April 1989, pergantian pimpinan/Direktur RSU Tangerang dari Dr. Willy Ranti kepada Dr. H. Syartil Arfan N.SpA. Pada tanggal 15 Desember 1993 status RSU Tangerang ditingkatkan dari kelas C menjadi kelas B non pendidikan dengan kapasitas pada saat itu sebanyak 337 tempat tidur dan melayani 23 jenis keahlian/spesialis. Dengan dikeluarkannya PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka RSU Kabupaten Tangerang berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.402-HUK/2005 tanggal 20 Desember Desember 2005 terhitung mulai tahun 2006 menyelenggarakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Pada tanggal 21 Maret 2007, Pelantikan Dr. H. MJN. Mamahit, Sp.OG,MARS oleh Bapak Bupati Tangerang sebagai Direktur RSU Kabupaten Tangerang menggantikan Dr. H. Budhi Setiawan, SpP. MARS yang memasuki masa pensiun. Dengan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.113-HUK/2008 RSU Kabupaten Tangerang ditetapkan sebagai penyelenggara Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) Kabupaten Tangerang dengan status BLUD penuh. Setelah dikembangkan secara bertahap saat ini RSU Tangerang mempunyai
bangunan dengan luas keseluruhan 24.701 24.701 m² diatas tanah
41.615 m² dan memiliki fasilitas perawatan dengan 383 TT,27 jenis keahlian dengan jumlah karyawan 1065 orang. Pada tanggal 12 Januari 2012, RSU Kabupaten Tangerang memperoleh sertifikat akreditasi pada 16 bidang pelayanan yaitu administrasi dan manajemen, keperawatan, rekam medis, pelayanan farmasi K3, pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium, pelayanan kamar operasi, pelayanan pengendalian infeksi, pelayanan perinatal resiko tinggi, pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah. Pada awal Januari tahun 2013, status RSU Kabupaten Tangerang ditingkatkan dari RSU kelas B non-pendidikan menjadi kelas B pendidikan (5).
April 1989, pergantian pimpinan/Direktur RSU Tangerang dari Dr. Willy Ranti kepada Dr. H. Syartil Arfan N.SpA. Pada tanggal 15 Desember 1993 status RSU Tangerang ditingkatkan dari kelas C menjadi kelas B non pendidikan dengan kapasitas pada saat itu sebanyak 337 tempat tidur dan melayani 23 jenis keahlian/spesialis. Dengan dikeluarkannya PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka RSU Kabupaten Tangerang berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.402-HUK/2005 tanggal 20 Desember Desember 2005 terhitung mulai tahun 2006 menyelenggarakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Pada tanggal 21 Maret 2007, Pelantikan Dr. H. MJN. Mamahit, Sp.OG,MARS oleh Bapak Bupati Tangerang sebagai Direktur RSU Kabupaten Tangerang menggantikan Dr. H. Budhi Setiawan, SpP. MARS yang memasuki masa pensiun. Dengan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.113-HUK/2008 RSU Kabupaten Tangerang ditetapkan sebagai penyelenggara Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) Kabupaten Tangerang dengan status BLUD penuh. Setelah dikembangkan secara bertahap saat ini RSU Tangerang mempunyai
bangunan dengan luas keseluruhan 24.701 24.701 m² diatas tanah
41.615 m² dan memiliki fasilitas perawatan dengan 383 TT,27 jenis keahlian dengan jumlah karyawan 1065 orang. Pada tanggal 12 Januari 2012, RSU Kabupaten Tangerang memperoleh sertifikat akreditasi pada 16 bidang pelayanan yaitu administrasi dan manajemen, keperawatan, rekam medis, pelayanan farmasi K3, pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium, pelayanan kamar operasi, pelayanan pengendalian infeksi, pelayanan perinatal resiko tinggi, pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah. Pada awal Januari tahun 2013, status RSU Kabupaten Tangerang ditingkatkan dari RSU kelas B non-pendidikan menjadi kelas B pendidikan (5).
2. Struktur Organisasi RSU Kabupaten Tangerang
Struktur organisasi RSU Kabupaten Tangerang disusun berdasarkan Peraturan Daerah No. 02 Tahun 2008 dimana RSU Kabupaten Tangerang di pimpin oleh seorang Direktur, dibantu oleh 3 Wakil direktur (wadir) yaitu Wadir Pelayanan, Wadir Pelayanan Penunjang dan Wadir Administrasi dan Keuangan, 4 Kepala Bidang, 6 Ka. Sub. Bidang, 9 Ka.Seksi dan 20 Kepala Instalasi. Struktur organisasi RSU Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada lampiran 1.
3. Visi, Misi, Motto dan Falsafah RSU Kabupaten Tangerang a. Visi RSU Kab Tangerang
Rumah Sakit Modern, Unggul, dan Terpercaya. b. Misi RSU Kab Tangerang
1) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pada semua lini pelayanan RS dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang profesional, santun dan mempunyai daya saing yang tinggi; 2) Menyediakan bangunan yang atraktif, fungsional dan nyaman yang berwawasan lingkungan; 3) Mengembangkan manajemen modern berbasis informasi teknologi melalui sistem informasi Rumah Sakit; 4) Memberikan pelayanan unggulan yang didukung dengan peralatan canggih untuk antisipasi tuntunan lingkungan dan perkembangan penyakit di Kabupaten dan Kota Tangerang; 5) Menyelenggarakan pelayanan pendidikan kedokteran dan pendidikan kesehatan lainnya; 6) Menekan angka kematian ibu dan bayi di RSU dalam rangka peran aktif mendukung Millenium Development Goals sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tangerang.
c. Motto RSU Kab Tangerang
Motto RSU Tangerang adalah "BERTEMU KASIH" (Bersih, Tertib, berMutu dan Kasih Sayang). d. Falsafah RSU Kab Tangerang
1) Kesejahteraan karyawan rumah sakit mutlak diperhatikan atau ditingkatkan agar terwujud kontribusi pengabdian yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2) Kepuasan pelanggan merupakan hal utama yang harus dijadikan sebagai dasar orientasi dalam pelayanan rumah sakit. 3) Keberhasilan misi rumah sakit hanya dapat diwujudkan melalui suatu sistem yang dapat menciptakan budaya kebersamaan, keterbukaan, disertai profesionalisme yang menjunjung etos kerja yang tinggi.
4.
