“PCR” ( Polymerase Polymerase Chain Reaction) Reaction)
A. DEFENISI DEFENISI
Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mengamplifikasi asam asam nuklea nukleatt in vitro. vitro. Tujuan Tujuan utama utama teknik teknik ini adalah adalah untuk untuk memper memperbai baiki ki sensitivita sensitivitass uji yang berdasar pada asam nukleat dan untuk untuk menyederhan menyederhanakan akan prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non isotopik. Poly Polyme mera rase se Chai Chain n Reac Reacti tion on (PCR (PCR)) meru merupa paka kan n sala salah h satu satu tekn teknik ik amplifikasi asam nukleat in vitro yang paling banyak dipelajari dan digunakan secara luas (Purwanta, 1999). Metode ini pertama dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS corporation (Ginanjar, 2008). Dalam waktu 9 tahun sejak pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan dari Cetus Corporation, PCR telah berkembang menjadi teknik utama dala dalam m labo laborat rator oriu ium m biol biolog ogii mole moleku kule ler. r. PCR PCR adal adalah ah suatu suatu meto metode de untu untuk k mengamplif mengamplifikasi ikasi sekwens gen target secara eksponensi eksponensial al in vitro. Pada reaksi ini ini dibu dibutu tuhk hkan an DNA DNA targ target et,, sepa sepasa sang ng primer , polymerase DNA DNA yang yang termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler (Purwanta, 1999). Seca Secara ra umum umum prin prinsi sip p pros prosed edur ur PCR PCR adala adalah h dena denatu tura rasi si term termal al DNA DNA sampel, diikuti hibridisasi primer oligonukleotida (annealing) ke utas DNA. Suatu DNA polymerase termostabil kemudian digunakan untuk mensintesis utas baru DNA template dan siklus ini kemudian diulang beberapa kali Teknik Teknik ini memung memungkin kinkan kan adany adanyaa amplif amplifika ikasi si antara antara dua region region DNA yang diketahui, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo ). Dalam sistem kerjanya, PCR dilandasi oleh struktur DNA. Dalam keadaan nativenya, DNA merupakan double helix , yang terdiri dari dua buah buah pita pita yang yang berpas berpasang angan an antipa antiparal ralel el antara antara satu satu dengan dengan yang yang lain lain dan berikatan berikatan dengan dengan ikatan hidrogen. hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk antara basa-basa yang komplementer, yaitu antara basa Adenin (A) dengan Thymine (T), dan Guanine (G) dengan Cytosin (C). Basa-basa itu terikat dengan molekul gula,
1
deoksi deoksirib ribosa osa,, dan setiap setiap satu satu moleku molekull gula gula berika berikatan tan dengan dengan moleku molekull gula gula melalui ikatan fosfat. PCR PCR meru merupa paka kan n pros prosed edur ur yang yang dida didasa sark rkan an atas atas kema kemamp mpua uan n DNA DNA untuk k meng mengko kopi pi sebu sebuah ah utas utas DNA DNA deng dengan an elon elonga gasi si utas utas polymerase untu komplementer yang diinisiasikan oleh sepasang primer oligonukleotida. Secara teoritis, setiap siklus reaksi menggandakan jumlah target DNA, menghasilkan tingkat amplifikasi jutaan kali lipat. Dengan Dengan PCR, PCR, gen yang yang jumlah jumlahnya nya terbat terbatas as dapat dapat menjad menjadii target target dan direpl direplika ikasi. si. Hal ini hanya hanya dapat dapat dilaku dilakukan kan jika jika bagian bagian dari dari sekuen sekuenss yang yang diin diingi gink nkan an
suda sudah h
dike diketa tahu hui. i.
Seku Sekuen enss
ini ini
digu diguna naka kan n
untu untuk k
memb membua uatt
ooligonukleotida yang biasanya terdiri dari 20-25 basa, dikenal sebagai primer . Primer menandai titik awal sintesis DNA ketika DNA polymerase dan dNTP telah ditambahkan.
