lain : alat-alat listrik, gas medis (O2), AC, saluran udara (ventilasi), peralatan anasthesi, alat-alat gawat darurat, dan alat-alat resusitasi. Daerah pengaman listrik paling sedikit diperiksa 2 (dua) bulan sekali dan catat daerah-daerah yang diperiksa, procedure yang diikuti dan hasilnya harus disimpan dengan baik. Alat-alat itu harus dipelihara oleh teknisi yang terlatih. Bila mungkin pemeliharaan oleh ahli teknik atau konsultan dari luar rumah sakit 2. Program Pengamanan Infeksi Nosokomial Harus ada sistem yang digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial. Sistem ini harus merupakan bagian integral dari pengendalian infeksi (Dalin) di RSI Nashrul Ummah Lamongan E. TATA LAKSANA 1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien 2. Melaporkan pada dokter jaga ruangan 3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter 4. Mengobservasi keadaan umum pasien 5. Mendokumentasikan
kejadian tersebut
pada
formulir
“
Pelaporan
Insiden
Keselamatan”
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
130
BAB IX KESELAMATAN KERJA
A. Pendahuluan HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi labih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25 % terjadi di Negara-negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai. Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV/AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung kemasyarakat melalui penduduk migrant, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll). Penyakit hepatitis B dan C, yang keduanya potensi untuk menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak meberikan gejala. Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan procedure yang bias melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dinel melalui “kewaspadaan Umum” atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menerus menjadi ancaman bagi “ Petugas Kesehatan” Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal B. Tujuan a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi
terinfeksi
penyakit
menular
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
dilingkungan
tempat
kerjanya,
untuk
131
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution” C. Tindakan yang beresiko terpajan 1. Cuci tangan yang kurang benar 2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat 3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman 4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman 5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat 6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai D. Prinsip Keselamatan kerja Prinsip utama procedure Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi rauangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu : 1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang 2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain 3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
132
BAB X PENGENDALIAN MUTU
Indicator mutu yang digunakan di RSI Nashrul Ummah Lamongan dalam memberikan pelayanan adalah : A. Indikator kecepatan penanganan pertama pasien gawat darurat 1. Presentase kematian ibu karena eklamsia/Respon time UGD 10 menit 2. Waktu tunggu sebelum operasi/Respon time kamar bersalin 30 menit 3. Respon time pelayanan dasar 1 jam 4. Waktu tunggu setelah ditentukan 30 menit B. Indikator Pelayanan ibu bersalin dan Bayi 1. Angka kematian ibu karena eklamsia 2. Angka kematian ibu karena perdarahan 3. Angka kematian ibu karena sepsis 4. Angka perpanjangan waktu rawat inap ibu melahirkan 5. Angka kematian bayi dengan BBLR > 2000 gram 6. Angka section sesaria
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
133
BAB XI PENUTUP Demikian Buku Pedoman Pelayanan PONEK
ini disusun untuk dapat digunakan
sebagai pedoman dan pegangan bagi seluruh karyawan RSI Nashrul Ummah Lamonganpada umumnya dan petugas Instalasi Gawat Darurat pada khususnya. Penyusunan Rancangan Pedoman Pelayanan PONEK ini adalah langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan.
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
134
Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
135
Jalan Merpati No. 58-62, Sidokumpul, Lamongan, Jawa Timur 62213 Telepon : (0322) 321522, 321427, 323440. Fax : (0322) 321427 email :
[email protected]