Profil RSU Kabupaten Tangerang a. Fasilitas dan Jenis Pelayanan RSU Kabupaten Tangerang
Fasilitas
pelayanan
RSU
Kabupaten
Tangerang
terdiri
dari
Poliklinik-Poliklinik Atau Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat (IGD), Medical Check Up Dan Pemeriksaan Kesehatan, Kamar Operasi (OK)
atau Kamar Bedah, Ruang Bersalin, Hemodialisa, pelayanan penunjang seperti Instalasi Radiologi dan Diagnostik Elektromedik, Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Rehabilitasi Medik, Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD) dan Laundry, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dan Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL), Pelayanan Pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) serta pelayanan penunjang lainnya. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di RSU Kabupaten Tangerang maka pihak rumah sakit menyediakan berbagai fasilitas pelayanan baik pelayanan medis ataupun pelayanan penunjang. Fasilitas pelayanan di RSU Kabupaten Tangerang meliputi:
1) Poliklinik atau Rawat Jalan Pelayanan Poliklinik yang terdiri dari : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah (anak, digestiv, onkologi, mulut, orthopedi, syaraf, plastik, urologi, dan umum), kebidanan dan penyakit kandungan, mata, THT, gigi dan mulut, kulit dan kelamin, jantung, syaraf, kesehatan jiwa, gizi, psikologi, rehabilitasi medik, terapi wicara, klinik edukator diabetes, paru & DOTS, thalasemi, bougenvile (klinik HIV), serta Poli karyawan yang buka tiap hari kerja jam 09.00 sampai dengan jam 14.00 WIB. 2) Pelayanan Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang memiliki 20 ruang perawatan yang terdiri dari Kelas VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III dan ruang perawatan intensif (ICU, NICU), ruang thalasemia. Selain itu terdapat pula paviliun khusus dengan kapasitas 41 tempat tidur, yaitu Instalasi Khusus Wijaya Kusuma. Tabel III.1 Ruangan yang ada di RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011
No
Nama Paviliun
Jumlah
1
Anyelir A
24
2
Anyelir B
24
3
Aster
48
4
Cempaka
32
5
Dahlia
32
6
Flamboyan
20
7
ICU A
4
8
ICU B
4
9
Kemuning
22
10
Kenanga
24
11
Mawar
24
12
Melati
4
13
NICU
3
14
Perinatologi A
21
15
Perinatologi B
20
16
Pusat Thalasemia
8
17
Rawat Gabung Aster
20
18
Rawat Gabung Anyelir
10
19
Seruni
24
20
Soka
27
Jumlah
395
Tabel III.2 Kapasitas Instalasi Khusus Wijaya Kusuma Tahun 2011 No
Paviliun
Jumlah
1
Safir
8
2
Zamrud
8
3
High Care
1
4
Topaz
24
Jumlah
41
3) Instalasi Gawat Darurat Pelayanan Instalasi Gawat Darurat selama 24 jam. Dengan kapasitas 20 tempat tidur dan ditangani dokter umum dan spesialis yang berjaga secara bergantian,dilengkapi dengan pelayanan penunjang seperti apotik yang beroperasi selama 24 jam. 4) Medical Check Up dan Pemeriksaan Kesehatan Pelayanan medical check up dibuka setiap hari kerja : jam 8.00 14.00. Pemeriksaan medical check up biasanya untuk melamar pekerjaan dan untuk pendidikan. 5) Kamar Operasi atau Kamar Bedah Kamar operasi atau kamar bedah RSU Kabupaten Tangerang memiliki kapasitas 12 kamar operasi. Tindakan pembedahan atau operasi yang dilakukan RSU Kabupaten Tangerang bersifat segera (cito) dan terencana (elektif). Untuk operasi cito dilakukan di
kamar operasi depan (OKD) dan operasi elektif di kamar operasi belakang (OKB). 6) Kamar Bersalin Kamar Bersalin RSU Kabupaten Tangerang mempunyai kapasitas sebanyak 21 tempat tidur. 7) Hemodialisa Hemodialisa RSU Kabupaten Tangerang memiliki kapasitas sebanyak 18 unit beserta alatnya. Waktu pelayanan setiap hari kerja jam 08.00 – 21.00 WIB. 8) Thalasemia Pelayananan untuk pasien thalasemia di RSU Kabupaten Tangerang setiap hari senin dan rabu jam 09.00-14.00 WIB. Jumlah tempat tidur adalah sebanyak 8 unit. 9) Pelayanan Penunjang Medis Fasilitas Pelayanan Penunjang Medis yang ada di RSU Tangerang dapat di lihat pada tabel III.3. Tabel III.3 Jenis dan Waktu Pelayanan Penunjang Medis RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2011 No
Jenis Pelayanan
Waktu
1
Laboratorium
24 Jam
2
Patologi Anatomi
08.00-14.00
3
Rontgen
24 jam
4
Farmasi
24 jam
5
Konsultasi Gizi
08.00-14.00
6
USG
08.00-14.00
7
EEG
08.00-14.00
8
EKG
24 jam
9
Treadmill
08.00-14.00
10
Spirometri
08.00-14.00
11
Audiometri
08.00-14.00
12
CT-Scan
24 Jam
10) Pelayanan pasien Jamkesmas dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). RSU Kabupaten Tangerang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan rujukan medis kepada masyarakat miskin, pelayanan ini melalui Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin dan pada awal tahun 2005, melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/Menkes/2004 menetapkan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan penduduk miskin melalui pihak ketiga yaitu PT. ASKES yang sekarang semuanya bergabung dalam BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Menurut undang-undang BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan BPJS dibagi menjadi 2, yaitu BPJS PBI (penerima biaya iuran) dan Non-PBI. 11) Pelayanan Penunjang Lainnya Pelayanan penunjang lainnya meliputi 6 unit mobil ambulance yang diperoleh dari sumbangan dan 9 unit mobil jenazah yang dikelola oleh pihak koperasi. b. Indikator RSU Kabupaten Tangerang
Pemanfaatan fasilitas rawat inap RSU Kabupaten Tangerang dapat ditunjukan dengan indikator: Bed Occupancy Rate (BOR) BOR 1) Angka penggunaan tempat tidur/
adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan dari tempat tidur di rumah sakit. Angka normal/Standar BOR = 60% - 85%. RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 BOR-nya mencapai 75,89% (Tanpa Paviliun Khusus Wijayakusuma)
atau
72,64%
Wijayakusuma).
(dengan
Instalasi
Khusus
Lenght Of Stay (LOS) 2) Rata-rata Lama Perawatan/
LOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi dan mutu pelayanan rumah sakit. Angka normal/standar LOS 4-7 hari. RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 LOS-nya 3,2 hari (tanpa Paviliun Khusus Wijayakusuma) atau 3,2 hari (dengan Paviliun Khusus Wijayakusuma) yang berarti masih dalam batas normal dimana ratarata lama perawatan tidak melebihi 7 hari. Bed Turn Over (BTO) 3) Frekuensi Pemakaian Tempat Tidur/
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur rumah sakit, yaitu berapa kali dalam 1 tahun tempat tidur tersebut dipakai. Indikator ini memberikan indikasi efisiensi pemakaian tempat tidur suatu rumah sakit. Angka normal/standar BTO = 40-50 kali. RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 BTO-nya adalah 97,89 kali (tanpa Paviliun Khusus Wijayakusuma) atau 93,81 kali (dengan Paviliun Khusus Wijayakusuma) yang berarti frekuensi pemakaian tempat tidur RSU Kabupaten Tangerang melebihi nilai standar. Hanya 2 paviliun yang nilai BTO-nya memenuhi nilai standar yaitu paviliun dahlia (35,84 kali) dan cempaka (46,84 kali) 4) Interval Pemakaian Tempat Tidur/ Turn Over Interval (TOI) TOI adalah rata-rata jumlah tempat tidur rumah sakit yang tidak dipakai dari saat kosong sampai saat terisi berikut. Indikator ini juga memberikan pemakaian efisiensi pelayanan rumah sakit. Angka normal/standar TOI = 1-3 hari. RSU Kabupaten Tangerang pada Tahun
2011
TOI-nya
0,90
hari
(tanpa
Paviliun
Khusus
Wijayakusuma) atau 1,06 (dengan Paviliun Khusus Wijayakusuma) yang berarti waktu kosong tempat tidur diluar standar. 5) Angka Kematian Netto/ Net Death Rate (NDR) NDR adalah angka kematian 48 jam pasien rawat inap per 1000 penderita keluar (hidup atau mati). Indikator ini menilai mutu pelayanan rumah sakit. Angka standar/normal NDR adalah kurang
dari 25 per 1000 penderita. RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 NDR-nya 14,28 % (tanpa Paviliun Khusus Wijayakusuma) atau 14,24 % (dengan Paviliun Khusus Wijayakusuma) yang berarti berada diluar nilai standar. Tingginya NDR ini disebabkan karena RSU Kabupaten Tangerang merupakan pusat rujukan yang pada umumnya menangani kasus-kasus penyakit berat dengan resiko kematian tinggi. 6) Angka Kematian Umum/ Gross Death Rate (GDR) GDR adalah angka kematian total pasien rawat inap yang keluar rumah sakit per 1000 penderita keluar hidup dan mati. Seperti halnya NDR, indikator ini memberikan penilaian mutu pelayanan rumah sakit secara umum, meskipun GDR dipengaruh oleh angka kematian
48 jam yang pada umumnya adalah kasus-kasus gawat
darurat/akut. Angka normal/standar GDR adalah kurang dari 45 per 1000 penderita keluar. RSU Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 GDR-nya 38,02 % (tanpa Paviliun Khusus Wijayakusuma) atau 38,38% (dengan Paviliun Khusus Wijayakusuma) yang berarti melebihi a ngka standar (standar 45%). Hal ini disebabkan karena RSU Kabupaten Tangerang merupakan pusat rujukan dan menangani kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh rumah sakit lain atau sarana pelayanan kesehatan dibawahnya (5).
B. Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang 1.
Falsafah
Pelayanan Kefarmasian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, melaksanakan manajemen logistik yang mengacu pada “Sistem Satu Pintu” serta memberikan pelayanan farmasi klinik (2).
2. Tujuan Pelayanan Farmasi
a. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi b. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dibidang farmasi d. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit (2).
3. Fungsi
a. Melaksanakan manajemen farmasi rumah sakit yang meliputi usulan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi perbekalan farmasi. b. Melakukan kegiatan farmasi klinik yang meliputi visite pasien, konseling, pemberian informasi obat dan pencampuran obat kanker (handling cytotoxic) (2).
4. Fasilitas Pelayanan
a. Lokasi dan waktu pelayanan Depo farmasi rawat jalan serta depo-depo farmasi seperti nusa indah dan anyelir
melayani
resep
dari
jam
07.30-15.30
WIB
pada
hari
senin – kamis, sedangkan untuk hari jumat pelayanan resep dimulai dari jam 07.30-16.00. Berbeda dengan depo farmasi Instalasi Gawat Darurat karena depo ini melayani resep selama 24 jam pada hari senin sampai dengan minggu dan dapat melayani resep dari depo farmasi lainnya bila sudah melewati jam kerja (5). b. Depo Farmasi yang Ada di IFRS 1) Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 Jam 2) Depo Farmasi Rawat Jalan 3) Depo Farmasi Kamar Operasi Efektif 4) Depo Farmasi Kamar Operasi Cito 5) Depo Farmasi Nusa Indah
6) Depo Farmasi Anyelir 7) Depo Farmasi Instalasi Khusus Wijaya Kusuma (IKW) c. Data Kepegawaian Tabel III.4 Data Pegawai Instalasi Farmasi RSU Kanupaten Tangerang per Juni 2013
5.
