Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif (CHF) Patofisiologi ntraktilitas, CHF terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang memengaruhi ko ntraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik lusitropik (fungsi relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespo ns terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada. Sistem reniniangiotensinfaldosteron (RAA) : Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron a ldosteron berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan ke matian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit miosit dan d an sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada CHF.
Baca selengkapnya >> http://fkunhas.com/patofisiologi-gagal-jantung-kongestif-chf20101227946.html
Minggu, 11 Oktober 2009
Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas mi okardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurg itasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan g agal jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi i nfeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung m embutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada g agal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan m eningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan
arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renninangiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon i ni mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi
kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling. Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paruparu (kongesti) atau odema periferal. Gejala lainnya yang menggambarkan ketidakseimbangan suplai darah ke organ perut m enyebabkan anoreksia, mual, muntah, perut terasa penuh, konstipasi, nyeri perut, malabsorbsi, pembesaran hati dan pengerasan hati. Penurunan suplai darah ke kepala dapat menyebabkan