B. KOMPONEN YANG BERPERAN PADA PROSES PCR
Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen yang memegang peranan penting yaitu : 1. DNA DNA cet cetak akan an Hal utama yang perlu diperhatikan pada proses PCR adalah kemurnian dan jumlah DNA sasaran. Adanya kontaminan pada persiapan DNA sasaran seperta EDTA dan detergen akan menurunkan efesiensi PCR. Kemurnian dapat diketahui secara spketrofotometri dengan menentukan rasio absorbansi pada λ 260 nm dan λ 280 nm. DNA sasaran dinyatakan murni apabila nilai rasio tersebut > 1,8 ; sedangkan < 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi. Jumlah DNA cetakan yang diperlukan diperlukan dalam PCR tidak terlalu banyak dan bervariasi bervariasi tergantung tergantung DNA sampel, misalnya yang biasa digunakann adalah 10 2 – 105 salinan cetakan cetakan DNA. DNA. Apabil Apabilaa DNA sasaran sasaran hanya hanya 1 kopi kopi pada pada DNA genom, genom, diperlu diperlukan kan 100 – 500 500 ng DNA sampel, sampel, sedang sedangkan kan untuk banyak banyak kopi kopi diperlukan 10 -100 ng.
2
2. Primer
Primer adalah oligonukleotida dengan panjang 20 – 30 basa yang menginisiasi
sekaligus
membatasi
reaksi
pemanjangan
rantai
atau
polimerisasi DNA. Primer merupakan basa komplemen dari masing-masing ujung 5’ fragmen DNA yang akan diperbanyak. Dengan demikian untuk reaksi PCR diperlukan sepasang primer . Primer pertama sebagai upstream
primer dan primer kedua sebagai downstream primer . Primer tidak komplementer satu sama lain lebih dari 2 basa terutama pada ujung 3’ karena akan meningkatkan produk non spesifik yang disebut dengan primer dimer . Hal ini terjadi bila ujung 3’ dari 2 primer berhibridasi membentuk
kompleks
primed
template dan
perpanjangan
akan
menghasilkan produk dupleks yang pendek disebut primer dimer . Selain itu
primer dimer dapat terjadi pada sampel yang mengandung salinan cetakan DNA sangat sedikit dengan siklus amplifikasi yang banyak. Desain primer mempunyai pengaruh terhadap spesifisitas dan efesiensi amplifikasi. Spesifisitas tidak meningkat dengan primer lebih panjang dari 30 nukleutida. Sebaiknya primer yang dibuat mengandung 40-60% GC.
3. Deoxynucleotide Triphosfat (dNTP) Bahan utama untuk membuat DNA adalah nukleotida trifosfat yang terdiri dari deoksi Adenosin Trifosfat (dATP), deoksi Sitidin Trifosfat (dCTP), deoksi Guanosin Trifosfat (dGTP), dan Timidin Trifosfat (dTTP). Ke empat nukleotida ini secara keseluruhan dikenal sebagai deoksi
nukleosida Trifosfat (dNTP). Bahan ini memberikan energi dan nukleosida untuk mensintesis DNA. Pada tahap perpanjangan primer , basa tersebut akan diikat pada basa komplemennya yang ada pada DNA sasaran. Deoksi nukleosida Trifosfat (dNTP) dapat mengikat ion Mg, sehingga konsentrasi Mg yang diperlukan untuk mengaktifkan enzim secara maksimal tergantung konsentrasi dNTP. Oleh karenanya, meskipun dNTP ini kelihatannya tidak mempengaruhi spesifitas reaksi PCR secara langsung, akan tetapi konsentasi rendah yang
3
seimbang dapat meningkatkan fungsi taq polymerase. Konsentrasi yang umum digunakan adalah 50 – 100 µM. Konsentrasi terlalu tinggi disamping tidak ekonomis juga memberikan hasil dengan spesifitas rendah, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak didapatkan produk amplifikasi yang baik. Hal yang harus dihindari adalah apabila konsentrasi dNTP terlalu tinggi akan cenderung terjadi peningkatan penggabungan yang salah antara basa dari dNTP dengan basa DNA sasaran oleh enzim polymerase.