No
Sumber Daya Manusia (SDM)
Jumlah
1
Apoteker + S2 Farmasi Rumah Sakit
1
2
Apoteker + S2 Farmasi Klinik
2
3
Apoteker + S2 MARS
1
4
Apoteker + S2 SDM (fungsional saja)
1
5
Apoteker
9
6
Sarjana Farmasi
4
7
D3 Farmasi
7
8
Asisten Apoteker
16
9
Kasir, Admin, Pekarya
18
Total
58
Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
a.
Struktur Organisasi Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memenuhi pelayanan kesehatan dan perbekalan farmasi di RSU kabupaten Tangerang. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Tangerang selalu mengutamakan kepentingan dan kepuasan konsumen, sehingga instalasi farmasi selalu berusaha membuat perkembangan dan perbaikan disegala sisi untuk meningkatkan mutu pelayanan.
b.
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di instalasi farmasi RSU Kabupaten Tangerang terdiri dari : 1) Kepala Instalasi Farmasi Kepala Instalasi Farmasi adalah seorang Apoteker yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di rumah sakit dan dibantu langsung oleh
beberapa
Apoteker
dalam
mengambil
keputusan
yang
berhubungan dengan instalasi farmasi. Sesuai dengan surat keputusan Direktur
Rumah
Sakit
Umum
Kabupaten
Tangerang
No.
445/RSU/1998 tentang Prosedur Tetap Pelayanan Farmasi RSU Kabupaten Tangerang. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab kepada wakil direktur pelayanan penunjang dan membawahi : a) Gudang obat dan alat kesehatan b) Pelayanan farmasi klinis c) Distribusi d) Perencanaan dan evaluasi e) Pengembangan Farmasi f) Tata Usaha Farmasi Tugas pokok Kepala Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang adalah membuat perencanaan sumber daya dan program kerja, memimpin,
mengkoordinir,
mengawasi,
mengendalikan,
dan
mengevaluasi kegiatan pelayanan logistik farmasi maupun farmasi klinik. Uraian tugas kepala Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang adalah: a) Membuat perencanaan sumber daya, mencakup antara lain : i. Rencana kebutuhan tenaga baik Apoteker, Asisten Apoteker, dan tenaga administrasi, yang meliputi jumlah dan kualifikasinya. ii. Rencana
kebutuhan
sarana
serta
kebutuhan
anggaran
pemeliharaannya. b) Membuat program kerja, antara lain : i. Bersama bidang penunjang, mencakup jenis kegiatan pelayanan farmasi, pengendalian mutu pelayanan dan estimasi jumlah item obat. ii. Bersama kepala instalasi rawat inap, mencakup penyelenggaraan dan pengendalian mutu asuhan kefarmasian. c) Membuat prosedur tetap (PROTAP) mencakup, antara lain : i. Protap pelayanan resep rawat jalan, rawat inap, askes, perusahaan, dan resep karyawan. ii. Protap pelayanan konseling pasien rawat jalan dan rawat inap. iii. Protap pelayanan unit dose
Seluruh prosedur tetap (PROTAP) diketahui/disetujui wakil direktur dan direktur. d) Membuat uraian tugas koordinator, pelaksanaan pelayanan, kasir, pekarya dan petugas lainnya sesuai susunan organisasi instalasi. e) Mengadakan koordinasi dalam bentuk pertemuan berkala dengan staf instalasi. f) Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap : i. Semua aspek pelayanan mencakup proses, produktivitas dan mutu pelayanan. ii. Realisasi dari Rencana Bisnis Anggaran (RBA). iii. Pengelolaan SDM meliputi pembinaan, rotasi, dan mutasi iv. dalam rangka penilaian dan peningkatan kinerja. v. Pengelolaan sarana meliputi penerimaan, penyimpanan, penggunaan, dan pemeliharaan. vi. Membuat laporan kegiatan, memberikan saran /usul dan atau rekomendasi kepada wakil direktur. vii. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan atasan. 2) Apoteker dan Asisten Apoteker Tugas dan tanggung jawab instalasi farmasi adalah menyediakan kebutuhan obat pasien rawat inap dan rawat jalan, menyiapkan obat yang rasional dan sesuai resep dokter, melakukan interaksi dengan dokter perawat-pasien, memberikan pelayanan informasi obat, memeriksa stok obat setiap hari dan bertanggung jawab atas pemakaian psikotropika dan narkotika. Sedangkan wewenang Asisten Apoteker adalah memberikan salinan resep apabila dibutuhkan untuk pasien dan Apoteker memberikan konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya. 3) Petugas Administrasi Petugas Administrasi RSU Kabupaten Tangerang terdiri dari administrasi ruangan dan administrasi keuangan. Tugas dan tanggung jawab petugas administrasi adalah mengadministrasikan surat masuk, menyiapkan nota order
(surat
pesanan)
kebutuhan
instalasi
farmasi,
menyiapkan
pertanggungjawaban
penggunaan
anggaran,
menyiapkan
laporan
penggunaan anggaran setiap 3 bulan, membuat laporan keuangan, memelihara sarana di Instalasi Farmasi, merekap (dokumentasi) penjualan obat dan stok obat setiap hari. 4) Petugas Kasir Instalasi farmasi RSU Kabupaten Tangerang mempunyai petugas kasir yang tugas utamanya adalah memasukkan data resep ke komputer, menghitung harga obat, menginformasikan harga obat kepada pasien atau keluarga pasien, menerima pembayaran obat dari pasien sesuai yang tertera pada struk, merekap piutang pasien, menghitung hasil penjualan setiap hari, menjaga kebersihan dan kerapihan obat yang tersedia. 5) Petugas Tenaga Pendukung Petugas tenaga pendukung instalasi farmasi RSU Kabupaten Tangerang mempunyai tugas membantu kelancaran seluruh kegiatan instalasi farmasi (3).
6.
Sistem Manajemen Pendukung IFRS Tangerang
Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang dikelola instalasi farmasi RSU Kabupaten Tangerang dilaksanakan sejak tahun 1997 yang meliputi aspek manajemen
perbekalan
farmasi
seperti
pembelian,
pengelolaan,
penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan perbekalan farmasi yang a da di Instalasi Farmasi. Adapun data-data yang harus di input antara lain: a. Data pembelian, barang yang datang dicatat dan dicocokkan dengan surat pesanan (SP) kemudian dimasukan ke dalam komputer meliputi jenis jumlah, dan nomor faktur. Penyusunan data
barang berdasarkan
penggolongan faktur masing-masing distributor dan direkapitulasi setiap akhir bulan sebagai laporan pembelian bulanan. b. Data harga baru terprogram khusus dalam komputer untuk pelayanan resep dan dilakukan oleh bagian gudang. c. Data penyimpanan untuk mengetahui jumlah stok yang ada jika ada barang yang telah mengalami penyusutan atau jumlahnya menipis maka dapat langsung melakukan pemesanan guna menghindari kekosongan barang.
d. Data penjualan dimasukkan langsung oleh kasir dari resep-resep yang masuk setiap hari di instalasi farmasi pusat maupun depo-depo farmasi. e. Data pengeluaran barang yang berupa bon pengeluaran barang dari gudang farmasi menggunakan IR ( Internal Request ) atau amprahan yang disesuaikan dengan jumlah stok barang yang tercatat pada komputer.
Kegiatan administrasi dilakukan dengan sistem LAN ( Local Area Network ) secara on-line yang dapat mengakses ke setiap unit atau bagian
instalasi farmasi RSU Kabupaten Tangerang. Adanya sistem LAN ini dapat meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
proses
administrasi
serta
memudahkan pengawasan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien. Semua data disimpan untuk selamanya kecuali untuk rekam medik pasien karena secara otomatis akan hilang setelah penyimpanan selama 1 tahun.