4. Enzim DNA Polymerase / Taq Polymerase Penggunaan PCR untuk memperbanyak target spesifik PCR dari DNA genom manusia pertama kali dilakukan dengan memakai fragmen Klenow DNA Polimerase I escherichia coli. Enzim ini bersifat termolabil, diinaktivasi pada tahap denaturasi dan perlu ditambahkan pada setiap siklus, sehingga tidak praktis dan mahal. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti di Cetus mengisolasi 94 kDa NDA polymerase dari bakteri Thermus aquaticus untuk membuat enzim taq polymerase yang termostabil. Enzim DNA polymerase mengkatalisis sintesis rantai polinukleotida yang panjang dari monomer dan dengan adanya enzim termostabil ini maka prosedur PCR dapat dipermudah dan selain itu spesifisitas dan hasil amplifikasi juga ditingkatkan. Taq polymerase mempunyai suhu optimum yang relatif tinggi yaitu 70 - 80ºC untuk sintesis DNA. Taq polymerase mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mensintesis DNA di atas suhu 90ºC. Enzim ini relatif stabil dan tidak didenaturasi pada suhu tinggi. Aktivitas DNA polymerase dipengaruhi oleh konsentarasi Mg2+. Konsentrasi Mg2+ yang tinggi akan menghambat aktivitas taq polymerase dengan konsentrasi 10 mM MgCl 2 dapat menghambat 40 – 50 %. Oleh karena deoksinukleosida trifosfat dapat mengikat Mg2+, maka diperlukan konsentrasi Mg2+ yang tepat untuk mengaktivasi enzim secara maksimal. Konsentrasi KCL juga merangsang sintesisi DNA oleh taq polymerase sebesar 50 – 60 % dengan konsentrasi optimum 50 mM. konsentrasi KCL
4
yang lebih tinggi dapat menghambat aktivitas enzim dan aktivitas enzim ini akan berhenti pada konsentrasi KCl ≥ 75 mM. konsentrasi enzim taq
polymerase yang biasa digunakan adalah 2 – 2.5 unit atau 1 – 4 untuk reaksi PCR 100 µl. peningkatan jumlah enzim ini di luar batas ini akan menghasilkan produk PCR yang non spesifik.
5. Larutan penyangga Larutan dapar yang biasa digunakan adalah dengan taq / amplitaq DNA polymerase terdiri dari komponen sebagai berikut (dalam larutan dapar dengan kepekatan 10 x) : 50) mM KCl, 100 mM Tris HCl (ph 8,3 pada suhu kamar), 15 mM MgCl 2 dan 0,1% gelatin. Konsentrasi Mg 2+ sering memerlukan optimalisasi tersendiri, sedangkan konsentrasi MgCl2 pada campuran reaksi akhir dapat bervariasi, biasanya berkisar 0,5 – 5 mM. Komponen lain seperti dimetil sulfoxid kadang-kadang telah tercampur dengan laturan dapar yang digunakan untuk PCR sedangkan DMSO dapat menghambat sedikit aktivitas taq polymerase sehingga dapat mengurangi produk amplifikasi. Oleh karena SDS juga mungkin dapat menghambat taq polymerase maka digunakan Tween 20 atau nonidet P-40. Perubahan
konsentrasi
larutan
dapar
PCR
biasanya
akan
mempengaruhi spesifisitas atau hasil amplifikasi. Biasanya konsentrasi MgCl2 yang optimal adalah 1,5 mM untuk masing-masing konsentrasi dNTP 200 µM. Kelebihan Mg 2+ akan menghasilkan produk amplifikasi yang non spesifik namun kekurangan Mg 2+ akan mengurangi atau tidak menghasilkan produk amplifikasi.
C. TAHAP REAKSI PCR
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Denaturasi Selama proses denaturasi, double stranded DNA akan membuka menjadi single stranded DNA. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang
5
komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai 95oC. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal. Suhu denaturasi yang efektif adalah 92-95oC, sedangkan 94oC merupakan pilihan standar selama 1 menit. Kadang-kadang yang diperlukan suhu denaturasi yang lebih tinggi untuk cetakan DNA yang banyak mengandung basa guanine dan sitosin namun efesiensi enzim taq
polymerase akan menurun pada suhu 95 oC. tahap denaturasi ini merupakan tahap kritis dan sering menjadi fokus perhatian bila suatu reaksi PCR gagal.