7.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi (obat, obat tradisional, reagensia, alat kesehatan, bahan radiologi, bahan rontgen, serta gas medis) di Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang ditangani oleh Instalasi Farmasi yang meliputi kegiatan seleksi, perencanaan, pengadaan (termasuk pembelian, produksi, dan hibah), penyimpanan, distribusi hingga penggunaan obat pada pasien. Pengelolaan perbekalan farmasi ini diharapkan dapat mencapai tujuan, yaitu menyediakan perbekalan farmasi yang berkualitas pada saat yang tepat dan sesuai dengan jumlah yang diperlukan. Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang melayani permintaan perbekalan farmasi semua bagian di rumah sakit, baik laboratorium, klinik dan ruang perawatan pasien, hemodialisa, instalasi bedah, maupun pusat sterilisasi perlengkapan medis. Alur aktivitas gudang IFRS RSU Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada lampiran 2. a. Tahap Seleksi Seleksi merupakan tahap awal dalam siklus manajemen obat yang bertujuan untuk menyeleksi perbekalan farmasi yang akan digunakan di
Rumah Sakit melalui pedoman pengadaan obat dan alat kesehatan yang mengacu pada Formularium RSU Kabupaten Tangerang dan usulan Staf Medik Fungsional (SMF). Prosedur pembuatan formularium di RSU Kabupaten Tangerang dimulai dari KFT mengirim surat ke tiap-tiap SMF. SMF memberi usulan obat-obat apa saja yang akan dimasukkan ke dalam formularium, dibuat susunan draft daftar obat, pembahasan draft oleh KFT, jika draft telah disetujui oleh KFT maka selanjutnya dilakukan pengesahan oleh Direktur. Adapun evaluasi untuk menilai keberhasilan penerapan formularium, antara lain : 1) Evaluasi tingkat kepatuhan penulisan resep Daftar Obat Rumah Sakit dan Daftar Plavon Harga Obat (DPHO) tiap tahun. DPHO merupakan daftar obat-obat generik maupun obat-obat branded yang digunakan dalam pelayanan Asuransi Kesehatan (Askes). 2) Evaluasi tingkat penyediaan. 3) Evaluasi angka salinan resep keluar rumah sakit (6). Pada pelaksanaan tahap seleksi terkadang terdapat hambatan yang dihadapi antara lain adanya perbedaan persepsi dan perbedaan kepentingan namun hal tersebut dapat diatasi dengan adanya peran KFT dan tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum pemesanan barang. Dalam tahapan seleksi mahasiswa PKPA tidak dilibatkan secara langsung, mahasiswa hanya diberikan penjelasan materi tentang proses seleksi yang dilakukan di RSU Kabupaten Tangerang melalui kegiatan diskusi. b. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan suatu tahapan yang penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya karena sangat berguna untuk menyesuaikan antara kebutuhan pengadaan perbekalan dengan dana yang tersedia untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada tahap perencanaan, Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang menggunakan kombinasi metode konsumsi dan metode
epidemiologi yang kemudian dituangkan dalam bentuk RBA (Rencana Bisnis Anggaran) tahunan. RBA ini kemudian di break down dalam bentuk SPPB sesuai kebutuhan. Data yang digunakan dalam metode konsumsi adalah data pemakaian obat 6 – 12 bulan yang lalu, sedangkan data yang digunakan dalam metode epidemiologi adalah data penyakit serta pengobatan yang diberikan. Dalam perencanaan perbekalan farmasi, indikator-indikator yang diperhatikan antara lain: 1) Persentase kesesuaian antara pembelian dengan perencanaan awal tahunan. 2) Persentase dana pembelian dengan perencanaan anggaran. 3) Persentase kesesuaian perencanaan terhadap formularium. Perencanaan di RSU Kabupaten Tangerang bergantung pada anggaran yang tersedia dan data penggunaan obat sebelumnya dikarenakan pola pengelolaan keuangan di RSU Kabupaten Tangerang bersifat Badan Layanan Unit Daerah (BLUD) yang artinya RSU Kabupaten Tangerang memiliki kewenangan atau fleksibilitas dalam mengelola penghasilannya. Pada tahap perencanaan mahasiswa PKPA tidak dilibatkan secara langsung, namun mahasiswa hanya diberikan penjelasan materi tentang proses seleksi yang dilakukan di RSU Kabupaten Tangerang melalui kegiatan diskusi. c. Tahap Pengadaan Pengadaan merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan, maupun, penganggaran. WHO merekomendasikan bahwa usaha pemerintah untuk menyediakan akses obat harus memperhatikan 4 faktor yang krusial yaitu keuangan yang mendukung, harga yang terjangkau, pemilihan dan penggunaan obat yang rasional, dan sistem pengadaan obat yang dapat dipercaya. Pengadaan barang di RSU Kabupaten Tangerang mengacu pada Perpres No. 70 tahun 2012,
dimana didalamnya disebutkan organisasi pengadaan barang/jasa untuk pengadaan melalui penyedia barang/jasa terdiri atas : 1) Pengguna Anggaran (PA) Pengguna Anggaran bertanggung jawab terhadap seluruh anggaran baik yang diterima maupun yang dikeluarkan untuk proses pengadaan. 2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Pembuat Komitmen bertanggung jawab terhadap pemilihan metode pengadaan, pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) dan pembuatan kontrak. 3) Pejabat Pengadaan Pejabat Pengadaan adalah unit yag bertanggung jawab dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa dan negosiasi harga dengan penyedia barang/jasa. 4) Panitia Penerima dan Pemeriksa Barang Panitia Penerima dan Pemeriksa Barang adalah panitia yang bertanggung jawab dalam proses pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak. Pengadaan obat dan alkes di RSU Kabupaten Tangerang dilakukan dengan tiga metode, yaitu : 1)
Metode Pembelian Metode pembelian obat dan alkes di RSU Kabupaten Tangerang yaitu dengan pengadaan langsung dan penunjukan langsung. Metode penunjukan langsung dilakukan dengan mengundang satu penyedia barang/jasa yang merupakan distributor utama yang dinilai mampu
memenuhi kualifikasi, metode ini dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga
pasar
yang
berlaku
dan
secara
teknis
dapat
dipertanggungjawabkan. Metode ini biasanya digunakan untuk pengadaan obat dan alat kesehatan. Sedangkan pengadaan lansung
dilakukan dengan menunjuk beberapa penyedia barang/jasa (biasanya tiga). Sama halnya seperti metode penunjukan langsung, metode pengadaan langsung ini dilaksanakan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Metode ini biasanya digunakan untuk alat tulis, alat non medis dan lain-lain. Pengadaan obat dan alkes di Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang mengacu pada Rencana Bisnis Anggaran (RBA), dalam hal pengadaan RBA di breakdown menjadi beberapa SPPB dimana satu SPBB maksimal bernilai dua ratus juta rupiah. SPPB yang sudah dibuat oleh Kepala Instalasi Farmasi RSU Kabupaten Tangerang kemudian diserahkan kepada Bidang Pelayanan Penunjang Medik untuk dilakukan pengecekan kesesuaian antara SPPB dan RBA, jika SPPB yang dibuat sudah sesuai dengan RBA maka akan dibuatkan Bon Permohonan Barang (BPB). Kemudian BPB diserahkan ke Sub Bagian Anggaran untuk diverifikasi yang selanjutnya akan ditandatangani oleh Kepala Bagian Keuangan. Selanjutnya BPB diserahkan ke Direktur untuk mendapatkan persetujuan Direktur yang bertanggung jawab atas penggunaan anggaran. BPB yang telah ditandatangani oleh Direktur kemudian diserahkan kepada PPK untuk selanjutnya dianalisa terkait metode pengadaan yang akan digunakan. Setelah PPK menentukan metode pengadaan yang tepat, maka PPK menyampaikannya kepada pejabat
pengadaan
dan
pejabat
pengadaan
membuat
dan
mengirimkan Surat Permohonan Permintaan Harga (SPPH) kepada penyedia barang/jasa yang dituju. Setelah peneyedia barang/jasa mengirimkan feedback atas SPPH yang dikirim oleh pejabat pengadaan, selanjutnya dilakukan proses negosiasi antara pejabat pengadaan dan penyedia barang/jasa, kemudian dibuatkan Berita
Acara Negosiasi. Berita Acara Negosiasi diserahkan kepada PPK yang selanjutnya akan dibuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Pesanan Barang (SPB) untuk penyedia barang/jasa ke penyedia barang/jasa. Kemudian SPK dan SPB dikirimkan ke penyedia barang/jasa untuk proses pengadaan. Barang/jasa yang datang dari penyedia selanjutnya diperiksa oleh panitia penerima dan pemeriksa barang. Kegiatan penerimaan dan
pemeriksaan
barang/jasa
tersebut
meliputi
pengecekan
kesesuaian antara SPB dengan Faktur, Faktur dengan fisik barang, expired date barang dan lain-lain. Setelah pemeriksaan selesai
maka dibuatkan Berita Acara Serah Terima barang yang kemudian diserahkan ke PPK. Setelah PPK menerima Berita Acara Serah Terima Barang, selanjutnya PPK mengumpulkan seluruh dokumen, yaitu SPPB, BPB, SPPH, Penawaran Harga, SPB/SPK, Surat Jalan, Faktur, Kuitansi, SSP, dan Berita Acara Serah Terima. Setelah semua dokumen lengkap kemudian PPK menyerahkannya ke Sub Bagian Akuntansi untuk diverifikasi, apakah sudah dapat dibayar atau ditunda (jika berkas belum lengkap). Bila verifikasi telah selesai Sub Bagian Akuntansi memberikan berkas-berkas tersebut kepada sub Bagian Pembendaharaan yang selanjutnya dilakukan proses pembayaran kepada penyedia barang/jasa. Bagan alur pengadaan barang RSU Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada lampiran 3.
2)
Metode Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kriteria sediaan farmasi yang diproduksi di RSU Kabupaten Tangerang, meliputi sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi yang jika diproduksi sendiri dapat lebih murah (contoh : handsrub), repacking sediaan feriprox untuk thalasemia.
3) Metode Sumbangan Metode sumbangan ini dilakukan untuk obat – obat tertentu, seperti obat – obat rutin HIV, vaksin, IUD. Permintaan obat rutin HIV dilakukan dengan membuat laporan penggunaan obat dan sisa stok obat kepada Kemenkes. Sedangkan permintaan vaksin ke Dinkes Kabupaten
Tangerang
dilakukan
dengan
membuat
surat
permohonan permintaan vaksin ke Dinkes kabupaten Tangerang dengan mencantumkan sisa stok obat dan jumlah yang diminta. d.
Tahap Penyimpanan Instalasi gudang perbekalan farmasi merupakan bagian instalasi farmasi di rumah sakit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan obat, bahan baku, AMHP (Alat Medis Habis Pakai) dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai). Data pengeluaran barang juga dicatat pada kartu stok dan komputer dengan sistem LAN ( Local Area Network ) sehingga gudang dapat mengetahui sisa stok yang ada dalam depo-depo farmasi dan mempermudah kontrol pemakaian obat untuk dapat dijadikan patokan dalam perencanaan pembelian yang akan datang. Gudang instalasi farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker yang dibantu oleh Asisten apoteker. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di gudang perbekalan farmasi meliputi perencanaan dan penyusunan kebutuhan,penerimaan, pemeriksaan barang, pengiriman barang ke depo-depo farmasi, ruang perawatan dan poliklinik. Perbekalan farmasi di gudang disimpan dengan sistem FIFO (First In First Out ) dan FEFO (First Expired First Out ). Barang yang baru
datang diletakkan di belakang barang yang sudah lama berada di gudang. Untuk barang yang mendekati tanggal kadaluarsa maka harus diletakkan paling depan supaya cepat didistribusikan kepada pasien. Untuk
obat-obat
slow
moving
ditempatkan
tersendiri
untuk
dikembalikan kepada PBF sesuai perjanjian pembelian dengan PBF. Sistem penyimpanan FIFO dan FEFO ini dapat menghindari kerusakan
barang akibat penyimpanan yang terlalu lama selain itu juga dapat menghindari menumpuknya stok barang yang sudah kadaluarsa. Penyimpanan barang di gudang farmasi dilakukan dengan sistem penggolongan berdasarkan: 1) Jenis (obat dan alat kesehatan), bentuk sediaannya (padat, semi padat, sirup dan injeksi), alfabetis, tanggal kadaluarsa. 2) Suhu berdasarkan suhu kamar, sejuk dan suhu kurang dari 2 – 8 C,
misalnya suppositoria dan injeksi tertentu ataupun vaksin. 3) Obat-obat
narkotika
disimpan
tersendiri
sesuai
peraturan
perundangundangan. Penanggung-jawab gudang mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: 1) Memeriksa jumlah dan jenis barang yang masuk dari distributor berdasarkan faktur pembelian kemudian dicatat pada kartu stok barang di gudang. 2) Menyimpan dan menjaga kualitas serta kuantitas barang di gudang. 3) Mendistribusikan obat, alat kesehatan ke bagian yang membutuhkan seperti depo-depo rawat jalan, rawat inap, ruang perawatan dan poliklinik. e. Tahap Distribusi Pendistribusian perbekalan farmasi di Rumah Sakit m erupakan rangkaian kegiatan penyerahan atau penyaluran perbekalan farmasi untuk individu pasien dalam proses terapi atau untuk menunjang pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Pendistribusian perbekalan farmasi bertujuan untuk menyediakan, menyiapkan dan menyalurkan perbekalan farmasi kepada pasien atau unit penunjang secara tepat, aman dan cepat sesuai kebutuhan pasien. Salah satu tahap dalam proses penggunaan obat adalah penyampaian sediaan obat dari IFRS sampai ke pasien untuk digunakan. Proses penyampain obat kepada pasien rawat inap di RSU Kabupaten Tangerang tidak dilakukan secara langsung oleh Apoteker (kecuali IKW), Apoteker dan Asisten Apoteker hanya menyiapkan obat-obat yang
diperlukan yang kemudian diserahkan kepada perawat ruangan dan perawat ruangan yang selanjutnya memberikan obat kepada pasien sesuai aturan pakai. Sedangkan penyampaian obat kepada pasien rawat jalan dilakukan langsung oleh Apoteker disertai informasi obat yang cukup. Bentuk distribusi perbekalan farmasi pada setiap rumah sakit dapat berbeda dan dipilih yang paling efisien sesuai dengan kondisi dan kapasitas tempat tidur rumah sakit. Bentuk pelayanan distribusi obat RSU Kabupaten Tangerang dilakukan secara desentralisasi yang artinya penyiapan order dan pendistribusian obat dari IFRS ke depo-depo farmasi yang berlokasi dekat ruang perawatan pasien, seperti Depo Anyelir, Nusa Indah, IGD. Pelayanan desentralisasi dapat dipilih untuk memaksimalkan komunikasi dan kontribusi farmasi dengan tenaga kesehatan lain dan juga pasien. Pelayanan desentralisai diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan obat dan mengurangi masalah terkait obat. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan bervariasi tergantung rumah sakit, kondisi, keberadaaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Sistem distribusi perbekalan farmasi atau obat RSU Kabupaten Tangerang mencakup skrining intruksi pengobatan, penyiapan obat dan pemberian etiket, penyerahan obat, pengkajian obat dan pengawasan obat di ruang perawatan pasien. Sistem distribusi obat RSU Kabupaten Tangerang meliputi : 1) Distribusi Rawat Inap RSU
Kabupaten
Tangerang
menerapkan
4
sistem
distribusi
berdasarkan depo yang ada di RSU Kabupaten Tangerang dalam melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan bagi pasien rawat inap, yaitu: a) Depo Instalasi Khusus Wijaya Kusuma Sistem distribusi UDD RSU Kabupaten Tangerang diterapkan di Depo Farmasi Instalasi Khusus Wijayakusuma (IKW). Obat dosis unit merupakan obat yang dipesan oleh dokter untuk pasien yang terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing
dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk 1 kali pemakaian. Penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja. Alur pelayanan resep sistem distribusi UDD dapat dilihat pada lampiran 4. b) Depo Rawat Inap Nusa Indah Sistem distribusi ini digunakan di Depo Farmasi Rawat Inap Nusa Indah yang melayani ruang perawatan Mawar, Kenanga, Seruni, Flamboyan, Kemuning, Cempaka, Dahlia dan Soka. Sistem distribusi ODD merupakan modifikasi dari sistem UDD. Sistem distribusi ODD dilakukan untuk memberikan obat kepada pasien untuk satu hari dalam kemasan yang berbeda pada setiap waktu pemakaian dalam 24 jam dan pembagian obat dilakukan oleh Apoteker. Alur pelayanan resep sistem distribusi ODD dapat dilihat pada lampiran 5. c) Depo Anyelir Sistem distribusi resep individual ini memberikan pelayanan kepada pasien secara individual dan cara ini memudahkan penarikan pembayaran atas obat yang diberikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan karena adanya Dokter yang melakukan visite namun tidak mengikuti jadwal visite rumah sakit sehingga penyediaan obat tidak dapat langsung ditangani petugas depo farmasi. Sistem resep individual merupakan sistem distribusi obat dan alat kesehatan kepada pasien secara individual dengan menggunakan resep. Pada rawat inap sistem distribusi ini digunakan khususnya di ruang perawatan anyelir. Alur pelayanan resep sistem distribusi resep individual dapat dilihat pada lampiran 6. d) Depo farmasi Kamar Operasi (Depan dan Belakang) Sistem WFS (Ward Floor Stock ) menyediakan seluruh persediaan obat kebutuhan pasien yang disimpan di ruang perawatan dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab perawat. Kebutuhan obat
pasien dapat langsung dilayani oleh perawat di ruang perawatan sehingga farmasis tidak terlibat dalam proses pengkajian resep sebelum obat disiapkan. Sistem ini digunakan untuk memudahkan pelayanan ruangan-ruangan perawatan pada kondisi emergency yang memerlukan penanganan cepat dan segera. Persediaannya berupa obat atau alkes dalam jumlah dan jenis yang terbatas sesuai dengan kebutuhan di setiap ruang perawatan di RSU Kabupaten Tangerang, obat yang disediakan dengan sistem WFS (Ward Floor Stock ) adalah obat-obatan untuk syok anafilaktik. Obat-obatan ini
dikemas dalam suatu wadah yang diberi check list macam-macam obat yang ada disertai dosis dan jumlahnya. Hal ini dilakukan untuk memantau penggunaan obat-obatan tersebut. Selain itu ada juga catatan farmasis dan perawat tentang penggunaan obat tersebut sehingga dapat diketahui dengan tepat untuk siapa dan berapa jumlah obat yang digunakan. Apabila ada obat yang sudah digunakan maka farmasis akan melaporkan pada petugas gudang untuk mengganti obat yang sudah dipakai sehingga tidak terjadi kekosongan obat tersebut di ruangan. Penggunaan obat-obatan dengan sistem persediaan ruangan juga dikontrol oleh seorang petugas yang akan mendatangi setiap bangsal dan mengecek secara langsung jenis dan jumlah obat yang ada. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebocoran penggunaan obat dengan sistem persediaan lengkap di ruang rawat. Selain diruang-ruang perawatan sistem distribusi ini juga digunakan di Depo Farmasi Kamar Operasi, baik OK depan maupun OK belakang dan yang membedakan sistem WFS (Ward Floor Stock ) di Depo Farmasi Kamar Operasi dengan
ruang perawatan lainnya yaitu keberadaan seorang Asisten Apoteker yang bertugas mengontrol persediaan perbekalan fa rmasi. Alur pelayanan resep sistem Ward floor Stock dapat dilihat pada lampiran 7.