2. Annealing (Penempelan) Penempelan primer adalah suatu tahap penempelan primer DNA pada ujung 3’ dari masing-masing rantai tunggal cetakan DNA. Primer berfungsi sebagai pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa nukleotida pengode DNA adenin(A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T) yang disintesis secara artificial dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi. Pada proses annealing , primer akan menuju daerah yang spesifik, dimana daerah tersebut memiliki komplemen dengan primernya. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk. Selanjutnya, DNA
polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya Suhu penempelan primer berkisar diantara 37-55oC, dan tergantung pada panjang primer , sekuens basa serta konsentrasi primer . Waktu inkubasi yang diperlukan sebaiknya diperkecil untuk mendapatkan spesifisitas yang tinggi biasanya 1-2 menit. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kegagalan penempelan primer pada komplementernya di cetakan DNA.
6
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen
primer .
3. Ekstensi / Elongasi (Pemanjangan) Tahap pemanjangan kompleks primer pada cetakan DNA ditandai dengan adanya aktivitas DNA polymerase. Pemanjangan primer dimulai dari ujung 3’ primer dan taq polymerase menambahkan nukleotida yang komplementer terhadap cetakan DNA, sehingga membentuk DNA untai ganda yang lengkap. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Enzim polymerase akan bekerja optimum pada suhu 72 oC. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang dan konsentrasi cetakan DNA. Lama tahap elongasi biasanya 2 menit, sedangkan waktu pemanjangan pada siklus akhir sering diperpanjang sampai 10 menit untuk menyakinkan semua prodik sudah diperpanjang dengan lengkap.
Gambar. Tahap Reaksi PCR
7
Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhan. PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air ( water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi sekarang mesin Thermal
Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.
D. DETEKSI PRODUK PCR
Produk PCR adalah suatu fragmen DNA dengan ukuran tertentu. Cara sederhana dan cepat untuk mendeteksi produk tersebut adalah dengan elektroforesis gel agarosa. Pewarnaan larutan ethidium bromide dengan konsentrasi rendah akan memperlihatkan pita DNA yang dapat diamati dengan sinar
ultraviolet
menggunakan
“ultraviolet
transsilluminatior ” .
Untuk
menentukan ukuran DNA digunakan penanda berat molekul. Konsentrasi agarose untuk proses elektroforesis bervariasi tergantung dari ukuran fragmen DNA. Cara deteksi lain yang lebih sensitif adalah “ southern blotting ” yaitu dengan memindahkan DNA dari gel agarosa ke membrane nilon atau nitroselulosa. Selanjutnya dilakukan hibridasi dengan pelacak DNA spesifik berlabel radioaktif atau non radioaktif. Hasil PCR dapat juga dideteksi dengan cara “ dot blotting ”. DNA hasil amplifikasi
dibubuhkan
pada
membran
nitroselulosa
atau
duralosa
menggunakan “dot blot apparatus ”, sehingga membentuk dot yang seragam. Proses hibridasi dilakukan dengan menambahkan pelacak DNA spesifik yang dilabel dengan zat radioaktif dan non radioaktif. Hibridasi dengan dot blotting ini dapat digunakan untuk mendeteksi produk PCR dalam jumlah banyak.
8
E. APLIKASI TEKNIK PCR
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya: 1. Isolasi Gen DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein,
DNA
ditranskrip
menghasilkan
RNA,
RNA
kemudian
diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu insulin harus diekstrak langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini gen penghasil insulin dapat diisolasi dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya
lebih
murah
ketimbang
cara
konvensional
yang
harus
‘mengorbankan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘ probe ’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.
9
2. DNA Sequencing Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method ) yang sudah dimodifikasi menggunakan dyedideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer ) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3. Forensik Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
4. Diagnosa Penyakit Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat.
10
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya. Selain itu penggunaan teknik PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bakteri yaitu untuk mendeteksi virus HIV, Hepatitis B,
Hepatitis C, bakteri TBC, Salmonella typhy,
Clamydia trachomatis dan
Treponema pallidum .