2) Distribusi Rawat Jalan Distribusi rawat jalan bertujuan untuk mendistribusikan atau menyalurkan obat dan perbekalan farmasi kepada pasien yang melakukan pengobatan di poliklinik RSU Kabupaten Tangerang. Depo farmasi rawat jalan melakukan pelayanan selama jam kerja yaitu pukul 07.30-15.30 WIB pada hari seninkamis dan pukul 07.30-16.00 WIB pada hari jumat . Distribusi resep rawat jalan dilakukan dengan resep individual yang diberikan langsung oleh dokter kepada pasien. Alur pelayanan resep sistem distribusi rawat jalan dapat dilihat pada lampiran 8.
3) Distribusi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Depo IGD bertugas untuk melayani permintaan obat atau alat kesehatan dari IGD, ICU, HCU. Obat-obatan dan alat kesehatan yang disediakan di Depo IGD ini digunakan untuk keperluan pertolongan utama. Depo IGD pada dasarnya sama dengan pelayanan di bagian rawat inap atau rawat jalan namun obat-obatan dan alat kesehatan yang disediakan lebih difokuskan pada kebutuhan kegawat daruratan. Sistem distribusi yang diterapkan di Depo IGD adalah distribusi obat dengan resep individual yang diberikan langsung oleh Dokter kepada pasien atau keluarga pasien. Alur pelayanan resep sistem distribusi Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada lampiran 9.
f. Tahap Use (pemakaian) Pada
tahap
ini
sangat
diperlukan
peran
serta
farmasis
untuk
menyampaikan informasi obat agar pasien benar-benar memahami dosis dan cara penggunaan obat sehingga dapat diperoleh hasil terapi yang optimal. Di RSU Kabupaten Tangerang, penyerahan obat kepada pasien, baik pasien rawat jalan ataupun rawat inap dilakukan oleh seorang farmasis. Pada pasien rawat jalan, obat diberikan pada pasien disertai informasi obat (seperti indikasi, cara pakai, aturan pakai, penyimpanan obat) dan konseling pada pasien-pasien yang mendapat obat dengan cara pemberian khusus (seperti inhaler, suppositoria, obat tetes hidung, obat
tetes telinga), obat yang diminum dalam jangka waktu lama (seperti obatobat diabetes mellitus, jantung, hipertensi, TB paru), obat-obat dengan indeks terapi sempit (seperti digoksin, phenobarbital) dan juga pada pasien yang baru pertama kali mendapat terapi obat TB paru. Hal ini dilakukan untuk menjamin kesadaran dan kepatuhan pasien dalam meminum obat sehingga dapat diperoleh hasil terapi yang optimal. Pada pasien rawat inap dilakukan juga praktek pelayanan farmasi klinik dengan menerjunkan langsung Apoteker di bangsal untuk melakukan visite ke pasien yaitu pada bangsal Kenanga, Seruni, Flamboyan, Dahlia,
Soka, Cempaka dan IKW (Instalasi Khusus Wijayakusuma). Di bangsal IKW pasien mendapat obat dengan metode distribusi UDD sehingga akan mempermudah farmasis dalam memantau kepatuhan minum obat pasien dan memantau efek samping obat serta hasil terapi yang diinginkan.
8.
Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan pelayanan farmasi klinis yang sudah berjalan di RSU Kabupaten Tangerang saat ini meliputi safe handling cytotoxic, pelayanan informasi obat, konseling (rawat inap dan rawat jalan) dan visite ruangan dan pemantauan terapi obat. a. Safe handling cytotoxic Safe handling cytotoxic RSU Kabupaten Tangerang mulai berjalan April
2007. Ruangan Safe handling cytotoxic sudah diatur sedemikian rupa, dimana terdapat area labeling, area cuci, area ganti pakaian, pass box dan area pencampuran atau rekonstitusi yang dilengkapi dengan BSC tipe II ( Biological Safe Cabinet). Tidak semua farmasis dapat melakukan kegiatan ini karena petugas harus memiliki pengetahuan tentang obat kanker, telah mengikuti pelatihan tentang teknik rekonstitusi obat kanker yang aman dan hasil medical check-up menunjukkan petugas dalam keadaan sehat. Pelaksanaan Safe handling cytotoxic di RSU Kabupaten Tangerang didasarkan pada standar
operasional yang telah disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi dan disahkan oleh direktur RSU Kabupaten Tangerang. Prosedur standar operasional safety handling cytotoxic RSU Kabupaten Tangerang meliputi : 1) Standar prosedur pemeriksaan laboratorium 2) Standar prosedur kebersihan ruang pencampuran sitotoksik 3) Standar prosedur kebersihan clean room 4) Standar prosedur permintaan pencampuran obat sitotoksik 5) Standar prosedur persiapan pencampuran obat sitotoksik 6) Standar prosedur pencampuran obat sitotoksik 7) Standar prosedur pengiriman obat sitotoksik ke ruangan perawatan 8) Standar prosedur mencuci tangan 9) Standar prosedur dekontaminasi Biological Safety Cabinet ( BSC ) 10) Standar prosedur disinfeksi Biological Safety Cabinet 11) Standar prosedur memasang dan menanggalkan pakaian pelindung. 12) Standar prosedur menarik larutan dari ampul dan menyuntikan ke dalam large volume.
13) Standar prosedur mengambil larutan dari vial dan menyiapkan syringe untuk pengiriman.
14) Standar prosedur pertolongan kontak langsung kulit/mata dengan obat sitotoksik.
15) Standar prosedur memasang dan menanggalkan pakaian pelindung saat membersihkan tumpahan dan menyiapkan obat sitotoksik diluar BSC, dengan tujuan melindungi petugas dari paparan obat sitotoksik
16) Standar prosedur membersihkan tumpahan obat sitotoksik diluar BSC Standar ini dibuat dengan tujuan melindungi petugas dan lingkungan terhadap paparan obat sitotoksik
17) Standar prosedur pelatihan petugas penanganan obat sit otoksik. 18) Standar prosedur pembuangan obat sitotoksik
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat berupa : 1) Penyajian informasi obat pada saat penyerahan dan pada saat kunjungan ke ruangan, informasi tersebut dapat berupa: sediaan obat, nama generik, bentuk, dosis, cara pemakaian, interval, waktu pemberian, efek samping obat, dll. 2) Mampu menyulusuri sumber-sumber informasi yang diperlukan secara cepat dan tepat. 3) Dapat menyediakan informasi baik lisan maupun tertulis. 4) Menjaga serta memperbaharui pengetahuan atau informasi tentang terapi obat dengan cara terus menerus mengevaluasi literatur. 5) Komunikasi dengan penderita, dilakukan di depo rawat jalan dengan mengkhususkan pada pasien dengan penyakit kronis. 6) Menjawab pertanyaan secara langsung atau melalui telepon. Kegiatan PIO (Pelayanan Informasi Obat) dilaksanakan di rawat jalan dan rawat inap, PIO yang dilaksanakan dirawat jalan terbagi menjadi dua yaitu PKMRS (Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) yaitu berupa penyuluhan kepada masyarakat terkait penyakit dan obat dan yang kedua pemberian informasi terkait obat oleh Apoteker ke pasien pada saat penyerahan obat atau dapat juga memberikan informasi terkait obat kepada dokter atau perawat yang bertugas dipoliklinik. Sama halnya seperti PIO yang dilaksanakan di rawat jalan, PIO yang dilaksanakan di rawat inap tidak terbatas pada pasien, informasi terkait obat dapat juga diberikan kepada dokter, perawat, asisten apoteker dan rekan sejawat apoteker. c. Visite Kegiatan visite apoteker di RSU Kabupaten Tangerang belum dilaksanakan diseluruh ruangan rawat inap. Saat ini kegiatan visite apoteker pada pasien rawat inap baru dilaksanakan di ruangan Seruni, Kenanga, Dahlia, Soka, Kemuning, Cempaka, Flamboyan dan ICU. Kegiatan visite dilakukan pada pagi hingga siang hari. Apoteker
bersama dengan Dokter dan Perawat memantau perkembangan kesehatan pasien dan hasil visite yang dilakukan ditulis dalam buku visite yang dipegang oleh Apoteker yang bertanggung jawab dalam ruangan perawatan masing-masing. Hal-hal yang ditulis dalam buku visite Apoteker yaitu tanggal dilakukannya visite, perkembangan kesehatan pasien, terapi obat yang digunakan, ditambahkan ataupun terapi obat yang dihentikan. d.
Konseling Kegiatan konseling terbagi menjadi dua, yaitu konseling rawat inap dan konseling rawat jalan. Konseling yang dilakukan di rawat inap ini dilakukan pada saat pertama kali pasien mendapatkan obat peroral dan pada saat penyerahan obat pulang kepada pasien. Sedangkan konseling pasien rawat jalan dilakukan diruangan khusus konseling di Depo Farmasi Rawat Jalan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap konseling yaitu : a) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien. b) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan ole Dokter kepada pasien dengan jenis pertanyaan open-ended question atau dengan metode three prime question: 1) Apa yang dikatakan Dokter mengenai obat 2) Bagaimana cara pemakaian obat 3) Efek apa yang diharapkan dari obat tersebut c) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat d) Verifikasi akhir: mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
e. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Sebelum melakukan PTO terlebih dahulu dilakukan penetapan prioritas pasien karena kebanyakan rumah sakit tidak memiliki cukup Apoteker untuk dapat memantau setiap pasien yang menerima obat. Seleksi pasien dapat dilakukan berdasarkan status penyakit atau berdasarkan terapi
obat, namun RSU Kabupaten Tangerang belum memiliki ketetapan khusus terkait status penyakit pasien dan jenis terapi obat tertentu yang akan dilakukan pemantauan terapi obat. Kegiatan pemantauan terapi obat yang sudah berjalan selama ini hanya berdasarkan perkiraan, kasus mana yang memiliki banyak permasalahan terkait obat yang sekiranya menarik untuk dilakukan pemantauan terapi obat. Seleksi pasien berdasarkan status penyakit terbagi atas: a) Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi status penyakit atau mungkin beresiko tinggi mengalami masalah yang berkaitan dengan obat.
b) Pasien dengan masalah memerlukan zat terapi yang toksik c) Pasien dengan kerusakan jantung atau ginjalyang signifikan atau pasien dengan gangguan fungsi hati.
d) Pasien lanjut usia atau pasien sangat muda usia Seleksi pasien berdasarkan terapi obat : a) Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi reaksi toksisitas, contohnya
pasien
mengkonsumsi
antikoagulan,
obat
untuk
kardiovaskular, antibiotika, antikonvulsan dan antineoplastik. b) Pasien dengan multi masalah dan pasien yang diobati dengan polifarmasi. Setelah pasien dan obat telah diidentifikasi, maka proses pengkajian dan pemantauan dapat dimulai. Proses pemantauan terapi obat terdiri dari: a) Pengumpulan data pasien b) Menghubungkan terapi obat dengan masalah tertentu atau status penyakit c) Mengembangkan sasaran terapi tertentu d) Mendesain rencana pemantaun terapi obat i. Pengembangan parameter pemantauan tertentu ii. Penetapan titik akhir farmakoterapi iii. Penetapan frekuensi pemantauan
e) Mengidentifikasi masalah dan atau kemungkinan ROM (Reaksi Obat Merugikan) f) Pengembangan alternatif atau solusi masalah. Proses pengambilan keputusan g) Pendekatan intervensi dan tindak lanjut h) Mengkomunikasikan temuan dan rekomendasi, jika perlu ke Dokter atau Professional kesehatan lainnya untuk mendapatkan solusi atau alternatif terhadap masalah yang telah diidentifikasi (3).
C. Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
Komite Farmasi dan Terapi RSU Kabupaten Tangerang yaitu sebuah komite yang secara fungsional membantu direktur untuk memberikan masukan mengenai masalah-masalah yang muncul secara profesional dan berada di bawah Direktur RSU Tangerang. KFT RSU Tangerang diketuai oleh seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sekretaris seorang Apoteker dan beranggotakan semua Staf Medik Fungsional (SMF) namun tidak termasuk perawat. Formularium digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan farmasi oleh instalasi farmasi untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Dalam hal perumusan formularium, KFT melakukan evaluasi formularium setiap tiga tahun namun formularium yang digunakan RSU Tangerang saat ini masih formularium tahun 2009. Formularium selanjutnya seharusnya sudah terbit pada tahun 2012, tetapi hingga saat ini formularium tersebut belum dapat diterapkan di RSU Kabupaten Tangerang. Walaupun masih menggunakan formularium tahun 2009 namun formularium ini selalu dilakukan revisi setiap tahunnya. Dalam rapat yang membicarakan revisi formularium juga dibahas laporan kekosongan obat, obat yang tidak terpenuhi, evaluasi suplier, kelancaran distribusi obat, evaluasi kecepatan pelayanan keluhan dan pelayanan pasien. Tujuan utama pembuatan formularium RSU Tangerang adalah menyediakan : 1. Informasi tentang obat yang telah disetujui penggunaannya oleh Komite Farmasi dan Terapi. 2. Informasi pengobatan dasar dari setiap obat yang telah disetujui.
3. Informasi tentang kebijaksanaan dan prosedur rumah sakit yang mengatu penggunaan obat-obatan. Informasi yang khusus seperti peraturan dosis obat dan singkatan-singkatan yang biasa digunakan rumah sakit.
D. Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Unit Sterilisasi Sentral atau CSSD (Central Sterilization Supply Departement ) merupakan suatu unit pelayanan yang menyediakan bahan dan alat steril kepada unit-unit yang melakukan tindakan aseptis, pembedahan, tindakan penyakit menular. Penyediaan barang atau alat steril dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, pencucian atau dekontaminasi, pengemasan dan pemberian tanda, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian serta memberikan jaminan mutu kualitas sterilitasnya (8). Tujuan didirikannya instalasi sterilisasi sentral dan laundry di RS Kabupaten Tangerang untuk membebaskan bahan-bahan dari kuman dan sporanya, membunuh kuman-kuman atau mikroorganisme, mencegah terjadinya infeksi nosokomial (INOS), serta mencegah timbulnya luka infeksi operasi/tindakan medis lainnya. Pada awalnya instalasi sterilisasi sentral merupakan bagian dari kamar operasi yang dikelola oleh petugas kamar operasi dengan penggunaan sebatas penyeterilan alat-alat, baik itu instrumen, linen, dan bahan habis pakai lainnya menurut kebutuhan kamar operasi. Sesuai Surat Keputusan Bupati Tangerang No.81 tahun 2004 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum, maka Instalasi Sterilisasi Sentral berubah menjadi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Laundry. a. Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Laundry di RSU Kabupaten Tangerang merupakan suatu instalasi dibawah bidang pelayanan penunjang medik. b. Kegiatan CSSD (Central Sterilization Supply Department ) Pada awalnya pelayanan diberikan hanya kepada IBS (Instalasi Bedah Sentral) dan OK IGD atau CITO tetapi kemudian seiring dengan perkembangan rumah sakit dan kebutuhan akan pelayanan jasa penyeterilan maka Instalasi Sterilisasi Sentral mulai memberikan pelayanan kepada
ruangan lain secara bertahap. CSSD menerima permintaan sterilisasi instrumen, linen dan bahan-bahan habis pakai setiap hari kerja dari semua instalasi di RSU Kabupaten Tangerang. Kegiatan pelayanan Instalasi Sterilisasi Sentral dan Laundry dibagi menjadi 2 shift yaitu shift I dimulai pukul 07.30-14.00 WIB dan shift II dimulai pukul 14.00-21.00 WIB. Selain permintaan penyeterilan instrumen, linen, dan bahan lainnya, instalasi sterilisasi sentral juga memproses atau membuat bahan-bahan steril habis pakai terutama yang diperlukan oleh Instalasi Bedah Sentral, Kamar Bersalin dan OK IGD atau CITO. Adapun bahan-bahan steril habis pakai yang diproduksi atau diproses oleh instalasi sterilisasi sentral meliputi big gaas, gaas, dapper , roll gaas, kassa GV (Ganti Verban) dan bola tampon.