F. JENIS LAIN PCR
1. Real Time PCR Real Time PCR adalah suatu metoda analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Dalam ilmu biologi molekular, Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase chain reaction ), adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real Time PCR memungkinkan dilakukannya deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA yang dianalisa. Pada analisa PCR konvensional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan
pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil
amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis, sehingga tidak lagi dibutuhkan
11
gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara kerja Real Time PCR mengikuti prinsip umum reaksi PCR; utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai. Terdapat 2 (dua) metoda kuantifikasi yang umum digunakan antara lain : a. Menggunakan zat pewarna fluoresensi yang akan terinterkalasi dengan DNA rantai ganda (dsDNA) misalnya SyBr Green. Metoda ini merupakan metoda yang paling mudah dengan menggunakan zat pewarna yang nantinya akan berikatan dengan setiap DNA untai ganda (dsDNA) yang dihasilkan dari reaksi PCR. Zat pewarna yang umum digunakan adalah SYBR® Green I. Zat pewarna ini pada kondisi bebas tidak berikatan dengan dsDNA memiliki energi/sinyal flouresensi yang rendah meskipun distimulasi oleh sinar yang ditembakkan oleh alat. Pada saat terbentuk dsDNA sebagai hasil PCR, SYBR® Green akan berikatan dengan dsDNA membentuk suatu kompleks DNA-dye dan secara simultan akan meningkatkan sinyal fluoresensi pada saat disinari cahaya oleh alat. Penggunaan SYBR® Green menjadi populer pada awalnya karena harganya relatif murah, cukup menggunakan 1 jenis primer , dan dapat digunakan untuk hampir seluruh jenis analisa. Hanya saja, saat ini penggunaan SYBR® Green semakin kurang diminati. Sebab, SYBR® Green berikatan dengan ’sembarang’ dsDNA misalnya dengan primer dimer maupun hasil PCR yang tidak sesuai. Hal tersebut menyebabkan hasil analis Real Time PCR menggunakan SYBR® Green yang menunjukkan hasil posiif deteksi DNA bakteri pathogen harus dikonfirmasi ulang menggunakan metoda konvensional mikrobiologi. Sebab, ada kemungkinan hasil positif tersebut adalah positif palsu. ISO 22119 Draft saat ini sudah tidak lagi merekomendasikan penggunaan SYBR® Green pada analisa Real Time PCR untuk deteksi bakteri patogen pada produk pangan dan pakan ternak.
12
b. Penggunaan Probe (penanda) yang berasal dari hasil modifikasi DNA oligonukleotida yang akan berpendar (flourensensi) ketika terhibridisasi dengan DNA komplemen, misalnya probe FRET (Hybridisasi) dan probe TaqMan. Metoda ini menggunakan probe berfluoresensi sebagai pengirim sinyal pada reaksi Real Time PCR. Metoda tersebut menjadi yang paling terpercaya saat ini. Probe khusus tersebut menggunakan sekuens-spesifik dari RNA atau DNA tertentu untuk menghitung hanya kopi-kopi DNA yang mengadung sekuens spesifik tertentu tersebut. Oleh karena itu penggunaan probe khusus berfluoresensi tersebut secara signifikan meningkatkan spesifisitas dan memungkinkan dapat dilakukannya kuantifikasi meskipun terdapat beberapa amplikon DNA yang tidak spesifik. Hal ini juga memungkinkan untuk dilakukan esai multiplex untuk beberapa gen sekaligus pada reaksi yang sama dengan menggunakan probe spesifik dengan label warna yang berbeda, dengan demikian seluruh gen dimungkinkan untuk teramplifikasi dengan efisiensi yang seragam. Ada 2 jenis probe berfluoresensi yang populer digunakan dalam analisa Real Time PCR saat ini, yaitu : 1) TaqMan® Probe/Hydrolisis Probe TaqMan® Probe atau juga dikenal sebagai Hydrolisis Probe awalnya dikembangkan oleh Applied Biosystem untuk meningkatkan spesifisitas analisa Real Time PCR. TaqMan probe terdiri atas sebuah fluorophore yang secara kovalen berikatan dengan sisi 5’- pada probe oligonukleotida dan sebuah quencher yang terikat pada sisi 3’-. Beberapa
jenis
fluorophore
carboxyfluorescein, disingkat:
yang
digunakan
misalnya
6-
FAM, atau tetrachlorofluorescin,
disingkat: TET. Sedangkan quencher yang umum digunakan misalnya tetramethylrhodamine,
disingkat:
TAMRA,
atau
dihydrocyclopyrroloindole tripeptide minor groove binder, disingkat : MGB.