Metode sterilisasi yang digunakan dalam proses sterilisasi di CSSD RSU Kabupaten Tangerang terdiri dari dua metode, yaitu sterilisasi dengan mesin sterilisasi uap dan sterilisasi menggunakan plasma. 1. Mesin Sterilisasi Uap Pada dasarnya ada dua jenis mesin uap sterilisasi uap, yaitu mesin sterilisasi uap tipe gravitasi dan mesin sterilisasi tipe prevakum. Jenis mesin sterilisasi uap yang digunakan di CSSD RSU Kabupaten Tangerang adalah mesin sterilisasi tipe prevakum, dimana udara dikeluarkan dari chamber oleh suatu pompa vakum. Proses sterilisasi menggunakan alat ini dapat berlangsung lebih cepat karena efikasi dan kecepatan pengeluaran udara berjalan dengan baik. Alat sterilisasi suhu tinggi (Gething) dapat digunakan untuk sterilisasi instrumen dan linen pada suhu 121ºC dan 134°C selama kurang lebih 15 menit. Sterilisasi pada suhu 121ºC digunakan untuk sterilisasi linen sedangkan suhu 134°C digunakan untuk sterilisasi instrumen. 2. Sterilisasi menggunakan Plasma. Plasma didefinisikan sebagai gas terdiri dari elektron ion-ion, maupun partikel-partikel neutral. Pada plasma yang terbentuk dari hidrogen peroksida, proses pembentukan plasma mengalami dua fase yaitu fase difusi hidrogen peroksida dan fase plasma. Pembentukan plasma
dimulai setelah pemvakuman chamber , uap hidrogen peroksida yang dihasilkan dari larutan 58% hidrogen peroksida masuk ke dalam chamber melalui mekanisme difusi. Alat atau bahan yang akan
disterilkan kemudian terpapar oleh uap hidrogen peroksida selam 50 menit pada konsentrasi 6 mg/L. Hidrogen peroksida pada dasarnya memiliki aktivitas mematika mikroorganisme, pada pembentukan plasma
berfungsi
mematika
mikroorganisme.
Fase
plasma
ini
berlangsung selama 15 menit pada 40 watt. Setelah fase plasma selesai setiap spesies reaktif akan bergabun kembali membentuk senyawa stabil berupa air dan oksigen. Metod sterilisasi menggunakan plasma ini dilakukan untuk peralatan yang tida tahan terhadap pemanasan tinggi seperti selang ventilator, alat endoskop dan lain-lain (8). Mutu sterilisasi dapat dinilai dengan tiga indikator, yaitu indikator mekanik, indikator kimia dan indikator biologi. 1. Indikator mekanik Indikator mekanik adalah bagian dari instrumen mesin sterilisasi seperti gauge, tabel dan indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan
apakah
alat
sterilisasi
bekerja
dengan
baik.
Pengukuran temperatur dan tekanan merupakan fungsi penting dari sistem monitoring sterilisasi, maka bila indikator mekanik bekerja dengan
baik
akan
memberikan
informasi
segera
mengenai
temperatur, tekanan, waktu dan fungs mekanik lainnya dari alat dan memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan memerlukan perbaikan. Indikator mekanik tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah terpenuhi, melainkan hanya memberikan informasi secara cepat tentang fungsi dari alat sterilisasi. Karena bersifat mekanis, maka tidak dilakukan kalibrasi alat dengan tepat. 2. Indikator kimia Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan sterilisasi (misalnya: uap panas) pada banyak objek yang disterilkan, dengan adanya perubahan warna. Indikator kimia memeberikan
informasi tercapainya kondisi steril pada setiap kemasan, sehingga selain digunakan diluar, ada juga yang diletakkan didalam kemasan. 1) Indikator Internal Indikator internal ini berupa tip yang dimasukkan pada pembungkus alkes yang akan disterilisasi dimana tip akan berubah warna menjadi hitam pada proses sterilisasi suhu tinggi. Indikator ini menunjukkan bahwa benda pada kemasan telah melewat proses sterilisasi. Indikator internal ini baru dilakukan pada paket kamar operasi. 2) Indikator Eksternal Indikator eksternal ini berupa autoclave tape, yaitu indikator yang ditempelkan pada luar kemasan, dengan terjadinya perubahan warna (menjadi hitam saat terpapar panas setelah proses sterilisasi), indikator ini memberikan informasi bahwa bagian luar kemasan benda yang diterilkan telah melewati proses sterilisasi. Alat yang dibungkus dengan pouches, indikator ini dapat terlihat pada pinggir pouches yang juga berubah
warna
menjadi
hitam
setelah
proses
sterilisasi
dilakukan. 3) Indikator untuk Bowie Dick Test
Uji ini dilakukan untuk menilai efisiensi pompa vakum pada alat sterilisasi dan untuk mengetahui adanya kebocoran udara dalam ruang sterilisasi. Uji ini hanya digunakan pada metode sterilisasi uap panas yang menggunakan sistem vakum untuk melihat efisiensi pompa vakum pada alat sterilisasi serta untuk mengetahui adanya kebocoran udara dalam ruang sterilisasi. Adapun tahapan yang dilakukan dalam uji Bowie Dick indikator kimia dimasukkan kedalam alat sterilisasi yang kosong dan disterilisasi pada suhu 1340C selama 3,5 menit. Setelah itu indikator kimia dievaluasi dengan melihat perubahan warna dari kuning menjadi hitam yang menandakan bahwa pompa vakum
pada alat berjalan dengan baik. Uji ini dilakukan setiap hari sebelum proses sterilisasi alat dilakukan. 3. Indikator Biologi Indikator biologi ini merupakan indikator yang m enggunakan bakteri Bacillus Stearothermophylus dimana bakteri ini merupakan bakteri
tahan panas sehingga proses sterilisasi pada suhu 1210C bakteri ini tidak mati. Indikator biologi yang digunakan di RSU Kabupaten Tangerang adalah berbentuk vial tertutup yang mengandung strip spora berisi media pertumbuhan yang mengandung zat warna. Setelah sterilisasi selesai indikator dimasukkan dalam inkubator selama 24 jam. Bila selama proses sterilisasi spora terbunuh, maka tidak akan terjadi perubahan warna. Sebaliknya apabila spora dapat bertahan, maka dalam media pertumbuhan akan terjadi perbentukan asam yang dapat mengakibatkan perubahan warna. Pengujian dengan indikator biologi dilakukan setiap satu minggu sekali.
E. Instalasi Pengelolaan Limbah/sanitasi
Instalasi pengolahan limbah RSU Kabupaten Tangerang merupakan bagian dari pelayanan penunjang non medis. Jenis limbah yang ditangani Instalasi Pengolahan Limbah RSU Kabupaten Tangerang meliputi limbah padat dan limbah cair. Sistem pengolahan limbah yang diterapkan adalah sistem terpusat artinya limbah yang berasal dari seluruh ruangan dipompa ke bak pengumpul. Limbah merupakan sisa proses yang keberadaannya perlu dikelola dengan pembakuan yang dipersyaratkan. Limbah rumah sakit yang mengandung unsur kimia, fisika, dan mikroba sangat berpotensi menimbulkan dampak negatif atau penyakit terhadap lingkungan. 1. Limbah Padat Instalasi sanitasi di RSU Kabupaten Tangerang mengelola limbah padat yang
bersumber dari RSU maupun luar RSU. Adapun jenis limbah padat adalah benda tajam, jarum infus, kassa, verban, botol selang infuse, sisa jaringan tubuh.
Langkah
pertama
pada
pengolahan
limbah
padat
adalah
mengumpulkan sampah dari seluruh ruangan, lalu dipisahkan berdasarkan sampah medis dan non medis. Sampah non medis ditempatkan pada plastik hitam dan dikumpulkan pada suatu tempat yang selanjutnya akan diangkut oleh Dinas Kebersihan. Untuk sampah medis dimasukkan dalam plastik kuning diangkut ke ruang mesin dimana dilakukan pemilihan antara benda tajam dan benda tidak tajam. Untuk sampah sitostatika tidak dibedakan dengan sampah medis sehingga penangannya tidak berbeda dengan sampah lainnya, hal ini dikarenakan sulitnya mencari plastik yang berwarna ungu yang menandakan bahwa sampah tersebut merupakan sampah sitostatika dan untuk sampah kadaluarsa ditempatkan di plastik berwarna coklat (missal obat-obatan). Limbah B3 kemudian diangkut kembali ke tempat pengolahan akhir oleh pihak ke 3. 2. Limbah Cair Pengelolaan limbah cair dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) bantuan pemerintah Austria. IPAL RSU Kabupaten Tangerang menggunakan system SBR ( Sequencing Batch Reactor ) tipe W3 yang merupakan proses modifikasi dari proses pengelolaan lumpur aktif konvensional. Dimana unit pengelolaan secara biologi serta pemisahan air limbah terolah dengan lumpur (sedimentasi) dilakukan dengan reaktor/tangki SBR selama waktu siklus yang ditentukan. Terdapat 5 proses yang harus dilalui dalam SBR yaitu filling, mixing, aerasi, sedimentasi dan decanting. a. Filling merupakan proses memasukkan ke dalam SBR. b. Mixing merupakan proses pencampuran antara air dengan limbah yang akan diolah. c. Aerasi merupakan pemberian O2 ke dalam SBR d. Sedimentasi merupakan proses pengendapan hasil pengolahan limbah dari tahap sebelumnya. e. Decanting merupakan pengeluaran hasil pengolahan limbah yang berupa air dari SBR. Hasil limbah yang berupa air dimasukkan ke dalam kontainer kemudian dilakukan desinfeksi dengan kaporit. Selanjutnya hasil desinfeksi dimasukkan