13
TaqMan Probe didesain sedemikian rupa sehingga dapat berikatan
pada
menggunakan
wilayah
tertentu
yang
sepasang primer spesifik.
diinginkan Ketika
di
DNA
enzim
Taq
Polymerase memperpanjang primer dan mensintesis untai DNA baru, aktivitas enzim exonuclease 5’-3’ dari polymerase akan memecah probe yang berikatan pada templat DNA. Pemecahan probe tersebut mengakibatkan
terpisahnya
fluorophore
dari
quencher yang
meningkatkan sinyal fluoresensi dari fluorophore tersebut. Sama halnya dengan metoda Real Time PCR lainnya, sinyal flouresensi yang dihasilkan sebagai hasil dari proses hibridisasi akan ditangkap oleh alat dan diakumulasikan untuk kemudian diukur intensitasnya
secara
eksponensial
setiap
siklus
PCR
selesai
dilaksanakan. Nama TaqMan® Probe sendiri terinspirasi dari sebuah nama permainan videogame yaitu PacMan, Taq Polymerase + PacMan = TaqMan, dimana secara prinsip mekanisme TaqMan Probe memang mirip seperti alur permainan PacMan tersebut. Dalam setiap pengamatan proses PCR, sinyal fluoresensi yang dipancarkan akan meningkat secara proporsional setiap siklus PCR telah berhasil dilakukan sejalan dengan bertambahnya produk DNA (DNA hasil amplifikasi) yang dihasilkan.
2) Hybridization Probes. Metoda ini menggunakan 2 jenis Probe yang telah dilabel oleh pewarna berfluoresensi. Probe yang digunakan biasanya berupa satu fragmen DNA atau RNA dengan ukuran pada umumnya 100-1000 basa. Probe ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA target (sekuense nukleotida tertentu) yang merupakan pasangan dari sekuens yang terdapat pada probe. Probe tersebut akan terhibridisasi ke DNA untai tunggal yang basa-basanya merupakan pasangan dari basa-basa probe tersebut. Satu probe akan dilabel menggunakan fluorescein di sisi 3’- nukleotida yang berfungsi sebagai donor fluorophore.
14
Sedangkan probe yang kedua akan diberikan label berupa fluorophore LightCycler Red-640 atau LightCycler Red-705 di sisi 5’- nukleotida yang berfungsi sebagai akseptor fluorophore. Apabila DNA target ditemukan pada DNA sampel, maka fluorescein dan LightCycler Red akan berdekatan, sehingga pada saat ditembakkan cahaya dengan panjang gelombang 470 nm oleh alat akan timbul sinyal fluoresensi. Sinya
fluoresensi
yang timbul tersebut akan ditangkap
dan
diakumulasikan oleh alat secara eksponensial setiap kali 1 siklus PCR selesai dilakukan. Foodproof® Biotecon reagen Real Time PCR dari Merck – KGaA tersedia dalam dua jenis probe, TaqMan dan Hybridization Probe. Dengan probe tersebut hasil analisa yang diperoleh menjadi lebih akurat dan spesifik bila dibandingkan dengan reagensia yang hanya menggunakan SYBR Green sebagai probenya. Adapun parameter
pemeriksaan
yang
dapat
dilakukan
menggunakan
foodproof® Biotecon antara lain : a) Enterobacter sakazakii b) Salmonella c) E. coli 0157 d) Campylobacter e) Listeria monocytogenes f) Listeria spp. g) Genetically Modified Organisms (GMO) h) Beer Spoilage Selain reagensia kit untuk deteksi, foodproof® Biotecon juga menyediakan reagensia untuk ekstraksi DNA dari sampel makanan, minuman ataupun yang berasal dari lingkungan. Sampel reagensia tersebut telah teruji kemampuannya terhadap beberapa jenis matriks sampel makanan dan minuman. Beberapa badan internasional pun telah memberikan rekomendasi untuk digunakannya foodproof®
15
Biotecon dianalisa Real Time PCR antara lain AOAC, NordVal, Health Canada, AFNOR, dan MicroVal. Dengan menggunakan analisa Real Time PCR foodproof® Biotecon pengguna tidak perlu khawatir mendapatkan hasil positif palsu, karena probe yang digunakan sudah didesain sedemikian rupa sehingga spesifik terhadap target DNA yang dicari. Sesuai dengan ISO 22119 , untuk pengguna Real Time PCR yang menggunakan SYBR® Green apabila mendapatkan hasil positif harus
mengkonfirmasi
kembali
menggunakan
media
kultur
mikrobiologi. Jika demikian, tujuan utama untuk mempercepat waktu analisa dengan hasil yang akurat tidak tercapai. Namun, dengan menggunakan foodproof® Biotecon yang menggunakan probe TaqMan ataupun Hybridization hasil analisa yang diperoleh jauh lebih akurat dan dapat dipercaya. Secara garis besar alur kerja menggunakan Real Time PCR dari foodproof® Biotecon dapat dilihat dibagan berikut:
16
2. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) RT-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain
reaction . RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonukleat rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti oleh urasil (U). Proses RT PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan enzim reverse transcriptase , yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA). Dalam hal ini disintesis cDNA dari perpasangan antara gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah dilipatgandakannya segmen DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U terganti kembali ke T. Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses annealing untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa RT-PCR penting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus Dengue terutama pada tubuh nyamuk karena dapat mendeteksi dini serotipe virus dan sebagai informasi untuk studi epidemiologi. Selain itu teknik ini relatif lebih murah dengan sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Mengenal PCR. Available from: http://sciencebiotech.net/mengenal pcr- polymerase-chain-reaction/ 2. Anonim.
. PCR
Elektroforesis
Available
from:
http://biologicallytested.wordpress.com/2010/01/29/elektroforesis-pcr/ 3. Anonym.
Transformasi
Dan
Pcr .
Available
from:
http://seztifam07.student.ipb.ac.id/2010/06/20/ 4. Tjahjasari, Andi mulia. Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 4
Dari
Nyamuk
Aedes
Aegypti
Dengan
Menggunakanmetode
Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan . Sekolah Pascasarjana
USU:
2009.
Available
from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6230 5. Nurfadly. Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 1 Dari Nyamuk
Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr) Di Kota Medan . Sekolah Pascasarjana USU: 2009. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6234 6. Andriyani, yunilda. Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3
(Den-3) Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase- Pcr (Rt-Pcr) Di Kota Medan . Sekolah Pascasarjana USU: 2009. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6239 7. Rosilawati, maria lina. Deteksi Mycobacterium Tuberculosis Dengan Reaksi
Berantai Polymerase / Polymerase Chain Reaction (Pcr) . Pasca Sarjana Ui Program
Studi
Ilmu
Biomedik:
1998.
Available
from:
http://www.digilib.ui.ac.id/ 8. Susanto, lisawati. Deteksi Gen B1 Dan P31 Toxoplasma Gondii Dengan Untuk
Deteksi Toxoplasmosis Dengan Reaksi Berantai Polymerase . Pasca Sarjana Ui Program
Studi
Ilmu
Biomedik:
http://www.digilib.ui.ac.id/
18
1999.
Available
from:
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul “ PCR ( Polymerase Chain Reaction)”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Palembang, 10 Januari 2011
Penulis
19 ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i KATA PENGANTAR …....................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii A.
DEFINISI ………............................................................................................. 1
B.
KOMPONEN
YANG
BERPERAN
PADA
PROSES
PCR ............................ 2 1.
DNA
cetakan
……....................................................................................... 2 2.
Primer …….................................................................................................. 2
3.
Deoxynucleotide
(dNTP)
Triphosfat
……................................................... 2 4.
Enzim
DNA
Polymerase
/
Taq
Polymerase ......... ....................................... 2 5.
Larutan
penyangga
…….............................................................................. 2 C.
TAHAP
REAKSI
PCR
………........................................................................ 1 1.
Denaturasi ………........................................................................................ 1
2.
(Penempelan)
Annealing ………................................................................. 1
3.
Ekstensi
/
Elongasi
(Pemanjangan)
………................................................. 1 D.
DETEKSI
PRODUK
………................................................................... 1
20
PCR
E.
APLIKASI
TEKNIK
PCR
………................................................................... 1 1.
Isolasi Gen ………....................................................................................... 1
2.
DNA Sequencing ………............................................................................. 1
3.
Forensik ………........................................................................................... 1
4.
Diagnosa Penyakit ………........................................................................... 1
F.
JENIS
LAIN
PCR
………................................................................................ 1 1.
Real
Time
PCR
…….
……........................................................................... 1 2.
Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RTPCR) …............. 1
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24
TUGAS iii Pengetahuan Dasar Laboratorium Biomedik
“PCR” ( Polymerase Chain Reaction)
21
Oleh :
HUMAIRAH FATIMI 20102508002
Dosen Pengampu : Dr. dr. Mgs. Irsan Saleh, M. Biomed
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2010
22